DINAMIKA COPING STRESS IBU YANG MEMILIKI ANAK ADHD - Unika Repository

BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Subjek 1. Intensitas Tema Berdasarkan data yang diperoleh dari ketiga subjek melalui

  proses observasi dan wawancara ditemukan banyak persamaan dan perbedaan yang dihasilkan oleh ketiga subjek. Seluruh subjek mengalami dinamika coping stress yang sama, namun memiliki hasil yang berbeda. Dalam tema primary appraisal, stressor merupakan hal yang baru bagi seluruh subjek, ketiga subjek memiliki prediksi yang positif terhadap stressor, kepercayaan yang dianut membantu ketiga subjek dalam menerima stressor, dan seluruh subjek menerima stressor secara utuh.

  Dalam tema secondary appraisal, ketiga subjek melakukan penilaian dan pengevaluasian terhadap sumber dan ketersediaan pilihan

  coping yang ada. Ketiga subjek mengalami stres dan merasakan

  berbagai emosi negatif, namun ketiga subjek merasa yakin dalam menghadapi stressornya, ketiganya pun melakukan emotion focused

  coping dan problem focused coping namun dengan strategi yang

  berbeda-beda Tidak seluruh subjek merasa bahwa sumber materi, tenaga dan waktu mendukung coping yang mereka lakukan, namun seluruh subjek merasa kemampuan pemecahan masalah, kemampuan sosial dan dukungan sosial yang dimilikinya mendukung. Setelah itu ketiga subjek melakukan penilaian ulang berdasarkan primary appraisal dan

  

secondary appraisal yang akhirnya memnculkan penilaian akhir (final

appraisal ).

  Dalam tema final appraisal, ketiga subjek sama-sama pernah melakukan pergantian strategi coping. Menurut ketiganya, penentuan strategi coping yang baru ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor dukungan sosial, faktor materi, tenaga, waktu, faktor kepribadian, serta faktor stressor lain yang mempengaruhi tingkat stres mereka, namun tidak semua subjek merasa bahwa coping yang digunakan efektif. Berikut adalah tabel intensitas dari dinamika coping stress seorang ibu yang memiliki anak ADHD :

  • Stressor merupakan hal yang baru bagi subjek 1, 2, dan 3
    • Subjek 2 dan 3 yakin

  • Kepercayaan subjek 1 dan 2 sangat kuat dalam menghadapi
  • Subjek 1, 2, dan 3 menerima stressor secara utuh
    • Subjek 1, 2, dan 3 yakin dapat mengahadapi stressor

  • Subjek 1, 2, dan 3 melakukan emotional
  • Subjek 1, 2, dan 3 melakukan problem
    • Subjek 1 memiliki sumber coping yang lebih rendah daripada subjek 2 dan 3

  problem solving skill, social skill ,

  Materi, tenaga/fisik, dan waktu

  focused coping

  focused coping Problem focused coping

  Emotional focused coping

  stressor

  Keyakinan menghadapi

  Emosi negatif +++ +++ ++ Subjek 1,2, dan 3 merasa stres dan pernah mengalami emosi negatif

  Secondary Appraisal

  Penerimaan

  stressor

  stressor

  masa depan yang baik Pengaruh kepercayaan

  stressor memiliki

  stressor

  Prediksi positif terhadap

  yang baru

  Primary Appraisal Stressor hal

  Tema S1 S2 S3 Keterangan

  Tabel 5.1 Tabel Intensitas Tema Seluruh Subjek

  dukungan sosial

  Pergantian +++ ++ Subjek 1, 2, dan 3 ++

  Final coping melakukan pergantian

  Appraisal

  strategi coping

  • faktor materi, ++ Subjek 1, 2 dan 3 waktu, tenaga merasa waktu dan tenaga mempengaruhi pemilihan coping yang baru

  Dukungan +++ +++ +++ Subjek 1, 2 dan 3 sosial merasakan adanya dukungan dari orang- orang sekitar

