Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention Perawat Honor Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepuasan Kerja
2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Pentingnya kepuasan kerja mengakibatkan kegiatan tersebut harus
dilaksanakan dengan tepat dan benar. Berikut ini beberapa pendapat para ahli
tentang pengertian kepuasan kerja, sebagai berikut:
1. Menurut Rivai dan Sagala (2009:856)
Kepuasan kerja adalah evaluasi yang menggambarkan seseorang atas
perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam
bekerja.
2. Menurut Hasibuan (2008:202)
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya.
3. Menurut Robbins dan Judge (2009:107)
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang
yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.
Dari pengertian para ahli diatas, maka penyusun menyimpulkan pengertian
dari kepuasan kerja adalah sikap untuk menggambarkan perasaan seseorang
didalam pekerjaannya, apakah puas atau tidak puas, senang atau tidak senang

dengan pekerjaannya.

10
Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor –faktor yang dapat mempengarruhi kepuasan kerja karyawan pada
dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari
dalam diri karyawan dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di
tempat pekerjaannya. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah menyangkut hal-hal
yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja,
interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya (Rivai dan
Sagala, 2009:859-860).
Secara teoretis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja,
perilaku, locus of control, pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang
karyawan adalah: (a) isi pekerjaan, penampilan, tugas pekerjaan yang aktual dan
sebaga kontrol terhadap pekerjaan; (b) supervisi; (c) organisasi dan manajemen;

(d) kesempatan untuk maju; (e) gaji dan keuntungan dalam bidang finansial
lainnya seperti adanya insentif; (f) rekan kerja; (g) kondisi pekerjaan.
Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor prnyebab kepuasan
kerja ialah:
1. Bekerja pada tempat yang tepat
2.

Pembayaran yang sesuai

3. Organisasi dan manajemen
4. Supervisi pada pekerjaan yang tepat

11
Universitas Sumatera Utara

5. Orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat
Menurut Hasibuan (2008:203) kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh
faktor-faktor:
1. Balas jasa yang adil dan layak.
2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.

3. Berat ringannya pekerjaan.
4. Suasana dan lingkungan pekerjaan.
5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam
kepemimpinan. Kepemimpinan partisipasi memberikan kepuasan kerja bagi
karyawan, karena karyawan ikut aktif dalam memberikan pendapatnya untuk
menentukan kebijaksanan perusahaan. Kepemimpinan otoriter mengakibatkan
ketidakpuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja karyawan merupakan kunci
pendorong moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam
mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.
Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2009:128) ada 21 faktor yang
berhubungan dengan kepuasan kerja yaitu otonomi dan kebebasan, karir benefit,
kesempatan untuk maju, kesempatan pengembangan karir, kompensasi/gaji,
komunikasi antara karyawan dan manajemen, kontribusi pekerjaan terhadap
sasaran organisasi, perasaan aman di lingkungan kerja, kefleksibelan untuk
menyeimbangkan kehidupan dan persoalan kerja, keamanan pekerjaan, training

12

Universitas Sumatera Utara

spesifik pekerjaan, pengakuan manajemen terhadap kinerja karyawan, keberartian
pekerjaan, jejaring, kesempatan untuk menggunakan kemampuan atau keahlian,
komitmen

organisasi

untuk

pengembangan,

budaya

perusahaan

secara

keseluruhan, hubungan sesama karyawan, hubungan dengan atasan langsung,
pekerjaan itu sendiri, keberagaman pekerjaan.

Ada dua faktor yang mempengaruhui kepuasan kerja, yaitu faktor yang
ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya (Mangkunegara, 2009:120):
1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecerdasan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,
kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi, dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat
(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan
promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah (Sutrisno, 2009:
82-84):
1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini, ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja,
baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan
karyawan selama kerja.
3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang
diperolehnya.

13

Universitas Sumatera Utara

4. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah
yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil.
5. Pengawasan. Sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat
absensi dan turnover.
6. Faktor Intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada dalam pekerjaan
mensyaratkan

keterampilan

tertentu.

Sukar

dan

mudahnya

serta


kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
7. Kondisi kerja. Termasuk di sini kondisi kerja tempat, ventilasi, penyiaran,
kantin dan tempat parkir.
8. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau
tidak puas dalam bekerja.
9. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak
manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal
ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan
mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam
menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan
merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas.
Menurut Robbins dan Judge (2009:119) ada empat faktor yang
menyebabkan tingginya tingkat kepuasan kerja karyawan yaitu:

14
Universitas Sumatera Utara


1. Kerja yang menantang secara mental (mentally challenging work). Pada
umumnya, individu lebih menyukai pekerjaan yang memberi mereka
peluang untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan serta memberi
beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik tentang seberapa baik kerja
mereka. Karakteristik-karakteristik ini membuat kerja lebih menantang
secara mental.
2. Penghargaan yang sesuai (equitable rewards). Karyawan menginginkan
sistem bayaran yang mereka rasa adil, dan selaras dengan harapan-harapan
mereka. Ketika bayaran dianggap adil, sesuai dengan tuntutan pekerjaan,
tingkat keterampilan individual, dan standar bayaran masyarakat,
kemungkinan akan tercipta kepuasan.
3. Kondisi kerja yang mendukung (supportive working condition ). Karyawan
berhubungan dengan lingkungan kerja mereka untuk kenyamanan pribadi
dan kemudahan melakukan pekerjaan yang baik. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa karyawan lebih menyukai lingkungan fisik yang
nyaman atau tidak berbahaya. Selain itu, sebagian besar karyawan lebih
menyukai bekerja relatif dekat dengan rumah, dengan fasilitas yang relatif
modern dan bersih, serta dengan peralatan yang memadai.
4. Kolega yang suportif (supportive colleagues ). Individu mendapat sesuatu

yang lebih dari pada sekedar uang atau prestasi yang nyata dari pekerjaan.
Untuk sebagian karyawan, kerja memenuhi kebutuhan interaksi sosial.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa memiliki rekan-rekan kerja
yang ramah dan suportif mampu meningkatkan kepuasan kerja. Perilaku

