Penggunaan gaya bahasa pada kumpulan cerpen hujan kepagian karya Nugroho Notosusanto dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(S.Pd.)

Oleh

Meizar Fatkhul Izza NIM 1110013000043

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

pada Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum., September 2014.

Penelitian ini beranjak dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Gaya

bahasa apa sajakah yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya

Nugroho Notosusanto? 2. Apa makna gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan

cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto? 3. Bagaimana implikasi

penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian

karya Nugroho Notosusanto terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mendeskripsikan data

yang berupa gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho

Notosusanto. Teknik penelitian yang digunakan adalah analisis dokumen yaitu

kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto dan studi pustaka

untuk mencari dan mengumpulkan data dari kepustakaan yang berupa buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu gaya bahasa.

Hasil penelitian menemukan delapan jenis gaya bahasa dari lima puluh lima gaya bahasa, antara lain gaya bahasa 1) Perumpamaan, 2) Personifikasi, 3) Antitesis, 4) Hiperbola,5) Metonimia, 6) Sinekdoke, 7) Epizeukis, 8) Anadilopsis. Gaya bahasa yang digunakan Nugroho Notosusanto maknanya terkesan menekankan dan menguatkan. Gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMA kelas XI, dengan Standar Kompetensi memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen. Siswa mampu mengidentifikasi gaya bahasa dan mengaitkan makna gaya bahasa dengan kehidupan sehari-hari.


(6)

ii

Meizar Fatkhul Izza, 1110013000043, "The usage of language style in the Short Story Collection of Hujan Kepagian,Nugroho Notosusanto and its implication in Indonesian Language Learning and Literature". Indonesia Language and Literature Education Departemen, Faculty of Tarbiya and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Advisor: Rosida Erowati , M. Hum, September 2014 .

This research based on the formulation of the problem as follows : 1.

What are the language style in the short story collection of Hujan Kepagian? 2.

What is the meaning of the language style in the short story collection of Hujan

Kepagian? How is the implication of the usage of language style in Hujan Kepagian in Indonesian Language Learning and Literature.

This study used qualitative method to describe the data about language

style in the short story collection of Hujan Kepagian. The technique of the study

used document analysis about language style in the short story collection of Hujan

Kepagian and literature review to find and collect the data from the books that is related with the object of the study; language style.

The results of the study is finding eight language styles of fifty-five language styles, such as : language style, 1 ) Parable , 2 ) Personification , 3 ) antithesis , 4 ) Hyperbole , 5 ) metonymy , 6 ) Sinekdoke , 7 ) Epizeukis , 8 ) Anadilopsis . Style of language used Nugroho Notosusanto meaning impressed

emphasize and strengthen. The language style in short story collection of Hujan

Kepagian can be implicated in Indonesian Language and Literature Learning in Senior High School XI, the competence standard in literature discourse understanding through reading poetry and short stories. The students are able to identify the language stylesand associate the language styles with daily life .


(7)

iii

nikmat, dan hidayah serta inayah Allah Swt. penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi Agung, khotamulanbiya, Nabi Muhammad saw. yang telah membawa umatnya keluar dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang.

Penyusunan skripsi ini diselesaikan dengan baik karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA selaku penasihat Akademik yang selalu

memberikan nasihat-nasihat yang berguna bagi penulis. Dra. Hindun M, Pd. Novi Diah Haryanti, M.Hum. dan Ahmad Bahtiar, M.Hum. juga para dosen lainnya yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang berguna kepada penulis.

3. Rosida Erowati, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

4. Ucapan yang paling istimewa untuk kedua orang tua, Buntomo, S.pd dan

Siti Royanah, serta adik yang tercinta Dwi Rizqi Amalia atas segala bentuk cintanya yang tak pernah ada batasnya kepada Ananda.

5. KH. Drs. Misbahul Anam Attijani selaku orang tua yang selalu memberi

motivasi moral dan materil.

6. Ucapan terima kasih untuk Raras Oktaviany, seseorang yang selama ini

menjadi patahan hidup dalam kehidupan penulis. Terima kasih untuk cinta, semangat, motivasi, dan semua hal yang sudah dilakukan untuk penulis.


(8)

iv

8. Sahabat-sahabat Pojok Seni Tarbiyah (Postar) yang selalu mendukung,

memotivasi, serta mendengarkan keluh-kesah penulis.

9. Teman-teman angkatan 2010, khususnya Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

10.Para tutor dan staf Homeschooling Kak Seto Pusat yang telah memberi

semangat dan bantuan moral dan materil.

Penulis berdoa dan berharap semoga semua pihak yang telah membantu dengan kebaikan dan ketulusan selalu mendapat balasan dari Allah Swt. Penulis pun sadar masih banyak sekali kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi seluruh pembacanya.

Jakarta, 21 September 2014


(9)

v

ABSTRAK.... ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR.. ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah. ... 1

B. Identifikasi Masalah.. ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Rumusan Masalah.. ... 4

E. Tujuan Penelitian.. ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

G. Metode Penelitian……… 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Hakikat Gaya Bahasa ... 9

1. Pengertian Gaya Bahasa………. 9

2. Jenis Gaya Bahasa……….. 10

B. Hakikat Cerpen... 25

1. Pengertian Cerpen.. ... 25

2. Ciri-Ciri Cerpen ... 27

C. Penelitian yang Relevan ... 30

D. Pembelajaran Sastra ... 31

BAB III PROFIL NUGROHO NOTOSUSANTO ... 34

A. Biografi Nugroho Notosusanto ... 34

B. Karya Nugroho Notosusanto ... 38


(10)

vi

Karya Nugroho Notosusanto………...46

B. Gaya Bahasa yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian...71

C. Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian………98

D. Makna Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian……….100

E. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ... ...102

BAB V PENUTUP ... 104

A. Simpulan ... 104

B. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Sastra dapat digunakan seseorang untuk menyampaikan ide pikirannya. Dalam perkembangannya, sastra memiliki peranan penting dalam perkembangan zaman. Sastra dapat mempersatukan suku-suku di suatu negara dan bahkan menyatukan bangsa-bangsa yang ada di dunia. Penggunaan bahasa sastra juga ditentukan oleh faktor-faktor nonlinguistik atau luar bahasa, antara lain faktor sosial yang merupakan faktor yang berpengaruh dalam sastra bahasa. Pandangan demikian memang cukup beralasan karena pada dasarnya sastra adalah bagian dari suatu sistem sosial.

Bahasa pengarang memiliki ciri khas yang membedakan bahasa satu dengan bahasa yang lain. Bahasa memiliki bentuk dalam membedakanya. Proses saling mempengaruhi antar bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak bisa dihindarkan. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa bahasa adalah simbol yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi.

Gaya bahasa merupakan bagian dari pilihan kata atau diksi. Diksi merupakan penentuan kata yang tepat sesuai dengan tata bahasanya. Gaya bahasa sendiri merupakan optimalisasi atas kekayaan bahasa yang dimiliki oleh seseorang baik itu dari hasil tulisan ataupun hasil tuturan. Gaya bahasa menentukan keindahan dalam wacana secara imajinatif.

Gaya bahasa merupakan hal yang sangat menarik di dalam karya sastra khususnya dalam cerpen. Gaya bahasa juga sebagai perantara bagi pengarang untuk menyampaikan gagasan yang sesuai dengan tujuannya. Gaya bahasa mempunyai keterkaitan dengan sebuah karya sastra. Dalam hal ini mempunyai keterkaitan dengan cerpen. Gaya bahasa digunakan penulis untuk mengungkapkan ide-idenya. Pengarang menggunakan bahasa secara tepat bertujuan untuk mempengaruhi pembaca agar


(12)

menjadi suatu ciri dalam karyanya. Wacana memiliki banyak gaya dalam cerpen. Pengarang menggunakan gaya bahasa agar terkesan memberikan keindahan dalam karyanya. Selain itu, gaya bahasa dapat diartikan sebagai media untuk menyampaikan isi dalam sebuah cerpen.

Sejak zaman dahulu, telah banyak sastrawan yang menggunakan karya sastra untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di zamannya hidup. Karya-karya sastra tersebut bersifat abadi, sehingga di kemudian hari orang-orang yang ada pada zaman yang jauh setelah karya sastra tersebut ditulis, tetap bisa mengetahui gambaran sejarah peristiwa yang tertuang dalam karya sastra tersebut. Sastra dan sejarah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Di Indonesia lahir banyak sastrawan yang mampu menuliskan sejarah peristiwa perjalanan Bangsa Indonesia dalam karyanya. Di antaranya merupakan orang-orang yang berlatarbelakang jurnalis, aktivis, bahkan politikus. Mereka melalui karya sastra yang ditulisnya mampu mencerminkan sejarah perjalanan bangsanya, juga melakukan kritik sosial, penyebaran gagasan untuk kemerdekaan, perlawanan terhadap penguasa, penjajahan, penindasan, dan ketidakadilan.

Dalam sejarah sastra Indonesia, nama Nugroho Notosusanto dikenal sebagai sastrawan yang berlatarbelakang tentara. Karyanya banyak menceritakan tentang sejarah perjalanan bangsa. Tidak sedikit dari karya sastra yang menampilkan kisah-kisah di sekitar revolusi. Karya sastra yang mencerminkan sejarah perjalanan bangsa,

misalnya karya Nugroho Notosusanto yaitu, kumpulan cerpen Hujan Kepagian.