  Faktor + + Subjek 1, 2 dan 3 ++ kepribadian merasa kepribadian mereka mendukung

  coping yang dilakukan Stressor lain +++ +++ + Subjek

  1 dan

  2 memiliki beberapa

  stressor lain

  • Subjek 1 dan 2 merasa ++ ++ Efektivitas strategi coping coping tidak efektif

  Keterangan = Intensitas rendah + = Intensitas sedang ++

  • = Intensitas tinggi

  Ketiga subjek memiliki perbedaan dan persamaan dalam intensitas tema dinamika coping stress. Dalam tema first appraisal, ketiga subjek memiliki intensitas yang sama pada stressor merupakan hal yang baru, yaitu intensitas tinggi. Ketiga subjek memiliki intensitas yang berbeda pada prediksi positif terhadap stressor, yaitu subjek 1 dengan intensitas sedang, sedangkan subjek 2 dan 3 dengan intensitas tinggi. Ketiga subjek memiliki intensitas yang berbeda pula pada pengaruh kepercayaan dalam menghadapi stressor, yaitu subjek 1 dan 2 dengan intensitas tinggi, sedangkan subjek 3 dengan intensitas sedang. Seluruh subjek memiliki intensitas yang sama pada penerimaan stressor secara utuh, yaitu intensitas tinggi.

  Dalam tema secondary appraisal, ketiga subjek memiliki intensitas yang berbeda pada perasaan negatif, yaitu subjek 1 dan 2 dengan intensitas tinggi sedangkan subjek 3 dengan intensitas sedang. Subjek 1, 2 dan 3 memiliki intensitas yang sama pada keyakinan menghadapi stressor yaitu intensitas sedang. Ketiga subjek memiliki intensitas yang sama pada penggunaan emotion focused coping dan

  

problem focused coping , yaitu subjek 1, 2 dan 3 memiliki intensitas

  yang tinggi. Pada pengevaluasian sumber coping yaitu materi, tenaga, waktu problem solving skill, social skill, dan dukungan sosial yang mendukung, subjek 1 memiliki intensitas yang rendah, subjek 2 memiliki intensitas sedang, sedangkan subjek 3 memiliki intensitas yang tinggi.

  Dalam tema final appraisal, ketiga subjek memiliki intensitas yang berbeda pada pergantian coping, yaitu subjek 1 dan 3 dengan intensitas sedang, sedangkan subjek 2 dengan intensitas tinggi. Pada faktor tenaga, waktu dan materi ketiga subjek memiliki intensitas yang sama yaitu intensitas sedang. Begitu pula pada faktor dukungan sosial, ketiga subjek memiliki intensitas yang sama yaitu intensitas tinggi. Pada faktor kepribadian, ketiga subjek memiliki intensitas yang berbeda, subjek 1 dan 2 memiliki intensitas yang rendah sedangkan subjek 3 memiliki intensitas yang sedang. Ketiga subjek memiliki intensitas yang berbeda pada stressor lain, yaitu subjek 1 dan 2 dengan intensitas tinggi sedangkan subjek 3 dengan intensitas rendah. Pada efektivitas penggunaan coping, ketiga subjek pun memiliki intensitas yang berbeda, subjek 1 dan 2 memiliki intensitas sedang, sedangkan subjek 3 memiliki intensitas yang tinggi.

  Secondary Appraisal

  1. Adanya stres tinggi, perasaan Final Appraisal

  Primary Appraisal marah, jengkel, kecewa, kesal Adanya penyusunan dan pergantian

  1. Stressor adalah hal dan sedih strategi coping yang lain  mengajak yang baru

  2. Sangat yakin mampu anak bermain layangan, memasak, tidak

  2. Kurang memahami mengatasi stressor memikirkan kondisi diri sendiri,

  Reappraisal  New stressor  kurangnya

  3. Sumber waktu, materi dan  menerima anak, menurunkan standar,

   Appraisal pendidikan tenaga/fisik mendukung tidak peduli omongan orang, mengurusi

  • + 3. Prediksi anak menjadi

  tindakan coping, sumber tanaman mencari dan pindah sekolah. lebih baik waktu dan tenaga/fisik

