Kedudukan Penjamin Dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti, 2003

Firdaus, et al., Rachmat Manajemen Perkreditan Bank Umum Cet. IV; Bandung:Alfabeta, 2009.

Hariyani, Iswi dan R. Serfianto D.P., Bebas Jeratan Utang-Piutang, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010.

Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1992. Harimurti, Subanar. Manajemen Usaha Kecil. Yogyakarta : BPFE, 2001.

Hasibuan, Malay S.P. Dasar-Dasar Perbankan. Cetakan Kelima. PT Bumi Aksara : Jakarta, 2006.

Hasan, Djuhaendah Masalah Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, BPHN, 1992 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Jakarta: Prenada

Media,2005.

Imaniyati, Neni Sri Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Refika Aditama: Bandung. 2010.

Johannes, Ibrahim. Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif. Bandung : C.V. Utama, 2004.

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003 Kasmir. Manajemen Perbankan. Rajawali Pers: Jakarta, hal 2011, hal 39

Salim HS. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata. Rajawali Pers: Jakarta, 2010

Nasution, Bahder Johan. Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008.

Sjahdeini, Sutan Remy. Kredit Sindikasi. Proses Pembentukan dan Aspek Hukum. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1997

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.


(2)

A. Tinjauan Umum Tentang Kredit 1. Pengertian kredit perbankan

Kata kredit berasal dari bahasa latin creditus yang merupakan bentuk past participle dari kata credere yang berarti to trust atau faith. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan.31 Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dan dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan.

Kredit menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7

Tahun 1992 yaitu, “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Sedangkan kredit menurut Hasibuan kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.32

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga pemberian kredit pada dasarnya merupakan pemberian

31 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung,1995,

hal 5

32 Hasibuan, Malay S.P. Dasar-Dasar Perbankan. Cetakan Kelima. Bumi Aksara :


(3)

kepercayaan. Dalam hal ini, kredit hanya akan diberikan bila benar-benar diyakini bahwa calon peminjam dapat mengembalikan kepercayaan tersebut tepat pada waktunya dan syarat-syarat lain yang disepakati antara peminjam dan kreditor. Dengan demikian, kredit memiliki beberapa unsur sebagai berikut:33

a. Kepercayaan, adalah keyakinan dari kreditur bahwa kepercayaan (prestasi) yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar – benar diterima kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Dalam hal ini, terdapat keterlibatan dua pihak, yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur). Selanjutnya, dari unsur kepercayaan ini juga termuat adanya penyerahan barang, jasa, atau uang dari pemberi kredit kepada penerima kredit.

b. Waktu, adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di masa mendatang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai uang, bahwa uang yang ada saat ini lebih tinggi dari yang akan diterima di masa yang akan datang.

c. Risiko, adalah suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan, semakin besar tingkat risikonya. Hal ini karena adanya unsur ketidakpastian di masa mendatang, yang menyebabkan munculnya unsur risiko. Unsur risiko inilah yang mendasari jaminan dalam pemberian kredit.

33


(4)

d. Prestasi, adalah objek kredit, yang dalam praktiknya tidak hanya berbentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan modern tidak terlepas dari adanya uang, maka transaksi – transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering dijumpai dalam praktik perkreditan. Sebagai contoh adalah fasilitas penyaluran pupuk oleh pabrik pupuk melalui agen atau distributor dengan tujuan akhir adalah para petani, atau fasilitas lain perkreditan berupa penyaluran produk semen, minyak, gas, dan barang – barang lainnya. Terkait dengan perkreditan, maka yang didokumentasikan adalah nilai barang tersebut dalam bentuk uang.

e. Adanya unsur bunga atau margin sebagai kompensasi bagi pemberi kredit merupakan perhitungan atas beberapa komponen seperti biaya modal (cost of fund), biaya umum (overhead cost), biaya atau premi risiko dan lain-lain.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kredit yang diberikan didasarkan atas kepercayaan, sehingga pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan debitur dengan suatu janji untuk membayarnya di suatu waktu yang akan datang. Kredit dapat berupa uang atau tagihan yang dapat diukur nilainya.

2. Tujuan dan Fungsi Kredit Perbankan

Tujuan kredit adalah untuk mengembangkan pembangunan dengan berdasarkan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya dapat diperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya maka pada umumnya tujuan kredit secara ekonomis adalah untuk mendapatkan keuntungan.34 Karena itu bank akan memberikan kredit apabila ia yakin bahwa calon debitur itu akan mampu

34


(5)

mengembalikan kredit disertai bunga sebagaimana telah disepakati. Kepentingan dan keuntungan yang diharapkan baik oleh bank maupun debitur, tercermin dalam dua kegiatan pokok yaitu to receive deposits and to make lonas. Para penyimpan dana mengharapkan mendapatkan keuntungan dari bunga, sedangkan pihak bank memperoleh keuntungan dengan mengoperasikan dana tersebut dalam bentuk kredit. Dengan ini timbul saling membutuhkan antara bank dan debitur.35

Faktor kemampuan dan kemauan tersebut, tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitabilitas) dari suatu kredit. Kedua unsur tersebut saling berkaitan dengan. Keamanan (safety) yang dimaksud adalah bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya sehingga profitability yang diharapkan dapat menjadi kenyataan. Karena itu keuntungan atau profitability merupakan tujuan yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima.36