15
Universitas Sumatera Utara

atasan seseorang juga merupakan faktor penentu kepuasan yang utama.
Penelitian mengungkapkan bahwa kepuasan kerja karyawan meningkat
ketika pengawas langsung adalah orang yang pengertian dan ramah,
memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan opini-opini
karyawan, dan menunjukkan minat pribadi dalam diri mereka.
Menurut Luthans dalam Sopiah (2008:171) mengemukakan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:
1. Pekerjaan itu sendiri, sejauhmana karyawan memandang pekerjaannya
sebagai pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan untuk belajar,
dan peluang untuk menerima tanggung jawab.
2. Gaji, merupakan jumlah balas jasa finansial yang diterima karyawan dan
tingkat dimana hal ini dipandang sebagai suatu hal yang adil dalam

organisasi.
3. Promosi, kesempatan untuk kenaikan jabatan dalam jenjang karir.
4. Supervisi, merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan
secara teknis maupun memberikan dukungan.
5. Kelompok kerja / rekan kerja, merupakan suatu tingkatan dimana rekan
kerja memberikan dukungan.
6. Kondisi kerja, apabila kondisi kerja karyawan baik ( bersih, menarik, dan
lingkungan kerja yang menyenangkan) akan membuat mereka mudah
menyelesaikan pekerjannya.
Dari faktor-faktor kepuasan kerja diatas, ada beberapa variabel-variabel
yang berhubungan dengan kepuasan kerja (Mangkunegara, 2009:117-119):

16
Universitas Sumatera Utara

1. Turnover
Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover karyawan yang
rendah.

Sedangkan


karyawan-karyawan

yang

kurang

puas

biasanya turnover nya lebih tinggi.
2. Tingkat ketidakhadiran (absen) kerja
Karyawan-karyawan yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadiran
(absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak
logis dan subjektif.
3. Umur
Ada kecenderungan karyawan yang lebih tua merasa puas daripada
karyawan yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa
karyawan yang lebih tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan
lingkungan pekerjaannya. Sedangkan karyawan usia muda biasanya
mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila
antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau
ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.
4. Tingkat Pekerjaan
Karyawan-karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi
cenderung lebih puas daripada karyawan yang menduduki tingkat
pekerjaan

yang

lebih

rendah.

Karyawan-karyawan

yang

tingkat

pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan
aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja.

17
Universitas Sumatera Utara

5. Ukuran Organisasi Perusahaan
Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan karyawan.
Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan
koordinasi, komunikasi, dan partisipasi karyawan.

2.1.3. Teori-teori Kepuasan Kerja
Menurut Rivai dan Sagala (2009:861-866) ada beberapa teori kepuasan
kerja, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Ketidaksesuaian (discrepancy theory)
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih
antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.
Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan,
maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy,
tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang
tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan
dengan apa yang dicapai.
2. Teori Keadilan (equity theory)
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi, khususnya
situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan
adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai
bagi karyawan

yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti

pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau

18
Universitas Sumatera Utara

perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya.
Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan
yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti: upah/gaji, keuntungan
sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil
atau aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa
seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain atau bisa pula
dengan dirinya di masa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan
membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rassio input hasil orang
lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan
merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan
bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila
perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidak puasan.

3. Teori Dua Faktor (two factor theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan
hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu
bukan suatu variabel yang kontineu. Teori ini merumuskan karakteristik
pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan
dissatifies. Satifies adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan

sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik,
penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan
memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan
menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu
mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktor-

19
Universitas Sumatera Utara

faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: gaji/upah,
pengawasan, hubungan antarpribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini
diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar
karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas.
Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.

4. Teori Kesetaraan (equity model theory)
Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori
yang dikemukakan oleh Edward Lawler yang dikenal dengan Equity
Model Theory atau teori kesetaraan. Intinya teori ini menjelaskan kepuasan

dan ketidakpuaasan dengan pembayaran. Perbedaan antara jumlah yang
diterima dengan jumlah yang dipersepsikan oleh karyawan lain merupakan
penyebab utama terjadinya ketidakpuasan.untuk itu pada dasarnya ada tiga
tingkatan karyawan, yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan.
b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin
tidak mau pindah kerja ke tempat lain.
c. Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa yang
diharapkan.

20
Universitas Sumatera Utara

5. Teori Keinginan Relatif (relative deprivation theory)
Sementara itu, sesuai dengan teori keinginan relatif atau Relative
Deprivation Theory, ada enam keputusan penting menyangkut kepuasan

dengan pembayaran menurut teori ini adalah:
a. Perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan
b. Perbedaan antara pengeluaran dengan penerimaan
c. Ekspektasi untuk menerima pembayaran lebih
d. Ekspektasi yang rendah terhadap masa depan
e. Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diingikan
f. Perasaan secara personal tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang
buruk.

6. Teori Motivator-Hygiene (M-H)
Salah satu teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja adalah teori
motivator -hygiene (M-H) yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg.