  4. Kepercayaan mendukung namun materi mempengaruhi dalam tidak menghadapi stressor

  4. Memiliki sumber problem

  5. Menerima anak solving skill , social skill, dan seutuhnya social support yang sangat

  Faktor Eksternal Faktor Internal mendukung

  Adanya materi, tenaga, dan Coping yang biasa dilakukan

  • 5. Emotion focused coping: waktu yang mempengaruhi

   memukul anak, bercerita pemilihan strategi coping yang distraction, positive pada teman, pergi menonton

baru

balap burung, jalan-jalan, pergi reappraisal, emotional

  • adanya dukungan dari ke rumah teman, meminta

  discharge, resigned keluarga, teman-teman dan bantuan keluarga, memarahi acceptance, wishful thinking, tetangga anak, tidur, bersyukur, increased activity, praying, lain: perekonomian,

  • -Stressor

  memarahi pihak sekolah, self critism, seeking meaning, hilang kontak dengan anak, menyalahkan anak, bercerita denial, hiding feelings suami meninggal, komplain pada ibu

6. Problem focused coping:

  dari guru, beban kerja,

  • Memiliki kepribadian yang

  planfull problem solving, omongan tetangga, tidak terbuka, tidak mudah meny erah assistance seeking, direct diterima oleh sekolah yang action, confrontive assertion, lama information seeking

  Efektif

  1. Psikologis berfungsi kembali  aktivitas

  136

  Melakukan lancar

  Strategi Coping Skema 6. Dinamika Coping

2. Fisiologis lebih baik

  Stress Seluruh Subjek Tidak Efektif

  Berdasarkan bagan kerangka pikir diatas, dapat dilihat bahwa pada tahap primary appraisal, stressor merupakan hal yang baru bagi ketiganya karena ketiga subjek tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam memiliki anak berkebutuhan khusus, namun subjek 3 kurang mampu memahami stressor yang dihadapi, karena kurangnya pendidikan yang dimiliki subjek 3 tidak memahami gangguan yang dialami anaknya. Subjek 1, 2, dan 3 memiliki prediksi bahwa anak-anak subjek pasti dapat menjadi lebih baik kedepannya, hal ini dibuktikan dengan ketiga subjek sama-sama mengajari anaknya untuk shalat dan mengikutkan mereka pada kegiatan mengaji di masjid, subjek 2 dan 3 bahkan sudah merencanakan tahap-tahap yang akan dijalani oleh si anak di dunia pendidikan.

  Ketiganya pun sama-sama merasa bahwa kepercayaan yang dianut mempengaruhi penilaian subjek terhadap stressor dimana hasilnya adalah ketiga subjek sama-sama dapat menerima stressor secara utuh walaupun di waktu yang berbeda-beda, subjek 1 dan 3 menerima stressor sejak lahir, sedangkan subjek 2 baru setahun terakhir menerima stressor secara utuh.

  Dalam secondary appraisal, subjek 1 dan 2 sama-sama mengalami stres yang tinggi, kesal, sedih dan kecewa karena merasa

  

stressor yang dihadapi terlalu berat, sedangkan subjek 3 mengalami

stres yang rendah, marah, kesal dan sedih terhadap kondisi anaknya.

  Setiap subjek juga memiliki keyakinan bahwa subjek mampu mengatasi

  

stressor nya, karena ketiga subjek memiliki problem solving skill yang

baik dan prediksi yang positif terhadap masa depan si anak.

  Dalam evaluasi coping stress yang tersedia, ketiga subjek sama- sama pernah menggunakan emotion focused coping dan problem

  

focused coping hanya saja strategi yang digunakan berbeda, Subjek 1, 2,

  dan 3 sama-sama pernah melakukan strategi distraction, positive

  

reappraisal, emotional discharge, resigned acceptance, wishful thinking

  dan direct action. Strategi lain ditemukan dimana subjek 1 dan 2 sama- sama menggunakan strategi seeking meaning, planful problem solving, dan assistance seeking. Subjek 2 dan 3 sama-sama menggunakan

  

information seeking dalam merencanakan pendidikan masa depan bagi

  anak subjek. Perbedaan ditemukan dimana subjek 1 menggunakan strategi lain seperti increased activity yaitu meningkatkan banyaknya aktivitas yang dilakukan sehari-hari, praying, dan self critism. Subjek 2 menggunakan strategi lain seperti denial dan hiding feelings, sedangkan subjek 3 menggunakan strategi confrontive assertion untuk mengatasi stressor nya.

