Terjemahan kata ar-ruh dalam tafsir qur'an karim karya Mahmud Yunus

(1)

1

TERJEMAHAN KATA AR-RUH

DALAM TAFSIR QUR’AN KARIM KARYAMAHMUDYUNUS

Di susun oleh:

Nur Rahmawati

107024003785

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

2

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa pencabutan gelar.

Jakarta, 27 September 2011

Nur Rahmawati NIM: 107024003785


(3)

3

TERJEMAHAN KATA AR-RUH

DALAMTAFSIR QUR’AN KARIM KARYAMAHMUDYUNUS Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S. S)

Oleh

Nur Rahmawati

NIM: 107024003785

Pembimbing

Makyun Subuki, M. Hum

NIP: 19800305 200901 1 015

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011 M


(4)

4

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “TERJEMAHAN KATA AR-RUH DALAM TAFSIR QUR’ANKARIM

KARYA MAHMUD YUNUS ”. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, 20 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 27 September 2011

Sidang Munaqasyah TTD TGL

1. Dr. Ahmad Syaekhuddin, M.Ag. (Ketua) ………... NIP: 19700505 200003 1001

2. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. (Sekretaris) ... NIP: 1979 1229 2005011004

3. Makyun Subuki, M. Hum. (Pembimbing) ……… NIP: 198003052009011015

4. Dr. Hj. Ahmad Ismakun Ilyas, (Penguji 1) ……… NIP: 150 274 620

5. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. (Penguji 2) ……… NIP: 1979 1229 2005011004


(5)

5 Abstrak NUR RAHMAWATI

” TERJEMAHAN KATA AR-RUH DALAM TERJEMAHAN TAFSIR

QUR’AN KARIM KARYA MAHMUD YUNUS”

Ruh dalam arti sederhana adalaah jiwa maharahasia. Karena Allah hanya memberikan sedikit pengetahuan saja ilmu tentang ruh.

Kagiatan menerjemah bukanlah suatu yang mudah, karena tidak semua

orang bisa menerjemahkan dengan baik, dan tentunya menerjemahkan Al-qur‟an

mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada naskah-naskah yang lainnya.

Penelitian ini mengkaji analisis kata ar-ruh. Kata ar-ruh yang terdapat

dalam Tafsir Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus. Mahmud yunus dalam menerjemahkan bersifat ringkas dan sederhana. Hal ini dapat terlihat dalam penyajian tafsirnya, penafsiran pertama kali dilakukan dengan memberi arti-arti

dari ayat-ayat Al-qur‟an, kemudian langsung memberikan penafsiran global, tanpa

mengawali dengan penjelasan arti kata. Agar penulis dapat mengetahui dan bisa menilai terjemahan yang dilakukan Mahmud Yunus sudah cukup baik atau belum. Penulis juga melihat terjemahan dan penafsiran Tafsir Quraish Shihab dan Al-qur‟an terjemahan depag. Penelitian ini teori yang digunakan berkaitan dengan polisemi dan homonimi.

Penelitian ini yang penulis lakukan bertujuan untuk mengetahui apa saja cakupan arti kata ruh, yang terdapat dalam Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus yang mengandung polisemi dan homonimi. Dikatakan polisemi karena terdapat banyak arti dan masih saling berhubungan. Dikatakan homonimi karena kata ruh artinya ada yang tidak saling berhubungan seperti arti roh badan dan pertolongan.


(6)

6

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, yang telah member nikmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas yang menjadi prasyarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada jurusan Tarjamah di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena banyaknya bantuan baik moral dan spiritual dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga pada.

1. Selaku kepala jurusan Tarjamah Dr. Ahmad Syakhuddin, M.Ag

2. Selaku sekretaris jurusan Tarjamah Moch. Syarif Hidayatullah,

M.Hum

3. Makyun Subuki, M.Hum, selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan dan arahan

4. Seluruh dosen yang mengajar di jurusan Tarjamah yang selalu sabar

memberikan ilmunya kepada kami semua

5. Pimpinan dan staf karyawan perpustakaan utama dan perpustakaan

Adab dan Humaniora yang telah menyediakan buku-buku yang diperlukan penulis selama penyusunan skripsi

6. Ibunda tercinta Idah Faridah dan ayahanda tercinta Nasiruddin yang

selalu memberikan motivasi dan selalu mendo‟akan penulis, kakak

-kakaku Lilah Kholilah S.pdi, Nur Fazruah S.T, Ulfatun Hikmah S.EI, yang selalu memberikan semangat dan dukungan, serta adik-adiku Arif Purnama Putra, Khasbi Abdul Malik, Silmi Azizah, dan Mufti Nasrul Amin yang selalu mendorong agar cepat wisuda

7. Mamang Sofyan beserta keluarga yang telah membantu penulis selama

di Jakarta

8. Kel. Besar di Jati Bening Ade Alfia dan Bi Kom yang udah banyak


(7)

7

9. Kel. Besar di Pekandangan Jaya om Taryono beserta keluarga yang

begitu sabar mengasuh penulis selam 3 th dan om limi beserta keluarga

10.Kel. Besar di Karawang yang sabar mengajarkan penulis bahasa Arab

11.Kel. Besar hj. Rokiyah yang telah menganggap penulis seperti

keluarga, khususnya buat Lailatul Hamidah dan Siti Hajar yang banyak memberikan penulis nasihat agar selalu semangat dan selalu tegar dalam mengahadapi masalah

12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007-2010 yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu hingga terselesaikan skripsi ini

13.Keluarga besar Persatuan Mahasiswa Indramayu (PERMAI-AYU)

DKI Jakarta yang telah memberikan penulis banyak pengalaman

14.Teman-teman angkatan 2003-2004 Pon Pes Ngru-Q yang selalu

menjaga ukhuwah Islamiyah walaupun jarak kita jauh dan angkata 2004-2005 MAN Indramayu

Semoga semua bantuan yang diberikan kepada penulis merupakan amal yang baik dan mendapat balasan dari Allah SWT, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca…amiiiiiinnnnn

18 September 2011

Penulis


(8)

8

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ………...……….………. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..………. ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN……….iii

ABSTRAK………..………...…..i v KATA PENGANTAR………... v

DAFTAR ISI ………... vii BAB 1PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Tinjauan Pustaka ... 5

1.5 Metodologi Penelitian ... 5

1.6 Sistematika Penulisan………..7

BAB IIKERANGKA TEORI ... 10

2.1.1 Definisi Penerjemahan ... 10

2.1.2 Tahap-Tahap Penerjemahan ... 11

2.1.3 Metode Penerjemahan ... 13

2.2 Cara Menerjemahkan Al-Qur'an………..22

2.3 Polisemi dan Homonimi Sebagai Keterkaitan Semantik ... 23

2.3.1 Pengertian Polisemi ... 24

2.3.2 Sebab-Sebab Terjadinya Polisemi... 25

2.3.3 Pengertian Homonimi ... 26

2.3.4 Sebab-Sebab Terjadinya Homonimi... 28

2.4 Perbedaan Polisemi dan Homonimi……….……28

2.5 Persoalan Menerjemahkan Polisemi dan Homonimi………..…..30

2.6 Komponen Makna……….33


(9)

9 BAB III BIOGRAFI MAHMUD YUNUS

3.1 Riwayat Hidup Mahmud Yunus ... 34

3.1.1 Karya-Karya Mahmud Yunus ... 37

3.1.2 Metode Penerjemahan Mahmud Yunus ... 41

BABIV ANALISIS DATA

4.1 Analisis Terjemahan Kata Ar-Ruh ... 43

4.2 Analisis Semantik Kata Ar-Ruh... 57

4.3 Macam-Macam Bentuk Terjemahan Kata Ar-ruh Pada Al-Qur‟an ... 60

BABVKESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

5.1 KESIMPULAN ... 65 5.2 SARAN ... 66

DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Al-qur‟an karim adalah sebuah kitab yang tidak datang kepadanya kebatilan dari awal sampai akhirnya, yang diturunkan oleh Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Kitab yang mendapat keistimewaan, yaitu yang mampu mencetak Ulama islam yang tahu dan mengerti tentang penafsiran nas-nas Al-quran dan ulama yang mengamalkan hukum-hukum yang tersirat di dalamnya, demi kemashlahatan manusia di dunia maupun di akhirat.

Terdapat berbagai macam sumber yang dijadikan sandaran oleh para ulama dan ahli tafsir untuk memahami ayat-ayat Al-quran. Mereka beruasaha untuk mengetahui pemahaman secara detail dan bisa di ungkapkan dengan kata-kata yang sesuai. Hal ini di uapayakan agar pemahaman terhadap al-quran bisa dicapai oleh setiap insan yang senag dengan al-quran. Agar manusia bisa membaca, memahami dan mengamalkan isi kandungan ayat-ayat al-quran yang

mengajak kepada kebaikan dunia dan akhirat1.

