DOCRPIJM b449e4ea5b BAB IVBAB IV
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
DAFTAR ISI
BAB IV................................................................................................................................... 2
ANALISIS SOSIAL, LINGKUNGAN, DAN EKONOMI ................................................................... 2
4.1 ASPEK LINGKUNGAN........................................................................................................ 3
4.1.2 KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) ......................................................................... 10
4.2 ASPEK SOSIAL ................................................................................................................ 12
4.2.1 ASPEK SOSIAL PADA PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA ...................................... 15
4.2.2 ASPEK SOSIAL PADA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA ...................................... 15
4.2.3 ASPEK SOSIAL PADA PASCA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA ............................. 15
i
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
BAB IV
ANALISIS SOSIAL, LINGKUNGAN, DAN EKONOMI
Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang penting bagi kehidupan
umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam menyediakan sesuatu yang
diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan
lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya. Untuk
itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek konservasi dan
pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya berorientasi ekonomi hanya
membawa efek positif secara ekonomi tetapi menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan
kehidupan umat manusia. Oleh karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek
ekonomi tetapi juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian
serta kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber daya alam dan
lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta
keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga
keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya
memberi kesempatan dan ruang bagi peranserta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan
dan pembangunan berkelanjutan.
Peraturan dan perundang – undangan yang berhubungan dengan SAFEGUARD adalah :
•
Undang – undang No. 4 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup.
•
Undang-undang No. 5 tahun 1990, tentang Konversi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
•
Undang-undang No. 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang
•
Keputusan Presiden RI No. 23 tahun 1990 tentang Badan Pengendalian dampak Lingkungan
perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, kontrol masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang
penting.
•
Dengan demikian hak dan kewajiban masyarakat untuk memanfaatkan dan memelihara
keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam
pengelolaan dapat berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya alam,
termasuk kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati,
kerusakan konservasi alam, dan sebagainya. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
2
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(BAPEDAL) No. 056/1994, tanggal 18 Maret 1994 tentang Pedoman Ukuran dampak
Lingkungan
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep.12/MENLH/3/94, tanggal 14 Maret 1994 tentang
Pedoman Umum Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemanfaatan lingkungan
(UPL)
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.11/MENLH/3/94. tanggal 19 Maret 1994,
tentang jenis usaha atau kegiatan wajib dilengkapi SAFEGUARD
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.13/MENLH/3/94. tanggal 19 Maret 1994
tentang Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja Komisi SAFEGUARD
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.154/MENLH/3/1994, tanggal 19 Maret 1994
tentang Pedoman Umum Penyusunan SAFEGUARD Keputusan Menteri
•
Pekerjaan Umum No.17/KPTS/M/2003 tentang Petapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan
Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
4.1 ASPEK LINGKUNGAN
Prinsip Dasar
Prinsip AMDAL secara garis besar digambarkan sebagai berikut, semua kegiatan yang diajukan
dan atau akan diusulkan harus sesuai dengan prinsip lingkungan serta telah memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a.
Pengkajian lingkungan dan rencana penanggulangannya dapat berbentuk : (i) AMDAL (atau
ANDAL dan RKL/RPL), atau (ii) UKL/UPL, tergantung kategori dampak proyek dimaksud (lihat
daftar kategori, di bawah). Penentuan kategori lingkungan untuk masing-masing proyek
mengacu pada kriteria yang ditetapkan dalam kerangka safeguard ini.
b. AMDAL dan UKL/UPL harus dipandang sebagai alat untuk meningkatkan kualitas proyek.
Karena itu, AMDAL atau UKL/UPL harus menjadi bagian tak terpisahkan dari analisis
kelayakan teknis, ekonomi, sosial, institusional dan keuangan setiap usulan proyek.
c.
Sedapat mungkin proyek harus menghindari, atau meminimalkan, dampak negatif pada
lingkungan. Alternatif desain, termasuk alternatif tanpa proyek, harus dikaji dengan seksama
sebelum usulan proyek diajukan. Sebaliknya, proyek harus dirancang sedemikian sehingga
dampak positif dapat dimaksimalkan.
d. Proyek yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, dan dampaknya tidak dapat
dikelola melalui rancangan atau praktek-praktek konstruksi, harus disertai dengan AMDAL.
e.
Proyek yang mengganggu habitat alam kritis, masyarakat terasing dan rentan (IVP), kawasan
lindung, atau merupakan kawasan sengketa. Di samping itu, produksi, atau penggunaan :
3
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
• Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau.
• Asbes, berbagai tindakan pencegahan berkaitan dengan penggunaan asbes, seperti
renovasi bangunan yang menggunakan asbes, akan diterapkan.
• Bahan beracun berbahaya (B3). Proyek yang menggunakan, memproduksi, menyimpan
atau mengangkut bahan-beracun berbahaya (toksik, korosif, atau eksplosif) atau bahan
berkategori B3 dalam undang-undang Indonesia, tidak dapat dibiayai.
• Pestisida, herbisida, dan insektisida.
• Kekayaan budaya. Proyek yang merusak kekayaan budaya, termasuk barang, struktur fisik
dan lokasi yang dianggap sakral atau setidaknya memiliki nilai spiritual, tidak dapat
dibiayai.
f.
Karena alasan praktis, disarankan agar proyek investasi tahun I tidak termasuk proyek yang
perlu dilengkapi dengan AMDAL. Proyek-proyek dimaksud dapat diusulkan pada tahun II,
atau setelahnya.
Kategori Proyek
Safeguard lingkungan ini berlaku pada semua tahap pengembangan proyek, seperti: pengajuan
usulan, perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian proyek tiap proyek atau kegiatan yang
diusulkan dapat dikelompokkan ke dalam salah satu dari 3 kategori berikut. Kategorisasi serupa
berdasarkan peraturan-perundangan
jugaMengenai
dicantumkan
dalam
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang WajibNasional
Dilengkapi Analisis
Dampak Lingkungan
Hiduptabel.
untuk Bidang
Pekerjaan Umum/Cipta Karya
Tabel 4. 1 Jenis Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Jenis Rencana Usaha/Kegiatan
No.
1.
Persampahan
a.
2.
3.
4.
5.
6.