  Dalam secondary appraisal terdapat sumber coping yang diperkirakan dapat mendukung pilihan strategi coping yang akan digunakan seperti halnya tersedianya materi, tenaga, waktu, problem

  

solving skill , social skill dan dukungan sosial. Subjek 2 dan 3 merasa

  materi, waktu dan tenaga yang dimiliki mampu mendukung strategi

  

coping yang dilakukan, namun tidak halnya dengan subjek 1 yang strategi coping yang dipilih. Subjek 1, 2, dan 3 menunjukkan bahwa ketiganya memiliki problem solving skill yang baik karena selama ini mereka mampu menemukan solusi dari setiap permasalahan yang ada, ketiganya pun memiliki social skill yang baik ditunjukkan dari rasa empati yang dimiliki oleh ketiganya, kemudian subjek 1 dan 2 merasa dukungan sosial dari tetangga kurang mendukung namun dari keluarga dan teman-teman sangat mendukung, berbeda halnya dengan subjek 3 dimana keluarga, tetangga, dan teman-teman mendukung dirinya sehingga subjek 3 memiliki sumber dukungan sosial yang lebih baik dari pada subjek 1 dan 2.

  Dalam final appraisal, subjek 1 melakukan strategi coping dengan mengajak anak bermain layangan, memasak, dan tidak memikirkan kondisi subjek sendiri, hal ini dilakukan setelah merasa bahwa coping yang biasa dilakukan kurang dapat membantu meminimalisir stres yang dimiliki. Subjek 2 melakukan strategi coping seperti menerima anak, menurunkan standar terhadap anak, tidak peduli dengan omongan orang lain dan mengurusi tanaman, hal ini dilakukan subjek karena dengan beberapa coping yang biasa dilakukan, subjek merasa strategi tersebut kurang baik untuk dilakukan, sedangkan subjek 3 melakukan coping yang baru yaitu memindahkan anak subjek ke sekolah yang baru yang dirasa lebih baik dan lebih tepat, hal ini juga dikarenakan subjek 3 adalah orang yang tidak mudah menyerah terhadap keadaannya.

  Strategi-strategi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Subjek 1, 2 dan 3 mengaku bahwa materi, tenaga dan waktu mempengaruhi strategi coping yang dipilih oleh ketiga subjek. Ketiga subjek merasa mendapatkan dukungan dari keluarga masing-masing, entah dari orang tua, suami maupun anak subjek yang lain. Subjek 1 dan 2 merasa mendapat dukungan sosial dari keluarga dan teman-temannya. Subjek 1 mengatakan bahwa setelah subjek bercerita dengan teman- temannya, subjek merasa tidak perlu berlarut terlalu dalam memikirkan permasalahannya karena dapat menambah beban pikiran, sehingga subjek memilih untuk tidak memikirkan masalahnya sendiri, sedangkan subjek 2 merasa setelah bercerita kepada keluarga dan teman-temannya subjek merasa lebih optimis dan mendapat semangat baru dalam menghadapi anak. Subjek 3 mendapat dukungan dari keluarga, tetangga dan teman-temannya dimana para tetangga seringkali membantu perekonomian subjek 3 dengan memberikan pekerjaan sampingan, sedangkan keluarga dan teman-temannya membantu dalam pencarian informasi dan dukungan emosional.

  Faktor lain yang menentukan adalah stressor lain yang terjadi dalam kehidupan subjek sehari-hari, subjek 1 dan 3 memiliki stressor lain yang sama berupa permasalahan ekonomi, dan meninggalnya suami. subjek 1 memiliki stressor lain yaitu hilang kontaknya dengan anaknya yang pertama. Di sisi lain subjek 2 memiliki stressor lain berupa komplain dari guru di sekolah anak subjek, beban kerja di sedangkan subjek 3 memiliki stressor lain yaitu ketidakadilan yang diterimanya dari pihak sekolah yang lama. Stressor-stressor ini tentunya mempengaruhi ketiga subjek dalam melakukan strategi coping.