Dalam menerjemahkan al-Qur‟an ke dalam bahasa-bahasa, lain dengan

tujuan mengenalkan bahasa Arab dan hakikat penegtahuan Qur‟ani kepada

bangsa-bangsa asing, bahkan harus menjadi salah satu alasan keharusan

1

Mani‟ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Ahli Tafsir , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)


(11)

berdakwah, para mubalig Islam selalu membimbing manusia ke jalan yang lurus

dengan terjemahan dan tafsiran ayat-ayat dan surah-surah al-Qur‟an.2

Palmer mengatakan ’it is also the case that the same word may have a set

of different meaning,‟suatu kata yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung makna ganda. Simpson mengatakan, ” a word which has two (or more) related meaning,” sedangkan Zgusta, ”Allthe possible sense the possible senses the word has”. Berdasarkan pendapat-pendapat ini ditarik kesimpulan, polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau ganda. Karena kegandaan makna seperti itulah maka pendengar atau pembaca ragu-ragu menafsirkan makna kata yang didengar atau dibacanya. Kalau kita mendengar orang mengujarkan kata paku, kita ragu-ragu. Apakah yang dimaksud adalah paku yang digunakan untuk memaku pagar, peti, atau barangkali yang dimaksud adalah sayur paku?untuk menghindarkan salah paham tentu kita harus melihat konteks kalimat, atau kita bartanya lagi kepada pembicara, apakah yang ia

maksud dengan kata paku. Sedangkan pada buku Pesona Bahasa polisemi adalah

berkaitan dengan kata atau frasa yang memiliki beberapa makna yang

berhubungan3. Misalkan kata polisemi dalam al-Qur‟an yang terdapat pada surah

al-Baqarah ayat 87 dan Asy-syuura ayat 52

2

M. Hadi Ma‟rifat, Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: al-Huda, 2007), h. 275

3

Kushartanti, Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007). Hal. 20


(12)













































































Artinya:

"Dan sesungguhnya Kami berikan kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami ikuti kemudiannya dengan beberapa rasul; dan Kami berikan kepada isa anak maryam beberapa keterangan, (bahwa ia menjadi rasul) dan Kami kuatkan dia dengan roh suci (Jibril). Adakah tiap-tiap rasul yang datang kepadamu, membawa sesuatu yang tiada diingini oleh hawa nafsumu, lalu kamu sombong; maka

segolongan, kamu dustakan dan segolongan lagi kamu bunuh " (Al-Baqarah 57)



































































Artinya

”Demikianlah Kami wahyukan kepada engkau suatu ruh (Qur‟an yang menghidupkan hati) dari perintah Kami. Engkau belum tahu, apakah kitab

dan apakah iman? Tapi Kami jiadikan dia (Qur‟an) jadi nur (cahaya

penerangan), Kami tunjuki dengan dia, siapa yang Kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami. Sesungguhnya engkau menunjuki jalan yang lurus. (Asy-Syuura; 52)


(13)

Kata

ح ر

pada contoh pertama surah al-Baqarah diartikan ”roh suci (Jibril)”. Sedangkan pada contoh kedua

ح ر

diartikan dengan ”ruh (Qur’an yang menghidupkan hati)”. Pada kamus munawwir

ح ر

mempunyai banyak makna

diantaranya: ruh, jiwa, sukma, malaikat, malaikat jibril, intisari, dan hakikat4.

Sedangkan pada kamus Al-‟Ashry kata

ح ر

bermakna jiwa, sukma, intisari,

perasan, essensi, malaikat jibril, ruh qudus.5

akan tetapi, penulis belum mengetahui apakah kata Ar-ruh termasuk

polisemi ataukah homonimi. Pada kesempatan kali ini penulis merasa tertarik

untuk mendeskripsikan terjemahan kata Ar-ruh dalam Tafsir Qur’an Karim karya

Mahmud Yunus dan menganalisisnya secara kritis.

Dengan penjelasan diatas Penulis tertarik pada keunikan tersebut. Penulis memilih Judul “TERJEMAHAN AR-RUH DALAM TAFSIR QUR’AN KARIM KARYA

MAHMUD YUNUS”

1.2. Batasan dan Perumusan Masalah

2. Apa saja kemungkinan arti kata Ar-ruh?

3. Bagaimana terjemahan kata ar-ruh yang terdapat pada Tafsir Qur‟an

Karim karya Mahmud Yunus?

4

A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h. 545

5

Atabik Ali, Al-‘Ashry Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Mulya Karya Grafika, 1998), hal. 998


(14)

1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui cakupan arti kata ar-ruh

2. Untuk mengetahui terjemahan kata ar-ruh yang terdapat pada Tafsir

Qur’an Karim karya Mahmud Yunus

1.4Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian yang akan Penulis lakukan saat ini, sebenarnya belum

ada yang meneliti, penulis akan membahas Terjemahan Kata Ar-Ruh Dalam

Terjemahan Tafsir Qur‟an Karim, karena kebanyakan dari mereka meneliti tentang Analisis homonimi atau analisis polisemi. Seperti Firmansyah (0024118565) dengan judul ” Analisis Polisemi Dalam al-Qur‟an (Studi kasus terjemahan kata al-sa’ah) yang membahas tentang terjemahan kata al-sa‟ah yang

terdapat dalam al-Qur‟an dan Ahmad Fauzi (105024000860) dengan judul

”Analisis Homonimi Kata Nafs Dalam Al-Qur‟an Terjemahan Hamka” yang membahas tentang terjemahan Nafs yang terdapat dalam terjemhan Hamka. .

1.5Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil studi kasus dengan melakukan penelitian secara mendalam terhadap objek penelitian yang dipilih, yaitu


(15)

mengenai studi kasus penerjemahan kata ar-ruh oleh Mahmud Yunus. Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. Sementara Yin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan sernua variabel yang penting.

Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud

untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.6

Dalam penelitian ini Penulis menggunakan metodologi kualitatif dengan analisis deskriptif, yaitu dengan mengumpulkan data mengenai polisemi dan homonimi dari beberapa sumber. Sedangkan analisisnya dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan cara menguraikan, menjelaskan kata roh yang

terdapat dalam Tafsir Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus. Data-data yang

diteliti adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu Buku

6


(16)

Tafsir Qur’an Karim karya Mahmu Yunus. Sedangkan data sekunder, yaitu data yang mendukung penelitian ini yaitu berupa buku-buku tentang penerjemahan, seperti buku semantik, kamus bahasa Arab, kamus bahasa Indonesia, Linguistik, dan internet. Data ini diolah dengan cara membaca, menelaah dan mendeskripsikan kata roh yang terdapat dalam tafsir guna mengetahui makna yang tepat sesuai konteks.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Penelitian skripsi ini Penulis membagi pembahasannya menjadi lima bab, yaitu:

BAB 1 menjelaskan latar belakang masalah atau alasan pemilihan topik penelitian ini. Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan terarah, maka dilakukan pembatasan dan Perumusan Masalah. Penelitian ini dilakukan tentu saja mempunyai Tujuan dan Manfaat agar manjadi bahan rujukan bagi semua

mahasiswa khususnya bagi Mahasiswa Tarjamah. Agar tidak terjadi penulisan

skripsi dengan judul yang sama, maka sebelumnya Penulis melakukan Tinjauan

Pustaka terlebih dahulu, Metodologi Penelitian agar mempermudah penulis dalam pengumpulan data dan pengolahan data. Sistematika Penulisan agar mempermudah melihat skripsi secara singkat.

BAB II menyajikan Teori Penerjemahan yang meliputi, Teori Penerjemahan, Definisi penerjemahan, Tahap-tahap penerjemahan, dan metode Penerjemahan. Mengingat penelitian ini berorientasi pada analisis dan penilaian. Karenanya pada


(17)

dan Homonimi, pengertian polisemi, pengertian Homonimi, sebab-sebab terjadinya polisemi dan homonimi, Perbedaan polisemi dan homonim, persoalan menerjemahkan polisemi dan homonimi

BAB III menyajikan hal yang terkait objek atau data Penelitian ini, yaitu tentang

deskripsi kata ar-ruh, perbedaan ruh dan jiwa, dan macam-macam bentuk

terjemahan kata Ar-ruh pada Al-qur‟an

BAB IV meliputi analisis internal atau penilaian dengan menerapkan teori yang

ada pada Bab II. bab ini akan membuktikan hasil penelitian kata Ar-ruh dalam

Tafsir Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus.

BAB V merupakan bab terakhir yaitu: kesimpulan dari seluruh pembahasandan saran-saran


(18)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1.1 Definisi Penerjemahan

Penerjemahan adalah upaya mengalihkan pesan dari satu bahasa ke bahasa lain. Oleh karena itu, kita tidak dapat melihat penerjemah sebagai sekedar upaya menggantikan teks dalam satu bahasa ke bahasa lain. Ada beberapa pendapat mengenai definisi penerjemahan sebagaimana yang dikutip oleh Frans Sayogie. Yaitu; (1) Nida dan Taber mengungkapkan bahwa penerjemah “consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style” adalah suatu upaya mengungkapkan kembali pesan dan suatu bahasa kedalam bahasa lain, (2) Newmark mendefinisikan penerjemahan adalah sebagai “rendering the meaning of a text into another language in the way that the author antended the text” mengalihkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan apa yang dimaksud pengarang‟, (3) Brislin memberikan pengertian penerjemahan adalah sebuah bentuk umum yang mengacu pada memindahkan pemikiran dan ide dari satu bahasa (sumber) ke dalam bahasa lain (sasaran), baik bahasa itu telah disusun secara ortografi ataupun belum standar, ataupun baik satu


(19)

atau dua bahasa itu berdasarkan tanda, seperti bahasa isyarat untuk orang yang

tuli.7 Sedangkan Suhendra Yusuf mendefinisikan menerjemahkan adalah kegiatan

mengalihkan pemikiran-pemikiran konseptual yang ditulis oleh penulis bahasa

sumber dengan segala gagasan dan pengalaman yang ada padanya.8

Dari definisi-definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penerjemah harus melibatkan dua bahasa, bukan menerjemahkan kata perkata, akan tetapi mengalihkan pesan sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh penulis asli, dan mencari padanan yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku serta popular.