Besaran
Pembuangan dengan sistem controlled landfill, sanitary landfill dengan
≥ 40 Ha
luas landfill
b. TPA di daerah pasang surut dengan luas landfill
≥ 25 Ha
c. Pembangunan transfer station dengan kapasitas
≥ 1.000 ton/hari
Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota sedang dan kecil dengan luas
≥ 200 Ha
b. Kota besar dengan luas
≥ 100 Ha
c. Kota Metropolitan dengan luas
≥ 50 Ha
a. IPLT dan/IPAL dengan luas kolam
≥ 3 Ha
b. Pembangunan sistem perpipaan air limbah dengan luas layanan
Drainase Permukiman
a. Pembangunan saluran di kota besar/metropolitan
- lebar
- atau panjang
b. Pembangunan saluran di kota sedang
- lebar
- atau panjang
Air Bersih di kota besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi dengan luas layanan
b. Pembangunan jaringan transmisi, dengan panjang
Pengambilan air dari danau, sungai, mata air atau sumber air lainnya dengan
debit pengambilan
≥ 500 Ha
≥5m
≥ 10 km
≥ 10 m
≥ 15 km
≥ 1.500 Ha
≥ 25 Km
≥ 500 liter /detik
Sumber : Permen LH No. 11 Tahun 2006
4
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
Tabel 4. 2 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL-UPL untuk Dinas
Pekerjaan
CiptaPekerjaan
Karya Umum/Cipta Karya
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi Umum
UKL - UPLBidang
untuk Bidang
No.
1.
Jenis Usaha/Kegiatan
Skala (Besaran)
Dasar Pertimbangan
Alasan Ilmiah Khusus
Perubahan bentang alam
dan bentuk lahan, pengaruh
penggunaan teknologinya
terhadap lingkungan fisik kimia dan sosial ekonomi
budaya, introduksi jenis
hewan
Gangguan kesehatan, estetika,
bau, asap pembakaran, emisi bio
gas (H2S, Nox, Sox, Cox, dioxin),
pencemaran air tanah maupun air
permukaan
Ke dalam proses
pembusukan, keculai untuk
lokasi yang berada di
bantaran sungai, tidak
dibangun di sekitar
sungai/berbatasan langsung
dengan sungai
Leachate (air lindi), gangguan
cacing, gangguan lalat, keluhan
penduduk sekitar terhadap
keberadaan tempat pembuangan
sampah di sekitar, dll
Perubahan bentang alam
dan bentuk lahan,
eksploitasi dan
pemanfaatan sumber daya
alam yang menimbulkan
pemborosan dan
kemerosotan, pengaruhnya
terhadap lingkungan fisik kimiawi, biologi, sosial
ekonomi dan budaya
Perubahan tata guna lahan skala
kawasan, perubahan daya
dukung dan tingkat pelayanan
kota, bangkitan LHR, bangkitan
sampah dan limbah, perubahan
tingkat konsumsi air bersih,
perubahan koefisien KDB & KLB,
perubahan volume run - off,
perubahan kawasan resapan air,
kesenjangan sosial dengan
masyarakat sekitar
Persampahan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
dengan system control ladfill
atau sanitary landfill
a.
Luas
5 liter/det dan < 50
liter/det
Penerapan teknologinya
mempengaruhi lingkungan
fisik - kimiawi, proses dan
hasil kegiatannya
mempengaruhi lingkungan
Gangguan lalu lintas, kerusakan
prasarana dan sarana umum,
ketidakpuasan atas nilai
kompensasi
Gangguan lalu lintas, kerusakan
prasarana dan sarana umum,
Perubahan bentang alam
ketidakpuasan atas nilai
dan bentuk lahan,
kompensasi kerusakan property
penerapan teknologinya
atau kompensasi pembebasan
mempengaruhi lingkungan lahan, perubahan kualitas air di
fisik - kimiawi, proses dan bagian hilir saluran.
hasilnya mempengaruhi
lingkungan sosial, ekonomi
dan budaya
*) Pembangunan drainase
sekunder dan tertier di kota
sedang kemungkinan melewati
pemukiman padat
Gangguan lalu lintas, kebisingan,
kesehatan, getaran, gangguan
Perubahan bentuk lahan,
genangan lokal (dewatering),
proses teknologinya
gangguan cahaya, kebakaran,
mempengaruhi lingkungan bangkitan LHR, air limbah,
fisik - kimia, hasilnya
sampah, peningkatan kebutuhan
mempengaruhi lingkungan pelayanan prasarana dan sarana
sosial, ekonomi, budaya,
perkotaan (air bersih, air limbah,
flora fauna, perubahan
jalan akses, drainase, area
intensitas bangunan gedung parkir), perubahan KDB, KLB,
terhadap lingkungan
peningkatan kaki lima (PKL),
peningkatan emisi gas, bahan
yang bersifat ozon
Gangguan lalu lintas,
kecemburuan sosial antar
konsumen air bersih, konflik
Penerapan teknologinya
pemakaian sumber daya air,
mempengaruhi lingkungan
perubahan pasokan air,
fisik kimiawi, proses dan
penurunan muka tanah (land
hasilnya mempengaruhi
subsident) akibat penyedotan air
lingkungan sosial budaya,
tanah yang berlebihan, intrusi air
eksploitasi sumber daya air
asin, perubahan kualitas air
yang pemanfaatannya
berpotensi menimbulkan
*) Skala besaran wajib UKL/UPL
pemborosan maupun
untuk pengambilan dari mata air
kerusakan sumber daya
>5 liter/det s/d 1 Ha (kawasan perkotaan) dan/atau
> 5 Ha (kawasan perdesaan), memerlukan UKL/UPL
1.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Klasifikasi kota menurut sumber dari National Urban Development Strategic (NUDS) :
Kota Metropolitan Populasi >1.000.000 jiwa
Kota Besar Populasi 500.000 - 1.000.000 jiwa
Kota Sedang Populasi 200.000 - 500.000 jiwa
Kota Kecil Populasi 20.000 - 200.000 jiwa
Kota Kecamatan Populasi 3.000 - 20.000 jiwa
Pengadaan Lahan/Tanah
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali terpicu jika suatu proyek yang akan didanai berlokasi
pada tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh usaha privat selama lebih dari
satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus
dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar
7
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
kehidupan warga yang terkena dampak negatif akibat pengadaan tanah ini. Prinsip pengadaan
tanah dan pemukiman kembali harus dilakukan secara :
a.