  Faktor internal yang mempengaruhi ketiga subjek adalah strategi

  

coping yang biasa dilakukan oleh subjek dalam menghadapi sebuah

stressor . Subjek 1, 2, dan 3 pernah melakukan strategi yang sama yaitu

  tidur, dan memarahi anak, namun perbedaan ditemukan pada subjek 2 yang tidak pernah memukul anak, sedangkan subjek 1 dan 3 pernah memukul dan melempar anak dengan barang. Subjek 1 dan 2 memiliki persamaan dalam melakukan coping yaitu bercerita kepada teman- temannya sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada subjek 3. Subjek 1,2, dan 3 pun sama-sama meminta bantuan kepada keluarga untuk menghadapi stressor yang ada baik berupa cerita, materi maupun tenaga sehingga ketiga subjek merasa mendapatkan dukungan dari keluarga subjek. Subjek 1 melakukan strategi coping yang lain yaitu pergi menonton balap burung bersama si anak, jalan-jalan, dan pergi ke rumah teman. Subjek 2 biasanya melakukan strategi coping yaitu menyalahkan anak. Subjek 3 biasanya melakukan strategi coping berupa bersyukur dan memarahi pihak sekolah.

  Faktor kepribadian pun cukup mempengaruhi strategi coping yang digunakan, seperti contohnya subjek 1 dan 2 yang sama-sama memiliki kepribadian yang terbuka terhadap orang lain sehingga lebih mudah untuk berbagi cerita, sedangkan hal ini tidak terjadi pada subjek Dinamika di atas menghasilkan hasil yang berbeda diantara ketiga subjek. Subjek 1 dan 2 merasa strategi-strategi coping yang digunakan tidak efektif sehingga kedua subjek akan kembali ke secondary

  appraisal untuk melakukan penilaian dan pengevaluasian coping,

  sedangkan subjek 3 merasa strategi coping yang digunakan efektif sehingga tidak lagi menimbulkan stres.

B. Pembahasan

  Seorang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus pastilah memiliki beban pikiran yang menimbulkan stres di dalam dirinya, tidak terkecuali ibu yang memiliki anak ADHD. Munculnya stres ini membuat seseorang akan mengalami proses dimana dirinya akan mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan dirinya dalam memenuhi tuntutan tersebut atau biasa yang disebut coping (Lazarus & Folkman, dalam Sarafino dan Smith, 2011).

  Dalam stres sendiri terdapat empat komponen, namun yang disoroti dalam penelitian ini adalah komponen transaksi (transactions). Transaksi dalam stres secara umum meliputi sebuah proses asesmen yang biasa disebut cognitive appraisal atau penilaian kognitif (Sarafino dan Smith, 2011). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, ketiga subjek penelitian mengalami proses cognitive appraisal yang serupa namun memiliki hasil yang berbeda.

  Tahap primary appraisal adalah tahap dimana kognitif seseorang melakukan penilaian terhadap situasi yang dihadapi, mencari jawaban

  2011). Dalam tahap ini pun terdapat dua faktor, faktor situasi seperti apakah situasi atau stressor suatu hal yang baru bagi dirinya, yang kedua adalah faktor pribadi seperti kepercayaan dan intelektual yang dimiliki (Blonna, 2012). Pada tahap primary appraisal ini ketiga subjek melakukan penilaian bahwa stressor merupakan hal yang baru bagi ketiganya, tingkat pendidikan pun mempengaruhi pengetahuan ketiganya dalam memahami

  

stressor yang dihadapi. Para subjek pun memiliki prediksi bahwa anak-

  anak subjek pasti dapat menjadi lebih baik kedepannya, hal ini dibuktikan dengan ketiga subjek mengikutkan anak-anaknya pada kegiatan yang biasa dilakukan oleh anak seusianya.

  Dikatakan Lazarus & Folkman (dalam Blonna, 2012) bahwa faktor internal dari seseorang seperti keyakinan dan kepercayaan mempengaruhi seseorang dalam penilaian pertamanya terhadap stressor. Dalam hal ini, ketiga subjek merasa bahwa kepercayaan yang dianut mempengaruhi penilaian subjek terhadap stressor dimana hasilnya ketiga subjek sama- sama dapat menerima stressor dengan ikhlas dan merawatnya.

