Karakteristik dermatitis popok pada bayi di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kulit Bayi
Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan bayi,

anak – anak, dan orang dewasa. Masa bayi dimulai dari usia 0 - 12 bulan yang
ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan
perubahan dalam kebutuhan zat gizi.18
Kulit pada bayi lebih tipis daripada orang dewasa (40-60%), kurang
berambut, dan memiliki perlekatan antara epidermis dan dermis yang lemah. Bayi
memiliki risiko terjadinya luka pada kulit, absorpsi perkutaneus, dan infeksi pada
kulit yang lebih tinggi. Bayi prematur lahir pada kisaran usia kehamilan 32-34
minggu memiliki masalah yang berhubungan dengan stratum korneum yang
imatur, termasuk peningkatan transepidermal water loss (TEWL). Peningkatan
TEWL dapat menyebabkan kecacatan akibat dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit, dan instabilitas thermal. Penggunaan occlusive dressings atau emolien
topikal dapat memperbaiki fungsi barier yang rusak akibat meningkatnya
TEWL.19

Literatur ilmiah melaporkan sebuah serial dari proses adaptasi terhadap
perubahan lingkungan setelah kelahiran. Perubahan ini mempengaruhi seluruh
ukuran biofisik untuk karakteristik kulit, termasuk TEWL, hidrasi kulit, dan
perubahan koefisien friksi, kolonisasi mikroba, dan nilai pH kulit.19
Kebanyakan peneliti melaporkan nilai TEWL kulit bayi lebih rendah atau
sama dengan pada kulit orang dewasa. Pada periode segera setelah kelahiran,
TEWL yang lebih rendah dapat terjadi karena terdapatnya vernix caseosa, yang

4

memberikan perlindungan tambahan terhadap epidermal water loss. Vischer et al,
menemukan sedikit perbedaan namun penting pada nilai TEWL di daerah
popok.20 Penurunan tajam dijumpai setelah 3 menit membuka popok, dimana hal
ini kemungkinan mengindikasikan bahwa kulit tidak beradaptasi sepenuhnya
terhadap kondisi lingkungan.21,22
Hoeger dan Enzmann memeriksa hidrasi stratum korneum pada lokasi
anatomi yang berbeda pada bayi usia 3 hari sampai 12 minggu.23 Mereka
menemukan peningkatan pada hidrasi kulit, tidak ada perbedaan yang ditemukan
antara tiap lokasi anatomis, termasuk daerah bokong.24


2.2
2.2.1

Dermatitis Popok
Definisi
Dermatitis popok (DP) adalah suatu kelainan kulit yang disebabkan oleh

gangguan kulit akibat faktor fisik, kimia, enzimatik, dan mikrobial yang terjadi
pada daerah popok, seperti di alat kelamin, dubur, bokong, lipat paha, dan perut
bawah.6
Istilah DP biasa digunakan sebagai diagnosis, seolah-olah penyakit kulit
yang beragam yang mengenai daerah ini merupakan ciri klinis tunggal, padahal
DP bukan merupakan diagnosis spesifik dan paling baik dilihat sebagai variasi
kompleks simptom yang dicetuskan oleh kombinasi berbagai faktor, yang paling
sering disebabkan kontak berkepanjangan dengan urin dan feses, dan pada banyak
kasus, juga infeksi sekunder oleh bakteri atau Candida albicans. Peningkatan pH
juga dapat menyebabkan kerusakan epidermis, selanjutnya menyebabkan iritasi
akibat kehilangan fungsi sawarnya. Faktor risiko DP termasuk diare serta
penggunaan antibiotik.25,26


Meskipun DP seringnya hanya sebagai gangguan minor, erupsi pada
daerah ini tidak hanya berkembang menjadi infeksi sekunder dan ulserasi, tetapi
dapat lebih parah dengan penyakit kulit yang mengikuti atau menggambarkan
manifestasi penyakit yang lebih serius.19
Dermatitis popok iritan merupakan hasil akhir dari keterpajanan yang
konstan terhadap lingkungan lokal yang merugikan, terutama keterpajanan
terhadap kelembaban dan agen iritan lainnya termasuk feses dan enzim feses.25
2.2.2