2.1.2 Tahap-tahap Penerjemahan

Untuk menerjemahkan teks seorang penerjemah harus melalui proses seperti mendapatkan pemahaman, implikatur, dan pemadanan yang tepat, penerjemah dapat mengikuti langkah dalam penerjemahan, sebagaimana Moch Syarif Hidayatullah menjelaskan, (a) Pendalaman, berarti menjajagi bahan yang akan diterjemahkan dengan membacanya berulang ulang, sesuai kebutuhan, (b) Penganalisisan, berarti menurai satuan-satuan kalimat dan unsure-unsur dalam bagian teks yang lebih besar, (c) Pemahaman, berarti memahami isi dan bentuk dalam bahasa sumber, (d) Pendiksian, berarti mencari istilah dan ungkapan dalam Bsa yang tepat, cermat, dan selaras, (e) Pengolahan, bararti menyususn

7

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2008).hal 7-9

8

Suhendra Yusuf, Teori Terjemah Pengantar Ke Arah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguitik, (Bandung: Mandar Maju, 1994) hal.31


(20)

komponen-komponen makna yang selaras dengan norma-norma dalam bahasa sasaran, (f) Pengecekan, berarti berarti memeriksa kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan susunan kalimatnya, (g) Pendiskusian, bararti mendiskusikan hasil terjemahannya, baik

menyangkut isi maupun menyangangkut bahasanya.9 Sedangkan Frans Sayogie

membagi tahap menerjemahkan menjadi tiga tahap yaitu:

a) Tahap analisis

Pada tahap analisis, seorang penerjemah mempelajari teks bahasa sumber baik dari segi bentuk maupun isinya, Newmark membagi teks berdasarkan funsgsi-fungsi bahasa sebagaimana yang dikutip Frans sayogie, yaitu, (1) fungsi ekspresif (the expressive function) yaitu teks yang berfungsi ekspresif berorientasi pada pembicara atau penulis sebagai sumber pemberi informasi dan perasaan penulis diekspresikan dalam tulisannya. (2) fungsi informative (the informative function) adalah teks yang berkenaan dengan topik-topik ilmu pengetahuan, seperti teknologi, ekonomi, industry, komersial dan lain-lain .(3) fungsi vokatif (the vocative function) berorientasi pada pembaca atau penerima informasi, berkaitan dengan himbauan atau ajakan kepada penerima informasi untuk bertindak, berfikir, merasakan atau bereaksi sesuai dengan teks yang ditulis. (4) fungsi estetik (the aesthetic function) tujuannya untuk memberikan rasa puas pembaca melalui bunyi maupun metafora. berfungsi sebagai alat komunikasi keakraban antara pemakai bahasa .(5) fungsi fatik (the fatik function) yaitu teks

9

Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia,


(21)

yang berfungsi fatis sebagai alat komunikasi keakraban antara pemakai bahasa. (6) fungsi metalingual (the metalingual function) yaitu penggunaan bahasa untuk menjelasakan, mendefinisikan, atau menamai dan bersifat universal.

b) Tahap pengalihan

Dalam tahap ini, penerjemah melakukan pengalihan dengan tujuan mempertahankan informasi atau pesan yang sudah disederhanakan bahasanya tanpa mengurangi maksud penulis teks bahasa sumber.

c) Tahap restrukturisasi

Manurut Machali sebagaimana yang dikutip frans Sayogie Sesudah tahap analisis dan tahap pengalihan dilalui, tahap terakhir yang harus dijalani adalah tahap penyerasian. Pada tahap ini penerjemah dapat menyesuaikan bahasanya yang masih terasa „kaku‟ untuk disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran. Di samping itu, mungkin juga terjadi penyerasian dalam hal peristilahan, misalnya

apakah menggunakan istilah yang umum yang digunakan ataukah yang baku.10

2.1.3 Metode penerjemahan

Metode penerjemahan adalah cara melakukan penerjemahan dan rencana dalam pelaksanaan penerjemahan. Metode penerjemahan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai perspektif kebahasaan. Ada beberapa pendapat yang dikutip

10

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2008).hal 24-29


(22)

oleh Frans Sayogie seperti; Moeliono mengelompokan terjemahan dalam tiga kelompok besar yaitu; (1) terjemahan harfiah, ialah terjemahan yang dilakukan kata demi kata dengan tujuan tidak menyimpang sedikitpun dari bentuk lahiriah bahasa sumber, (2) terjemahan bahasa atau saduran, yaitu terjemahan yang bentuk bahasanya tidak terikat pada naskah sumbernya, tetapi tujuannya adalah mengungkapkan sari ide atau maksud yang terkandung dalam naskah asli, dan (3) terjemahan idiomatik, yaitu terjemahan yang menngarah pada kesepadanan atau ekuivalensi antara bahasa sumber dan bahasa sasaran, Brislin menggolongkan terjemahan dalam empat jenis yaitu; (1) terjemahan pragmatis, yaitu terjemahan yang mementingkan ketetapan atau akurasi informasi, (2) terjemahan estetispuitis, yaitu terjemahan yang mengutamakan dampak afektif, emosi dan nilai rasa dari satu versi bahasa yang orisinal, (3) terjemahan etnografis, yaitu terjemahan yang bertujuan menjelaskan konteks budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran, dan (4) terjemahan linguistik, terjemahan yang mementingkan kesetaraan arti dari unsur-unsur morfem bentuk gramatikal dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran, Newmark membagi metode penerjemahan menjadi dua bentuk orientasi dalam

metode penerjemahan. Pertama, metode penerjemahan yang diberi penekanan

pada bahasa sumber yaitu;

d) Penerjemahan kata demi kata (word for word translation)

Penerjemahan ini dianggap sebagai penerjemahan yang paling dekat dengan bahasa sumber. Dalam penerjemahan jenis ini dalam penerjemahan ini urutan kata dalam teks bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata yang


(23)

diterjemahkan menurut makna dasarnya di luar konteks dan kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan apa adanya.

e) Penerjemahan harfiah (literal tranlation)

Dalam penerjemahan harfiah konstruksi gramatikal bahwa sumber dikonverensikan ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar konteks.

f) Penerjemahan setia (Faithul translation)

Penerjemahan setia mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan tetapi menyimpang dari struktur gramatikal bahasa sasaran.

g) Penerjemahan semantik (semantic translation)

Penerjemahan semantic berbeda dengan penerjemahan setia, karena harus lebih memperhitungkan estetika teks bahasa sumber dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain itu, kata yang hanya sedikit mengandung muatan budaya dapat diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional.


(24)

Kedua, metode terjemahan yang diberi penekanan pada bahasa sasaran yaitu,

a) Adaptasi atau saduran (adaptation)

Penerjemahan adaptasi adalah bentuk penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan bahasa sasaran. Penerjemahan adaptasi biasanya digunakan untuk menerjemahkan puisi dan drama. Tema, karakter dan alurnyabiasanya tetap dipertahankan.

b) Penerjemahan bebas (free translation)

Penerjemahan bebas adalah penulisan kembali tanpa melihat bentuk aslinya. Biasanya merupakan paraphrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari aslinya.

c) Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation)

Penerjemahan jenis ini pesan bahasa sumber disampaikan kembali tetapi ada penyimpangan nuansa makna karena mengutamakan kosakata sehari-hari dan idiom yang tidak ada di dalam bahasa sumber tetapi bisa dipakai dalam bahasa sasaran. Tetapi tidak selalu mungkin karena mungkin karena idiom tidak selalu sejajar dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran.


(25)

Penerjemahan komunikatif berusaha menyampaikan maknakontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isi dan bahasanya berterima dan dapat

dipahami oleh dunia pembaca.11

Sedangkan menurut Newmark dalam bukunya Moch Syarif Hidayatullah metode penerjemahan terbagi menjadi 8 yaitu:

1. Penerjemahan kata demi kata

Metode ini seorang penerjemah meletakan kata-kata Tsa langsung langsung di bawah versi Tsu. Kata-kata dalam Tsu diterjemahkan diluar konteks. Kata-kata yang bersifat cultural diterjemahkan apa adanya. Contoh:

Apabila diterjemahkan dengan metode ini, maka hasil terjemahnnya „dan disisiku tiga buku-buku’. Jumlah kata yang terdapat pada Bsu yang hanya lima kata, juga diterjemahkan setara lima kata. Tanpa merubah posisinya sedikit pun.