Teori M-H sebenarnya berujung pada kepuasan kerja. Namun penelitian
menunjukkan hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan turnover
SDM serta antara kepuasan kerja dan komitmen SDM. Pada intinya, teori
M-H justru kurang sependapat dengan pemberian balas jasa tinggi macam
strategi golden handcuff karena balas jasa tinggi hanya mampu
menghilangkan ketidakpuasan kerja dan tidak mampu mendatangkan
kepuasan kerja (balas jasa hanyalah faktor hygiene, bukan motivator).
Untuk mendatangkan kepuasan kerja, Herzberg menyarankan agar
perusahaan melakukan job enrichment, yaitu suatu upaya menciptakan

21
Universitas Sumatera Utara

pekerjaan dengan tantangan, tanggung jawab dan otonomi yang lebih
besar.
Dalam dunia kerja kepuasan itu salah satunya bisa mengacu kepada
kompensasi yang diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau imbalan dan
fasilitas kerja lainnya seperti, rumah dinas, dan kendaraan kerja. Konteks “puas”
dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu individu akan merasa puas apabila dia
mengalami hal-hal berikut:
a. Apabila hasil atau imbalan yang didapat atau diperoleh individu
tersebut lebih dari yang diharapkan. Masng-masing individu memiliki
target pribadi.
b. Apabila hasil yang dicapai lebih besar dari standar yang ditetapkan.
Apabila individu memperoleh hasil yang lebih besar dari standar yang
ditetapkan oleh perusahaan, maka individu tersebut memiliki
produktivitas yang tinggi dan layak mendapatkan penghargaan dari
perusahaan.
c. Apabila yang didapat oleh karyawan sesuai dengan persyaratan yang
diminta dan ditambah dengan ekstra yang menyenangkan konsisten
untuk setiap saat serta dapat ditingkatkan setiap waktu.
Apakah kepuasan kerja dapat ditingkatkan atau tidak, tergantung dari
apakah imbalan sesuai dengan ekspektasi, kebutuhan dan keinginan karyawan.
Jika kinerja yang lebih baik dapat meningkatkan imbalan bagi karyawan secara
adil dan seimbang, maka kepuasan kerja akan meningkat.

22
Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Pengukuran Kepuasan Kerja
Tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada karena setiap individu
karyawan berbeda standar kepuasannya, indikator untuk mengukur pun dapat
berbeda-beda tergantung pada perusahaan/organisasi yang menetapkannya.
Kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan dan aspekaspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus benar-benar
memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikategorikan sesuai dengan fokus
karyawan atau perusahaan (Rivai dan Sagala, 2009:867) yaitu :
1. Manusia berhak diberlakukan adil dan hormat, pandangan ini menurut
perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan perluasan refleksi
perlakuan yang baik. Penting juga memperhatikan indikator emosional
atau kesehatan psikologis.
2. Perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku
yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan kepuasan kerja
antara unit-unit organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan.
Sementara itu menurut Wibowo (2007:309) ada dua pendekatan yang
digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu:
1. Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu
pertanyaan seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas
anda dengan pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas.
2. Summation Scorenyaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam
pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing

23
Universitas Sumatera Utara

elemen. Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan,
supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Pendapat lain, Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk
melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu:
1. Rating Scale dan Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang
menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka
pada pekerjaan mereka.
2. Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka
yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban
mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai
contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi
pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh
supervisor atau sebaliknya.
3. Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui
sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam
dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.
Pengukuran kepuasan kerja digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan
kerja pegawai. Dalam pengukurannya dapat digunakan berbagai cara. Menurut
Mangkunegara (2009:126), Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan dengan
skala indeks deskripsi jabatan:

24
Universitas Sumatera Utara

“Untuk mengukur kepuasan kerja, dapat digunakan pengukuran kepuasan kerja
dengan skala indeks deskripsi jabatan. Dalam penggunaan ukuran ini, karyawan
diberikan pertanyaan mengenai pekerjaan maupun jabatan yang dirasakan sangat
baik dan sangat buruk”. Dalam skala ini diukur sikap dari lima area, yaitu:
1. Pekerjaan itu sendiri
2. Pengawasan
3. Promosi jabatan
4. co-worker /rekan kerja”
2.2. Stres kerja
2.2.1. Pengertian Stres Kerja
Melihat pentingnya peran sumber daya manusia dalam perusahaan maka
perlu mengelola iklim yang baik dan kondusif dalam aktivitas kerja karyawan
untuk mengurangi tingkat stres karyawan. Berikut ini beberapa pendapat para ahli
tentang pengertian stres, sebagai berikut:
1. Menurut Robbins dan Judge (2009:360)
Stres adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menhadapi
peluang, kendala dan tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat
diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi
penting.
2. Menurut Mangkunegara (2009:28)
Stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang
dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.

25
Universitas Sumatera Utara

3. Menurut Handoko (2014:200)
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi seseorang.
4. Luthans (2006:344)
Stress merupakan suatu respon adaptif terhadap situasi eksternal yang
menghasilkan penyimpangan fisik, psikologi, dan atau perilaku pada
anggota organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa stress merupakan kondisi yang menekan
diri dan jiwa seseorang yang menciptakan ketidakseimbangan antara fisik dan
psikis sehingga bisa berakibat ketidakmampuan seseorang dalam merespon
lingkungannya.

2.2.2. Penyebab Stres Kerja
Penyebab stres kerja tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, namun
stress bisa saja terjadi dari beberapa sebab sekaligus. Menurut Sopiah (2008: 87)
bahwa penyebab stress terbagi menjadi empat tipe utama, yaitu:
1. Lingkungan fisik
Penyebab stress ditemukan dalam lingkungan fisik pekerjaan, seperti
terlalu bising, kurang baiknya penerangan ataupun risiko keamanan.
2. Stress karena peran atau tugas
Stressor karena peran/tugas termasuk kondisi dimana para karyawan
mengalami kesulitan dalam memahami apa yang menjadi tugasnya, peran
yang dia mainkan dirasakan terlalu berat atau memainkan berbagai peran

26
Universitas Sumatera Utara

pada tempat mereka bekerja.