Transparan: Proyek dan kegiatannya yang terkait harus diinformasikan secara transparan
kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain,
daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan terkena;
b. Partisipatif: Warga yang mungkin perlu dipindahkan (Displaced People - DP) harus terlibat
dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan
bentuk kompensasi, dan lokasi pemukiman kembali;
c.
Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan warga yang terkena
dampak. Warga dimaksud memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi yang memadai,
seperti tanah alternatif dan/atau uang kompensasi yang sama dengan harga pasar tanah dan
aset. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus
ditanggung oleh Pemrakarsa. Warga yang terkena harus diberi kesempatan untuk
membahas secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan
jumlah kompensasi dan/atau pemukiman kembali;
d. Terdapat sejumlah cara untuk menghitung kompensasi: i). tanah, berdasarkan nilai pasar
setempat yang mempunyai nilai ekonomi atau keuntungan lokasional yang sama, yang
berlaku pada saat pembayaran ganti rugi; ii). bangunan, berdasarkan nilai pasar setempat
untuk kondisi/kualitas bangunan yang sama; iii). tanaman, sesuai dengan harga pasar,
ditambah perhitungan atas kerugian non-material; dan iv). aset lain, diganti dengan aset
yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
memperoleh aset yang sama.
e.
Pihak-pihak terkena yang dimaksud di sini dapat termasuk orang, badan hukum, atau
lembaga yang, karena implementasi proyek, terkena dampak dalam bentuk seperti: a).
faktor fisik, berupa tanah, bangunan, tanaman, atau aset lainnya; dan b). faktor non-fisik,
berupa manfaat lokasional, akses ke tempat kerja, infrastruktur, dan sebagainya.
Berdasarkan alas haknya, kategori spesifik warga atau pihak yang terkena adalah sebagai
berikut: i).pemilik – orang yang memiliki hak atas tanah, termasuk masyarakat adat
pemegang hak ulayat; ii). penyewa - orang atau pihak yang menguasai tanah berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan tertentu dengan pemilik tanah; iii). penggarap – orang atau
pihak yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak, atau perjanjian dengan pemilik
tanah; dan iv). nadzir – orang atau pihak yang mengelola tanah wakaf.
f.
Warga atau pihak yang terkena perlu menyepakati suatu nilai kompensasi tertentu, atau jika
dapat diterima, secara sukarela menyumbangkan sebagian tanah dan asetnya kepada
proyek. Pertemuan dan diskusi di kalangan warga atau pihak yang terkena, difasilitasi oleh
8
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
Forum Stakeholders, akan diatur untuk menjamin bahwa warga atau pihak tersebut dapat
mengambil keputusan secara independen.
g.
Pemberian secara sukarela hanya dapat dipertimbangkan jika warga yang terkena
mendapatkan manfaat langsung yang jauh melebihi harga tanah (dibuktikan dengan
perhitungan yang dilakukan oleh kedua belah pihak), sama dengan atau kurang dari 10% dari
luas tanah tersebut, dan dikuatkan oleh surat persetujuan yang ditandatangani oleh warga
dimaksud setelah mereka melakukan pembicaraan terpisah seperti dimaksud pada butir F di
atas dan mendapatkan penjelasan atas hak-hak mereka. Tim Pemantau Safeguard harus
memastikan bahwa tidak ada paksaan atas warga tersebut untuk memberikan tanahnya
secara sukarela. Persetujuan ini harus didokumentasikan dalam dokumen resmi (legal).
Proyek harus sudah memiliki batas-batas (alignment) tanah yang dibutuhkan, jumlah warga yang
harus dipindahkan, informasi umum tentang pendapatan dan mata pencaharian warga tersebut,
dan harga pasar tanah yang berlaku, yang diajukan oleh Pemrakarsa dan didukung oleh formulir
NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), sebelum pengadaan tanah (dengan atau tanpa pemukiman
kembali) dilaksanakan Apabila ada konflik atau inkonsistensi antara peraturan-perundangan yang
berlaku di Indonesia dan prinsip atau prosedur yang ditetapkan dalam kerangka pengadaan tanah
ini, maka Pemerintah Republik Indonesia, termasuk Pemerintah Kota/Kabupaten peserta USDRP,
akan mengabaikan peraturan-perundangan tersebut sejauh diperlukan, sehingga implementasi
kerangka ini dapat berlangsung efektif :
-
Proyek harus disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan pihak yang berkepentingan,
khususnya warga yang dipindahkan.
-
Sosialisasi dan konsultasi harus meliputi: informasi menyeluruh mengenai ukuran, isi,
rencana pelaksanaan, keuntungan dan risiko, serta dampak negatif yang mungkin terjadi
akibat proyek yang diusulkan.
-
Warga yang dipindahkan harus memahami hak-haknya, memiliki cukup waktu dan
kesempatan untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara independen.
-
Setiap keputusan dan rencana safeguard harus diinformasikan secara luas kepada orangorang yang dipindahkan.
Yang berhak menerima santunan :
•
Pemilik-pemegang hak atas lahan, termasuk lahan ulayat (masyarakat adat), bangunan,
tanaman, atau aset lainnya;
•
Penyewa-menguasai lahan berdasarkan perjanjian dengan pemilik lahan;
•
Penggarap-menguasai lahan secara fisik tanpa alas hak, dengan atau tanpa ijin pemilik lahan;
•
Nadzir, bagi lahan wakaf
9
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
Cara menghitung kompensasi :
Prinsip: kompensasi merupakan biaya penggantian nyata yang memungkinkan warga yang
terkena proyek dapat membeli lahan, bangunan,atau aset lainnya sesuai dengan besaran dan
kualitas yang dimiliki sebelumnya.
Contoh cara menghitung :
•
Lahan: berdasarkan nilai pasar setempat, untuk nilai dan keuntungan lokasi yang sama,
yang berlaku saat pembayaran ganti rugi;
•
Bangunan: berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi / kualitas bangunan yang sama;
•
Tanaman: sesuai harga pasar, ditambah dengan perhitungan atas kerugian immaterial
•
Aset lain: diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan biaya
untuk memperoleh aset yang sama
Pengaduan /klaim :
Keluhan atau pengaduan berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan lahan disampaikan ke :
•
Pemda, sebagai Pemrakarsa
•
Forum Stakeholders
•
Tim Pengawas Safeguards
Materi yang tertuang dalam dokumen AMDAL/UKL/UPL :
Identitas Pemrakarsa: nama lembaga, nama penanggungjawab rencana kegiatan, dan alamat
kantor.
a.