Etiologi dan patogenesis
Penyebab utama DP masih belum diketahui, namun kemungkinan

dikarenakan interaksi dari banyak faktor, seperti meningkatnya hidrasi,
peningkatan pH, enzim feses dan mikroorganisme. 1,25,26
Penyebab DP adalah multifaktorial. Faktor inisial adalah kelembaban kulit
yang berlangsung lama. Kelembaban ini berasal dari keringat ataupun urin yang
tidak diserap kedalam popok. Kelembaban ini mengakibatkan meningkatnya
kerusakan akibat friksi, penurunan fungsi sawar, dan meningkatkan reaktivitas
terhadap bahan iritan ataupun mikroorganisme.26
2.2.2.1 Peningkatan hidrasi kulit/kelembaban

Kulit pada daerah popok berulang kali terpapar air dari keringat, urin, dan
feses, serta dari sifat lingkungan popok yang relatif oklusif. Popok yang dipakai
bayi dengan cukup ketat untuk menghindari kebocoran mengakibatkan kenaikan
kelembaban beberapa derajat pada permukaan kulit sehingga menyebabkan kulit
menjadi lembab.6,9,11,27,28 Lingkungan hangat, lembab dibawah popok tersebut
membuat kulit sensitif bayi rentan terhadap kerusakan oleh karena friksi, enzim

feses dan mikroba. Peningkatan kelembaban meningkatkan koefisien friksi dan
membuat kulit menjadi lebih permiabel terhadap enzim dan bahan kimiawi.6
2.2.2.2 Peningkatan pH
Keasaman kulit di daerah yang tertutup secara signifikan lebih tinggi
daripada kulit tanpa popok pada neonatus dan bayi yang lebih besar.9,29 Pada uji
klinis mengenai pH kulit, kelembaban dan skor ruam kulit dari total 1.601 bayi
dalam empat uji klinis ditemukan bahwa kelembaban dan pH kulit secara
signifikan lebih tinggi pada kulit dengan popok daripada tanpa popok.11 Bakterial
urease yang berasal dari mikroba feses memecah urea pada urin untuk melepas
ammonia dan meningkatkan pH kulit yang tertutup.6 pH yang alkali mengganggu
lingkungan dari kulit bayi (pH kulit normal 5 – 6) dan pada gilirannya
mencetuskan terjadinya dermatitis popok iritan (DPI).12
2.2.2.3 Enzim feses

Enzim feses seperti protease dan lipase memiliki kerja mengiritasi pada
kulit dengan menyerang protein korneosit dan interstitial lipid lamellae dari
stratum korneum, yang menyebabkan kerusakan fungsi sawar.10 Paparan terhadap
feses menyebabkan iritasi pada kulit daerah perianal pada bayi.30 Efek iritan ini
meningkat oleh karena peningkatan pH, juga karena garam empedu. Kombinasi
efek garam empedu, enzim feses dan peningkatan pH menyebabkan inflamasi
pada kulit dibawah popok yang menyebabkan DP.9
2.2.2.4 Mikroorganisme
Kolonisasi kandida pada daerah perineum merupakan faktor penting yang
berkontribusi pada penyebab DP, namun hal ini masih belum pasti apakah
kandida merupakan penyebab utama dermatitis atau kejadian sekunder.31

Kolonisasi kandida pada daerah popok meningkat dengan penggunaan antibiotik
oral dan sebuah penelitian menunjukkan pada 30% bayi sehat dan 92% bayi
dengan DP dijumpai Candida albicans pada kotorannya.32 Mikroba yang
berdampak lainnya sebagai penyebab DP adalah Staphylococcus aureus,
Peptostreptococcus bacteroides, Virus Herpes Simpleks tipe 1 (VHSV 1),
dermatofita dan Cytomegalo virus (CMV).1 Bakteri lainnya yang dapat
mencetuskan inflamasi vagina dan jaringan sekitar (vulvovaginitis) termasuk
Shigella, Escherichia coli, dan Yersinia enterocolitica.5

2.2.3 Gambaran klinis
Dermatitis popok (DP) dapat terjadi pada bayi dan anak yang
menggunakan popok baik popok kain maupun popok sekali pakai. Lesinya
mengenai permukaan konveks daerah popok seperti bokong, paha atas, perut
bawah, daerah pubis dan genitalia sedangkan lipatan inguinal biasanya terhindar.1
Dua tipe DP yang paling sering adalah dermatitis popok iritan (DPI) dan
dermatitis popok kandida (DPK).19 Berikut ini adalah gambaran klinis DP
berdasarkan tipenya.
2.2.3.1 Dermatitis popok iritan (DPI)
Dermatitis popok iritan (DPI) adalah tipe DP yang paling sering dijumpai.
Dermatitis ini terjadi pada orang yang menggunakan popok, tanpa memperhatikan
usia. Dermatitis popok iritan (DPI) muncul dengan gambaran makula eritematosa,
lembab, dan terkadang plak berskuama pada daerah konveks genitalia dan
bokong, diawali pada daerah yang terdekat kontak dengan popok.33 Erosi yang
dangkal terkadang muncul pada permukaan yang konveks.25,26 Kelainan ini dapat
disebabkan karena kontak dengan enzim proteolitik dari kotoran dan iritan