Kumpulan cerpen Hujan Kepagian Nugroho Notosusanto berhasil

mencerminkan peristiwa yang dialaminya dengan gaya bahasa yang khas. Penggunaan gaya bahasa ini sangat menarik dan menggugah hati. Penggunaan gaya bahasanya mampu memperjelas makna yang ingin disampaikan pengarang.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Penggunaan Gaya Bahasa dalam

Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian Karya Nugroho Notosusanto menarik untuk


(13)

dilakukannya sebuah penelitian terhadap penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan

cerpen Hujan Kepagian yang berisikan cerpen-cerpen karya Nugroho Notosusanto.

Dalam menganalisis cerpen Hujan Kepagian peneliti membatasi pada

menurut Tarigan. Dengan melakukan kajian gaya bahasa tersebut, kita dapat melihat gambaran dengan jelas kondisi yang digambarkan oleh Nugroho Notosusanto dalam

cerpen-cerpennya tersebut. Judul dari penelitian ini adalah “Penggunaan Gaya

Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian Karya Nugroho Notosusanto dan

Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”.

B. Identifikasi Masalah

Pengkajian dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho

Notosusanto ini terdapat beberapa pokok permasalahan antara lain:

1. Gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya

Nugroho Notosusanto.

2. Makna gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian

karya Nugroho Notosusanto.

3. Belum adanya implikasi tentang kajian pembahasan penggunaan gaya bahasa

dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto pada

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. C. Pembatasan Masalah

Kegiatan analisis sebuah karya sastra tidak harus meliputi semua aspek yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Penulis mengambil masalah yang berkaitan dengan penggunaan

gaya bahasa atau majas dalam cerpen Senyum dan cerpen Bayi yang ada dalam

kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto dan Makna gaya

bahasa yang digunakan dalam cerpen Senyum dan cerpen Bayi dalam kumpulan


(14)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah mengenai gaya bahasa yang akan dianalisis, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Gaya bahasa apa saja yang ada dalam kumpulan cerpen Hujan kepagian

karya Nugroho Notosusanto?

2. Apakah makna gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen Hujan kepagian karya Nugroho Notosusanto?

3. Bagaimana implikasi penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan gaya bahasa yang ada dalam kumpulan cerpen Hujan

Kepagian karya Nugroho Notosusanto.

2. Mendeskripsikan makna gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan

cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto.

3. Mendeskripsikan implikasi penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan

cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto pada pembelajaran

bahasa dan sastra Indonesia di SMA F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan dalam pengajaran bidang bahasa dan sastra Indonesia, khususnya tentang gaya bahasa dan pembelajaran sastra.


(15)

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain.

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif dan kreatif menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan pendidikan. b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini memberikan gambaran bagi guru tentang pendekatan struktural genetik untuk dijadikan pedoman dalam pembelajaran sastra yang menarik, kreatif, dan inovatif.

c. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini bagi pembaca diharapkan dapat lebih memahami isi kumpulan cerpen Hujan Kepagian dan mengambil manfaat darinya. Selain itu, diharapkan pembaca semakin jeli dalam memilih bahan bacaan dengan memilih cerpen-cerpen yang mengandung pesan moral yang baik dan dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk sarana pembinaan watak diri pribadi.

d. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai gaya bahasa untuk dijadikan acuan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia serta diharapkan agar institusi semakin jeli dalam memilih bahan bacaan khususnya cerpen untuk media pembinaan kepribadian.


(16)

G. Metode Penelitian

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti dalam memilih metode yang digunakan, seperti jenis data yang akan diteliti serta kerangka berpikir yang menyertainya sehingga tujuan peneliti bisa tercapai. Metode penelitian ini adalah kualitatif. Melalui metode ini, peneliti dilibatkan langsung dalam situasi yang sedang dipelajari. Analisis metode kualitatif ini memfokuskan pada penunjukkan makna, deskripsi, penjernihan, dan

penempatan data pada konteksnya masing-masing dan seringkali

menggambarkannya dalam bentuk kata-kata daripada dalam bentuk angka-angka. Format desain penelitian kualitatif secara teoretis berbeda dengan format penelitian kuantitatif, namun perbedaannya terletak pada kesulitan di dalam membuat desain penelitian kualitatif itu sendiri karena umumnya penelitian

kualitatif yang tidak berpola.1 Menurut Moleong, penelitian kualitatif yaitu:

“penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.”2

1. Objek Penelitian

Sesuai tujuan penelitian, yang menjadi objek penelitian ini adalah gaya

bahasa dalam cerpen Senyum dan Bayi dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian

karya Nugroho Notosusanto.

2. Data dan Sumber Data Penelitian a. Data

Data penelitian ini berupa kutipan-kutipan kata, kalimat, dan wacana yang

terdapat dalam cerpen Senyum dan Bayi pada kumpulan cerpen Hujan

1

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi,Eekonomi,Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), h.67

2


(17)

Kepagian karya Nugroho Notosusanto yang di dalamnya terkandung gagasan mengenai unsur-unsur cerita.

b. Sumber Data

Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah cerpen Senyum dan Bayi

dalam kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto diterbitkan pada tahun 1990 oleh Balai Pustaka.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu buku maupun artikel yang berkaitan dengan penelitian-penelitian dan karya-karya Nugroho Notosusanto. 3. Teknik Pengumpulan Data

a. Membaca buku kumpulan cerpen Hujan Kepagian khususnya cerpen Senyum

dan Bayi secara berulang.

b. Mencatat kalimat-kalimat yang menyatakan penggunaan gaya bahasa.

c. Mengurutkan kalimat-kalimat yang menyatakan penggunaan gaya bahasa yang

diteliti.

d. Menentukan kalimat-kalimat yang sesuai dengan penggunaan gaya bahasa yang

diteliti.

e. Menyimpulkan kalimat-kalimat yang sesuai dengan penggunaan gaya bahasa

yang diteliti.

f. Menyimpulkan makna gaya bahasa yang diteliti

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis mengalir yang meliputi tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.


(18)

Pada langkah ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang terperinci. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah

yang akan dianalisis, yaitu gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen Senyum dan

Bayi pada kumpulan cerpen Hujan Kepagian.

b. Penyajian data

Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga diperoleh deskripsi mengenai gaya bahasa yang digunakan.

c. Penarikan simpulan

Pada tahap ini dibuat kesimpulan mengenai hasil dari data yang diperoleh sejak awal penelitian. Penarikan kesimpulan memuat hasil data berupa gaya bahasa apa saja yang digunakan pengarang dan apa makna gaya


(19)

9

A. Hakikat Gaya Bahasa 1. Pengertian Gaya Bahasa

Soepomo Poedjosoedarmoe dalam Made Sukada membicarakan gaya bahasa sebagai salah satu variasi bahasa, yaitu termasuk ragam, yang ditandai

oleh suasana indah1. Thrall dan Hibbard dalam Made Sukada menekankan

gaya bahasa sebagai cara pengaturan kata-kata, untuk menyatakan

individualitas penulis, ide, dan maksud dalam pikirannya.2 Menurut Abrams

dalam Burhan Nurgiyantoro gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan sesuatu

yang akan dikemukakan3. Gaya bahasa dapat memperkaya makna sehingga

dapat menggapai pesan yang diinginkan secara lebih intensif hanya dengan sedikit kata.

Dale dalam Tarigan berpendapat bahwa gaya bahasa adalah bahasa

indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan

memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa

tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.4 Sementara

itu, Keraf membatasi gaya bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian

penulis (pemakai bahasa).5

1

Made Sukada, Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisa Struktur Fiksi (Bandung: Angkasa, 1987), h.84

2 Ibid 3

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h.276

4

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 5 5


(20)

Keraf berpendapat bahwa gaya bahasa harus memiliki sendi sebagai syarat bahasa yang baik. Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung

tiga unsur berikut, yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik.6 Kejujuran

dalam bahasa berarti mengikuti aturan-aturan serta kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran. Ukuran sopan-santun dalam bahasa dilihat dari kejelasan dan kesingkatan kata atau kalimat yang digunakan. Sebuah gaya bahasa harus pula menarik. Gaya bahasa dalam bentuk tulisan atau lisan yang digunakan dalam karangan bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang. Sebuah gaya bahasa yang menarik dapat diketahui melalui beberapa hal berikut, yaitu variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup, dan penuh daya imajinasi.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah ciri khas pengarang dalam menuangkan ide atau gagasan ke dalam tulisan atau karyanya melalui bahasa yang khas dan indah.

