Tingkat Pengetahuan Ibu terhadap Faktor Risiko Dermatitis Popok pada Bayi Berusia 0-24 Bulan di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Memiliki bayi merupakan suatu kebahagiaan sekaligus tantangan

tersendiri bagi setiap orang tua. Bayi yang tadinya terlindung di dalam kandungan
ibu yang hangat dan steril yang merupakan kantung aman selama kurang lebih 40
minggu akan mulai terpapar dengan udara luar yang kering dan kaya oksigen dan
terdapat berbagai mikroorganisme, salah satunya adalah bakteri. Kulit bayi akan
mengalami perubahan sebagai bentuk adaptasi terhadap dunia luar. Di dalam
kandungan ibu, kulit bayi dilindungi oleh vernix caseosa dan cairan ketuban.
Setelah lahir, vernix caseosa akan menghilang dan kulit bayi terpapar dengan
udara luar yang kering (Visscher, 2009).
Kelainan kulit yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak-anak
adalah diaper rash atau yang dikenal juga dengan dermatitis popok. Menurut
Jordan dkk. (1986) dalam Li (2012) dilaporkan bahwa setengah dari bayi berusia
1-20 bulan mengalami dermatitis popok dengan puncak insidensi pada usia 9-12
bulan. Dalam suatu penelitian yang dilakukan di Britania Raya dilaporkan

insidensi dermatitis popok sebesar 25% pada 4 minggu pertama kehidupan bayi
(Ward, 2000).Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat,
didapatkan bahwa prevalensi terjadinya dermatitis popok sekitar 7-35% dari
populasi bayi (Agrawal, 2011). Di Indonesia, berdasarkan laporan morbiditas
Pusat Pendidikan Dermatologi divisi Dermatologi Pediatrik di beberapa rumah
sakit, angka kejadian lama dan baru untuk dermatitis popok pada tahun 2010
sebanyak 25 kasus dan 15 kasus pada tahun 2011.
Dermatitispopok adalah ruam kemerahan yang timbul sebagai respon
terhadap reaksi peradangan yang terjadi pada kulit yang tertutup popok dalam
jangka waktu yang lama.Ketika kulit bayi terpapar oleh popok yang lembab dalam
jangka waktu yang lama, kulit bayi menjadi lebih rentan terhadap jejas mekanik
dan penetrasi iritan dan mikroba (Li, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Dermatitispopok tidak hanya dialami olah bayi, tetapi juga bisa dialami
oleh orang dewasa yang memakai popok.Gejala yang muncul bisa berupa ruam
kemerahan, kulit yang lembab, dan terkadang bersisik di daerah genitalia, bokong,
ataupun di daerah sekitar kulit yang tertutup popok (Chang, 2008).
Dermatitispopok disebabkan oleh multifaktor, diawali oleh lamanya kulit

bayi terpapar popok dan meningkatnya kelembapan popok yang menutupi kulit
bayi.Kondisi ini cenderung menyebabkan terjadinya kerusakan kulit akibat
gesekan (friction), menurunkan fungsi barrier atau pelindung pada kulit bayi,
serta meningkatkan reaktivitas kulit terhadap iritan. Faktor penyebab lainnya
termasuk kontak kulit bayi dengan air kencing bayi, enzim saluran pencernaan
yang terkandung di dalam tinja bayi, peningkatan pH kulit bayi, serta infeksi
Candida albicans dan bakteri jenis lain (Chang, 2008). Pemberian susu formula,
kematangan bayi, dan bakteriCandida albicans yang terbawa melalui usus juga
merupakan faktor penyebab terjadinya dermatitis popok (Ward, 2000).
Dari studi penelitian yang dilakukan di China oleh Chi Li dkk. pada tahun
2012 tentang 15 faktor yang dicurigai berkaitan dengan terjadinya dermatitis
popok, yaitu: jenis kelamin, usia, tingkat pengetahuan ibu, lingkungan tempat
tinggal, pemberian ASI, pengenalan makanan padat, pemberian ASI pada malam
hari, kesehatan bayi secara umum, diare, jenis popok yang dipakai, frekuensi
penggantian popok, frekuensi pergerakan usus, pemakaian pembersih kulit,
pemakaian krim pelindung kulit, dan frekuensi mandi bayi, didapati empat faktor
yang secara signifikan berkaitan dengan terjadinya dermatitis popok pada bayi
usia 0-24 bulan, antara lain lingkungan tempat tinggal, pemberian makanan padat,
diare yang dialami bayi, dan frekuensi penggantian popok.
Dermatitispopok jarang berlanjut menjadi penyakit yang serius, tetapi

kelainan kulit ini menimbulkan rasa tidak nyaman pada bayi dan kecemasan pada
orang tua.Oleh karena itu, sangat penting dilakukan pencegahan terjadinya
dermatitispopok.Meskipun tingkat pengetahuan ibu tidak termasuk ke dalam
faktor risiko yang signifikan dalam terjadinya dermatitis popok, tetapi
pengetahuan ibu tetap merupakan aspek yang penting untuk mencegah terjadinya
dermatitis popok pada bayi.Semakin baik tingkat pengetahuan ibu terhadap faktor

Universitas Sumatera Utara

risiko terjadinya dermatitis popok pada bayi berusia 0-24 bulan, diharapkan terjadi
penurunan angka kejadian dermatitis popok pada bayi berusia 0-24 bulan.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan ibu terhadap faktor risiko
dermatitis popok pada bayi berusia 0-24 bulan.

1.2.

Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan


rumusan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimanakah tingkat pengetahuan
ibu terhadap faktor risiko terjadinya dermatitis popok pada bayi berusia 0-24
bulan?”

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan ibu terhadap fakor risiko terjadinya dermatitis popok pada bayi 0-24
bulan.
1.3.2. Tujuan Khusus:
Mengetahui karakteristik ibu yang memiliki bayi berusia 0-24 bulan

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi peneliti

Menjadi

sarana

untuk

menyalurkan

ilmu

dan

mengaplikasikan

keterampilan penulis dalam melakukan penelitian secara mandiri terkait masalah
tertentu yang terjadi di masyarakat.
1.4.2. Bagi masyarakat
Terkhususnya bagi ibu yang mempunyai bayi berusia 0-24 bulan,
penelitian ini berguna sebagai tambahan pengetahuan dan informasi tentang faktor
risikodermatitispopok pada bayi, sehingga ibu bisa berupaya melakukan

pencegahan terjadinya dermatitispopok.

Universitas Sumatera Utara