Kedudukan Hukum Lembaga Penjamin Kredit Daerah Sebagai Penjamin Dalam Pemberian Kredit Terhadap Usaha Kecil Menengah (UKM)

(1)

A. Dasar Hukum Pemberian Kredit UKM

Jika hukum perbankan diartikan dengan Undang-Undang Perbankan, maka diperoleh batasan bahwa hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur segala hal yang menyangkut tentang bank, baik kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan usaha bank. Namun jika dilihat dalam perspektif sistem sebagai entitas, maka hukum perbankan diartikan sebagai kumpulan peraturan hukum yang merupakan satu kesatuan yang masing-masing unsurnya berkaitan satu sama lain dan bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan keseluruhan dari hukum perbankan. Unsur sistem hukum perbankan yang dimaksudkan adalah peraturan hukum (norma), asas-asas hukum, dan pengertian-pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Unsur hukum tersebut dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan di dalam atau diluarnya, dan dapat dihindarkan adanya tumpang tindih mengenai persoalan perbankan, maka solusinya adalah melalui asas hukum yang terdapat dalam sistem hukum perbankan itu sendiri.

Bicara mengenai dasar hukum pemberian kredit usaha kecil maka ada beberapa bidang hukum yang saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum pemberian kredit usaha kecil adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian kredit usaha kecil tidak dapat melepaskan diri dari aspek


(2)

hukum perikatan/perjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit. Di samping itu, dalam pemberian kredit usaha kecil ini para juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 7 Tahun 1992 dan perubahannya yaitu UU No. 10 Tahun 1998 menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992 disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit.

Dasar hukum selanjutnya adalah SE BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha Kecil dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak jumpai dalam Undang-Undang yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata.

Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama.11 Mariam Darus B . Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian.12

Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat (2) dikatakan

persetujuan-Menurut Pasal 1313 KUHPerdata ayat (1) menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

11 R. Subekti, Hukum Perjanjian,(Jakarta: Internusa, 1999), hlm. 1.


(3)

persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik.

Beberapa ketentuan yang penting dalam hukum perjanjian dan hal inilah yang merupakan akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu:

1. Berlaku sebagai undang-undang

Berlaku sebagai undang-undang berarti ketentuan-ketentuan itulah yang mengatur hubungan mereka. Isi perjanjian ini dapat ditentukan sendiri dan atau oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur. Dengan demikian perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat yaitu para pihak yang membuatnya.

Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala hal/sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasan atau undang-undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak terlepas dari tanggungjawab atau akibat yang timbul dari suatu prestasi yang dipenuhi, juga para pihak juga harus memperhatikan undang-undang. Apabila terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai kehadapan hakim maka dalam mengadilinya hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan ketentuan perundang-undangan, kebiasan dan kepatutan.

2. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak

Sesuai dengan asas komensualitas, bahwa perjanjian dibuat atas persetujuan kedua belah pihak, sebaliknya bahwa untuk merubah kembali persetujuan harus ada izin pihak lainnya. Namun demikian dapat dibatalkan oleh


(4)

salah satu pihak apabila ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh undang-undang yaitu pada Pasal 1814 KUHPerdata.

3. Pelaksanaan dengan Itikad baik

Pelaksanaan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang mengadakan perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur subjektif dan sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan. Yang dimaksud baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bukanlah dalam arti subjektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus mengandalkan norma-norma kepatutan dan norma kesusilaan. Jadi yang dimaksud dengan itikad baik disini adalah ukuran objektif, perjanjian itu harus berjalan di atas jalur benar.

Dalam penjelasan Pasal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.

Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa sifat perjanjian, salah satunya adalah perjanjian konsensuil perjanjian riil. Suatu perjanjian dikatakan bersifat komersial apabila perjanjian itu sudah tercipta dengan kata sepakat saja, sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang menghendaki di samping kata sepakat masih diperlukan suatu perbuatan nyata yaitu penyerahan barang yang menjadi objeknya.

Sifat hukum dari perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti adalah konsensuil dan riil. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumusan pada awal


(5)

kalimat “persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain”. Pada prinsipnya yang terjadi baru kesepakatan untuk memberikan sesuatu kepada pihak lain, sedangkan penyerahannya belum terjadi. Secara teoritis, antara terciptanya kesepakatan.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut, maka seluruh pasal-pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni kreditur dan pihak debitur. Namun harus pula diingat, bahwa meskipun undang-undang menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, akan tetapi didalam perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, akan tetapi di dalam perjanjian itu sendiri harus dihindari ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang, maka perjanjian itu berlaku bagi para pihak. Sebaliknya jika di dalam perjanjian itu terdapat klausal yang justru bertentangan dengan undang-undang, maka dengan sendirinya perjanjian itu dapat batal karenanya.

B. Bentuk Kredit pada Usaha Kecil Menengah

Bentuk perjanjian kredit perbankan dalam praktiknya telah disediakan oleh pihak bank sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standart


(6)

contract), dimana debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada

kemungkinan untuk tawar menawar13

1) Kredit Modal Kerja (KMK) : (R/C) Maksimum CO menurun. 2) Kredit Investasi (KI) : Pseudo R/C

3) Angsuran pokok dan atau bunga untuk KI dan KMK tersebut disesuaikan dengan cash flow dan siklus usaha debitur, misalnya bulanan, 3 bulanan atau 6 bulanan. Khusus untuk usaha non musiman misalnya perdagangan dengan jangka waktu kredit 1 tahun, selain angsuran bulanan, lain yang dapat dilakukan hanya periode angsuran 2 bulanan atau 3 bulanan dengan tetap mengacu pada cash flow usaha.

4) Khusus untuk usaha musiman (misal: pertanian, perkebunan,dll) dengan jangka waktu kredit maksimal 1 tahun, bentuk kredit dapat sekaligus lunas (pokok ditambahkan dengan bunga pinjaman).

Surat permohonan kredit atau daftar isian merupakan dokumen/data pertama bagi bank untuk melangkah leih jauh lagi, maka pihak bank meminta kepada pemohon kredit agar melengkapi lampiran-lampiran yang diperlukan, seperti akta otentik, surat jaminan, referensi, neraca laba rugi perusahaan yang bersangkkutan, feasibility study dan sebagainya. Sehingga lampiran-lampiran tersebut merupakan bagian mutlak dan tidak dapat dipisahkan dari perumusan permohonan kredit. Apabila semua keterangan/datanya telah lengkap, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dan melakukan penilaian secara umum yang kemudian dilanjutkan dengan acara, memeriksa langsung


(7)

(insection on the spot) ke perusahaan debitur, sesudah semua acara dapat diselesaikan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan pemberian kredit serta pengatusan administrasi. Hal tersebut diperlukan karena di dalam setiap pemberian kredit harus dibuat suatu perjanjian tertulis antara pihak bank dengan si pemohon kredit, perjanjian kredit itu biasanya disebut dengan “perjanjian kredit/akad kredit”

C. Para Pihak dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil Menengah

Salim mengartikan perjanjian kredit sebagai perjanjian bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tetentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan14

1. Pihak Kreditur

Sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) UU Perbankan, bank terbagi dalam dua jenis yaitu :

a. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan atau memberikan perhatian yang lebih besar pada kegiatan tertentu.

14 Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, (Jakarta: Raja Grafindo


(8)

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Menurut pembagiannya, Bank dapat dibeda-bedakan menjadi : a. Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya

1) Bank Sentral

Menurut UU No. 23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 jo UU No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last

resort. Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia.

2) Bank Umum

Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank). Bank umum mempunyai banyak kegiatan. Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang utama antara lain:


(9)

a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan;

b) Memberikan kredit;

c) Menerbitkan surat pengakuan utang;

d) Memindahkan uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri;

e) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga;

f) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; dan

g) Melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

3) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. BPR dalam melakukan kegiatannya tidak sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank konvensional (bank umum). Ada kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu:

a) Menerima simpanan berupa giro, b) Mengikuti kliring,


(10)

c) Melakukan kegiatan valuta asing, d) Melakukan kegiatan perasuransian

Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini.

a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan deposito.

b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat.

c) Menyedikan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.

b. Jenis Bank berdasarkan kepemilikannya Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing.

1) Bank Milik Pemerintah

Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi, contoh, Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya. 2) Bank Milik Swasta Nasional Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga


(11)

dipertunjukkan untuk swasta pula, contohnya, Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain. 2) Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri, contohnya, ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain. c. Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya

1) Bank Konvensional

Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman. Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil. Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.


(12)

Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan investasi. Bank konvensional, contohnya, bank umum dan BPR. Kedua jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada sub bab sebelumnya.

2) Bank Syariah

Sekarang ini banyak berkembang bank syariah. Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas. Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan


(13)

bank konvensional. Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah. Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba. Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat non muslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan non muslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah, contoh bank syariah di Indonesia, yaitu, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri. Dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, bank umum dapat dibagi ke dalam:

a. Bank Devisa, merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara menyeluruh.

b. Bank Non Devisa, merupakan bank yang mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksankan transaksi seperti halnya bank devisa.


(14)

Jenis-jenis bank tersebut, dapat dilihat dari fungsinya serta kinerjanya, dapatlah diberikan pembagian dari masing-masing bank tersebut. Pembagian jenis bank ini sangat penting karena terdapatnya perbedaan jenis kegiatan yang boleh dilakukan oleh bank-bank yang berbeda tersebut. Dalam hal ini kegiatan ini dapatlah disebutkan pembagiannya berdasarkan jenis karena telah diatur oleh Bank Indonesia tentang kegiatan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh bank-bank tersebut. Jenis kegiatan yang dilakukan bank senantiasa di bawah pengawasan Bank Indonesia.

2. Pihak Nasabah

Dalam peraturan bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis dan pengerian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2 (dua), yakni :15

a. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simapanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.


(15)

.32-b. Nasabah Debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah : a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu

bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain.

b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.

c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit (L/C) pada suaru bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran.

Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum , nasabah dapat berwujud dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu :16 a. Orang

Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya.

16 Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Bandung:


(16)

Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjajian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi syarat subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian yang dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat. b. Badan Hukum

Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis badan hukum adalah sebagai berikut :

1) Badan hukum publik, seperti Negara atau Pemda.

2) Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 TAhun 2007 tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda.


(17)

4) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tetang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini terdiri dari perusahaan persero, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan.

5) Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No.. 4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi

6) Yayasan, diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001, yang diubah dengan UU No. 28 tahun 2004.

7) Badan Hukum Milik Negara, diatur dalam PP No. 153 tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia.

8) Dana pensiun, diatur dalam UU No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Dalam peraturan bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis dan pengerian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni :17

a. Nasabah penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simapanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

17Ibid., hlm 32-33


(18)

b. Nasabah debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah a. Nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu

bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain.

b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.

c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit (L/C) pada suaru bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran.

Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum, nasabah dapat berwujud dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu :18 a. Orang

Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya.


(19)

Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjajian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi syarat subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian yang dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat. b. Badan Hukum

Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis badan hukum adalah sebagai berikut :

1) Badan hukum publik, seperti Negara atau Pemda

2) Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 TAhun 2007 tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemda.


(20)

4) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tetang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini terdiri dari perusahaan persero, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan

5) Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi

6) Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001, yang diubah dengan UU No. 28 tahun 2004.

7) Badan Hukum Milik Negara, diatur dalam PP No. 153 tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia.

8) Dana pensiun, diatur dalam UUNo. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Dengan lahirnya Undang-Undang Perbankan Tahun 1976 sebagaimana telah diganti dengan Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka di samping perjanjian pinjam uang yang dikenal di dalam KUHPerdata, Hukum Adat, terdapat ketentuan-ketentuan perjanjian. Kredit yang khusus berlaku bagi bank-bank dan mereka yang memperoleh kredit dari bank-bank tersebut. Pasal-Pasal 1759, 1760, 1761 dan 1762 KUHPerdata mengatur kewajiban-kewajiban orang yang meminjamkan. Pasal 1759 KUHPerdata menyatakan bahwa: “orang yang meminjamkan tidak dapat meminta kembali apa yang telah dipinjamkan sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam persetujuan”. Pasal 1760 KUHPerdata menyatakan jika tidak telah ditetapkan sesuatu waktu, hakim berkuasa, apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya menurut


(21)

keadaan, memberikan sekedar kelonggaran kepada si peminjam. Dalam hal ini Asser Van Oven berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan di atas sebenarnya tidak mengatur kewajiban pemberi pinjaman, akan tetapi kewajiban penerima pinjaman. Satu-satunya ketentuan yang mengatur kewajiban pemberi pinjaman adalah Pasal 1753 KUHPerdata akan tetapi ketentuan itu tidak bertalian dengan perjanjian pinjam uang, karena hanya mengatur perjanjian pinjam mengganti barang. Dari ketentuan-ketentuan di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa di dalam perjanjian kredit, bank memiliki kewajiban pokok yaitu menyediakan kredit sesuai dengan tujuan kredit dan jangka waktu perjanjian. Kewajiban ini tidak bersifat mutlak Bank berhak menyimpanginya dalam hal penerima kredit tidak memenuhi syarat-syarat perjanjian itu. Untuk ini bank berhak secara sepihak dan sewaktu-waktu tanpa terlebih dahulu memberitahukan atau menegor penerima kredit, untuk tidak mengizinkan atau menolak penarikan atau penggunaan kredit lebih lanjut oleh penerima kredit dan mengakhiri jangka waktu kredit yaitu dalam hal:

a. Penerima kredit tidak atau belum mempergunakan kredit ini setelah lewat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya perjanjian.

b. Penerima kredit memberikan data-data yang tidak benar sehubungan dengan perjanjian.

Apabila kita simak dari defenisi penerima kredit sebenarnya sudah terangkum apa yang menjadi hak dan kewajiban dari penerima kredit yaitu mendapat kredit sebagai hak dan mengembalikannya kembali kepada bank.


(22)

D. Perjanjian Kredit Usaha Kecil Menengah

Perjanjian kredit mengacu kepada KUHPerdata yang merupakan salah satu bentuk perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam buku III KUHPerdata. Pada hakikatnya pemberian kredit merupakan salah satu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata, yang berbunyi : ”Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Perjanjian pinjam-meminjam ini mengandung makna yang luas yaitu obyeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk didalamnya uang. Perjanjian pinjam uang bersifat riil, tersimpul dari kalimat ”pihak kesatu menyerahkan uang itu kepada pihak lain”dan bukan mengikatkan diri untuk menyerahkan uang. Dari uraian diatas dapat dibedakan 2 kelompok perjanjian kredit :19

a. Perjanjian kredit uang;

b. Perjanjian kredit barang, misalnya perjanjian sewa beli dan perjanjian sewa guna usaha;

Menurut Marhainis Abdul Hay,20

19Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Alumni, 1994), hlm

.111.

20 Hay, Marhainis Abdul, Hukum Perbankan Di Indonesia,(Jakarta: Pradnya Paramita, ketentuan Pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjam mengganti, mempunyai pengertian yang identik dengan perjanjian kredit bank. Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa perjanjian kredit adalah merupakan ”Perjanjian Pendahuluan” (voorovereenkomst) dari


(23)

penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubunganhubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensuil (pacta de contrahendo) oligatoir, yang dikuasai oleh Undang-Undang Perbankan dan Bagian Umum KUH Perdata.21

Usaha Menengah adalah Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Besar. Kriterianya adalah: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,-s/d Rp.

Pengertian perjanjian kredit juga tidak dinyatakan dengan tegas dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, namun mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit ini tersirat dalam Pasal 1 ayat (11) bahwa kredit diberikan hanya berdasar persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan debitur.

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar. Kriterianya adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 500.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memilikihasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- s/d Rp. 2.500.000.000,-


(24)

10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,- s/d Rp. 50.000.000.000,-22

Dalam rangka perkembangan era globalisasi dewasa ini yang diikuti dengan percepatan arus teknologi dan informasi terutama di bidang ekonomi seperti dewasa ini masyarakat tidak akan maju bilamana tidak berhubungan dengan kredit. Kredit merupakan kesanggupan akan meminjam uang atau Bertindak sebagai lembaga penjaminan dalam program ini adalah PT. (Persero) Asuransi Kredit Indonesia (PT. Askrindo) dan Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo).Sedangkan pihak ketiga yaitu Bank Penyalur terdiri dari enam (6) Bank Umum dan tigabelas (13) Bank Pembangunan Daerah (BPD). Keenam Bank Umum penyalur KUR sampai saat ini adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin.

Pihak-pihak yang terkait dengan penyaluran KUR di tingkat daerah disesuaikan dengan keberadaan masing-masing bank di daerahnya.Enam bank umum selaku penyalur secara umum berlaku di seluruh wilayah Indonesia.Untuk bank pembangunan daerah selaku bank penyalur tergantung daerah masing-masing sesuai dengan tugas penyaluran KUR sebagaimana disebutkan sebelumnya. Koordinasi program KUR secara umum dilakukan oleh TKPK Daerah melalui kelompok program Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil.


(25)

kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akan membayarnya kelak.23

Elemen dari kredit adalah adanya dua pihak kesepakatan pinjam-meminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan dan jangka waktu tertentu. Kredit dalam pengertian lain dapat berarti percaya atau kepercayaan.

24

Tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa percaya, sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon debitur harus dicurigai setengah mati. Hal ini sangat beralasan, sebab kata kredit itu sendiri berasal dari bahasa latin “creditus” yang merupakan bentuk past participle dari kata credere, yang berarti to trust. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan.25

Menurut HMA Savelberg kredit mempunyai arti antara lain:

26

1. Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.

2. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu (commodatus, depositus regulare, pignus).

JA Levy merumuskan arti kredit yaitu menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan

23

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Komtemporer, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 5.

24 Asuransi Kredit, http://www.sinarmas.co.id/FAQ/asuransi_kredit.asp (diakses tanggal

10 Februari 2014)

25 Rivai Hadiwidjadja dan Wirasasmita, Analis Kredit, (Bandung : Pionir Jaya,1997), hlm.

12.

26HMA Savelberg, Dasar Perkreditan Perbankan, (Jakarta : Penerbit Gramedia Pustaka


(26)

kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.27

Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama.

Dalam pemberian kredit ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU Perbankan, menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU Perbankan disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit. Selanjutnya menurut Surat Edaran BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha Kecil, dalam persetujuan membuka kredit, kedua belah pihak dikuasai oleh lapangan hukum perikatan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam Undang-undang yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata.

28

Prof. Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian.29

27 JA Levy, Masalah Perkreditan, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1999), hlm .20. 28 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1999), hlm .9.

29Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan istilah persetujuan yang berbunyi : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.”


(27)

Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.30

Setiap perbuatan hukum selalu merupakan akibat hukum. Demikian juga halnya dengan perbuatan suatu perjanjian sebagai suatu perbuatan akan

Selama ini memahami arti perjanjian (communis opinio doctorum) adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua (een tweezijdige rechtshandeling) yaitu perbuatan penawaran (aanbod, offer), dan penerimaan (aanvaarding, acceptance). Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg). Konsep ini melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum (legal

reasoning) yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan

adalah sebagai hubungan hukum antara nasabah dengan debitur.

Persyaratan yang demikian juga dikenal dalam setiap sistem hukum, misalnya Inggris, Perancis, dan Jerman. Syarat kedua adalah kecakapan para pihak yang membuat perjanjian. Kecakapan para pihak merupakan syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang sah.

30 Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil, http://www.google.com, (diakses


(28)

menimbulkan akibat. Akibat mana diatur oleh Hukum Perjanjian. Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat (2) dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, sesungguhnya kata kredit sudah berkembang kemana-mana terutama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat secara luas, akan tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata kredit tetap mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan.

Dari pengertian kredit sebagaimana yang telah disebutkan diatas dapat dilihat bahwa dalam suatu perjanjian kredit terdapat beberapa unsur, antara lain:31 1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang

disebut sebagai perjanjian kredit.

2. Adanya para pihak yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman seprti bank dan pihak debitur yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.

3. Adanya unsur kepercayaan dan kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar/cicilan kreditnya.

4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur.


(29)

5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur.

6. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan.

7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur.

8. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.

Demikian kiranya pengertian kredit khususnya dalam kaitannya dengan dunia perbankan. Melihat sifatnya yang demikian, maka pemberian suatu kredit oleh bank kepada debitur dilakukan dalam suatu perjanjian, yang lazim perjanjian demikian disebut sebagai perjanjian kredit perbankan.

Sebagai lembaga pemberian kredit, maka kebijaksanaan yang ditempuh bank sangat erat kaitannya dengan line of business bank tersebut, bentuk dan sifat kredit yang dapat diberikan, pengaturan rencana kredit, pengorganisasian kredit, pengaturan tata cara dan prosedur pemberian kredit, pengaturan wewenang kredit.32

32Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi kedua, (Jakarta: Bumi Aksara,

1993), hlm. 210.

Fasilitas kredit kepada usaha kecil atau mikro, diatur dan dimiliki ketentuan serta prosedur yang berbeda, yang secara mudah dapat dilihat dari nama


(30)

diperuntukkan kepada usaha kecil dan atau mikro, tetapi prosedur dan tata cara pemberiannya berbeda antara kebijakan yang satu dengan yang lain.

Kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi, sebagian besar dana bank berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia. Sebagaimana telah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan usaha terutama dengan menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada asas-asas perkreditan yang sehat guna melindungi dan memelihara kepentingan dan kepercayaan masyarakat.

Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995.


(31)

Pada prosedur pemberian kredit diatur melalui dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tersebut, BMPK adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Dari berbagai kajian kredit usaha kecil di Indonesia permasalahan pertimbangan pemberian kredit usaha kecil yang dihadapi antara lain meliputi: akses pasar, pembiayaan usaha, rendahnya kemampuan teknik produksi dan kontrol kualitas, manajemen secara umum, dan lain-lain. Berbagai permasalahan di atas, pada kenyataannya saling terkait dan berinteraksi satu sama lain. Pemahaman secara mikro / kondisi internal kredit yang lebih mendalam diperlukan pihak pembina agar pembinaan tidak hanya terfokus pada satu sisi saja misalnya upaya penyaluran modal kerja atau modal investasi namun juga harus diperhitungkan aspek yang lain misalnya: luas dan daya serap pasar untuk produk kredit, kemampuan manajerial pengusaha, kemudahan memperoleh bahan baku dan bahan penolong serta substitusinya, desain produk serta kualitasnya dan lain-lain. Tanpa memperhatikan serta melakukan pembinaan terhadap berbagai faktor yang saling terkait di atas pengalaman telah membuktikan hanya kegagalan yang akan terjadi. Pembinaan yang hanya menekankan penyediaan pembiayaan usaha saja akan menemui kegagalan, termasuk pengalaman kegagalan yang dialami sektor perbankan kita dalam membina kredit pada masa lalu.


(1)

kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.27

Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama.

Dalam pemberian kredit ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU Perbankan, menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU Perbankan disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit. Selanjutnya menurut Surat Edaran BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha Kecil, dalam persetujuan membuka kredit, kedua belah pihak dikuasai oleh lapangan hukum perikatan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam Undang-undang yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata.

28

Prof. Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian.29

27 JA Levy, Masalah Perkreditan, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1999), hlm .20. 28 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1999), hlm .9.

29Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan

Penjelasannya, (Bandung: Alumni, 1997), hlm .89.

Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan istilah persetujuan yang berbunyi : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.”


(2)

Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.30

Setiap perbuatan hukum selalu merupakan akibat hukum. Demikian juga halnya dengan perbuatan suatu perjanjian sebagai suatu perbuatan akan

Selama ini memahami arti perjanjian (communis opinio doctorum) adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua (een tweezijdige rechtshandeling) yaitu perbuatan penawaran (aanbod, offer), dan penerimaan (aanvaarding, acceptance). Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg). Konsep ini melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum (legal reasoning) yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum antara nasabah dengan debitur.

Persyaratan yang demikian juga dikenal dalam setiap sistem hukum, misalnya Inggris, Perancis, dan Jerman. Syarat kedua adalah kecakapan para pihak yang membuat perjanjian. Kecakapan para pihak merupakan syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang sah.

30 Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil, http://www.google.com, (diakses tanggal 16 Maret 2014).


(3)

menimbulkan akibat. Akibat mana diatur oleh Hukum Perjanjian. Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat (2) dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, sesungguhnya kata kredit sudah berkembang kemana-mana terutama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat secara luas, akan tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata kredit tetap mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan.

Dari pengertian kredit sebagaimana yang telah disebutkan diatas dapat dilihat bahwa dalam suatu perjanjian kredit terdapat beberapa unsur, antara lain:31 1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang

disebut sebagai perjanjian kredit.

2. Adanya para pihak yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman seprti bank dan pihak debitur yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.

3. Adanya unsur kepercayaan dan kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar/cicilan kreditnya.

4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur.

31D. Ganda Prawira, Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Internasional, (Jakarta: BPHN, 1992), hlm .90.


(4)

5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur.

6. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan.

7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur.

8. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.

Demikian kiranya pengertian kredit khususnya dalam kaitannya dengan dunia perbankan. Melihat sifatnya yang demikian, maka pemberian suatu kredit oleh bank kepada debitur dilakukan dalam suatu perjanjian, yang lazim perjanjian demikian disebut sebagai perjanjian kredit perbankan.

Sebagai lembaga pemberian kredit, maka kebijaksanaan yang ditempuh bank sangat erat kaitannya dengan line of business bank tersebut, bentuk dan sifat kredit yang dapat diberikan, pengaturan rencana kredit, pengorganisasian kredit, pengaturan tata cara dan prosedur pemberian kredit, pengaturan wewenang kredit.32

32Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi kedua, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 210.

Fasilitas kredit kepada usaha kecil atau mikro, diatur dan dimiliki ketentuan serta prosedur yang berbeda, yang secara mudah dapat dilihat dari nama skim fasilitas kredit yang akan diberikan. Oleh karena itu, sekalipun fasilitas kredit


(5)

diperuntukkan kepada usaha kecil dan atau mikro, tetapi prosedur dan tata cara pemberiannya berbeda antara kebijakan yang satu dengan yang lain.

Kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi, sebagian besar dana bank berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia. Sebagaimana telah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan usaha terutama dengan menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada asas-asas perkreditan yang sehat guna melindungi dan memelihara kepentingan dan kepercayaan masyarakat.

Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995.


(6)

Pada prosedur pemberian kredit diatur melalui dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tersebut, BMPK adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Dari berbagai kajian kredit usaha kecil di Indonesia permasalahan pertimbangan pemberian kredit usaha kecil yang dihadapi antara lain meliputi: akses pasar, pembiayaan usaha, rendahnya kemampuan teknik produksi dan kontrol kualitas, manajemen secara umum, dan lain-lain. Berbagai permasalahan di atas, pada kenyataannya saling terkait dan berinteraksi satu sama lain. Pemahaman secara mikro / kondisi internal kredit yang lebih mendalam diperlukan pihak pembina agar pembinaan tidak hanya terfokus pada satu sisi saja misalnya upaya penyaluran modal kerja atau modal investasi namun juga harus diperhitungkan aspek yang lain misalnya: luas dan daya serap pasar untuk produk kredit, kemampuan manajerial pengusaha, kemudahan memperoleh bahan baku dan bahan penolong serta substitusinya, desain produk serta kualitasnya dan lain-lain. Tanpa memperhatikan serta melakukan pembinaan terhadap berbagai faktor yang saling terkait di atas pengalaman telah membuktikan hanya kegagalan yang akan terjadi. Pembinaan yang hanya menekankan penyediaan pembiayaan usaha saja akan menemui kegagalan, termasuk pengalaman kegagalan yang dialami sektor perbankan kita dalam membina kredit pada masa lalu.