Rencana Kegiatan : nama, lokasi, skala kegiatan, garis besar komponen rencana kegiatan
(Prakonstruksi, konstruksi, dan operasi)
b. Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi: kegiatan yang menjadi sumber dampak, jenis, dan
besaran dampak
c.
Program Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan: langkah-langkah untuk mencegah dan
mengelola dampak, termasuk untuk menanggulangi keadaan darurat; Kegiatan
pemantauan, tolok ukur untuk menilai efektivitas pengelolaan lingkungan.
d. Tanda Tangan dan Cap: menyatakan komitmen Pemrakarsa untuk melaksanakan UKL/UPL
tersebut.
4.1.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM
per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2)
kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan
intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran
hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan
10
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau
terancamnya
keberlanjutan
penghidupan
sekelompok
masyarakat;
dan/atau
(7)
peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi
menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap selanjutnya setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas
tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria
penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No.9/2011 tentang Pedoman
Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa
KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan
persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria
penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun
KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan,
dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya.
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan.
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk
mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan kebijakan, rencana, dan/atau
program dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan
disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan
dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan
beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana
dan/atau program yang ada.
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan kebijakan,
rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana,
dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau
bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
11
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan,
rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
4.2 ASPEK SOSIAL
Prinsip Dasar
Analisis dampak Lingkungan dan sosial proyek adalah suatu kegiatan pengkajian mengenai
dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun positif yang diprediksikan akan terjadi di
saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini penting dilaksanakan sebagai bagian dari
upaya safeguard lingkungan dan sosial. Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan
terkait dengan isu-isu strategis yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain
sebagai berikut :
1.
Lapangan Pekerjaan (Temporer)
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap terbukanya
kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap pembangunan. Pada
tahap ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja yang membutuhkan sejumlah tenaga
kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan khusus maupun unskilled. Peluang kerja
ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang
kerja, kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha masyarakat baik
formal maupun informal.
2.
Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran dan
peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian masyarakat dan
penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan, perencanaan maupun tahap
pembangunan.
3.
Penguatan Organisasi Masyarakat
Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak
terhadap menguatnya organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat.
4.
Kearifan Lokal
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi
melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local wisdom). Penguatan
kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang secara konsisten dilakukan melalui
pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilainilai kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan
atas perbedaan pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan lokal.
12
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
5.
Keterbukaan dan Demokrasi
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi
melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi dan keterbukaan
masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat dari proses dan dinamika warga
masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari proses paling awal seperti saat
perencanaan hingga ke proses pelaksanaan pembangunan.
6.
Transparansi dan Akuntabilitas
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi
melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi dan akuntabilitas, hal ini dapat
dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam
konteks pengelolaan dana pembangunan).
7.
Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan
Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan masyarakat di
sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap persiapan, perencanaan sampai tahap pembangunan.
Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari keberadaan manusia sebagai makhluk sosial
yang selalu melakukan interaksi baik terhadap sesamanya maupun terhadap lingkungan di
sekitarnya. Kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok
diperkirakan menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan
dengan konstruksi relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.
8.
Konflik Sosial
Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan, pengelolaan
keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang sangat potensial
menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat
ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari masyarakat dengan kebijakan proyek
yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya kuatnya intervensi pemerintah dan aparat
desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat
terhadap rencana pembangunan, selain itu karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh oknum ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.
9. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan kelompok
rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk berpartisipasi aktif dalam
perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi.
Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak akan mewakili
komunitas keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu diperlukan upayaupaya khusus untuk memastikan keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
13
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
10. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat
Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang sepenuhnya tidak
ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal, akan menimbulkan sikap dan
persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap segala
kegiatan yang dilaksanakan. Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila
kegiatan proyek Re-Kompak menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi, budaya,
kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam jangka waktu lama
akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik vertikal
maupun horizontal.
11. Pembebasan Lahan/Tanah
Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau seluruhnya
lahan/tanah milik perorangan atau kelompok (pemerintah/swasta) yang akan digunakan sebagai
tapak pembangunan infrastruktur sehingga dalam implementasinya akan dilaksanakan
pembebasan terhadap lahan/tanah tersebut. Dalam proses pembebasan lahan/tanah tersebut
dimungkinkan akan menimbulkan dampak terjadinya perselisihan yang membutuhkan
penanganan secara komprehensif dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu
pendekatan dan cara yang manusiawi dan berkeadilan.
Tujuan Kegiatan
Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis dampak sosial
terhadap Pelaksanaan Proyek yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga Donor dan Pelaksana Proyek dalam
melakukan evaluasi kebijakan selama proyek berjalan.
Secara khusus tujuan dari kegiatan ini adalah :
a. Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan yang berpotensi
menjadi sumber dampak terhadap lingkungan sosial masyarakat. Dampak penting yang timbul
dapat berupa dampak positif maupun negatif baik langsung maupun tidak langsung.
b. Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak pada saat
pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan sosial yang akan diidentifikasi mencakup
demografi, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat.
c. Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang berpotensi terhadap
lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, baik positif maupun negatif.
d. Menganalisis kemungkinan pencegahan dan atau pengendalian terhadap dampak yang tidak
dikehendaki dan meningkatkan dampak yang dikehendaki agar masyarakat mendapatkan
manfaat dari perubahan yang terjadi.
e. Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau dampak yang nyata dan terjadi)
maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan efektivitasnya).
14
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
Kegunaan Kegiatan Analisis Dampak Sosial
a.
Membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif yang layak bagi pelaksanaan
pembangunan dari segi lingkungan sosial ekonomi dan budaya.
b. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial dalam setiap tahapan rencana kegiatan
pembangunan.
c.
Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sosial.
Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan dampak positif dan
menghindari dampak negatif yang mungkin timbul dari kegiatan pembangunan perumahan
dan lingkungan.
4.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak- lanjuti
adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang
disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,
karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya.
Pengarusutamaan
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang
Cipta Karya terhadap gender. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan
awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga
permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa dating.
4.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat
penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,
pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
4.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi masyarakat.
Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana
dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang
menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk
mendapatkan akses pelayanan tersebut. Hasil identifikasi aspek social pasca pelaksanaan
pembangunan bidang Cipta Karya.