Stressor ini memiliki empat penyebab

utama, yakni:
a. Konflik peran
Konflik ini terjadi ketika orang-orang bersaing menghadapi berbagai
tuntutan.

Terdapat beberapa tipe konflik peran dalam setting

organisasional, antara lain: (1) inter-role conflict, (2) intrarole conflict,
dan (3) person- role conflict. Inter-role conflict terjadi ketika seorang
karyawan memiliki dua peran yang masing-masing berlawanan. Intrarole conflict terjadi ketika individu menerima pesan berlawanan dari
orang yang berbeda. Sedangkan person-role conflict terjadi ketika
kewajiban-kewajiban pekerjaan dan nilai-nilai organisasional tidak
cocok dengan nilai – nilai pribadi.
b. Peran mendua/ambiguitas
Peran mendua (role ambiguity) muncul dan dirasakan ketika para
karyawan merasa bimbang tentang tugas-tugas mereka, harapan
kinerja, tingkat kewenangan dan kondisi kerja yang lain.
c. Beban kerja
Beban kerja merupakan stresor hubungan peran atau tugas lain yang
terjadi karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak.
d. Karakteristik tugas
Sebagian besar tugas penuh stress ketika mereka membuat keputusan
pemecahan masalah, monitoring perlengkapan atau saling bertukar

27
Universitas Sumatera Utara

informasi. Kurangnya pengendalian, terlalu banyak aktivitas pekerjaan
dan lingkungan kerja juga masuk dalam kategori ini.
3. Penyebab stress antarpribadi (inter-personal stressors)
Stressor ini akan semakin bertambah ketika karyawan dibagi dalam divisidivis dalam suatu departemen yang dikompetisikan untuk memenangkan
target sebagai divisi terbaik dengan reward yang menggiurkan. Perbedaan
karakter,

kepribadian,

latar

belakang,

persepsi,

dan

lain-lainnya

memungkinkan munculnya stress.
4. Organisasi
Banyak sekali ragam penyebab stress yang bersumber dari organisasi.
Pengurangan jumlah pegawai merupakan salah satu penyebab stress yang
tidak hanya untuk mereka yang kehilangan pekerjaan, namun juga untuk
mereka yang masih tinggal. Secara khusus mereka yang masih tinggal
mengalami peningkatan beban kerja, peningkatan rasa tidak aman dan
tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan rekan kerja. Restrukturisasi,
privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan
perusahaan yang berpotensi memunculkan stress.
Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2009:370-381) tingkat stres pada
tiap orang akan menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa
faktor penentu yang mempengaruhi tingkat stress seseorang, yakni :
1. Faktor lingkungan
Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stres yang dialami
karyawan.

Ketidakpastian

ekonomi,

ketidakpastian

politik,

dan

28
Universitas Sumatera Utara

ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan
dalam bekerja.

Misalnya ketidakpastian ekonomi yang tidak menentu

dapat menimbulkan perampingan karyawan dan PHK.
2. Faktor Organisasional
Faktor yang berpengaruh pada tingkat stress karyawan diantaranya adalah
tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antarpribadi, struktur organisasi,
dan kepemimpinan organisasi.
3. Faktor Individual
Jika dilogika, setiap individu bekerja rata – rata 40 – 60 jam per minggu.
Sedangkan waktu yang digunakan mengurusi hal-hal diluar pekerjaan
lebih dari 120 jam per minggu. Sehingga akan besar kemungkinan segala
macam urusan di luar pekerjaan mencampuri pekerjaan. Berbagai hal di
luar pekerjaan yang mengganggu terutama adalah isu-isu keluarga,
masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik kehidupan inheren.
Menurut Fahmi (2014:266) stres yang dialami oleh seseorang biasanya
dibagi kepada 2 faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu:
a. Stres karena tekanan dari dalam (internal factor) dan
b. Stres karena tekanan dari luar (external factor)
Namun sering juga stres tersebut dialami oleh kedua faktor tersebut, yaitu
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Kondisi seperti ini biasanya
membuat seseorang betul-betul berada dalam keadaan yang sangat tidak nyaman.
Contohnya ketika di dalam keluarga ia merasa sangat tertekan dan tidak mampu
menjadi dirinya sendiri karena setiap hari ia harus melaksanakan rutinitas

29
Universitas Sumatera Utara

kehidupan hasil perintah dari orang lain yang bersifat memaksa namun ia sendiri
tidak kuasa untuk menolak. Ini disebut sebagai stres yang disebabkan oleh faktor
internal.
Salah satu bentuk stres yang diakibatkan oleh faktor eksternal adalah
stabilitas sosial politik yang tidak stabil yang melanda suatu negara. Kondisi
sosial politik yang stabil cenderung banyak organisasi bisa tumbuh dan
berkembang dengan cepat. Sehingga wajar jika beberapa negara walaupun
kekayaan alamnya melimpah namun para investor akan berfikir panjang untuk
menanamkan modalnya disana dengan alasan jika suatu saat terjadi kerusuhan dan
berbagai bentuk tindakan demonstrasi lainnya.
Menurut Luthans (2006:354) adapun sumber - sumber potensial stress
kerja adalah:
1. Konflik kerja yaitu ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota atau
kelompok

dalam

organisasi

yang

timbul

karena

mereka

harus

menggunakan sumberdaya secara bersama-sama, atau karena mereka
mempunyai status, tujuan, nilai dan persepsi yang berbeda.
2. Beban kerja yaitu keadaan dimana karyawan dihadapkan pada sejumlah
pekerjaan yang harus dikerjakan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut karena standar pekerjaan tersebut terlalu
tinggi.
3. Waktu kerja adalah kondisi dimana pekerja dituntut segera menyelesaikan
tugas pekerja sesuai dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan
pekerjaannya karyawan merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target.