2. Penerjemahan harfiah

11

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2008).hal. 24-29, 83-84


(26)

Pada metode ini seorang penerjemah mencarikan padanan konstruksi gramatikal Tsu yang terdekat dalam Tsa. Penerjemahan kata-kata Tsu masih

dilakukan terpisah dari konteks.

Datang seorang lelaki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban-korban goncangan

Dalam metode ini penerjemahannya hanya mencari padanan kontruksi gramatikal, tetapi masih melepaskannya konteks. Ketika menerjemahkan ia harus mengetahui orang yang sukarela terlibat dalam membantu korban bencana disebut sebagai relawan. Jadi, seharusnya bisa diterjemahkan seorang relawan datang ke Yogyakarta untuk membantu korban gempa

3. Penerjemahan setia

Dengan metode ini seorang penerjemah memproduksi makna kontekstual, tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-kata yang bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan diksi masih tetap dibiarkan. Karena berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu. Sehingga masih kaku dan masih asing


(27)

Penerjemahannya sudah memperhatikan makna kontekstual dengan

menerjemahkan

دامرلا ريثك

dengan dermawan. Akan tetapi, penerjemahannya

masih tampak mempertahankan arti dari struktur gramatikalnya.

4. Penerjemahan semantik

Metode ini seorang penerjemah telah lebih luwes dan lebih fleksible daripada penerjemahan setia. Karena sudah mempertimbangkan unsur estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar

Aku lihat si muka dua di depan kelas

Terlihat menggunakan metode ini karena penerjemahannya saat

berhadapan dengan frasa

ني ج لاذ

,

ia mampu menerjemahkan dengan si muka

dua, yang kebetulan juga dikenal dalam masyarakat penutur Tsa. Ia tidak terjebak

dengan menerjemahkannya menjadi orang yang memiliki muka dua. Meskipun

secara idiomatis, frasa itu bisa saja diterjemahkan dengan si munafik

5. Penerjemahan adaptasi

Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah tidak terlalu memperhatikan keteralihan struktur Tsa. Ia hanya memperhatikan apakah terjemahannya dapat dipahami dengan baik oleh si penutur Bsa atau tidak. Akan tetapi, penerjemah tidak mengorbankan hal-hal yang penting dalam Tsu, seperti


(28)

tema, karakter, atau alur. Biasanya digunakan untuk penerjemahan drama, puisi, atau film.

Dia hidup jauh dari jangkauan

Di atas gemercik air sungai yang terdengar jernih

Melihat terjemahan di atas, ada upaya dari penerjemah untuk melepaskan diri dari kungkungan struktur gramatika, meskipun struktur maknanya masih dipertahankan Tsu. Ia ingin memunculkan corak baru dalam pemaknaan terhadap Tsu, tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikan oleh penulis Tsu.

Terjemahan di atas bisa saja dalam bentuk seperti berikut: dia hidup jauh

sehingga kaki tidak bisa menjangkaunya

Pada mata air di bagian sungai paling atas

6. Penerjemahan bebas

Metode ini seorang penerjemah biasanya mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu. Tak jarang bentuk retorik atau bentuk kalimatnya sudah berubah sama sekali. Dalam metode ini, terjadi perubahan drastic antara luar Tsu dan struktur luat Tsa. Metode ini biasanya berbentuk parafrasa yang dapat lebih panjang atau lebih pendek dari aslinya. Biasanya dipergunakan untuk


(29)

keperluan media massa atau menerjemahkan teks Arab yang harus memaksa penerjemah untuk menggunakan metode ini, agar lebih berdaya jual.

harta sumber malapetaka

Terjemahan di atas tampak sekali bahwa penerjemahannya tidak ingin

dikungkung oleh struktur gramatika dan struktur makna Tsu. Ia

inginmemunculkan persepektifnya sendiri, tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikan penulis Tsu. Apabila diterjemahkan secara lengkap „akan menjadi bahwa harta merupakan sumber terbesar kehancuran bagi kehidupan umat manusia’

7. Penerjemahan Idiomatik

Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah

memproduksi pesan dalam teks Bsu. Metode ini mengharuskannya untuk sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya.

Berakit-rakit kehulu, berenang ketepian

Terjemahan di atas memperhatikan pengalihan idiom Tsu ke dalam idiom Tsa yang kebetulan mempunyai makna yang sejenis. Tanpa memperhatikan aspek


(30)

idiomatik pada Tsu, maka terjemahannya „setiap kenikmatan itu hanya bisa diraih dengan kerja keras.

8. Penerjemahan Komunikatif

Metode seorang penerjemah memproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa. Aspek kebahasaan dan aspek isi langsung memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi.

Kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal daging (awam)

Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio (terpelajar)

Terjemahan di atas terdapat dua versi, disesuaikan dengan siapa target

pembaca dan untuk tujuan apa tsu itu diterjemahkan.12

2.2 Cara menerjemahkan Al-qur’an

Penerjemahan itu berarti memindahkan suatu masalah dari suatu bahasa ke

dalam bahasalain, tetapi, dalam menerjemahkan al-qur‟an itu bersifat penafsiran

dan penjelasan. Oleh karena itu, ketika menerjemahkan ke dalam bahasa yang dituju, harus memilih artikulasi yang akurat untuk memperoleh pemahaman yang

12

Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia,


(31)

akurat seperti yang diinginkan bahasa aslinya, menerjemahkan al-qur‟an bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu;

a. Penerjemahan Tekstual

Adalah menerjemahkan setiap kata dari bahasa aslinya ke dalam kata dari bahasa penerjemah. Susunan-susunan kalimat, satu demi satu, kata demi kata

diubah hingga akhir. Contoh:

Diartikan:

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Terjemahan seperti ini sangat sulit sekali. Karena menemukan kata-kata yang sama, dengan kriteria yang sama dalam dua bahasa asli adalah pekerjaan yang tidak mudah. Karena terjemahan seperti ini tidak bisa menjelaskan makna dengan sempurna.

b. Penerjemahan Bebas

Dalam metode ini penerjemah berusaha memindahkan suatu makna dari suatu wadah ke wadah yang lain. Tujuannya adalah mencerminkan makna awal dengan sempurna. Artinya kalimat awal bisa diartikan tanpa harus mengurangi makna dengan sedapat mungkin menyesuaikan dengan makna dalam bahasa terjemahan atau terjemahan maknawi.


(32)

Penerjemah menjelaskan dan mengurai masalah yang tercantum dalam

bahasa asli dengan menggunakan bahasa yang dikehendaki. Al-qur‟an memiliki

tiga kriteria yang tidak boleh dilupakan. Yaitu, (1) kriteria pertama, seluruh

ungkapan dan lafazh al-qur‟an adalah perkataan Allah dan hasil karya-Nya. (2)

kriteria kedua, al-qur‟an adalah kitab petunjuk bagi semua manusia yang akan

menuntunnya menuju jalan yang benar dan lurus. (3) kriteria tiga, al-qur‟an adalah

mukjizat kekal Islam yang selalu menjadi dalil akan kebenaran kenabian khusus.13

2.3 Polisemi dan Homonimi Keterkaitan Semantik

2.3.1 Pengertian polisemi

Dalam bukunya Mansoer Pateda yang berjudul „semantik leksikal’ Palmer

mengatakan “it is also the case that the same word may have a set of different meaning” suatu kata yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung makna ganda, sedangkan Simpson mengatakan “a word which has

two (or more) related meanings”.14 Sedangkan Menurut Kushartanti dkk

mengemukakan Polisemi berkaitan dengan kata atau frasa yang memiliki

beberapa makna yang berhubungan. Hubungan antarmakna ini di sebut polisemi.15

13

M.hadi ma‟rifat, Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: Al-Huda, 2007), hal.272-273

14

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 213 15


(33)

Polisemi menunjukan bahwa suatu kata memiliki lebih dari satu makna. misalkan,

kata bisa yang berarti „dapat‟ dan „racun‟. Pengertian polisemi ini bertumpang

tindih dengan homonym, yaitu gejala kesamaan tulisan dan lafal dua kata yang

berbeda. Missal, kata likat „lekat, pekat, keruh, dan likat ‘agak malu‟. Dengan

demikian homonimi adalah hubungan makna dan bentuk bila dua buah kata makna atau lebih dinyatakan dengan sebuah bentuk yang sama (homonimi „sama nama‟ atau sering juga disebut homofoni „sama bunyi‟). Contoh,

a. Ular berbisa

b. Dia tidak bisa datang

Kata bisa pada kedua contoh di atas dikatakan homonym (homofon)

karena dinyatakan dalam satu bentuk. Selain itu, kata bisa bermakna lebih dari

satu, oleh karena itu, dikatakan pula polisemi.16 Polisemi dan hominimi tumbuh

oleh factor kesejarahan dan factor perluasan makna. kata bisa masih jelas

sejarahnya. Kata bisa berasal dari bahasa melayu dengan makna „racun‟, tetapi

kata „bisa‟ yang bermakna „dapat‟ muncul karena orang Sunda atau Jawa. Menurut J.D. Parera dalam bukunya yang berjudul „Teori Semantik‟ polisemi adalah satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna yang berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna yang berlainan

16

Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Pengantar Kearah Ilmu Makna, (Bandung: Refika Aditama, 1999), hal 43.