2. Jenis Gaya Bahasa

Tarigan membagi jenis gaya bahasa menjadi empat jenis, yaitu (1) gaya bahasa perbandingan, meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, perifrasis, antisipasi atau prolepsis, serta koreksio atau epanortosis, (2) gaya bahasa pertentangan, meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralepsis, zeugma dan silepsis, satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof atau inversi, apofasis atau preterisio, histeron proteron, hipalase, sinisme, serta sarkasme, (3) gaya bahasa pertautan, meliputi metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, serta polisindeton, dan (4) gaya bahasa perulangan, meliputi aliterasi, asonansi,

6 Ibid


(21)

antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke,

mesodilopsis, epanalepsis, serta anadiplosis.7

Keraf membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu (1) berdasarkan pilihan kata, yang terdiri atas gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan, (2) berdasarkan nada, yang terdiri atas gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah, (3) berdasarkan struktur kalimat, yang terdiri atas klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi, (4) berdasarkan langsung tidaknya makna, yang terdiri atas gaya bahasa retoris, meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis, eufimismus, litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks, serta oksimoron, dan gaya bahasa kiasan, meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, serta pun atau

paronomasia.8

Sementara itu, Ratih Mihardja dalam Buku Pintar Sastra Indonesia

membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu (1) Majas Perbandingan, meliputi alegori, alusio, simile, metafora, antropomorfisme, sinestesia, antonomasia,aptronim, metonimia, hipokorisme, litotes, Hiperbola, personifikasi, depersonifikasi, parsprototo, totum pro parte, eufimisme, disfemisme, fable, parable, perifrase, eponim, simbolik, (2) majas sindiran, meliputi ironi, sarkasme, sinisme, satire, innuendo, (3) majas penegasan meliputi, apofasis, pleonasme, repetisi, pararima, aliterasi, paralelisme, tautologi, sigmatisme, antanaklasis, klimaks, antiklimaks, inverse, retoris, ellipsis, koreksio, polisindenton, asindenton, interupsi, ekskalamasio, enumerasio, preterito, alonim, kolokasi, silepsis, zeugma, (4) majas pertentangan meliputi, paradox, oksimoron, antitesis, kontradiksi interminus,

7

Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 6 8


(22)

anakronisme.9 Damayanti dalam Buku Pintar Sastra Indonesia membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu (1) gaya bahasa perulangan, meliputi aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodilopsis, epanalepsis, dan anadiplosis, (2) gaya bahasa perbandingan, meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, perifrasis, antisipasi, dan koreksio, (3) gaya bahasa pertentangan, meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, zeugma dan silepsis, satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof, apofasis, histeron proteron, hipalase, sinisme, dan sarkasme, (4) gaya bahasa pertautan, meliputi metonimia, sinekdoke, alusio, eufimisme, eponim, antonomasia,

epitet, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, dan polisindeton.10

Sedangkan Semi membedakan jenis gaya bahasa berdasarkan persamaan (metafora), meliputi alegori, personifikasi, hiperbola, litotes, dan eufemisme, serta berdasarkan hubungan (metonimia), meliputi sinekdoke pars prototo, sinekdoke totem proparte, ironi, inversi, repetisi, koreksi, klimaks, antiklimaks, antitesis, pertanyaan retoris, alusio, paralelisme, sarkasme,

simbolik, pleonasme, paradoks, proterito, asindeton, dan polisindeton.11

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis cenderung mengacu pada pendapat Tarigan bahwa jenis gaya bahasa dapat dibagi dalam empat jenis, yaitu (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3) gaya bahasa pertautan, dan (4) gaya bahasa perulangan. Adapun penjelasan masing-masing jenis gaya bahasa di atas adalah sebagai berikut.

a. Gaya Bahasa Perbandingan

Gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang bermaksud membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau memiliki kesamaan sifat

9

Ratih Mihardja, Buku Pintar Sastra Indonesia (Jakarta: Laskar Aksara), h. 28-39 10

D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 43-61 11


(23)

(bentuk). Gaya bahasa yang termasuk ke dalam jenis gaya bahasa perbandingan di antaranya adalah sebagai berikut:

1) Perumpamaan

Perumpamaan atau simile adalah perbandingan dua hal yang pada

hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama.12 Contoh: kedua

kakak beradik itu bagaikan pinang dibelah dua wajahnya.

2) Metafora

Tarigan berpendapat bahwa metafora adalah sejenis gaya bahasa

perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi.13 Contoh: Dio

matakeranjang.

3) Personifikasi

Tarigan berpendapat bahwa personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide

yang abstrak.14 Contoh: Bulan tersenyum senang.

4) Depersonifikasi

Gaya bahasa depersonifikasi atau pembendaan adalah kebalikan dari gaya

bahasa personifikasi atau penginsanan.15 Apabila personifikasi

menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membendakan manusia atau insan. Contoh: kalau dikau menjadi samudra, maka daku menjadi bahtera.

5) Alegori

Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang. Alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau spiritual manusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan yang terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru jelas dan

nyata.16 Contoh: fabel kancil dan buaya.

12

Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 9 13

Ibid., h. 15 14

Ibid., h. 17 15

Ibid., h. 21 16


(24)

6) Antitesis

Ducrot & Todorov dalam Tarigan berpendapat bahwa antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang

bertentangan.17 Contoh: dia bergembira-ria atas kegagalanku dalam ujian

ini.

7) Pleonasme dan Tautologi

Menurut Poerwadarminta dalam Tarigan, pleonasme adalah pemakaian

kata yang mubazir (berlebihan) yang sebenarnya tidak perlu.18 Contoh:

saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri.

8) Perifrasis

Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Namun pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu dapat

diganti dengan sebuah kata saja.19 Contoh: ayahanda telah tidur dengan

tenang dan beristirahat dengan damai buat selama-lamanya (maksudnya meninggal).

9) Antisipasi atau Prolepsis

Kata antisipasi berasal dari bahasa Latin „anticipatio‟ yang berarti „mendahului‟ atau „penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang

masih akan dikerjakan atau akan terjadi‟.20 Contoh: kami sangat gembira,

minggu depan kami memperoleh hadiah dari Bapak Bupati.

10)Koreksio atau Epanortosis

Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki

17

Ibid., h. 27 18

Ibid., h. 29 19

Ibid., h. 31 20


(25)

mana-mana yang salah.21 Contoh: dia benar-benar mencintai Neng Tetty, eh bukan, Neng Terry.

b. Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya bertentangan dengan kata-kata yang digunakan. Gaya bahasa yang termasuk ke dalam jenis gaya bahasa pertentangan di antaranya sebagai berikut:

1) Hiperbola

Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk

memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.22 Contoh:

tendangannya membelah cakrawala.

2) Litotes

Litotes adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan sebenarnya, misalnya untuk

merendahkan diri.23 Contoh: kemenangan kami ini tidak ada artinya sama

sekali.

3) Ironi

Ironi ialah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan

maksud berolok-olok.24 Contoh: tepat waktu sekali kamu, dari sepuluh

pagi baru datang.

4) Oksimoron

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang

berlawanan dalam frase yang sama.25 Contoh: olahraga mendaki gunung

memang sangat menarik hati walaupun sangat berbahaya.

21

Ibid., 34 22

Ibid., h. 55 23

Ibid., h. 58 24

Ibid., h. 61 25


(26)

5) Paronomasia

Paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang

sama bunyinya tetapi artinya berbeda.26 Contoh: oh adinda sayang, akan

kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.

6) Paralipsis

Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang digunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak

mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.27 Contoh: tidak

ada orang yang menyenangi kamu (maaf) yang saya maksud membenci kamu di desa ini.

7) Zeugma dan Silepsis

Zeugma dan silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada hakikatnya hanya sebuah saja yang

mempunyai hubungan dengan kata yang pertama.28 Dalam zeugma

terdapat gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan, contoh: paman saya nyata sekali bersifat sosial dan egois. Sedangkan dalam silepsis, konstruksi yang digunakan itu secara gramatikal benar, tetapi secara semantic salah, contoh: wanita itu kehilangan harta dan kehormatannya.

8) Satire

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan

secara etis maupun estetis.29 Contoh: jemu aku dengan bicaramu.

26

Ibid., h. 64 27

Ibid., h. 66 28

Ibid., h. 68 29


(27)

9) Inuendo

Inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung dan tampaknya tidak

menyakitkan hati kalau ditinjau sekilas.30 Contoh: dia berhasil masuk

sekolah negeri dengan sedikit menyuap.

10)Antifrasis

Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Antifrasis akan dapat diketahui dan dipahami dengan jelas bila pembaca atau penyimak dihadapkan pada kenyataan

bahwa yang dikatakan itu adalah sebaliknya.31 Contoh: lihat! Mahasiswa

paling rajin baru datang. (maksudnya terlambat)

11)Paradoks

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta

yang ada.32 Contoh: di dalam keramaian aku masihmerasa sepi.

12)Klimaks

Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari

gagasan-gagasan sebelumnya.33 Contoh: untuk bisa terwujud terampil dalam

pengajaran bahasa Indonesia, harus menguasai keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis.

13)Antiklimaks

Antiklimaks adalah kebalikan dari gaya bahasa klimaks. Antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari

yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.34 Contoh:

jangankan sejuta, seratus, atau sepuluh, serupiahpun aku tak punya.

30

Ibid., h. 73 31

Ibid., h. 75 32

Ibid., h. 77 33

Ibid., h. 79 34


(28)

14)Apostrof

Apostrof adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari

yang hadir kepada yang tidak hadir.35 Contoh: wahai roh-roh nenek

moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan bawah, lindungilah desa kami ini.