30
Universitas Sumatera Utara

4. Sikap pimpinan, dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat
penting, seorang pemimpin melalui pengaruhnya dapat memberikan
dampak yang sangat berarti terhadap aktifitas kerja karyawan. Dalam
pekerjaan yang bersifat stresful, para karyawan bekerja lebih baik jika
pemimpinnya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan
pengarahan.
2.2.3. Konsekuensi Stres Kerja
Stres bisa muncul dalam berbagai gejala. Seseorang yang mengalami stres
yang tinggi dapat menderita tekanan darah tinggi, lekas marah, sulit untuk
membuat keputusan, hilang selera makan. Gejala ini dapat digolongkan menjadi 3
kategori (Robbins dan Judge, 2009:383-384):
1. Gejala fisik yaitu orang yang terkena stres cenderung mengalami
perubahan-perubahan yang terjadi pada metabolisme organ tubuh seperti
denyut jantung yang meningkat, tekanan darah yang meningkat,
pernafasan, sakit kepala, dan sakit perut yang dapat kita alami dan harus
diwaspadai serta serangan jantung.
2. Gejala psikologis yaitu perubahan-perubahan sikap yang terjadi seperti
ketegangan, kegelisahan, ketidaktenangan, ketidakpuasan, kebosanan,
cepat marah dan suka menunda-nunda pekerjaan.
3. Gejala keperilakuan yaitu perubahan-perubahan atau situasi ketika
produktivitas seseorang menurun, absensi meningkat, kebiasaan makan
berubah, merokok bertambah, banyak minuman keras, berbicara tidak
tenang dan gangguan tidur.

31
Universitas Sumatera Utara

Secara realita kita dapat melihat pada mereka yang mengalami stres sering
kemampuan berfikir fokus itu sulit untk dilakukan karena pikiran dan perasaannya
masih pada tugas yang harus dikerjakan tersebut. Dampak lain yang sering terlihat
pada nafsu makan yang kurang bersemangat. Sehingga berat badan mengalami
penurunan, walaupun disajikan makanan yang menjadi favoritnya namun tetap ia
merasa tidak menyukainya. Salah satu dampak stres yang memiliki pengaruh
pada organisasi adalah terjadinya penurunan pada produktivitas organisasi. Salah
satu contohnya adalah pada saat stres dialami oleh karyawan bagian marketing.
Dalam pekerjaan di bagian marketing kemampuan berkomunikasi dengan
konsumen menjadi salah satu ukuran penting yang bisa mempengaruhi konsumen
untuk menyukai produk yang ditawarkan. Namun karena kondisi karyawan
perusahaan yang sedang stress maka memungkinkan ini menjadi sulit untuk
diwujudkan. Sehingga target marketinng menjadi sulit untuk dicapai.
Stress dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Stres
dipandang positif karena dengan adanya stres seorang karyawan bisa bekerja
dengan lebih baik demi mencapai apa yang diinginkannya, misalnya seorang
karyawan yang ingin naik jabatan menjadi manajer, maka ia akan dihadapkan
pada beban pekerjaan yang memiliki tingkat stres yang lebih tinggi. Apabila
seorang karyawan memandang stres dari sisi negatif akan menimbulkan dampak
yang negatif pula. Stres dapat memiliki dampak yang sangat negatif pada perilaku
organisasi dan kesehatan seorang individu.

Stres berhubungan secara positif

dengan ketidakhadiran, berhentinya karyawan, penyakit jantung koroner, dan
infeksi yang disebabkan oleh virus (Kreitner & Kinicki, 2005).

32
Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres
Karena stres dianggap bagian dari kehidupan maka seorang karyawan
diajarkan untuk bisa mengendalikan stres termasuk mencari solusi bagaimana
menghilangkan stres. Menghilangkan stres dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, namun cara yang paling efektif adalah disesuaikan dengan kondisi
realitas orang yang bersangkutan. Artinya pemecahan kasus harus dilihat secara
lebih kasuistik dan bukan secara general (umum).
Menurut Siagian (2008:302) ada berbagai langkah yang dapat diambil
untuk menghadapi stres para karyawan antara lain:
1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan
menghadapi berbagai stress.
2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga
mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan
dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stress.
3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya
gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil
langka-langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap
kerja para bawahannya.
4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stress.
5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka
benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya.
6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat
menjadi sumber stres dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini.

33
Universitas Sumatera Utara

7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikiana
rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari kondisi kerja dapat
diletakkan dan menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila
mereka sempat menghadapi stres.

2.3. Turnover Intention
2.3.1. Pengertian Turnover Intention
Intensi adalah niat atau keinginan yang timbul dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu. Sedangkan turnover adalah pergerakan tenaga kerja keluar
dari suatu organisasi. Berikut ini beberapa pengertian turnover yang dikemukakan
para ahli, yaitu:
1. Menurut Mathis dan Jackson (2006:125)
Perputaran merupakan proses dimana karyawan meninggalkan organisasi
dan harus digantikan.
2. Menurut Rivai dan Sagala (2009:238)
Turnover adalah keinginan karyawan untuk berhenti kerja dari perusahaan

secara sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat kerja yang lain
menurut pilihannya sendiri.
3. Menurut Siregar (2006: 214)
Turnover Intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk

berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya
sendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa turnover intention merupakan niat atau
keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi atau pindah kerja ke

34
Universitas Sumatera Utara

perusahaan lain baik secara sukarela maupun tidak sukarela. Turnover mengarah
pada kenyataan akhir yang dihadapi perusahaan dimana karyawan meninggalkan
perusahaan pada periode tertentu, sedangkan keinginan berpindah mengarah pada
hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan
belum diwujudkan dalam bentuk tindakan pasti.
2.3.2. Indikasi Turnover Intention
Perusahaan yang memiliki turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa
karyawan tidak betah bekerja di perusahaan tersebut. Menurut Harnoto (2002:2)
indikasi turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku
karyawan, antara lain:
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkeinginan melakukan pindah kerja biasanya ditandai
dengan absensi yang semakin meningkat. Dalam fase ini tingkat tanggung
jawab karyawan sangat kurang dibandingkan dengan sebelumya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat
lainnya yang dirasanya lebih mampu memenuhi semua keinginannya.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Karyawan yang akan melakukan turnover akan lebih sering melakukan
berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan.
Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja
berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.