  Setelah melakukan penilaian pertama, para subjek masuk ke tahap

  

secondary appraisal . Pada tahap ini subjek melakukan penilaian apakah

  sumber-sumber yang dimiliki cukup mampu untuk memenuhi/menghadapi permintaan dari lingkungan (stressor). Ketika sumber seseorang lebih dari pada cukup untuk menghadapi situasi sulit, maka individu akan merasa stres yang dimiliki rendah, namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya maka individu akan merasa stres yang dimiliki sangat tinggi (Taylor, 2015).

  

coping , dimana terdapat dua faktor untuk membantu seseorang dalam

  mengevaluasi ketersediaan coping. Faktor yang pertama adalah disposisi

  

coping seperti emotion focused coping dan problem focused coping, yang

  kedua adalah faktor sumber coping yaitu tenaga dan kesehatan yang dimiliki, keyakinan yang positif, kemampuan pemecahan masalah, dukungan sosial, dan materi. (Blonna, 2012).

  Sesuai dengan teori diatas, dalam secondary appraisal ini ketiga subjek melakukan pengevaluasian terhadap sumber-sumber yang mereka miliki seperti tenaga atau fisik yang dimiliki, ketersediaan waktu dan materi,

problem solving skill , social skill dan dukungan sosial yang dimiliki.

  Tenaga atau fisik cukup menentukan apakah subjek sanggup melakukan . Ketersediaan waktu pun cukup menentukan, terutama karena ketiga

  coping

  subjek memiliki pekerjaan, hal ini mempengaruhi dalam waktu yang digunakan subjek untuk melakukan coping, begitu pula dengan materi.

  Ketiga subjek memiliki problem solving skill yang baik, dimana hal ini pun mempengaruhi tingkat keyakinan subjek dalam menghadapi stressor, hal ini sejalan dengan teori Lazarus dan Folkman (dalam Blonna, 2012), disebutkan bahwa ketika seseorang mampu memecahkan masalahnya, mereka mengembangkan kepercayaan secara lebih, dalam kemampuan mereka untuk melalukan coping terhadap stressor yang berpotensi. Ketiga subjek juga memiliki social skill yang baik dilihat dari rasa empati yang dimiliki oleh ketiganya terhadap keadaan orang lain. Subjek pun memiliki orang-orang yang bersedia mendukung dari segi emosional maupun hal ini membuat subjek merasa mampu menghadapi stressor yang ada. Hal ini sejalan dengan teori Lazarus dan Folkman (dalam Blonna, 2012), dikatakan bahwa dengan hanya mengetahui bahwa seseorang memiliki dukungan sosial dari orang lain, seseorang mampu untuk meredakan

  stressor yang berpotensi menjadi sebuah ancaman.

  Seperti yang sudah dikatakan di atas bahwa apabila seseorang mengalami stres pasti akan melewati proses untuk mengatasi kesenjangan antara persepsi dan tuntutan yang disebut sebagai coping. Coping sendiri dibagi menjadi dua, yaitu problem focused coping (perilaku coping yang berorientasi pada masalah) yang terdiri dari planful problem solving, direct

  

action, assistance seeking, information seeking, confrontive assertion, dan

  , serta ada emotion focused coping (perilaku coping yang

  logical analysis

  berorientasi pada emosi) yang terdiri dari avoidance, denial, positive

  

reappraisal, emotional discharge, distraction, emotional approach, hiding

feelings, humor, increased activity, intrusive thoughts, positive reappraisal,

praying, resigned acceptance, seeking meaning, self critism, substance use,

dan wishful thinking (Skinner, dalam Sarafino dan Smith, 2011).