kimiawi, seperti sabun, detergen, dan preparat topikal. Faktor signifikan lainnya
dapat juga seperti panas, kelembaban, dan retensi keringat yang berhubungan
dengan lingkungan lokal yang diproduksi popok.19

2.2.3.2 Dermatitis popok kandida (DPK)
Dermatitis popok kandida (DPK) merupakan tipe DP kedua tersering dan
muncul sebagai makula eritematosa merah terang, papul, dan plak yang cenderung
mengenai lipatan tubuh. Ditandai dengan lesi satelit. Kandida flora pencernaan
sering kali mengkontaminasi DP yang muncul lebih dari 3 hari, dan level kandida
meningkat bersamaan dengan keparahan klinis dermatitis. Kemungkinan DPK
dapat terjadi berkaitan dengan riwayat penggunaan obat – obatan antibiotik.25,26
2.2.3.3 Miliaria rubra (“Heat Rash”)
Miliaria rubra cenderung terjadi pada daerah dimana komponen plastik
dari popok menyebabkan oklusi dari saluran ekrin dari kulit. Pada bayi ditemukan
pada daerah popok, leher, dan daerah intertriginosa. Sering terjadi jika pergantian
cepat ke cuaca hangat, dan anak berpakaian berlebihan. Muncul dengan gambaran
papul merah kecil, papulovesikel dan vesikel yang rapuh.2,26
2.2.3.4 Papul dan nodul pseudoverukosa
Papul dan nodul pseudoverukosa terjadi pada daerah popok dan perianal
pasien pada usia berapa saja karena kelembaban yang berkepanjangan. Individu
yang menggunakan popok dikarenakan inkontinensia urin kronis cenderung
mengalami tipe dermatitis ini. Gambarannya berupa papul dan nodul dengan
diameter 2-8 mm, eritematosa, lembab, puncak datar dengan gambaran histologis
akantosis reaktif atau dermatitis psoriasiform spongiotik. 2,26


2.2.3.5 Parakeratosis granular infantil
Parakeratosis granular infantil menggambarkan bentuk idiopatik dari
retensi keratosis pada bayi pengguna popok. Terdapat dua pola klinis: plak linier
bilateral pada lipatan inguinal dan plak geometris eritematosa yang didasari
tekanan dari popok. Skuama tebal seperti berlapis - lapis dijumpai pada kedua
bentuk, dan merupakan tanda penyakit ini.26
2.2.3.6 Dermatitis Jacquet Erosive
Dermatitis Jacquet erosive merupakan DP yang parah yang jarang terjadi
dan dapat terjadi pada usia berapapun. Ditandai dengan ulserasi punched out,
berbatas tegas, atau erosi dengan pinggir meninggi. Pada bayi laki – laki, erosi
dan krusta glans penis dan meatus urinarius dapat menyebabkan nyeri dan susah
berkemih. Kontak berkepanjangan dengan urin dan feses di.bawah oklusi
mencetuskan kondisi ini. Hal ini sudah jarang dijumpai sejak ditemukan popok
sekali pakai superabsorben.19,26
2.2.3.7 Granuloma gluteal infantum
Granuloma gluteal infantum merupakan kelainan jinak pada bayi yang
ditandai dengan nodul merah keunguan yang berukuran (0,5 – 3,0 cm) pada kulit
sela paha, perut bawah, dan paha dalam pada bayi umur 2 sampai 9 bulan.
Biasanya pasien sebelumnya mendapat terapi dengan kortikosteroid topikal.