35
Universitas Sumatera Utara

4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa
atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan
tersebut.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif.
Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang
dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan
berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan
turnover .

Mobley (2007:44) mengungkapkan bahwa turnover intention ditandai
dengan adanya niatan untuk keluar dari organisasi dan keinginan untuk mencari
pekerjaan alternatif lain yang lebih baik dari organisasi sebelumnya. Mobley juga
mengungkapkan bahwa keteratarikan individu untuk mencari alternatif pekerjaan
lain ini dipicu dari beberapa aspek-aspek berikut, yaitu:
a. Keinginan mencari pekerjaan lain dengan insentif yang lebih baik.
b. Keinginan untuk mencari peluang karir yang tidak didapatkan di
perusahaan.
c. Keinginan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan bakat
dan kemampuan yang dimiliki

36
Universitas Sumatera Utara

d. Keinginan untuk mencari pekerjaan lain karena ingin suasana
lingkungan dan hubungan kerja yang lebih baik.
2.3.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention
Menurut Mobley (2007:45) ada banyak faktor yang membuat individu
memiliki keinginan untuk berpindah, yakni:
1. Karakteristik Individu
Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan yang
ditentukan secara bersama oleh orang-orang yang terlibat didalamnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya interaksi yang
berkesinambungan dari unsur-unsur organisasi. Individu dengan karakter
sendiri dan organisasi juga memiliki karakter tertentu yang saling
menyesuaikan. Karakter individu yang mempengaruhi keinginan pindah
kerja antara lain umur, lama bekerja, pendidikan dan status perkawinan.
2. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dapat meliputi lingkungan fisik maupun sosial.
Lingkungan fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, dan lokasi pekerjaan.
Sedangkan lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan
kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima,
hubungan kerja se-profesi, dan kualitas kehidupan kerjanya. Lingkungan
kerja dapat mempengaruhi turnover intention pada karyawan. Hal ini dapat
disebabkan apabila lingkungan kerja yang dirasakan oleh karyawan kurang
nyaman sehingga menimbulkan niat untuk keluar dari perusahaan. Tetapi
apabila lingkungan kerja yang dirasakan karyawan menyenangkan maka

37
Universitas Sumatera Utara

akan

membawa

dampak

positif

bagi

karyawan,

sehingga

akan

menimbulkan rasa betah bekerja pada perusahaan tersebut dan dapat
menghilangkan keinginan pindah kerja (turnover intention).
Mobley (2007:46)

menggariskan

secara

detil

faktor-faktor

yang

mempengaruhi terjadinya turnover :
1. Faktor Eksternal, dari faktor eksternal ada dua sisi yang bisa dilihat:
a. Aspek lingkungan. Dalam aspek ini tersedianya pilihan-pilihan
pekerjaan lain dapat menjadi faktor untuk kemungkinan keluar.
b. Aspek individu. Dalam aspek ini, usia muda, jenis kelamin dan masa
kerja lebih singkat, besar kemungkinannya untuk keluar.
2. Aspek Internal, dari faktor internal ini, ada lima sisi yang bisa dilihat:
a. Budaya Organisasi. Kepuasan terhadap kondisi - kondisi kerja dan
kepuasan terhadap kerabat - kerabat kerja merupakan faktor-faktor
yang dapat menentukan turnover .
b. Gaya Kepemimpinan. Gaya kepemimpinan, kepuasan terhadap
pemimpin dan variabel-variabel lainnya seperti sentralisasi merupakan
faktor yang menentukan turnover .
c. Kompensasi.

Penggajian

dan

kepuasan

terhadap

pembayaran

merupakan faktor- faktor yang dapat menentukan turnover .
d. Kepuasan Kerja. Kepuasan terhadap pekerjaan, secara menyeluruh dan
kepuasan terhadap bobot pekerjaan merupakan faktor yang dapat
menentukan turnover .

38
Universitas Sumatera Utara

e. Karir. Kepuasan terhadap promosi merupakan salah satu faktor yang
dapat mentukan turnover .
Menurut Oetomo (dalam Riley, 2006:2), keinginan untuk keluar dapat
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Organisasi
Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk
keluar antara lain berupa upah/gaji, lingkungan kerja, beban kerja, promosi
jabatan, dan jam kerja yang tidak fleksibel.
2. Individu
Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk
keluar antara lain berupa pendidikan, umur, dan status perkawinan.
Staffelbach (2008) menambahkan dua faktor yang mempengaruhi
keinginan untuk keluar (intention to leave) yaitu:
1. Pengakuan (Recognition)
Pengakuan (recognition) merupakan pengakuan organisasi terhadap
karyawannya. Kurangnya pengakuan (recognition) yang diberikan oleh
perusahaan menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi keputusan
karyawan untuk tetap bekerja dalam perusahaan tersebut. Semakin tinggi
pengakuan (recognition) yang diberikan semakin rendah keinginan
karyawan untuk keluar dari perusahaan.
2. Sumber Daya (Resource)
Sumber daya (resource) yang dimaksud dalam perusahaan adalah individu
yang berada di dalamnya, informasi, program yang disediakan oleh

39
Universitas Sumatera Utara

perusahaan untuk karyawan, dan aksesibilitas yang dapat digunakan
karyawan dalam menjalankan tugasnya. Sumber daya (resource)
merupakan prediktor yang kuat untuk keinginan untuk keluar pada
karyawan. Semakin baik sumber daya (resource) yang dimiliki
perusahaan, semakin rendah keinginan untuk keluar pada karyawan.
2.3.4. Pengendalian Turnover Intention
Berikut sejumlah hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam memerangi
tingkat turnover yang tinggi (Mobley, 2007:50):
1. Mengevaluasi

kembali

praktek

perekrutan

karyawan.