15
DAFTAR ISI
BAB IV................................................................................................................................... 2
ANALISIS SOSIAL, LINGKUNGAN, DAN EKONOMI ................................................................... 2
4.1 ASPEK LINGKUNGAN........................................................................................................ 3
4.1.2 KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) ......................................................................... 10
4.2 ASPEK SOSIAL ................................................................................................................ 12
4.2.1 ASPEK SOSIAL PADA PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA ...................................... 15
4.2.2 ASPEK SOSIAL PADA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA ...................................... 15
4.2.3 ASPEK SOSIAL PADA PASCA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA ............................. 15
i
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
BAB IV
ANALISIS SOSIAL, LINGKUNGAN, DAN EKONOMI
Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang penting bagi kehidupan
umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam menyediakan sesuatu yang
diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan
lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya. Untuk
itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek konservasi dan
pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya berorientasi ekonomi hanya
membawa efek positif secara ekonomi tetapi menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan
kehidupan umat manusia. Oleh karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek
ekonomi tetapi juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian
serta kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber daya alam dan
lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta
keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga
keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya
memberi kesempatan dan ruang bagi peranserta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan
dan pembangunan berkelanjutan.
Peraturan dan perundang – undangan yang berhubungan dengan SAFEGUARD adalah :
•
Undang – undang No. 4 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup.
•
Undang-undang No. 5 tahun 1990, tentang Konversi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
•
Undang-undang No. 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang
•
Keputusan Presiden RI No. 23 tahun 1990 tentang Badan Pengendalian dampak Lingkungan
perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, kontrol masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang
penting.
•
Dengan demikian hak dan kewajiban masyarakat untuk memanfaatkan dan memelihara
keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan harus dapat dioptimalkan. Kesalahan dalam
pengelolaan dapat berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan sumber daya alam,
termasuk kerusakan hutan lindung, pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati,
kerusakan konservasi alam, dan sebagainya. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
2
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(BAPEDAL) No. 056/1994, tanggal 18 Maret 1994 tentang Pedoman Ukuran dampak
Lingkungan
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep.12/MENLH/3/94, tanggal 14 Maret 1994 tentang
Pedoman Umum Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemanfaatan lingkungan
(UPL)
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.11/MENLH/3/94. tanggal 19 Maret 1994,
tentang jenis usaha atau kegiatan wajib dilengkapi SAFEGUARD
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.13/MENLH/3/94. tanggal 19 Maret 1994
tentang Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja Komisi SAFEGUARD
•
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.154/MENLH/3/1994, tanggal 19 Maret 1994
tentang Pedoman Umum Penyusunan SAFEGUARD Keputusan Menteri
•
Pekerjaan Umum No.17/KPTS/M/2003 tentang Petapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan
Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
4.1 ASPEK LINGKUNGAN
Prinsip Dasar
Prinsip AMDAL secara garis besar digambarkan sebagai berikut, semua kegiatan yang diajukan
dan atau akan diusulkan harus sesuai dengan prinsip lingkungan serta telah memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a.
Pengkajian lingkungan dan rencana penanggulangannya dapat berbentuk : (i) AMDAL (atau
ANDAL dan RKL/RPL), atau (ii) UKL/UPL, tergantung kategori dampak proyek dimaksud (lihat
daftar kategori, di bawah). Penentuan kategori lingkungan untuk masing-masing proyek
mengacu pada kriteria yang ditetapkan dalam kerangka safeguard ini.
b. AMDAL dan UKL/UPL harus dipandang sebagai alat untuk meningkatkan kualitas proyek.
Karena itu, AMDAL atau UKL/UPL harus menjadi bagian tak terpisahkan dari analisis
kelayakan teknis, ekonomi, sosial, institusional dan keuangan setiap usulan proyek.
c.
Sedapat mungkin proyek harus menghindari, atau meminimalkan, dampak negatif pada
lingkungan. Alternatif desain, termasuk alternatif tanpa proyek, harus dikaji dengan seksama
sebelum usulan proyek diajukan. Sebaliknya, proyek harus dirancang sedemikian sehingga
dampak positif dapat dimaksimalkan.
d. Proyek yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, dan dampaknya tidak dapat
dikelola melalui rancangan atau praktek-praktek konstruksi, harus disertai dengan AMDAL.
e.
Proyek yang mengganggu habitat alam kritis, masyarakat terasing dan rentan (IVP), kawasan
lindung, atau merupakan kawasan sengketa. Di samping itu, produksi, atau penggunaan :
3
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
• Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau.
• Asbes, berbagai tindakan pencegahan berkaitan dengan penggunaan asbes, seperti
renovasi bangunan yang menggunakan asbes, akan diterapkan.
• Bahan beracun berbahaya (B3). Proyek yang menggunakan, memproduksi, menyimpan
atau mengangkut bahan-beracun berbahaya (toksik, korosif, atau eksplosif) atau bahan
berkategori B3 dalam undang-undang Indonesia, tidak dapat dibiayai.
• Pestisida, herbisida, dan insektisida.
• Kekayaan budaya. Proyek yang merusak kekayaan budaya, termasuk barang, struktur fisik
dan lokasi yang dianggap sakral atau setidaknya memiliki nilai spiritual, tidak dapat
dibiayai.
f.
Karena alasan praktis, disarankan agar proyek investasi tahun I tidak termasuk proyek yang
perlu dilengkapi dengan AMDAL. Proyek-proyek dimaksud dapat diusulkan pada tahun II,
atau setelahnya.
Kategori Proyek
Safeguard lingkungan ini berlaku pada semua tahap pengembangan proyek, seperti: pengajuan
usulan, perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian proyek tiap proyek atau kegiatan yang
diusulkan dapat dikelompokkan ke dalam salah satu dari 3 kategori berikut. Kategorisasi serupa
berdasarkan peraturan-perundangan
jugaMengenai
dicantumkan
dalam
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang WajibNasional
Dilengkapi Analisis
Dampak Lingkungan
Hiduptabel.
untuk Bidang
Pekerjaan Umum/Cipta Karya
Tabel 4. 1 Jenis Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Jenis Rencana Usaha/Kegiatan
No.
1.
Persampahan
a.
2.
3.
4.
5.
6.