15)Anastrof atau Inversi

Menurut Keraf dalam Tarigan, anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Dengan kata lain perubahan urutan subjek-predikat menjadi

predikat-subjek.36 Contoh: pergi merantaulah dia ke negeri sebrang tanpa

meninggalkan apa-apa.

16)Apofasis atau Preterisio

Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang digunakan oleh penulis, pengarang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi tampaknya

menyangkalnya.37 Contoh: saya tidak ingin menyingkapkan dalam rapat

ini bahwa putrimu itu telah berbadan dua.

17)Histeron Proteron

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis

atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.38 Contoh: kalau kamu lulus ujian

SMP nanti, maka kamu akan menduduki jabatan yang tinggi di kantor ini.

18)Hipalase

Hipalase menurut Keraf dalam Tarigan adalah sejenis gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen

gagasan.39 Contoh: aku menarik sebuah kendaraan yang resah. (yang resah

adalah aku, bukan kendaraan)

35

Ibid., h. 83 36

Ibid., h. 84 37

Ibid., h. 86 38

Ibid., h. 87 39


(29)

19)Sinisme

Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan

hati.40 Sinisme lebih kasar dari ironi. Contoh: kamu memang yang paling

tampan di bumi, yang mampu memperistri semua gadis di muka bumi.

20)Sarkasme

Menurut Poerwadarminta dalam Tarigan, sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati. Ciri utama sarkasme adalah selalu mengandung kepahitan dan celaan

yang getir, menyakiti hati, dan kurang enak di dengar.41 Contoh: Mulutmu

harimaumu, lihat kelakuan dirimu sendiri sebelum menilai orang lain!

c. Gaya Bahasa Pertautan

Gaya bahasa pertautan adalah gaya bahasa yang maknanya saling bertautan dengan kata-kata yang digunakan. Gaya bahasa yang termasuk ke dalam jenis gaya bahasa pertautan di antaranya sebagai berikut:

1) Metonimia

Metonimia adalah sejenis gaya bahasa yang mempergunakan nama sesuatu

barang bagi sesuatu yang lain berkaitan erat dengannya.42 Contoh:

Keluarga kami selalu minum Aqua.

2) Sinekdoke

Moeliono dalam Tarigan berpendapat bahwa sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya atau

sebaliknya.43 contoh: (1) pars pro toto: sudah lama dia tidak kelihatan

batang hidungnya. (2) totem pro parte: SMA Negeri 1 Tangerang menang

dalam pertandingan bulu tangkis melawan SMA Negeri 2 Tangerang.

40

Ibid., h. 91 41

Ibid., h. 92 42

Ibid., h. 121 43


(30)

3) Alusi

Alusi atau kilatan adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan anggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta

adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu.44

contoh: apakah peristiwa Madiun akan terjadi lagi? (kilatan yang mengacu ke pemberontakan kaum komunis).

4) Eufemisme

Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan atau yang tidak

menyenangkan.45 Contoh: tunaaksara pengganti buta huruf.

5) Eponim

Eponim adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu

dipakai untuk menyatakan sifat itu.46 contoh: Hercules menyatakan

kekuatan.

6) Epitet

Epitet adalah semacam gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau sesuatu

hal.47 Contoh: lonceng pagi bersahut-sahutan menyongsong mentari yang

menerangi alam. (lonceng pagi = ayam jantan).

7) Antonomasia

Antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi

atau jabatan sebagai pengganti nama diri.48 Contoh: Gubernur DKI Jakarta

akan meresmikan pembukaan jalan layang di Jakarta Pusat minggu depan.

44

Ibid., h. 124 45

Ibid., h. 125 46

Ibid., h. 127 47

Ibid., h. 128 48


(31)

8) Erotesis

Erotesis adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang digunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar serta sama sekali tidak

menuntut suatu jawaban.49 Contoh: apakah sudah wajar bila kesalahan

atau kegagalan itu ditimpakan seluruhnya kepada guru?

9) Paralelisme

Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki

fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.50 Contoh: baik

kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama secara hukum.

10)Elipsis

Elipsis adalah gaya bahasa yang berupa penghilangan salah satu atau

beberapa unsure penting dalam konstruksi sintaksis yang lengkap.51

Contoh: mereka ke Jakarta minggu lalu. (penghilangan predikat pergi atau

berangkat)

11)Gradasi

Gradasi adalah gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai suatu atau beberapa ciri semantic secara umum dan yang di antaranya paling sedikit suatu ciri diulang-ulang dengan

perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif.52 Contoh: aku mempersembahkan

cintaku padamu, cinta yang bersih dan suci, suci murni tanpa noda, noda yang selalu kujauhi dalam hidup ini, hidup yang berpedomankan perintah Tuhan, Tuhan pencipta alam semesta yang kupuja selama hidupku.

49

Ibid., h. 130 50

Ibid., h. 131 51

Ibid., h. 133 52


(32)

12)Asindeton

Asindeton adalah semacam gaya bahasa yang berupa acuan padat dan mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk tersebut biasanya

dipisahkan oleh tanda koma. 53 Contoh: ayah, ibu, anak, merupakan inti

suatu keluarga.

13)Polisindeton

Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Dalam polisindeton, berapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan

dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.54 Contoh:

akhirnya saya menemuinya kemudian memegang tangannya dan memeluknya karena begitu rindunya.

d. Gaya Bahasa Perulangan

Gaya bahasa perulangan atau repetisi adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan bunyi, suku kata, kata, frase, ataupun bagian kalimat yang dianggap penting untuk member penekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Gaya bahasa yang termasuk ke dalam jenis gaya bahasa perulangan di antaranya sebagai berikut:

1) Aliterasi

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan atau

untuk penekanan.55 Contoh: dalam malam kelam aku tenggelam.

2) Asonansi

Asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama. Biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa

53

Ibid., h. 136 54

Ibid., h. 137 55


(33)

untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan.56 Contoh: ini muka penuh luka siapa punya.

3) Antanaklasis

Antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang

sama dengan makna yang berbeda.57 Contoh: saya selalu membawa buah

tangan untuk buah hati saya, jika saya pulang dari luar kota.

4) Kiasmus

Menurut Ducrot dan Todorov dalam Tarigan, kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan

antara dua kata dalam satu kalimat.58 Contoh: yang kaya merasa dirinya

miskin, sedangkan yang miskin justru merasa dirinya kaya.

5) Epizeukis

Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata yang ditekankan atau yang dipentingkan diulang beberapa kali

berturut-turut.59 Contoh: ingat, kamu harus bertobat, bertobat, sekali lagi

bertobat agar dosa-dosamu diampuni oleh Tuhan.

6) Tautotes

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa tautotes adalah gaya bahasa perulangan atau repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah

konstruksi.60 Contoh: aku menuduh kamu, kamu menuduh aku, aku dan

kamu saling menuduh, kamu dan aku berseteru.

7) Anafora

Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama

pada setiap baris atau setiap kalimat.61 Contoh: kaulah yang

menginginkanku jadi pendampingmu, kaulah yang mengajakku untuk

bersamamu, tapi kaulah yang menghancurkan hatiku berkeping-keping.

56

Ibid., h. 176 57

Ibid., h. 179 58

Ibid., h. 180 59

Ibid., h. 182 60

Ibid., h. 183 61


(34)

8) Epistrofa

Epistrofa adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan

kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.62 Contoh:

Bahasa resmi adalah bahasa Indonesia.

Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia.

Bahasa kebanggaan adalah bahasa Indonesia.

9) Simploke

Keraf dalam Tarigan berpendapat bahwa simploke adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa

baris atau kalimat berturut-turut.63 Contoh:

Ibu bilang saya pemalas. Saya bilang biar saja. Ibu bilang saya lamban. Saya bilang biar saja. Ibu bilang saya manja. Saya bilang biar saja.

10)Mesodilopsis

Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat

berurutan.64 Contoh:

Para pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa. Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat. Para polisi harus meningkatkan keamanan umum.

11)Epanalepsis

Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan

kata pertama dari baris, kalusa, atau kalimat menjadi terakhir.65 Contoh:

saya akan tetap berusaha mencapai cita-cita saya.