  Siswanto (2007) mengatakan bahwa stressor yang sama dapat memberi dampak yang berbeda pada individu yang berbeda karena adanya perbedaan tanggapan antar individu (individual differences). Sejalan dengan teori tersebut, dalam secondary appraisal ini ketiga subjek pun melakukan hal yang sama yaitu melakukan kedua jenis coping tersebut, namun strategi yang digunakan berbeda-beda mengingat bahwa dampak yang dirasakan oleh tiap subjek berbeda sehingga tanggapan ketiganya pun berbeda.

  Dalam secondary appraisal terdapat sumber yang diperkirakan dapat mendukung pilihan strategi coping yang akan digunakan, seperti yang dikatakan Lazarus dan Folkman (dalam Blonna, 2012), dijelaskan bahwa terdapat 6 tipe sumber coping yaitu sumber kesehatan fisik dan tenaga, keyakinan atau pandangan positif, materi, kemampuan pemecahan masalah,

  

social skill dan sumber dukungan sosial. Sejalan dengan teori tersebut,

  ketiga subjek pun mengevaluasi sumber-sumber yang dimiliki oleh ketiganya. Ketersediaan sumber yang dimiliki belum tentu cukup untuk menghadapi stressor yang ada, seperti yang dijelaskan (dalam Taylor, 2015) ketika sumber seseorang lebih dari pada cukup untuk menghadapi situasi sulit, maka individu akan merasa stres yang dimiliki rendah, namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya maka individu akan merasa stres yang dimiliki sangat tinggi.

  Setelah melewati proses primary appraisal dan secondary appraisal, ketiga subjek sama-sama melakukan penilaian ulang (reappraisal) untuk mengakumulasi semua informasi yang dimiliki dari kedua penilaian sebelumnya, yang kemudian membentuk penilaian baru (new appraisal) dan akhirnya membentuk penilaian akhir atau yang disebut final appraisal (Blonna, 2012). Di dalam final appraisal ini ketiga subjek akan melakukan strategi coping yang telah dipilih, strategi coping yang digunakan pun berbeda-beda. Strategi-strategi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. faktor eksternal dan internal yang cukup mempengaruhi subjek dalam melakukan strategi coping, faktor eksternal terdiri dari uang, waktu, dukungan sosial dan stressor lain serta faktor internal seperti gaya coping yang biasa dilakukan dan faktor kepribadian subjek sendiri.

  Ketiga subjek pun mempertimbangkan strategi yang dipilih berdasarkan faktor-faktor tersebut, setelah itu ketiga subjek akan melakukan strategi yang sudah dipilih, kemudian subjek mengevaluasi apakah strategi yang digunakan efektif atau tidak. Lazarus & Folkman (dalam Taylor, 2015) pun menyebutkan bahwa hanya ada dua kemungkinan setelah individu melewati proses tersebut, hasil yang pertama adalah apabila strategi coping yang digunakan efektif maka psikologis individu akan berfungsi kembali sehingga dapat menjalani aktivitas seperti biasa, hasil yang kedua adalah apabila strategi tidak efektif maka akan terjadi perubahan fisiologis seseorang termasuk datangnya penyakit.

  Hal ini berbeda dengan hasil penelitian, dimana subjek yang sudah menilai keefektivan strategi coping yang digunakan merasa tidak ada perubahan fisiologis ketika strategi subjek tidak efektif, namun subjek yang merasa strateginya efektif dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, sama dengan teori diatas yang dijelaskan oleh Lazarus dan Folkman. Subjek yang merasa strategi copingnya tidak efektif maka akan kembali ke

  

secondary appraisal untuk melakukan pengevaluasian ulang dan menyusun

  strategi kembali, namun subjek yang merasa strategi yang digunakan sudah efektif tidak akan merasa stres lagi.

  Kesulitan Peneliti

  Dalam penelitian ini kesulitan yang dialami oleh peneliti adalah kesulitan dalam menemukan ibu yang memiliki anak ADHD yang bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian. Hal ini dikarenakan beberapa ibu tidak mau menerima jika anaknya mengalami ADHD, dan juga dikarenakan ibu tidak bersedia untuk diwawancarai karena jam bekerja yang padat. Kesulitan lainnya adalah birokrasi dalam pengambilan data di Sekolah Luar Biasa Negri (SLBN), sehingga waktu yang digunakan untuk mengurus terbuang banyak.