Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Munasakhah Dalam Perspektif Hukum Waris Islam (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Medan No. 77 Pdt.P 2009 Pa Mdn)

ABSTRAK

Dalam Islam, pembagian warisan hendaknya disegerakan pelaksanaannya
setelah urusan fardhu kifayah atas mayit selesai. Penundaan pembagian warisan yang
terlalu lama dapat menimbulkan kesulitan untuk menentukan bagian masing-masing
ahli waris. Masalah ini oleh sebagian ulama dimasukkan dalam bahagian
munasakhah yang artinya yaitu meninggalnya sebagian ahli waris sebelum
pembagian harta warisan sehingga bagiannya berpindah kepada ahli waris lain bila
ahli waris tersebut tidak terhijab.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan, sedangkan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif karena
penelitian ini didukung oleh data yang diperoleh dari kepustakaan dengan jalan
mengumpulkan data sekunder baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tertier. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
secara studi kepustakaan (Library Research).
Pada dasarnya kasus munasakhah memiliki persamaan dengan ahli waris
pengganti yaitu terjadi apabila adanya kematian ahli waris sebelum harta pusaka
sipewaris dibagikan sehingga timbulnya pemindahan bagian ahli waris yang telah
meninggal kepada ahli warisnya. Munasakhah tidak dapat diidentikkan sama dengan
ahli waris pengganti, munasakhah dengan penggantian tempat atau ahli waris
pengganti yang diatur oleh pasal 185 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam ini

memiliki perbedaan yaitu apabila ahli waris pengganti atau penggantian tempat pada
dasarnya adalah ahli waris karena penggantian, yaitu orang-orang yang menjadi ahli
waris karena orang tuanya yang berhak mandapat warisan meninggal lebih dahulu
dari pada pewarisnya, sehingga ia tampil menggantikannya. Sedangkan pada
kewarisan dalam kasus munasakhah ini, ahli waris yang dianggap sebagai ahli waris
pengganti yaitu ahli waris yang tidak terhalang akan adanya hijab dan mahjub. Hijab
artinya dinding yang menjadi penghalang sampai kepada sesuatu. Apabila Mahjub
adalah ahli waris yang terdinding Ahli waris yang termasuk dalam kasus munasakhah
ini yaitu Ahli waris yang terdiri dari ‘asabah saja dan ahli waris yang terdiri dari
shahibul fard/ dzu fardlin ditambah ‘asabah.. Dalam Penetapan Pengadilan Agama
Medan No. 77/Pdt.P/2009/PA Mdn yang merupakan kasus munasakhah, yang
berdasarkan pertimbangan hakim yang sesuai dengan ketentuan Kompilasi Hukum
Islam Pasal 174 ayat (1) dan (2), Pasal 185 ayat (1) dan sejalan dengan
memperhatikan Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 7 dan Surat An Nisa ayat 33.
Kata kunci : Munasakhah

i

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

In Islam, the implementation of the distribution of inheritance should be sped
up, immediately after fardhu kifayah for the dead body has been performed. The long
delay in distributing inheritance will cause difficulty to determine the share of each
heir. Some ulamas categorize this problem as the part of munasakhah which means
that if an heir dies before distributing the inheritance, his share is transferred to
another heir if he is not hijab.
The theory used in the research was the theory of sense of justice with judicial
normative method. The data which comprised secondary data were gathered by
performing library research; they consisted of primary, secondary, and tertiary legal
materials.
Basically, the case of munasakhah is the same as the substitute heir which
means that when an heir dies before the inheritance is distributed, his share will be
transferred to another heir. Munasakhah is not identical with substitute heir;
munasakhah with the change place or substitute heir, stipulated in Article 185,
paragraph (1) and (2) of the Compilation of the Islamic Law, has specific distinction:
a substitute heir or change place is basically an heir because of substitution, that is,
he becomes an heir because his parents who have the right to get inheritance die
prior to their heir so that he takes his parents’ position. In the case of munasakhah

inheritance, the heir who is considered the substitute heir is not hampered by the
existence of hijab and mahjub. Hijab means a wall which becomes the obstacle for
coming to a certain point. Mahjub is an heir who has a wall. The heir who belongs to
the munasakhah case is the heir that consists of only ‘asabah and the heir that
consists of shahibul fard/dzu fardlin plus ‘asabah. The ruling of the Religious Court,
Medan, No. 77/Pdt.P/209/PA Mdn constitutes munasakhah case , based on the
judge’s consideration which is in line with the provision of the Compilation of the
Islamic Law, Article 174, paragraphs (1) and (2), Article 185, paragraph (1) and is
in line with Al-Quran (An Nisa:7) and (An Nisa: 33).

Keywords: Munasakhah

ii

Universitas Sumatera Utara