62

Ibid., h. 186 63

Ibid., h. 187 64

Ibid., h. 188 65


(35)

12)Anadiplosis

Anadiplosis adalah sejenis gaya bahasa repetisi di mana kata atau frase terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari

klausa atau kalimat berikutnya.66 Contoh:

Dalam raga ada darah Dalam darah ada tenaga Dalam tenaga ada daya Dalam daya ada segala B. Hakikat Cerpen

1. Pengertian Cerpen

Cerpen merupakan karya sastra nonilmiah yang berbentuk prosa naratif. Cerpen sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak ada kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal

yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.67 Kelebihan cerpen

yang khas adalah kemampuannya mengemukakan lebih banyak, secara

implisit dari sekedar apa yang diceritakannya.68

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan, cerita pendek adalah

akronim dari cerita pendek..69 Sedangkan Nugroho Notosusanto berpendapat

bahwa cerita pendek adalah cerita yang panjangnya di sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada

dirinya sendiri.70

66

Ibid., h. 191 67

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), h. 10

68

Ibid., h. 11 69

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008, cet. Keempat), h. 264

70


(36)

Pendapat lain diungkapkan oleh Kosasih bahwa cerita pendek (cerpen) merupakan cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-5000 kata. Oleh karena itu, cerita pendek pada umumnya bertema sederhana, jumlah tokohnya terbatas, jalan

ceritanya sederhana, dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas.71

Sementara Ellery Sedgwick dalam Tarigan mengatakan bahwa cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak

boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu.72

Selanjutnya Ajip Rosidi memberi batasan dan keterangan bahwa cerpen atau cerita pendek adalah cerita yang pendek dan merupakan suatu

kebulatan ide73. Semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada suatu

kesatuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap. Tak ada bagian-bagian yang boleh

dikatakan “lebih dan bisa dibuang”. Jeremy Hawthorn menambahkan bahwa:

“The short story typically limits itself to a brief span of time, and rather than showing its characters developing and maturing will show them at some revealing moment of crisis – whether internal or external. Short stories rarely have complex plots; again the focus is upon a particular episode or situation rather than a chain of events.”74

Menurut Iwan Gunadi, Cerpen-cerpen itu lebih berfungsi sebagai jalan para penulisnya untuk masuk ke dunia sastra sekaligus mematahkan

ekslusivitas sebutan sastrawan.75 Menurut Widjojoko, cerita pendek adalah

suatu cerita yang melukiskan suatu peristiwa atau kejadian apa saja yang

9

E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 34 72

Tarigan, op. cit., h. 176 73

Ibid. 74

Jeremy Hawthorn, Studying the Novel: an Introduction, (New York: Great Britain, 1989), h. 23 75

Ahmadun Yosi Herfanda, Sastra Kota Bunga Rampai Esai Edisi Temu Sastra Jakarta 2003 (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2003), h.87


(37)

menyangkut persoalan jiwa atau kehidupan manusia. Dilihat dari perkembangannya, cerita pendek dibagi dua, yaitu cerita pendek sastra (cerita serius) yakni cerpen yang mengandung nilai sastra (moral, etika, dan estetika) dan cerita pendek hiburan (cerpen pop) yakni cerita pendek yang umumnya untuk menghibur yang mengutamakan selera pembaca dan kurang

memperhatikan unsur didakatis, moral, dan etika.76 Stanton mengungkapkan

bahwa satu yang terpenting yaitu cerita pendek haruslah berbentuk padat. Jumlah kata dalam cerpen harus lebih sedikit ketimbang jumlah kata dalam novel.77

Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin pendek

sekali berkisar 500-an kata, ada cerpen yang panjangnya cukupan (middle

short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri

dari puluhan atau bahkan beberapa puluh ribu kata.78 Berdasarkan beberapa

pendapat di atas, disimpulkan bahwa cerpen merupakan suatu karangan atau cerita nonilmiah yang menceritakan suatu peristiwa pokok mengenai kehidupan yang singkat tetapi padat dan berisi. Walaupun sama-sama pendek, panjang cerpen itu sendiri bervariasi.

2. Ciri-Ciri Cerpen

Menurut E. Kosasih, ciri-ciri cerpen sebagai berikut:

a. Alur lebih sederhana.

b. Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang.

c. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup yang relatif

terbatas.79

Sementara itu, menurut Tarigan, ciri-ciri cerpen sebagai berikut:

a. Singkat, padu, intensif (brevity, unity, intensity).

76

Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 37

77

Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 76 78

Burhan Nurgiyantoro, op.cit., h. 10 79


(38)

b. Unsur-unsur utama cerita pendek adalah adegan, tokoh, dan gerak (scene, character, and action).

c. Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang

konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

d. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan satu efek dalam pikiran

pembaca.

e. Cerita pendek harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa

jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan dan baru kemudian menarik pikiran.

f. Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang

dipilih dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.

g. Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai

jalan cerita.

h. Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku yang utama.

i. Cerita pendek bergantung pada satu situasi.

j. Cerita pendek memberikan impresi tunggal.

k. Cerita pendek memberikan suatu kebulatan efek.

l. Cerita pendek menyajikan satu emosi.80

Pendapat lain dikemukakan Lubis dalam Tarigan bahwa cerpen harus mempunyai satu efek atau memberi kesan yang menarik. Sedangkan menurut Morris dalam Tarigan, bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan

menarik perhatian.81 Notosusanto dalam Tarigan berpendapat bahwa ciri-ciri

cerpen yaitu jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerita pendek biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata (atau kira-kira 33

halaman kuarto spasi rangkap).82

80

Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 177 81

Ibid 82


(39)

Widjojoko mengemukakan ciri-ciri cerita pendek sebagai berikut:

a. Penyampaian cerita secara singkat dan padat.

b. Jalinan jiwa dan kejadian bulat dan padu, yang di dalamnya

mengandung unsur pertikaian yang akhirnya mencapai klimaks dan diakhiri dengan penyelesaian masalah.

c. Tema cerita tentang nilai kemanusiaan, moral, dan etika.

d. Membicarakan masalah tunggal dan dapat dibaca dalam waktu

singkat.

e. Memusatkan perhatian pada tokoh protagonis.

f. Unsur utama yang terdapat dalam cerpen adalah adegan, tokoh, dan

gerak.

g. Adanya kebulatan kisah (cerita).

h. Bahasa yang digunakan dalam cerpen tajam, sugestif, dan menarik

perhatian.

i. Sebuah cerita pendek mengandung interpretasi pengarang tentang

konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

j. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan efek dalam pikiran

pembaca.

k. Dalam cerita pendek terdapat satu kejadian atau persoalan yang

menguasai jalan cerita.

l. Cerita pendek bergantung pada satu situasi.

m.Pelaku utama mengalami perubahan nasib dan cerita berkembang

secara memusat.

n. Alur cerita berpusat pada peristiwa yang member rangsangan pada

pembaca. 83

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri cerpen yaitu bersifat tidak ilmiah atau fiktif, singkat, padat, jelas, naratif,

83


(40)

menggambarkan satu peristiwa, dan menarik. Cerpen yang bagus yaitu cerpen yang dapat menarik pembaca ke dalam cerita serta membangkitkan gairah pembaca dalam memahami cerita.

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan acuan serta masukan dalam penelitian ini antara lain penelitian yang

dilakukan oleh Novita Rihi Amalia dengan judul “Analisis Gaya Bahasa dan

Nilai-Nilai Pendidikan Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata”

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam kesimpulannya, gaya bahasa

yang digunakan dalam novel Sang Pemimpi antara lain (1) perbandingan

meliputi, hiperbola, metonimia, personifikasi, perumpamaan, metafora, sinekdoke, alusio, simile, asosiasi, epitet, eponim, dan parsprototo; (2) perulangan meliputi, aliterasi, anafora, anadiplosis, simploke, epizeukis, mesodiplosis; (3) pertentangan meliputi, litotes, antitesis, oksimoron; (4) penegasan meliputi, repetisi dan epifora. Gaya bahasa yang paling dominan

digunakan dalam novel Sang Pemimpi adalah personifikasi karena Andrea

Hirata ingin menyampaikan nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi para pembaca dengan menghidupkan isi cerita di dalamnya. Alasan penulis memilih penelitian Novita Rihi Amalia sebagai penelitian yang relevan karena sama-sama meneliti tentang gaya bahasa. Perbedaannya yaitu penelitian Novita selain meneliti gaya bahasa juga meneliti nilai-nilai pendidikan pada novel, sedangkan penulis meneliti gaya bahasa serta implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada cerpen.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Evi Selviawati dengan judul

“Penggunaan Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Laluba Karya Nukila

Amal yang Mengacu pada Karya Grafis M. C. Escher: Analisa Stiliska”

Universitas Indonesia. Dalam kesimpulannya, gaya bahasa yang digunakan

dalam kumpulan cerpen Laluba bab Para Penatap dan Para Pencerita yang

mengacu pada karya grafis M. C. Escher memberikan penjelasan mengenai bagaimana Nukila Amal menarasikan karya grafis M. C. Escher ke dalam


(41)

cerpen-cerpennya dengan menggunakan gaya bahasa yang digunakannya. Alasan penulis memilih penelitian Evi ini karena sama-sama meneliti gaya bahasa. Perbedaannya yaitu penelitian Evi hanya sebatas pada gaya bahasa, sedangkan penulis mencakup gaya bahasa serta implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Vina Esti Suryani dengan

judul “Pemanfaatan Gaya Bahasa dan Nilai-Nilai Pendidikan pada Novel Rembulan Tenggelam di wajahmu Karya Tere Liye” Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam kesimpulannya, gaya bahasa yang digunakan dalam

novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere Liye didominasi oleh

simile karena melalui gaya bahasa ini nilai-nilai pendidikan yang ingin disampaikan akan mudah dipahami oleh pembaca. Adapun pemajasan lain

yang terdapat dalam novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu adalah

metafora, hiperbola, personifikasi, metonimia, antitesis, ironi, sarkasme, sinisme, paralelisme, parsprototo, asindenton, polisidenton, apostrof, ellipsis, pleonasme, perifrasis, anafora, hipalase, paradox, dan epizeukis; pemaknaan gaya bahasa dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Perbedaannya yaitu penelitian Vina pada gaya bahasa dan nilai pendidikan, sedangkan penelitian penulis mencakup gaya bahasa serta implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

D. Pembelajaran Sastra

Sastra itu mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata, maka pengajaran sastra dipandang sebagai sesuatu yang penting yang patut menduduki tempat yang selayaknya. Jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata yang cukup sulit

untuk dipecahkan di dalam masyarakat.84 Sastra memang dianggap kurang

begitu penting di jenjang pendidikan dan disisihkan oleh para guru terutama bagi guru yang berpengetahuan apresiasi sastranya rendah.