Mungkin

perusahaan sedang mempekerjakan karyawan yang kualifikasinya terlalu
tinggi dan tentu saja memiliki kemungkinan besar untuk merasa jemu
dan tidak puas.
2. Mempekerjakan kembali mantan karyawan. Hal ini bisa memberikan
kesan pada yang lain bahwa perusahaan ini adalah tempat yang baik
untuk bekerja jika sampai orang yang sudah keluar pun masuk kembali.
3. Mempertimbangkan pengembangan rencana pension atau pembagian
keuntungan.
4. Meyakinkan bahwa perusahaan telah membuat kesempatan bagi promosi
yang adil.
5. Membuka saluran komunikasi bagi manajemen. Ketika karyawan tidak
mengerti tujuan dari perusahaan dan bagaimana hal itu akan
mempengaruhi hidup mereka, rasa tidak puas bisa berkembang.

40
Universitas Sumatera Utara

6. Meningkatkan penggunaan insentif non financial. Penghargaan terhadap
prestasi kerja adalah salah satu cara dalam melakukannya.
7. Melakukan interview pada karyawan yang mau pindah kerja dan
meninggalkan perusahaan.
8. Menanyakan kepada karyawan sekarang tentang apa yang mereka suka
dan tidak suka dari hal yang dipraktekkan di perusahaan. Survey sikap
merupakan cara yang baik untuk mendapatkan informasi.

2.4. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti
Asri
Mustika
Purba
(2015)

Viwi
Romanda
Bulan Pohan
(2015)

Variabel
Penelitian
Pengaruh
Stres Independen:
Kerja
Dan 1. Stres Kerja
Lingkungan
2. Lingkungan
Kerja Terhadap
Kerja
Turnover
Intention
Pada Dependen:
PT. Daihatsu
1. Turnover
Intetion
Judul

Pengaruh
Stres
Kerja, Motivasi
Kerja Dan Iklim
Organisasi
Terhadap
Keinginan untuk
Keluar (intention
to
Leave)
Karyawan pada
PT.
Infomedia
Nusantara Medan

Metodologi
Hasil Penelitian
Penelitian
Analisis
Hasil penelitian
Regresi Linier menunjukkan
berganda
secara simultan
stres kerja dan
lingkungan kerja
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
turnover
intention.

Indepnden:
1. Stres Kerja
2. Motivasi
Kerja
3. Iklim
Organisasi

Analisis
Hasil penelitian
Regresi Linier menunjukkan
Berganda
secara simultan
stres kerja dan
lingkungan kerja
berpengaruh
positif
dan
Dependen:
signifikan
1. Keinginan
terhadap
Untuk Keluar
turnover
(Intention to
intention.
Leave)

41
Universitas Sumatera Utara

(Lanjutan)
Variabel
Penelitian
Ester Sofiah Pengaruh Stres Independen:
Gultom
Kerja,
Konflik 1. Stres Kerja
(2015)
Dan
Gaji 2. Konflik
Terhadap
3. Gaji
Turnover
Karyawan Pada Dependen:
Choco Bakery
1. Turnover

Metodologi
Hasil Penelitian
Penelitian
Analisis
Hasil penelitian
Regresi Linier menunjukkan
Berganda
bahwa
stres
kerja,
konflik
dan gaji secara
parsial maupun
serentak
mempengaruhi
turnover
karyawan Choco
Bakery sebesar
29,9%.

Gabriela
Syahronica
(2015)

Analisis
Deskriptif dan
Analisis
Regresi Linier
Berganda

Peneliti

Judul

Pengaruh
Kepuasan Kerja
Dan Stres Kerja
Terhadap
Turnover
Intention (Studi
Pada Karyawan
Departemen
Dunia Fantasi PT
Pembangunan
Jaya Ancol, Tbk)

Independen:
1. Kepuasan
Kerja
2. Stres Kerja
Dependen:
1. Turnover
Intention

Dari
hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa kepuasan
kerja
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
turnover
intention. Tetapi
disini yang lebih
berpengaruh
terhadap
turnover
intention adalah
stres kerja.