Besaran
Pembuangan dengan sistem controlled landfill, sanitary landfill dengan
≥ 40 Ha
luas landfill
b. TPA di daerah pasang surut dengan luas landfill
≥ 25 Ha
c. Pembangunan transfer station dengan kapasitas
≥ 1.000 ton/hari
Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota sedang dan kecil dengan luas
≥ 200 Ha
b. Kota besar dengan luas
≥ 100 Ha
c. Kota Metropolitan dengan luas
≥ 50 Ha
a. IPLT dan/IPAL dengan luas kolam
≥ 3 Ha
b. Pembangunan sistem perpipaan air limbah dengan luas layanan
Drainase Permukiman
a. Pembangunan saluran di kota besar/metropolitan
- lebar
- atau panjang
b. Pembangunan saluran di kota sedang
- lebar
- atau panjang
Air Bersih di kota besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi dengan luas layanan
b. Pembangunan jaringan transmisi, dengan panjang
Pengambilan air dari danau, sungai, mata air atau sumber air lainnya dengan
debit pengambilan
≥ 500 Ha
≥5m
≥ 10 km
≥ 10 m
≥ 15 km
≥ 1.500 Ha
≥ 25 Km
≥ 500 liter /detik
Sumber : Permen LH No. 11 Tahun 2006
4
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
Tabel 4. 2 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL-UPL untuk Dinas
Pekerjaan
CiptaPekerjaan
Karya Umum/Cipta Karya
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi Umum
UKL - UPLBidang
untuk Bidang
No.
1.
Jenis Usaha/Kegiatan
Skala (Besaran)
Dasar Pertimbangan
Alasan Ilmiah Khusus
Perubahan bentang alam
dan bentuk lahan, pengaruh
penggunaan teknologinya
terhadap lingkungan fisik kimia dan sosial ekonomi
budaya, introduksi jenis
hewan
Gangguan kesehatan, estetika,
bau, asap pembakaran, emisi bio
gas (H2S, Nox, Sox, Cox, dioxin),
pencemaran air tanah maupun air
permukaan
Ke dalam proses
pembusukan, keculai untuk
lokasi yang berada di
bantaran sungai, tidak
dibangun di sekitar
sungai/berbatasan langsung
dengan sungai
Leachate (air lindi), gangguan
cacing, gangguan lalat, keluhan
penduduk sekitar terhadap
keberadaan tempat pembuangan
sampah di sekitar, dll
Perubahan bentang alam
dan bentuk lahan,
eksploitasi dan
pemanfaatan sumber daya
alam yang menimbulkan
pemborosan dan
kemerosotan, pengaruhnya
terhadap lingkungan fisik kimiawi, biologi, sosial
ekonomi dan budaya
Perubahan tata guna lahan skala
kawasan, perubahan daya
dukung dan tingkat pelayanan
kota, bangkitan LHR, bangkitan
sampah dan limbah, perubahan
tingkat konsumsi air bersih,
perubahan koefisien KDB & KLB,
perubahan volume run - off,
perubahan kawasan resapan air,
kesenjangan sosial dengan
masyarakat sekitar
Persampahan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
dengan system control ladfill
atau sanitary landfill
a.
Luas
5 liter/det dan < 50
liter/det
Penerapan teknologinya
mempengaruhi lingkungan
fisik - kimiawi, proses dan
hasil kegiatannya
mempengaruhi lingkungan
Gangguan lalu lintas, kerusakan
prasarana dan sarana umum,
ketidakpuasan atas nilai
kompensasi
Gangguan lalu lintas, kerusakan
prasarana dan sarana umum,
Perubahan bentang alam
ketidakpuasan atas nilai
dan bentuk lahan,
kompensasi kerusakan property
penerapan teknologinya
atau kompensasi pembebasan
mempengaruhi lingkungan lahan, perubahan kualitas air di
fisik - kimiawi, proses dan bagian hilir saluran.
hasilnya mempengaruhi
lingkungan sosial, ekonomi
dan budaya
*) Pembangunan drainase
sekunder dan tertier di kota
sedang kemungkinan melewati
pemukiman padat
Gangguan lalu lintas, kebisingan,
kesehatan, getaran, gangguan
Perubahan bentuk lahan,
genangan lokal (dewatering),
proses teknologinya
gangguan cahaya, kebakaran,
mempengaruhi lingkungan bangkitan LHR, air limbah,
fisik - kimia, hasilnya
sampah, peningkatan kebutuhan
mempengaruhi lingkungan pelayanan prasarana dan sarana
sosial, ekonomi, budaya,
perkotaan (air bersih, air limbah,
flora fauna, perubahan
jalan akses, drainase, area
intensitas bangunan gedung parkir), perubahan KDB, KLB,
terhadap lingkungan
peningkatan kaki lima (PKL),
peningkatan emisi gas, bahan
yang bersifat ozon
Gangguan lalu lintas,
kecemburuan sosial antar
konsumen air bersih, konflik
Penerapan teknologinya
pemakaian sumber daya air,
mempengaruhi lingkungan
perubahan pasokan air,
fisik kimiawi, proses dan
penurunan muka tanah (land
hasilnya mempengaruhi
subsident) akibat penyedotan air
lingkungan sosial budaya,
tanah yang berlebihan, intrusi air
eksploitasi sumber daya air
asin, perubahan kualitas air
yang pemanfaatannya
berpotensi menimbulkan
*) Skala besaran wajib UKL/UPL
pemborosan maupun
untuk pengambilan dari mata air
kerusakan sumber daya
>5 liter/det s/d 1 Ha (kawasan perkotaan) dan/atau
> 5 Ha (kawasan perdesaan), memerlukan UKL/UPL
1.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Klasifikasi kota menurut sumber dari National Urban Development Strategic (NUDS) :
Kota Metropolitan Populasi >1.000.000 jiwa
Kota Besar Populasi 500.000 - 1.000.000 jiwa
Kota Sedang Populasi 200.000 - 500.000 jiwa
Kota Kecil Populasi 20.000 - 200.000 jiwa
Kota Kecamatan Populasi 3.000 - 20.000 jiwa
Pengadaan Lahan/Tanah
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali terpicu jika suatu proyek yang akan didanai berlokasi
pada tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh usaha privat selama lebih dari
satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus
dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar
7
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
kehidupan warga yang terkena dampak negatif akibat pengadaan tanah ini. Prinsip pengadaan
tanah dan pemukiman kembali harus dilakukan secara :
a.