84

B, Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra Pegangan Guru Pengajar Sastra (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 15


(42)

Bagi masyarakat Indonesia sastra dianggap kurang berperan karena masyarakat Indonesia saat ini cenderung mengedepankan konsep yang pasti atau eksak yang dianggap lebih penting untuk didapatkan. Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra. Kompetensi apresiasi yang diasah dalam pendidikan ini adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Kegiatan apresiasi sastra tidak hanya diajarkan dalam bentuk pembacaan karya sastra oleh siswa. Kegiatan ini dapat juga diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan dengan berbagai teknik

pembelajaran. Dengan pendidikan semacam ini, peserta didik diajak untuk

langsung membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Mereka berkenalan dengan sastra tidak melalui hafalan nama-nama judul karya sastranya atau sinopsisnya saja, tetapi langsung

berhadapan dengan karya sastranya.85

Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu ketrampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan

menunjang pembentukan watak.86 Minat baca yang kurang di sekolah

membuat karya sastra kurang begitu diminati oleh siswa. Hal demikian dapat dilihat dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang sedikit sekali pembahasan tentang sastra. Akibatnya, tidak sedikit siswa yang mengerti dan paham tentang sastra dan Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu menjadi mata pelajaran yang disenangi dan dirindukan oleh siswa. Gaya bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. Kian kaya kosakata seseorang, kian beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya. Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas turut memperkaya kosakata pemakainya. Itulah sebabnya maka dalam pengajaran bahasa, pengajaran gaya bahasa merupakan suatu teknik penting untuk mengembangkan kosakata

85

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 168 86


(43)

para siswa.87 Pembelajaran sastra di sekolah harus dilakukan dengan metode yang tepat mengacu pada kemampuan afektif siswa sehingga menjadi apresiatif dan kreatif.

87


(44)

34

Nama Nugroho Notosusanto seolah-olah terlupakan dalam kesusastraan Indonesia. Penulis hanya sedikit menemukan profil Nugroho Notosusanto.

A. Biografi Nugroho Notosusanto

Nugroho Notosusanto dilahirkan di Rembang 15 Juli 1930. Ia terkenal sebagai penulis prosa, terutama pengarang cerpen. Tetapi sesungguhnya ia pertama-tama menulis sajak-sajak yang sebagian besar dimuat juga dalam majalah yang

dipimpinnya, Kompas. Tidak merasa mendapat kepuasan dalam menulis sajak, ia lalu

mengkhususkan diri sebagai pengarang prosa, terutama cerpen dan esai.

Ia menjadi kepala Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata dan sejak 1968 diangkat menjadi kolonel titular, kemudian brigadir jendral. Ia merupakan salah seorang pengambil inisiatif untuk mengadakan simposium sastra Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta tahun 1953 yang kemudian dijadikan tradisi tahunan sampai dengan tahun 1958. Ia sendiri pada simposium tahun 1957 menjadi salah seorang pemrasaran

yang mengemukakan prasaran tentang cerita pendek1.

Ketika Nugroho sedang giat-giatnya dalam gerakan mahasiswa, ia berkenalan dengan Irma Sawitri Ramelan (Lilik). Perkenalan itu kemudian diteruskan ke jenjang perkawinan pada tangal 12 Desember 1960 di Hotel Indonesia. Istri Nugroho adalah keponakan istri Prof. Dr. B.J. Habibie. Dari perkawinan itu mereka dikaruniai tiga orang anak, yang pertama bernama Indrya Smita tamatan FIS UI, yang kedua Inggita Sukma, dan yang ketiga Norottama. Nugroho meninggal dunia hari Senin, 3 Juni 1985, pukul 12.30, di rumah kediamannya karena serangan pendarahan otak akibat

1


(45)

tekanan darah tinggi. Ia adalah menteri keempat di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada masa Orde Baru yang meninggal dunia dalam masa tugasnya. Ia meninggal dunia pada bulan yang mulia bagi umat Islam, yaitu pada bulan Ramadan, dan di kebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Lingkungan dan pendidikannya yang pertama ini agaknya memberi pengaruh

yang besar sekali pada sikap dan pandangan hidupnya.2 Pendidikan yang pernah

diperoleh Nugroho adalah Europese Legere School (ELS) yang tamat 1944, kemudian menyelesaikan SMP di Pati, Tahun 1951 tamat SMA di Yogyakarta. Setamat SMA, ia masuk Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah, Universitas Indonesia, dan tamat tahun 1960. Tahun 1962 ia memperdalam pengetahuan di bidang Sejarah dan Filsafat di University of London. Ketika tamat SMA, sebagai seorang prajurit muda, ia dihadapkan pada dua pilihan, yaitu meneruskan karier militer dengan mengikuti pendidikan perwira atau menuruti apa yang diamanatkan ayahnya untuk menempuh karier akademis. Ayahnya dengan tekun dan sabar mengamati jejaknya. Setelah 28 tahun, keinginan ayahnya terkabul, yaitu Nugroho dikukuhkan sebagai guru besar FSUI. Namun, ayahnya tidak dapat menyaksikan karena ayahnya telah wafat pada tanggal 30 April 1979. Selain itu, ia juga berkarier di militer. Pada tahun 1977 ia

memperoleh gelar doktor dalam ilmu sastra bidang sejarah dengan tesis The Peta

Army During the Japanese Occupation in Indonesion, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tentara Peta pada Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia, yang diterbitkan oleh penerbit Gramedia pada tahun 1979. Nugroho mendapat pendidikan di kota besar, seperti, Malang, Jakarta, dan Yogyakarta.

Pengalaman Nugroho Notosusanto di bidang kemiliteran, adalah sebagai angota Tentara Pelajar (TP) Brigade 17 dan TKR Yogyakarta. Sejak Nugroho menjadi anggota redaksi harian Kami, ia semakin menjauh dari dunia sastra, akhirnya ia tinggalkan sama sekali. Ia kemudian beralih ke dunia sejarah dan tulisannya

2


(46)

mengenai sejarah semakin banyak. Pada tahun 1967, Nugroho mendapatkan pangkat tituler berdasarkan SK Panglima AD No. Kep. 1994/12/67 berhubungan dengan tugas dan jabatannya di AD.

Sejak tahun 1964, ia menjabat Kepala Pusat Sejarah ABRI. Ia juga menjadi anggota Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan serta aktif dalam herbagai pertemuan ilmiah di dalam dan di luar negeri. Pada tahun 1981 namanya disebut-sebut berkenaan dengan bukunya Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara. Buku itu menimbulkan polemik di berbagai media massa. Bahkan, banyak pula yang mengecam buku itu sebagai pamflet politik.

Di bidang pendidikan Nugroho memegang peranan penting. Ia pernah menjadi Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan FSUI dan menjadi Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, UI. Tahun 1971--1985 Nugroho menjadi wakil Ketua Harian Badan Pembinaa Pahlawan Pusat. Ketika Nugroho dilantik menjadi Rektor UI, ia disambut dengan kecemasan dan caci maki para mahasiswa UI. Mahasiswa menganggap Nugroho adalah seorang militer dan merupakan orang pemerintah yang disusupkan ke dalam kampus untuk mematikan kebebasan kehidupan mahasiswa.

Pada tanggal 15 Januari 1982 Nugroho dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam Kabinet Pembangunan IV. Ia dikenal sebagai orang yang kaya ide. Semasa menjadi menteri, ia mencetuskan banyak gagasan, seperti konsep wawasan almamater, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dan pendidikan humaniora. Di samping itu, ia banyak jasanya dalam dunia pendidikan karena ia yang mengubah kurikulum dengan menghapus jurusan di SMA, dan mencetuskan sistem seleksi penerimaan mahasiswa baru (sipenmaru). Walaupun Nugroho hanya dua tahun menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, banyak hal yang telah digarapnya, yaitu UT sebagai perguruan tinggi negeri yang paling bungsu di Indonesia. Program Wajib Belajar, Orang Tua Asuh, dan pendidikan kejuruan di sekolah menengah.


(47)

Nugroho adalah satu-satunya menteri yang mengeluarkan Surat Keputusan tentang Tata Laksana Upacara Resmi dan Tata Busana Perguruan Tinggi. Akan tetapi, sebelum SK ini terlaksana Nugroho telah dipanggil Tuhan Yang Maha Esa. Puncak pengakuan atas sumbangan Nugroho terhadap bangsa Indonesia adalah diberikannya Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Yudha, Dharma Naraya, dan

Satyalencana Penegak.3

Dalam seminar kesusastraan yang diselenggarakan oleh FSUI tahun 1963, Nugroho membawakan makalahnya yang berjudul Soal Periodesasi dalam Sastra Indonesia. Dia mengemukakan bahwa sesudah tahun 1950 ada periode kesusastraan baru yang tidak bisa lagi dimasukkan ke dalam periodisasi sebelumnya. Menurut Nugroho, pengarang yang aktif mulai menulis pada periode 1950-an adalah mereka yang mempunyai tradisi Indonesia sebagai titik tolaknya, dan juga mempunyai pandangan yang luas ke seluruh dunia.