42
Universitas Sumatera Utara

(Lanjutan)
Variabel
Penelitian
Rindi
Pengaruh
Independen:
Nurlaila Sari Kepuasan Kerja, 1. Kepuasan
(2014)
Stres Kerja Dan
Kerja
Komitmen
2. Stres Kerja
Organisasi
3. Komitmen
Terhadap
Organisasi
Turnover
Intention (pada
Hotel
Iblis Dependen:
Yogyakarta)
1. Turnover
Intention
Peneliti

Judul

Metodologi
Penelitian
Analisis
Deskriptif dan
Analisis
Regresi Linier
Berganda

Saba Iqbal, The Impact Of Independen:
Analisis
dkk (2014)
Organizational
1. Komitmen
Deskriptif
Commitment, Job
Organisasi
Satisfaction, Job 2. Kepuasan
Stress
and
Kerja
Leadership
3. Stres Kerja
Support
On 4. Dukungan
Turnover
Kepemimpina
Intention
In
n
Educational
Institutes
Dependen:
1. Keinginan
Keluar

Agung
A Pengaruh
Independen:
WS
Kepuasan Kerja 1. Kepuasan
Waspodo
Dan Stres Kerja
Kerja
(2013)
Terhadap
2. Stres Kerja
Turnover
Intention
Pada Dependen:
Karyawan
PT. 1. Turnover
Intention
UNITEX
di
Bogor

Hasil Penelitian
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa kepuasan
kerja, stres kerja
dan
komitmen
organisasi
berpengaruh
terhadap
turnover
intention.
Kontribusi
kepuasan kerja,
stres kerja dan
komitmen
organisasi untuk
menjelaskan
turnover
intention sebesar
R2 0,133.
Hasil
menunjukkan
bahwa keinginan
keluar memiliki
hubungan yang
signifikan
dengan
semua
variabel, antara
lain komitmen
organisasi,
kepuasan kerja,
stres kerja dan
dukungan
kepemimpinan.

Analisis
Terdapat
Regresi Linier pengaruh
Berganda
signifikan antara
kepuasan kerja
dan stres kerja
secara bersamasama
terhadap
turnover
intention.

43
Universitas Sumatera Utara

(Lanjutan)
Variabel
Penelitian
Muhammad Relationship
Independen:
Imran
Between
Job 1. Stres Kerja
Qureshi, dkk Stress, Workload, 2. Beban Kerja
(2013)
Environment and 3. Lingkungan
Employees
Turnover
Dependen:
Intentions: What 1. Keinginan
Karyawan
We Know, What
Keluar
Should We Know

Metodologi
Penelitian
Teknik
Statistik
Multivariat

Solomon
Oyetola
Olusegun
(2013)

Analisis
Deskriptif

Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa pengaruh
dari
kepuasan
kerja
terhadap
keinginan keluar
adalah signifikan
(F (2,223) =
20.846; R =
0.397; R2 =
0.158; Adj. R2 =
0.150; P < 0.05).

Analisis
Deskriptif dan
Analisis
Statistik (uji
crosstab dan
uji
regresi
logistik)

Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
faktor
yang
berpengaruh
terhadap
keinginan pindah
kerja adalah stres
kerja, umur dan
pendidikan.
Sedangkan faktor
yang
tidak
berpengaruh
adalah
status
perkawinan, dan
jenis kelamin.

Peneliti

Kartika
Mariana
(2012)

Judul

Influence of Job
Satisfaction
on
Turnover
Intentions
of
Library
Personnel
in
Selected
Univerisities in
South
West
Nigeria

Independen:
1. Kepuasan
Kerja

Pengaruh Stres
Kerja
Dan
Karakteristik
Individu
Terhadap Intensi
Turnover
Karyawan Bagian
Produksi
PT.
Citra
Kencana
Industri Tanjung
Morawa Medan

Independen:
1. Stres Kerja
2. Karakteristik
Individu

Depeden:
1. Keinginan
Keluar
Pegawai
Perpustakaan

Dependen:
1. Intensi
Turnover

Hasil Penelitian
Hasil
menunjukkan
bahwa keinginan
karyawan keluar
berhubungan
positif
dengan
penyebab stres
kerja dan beban
kerja. Sementara,
dinyatakan
berhubungan
negatif dengan
lingkungan
tempat kerja.

sumber: Purba (2015), Pohan (2015), Gultom (2015), Syahronica (2015), Sari (2014), Iqbal, dkk
(2014), Waspodo (2013), Qureshi, dkk (2013), Olusegun (2013), Mariana (2012).

44
Universitas Sumatera Utara

2.5. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan penjelasan tentang hubungan antar
variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono,
2012:89). Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen
yaitu kepuasan kerja dan stres kerja, sedangkan variabel dependen dalam
penelitian ini adalah turnover intention perawat honor.
2.5.1. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention
Mobley (2007:46)

menggariskan

secara

detil

faktor-faktor

yang

mempengaruhi terjadinya turnover adalah Faktor Eksternal yaitu aspek
lingkungan dan aspek individu. Dan faktor Internal yaitu budaya organisasi, gaya
kepemimpinan, kompensasi, kepuasan kerja dan karir.
Mobley ddk (2007) menjabarkan bahwa perasaan tidak puas dapat memicu
rencana untuk berhenti kerja. Kemudian akan mengarah pada usaha untuk
mencari pekerjaan baru. Hubungan dimulai dari adanya pikiran untuk berhenti
bekerja, usaha untuk mencari pekerjaan baru, berintensi untuk berhenti bekerja,
atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan untuk berhenti kerja
atau bertahan.
Robbins dan Judge (2009:121) menjelaskan bahwa kepuasan kerja
dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor-faktor lain seperti
pasar kerja, kesempatan kerja alternatif dan panjangnya masa kerja merupakan
kendala penting untuk meninggalkan pekerjaan yang ada. Kepuasan kerja
dihubungkan secara negatif dengan keinginan berpindah karyawan, tetapi kolerasi
itu lebih kuat daripada apa yang ditemukan dalam kemangkiran. Karyawan

45
Universitas Sumatera Utara

dengan kepuasan kerja yang tinggi akan merasa senang dan bahagia dalam
melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan
lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya cenderung
mempunyai pikiran untuk keluar, mengevaluasi alternatif pekerjaan lain, dan
berkeinginan untuk keluar karena berharap menemukan pekerjaan yang lebih
memuaskan.
Penelitian yang dikemukakan oleh Syahronica (2015) berpendapat bahwa
kepuasan berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention, yang
dipaparkan dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaru