Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Selada Air

Menurut United States Department of Agriculture (2015), sistematika tumbuhan selada air adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Capparales / Brassicales Famili : Brassicaceae / Cruciferae Genus : Nasturtium

Spesies : Nasturtium officinale

Nasturtium officinale adalah tumbuhan asli di Eropa, Asia Barat dan Ethiopia. Namun, sekarang ini telah terdistribusi secara global di seluruh dunia. Dimulai dari Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, New Zealand, dan juga daerah Asia (Barker, 2009). Di Indonesia, selada air dikenal dengan beberapa nama daerah seperti sayur parit (di Sumatera Utara) (Anonim, 2011) dan jambak atau kenci (di Jawa) (Anonim, 2014). Selada air juga dikenal dengan nama asing watercress (Inggris) (Barker, 2009) dan sai-yeung-choi (China) (Anonim, 2013).

Selada air merupakan tanaman perenial akuatik dari famili Cruciferae dengan pokok herba menjalar atau tegak, mempunyai akar tunggang dan memiliki batang yang berongga (Ong, 2003). Selada air biasanya ditemukan dalam bentuk


(2)

serumpun dan tumbuh di atau dekat dengan perairan. Daun selada air umumnya bergelombang. Panjang daun sekitar 4-12 cm dan panjang batang sekitar 10-60 cm dengan akar yang kurus dan bercabang di dasarnya. Di bagian atas batang dan tangkai terdapat bunga berwarna putih dengan ukuran 3-5 mm dan mempunyai 4 lembar petal. Buahnya berukuran panjang 10-25 mm dan lebar 2-2,5 mm dengan bentuk silindris lurus atau melengkung (Barker, 2009).

Tanaman ini dapat bereproduksi melalui biji atau melalui segmen batang. Perpindahan biji dapat terjadi melalui angin, air, hewan, dan manusia. Dengan beberapa mekanisme reproduksi, selada air dapat berkembang biak tergantung pada kondisi lingkungan (Barker, 2009).

2.1.2 Kandungan

Secara keseluruhan, selada air mengandung 93% air, 3-4% karbohidrat, 1,7-2% protein, 0,2-0,3% lemak, 0,8-1,1% serat dan juga banyak mineral dan vitamin yang cukup lengkap (Ong, 2003). Selain itu, selada air juga merupakan sumber karotenoid jenis lutein dan zeaxanthin (Marshall, 2006). Kandungan lain selada air yang juga bermanfaat bagi tubuh adalah phenethyl isothiocyanate (PEITC) (Rizki, 2013). Menurut penelitian Salamah, dkk. (2011), komponen-komponen bioaktif yang terkandung pada ekstrak kasar selada air dari uji fitokimia antara lain alkaloid, steroid/triterpenoid, fenol hidrokuinon, flavonoid, karbohidrat dan asam amino.

2.1.3 Manfaat

Kemampuannya sebagai peluruh kencing (diuretik) sangat baik, sehingga menyehatkan ginjal dan mengurangi risiko tekanan darah tinggi. Selada air juga memiliki kemampuan detoksifikasi yang baik dan pelancar dahak di saluran


(3)

tenggorokan. Selain itu, sayuran ini juga memiliki kemampuan bakterisida yang baik (Lingga, 2012). Menurut penelitian Mazandarani, dkk. (2012), kandungan total fenol dan flavonoid dari ekstrak selada air mempunyai hubungan korelasi yang positif dengan aktivitas antioksidan sebagai penghambat radikal bebas. Komponen fenol dan flavonoid merupakan konstituen penting sebagai penghambat radikal bebas dan mengstabilkan lipid peroksidasi (Özen, 2009). Khasiat selada air untuk mengobati penyakit kanker juga cukup baik karena mengandung glukonasturtiin (phenethyl isothiocyanate atau PEITC) yang merupakan salah satu senyawa yang memiliki efek kemoterapi terhadap kanker paru (Khare, 2007). Penelitian Shahrokhi, dkk. (2009) juga menunjukkan adanya aktivitas antidiabetes dari ekstrak selada air.

2.2 Mineral

Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2009).

Keseimbangan ion-ion mineral dalam tubuh mengatur proses metabolisme, mengatur keseimbangan asam basa, tekanan osmotik, membantu transpor senyawa-senyawa penting pembentuk membran, beberapa di antaranya merupakan konstituen pembentuk jaringan tubuh. Secara tidak langsung, mineral banyak yang berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan satu sama lainnya, dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Poedjiadi, 1994).


(4)

2.2.1 Kalium

Kalium adalah ion bermuatan positif terutama terdapat di dalam sel, sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler. Kalium memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. Selain itu, kalium juga berfungsi sebagai katalisator dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis glikogen dan protein. Kalium berperan dalam pertumbuhan sel (Almatsier, 2009).

Sumber utama kalium adalah sayuran, buah dan kacang-kacangan. Kebutuhan minimum kalium ditaksir sebanyak 2000 mg per hari. Kekurangan kalium jarang terjadi, tetapi dapat terjadi ketika muntah dan diare kronis. Kekurangan kalium dapat menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, mengigau dan konstipasi, jantung berdebar dan kemampuannya memompa darah menurun. Kelebihan kalium dapat mengakibatkan gagal jantung yang berakibat kematian (Cakrawati dan Mustika, 2012).

2.2.2 Kalsium

Tubuh manusia membutuhkan kalsium lebih banyak dari mineral lainnya yaitu sekitar 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, sebanyak 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi, selebihnya tersebar luas di dalam tubuh. Kalsium berperan dalam pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi-reaksi biologik dan membantu otot berkontraksi (Almatsier, 2009).

Sumber utama kalsium adalah susu, hasil susu seperti keju, ikan, serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu, tempe dan sayuran hijau. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan


(5)

pertumbuhan. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal serta dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar). Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi 2500 mg sehari (Cakrawati dan Mustika, 2012).

2.2.3 Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Di dalam tubuh, natrium terdapat sebanyak 0,15% dari berat badan atau sekitar 83-97 g, dimana 40% terdapat pada tulang dan tidak mengalami pertukaran atau mengalami pertukaran yang lambat dengan cairan tubuh (Cakrawati dan Mustika, 2012). Natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartermen, mengatur tekanan osmotik yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel, menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh dan berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot (Almatsier, 2009).

Sumber utama natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat (MSG), kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg per hari. Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan nafsu makan. Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan dan bila menjalankan diet yang sangat terbatas dalam natrium. Kelebihan natrium dapat menimbulkan edema dan hipertensi (Almatsier, 2009).

2.2.4 Magnesium

Hampir 60% dari magnesium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan gigi, 26% di dalam otot dan selebihnya ada di dalam jaringan lunak serta cairan tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai


(6)

katalisator dalam reaksi-reaksi biologik. Di dalam cairan sel ekstraseluler magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot dan pembekuan darah yang kerjanya berlawanan dengan kalsium. Magnesium juga mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Almatsier, 2009).

Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, kacang, gandum dan polong-polongan. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi dan gagal jantung. Kelebihan magnesium biasanya terjadi pada penyakit gagal ginjal (Cakrawati dan Mustika, 2012).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam (Khopkar, 1985).

Teknik spektrofotometri serapan atom menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan diantaranya oleh kecepatan analisisnya, ketelitiannya sampai tingkat runut, tidak memerlukan pemisahan pendahuluan. Kelebihan kedua adalah kemungkinannya untuk menentukan konsentrasi semua unsur pada konsentrasi runut. Ketiga, sebelum pengukuran tidak selalu perlu memisahkan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan


(7)

kehadiran unsur lain dapat dilakukan asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia (Khopkar, 1985). Teknik ini digunakan untuk menetapkan kadar ion logam tertentu dengan jalan mengukur intensitas emisi atau serapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh uap atom unsur yang ditimbulkan dari bahan, misalnya dengan mengalirkan larutan zat ke dalam nyala api (Ditjem POM, 1995). Alat yang digunakan pada spektrofotometer serapan atom mempunyai beberapa kemampuan khusus. Untuk tiap elemen yang ditetapkan sumber yang spesifik mengemisikan garis spektra untuk diserap harus dipilih. Sumber biasanya adalah lampu hollow katoda yang dirancang untuk mengemisikan radiasi yang dikehendaki pada kondisi tereksitasi. Saat radiasi diserap oleh elemen contoh uji, biasanya pada panjang gelombang yang sama dengan garis emisinya, elemen pada lampu hollow katoda sama dengan elemen yang ditetapkan. Alat dilengkapi dengan aspirator untuk membawa contoh uji ke dalam nyala. Detektor digunakan untuk membaca sinyal dari bejana uji. Sistem deteksi, hanya membaca perubahan sinyal dari sumber hollow katoda, yang berbanding langsung dengan jumlah atom yang ditetapkan dari contoh uji (Ditjen POM, 2014).

Ketika suatu atom dalam keadaan bebas dikenai suhu tinggi atau disinari dengan sumber sinar di daerah ultraviolet-sinar tampak, maka kemungkinan salah satu elektronnya dipromosikan dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi adanya sangat besar. Perpindahan elektron ini berhubungan dengan serapan energinya. Hal inilah yang disebut dengan serapan atom. Sebaliknya, ketika atom kembali secara spontan ke keadaan dasarnya maka atom dapat mengemisikan kembali kelebihan energinya dalam bentuk satu atau beberapa foton (spektroskopi emisi atom) (Gandjar dan Rohman, 2012).


(8)

Ada perbedaan antara puncak-puncak serapan sinar oleh molekul-molekul senyawa dengan puncak-puncak serapan oleh atom. Penyerapan sinar oleh senyawa menghasilkan pita-pita panjang gelombang yang lebar karena di dalam suatu molekul, disamping tingkat energi elektronik terdapat juga tingkat-tingkat energi vibrasi dan rotasi. Sebaliknya, dalam atom netral suatu unsur hanya terdapat tingkat-tingkat energi elektronik saja dan tidak terdapat tingkat energi vibrasi dan rotasi. Akibatnya puncak-puncak serapan atom berupa garis-garis yang tajam (Gandjar dan Rohman, 2012).

Menurut Jeffery, dkk. (1989), prosedur dimana atom bebas dihasilkan di dalam nyala dapat dijelaskan dalam beberapa tahapan berikut. Ketika suatu larutan yang akan diperiksa komponen logamnya, diaspirasikan ke dalam nyala, terjadi beberapa tahapan berikut dengan cepat yaitu:

1. Penguapan pelarut yang meninggalkan residu solid.

2. Penguapan zat padat (solid) dengan disosiasi menjadi konstituen atom, yang mula-mula masih berada di keadaan dasar (ground state).

3. Beberapa atom akan tereksitasi oleh energi panas dari nyala ke tingkatan energi yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut akan meradiasikan energi.

Keberhasilan analisis dengan metode spektrofotometri serapan atom ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Hal ini dapat diterangkan dari persamaan Boltzmann sebagai berikut.

Nj No=

Pj

Poexp(- Ej KT )

dimana Nj dan No masing-masing merupakan jumlah atom yang tereksitasi dan jumlah atom yang terdapat pada keadaan dasar, K merupakan tetapan Boltzmann


(9)

(1,38 x 10-16 erg/K), T adalah temperatur absolut (K), Ej adalah perbedaan energi tingkat eksitasi dan tingkat dasar. Pj dan Po adalah faktor statistik yang ditentukan oleh banyaknya tingkat yang mempunyai energi setara pada masing-masing tingkat kuantum. Pada umumnya fraksi atom tereksitasi yang berada pada gas yang menyala, kecil sekali (Khopkar, 1985). Dapat dilihat dari persamaan di atas bahwa rasio Nj/No dipengaruhi oleh energi eksitasi (Ej) dan temperatur (T). Peningkatan temperatur dan penurunan energi (Ej) akan menghasilkan nilai rasio Nj/No yang lebih tinggi (Jeffery, dkk., 1989).

2.3.1 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom 1. Sumber Sinar

Sumber sinar yang dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2012). 2. Tempat Sampel (Atomizer)

Dalam tempat sampel inilah proses atomisasi terjadi. Dalam analisis secara spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu:

a. Dengan nyala (flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk


(10)

gas asetilen-udara: 2200 oC. Pada sumber nyala ini, asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai agen pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Beberapa temperatur nyala yang lain dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Temperatur Nyala

Bahan Bakar Oksidan Udara Oksidan Oksigen N2O

Hidrogen 2100 2780 -

Asetilen 2200 3050 2955

Propana 1950 2800 -

Sumber: Khopkar (1985). b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Tungku merupakan teknik atomisasi tanpa nyala. Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena: atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu, muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yaitu atomisasi tanpa nyala. Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel cair, diambil hanya beberapa µL, sementara sampel padat diambil beberapa mg), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2012). 3. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian


(11)

banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2012).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan transmisi atau absorpsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Sumber: Harris, D.C. (2007).

2.3.2 Gangguan –Gangguan pada Spektrotofometer Serapan Atom

Menurut Gandjar dan Rohman (2012), yang dimaksud dengan gangguan-gangguan (Interferences) pada spektrofotometri serapan atom adalah


(12)

peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri serapan atom adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara- cara sebagai berikut:

a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi b. Penambahan senyawa penyangga

c. Pengekstraksian unsur yang akan dianalisis d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi metode analisis perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa metode yang digunakan sudah valid dan kesalahan (error) yang terjadi masih dalam batas yang diizinkan (Gandjar dan Rohman, 2012).


(13)

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya. 1. Kecermatan (Accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

a. Metode simulasi

Metode simulasi (spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

b. Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditentukan kembali (Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (Precision)

Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variansi. Keseksamaan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian


(14)

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x) (Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Batas Deteksi {Limit of Detection (LOD)} dan Batas Kuantitasi {Limit of Quantitation (LOQ)}

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).


(1)

(1,38 x 10-16 erg/K), T adalah temperatur absolut (K), Ej adalah perbedaan energi tingkat eksitasi dan tingkat dasar. Pj dan Po adalah faktor statistik yang ditentukan oleh banyaknya tingkat yang mempunyai energi setara pada masing-masing tingkat kuantum. Pada umumnya fraksi atom tereksitasi yang berada pada gas yang menyala, kecil sekali (Khopkar, 1985). Dapat dilihat dari persamaan di atas bahwa rasio Nj/No dipengaruhi oleh energi eksitasi (Ej) dan temperatur (T). Peningkatan temperatur dan penurunan energi (Ej) akan menghasilkan nilai rasio Nj/No yang lebih tinggi (Jeffery, dkk., 1989).

2.3.1 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom 1. Sumber Sinar

Sumber sinar yang dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2012). 2. Tempat Sampel (Atomizer)

Dalam tempat sampel inilah proses atomisasi terjadi. Dalam analisis secara spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu:

a. Dengan nyala (flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk


(2)

gas asetilen-udara: 2200 oC. Pada sumber nyala ini, asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai agen pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Beberapa temperatur nyala yang lain dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Temperatur Nyala

Bahan Bakar Oksidan Udara Oksidan Oksigen N2O

Hidrogen 2100 2780 -

Asetilen 2200 3050 2955

Propana 1950 2800 -

Sumber: Khopkar (1985). b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Tungku merupakan teknik atomisasi tanpa nyala. Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena: atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu, muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yaitu atomisasi tanpa nyala. Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel cair, diambil hanya beberapa µL, sementara sampel padat diambil beberapa mg), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2012). 3. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian


(3)

banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2012).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan transmisi atau absorpsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Sumber: Harris, D.C. (2007).

2.3.2 Gangguan –Gangguan pada Spektrotofometer Serapan Atom


(4)

gangguan-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri serapan atom adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara- cara sebagai berikut:

a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi b. Penambahan senyawa penyangga

c. Pengekstraksian unsur yang akan dianalisis d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi metode analisis perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa metode yang digunakan sudah valid dan kesalahan (error) yang terjadi masih dalam batas yang diizinkan (Gandjar dan Rohman, 2012).


(5)

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya. 1. Kecermatan (Accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

a. Metode simulasi

Metode simulasi (spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

b. Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditentukan kembali (Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (Precision)

Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variansi. Keseksamaan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian


(6)

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x) (Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Batas Deteksi {Limit of Detection (LOD)} dan Batas Kuantitasi {Limit of Quantitation (LOQ)}

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).


Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium Dan Natrium Pada Daun Kucai (Allium Schoenoprasum, L.) Segar Dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

9 90 107

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

9 69 118

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

4 17 116

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 60

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 4

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 1 3

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 14

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 62