Selain sebagai seorang sastrawan, nugroho juga seorang sejarawan. Namun sayangnya, berbagai kontroversi yang mengiringi perjalanannya sebagai seorang sejarawan. Salah satu hal yang paling disorot adalah ketika Nugroho dimanfaatkan oleh ABRI maupun Orde Baru untuk menulis sejarah menurut versi pihak-pihak tersebut. Pada 1964 ABRI menggunakan Nugroho untuk menyusun sejarah militer menurut versi militer karena khawatir bahwa sejarah yang akan disusun oleh pihak Front Nasional yang dikenal sebagai kelompok kiri pada masa itu akan menulis Peristiwa Madiun secara berbeda, sementara militer lebih suka melukiskannya sebagai suatu pemberontakan pihak komunis melawan pemerintah.Ketika diangkat sebagai menteri pendidikan pada 1984, Nugroho menggunakan kesempatan itu untuk menulis ulang kurikulum sejarah untuk lebih menekankan peranan historis militer.

3

Artikel diakses pada 26 Februari 2014 dari


(48)

Pada tahun ini pula Nugroho ikut menulis skenario untuk film Pengkhianatan G 30 S/PKI yang memuat versi resmi Orde Baru tentang tragedi tersebut. Film ini kemudian dijadikan tontonan wajib untuk murid-murid sekolah di seluruh Indonesia, dan belakangan diputar sebagai acara rutin setiap tahun di TVRI pada malam tanggal 30 September hingga tahun 1997.

Peranan Nugroho dalam penulisan sejarah versi Orde Baru paling menonjol adalah ketika dia mengajukan versinya sendiri mengenai pencetus Pancasila. Menurut Nugroho, Pancasila dicetuskan oleh Mr. Muhammad Yamin, bukan oleh Soekarno. Soekarno hanyalah penerus. Akibatnya, tanggal 1 Juni tidak lagi diperingati sebagai

hari lahir Pancasila oleh pemerintah Orde Baru.4

B. Karya Nugroho Notosusanto 1) Cerpen

Sebagai penulis cerita pendek ia menonjol dengan kisah-kisah yang berlatarbelakangkan revolusi seperti yang dialami oleh para pelajar yang terjun membela tanah airnya dari penjajahan kembali Belanda. Cerita-ceritanya memperlihatkan ketangkasan dan kecermatan, dengan latar belakang kemanusiaan yang lebih luas, sehingga membuat penulisnya menjadi salah

seorang pengarang cerita pendek penting pada masa itu.5

Bakat Nugroho dalam mengarang sudah terlihat ketika ia masih kecil. Ia mempunyai kesenangan mengarang cerita bersama Budi Darma. Cerita Nugroho selalu bertema perjuangan. Pada waktu itu Republik Indonesia memang sedang diduduki oleh Belanda. Dari cerita yang ditulis Nugroho

4

Artikel Riset dan Analisa: Fathimatuz Zahrohdiakses pada 26 Februari 2014 dari http://profil.merdeka.com/indonesia/n/nugroho-notosusanto/

5

Ajip rosidi, “Nugroho Notosusanto dan Sastera Indonesia” , Majalah Basis, Jakarta, 12 Desember 1993, h. 465


(49)

waktu itu, tampak benar semangat nasionalismenya. Menurut ayahnya, Nugroho mempunyai jiwa nasionalisme yang besar.

Sebagai sastrawan, pada mulanya Nugroho menulis sajak dan sebagian

besar karyanya itu dimuat di harian Kompas. Karena tidak pernah mendapat

kepuasan dalam menulis sajak, Nugroho kemudian mengkhususkan diri sebagai pengarang prosa, terutama cerpen, dan esai. Karyanya pernah dimuat

di berbagai majalah dan surat kabar seperti Gelora, Kompas, Mahasiswa,

Indonesia, Cerita, Siasat, Nasional, Budaya, dan Kisah. Karena Nugroho cukup lama bertugas dalam militer, ia dapat membeberkan peristiwa militer, perang, dan suka duka kehidupan, seperti dalam cerpennya yang berjudul Jembatan, Piyama, Doa Selamat Tinggal, Latah, Karanggeneng, Nini, dan Mbah Dukun.

Kumpulan cerpen Hujan Kepagian berisi enam cerita pendek yang

semuanya menceritakan masa perjuangan menghadapi agresi Belanda. Buku itu memberi gambaran berbagai segi pengalaman manusia yang terjadi dalam peperangan.

Bukunya yang berjudul Tiga Kota berisi sembilan cerita pendek yang

ditulis tahun 1953-1954. Judul Tiga Kota diambil karena latar cerita terjadi di

tiga kota, yaitu Rembang, Yogyakarta, dan Jakarta, kota yang paling banyak memberinya inspirasi untuk lahirnya cerita. Menilik nada dan suasananya,

walaupun kumpulan ini terbit tahun 1959, sedangkan Hujan Kepagian terbit

tahun 1958, tetapi kedua kumpulan ini tampaknya ditulis dalam waktu yang sangat berdekatan. Sehingga nada dasar kedua kumpulan ini juga hampir

bersamaan. Hanya saja, Tiga Kota lebih banyak mereflesikan latar tempat,


(50)

memahami benar-benar persoalan setting,ceritanya dapat mereflesikan setting

(tempat dan waktu) secara sinkronis6.

Kumpulan cerita pendek Hijau Tanahku Hijau Bajuku diterbitkan oleh

Balai Pustaka dalam rangka “Seri sastra Modern di 16 halaman, terbit tahun

1963 dengan dua cerita pendek, Panser dan Kepindahan. Keduanya tampak

tidak beda dengan cerpen-cerpen dalam Hujan Kepagian, yaitu menampilkan

suasana medan tempur dengan tentara yang masih muda belia. Kisah panser

melukiskan pengalaman seorang prajurit yang bertugas di garis depan dan ternyata istri yang ditinggalkannya di kota, sakit kemudian meninggal dunia.

Sedangkan cerpen Kepindahan menceritakan kepindahan letnan Sukanda dari

daerah pedalaman, yang mana letnan itu ternyata dicintai istri bupati. Letnan Sukanda merasa kepindahannya itu merupakan jalan terbaik baginya untuk memutuskan hubungan batin itu. Ternyata dalam perjalanannya yang sendiri,

Letnan Sukanda dihadang musuh, dan ia tewas.7

Rasa Sayange merupakan kumpulan cerita pendek yang terbit tahun

1961. Di dalamnya terhimpun sepuluh cerpen, Ular, Jembatan, Nini, Piyama,

Doa Selamat tinggal, Latah, Raden Satiman, Karanggeneng, Persalinan, dan Sungai.

Rembang melatari cerita kenangan Mbah Danu, Penganten, dan

Tayuban. Yogyakarta dan Jakarta melatari cerita Jeep 04-1001 Hilang dan Vickers Jepang. Dalam cerpen tersebut penulis mengalami peristiwa yang

dituturkannya. Sehingga cerpen tersebut kelihatan hidup.

2) Karya Terjemahan

Nugroho dikenal sebagai penulis produktif. Di samping sebagai sastrawan dan pengarang, ia juga aktif menulis buku ilmiah dan makalah dalam berbagai bidang ilmu. Buku terjemahannya yang diterbitkan berjumlah

6

Korrie Layun Rampan, “Nugroho Notosusanto sebagai Sastrawan, Cerpen-Cerpennya Menanamkan

Jiwa Nasionalisme”, Harian Suara Karya, 18 November 1983, h. 4

7 Ibid


(51)

dua puluh satu judul. Buku itu sebagian besar merupakan lintasan sejarah dan kisah perjuangan militer. Karena wawasannya yang mendalam mengenai sejarah perjuangan ABRI, dia mampu mengedit film yang berjudul Pengkhianatan G.30S/PKI.

Nugroho menghasilkan karya terjemahan, yaitu Kisah Perang Salib di

Eropa (1968) dari Dwight D. Eisenhower, Crusade in Europe, Understanding Histotry: A Primer of Historical Method, dan terjemahan tentang bahasa dan

sejarah, yaitu Kisah daripada Bahasa (1971) (Mario Pei, The Story of

Language) dan Mengerti Sejarah.

3) Esai dan Kritik

Nugroho digolongkan sebagai sastrawan Angkatan 66, sedangkan oleh Ajip Rosidi digolongkan sebagai sastrawan angkatan baru (periode 50-an). Di antara pengarang semasanya, Nugroho dikenal sebagai penulis esai. Sebagian besar pengarang waktu itu hanya menulis cerpen dan sajak, tetapi Nugroho banyak menulis esai, terutama tentang sastra dan kebudayaan. Tulisannya antara lain berisi pembelaan para sastrawan muda. Ketika terdengar suara tentang krisis kesusastraan, Nugroho Notosusanto tertarik dalam dunia sastra Indonesia. Nugroho memprakarsai simposium sastra FSUI pada tahun 1953, yang kemudian dijadikan tradisi tahunan sampai tahun 1958.