Transparan: Proyek dan kegiatannya yang terkait harus diinformasikan secara transparan
kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain,
daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan terkena;
b. Partisipatif: Warga yang mungkin perlu dipindahkan (Displaced People - DP) harus terlibat
dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan
bentuk kompensasi, dan lokasi pemukiman kembali;
c.
Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan warga yang terkena
dampak. Warga dimaksud memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi yang memadai,
seperti tanah alternatif dan/atau uang kompensasi yang sama dengan harga pasar tanah dan
aset. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus
ditanggung oleh Pemrakarsa. Warga yang terkena harus diberi kesempatan untuk
membahas secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan
jumlah kompensasi dan/atau pemukiman kembali;
d. Terdapat sejumlah cara untuk menghitung kompensasi: i). tanah, berdasarkan nilai pasar
setempat yang mempunyai nilai ekonomi atau keuntungan lokasional yang sama, yang
berlaku pada saat pembayaran ganti rugi; ii). bangunan, berdasarkan nilai pasar setempat
untuk kondisi/kualitas bangunan yang sama; iii). tanaman, sesuai dengan harga pasar,
ditambah perhitungan atas kerugian non-material; dan iv). aset lain, diganti dengan aset
yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
memperoleh aset yang sama.
e.
Pihak-pihak terkena yang dimaksud di sini dapat termasuk orang, badan hukum, atau
lembaga yang, karena implementasi proyek, terkena dampak dalam bentuk seperti: a).
faktor fisik, berupa tanah, bangunan, tanaman, atau aset lainnya; dan b). faktor non-fisik,
berupa manfaat lokasional, akses ke tempat kerja, infrastruktur, dan sebagainya.
Berdasarkan alas haknya, kategori spesifik warga atau pihak yang terkena adalah sebagai
berikut: i).pemilik – orang yang memiliki hak atas tanah, termasuk masyarakat adat
pemegang hak ulayat; ii). penyewa - orang atau pihak yang menguasai tanah berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan tertentu dengan pemilik tanah; iii). penggarap – orang atau
pihak yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak, atau perjanjian dengan pemilik
tanah; dan iv). nadzir – orang atau pihak yang mengelola tanah wakaf.
f.
Warga atau pihak yang terkena perlu menyepakati suatu nilai kompensasi tertentu, atau jika
dapat diterima, secara sukarela menyumbangkan sebagian tanah dan asetnya kepada
proyek. Pertemuan dan diskusi di kalangan warga atau pihak yang terkena, difasilitasi oleh
8
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
Forum Stakeholders, akan diatur untuk menjamin bahwa warga atau pihak tersebut dapat
mengambil keputusan secara independen.
g.
Pemberian secara sukarela hanya dapat dipertimbangkan jika warga yang terkena
mendapatkan manfaat langsung yang jauh melebihi harga tanah (dibuktikan dengan
perhitungan yang dilakukan oleh kedua belah pihak), sama dengan atau kurang dari 10% dari
luas tanah tersebut, dan dikuatkan oleh surat persetujuan yang ditandatangani oleh warga
dimaksud setelah mereka melakukan pembicaraan terpisah seperti dimaksud pada butir F di
atas dan mendapatkan penjelasan atas hak-hak mereka. Tim Pemantau Safeguard harus
memastikan bahwa tidak ada paksaan atas warga tersebut untuk memberikan tanahnya
secara sukarela. Persetujuan ini harus didokumentasikan dalam dokumen resmi (legal).
Proyek harus sudah memiliki batas-batas (alignment) tanah yang dibutuhkan, jumlah warga yang
harus dipindahkan, informasi umum tentang pendapatan dan mata pencaharian warga tersebut,
dan harga pasar tanah yang berlaku, yang diajukan oleh Pemrakarsa dan didukung oleh formulir
NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), sebelum pengadaan tanah (dengan atau tanpa pemukiman
kembali) dilaksanakan Apabila ada konflik atau inkonsistensi antara peraturan-perundangan yang
berlaku di Indonesia dan prinsip atau prosedur yang ditetapkan dalam kerangka pengadaan tanah
ini, maka Pemerintah Republik Indonesia, termasuk Pemerintah Kota/Kabupaten peserta USDRP,
akan mengabaikan peraturan-perundangan tersebut sejauh diperlukan, sehingga implementasi
kerangka ini dapat berlangsung efektif :
-
Proyek harus disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan pihak yang berkepentingan,
khususnya warga yang dipindahkan.
-
Sosialisasi dan konsultasi harus meliputi: informasi menyeluruh mengenai ukuran, isi,
rencana pelaksanaan, keuntungan dan risiko, serta dampak negatif yang mungkin terjadi
akibat proyek yang diusulkan.
-
Warga yang dipindahkan harus memahami hak-haknya, memiliki cukup waktu dan
kesempatan untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara independen.
-
Setiap keputusan dan rencana safeguard harus diinformasikan secara luas kepada orangorang yang dipindahkan.
Yang berhak menerima santunan :
•
Pemilik-pemegang hak atas lahan, termasuk lahan ulayat (masyarakat adat), bangunan,
tanaman, atau aset lainnya;
•
Penyewa-menguasai lahan berdasarkan perjanjian dengan pemilik lahan;
•
Penggarap-menguasai lahan secara fisik tanpa alas hak, dengan atau tanpa ijin pemilik lahan;
•
Nadzir, bagi lahan wakaf
9
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
Cara menghitung kompensasi :
Prinsip: kompensasi merupakan biaya penggantian nyata yang memungkinkan warga yang
terkena proyek dapat membeli lahan, bangunan,atau aset lainnya sesuai dengan besaran dan
kualitas yang dimiliki sebelumnya.
Contoh cara menghitung :
•
Lahan: berdasarkan nilai pasar setempat, untuk nilai dan keuntungan lokasi yang sama,
yang berlaku saat pembayaran ganti rugi;
•
Bangunan: berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi / kualitas bangunan yang sama;
•
Tanaman: sesuai harga pasar, ditambah dengan perhitungan atas kerugian immaterial
•
Aset lain: diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan biaya
untuk memperoleh aset yang sama
Pengaduan /klaim :
Keluhan atau pengaduan berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan lahan disampaikan ke :
•
Pemda, sebagai Pemrakarsa
•
Forum Stakeholders
•
Tim Pengawas Safeguards
Materi yang tertuang dalam dokumen AMDAL/UKL/UPL :
Identitas Pemrakarsa: nama lembaga, nama penanggungjawab rencana kegiatan, dan alamat
kantor.
a.