(34)

tersebut. Misalnya kata, „kepala‟ dapat bermakna „kepala manusia, kepala jawatan, dan kepala sarung‟. 17

Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan polisemi adalah satu kata yang mempunyai banyak makna yang meknanya saling berhubungan.

2.3.2 Sebab-sebab terjadinya polisemi

Dalam bukunya yang berjudul semantik 1 Fatimah Djaja sudarma

mengemukakan ada beberapa sebab Polisemi dapat terjadi yaitu;

a. Kecepatan melafalkan kata. Missal, b a n t u a n atau b a n t u a n

(apakah ban kepunyaan tuan atau pertolongan)

b. Faktor gramatikal, missal, pemukul dapat bermakna „alat yang digunakan

untuk memukul‟ atau bermakna „orang yang memukul

c. Faktor leksikal yang dapat bersumber dari:

1. Sebuah kata yang mangalami perubahan penggunaan sehingga

memperoleh makna baru. Missal, kata makan yang berhubungan

dengan kegiatan manusia atau binatang, kini dapat berhubungan dengan benda yang tidak bernyawa (misal, makan angin)

2. Sebuah kata yang digunakan pada lingkungan yang berbeda, misal,

kata operasi bagi dokter „bedah‟,sedangkan sekarang muncul operasi

kebersihan, operasi sapu jagat.

17


(35)

3. karena manusia pandai berandai-andai, akibatnya adanya metafora,

misal, mata „alat untuk melihat‟, karena kesamaan makna maka

muncul makna „sesuatu yang menjadi pusat, yang di tengah-tengah atau yang mempunyai mata.

d. Faktor pengaruh bahasa Asing misal, kata butir digunakan untuk

mengganti kata unsur atau dari bahasa Inggris item, dan butir bermakna

„barang yang kecil-kecil‟ seperti beras dan intan.18

Sedangkan Mansoer Pateda terajadinya polisemi sependapat dengan Fatimah Djaja Sudarma. Akan tetapi, Mansoer Pateda menambahkan dua fakror lagi, yaitu; (1) pemakai bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata. Maksudnya dengan satu kata, pemakai bahasa dapat mengungkapkan berbagai ide dan perasaan yang terkandung di dalam hatinya, (2) faktor pada bahasa itu sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan, baik perubahan bentuk maupun perubahan makna. Stephen Ullman dalam bukunya yang berjudul „Pengantar Semantik’ mengemukakan bahwa polisemi merupakan unsur fundamental tutur manusia yang dapat muncul dengan berbagai cara, Ada lima sumber polisemi yaitu; (1) pergeseran penggunaan, (2) spesialisasi dalam lingkungan sosial, (3) bahasa figurative (kiasan), (4) homonym-homonim yang diinterprestasikan kembali, (4) pengaruh asing

2.3.3 Pengertian Homonimi

18

Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Pengantar Kearah Ilmu Makna, (Bandung: Refika Aditama, 1999), hal 45-46.


(36)

Homonimi adalah relasi makna antarkata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya berbeda. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya

berbeda disebut homoigraf , sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda

makna disebut homofon.19 J. D. Parera mengemukakan homonimiadalah dua

ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya dan atau sama ejaan atau tulisannya. Dengan demikian, bentuk homonimi dapat dibedakan berdasarkan lafalnya dan

berdasarkan tulisannya.20

2.3.4 Sebab-Sebab Terjadinya Homonimi

Dibandingkan dengan polisemi, homonimi tidak begitu sering terjadi dan tidak begitu kompleks, walaupun efeknya mungkin lebih serius dan bahkan lebih dramatis. Ada tiga cara homonimi terjadi, dan cara yang ketiga sangat penting sekali.

1) Konfergensi Fonetis

Timbulnya homonimi yang paling umum adalah lewat konvergensi fonetis. Karena pengaruh bunyi maka dua atau tiga kata yang semula berbeda bentuk, lalu menjadi sama bunyinya dalam bahasa lisan atau kadang-kadang

sampai ke tulisannya. Dalam bahasa Indonesia kata sah sering diucapakan syah,

sehingga menimbulkan homonimi: syah „raja‟, syah „sudah menurut hukum; tidak batal, sah‟. Ini berarti bahwa homonimi tidak akan muncul, kalau orang tidak

19

Kushartanti. dkk. Pesona Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2007), hal. 116

20


(37)

menucapkan sah menjadi syah yang menyebabkan menyatunya dua bunyi menjadi satu

2) Divergensi Makna

Perkembangan makna yang „menyebar‟ (divergen) juga bisa menimbulkan homonimi. Jika dua buah makna atau lebih (polisemi) dari sebuah kata berkembang kearah yang berbeda, maka di sana tidak akan jelas lagi hubungan antara makna-makna itu, dan kesatuan kata itu menjadi rusak, dan polisemi berubah menjadi homonimi.

3) Pengaruh Asing

Banyaknya kata asing yang masuk ke dalam suatu bahasa sangat mungkin menimbulkan homonimi dalam bahasa inggis dan bahasa-bahasa lain. Dalam

bahasa Indonesia sebuah kata asli kadang-kadang „didampingi‟ oleh masuknya

kata asing yang sebunyi, sehingga lahir homonimi, misalkan kata bang „kakak‟

menjadi homonimi dari kata Belanda bank.21

2.4 Perbedaan polisemi dan homonimi

Homonimi (Inggris; homonymy) berasal dari bahasa Yunani Kuno, anoma

= nama dan homas = sama). Secara harfiah homonimi adalah nama sama untuk

21


(38)

benda yang berlainan. Verhaar mengatakan homonimi adalah ungkapan (kata,frasa atau kalimat) yang bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain, tetapi dengan perbedaan makna di antara kedua ungkapan tersebut. Palmer mengemukakan empat cara untuk membedakan polisemi dan homonim yaitu; (1)

penelusuran secara etimologis, misalnya bentuk pupil yang bermakna murid atau

mahasiswa yang tidak langsung berhubungan dengan pupil of the eye yang

bermakna biji mata, tetapi secara historis dianggap dari bentuk yang sama, di sini

kita berhadapan dengan polisemi. Dalam perkembangannya, bentuk pupil bisa

saja berkategori yang lain yang mengakibatkan bentuk tersebut tidak bersifat polisemistis, tetapi bentuk yang homonim (2) mencari makna ini, misalkan kata tangan yang biasanya dihubungkan dengan bagian anggota badan. Tetapi dalam

perkembangannya, terdapat urutan kata tangan kursi, dan urutan kata kaki tangan

musuh, di sini kita berhadapan dengan metafora yang menyebabkan kata tangan

bermakna ganda, (3) mencari antonimnya, artinya apabila antonimnya sama maka kita berhadapan dengan polisemi dan apabila antonimnya berbeda berarti kita berhadapan dengan homonym, (4) alasan formal, contoh; dalam bahasa Perancis

terdapat bentuk poli yang bermakna tingkah laku yang halus, baik yang

dihubungkan dengan makna literer, maupun makna kiasan.22 Sedangkan menurut

Kushartanti dkk mengemukakan Homonim adalah relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya berbeda‟.23

22

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 211-222

23


(39)

Perbedaan polisemi dan homonimi dapat dilihat dari analisis komponen. Pada hakikatnya hanya bertumpu pada derajat kesamaan. Ada perangkat bentuk yang sama sekali tidak mengandung kesamaan salah satu makna pun, seperti bisa „dapat‟ dan „racun‟ dan ada perangkat bentuk yang mengandung sebagian

komponen makna yang sama, seperti pukul „jam‟ dengan (me)mukul.para ahli

bahasa mempunyai pendapat yang sejalan bahwa polisemi adalah satu kata yang

memiliki makna lebih dari satu.24 Sedangkan Ullman mengatakan Homonimi

berbeda dengan polisemi dalam dua hal. Tidak seperti polisemi, homonimi itu tidak mempunyai keuntungan positif kecuali untuk kepentingan sindir-sindiran atau persajakan. Kita tidak bisa membayangkan suatu bahasa tanpa polisemi, tetapi suatu bahasa tanpa homonimi masih kita bayangkan adanya. Jadi, polisemi ini merupakan medium yang lebih efisien. Perbedaan kedua ialah bahwa polisemi

itu lebih meluas jika dibandingkan dengan homonimi.25 J.D. Parera

mengemukakan homonimi ialah dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya, ejaannya, atau tulisannya. Sedangkan polisemi ialah satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan

dan kaitan antara makna-makna yang berlainan tersebut.26

2.5 Persoalan menerjemahkan polisemi dan Homonimi

24

Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Pengantar Kearah Ilmu Makna, (Bandung: Refika Aditama, 1999), hal. 44-45

25

Stephen Ullman, Penghantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal. 230

26


(40)