Nugroho banyak menulis esai dan kritik di antaranya dimuat dalam

majalah Kompas, Gelanggang/Siasat, ruangan “Persada”/Kisah atau lainnya.

Esai-esainya memperlihatkan wawasan yang segar dan luas jangkauannya, kelihatan tegar di tengah-tengah para sastrawan lain sebayanya yang kebanyakan hanya produktif mencipta sajak dan cerita pendek saja. Karangan

yang berjudul Situasi 1954 yang termuat dalam kompas berturut-turut empat

nomor itu, dimulai dengan membahas polemik dalam harian Nieuwsieger

(yang berbahasa Belanda) sekitar pertengahan 1954, di antara Tjalie Robinson, Sutan Muhammad Sjah, Sitor Situmorang, Samuel Intama, Mas


(52)

Soed dan kemudian juga Savitri (=Mochtar Lubis) dalam surat kabarnya Indonesia Raya.8

4) Karya Tulis

Dalam bidang keredaksian ia pernah memimpin majalah Gelora, menjadi pemimpin redaksi Kompas, anggota dewan redaksi Mahasiswa bersama Emil Salim tahun 1955-1958, menjadi ketua juri hadiah sastra, dan menjadi pengurus BMKN. Sewaktu di perguruan tinggi ia menjadi koresponden majalah Forum, dan menjadi menjadi redaksi majalah Pelajar. Nugroho juga aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam tahun 1959-1976 Nugroho menghadiri pertemuan ilmiah internasional sebanyak empat kali.

Nugroho membuat beberapa karya tulis diantaranya, Pemberontakan Peta Blitar Melawan Jepang 14 Februari (1944), The Coup Attempt of the September 30 Movement in Indonesia (bersama Ismail Saleh, 1968), The Dual Function of the Indonesian Armed Forces Especially since 1966. Selain itu Nugroho berperan dalam membuat naskah proklamasi yang otentik dan rumusan pancasila yang otentik, Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (Editor),

Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara.9

C. Pemikiran Nugroho Notosusanto

Nugroho Notosusanto banyak mengisahkan tentang kemerdekaan. Sejak ia

menyandang gelar “cerpenis”, ia selalu protes. Mungkin karena masa remajanya sampai

dewasa ia selalu hidup di dunia serba keras. Ia menikmati bagaimana para penjajah, Belanda seenaknya menindas bangsa kita. Protes kekejaman Belanda tak lepas

8

Ajip Rosidi, loc. Cit.

9

Artikel diakses pada 26 Februari 2016 dari


(1)

(2)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

SATUAN PENDIDIKAN : SMA

MATA PELAJARAN : Bahasa dan Sastra Indonesia KELAS / SEMESTER : XI / ganjil

PERTEMUAN KE : 1

ALOKASI WAKTU : 2 x 45 menit

STANDAR KOMPETENSI : Membaca

4. Memahami cerpen dan puisi melalui kegiatan membaca kritis.

KOMPETENSI DASAR : 4.1. Menganalisis cerpen yang dianggap penting pada setiap periode untuk menemukan standar budaya yang dianut masyarakat falam periode tersebut. (c4)

INDIKATOR : 1. Membaca cerpen yang dianggap penting dalam setiap periode.

2. Menemukan unsur-unsur yang ditelaah di cerpen. 3. Menjelaskan standar budaya tentang baik dan buruk, benar dan salah yang dianut oleh gambaran masyarakat cerita tersebut.

I . TUJUAN PEMBELAJARAN :

1.1 membaca cerpen yang dianggap penting dalam setiap periode. 1.2 menemukan unsur-unsur yang ditelaah dalam cerita pendek..


(3)

1.3 menunjukkan standar budaya tentang baik buruk, benar salah yang dianut oleh gambaran masyarakat cerita tersebut.

II. MATERI AJAR

2.1 Contoh Cerpen pada kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho Notosusanto

2.2 Unsur intrinsik

III. METODE PEMBELAJARAN 3.1 Pendekatan : kontekstual

3.2 Metode : presentasi, diskusi, tanya jawab dan penugasan

ALOKASI WAKTU : 2 X 45 MENIT

IV. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Tahapan Kegiatan Alokasi

waktu Kegiatan awal a. Membuka Pelajaran

- Guru memberi salam kemudian meminta satu siswa untuk memimpin doa

- Guru mengecek kehadiran dan kesiapan peserta didik dengan cara melihat aktivitas siswa sebelum belajar.

b. Apersepsi

- Guru menjelaskan kompetensi dasar yang harusdicapai

- Guru memotivasi siswa agar dapat


(4)

membaca cerpen

c. Memotivasi siswa agar dapat membaca cerpen dengan baik.

- Menyiapkan contoh cerpen yang dianggap penting dalam suatu periode.

Kegiatan inti a. Guru menjelaskan materi membaca cerpen yang baik dan tepat untuk menganalisis sebuah cerpen. b. Guru memberikan contoh cerpen

kepada siswa Tahapan:

a. Eksplorasi

- Guru menanyakan isi cerpen meliputi unsur-unsur intriksik

- Siswa menyebutkan unsur-unsur cerpen

- Siswa menyebutkan unsur-unsur budaya

- Guru menuliskan unsur-unsur yang ditemukan siswa

b. Elaborasi

- Siswa di bagi beberapa kelompok berdasarkan barisan bangku - Siswa bekerja sama mencari fakta

pendukung dari unsur-unsur dan standar budaya yang ditemukan - Siswa menuliskan jawaban pada

masing-masing buku latihan. c. Konfirmasi

- Masing-masing kelompok mengumpulkan hasil kerja - Guru memeriksa hasil kerja siswa

10 menit

25 menit

30 menit

5 menit

Kegiatan akhir a. Guru dan siswa menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan proses KBM yang telah

dilaksanakan.


(5)

b. Guru merefleksi kegiatan hari ini c. Guru memberitahukan materi yang

akan disampaikan pada pertemuan berikutnya

d. Guru menutup pembelajran dengan mengucapkan salam

Tugas Tatap Muka

1. Siswa membaca cerpen

2. Siswa menemukan unsur-unsur dalam cerpen

3. Siswa menemukan standar budaya dalam cerpen

4. Siswa mencari bukti/fakta pendukung 5. Siswa menyimpulkn isi cerpen

V. ALAT, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR 4.1 Cerpen Senyum karya Nugroho Notosusanto 4.2 Slide power point

VI. PENILAIAN

6.1 Penilaian : tugas kelompok, ulangan harian 6.2 Contoh soal dan pedoman skor

Mengetahui

Jakarta,...

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

... Meizar Fatkhul Izza,S.Pd NIP. 1962029271... NIP. ...


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

MEIZAR FATKHUL IZZA, dilahirkan di Brebes pada 10 Mei 1991, biasa disapa Izar. Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Anak dari pasangan Buntomo, S.Pd dan Siti Royanah, S.Pd.i ini memulai pendidikannya di Raudhotul Athfal (RA) Alfurqon Brebes selama satu tahun. Selanjutnya meneruskan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Alfurqon desa Jatirokeh kabupaten Brebes selama enam tahun. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Jatibarang selama tiga tahun dan sempat bersekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Brebes selama Tiga tahun. Setelah lulus SMA pada tahun 2009, ia melanjutkan pendidikannya di UHAMKA Jakarta, Fakultas Ilmu Keguruan dengan memilih jurusan Pendidikan Biologi selama setahun. Pada tahun 2010, ia pindah ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan memilih Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Selama kuliah, ia mengajar di Homeschooling Kak Seto Pusat, Tangerang Selatan dan mengajar bimbel Primagama. Selain itu, ia juga aktif mengikuti kegiatan musik di kampus dan pernah menjabat sebagai ketua elemen Band di Pojok Seni Tarbiyah (Postar) dan anggota KMM RIAK UIN Syarif Hidayatullah Jakart. Grup musikalisasi Kemangilodi adalah grup musik prestasi terbesarnya, karena berbagai kejuaraan dan penampilan banyak ditorehkan. Selain bermusik, laki-laki yang menyukai warna hitam-putih ini juga gemar bersepeda. Menjadi penghibur adalah cita-cita utamanya, karena melihat orang lain tersenyum bahagia karena kita adalah anugerah yang terindah.


Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Alur pada Lima Cerpen Karya Dewi Dee Lestari dan Film Rectoverso serta Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

2 35 186

Gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan Cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah

19 175 84

Gaya bahasa kumpulan puisi hujan bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama

4 14 113

Masalah Sosial dalam kumpulan cerpen mata yang enak dipandang karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

7 128 101

Kebudayaan Tionghoa dalam novel dimsum terakhir karya Clarang dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Di SMA

0 7 158

Penggunaan diksi dalam media sosial facebook dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA

2 25 124

KONFLIK DALAM CERPEN PADA KUMPULAN CERPEN LAKI-LAKI PEMANGGUL GONI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

5 63 47

Potret Sejarah Revolusi Indonesia dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Karya Mochtar Lubis dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

6 81 167

Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Lukisan Kaligrafi karya A. Mustofa Bisri dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

4 25 93

Analisis Cerpen “Senyum” dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian Karya Nugroho Notosusanto (Sebuah Alternatif Materi Pembelajaran Sastra)

2 22 10