Merupakan kondisi yang jarang ditemukan. Muncul pada daerah yang terkena DP
sebelumnya. Biopsi menunjukkan infiltrat limfosit dermis yang dense, sel plasma,
neutrofil, dan eosinofil, tetapi tidak terdapat granuloma. Muncul sebagai reaksi
yang tidak biasa terhadap faktor iritan biasanya.19,26

2.2.3.8 Dermatosis tidak terkait penggunaan popok
Berbagai jenis erupsi meradang dapat terjadi pada daerah popok walaupun
jarang. Erupsi yang dapat sembuh sendiri atau secara klinis tidak khas. Kelainan
ini dapat berupa dermatitis seboroika, dermatitis atopik, psoriasis, impetigo
bulosa, akrodermatitis enteropatika, skabies, hand-foot-and-mouth disease, infeksi
herpes simpleks, dan sel histiositosis sel Langerhans. 2,26
2.2.4

Diagnosis

Diagnosis dermatitis kontak iritan khususnya dapat dibuat dengan mudah
berdasarkan pemeriksaan cepat pada daerah popok yang menunjukkan gambaran
yang khas pada perineum. Selain riwayat penggunaan popok (setidaknya 3 hari
atau lebih) dan gambaran klinis, terkadang dapat dilakukan pemeriksaan elemen
jamur. Pada kasus yang dicurigai herpes, pemeriksaan apusan Tzanck dan/atau

kultur spesimen harus dilakukan, terutama pada kasus yang diduga akibat
kekerasan.33,34
2.2.5

Penatalaksanaan
Sebagian besar kasus DP sembuh secara spontan. Hanya beberapa yang

memerlukan terapi aktif. Kulit yang sehat adalah kulit yang tidak menggunakan
popok, tetapi susah untuk dilakukan oleh seluruh kalangan sosial, oleh karena itu
dibutuhkan keseimbangan dalam penggunaan popok tersebut.1
Dermatitis popok iritan (DPI) dan DPK (atau kombinasi keduanya)
mewakili sebagian besar ruam popok. Infeksi yang disebabkan Candida sp. lebih
sering menyebabkan komplikasi pada ruam popok jika muncul lebih dari 3 hari.26
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penatalaksanaan DP adalah
sebagai berikut35,

A = Air (udara). Popok harus sesering mungkin dibuka saat bayi tidur untuk
mengeringkan kulit
B = Barrier ointments (salep pelindung). Digunakan pasta zink oksida,
petrolatum, dan campuran lainnya, preparat pelindung yang bukan obat, yang

merupakan dasar terapi.
C = Cleansing and anticandidal treatment (pembersih dan terapi anti kandida).
Pembersih lembut dengan air putih, minyak mineral, atau pembersih lembut tanpa
pewangi direkomendasikan. Menghindari gesekan atau garukan penting
dilakukan. Agen anti kandida topikal harus ditambahkan dan yang menunjukkan
gejala kandidiasis. Nystatin oral diindikasikan jika terdapat kandidiasis oral.
D = Diapers (Popok). Popok harus diganti sesering dan sesegera mungkin setelah
buang air besar, terutama jika menggunakan popok kain.
E = Education (Edukasi). Edukasi orangtua dan pengasuh.
Berbagai literatur telah memaparkan bagaimana cara penatalaksanaan DP
dan pencegahan terjadinya kembali. Berikut ini adalah salah satu langkah
pendekatan terapi DP primer.

Terapi Lini Pertama

Meningkatkan frekuensi pergantian popok
Menggunakan popok sekali pakai superabsorbent
Mengoleskan krim pelindung tahan air, misal,
zink oksida
Menambahkan minyak mandi pada air mandi

Terapi Lini Kedua

Mengoleskan krim hidrokortison 1%
Mengoleskan krim anti jamur
Mengoleskan salep mupirosin topikal

Terapi Lini Ketiga

Mengoleskan kombinasi kortikosteroid, anti
jamur, dan agen anti bakteri
Mengoleskan larutan eosin 2%

Gambar 2.1. Tahap pendekatan terapi DP primer
*Dikutip dari kepustakaan no. 36,37

Dermatitis popok berkurang apabila kulit daerah popok memiliki
lingkungan yang serupa dengan

kulit tanpa popok. Semakin jarang bayi

menggunakan popok, dermatitis semakin jarang terjadi; namun, kebutuhan untuk
menggunakan popok harus diperhitungkan saat memberikan nasihat. Mengajarkan
anak melakukan toilet training sedini mungkin sangat efektif untuk mengurangi
terjadinya DP.38
Jika DP telah berkembang; tujuan terapi adalah (1) memperbaiki
kerusakan kulit; (2) mengobati penyakit yang mendasari; (3) mencegah terjadinya
rekurensi.38
Terapi medikamentosa yang mengurangi inflamasi dapat membantu dalam
mengobati DP. Agen yang paling diterima adalah salep hidrokortison 1% tunggal,
karena telah terbukti aman dan efektif digunakan di daerah popok, atau
dikombinasi dengan agen anti jamur. Kortikosteroid poten harus dihindari.
27,36,38,40,41