F.R. Palmer memberikan beberapa kemungkinan jawaban apakah satu kata atau dua kata berciri homonimi atau polisemi yaitu; (1) penelusuran etimologi, jika ditemukan ujaran itu bersal dari dua sumber yang berbeda, maka ujaran itu dianggap sebagai hamonimi, jika tidak ditemukan sumber yang berbeda atau berasal dari satu sumber (walaupun maknya berbeda), ujaran itu diperlakukan sebagai polisemi (2) kemungkinan kedua ialah penelitian apakah ujaran dan bentuk kata itu dipergunakan dalam makna harfiahnya dan dalam makna metaforis; dalam hal ini kita akan dapat dapat meramalkan polisemi daripada homonimi (3) usaha yang ketiga untuk menentukan polisemi atau hamonimi ialah mencari sebuah makna inti , (4) melakukan uji ambiguitas atau kedwimaknaan, misalnya, dalam bahasa Inggris diberikan kalimat „ I went ti the bank‟, bank bahasa Inggris dapat bermakna „tepi sungai‟, dan tempat simpan/pinjam uang‟. 27

Terkadang sulit untuk membedakan antara polisemi dan homonim Geoffrey leech mengatakan bahwa ujaran atau kata adalah polisemi pada satu pihak bersifat historis dan sifat yang lain bersifat psikologis. Pada umumnya orang yang mendefinisikan polisemi sebagai „one word having two or more sense‟ dan makna itu berhubungan. Jawaban historis terjawab jika kita dapat menemukan sumbernya dan mencirikan makna yang satu diturunkan dari makna yang lain. Jawaban psikologis diberikan secara intuitif oleh pemakai bahasa dewasa ini bahwa dua makna itu secara „psikologis‟ berhubungan. Menurut Stephen Ullman bentuk-bentuk kekaburan makna, kata itu mempunyai sejumlah segi yang

27


(41)

berbeda-beda sesuai dengan konteks tempat yang kata itu digunakan. Sebagian dari segi ini mungkin bersifat sementara, tetapi sebagian lagi bisa berkembang menjadi perbedaan makna yang permanen, dan karean senjang antara segi-segi yang berbeda ini melebar, maka kadang-kadang orang dapat memandangnya sabagai dua makna yang berbeda dari kata yang sama. Dalam kamus berbagai tingkat makna ini dibedakan secara sisitematis, tetapi, di dalam kenyataan sebenarnya tingkat-tingkat itu saling terkait.

Dalam bahasa Indonesia kita temukan polisemi pada semua jenis kata.

Berikut ini sekedar contoh dari Kamus Umum Bahasa Indonesia karya

Poerwadarminta:

Lanjut (adjektiva)

a) Panjang (tentang cerita, percakapan);

b) Lama, tinggi (tentang umur);

c) Terus, tidak berhenti, masih bersambung;

d) Telah jauh dari permulaan

Barang (nomina)

a) Benda umum (segala sesuatu yang berwujud atau berjasad);

b) Segala alat perkakas rumah, perhiasan dsb.

c) Bagasi, muatan (kereta api dsb);

d) Sesuatu, segala sesuatu (untuk menyatakan segala yang kurang

terang)

e) Sesuatu yang biasa saja (bukan yang baik atau terpilih)

Membawa (verba)

a) Memegang (mengandung, mengangkat,dsb) sambil berjalan atau

dari satu satu tempat ke tempat yang lain;

b) Mangangkat, memuat, memindahkan, mengirimkan;

c) Mengajak pergi, memimpin, berjalan mendahului (untuk


(42)

d) Mendatangkan, mengakibatkan menyebabkan;

e) Menarik atau melibatkan (dalam urusan, perkara, dsb)

menyangkut-nyangkut.28

2.6 Komponen Makna

Dalam studi Antropologi, para antropolog berusaha melakukan satu analisis komponen kata-kata yang menyatakan nisbah keluarga. Wallace dan Atkins (1960) mendiskripsikan tiga komponen semantik tentang nisbah keluarga Amerika Serikat: seks, generasi, dan garis hubungan.29

Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur tersebut. Untuk menganalisis komponen makna, analisis kata yang memiliki sesuatu ciri diberi tanda plus (+) dan yang tidak memiliki ciri itu diberi tanda minus (-). Konsep analisis ini lazim disebut analisis biner yang oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain. Misalnya, kata ayah

mengandung komponen makna atau unsur makna: [+INSAN], [+DEWASA], [+JANTAN], dan [+KAWIN]; dan ibu mengandung komponen makna; [+ INSAN], [+DEWASA], [-JANTAN], dan [+KAWIN].

Dalam hal pembeda makna, Pateda melihat bahwa perbedaan makna diakibatkan dari perubahan bentuk yang terbatas pada derivasi leksemnya, karena itu tiap makna memiliki makna dasar. Pembeda makna akan terjadi karena perbedaan bentuk dan perubahan bentuk.

Perbedaan bentuk mengakibatkan perbedaan makna dan perubahan bentuk mengakibatkan hubungan makna. Contohnya, kata melihat dan melompat kedua kata ini

28

Stephen Ullman, Penghantar Semantik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal. 202-204 29


(43)

memperlihatkan tidak ada hubungan makna. Untuk dapat menganalisis komponen makna seseorang perlu mengetahui hubungan-hubungan makna yang ada di dalam kata-kata. Misalnya kata melompat dan melompat-lompat mempunyai hubungan makna dan perbedaan makna, sehingga diperlukan komponen pembeda. Lain halnya jika kata

melompat dibandingkan dengan kata melihat, terdapat kenyataan bahwa kedua kata itu tidak memperlihatkan hubungan makna.

Komponen pembeda makna akan jelas apabila diketahui komponen makna. Komponen makna diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna kata.30

30


(44)

BAB III

BIOGRAFI MAHMUD YUNUS

3.1 Riwayat Hidup Mahmud Yunus

Mahmud Yunus dilahirkan di Sungayang Batu sangkar, Sumatra Barat. Pada hari sabtu 10 Februari 1899 (10 Ramadhan 1316). Ayahnya bernama Yunus bin Incek dan ibunya bernama Hafsah binti Muhammad Thahir. Buyutnya dari pihak ibu adalah seorang ulama besar di Sungayang Batu Sangkar bernama Muhammad Ali gelar Angku Kolok. (H. harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan: Jakarta, 1992 hal 592)

Sejak usia tujuh tahun Mahmud Yunus Mulai mengenal dan mandalami Al-qur‟an dan bahasa Arab secara sungguh-sungguh dari kakeknya Muhammad Thahir. Pada masa itu tingkat sekolah dasar baru mencapai kelas tiga dan Mahmud Yunus sempat menempuh pendidikan sekolah dasar ini sampai kelas tiga tersebut. Dengan bekal ilmu pengetahuan Agama yang diperoleh oleh kakeknya, Mahmud yunus meneruskan ke Madrasah diniyah yang dipimpin oleh Syekh H M. Thaib Umar. Berkat ketekunan dan keuletan belajar, dalam waktu hanya empat tahun ia dapat mengajarkan ilmu yang diperoleh kepada orang lain. Khususnya kepada santri yang belajar di Surau Tersebut. Ia sanggup mengajarkan kitab-kitab

mutakhir seperti Mahalli, Alfiah Ibn Malik, dan Jamal-jawami, ketika gurunya

(Syekh H M. Thaib Umar) tersebut berhenti mengajar karena saki, ia ditunjuk sebagai gantinya.


(45)

Setelah mengabdi beberapa tahun di Madrasah tersebut, pada tahun 1924

Mahmud Yunus memperoleh kesempatan untuk memperdalam ilmu

pengetahuannya ke Universitas Al-Azhar, Cairo dan memperoleh ijazah setahun berikutnya. Kemudian ia melanjutkan studinya ke Universitas Darul Ilum Ulya, cairo. Dengan mengambil spesialisasi tadris, hingga berhasil memperoleh ijazah pada tahun 1930. Ia tercatat sabagai orang Indonesia pertama yang belajar di Universitas tersebut.

Ketika ia kembali dari Timur Tengah, waktunya bertepatan dengan bangkitnya semangat pembaharuan Islam di Minangkabau. Iapun mengabdi diri

diberbagai perguruan Islam antara lain al-Jami‟ah Islamiah di Batu Sangkar

(1931-1932), Kuliah Mu‟alimin Islamiyah (atau normal islam) di Padang (1943

-1946). Ia ikut mendirikan Majlis Islam Tinggi (MIT) Sumatra Barat 1946 dan pernah mengajar Agama di Akademi Pamongpraja di Bukit Tinggi (1948-1949). Tahun 1957 ia mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama(ADIA), yang sekarang bernama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian pada tahun 1960-1963 ia menjadi dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan tahun 1966-1971 menjadi rector IAIN Imam Bonjol di Padang. Atas jasa-jasanya

dibidang pendidikan Agama ini. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa kepadanya pada tahun 1977.

(Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta 1996)

Ia pernah memangku beberapa jabatan dilembaga pemerintah untuk bidang pendidikan. Tahun 1945-1946 ia terpilih menjadi anggota Komite


(46)

Nasional untuk Sumatra Barat. Pada tahun 1946-1949 ia memegang kepala bagian Islam Propinsi Sumatra di Pematang Siantar (sekarang masuk dalam propinsi Sumatra Utar). Tahun 1947 ia menjabat sebagai Inspektur Agama pada jawatan PP dan K (sekarang Kanwil Departemen Pendidikan Nasional) propinsi Sumatra di Bukit Tinggi. Iapun pernah dipercaya untuk menjabat sebagai sekretaris mentri Agama pada masa pemerintah Darurat Republik Indonesia (1949). Tahun 1950 ia diserahi tugas sebagai pegawai tinggi diperbatukan pada Kementrian Agama di Yogyakarta, setahun kemudian ia diangkat sebagai kepala penghubung pendidikan Agama pada tahun 1956 ia diangkat sebagai kepala lembaga pendidikan Agama pada jawatan Pendidikan Agama.

Beliau sering juga berkunjung ke luar negeri, baik sebagai tugas yang diberikan pemerintah kepada beliau maupun atas undangan untuk mengahdiri berbagai muktamar sebagai berikut: ke Singapura sebagai salah seorang utusan MIT untuk menghadiri Muktamar Alim Ulama (1943), ke Sembilan Negara Islam Mesir, Arab Saudi, Suriah, Libanon, Yordan, Irak, Turki, Tunisia dan Marako dalam rangka mempelajari pendidikan Agama (1961), ke Arab Saudi untuk menghadiri siding Majlis A‟la Istisyari Al-Jamiyah Al-Islamiyah Di Madinah Munawarah (1962dan 1969), ke mesir memenuhi undangan Majma Buhutsul Islamiyah Universitas Al-Azhar untuk menghadiri Muktamar yang kesatu (1964) yang kedua (1965) yang ketika (1966) dan yang keempat (1967), dimana beliau mengucapkan pidatonya yang berjudul Al-Israiliyat Tafsir Wal hadits (Mahmud Yunus Tafsir Qur‟an Karim Pt Hidakarya Agung; Jakarta, 1993 cet 31)


(47)

Mahmud Ynus juga dikenal sebagai pendiri organisasi Sumatra Thawalib, yang menerbitkan majalah Islam Basyir (1920) dan pendiri persatuan guru-guru Agama Islam (PGAI). Tahun 1952-1956 ia menjadi anggota Minangkabau Raad dan berhasil memasukan Pendidikan Agama ke sekolah-sekolah umum

Akhirnya pada tanggal 16 Januari 1982, dalam usia 83 tahun, Mahmud Yunus berpulang kerahmatullah dikediamannya, kelurahan kebon kosong, kemayoran, Jakarta Pusat, sehari kemudian ia dimakamkan pada pemakaman IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.1.1 Karya-Karya Mahmud Yunus

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, selain seorang yang aktif dalam dunia pendidikan, beliau juga seorang penulis yang handal, yakni menuangkan gagasan dan pemikiran dalam bentuk tulisan. Karya-karyanya diberbagai cabang ilmu, antara lain: tauhid, Fiqh, perbandingan agama, tafsir, Hadits, bahasa Arab, Politik, ilmu jiwa pendidikan dan sebagainya. Karya-karyanya ada yang berbentuk bahasa arab dan dan ada juga dalam bahasa Indonesia. Paling tidak 76 karya yang telah dibukukan, dan 27 diantaranya dalam bahasa Arab.

Di bawah ini hasil buah pemikiran Mahmud Yunus

1. Bidang Al-qur‟an dan tafsir


(48)

b. Terjemahan Al-qur’an Tanpa Tafsir, untuk memudahkan dan

memahami Al-qur‟an

c. Marilah ke Al-qur’an, pelajaran untuk tingkat Tsanawiyah dan PGA. Buku ini ditulis bersama H. Ilyas M.Ali

d. Kesimpulan Isi Al-qur’an

e. Allah dan Makhluknya, buku ini berisi tentang Ilmu Tauhid

f. Ta’lim Untuk Ilmu Al-qur’an, untuk Ibtida‟iyah, sebanyak 2 jilid

g. Alif Ba Ta’ wa Juz Amma, sebanyak 1 jilid untuk Ibtida‟iyah h. Juz Amma wa tarjamatuhu, untuk tingkat Tsanawiyyah

i. Mudkhal fi Tafsir Al-qur’an, untuk Perguruan Tinggi

j. Tafsir Al-fatihah, untuk perguruan tinggi ditulis bersama temannya

k. Muhadharah fi li Al-Isma’iliyah fi al-Tafsir wa Al-Hadits, untuk perguruan tinggi

l. Tafsir Ayat Al-Akhlak, untuk SLTA dan perguruan tinggi

2. Bidang Fiqh

a. Marilah Sembahyang, pelajaran sholat untuk anak-anak SD, sebanyak empat jilid


(49)

c. Haji ke Mekkah, cara-cara mengerjakan haji untuk anak SD

d. Hukum Warisan Dalam Islam, untuk tingkat aliyah

e. Kumpulan do’a-do’a Rasulullah siaw, untuk tingkat Aliyah

f. Do’a-do’a Rasulullah saw, untuk tingkat Tsanawiyah

g. Kajian Sembahyang (Shalat), untuk tingkat Aliyah, Mahasiswa dan Umum

h. Hukum Perkawinan dalam Islam Menurut Empat Madzhab

i. Soal Jawab Hukum Islam Dalam Empat Madzhab

j. Manasik Haji, untuk orang dewasa

k. Al-Figh al-Wadhiib, tingkat Tsanawiyah

l. Al-Masa’il al-Fiqhiyah’ala al-madzhab Al-Arba’ah, (perbandingan empat madzhab), untuk Perguruan Tinggi

m. Mabadi al-fiqh al-wadhiib, untuk Ibtidaiyah

n. Mudzakirat Ushul Fiqh, untuk tingkat Aliyah

o. Tarikh al-figh al-Islami, untuk perguruan tinngi

3. Bidang Tauhid

a. Keimanan dan Akhlak, untuk anak SD, sebanyak 4 jilid


(50)

c. Perbandingan Agama, untuk tingkat Aliyah

d. Daru al-Tauhid, untuk tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah

e. Al-adyah, untuk parguruan tinggi

4. Bidang Bahasa Arab

a. Metodik Khusus Bahasa Arab, untuk fakultasa Tarbiyah/PGTA b. Darul Al-Lughah al-Arabiyah, untuk tingkat ibtida‟iyah dan

Tsanawiyah

c. Al-Muhadatsah Al-Arabiyah, untuk Tsanawiyah, ditulis bersama temannya bernama Mukhtar Yahya.

d. Al-mukhtarat li al-muthala’al wa al-Mahfudzat, untuk tingkat Aliyah

e. Qomus Arabi Indunisi, untuk Aliyah dan Perguruan Tinggi

5. Bidang pendidikan

a. Pemimpin Pelajaran Agama, untuk Agama

b. Pelajaran Umum Ilmu Mendidik, ditulis bersama st. M. Said

c. Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, untuk fakultas Tarbiyah atau PGA

d. Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, untuk Fakultas Tarbiyah atau PGA


(51)

e. Sejarah Pendidikan Islam dari Zaman Rasulullah, Khalifah Rasyidin, Bani Umayah, Bani Abbasiyah sampai Zaman Mamluk dan Utsmani Turki, untuk Fakultas Tarbiyah

f. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

g. Perbandingan Mendalam di Negara-negara Islam dan Intisari Pendidikan Barat

h. Ilmu Jiwa Anak-anak, untuk kuliah dan kursus-kursus

i. Ilmu an-Nafs, untuk mahasiswa fakultas Tarbiyah buku ini ditulis bersama temannya M. Qosim Bakri

j. Akhlak, untuk tingkat Aliyah

k. Moral pembangunan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah

l. Beberapa Kisah Pendek, untuk anak-anak SD

m. Riwayat Rasul Dua Puluh Lima, ditulis bersama rasyidin dan Zubaer Ustman

n. Sejarah Islam Minangkabau dalam Penyelidikan

o. Al-Syukur al-Arabiyah fi al-arabiyah, untuk Aliyah p. Khulasha Tarikh Hayat ustadz Mahmud Yunus


(52)

a. Lagu-lagu Baru atau not angka-angka, ditulis bersama Kasim st. M. Syah

b. Ilmu Musthalahat Al-hadits, ditulis bersama Mahmud Aziz

c. Pendoman Dakwah Islamiyah, kuliah untuk Dakwah

d. Dasar-dasar Negara Islam (Ilmu Politik)31

3.1.2 Metode Penerjemahan Mahmud Yunus

Tafsir qur‟an karya Mahmud Yunus adalah buku yang dapat memudahkan

pembaca untuk menangkap makna dari teks bahasa Arab dalam Al-Qur‟an.

Problem transmisi makna dari teks Al-Qur‟an ke dalam bahasa lainnya menjadi

starting poin buku ini, teks Arab Al-qur‟an diyakini mempunyai karakteristik

unik, susunan kata, akar kata, sinonim, jenis kata, dan kosakatanya. Seorang yang melakukan transmisi makna dihadapkan pada pilihan beragam.

Menurut pandangan para ahli, Mahmud Yunus dalam terjemahannya tidak mengulas tentang seni-seni bahasa dan nahwu kecuali sedikit sekali, beliau menjelaskan ayat-ayat dengan gaya bahasa yang apa adanya, meningkap beberapa makna dengan ungkapan yang mudah dan dapat diterima oleh kalangan awam,

disertai penjelasan mengenai ayat-ayat al-qur‟an yang sangat rumit.

31


(53)

Mahmud Yunus berpandapat bahwa al-qur‟an dengan keagungan dan kemuliaan bentuknya begitu padat, sehingga tidak ada satu terjemahan dalam satu bahasa apapun yang bisa menggantikannya. Metode paenafsiran tafsir Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus ibuat sebagaimana umumnya kitab-kitab tafsir, menyebutkan nama surat, mengaitkan dengan konteks turunya ayat tersebut (Asbabun nuzul), baru menafsirkan ayat demi ayat. Penafsiran yang dilakukan Mahmud Yunus dalam hal gramatika bahasa. Ma‟ani dan bayan merujuk pada kitab-kitab tafsir lainnya, terutama dari karya para penafsir Timur Tengah. Selain itu juga merujuk pada kitab tafsir Al-Kabir karya Ar-Razi dalam kaitannya dengan hikmah dan kalam, serta ja‟miat tafsir karya Ar-Raghil A-ashfahani dalam

kaitannya dengan pembentukan kata makna Instristik.32

32

Siti Kurrotulaini, Analisis Semantik Terjemahan Al-Qur’an Juz 30 terhadap (Surah Al -Qadr, Al-Alaq, dan Al-Ikhlas) Study Komparatif Antara Terjemahan Hamka dan Mahmud Yunus.


(54)

BAB IV ANALISIS DATA

4.1 Analisis Terjemahan Kata Ar-Ruh

Pada bab ini, penulis akan menganalisis Tafsir Qur’an Karim karya

Mahmud Yunus. Penulis juga membatasi analsis ini yaitu pada kata ar-ruh yang

ada pada Tafsir Qur’an Karim dengan meneliti terjemahan kata Ar-ruh, agar

penulis dapat menilai terjemahan Mahmud Yunus penulis juga melihat Tafsir Quraish Shihab. Penulis juga melihat segi penerjemahan tafsirnya. Penulis juga

melihat terjemahan kata ar-uh yang terdapat pada kamus munawwir dan

Al-‟ashry. apakah makna yang digunakan di dalam Tafsir Qur’an Karim sudah tepat atau malah membuat pembaca menjadi tidak memahami terjemahannya. Berikut penulis menganalisisnya

Berikut ini ayat-ayat yang mencantumkan kata Ar-ruh beserta

terjemahannya yang yang penulis dapatkan dari Tafsir Qur’an karim karya

Mahmud Yunus, Quraish Shihab, dan Al-qur‟an dan terjemahan Depag

a) Al-Baqarah ayat 87 dan 252














































































(55)

Terjemahan Mahmud Yunus

”Sesungguhnya telah Kami berikan kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami ikuti kemudiannya dengan beberapa rasul; dan Kami berikan kepada Isa anak Maryam beberapa keterangan, (bahwa ia menjadi rasul) dan Kami kuatkan dia dengan roh suci (Jibril). Adakah tiap-tiap rasul yang datang kepadamu, membawa sesuatu yang tiada diingini oleh hawa nafsumu, lalu kamu sombong; maka segolongan kamu dustakan dan segolongan lagi kamu bunuh”.33







































































































Terjemahan Mahmud Yunus

”Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagiannya dari yang lain. Diantara mereka ada yang bercakap-cakap Allah dengan dia dan meninggikan sebagian mereka beberapa derajat. Kami berikan kepada Isa anak Maryam beberapa keterangan dan Kami kuatkan dia dengan roh suci (Jibril). Jika Allah menghendaki, niscaya tiadalah berbunuh-bunuhan orang-orang yang kemudian rasul-rasul itu, setelah sampai kepada mereka beberapa keterangan. Tetapi mereka itu berselisih juga; maka diantara mereka ada yang beriman dan diantara mereka ada yang kafir. Kalau Allah menghendaki tiadalah mereka itu berbunuh-bunuhan, tetapi Allah

memperbuat apa-apa yang dikehendaki-Nya”.34

33

Mahmud Yunus, TafsirAl-qur’anKarim, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2004). Hal. 18

34

Mahmud Yunus, TafsirAl-qur’anKarim, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2004). Hal. 56- 57


(1)

5) Al-masih bin Maryam, sebagaimana firman-Nya pada surah An-nisa ayat 17















































































































Artinya:

”Hai ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam agamamu dan janganlah

kamu berkata terhadapa Allah, melainkan dengan kebenaran. Sesungguhnya Al-Masih, Isa anak Maryam, hanya rasul Allah dan kalimat-Nya kalimat itu kepada Maryam beserta roh dari padaNya; sebab itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasulNya dan janganlah kamu katakan (Tuhan itu) bertiga. Berhentilah kamu, itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah, hanya Tuhan yang Esa. Mahasuci Dia, bahwa ada bagiNya seorang. bagiNya apa-apa yang dilangit dan


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Pada bab lima ini penulis mencoba menarik kesimpulan dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya.

Setelah penulis analisis terjemahan ar-ruh yang terdapat pada Al-qur‟an karim karya Mahmud Yunus. Kata ar-ruh terdapat empat arti yaitu;

 Jibril

Yang terdapat pada surah Al-Baqarah ayat 87 dan 252, al-Maidah ayat 110, An-Nahl Ayat 102, Asy-Syu‟ara ayat 193, Al-Qadr ayat 4,

Al-Ma‟arij ayat 4, dan An-Naba ayat 38.

 Wahyu

Yang terdapat pada surah An-Nahl ayat 2

 Al-qur‟an

As-Syuura ayat 52

 Ruh badan

Al-Hijr ayat 29, An-Nisa ayat 171, Anbiya ayat 91, At-Tahrim ayat 12, As-Sajdah ayat 9, dan Al-Hijr ayat 29,


(3)

 Dan pertolongan

yang terdapat pada surah Al-Mujadillah ayat 22

Mahmud Yunus menerjemahkan kata ar-ruh mayoritas dengan apa adanya. Akan tetapi, walaupun demikian Mahmud Yunus memberikan penjelasan secara langsung disebelah terjemahan ruh tersebut, sama seperti yang dilakukan oleh Al-qur‟an depag. Apabila melihat terjemahan Quraish Shihab menerjemahkan kata ruh dengan 2 arti saja, yaitu; jibril dan roh badan. Tapi, apabila dilihat dari segi penafsirannya maknanya sama seperti yang dilakukan oleh Mahmud Yunus dan Al-qur‟an terjemahan depag.

Kata ruh bisa dikatakan polisemi karena maknanya berbeda dan saling berhubungan. Tapi juga bisa dikatakan homonimi, karena dua ujaran yang sama bunyinya atau sama ejaannya dan telah diketahui dari sumber bahasa yang berbeda.

5.2. SARAN-SARAN

Penulis menyadari bahwa penelitian tentang analisis kata ar-ruh pada Al-qur‟an Karim karya Mahmud Yunus yang penulis kaji saat ini belumlah maksimal, yaitu hanya sekedar analisis kata ar-ruh yang diterjemahkan oleh Mahmud Yunus.

Meskipun telah semaksimal mungkin menyelesaikan skripsi ini, masih banyak kekurangan yang yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun, selalu penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. penulis berharap ada penelitian selanjutnya yang dapat mengembangkan penelitian yang ada.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Atabik. Al-‘Ashry Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta: Mulya Karya Grafika, 1998

Abu Umar, Shihabudin. Munjid, Beirut: Darul Fikr, 2005

Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-qur’an dan Terjemahannya, Bandung: DiPonegoro, 2009.

Djajasudarma, Fatimah. Semantik 1 Pengantar Kearah Ilmu Makna, Bandung: Refika Aditama, 1999

Halim Mahmud, Mani‟ Abd. Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Ahli Tafsir. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006

Hidayatullah, Moch Syarif . Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. Tangerang, Dikara, 2010

Kushartanti, Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007

Ma‟rifat, M. Hadi. Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: al-Huda, 2007

Munawwir, A. W . Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h. 545

Muthahhari, Murtadha. Ruh Materi dan Kehidupan, Bandung: Mizan, 1993 Parera, J. D. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga, 2004

Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu. Roh, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999

Sayogie, Frans. Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2008 Shihab,Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-qur’an,

Jakarta: Lentera Hati, 2002

Syihabuddin, Penerjemah Arab-Indonesia Teori Dan Praktik, Bandung: Humaniora, 2005

Tebba, Sudirman. Ruh Misteri Mahadahsyat, Jakarta: Pustaka Irvan , 2008 Ullman, Stephen. Penghantar Semantik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar


(5)

Yunus, Mahmud. TafsirAl-qur’anKarim. Jakarta: Hidakarya Agung, 2004 Yusuf, Suhendra. Teori Terjemah Pengantar Ke Arah Pendekatan Linguistik dan


(6)