Rencana Kegiatan : nama, lokasi, skala kegiatan, garis besar komponen rencana kegiatan
(Prakonstruksi, konstruksi, dan operasi)
b. Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi: kegiatan yang menjadi sumber dampak, jenis, dan
besaran dampak
c.
Program Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan: langkah-langkah untuk mencegah dan
mengelola dampak, termasuk untuk menanggulangi keadaan darurat; Kegiatan
pemantauan, tolok ukur untuk menilai efektivitas pengelolaan lingkungan.
d. Tanda Tangan dan Cap: menyatakan komitmen Pemrakarsa untuk melaksanakan UKL/UPL
tersebut.
4.1.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM
per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2)
kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan
intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran
hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan
10
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau
terancamnya
keberlanjutan
penghidupan
sekelompok
masyarakat;
dan/atau
(7)
peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi
menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap selanjutnya setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas
tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria
penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No.9/2011 tentang Pedoman
Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa
KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan
persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria
penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun
KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan,
dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya.
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan.
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk
mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan kebijakan, rencana, dan/atau
program dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan
disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan
dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan
beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana
dan/atau program yang ada.
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan kebijakan,
rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana,
dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau
bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
11
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan,
rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
4.2 ASPEK SOSIAL
Prinsip Dasar
Analisis dampak Lingkungan dan sosial proyek adalah suatu kegiatan pengkajian mengenai
dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun positif yang diprediksikan akan terjadi di
saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini penting dilaksanakan sebagai bagian dari
upaya safeguard lingkungan dan sosial. Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan
terkait dengan isu-isu strategis yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain
sebagai berikut :
1.
Lapangan Pekerjaan (Temporer)
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap terbukanya
kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah tahap pembangunan. Pada
tahap ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja yang membutuhkan sejumlah tenaga
kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan khusus maupun unskilled. Peluang kerja
ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang
kerja, kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha masyarakat baik
formal maupun informal.
2.
Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran dan
peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian masyarakat dan
penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan, perencanaan maupun tahap
pembangunan.
3.
Penguatan Organisasi Masyarakat
Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan dampak
terhadap menguatnya organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat.
4.
Kearifan Lokal
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi
melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local wisdom). Penguatan
kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang secara konsisten dilakukan melalui
pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilainilai kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan
atas perbedaan pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan lokal.
12
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
5.
Keterbukaan dan Demokrasi
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi
melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi dan keterbukaan
masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat dari proses dan dinamika warga
masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari proses paling awal seperti saat
perencanaan hingga ke proses pelaksanaan pembangunan.
6.
Transparansi dan Akuntabilitas
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas yang berpotensi
melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi dan akuntabilitas, hal ini dapat
dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam
konteks pengelolaan dana pembangunan).
7.
Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan
Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan masyarakat di
sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap persiapan, perencanaan sampai tahap pembangunan.
Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari keberadaan manusia sebagai makhluk sosial
yang selalu melakukan interaksi baik terhadap sesamanya maupun terhadap lingkungan di
sekitarnya. Kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok
diperkirakan menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan
dengan konstruksi relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.
8.
Konflik Sosial
Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan, pengelolaan
keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang sangat potensial
menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat
ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari masyarakat dengan kebijakan proyek
yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya kuatnya intervensi pemerintah dan aparat
desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat
terhadap rencana pembangunan, selain itu karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh oknum ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.
9. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan kelompok
rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk berpartisipasi aktif dalam
perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi.
Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak akan mewakili
komunitas keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu diperlukan upayaupaya khusus untuk memastikan keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
13
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
10. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat
Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang sepenuhnya tidak
ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal, akan menimbulkan sikap dan
persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap segala
kegiatan yang dilaksanakan. Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila
kegiatan proyek Re-Kompak menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi, budaya,
kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam jangka waktu lama
akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik vertikal
maupun horizontal.
11. Pembebasan Lahan/Tanah
Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau seluruhnya
lahan/tanah milik perorangan atau kelompok (pemerintah/swasta) yang akan digunakan sebagai
tapak pembangunan infrastruktur sehingga dalam implementasinya akan dilaksanakan
pembebasan terhadap lahan/tanah tersebut. Dalam proses pembebasan lahan/tanah tersebut
dimungkinkan akan menimbulkan dampak terjadinya perselisihan yang membutuhkan
penanganan secara komprehensif dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu
pendekatan dan cara yang manusiawi dan berkeadilan.
Tujuan Kegiatan
Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis dampak sosial
terhadap Pelaksanaan Proyek yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga Donor dan Pelaksana Proyek dalam
melakukan evaluasi kebijakan selama proyek berjalan.
Secara khusus tujuan dari kegiatan ini adalah :
a. Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan yang berpotensi
menjadi sumber dampak terhadap lingkungan sosial masyarakat. Dampak penting yang timbul
dapat berupa dampak positif maupun negatif baik langsung maupun tidak langsung.
b. Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak pada saat
pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan sosial yang akan diidentifikasi mencakup
demografi, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat.
c. Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang berpotensi terhadap
lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, baik positif maupun negatif.
d. Menganalisis kemungkinan pencegahan dan atau pengendalian terhadap dampak yang tidak
dikehendaki dan meningkatkan dampak yang dikehendaki agar masyarakat mendapatkan
manfaat dari perubahan yang terjadi.
e. Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau dampak yang nyata dan terjadi)
maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan efektivitasnya).
14
RPIJM 2015-2019 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
Kegunaan Kegiatan Analisis Dampak Sosial
a.
Membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif yang layak bagi pelaksanaan
pembangunan dari segi lingkungan sosial ekonomi dan budaya.
b. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial dalam setiap tahapan rencana kegiatan
pembangunan.
c.
Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sosial.
Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan dampak positif dan
menghindari dampak negatif yang mungkin timbul dari kegiatan pembangunan perumahan
dan lingkungan.
4.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak- lanjuti
adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang
disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,
karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya.
Pengarusutamaan
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang
Cipta Karya terhadap gender. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan
awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga
permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa dating.
4.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat
penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,
pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
4.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi masyarakat.
Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana
dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang
menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk
mendapatkan akses pelayanan tersebut. Hasil identifikasi aspek social pasca pelaksanaan
pembangunan bidang Cipta Karya.
15