Terapi terhadap kandida atau bakteri patogen dapat memperbaiki DP
dengan baik. Agen anti-infeksi telah digunakan untuk mengobati DP sebagai
monoterapi dan dalam kombinasi dengan kortikosteroid topikal. Salep mikonazol
nitrat 0,25% merupakan terapi yang efektif dan aman untuk DP pada bayi.42 Pasta
yang mengandung mikonazol nitrat menurunkan interferensi gesekan diantara
popok kain dan kulit,sehingga mengurangi mikroba yang terdapat pada kulit yang
menggunakan popok.43
2.2.6

Pencegahan
Pencegahan Dermatitis Popok Iritan33:

1.

Menggunakan popok sekali pakai super absorben

2.

Pertahankan daerah popok tetap kering dengan mengganti popok secara
berkala atau memeriksa kotoran setiap 2 jam dan bahkan lebih sering pada
anak dengan diare dan neonatus

3.

Untuk mengeliminasi bahan iritan setiap pergantian popok, bersihkan daerah
popok dengan air ditambah kapas kain atau dengan baby wipes dengan zat
tambahan yang minimal dan menghindari gesekan berlebihan dan detergen

4.

Jika cenderung berkembang menjadi DP, oleskan pelindung topikal yang
mengandung bahan kedap air (seperti zink oksida) dan bahan minimal lainnya

5.

Berikan waktu tanpa popok setiap harinya dan hindari penggunaan celana
dalam plastik yang mengepas sepanjang daerah popok

2.3

Popok Bayi
Popok adalah produk konsumen yang telah lama digunakan untuk

perawatan bayi, sebelum mereka berlatih buang air, untuk alasan kenyamanan dan
sosial. Popok kain yang dipakai berulang digunakan secara tradisional sampai

tahun 1960, kemudian saat popok sekali pakai diperkenalkan sebagai popok yang
memiliki kemampuan untuk menyerap sejumlah besar cairan dan melindungi
pakaian dan tempat tidur terlindung dari kotoran. Kapasitas untuk menyerap
cairan tergantung dari tipe popok. Popok superabsorben (PSA) terbaru memiliki
kemampuan menyerap maksimum. Penggunaannya telah meluas pada orang
dewasa yang juga menderita inkontinensia.44
Popok yang saat ini digunakan diseluruh dunia meliputi berbagai jenis
bahan dan teknologi. Tipe – tipe popok termasuk (1) popok kain berulang (sering
ditutupi oleh plastik di sepanjang celana), (2) popok sekali pakai dengan inti
selulosa di dalam dan plastik di lapisan luar, (3) popok sekali pakai dengan inti
selulosa mengandung polimer absorben tinggi (absorbent gelling material) untuk
mencegah air kontak dengan kulit dan terlindung dengan berbagai karakteristik
dari plastik (misalnya vapor permeable), dan (4) popok sekali pakai dengan
selulosa dan bahan gel absorben, yang mengandung petrolatum, dan plastik
pelindung vapor permeable.45
2.3.1

Popok kain
Meski popok sekali pakai lebih praktis dan tidak repot, tapi, tak sedikit

orang tua yang tetap memilih popok kain untuk bayinya dengan alasan dapat
dibersihkan ulang dan konon ramah lingkungan.46
Popok kain tidak memiliki kapasitas absorben melainkan harus secepat
mungkin diganti setelah berkemih, hal ini dapat mencetuskan terjadinya
hiperhidrasi dan maserasi. Juga dibutuhkan perhatian penuh dalam mencuci dan
laundry popok kain, pastikan tidak ada lagi detergenyang tertinggal pada popok,
dan popok telah didesinfeksi dengan efektif.46

2.3.2

Popok sekali pakai
Popok sekali pakai telah menjadi barang yang sangat diperlukan didalam

daftar keperluan barang keperluan bayi. Terlepas dari memberikan keuntungan
dalam hal kenyamanan, popok sekali pakai juga memberikan keuntungan
kesehatan lainnya. Sebagai tambahan, selama beberapa dekade, teknologi popok
juga semakin maju dengan dikenalkannya bahan super absorben (BSA) dan desain
yang lebih baik untuk menjamin terlindung dari kebocoran. Dibandingkan dengan
popok kain, popok sekali pakai memberikan keuntungan dalam menurunkan
kemungkinan infeksi potensial.46
Penggunaan popok sekali pakai ini menurunkan insidensi DP.43 Popok
sekali pakai mengandung polimer absorben. Pada sebuah seri uji klinis buta
ganda, ternyata bayi yang menggunakan popok sekali pakai yang breathable lebih
jarang mengalami DP daripada bayi yang menggunakan popok sekali pakai yang
standard. Sebagai tambahan, telah dilakukan evaluasi retrospektif dari studi klinis
sebelum dan sesudah perkenalan popok sekali pakai ini untuk mengkonfirmasi
bahwasannya penggunaan

materi gel absorben atau materi-materi zink

oksida/petrolatum yang dikeluarkan popok dapat melindungi kelembaban kulit.
Popok sekali pakai menurunkan kulit yang basah dan menormalkan pH kulit.
Koloni kandida berkurang hampir dua per tiga pada daerah yang tertutup popok
breathable dibandingkan daerah kontrol.44-46
2.3.3

Kemajuan terbaru dalam teknologi popok
Sekarang ini, tiga tipe popok telah dirancang untuk menurunkan insidensi

ruam popok.

1.

Popok sekali pakai yang secara berkesinambungan diolesi formulasi
petrolatum topikal pada kulit. Hal ini telah dapat menurunkan keparahan
ruam popok secara signifikan dibandingkan dengan popok sekali pakai
konvensional47

2.

Popok sekali pakai breathable telah menunjukkan dapat menurunkan
insidensi infeksi kandida sebesar 38-50% dan juga menurunkan pertahanan
dua per tiga koloni kandida. Prevalensi ruam popok pada studi ini secara
terbalik berkaitan dengan kemampuan bernafas popok.48

3.

Popok dengan insersi membran water impermeable tetapi vapor permeable
sepanjang lapisan popok. Membran permiabel selektif ini dapat mengeluarkan
uap air, tetapi mencegah kebocoran urin, mempertahankan kulit tetap kering.
Pada sebuah studi, popok ini telah menunjukkan dapat menurunkan insidensi
dari DP ringan dan berat sebesar masing – masing 18% dan 39%.49

2.4

Popok dengan Kejadian Dermatitis Popok
Popok digunakan untuk memperoleh kenyamanan, meskipun dapat

menyebabkan peningkatan kelembaban kulit, perubahan pH menjadi alkali,
mempertahankan enzim feses dan menyebabkan gesekan pada kulit bayi, sehingga
membuat lingkungan yang kondusif untuk berkembangnya DP.44,50
Popok sekali pakai, meskipun nyaman untuk digunakan, tidak menurunkan
insidensi dari DP, meskipun sekarang terdapat popok sekali pakai super absorben
yang memberikan emolien ke permukaan kulit, popok breathable dan popok
dengan membran water impermeable dan vapor permeable telah dirancang.44-46
Studi perbandingan berbagai merk popok kain, popok sekali pakai
konvensional dan popok superabsorbent, menunjukkan popok superabsorben

secara signifikan menurunkan kelembaban kulit dan mempertahankan tetap kering
dibandingkan dengan popok lain. Popok sekali pakai konvensional meskipun
tidak lebih baik dari popok kain yang dipakai berulang, tetapi lebih nyaman
digunakan selama kegiatan sosial dan malam hari. Kekurangan utama popok
sekali pakai superabsorbent adalah efek lingkungan, yaitu bertambahnya jumlah
sampah popok akibat dari penggunaannya.44-46

2.5

Kerangka Teori

Kontak terhadap
urin & feses yang
berkepanjangan

Occlusive
dressing

Peningkatan suhu,
kelembaban, dan friksi

Maserasi kulit akibat:
 Enzim feses
 Dermatitis kontak alergi
 Bahan iritan

Candida albicans, Streptococcus,
Staphylococcus aureus,
Enterobacteriaceae, bakteri lain

Dermatitis
Popok
Gambar 2.2. Kerangka teori dermatitis popok

2.6

Kerangka Konsep

Dermatitis
Popok

Karakteristik
Demografis
Tipe
Dermatitis Popok
Gambar 2.3. Kerangka konsep