Menurut Thomas Suyatno tujuan kredit semacam itu yang hanya untuk mendapatkan keuntungan semata-mata terdapat pada negara liberal.37 Di Indonesia sebagai negara yang sedang membangun tujuan utama kredit adalah untuk mensukseskan pembangunan, karena itu ada beberapa program kredit berupa bantuan dari pemerintah dengan tujuan membantu masyarakat untuk ikut berperan serta di dalam pembangunan.38

35 Muchansyah Sinungan, Dasar-dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Bina Aksara,

Bandung, 2001, hal 3-4

36 Thomas Sunyatno, Loc.Cit. 37 Ibid

38 Heru Soepratomo, Segi Hukum Penangan Kredit Bermasalah, Makalah Diskusi


(6)

Kredit selalu bertujuan, karena itu tidak mungkin kreditur memberikan kredit kepada debitur dengan asal saja tanpa tujuan atau untuk dipakai apa saja oleh debitur. Bank dalam memberikan kredit selalu memastikan untuk apa penggunaan kredit tersebut, karena apabila terjadi penyimpangan dari tujuan kredit yang telah disepakati akan dapat mengancam kepentingan bank sendiri.39 Biasanya bank akan melakukan pengawasan terhadap penggunaan kredit yang diberikan kredit yang diberikan tersebut, tetapi dalam praktik pada beberapa bank kurang ketat dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan kredit tersebut bahkan hampir tidak ada sehingga kredit yang digunakan untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.40

Penerimaan kredit tidak bebas untuk menentukan sendiri tujuan penggunaan kredit dalam perjanjian kredit. Penggunaan kredit terikat pada program pemerintah dalam pembangunan.41 Menurut Thomas Suyanto tujuan pemberian kredit terutama oleh bank milik pemerintah adalah sebagai berikut: a. Turut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan

pembangunan.

b. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan memperluas usahanya.42

39 Ibid

40 Djuhaendah Hasan, Masalah Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, BPHN, 1992. 41 Ibid

42


(7)

Memperhatikan tujuan pemberian kredit tersebut dapat disimpulkan bahwa harus ada keseimbangan antara kepentingan pemerintah, masyarakat dan pemilik modal. Dengan demikian tidak ada kredit tanpa tujuan, artinya kredit yang dimohon hanya diberikan untuk suatu tujuan tertentu dalam peran serta masyarakat untuk ikut membangun.43

Dari penjelasan di atas dapat simpulkan bahwa tujuan dan fungsi kredit perbankan adalah memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Sedangkan fungsi kredit adalah memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat.

3. Dasar-dasar pemberian kredit perbankan

Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melaui prosedur penilaian yang benar. Dalam melakukan penilaian kriteria-kriteria serta aspek penilaiannya tetap sama. Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi standard penilaian setiap bank. Dalam praktik perbankan dikenal beberapa prinsip yang digunakan dalam pemberian kredit pada debitur.

43


(8)

Pemberian kredit bank wajib memperhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi:44

Pasal 8 ayat (1)

Bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Pasal 8 ayat (2)

Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketenuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Berkaitan dengan itu, menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut:45

a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

44 Penjelasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 8 ayat (1) 45


(9)

b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada calon debitur dan / atau pihak – pihak terafiliasi.

f. Penyelesaian sengketa.

Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu, karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehati – hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 UU Perbankan. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada 4P dan 5C.


(10)

Mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada 7P dan 5C.46

Selanjutnya penilaian suatu ktedit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P kredit dengan unsur penilaian sebagai berikut:

1. Personality yakni mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu maslah dan menyelesaikannya.

2. Party yakni mengklasifikasikan nasabah dalam golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya dan ini mendapat fasilitas yang berbeda dari bank.

3. Perpose yakni menilai usaha tujuan nasabah dalam mengambil kredit sesuai dengan kebutuhan.

4. Prospect yakni menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, karena tanpa mempunyai prospek, bukan saja bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.

5. Payment yakni cara pembayaran dari mana sumber dana untuk pengemabalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur ini semakin baik karena jika salah satu rugi dapat ditutupi dengan usaha yang lain.

6. Profitability yakni menganalisis kemampuan nasabah dalam mencari laba yang diukur dalam periode ke periode apakah sama atau meningkat dengan adanya tambahan kredit yang diperoleh.

46 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Prenada Media, Jakarta,2005,


(11)

7. Protection yakni untuk mendapatkan jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman, ini berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.47

Adapun prinsip 5C dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: a. Character

Firdaus menjelaskan bahwa character atau watak dari para calon peminjam merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam memutuskan pemberian kredit.48Bank sebagai pemberi kredit harus yakin bahwa calon peminjam termasuk orang yang bertingkah laku baik, dalam arti selalu memegang teguh janjinya, selalu berusaha dan bersedia melunasi utang-utangnya pada waktu yang telah ditetapkan. Calon peminjam tidak boleh berpredikat: penjudi, pencuri, pemabuk, pemakai narkoba atau Pendek kata calon peminjam haruslah mempunyai reputasi yang baik. Dalam prakteknya untuk sampai kepada pengetahuan bahwa calon peminjam tersebut mempunyai watak yang baik dan memenuhi syarat sebagai peminjam, tidaklah semudah yang diduga, terutama untuk peminjam/nasabah debitur yang baru pertama kalinya.49 b. Capacity (capability)

Pendapat tentang Capacity menurut Kasmir, bahwa untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba, sehingga pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam

47 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 119-120 48 Rachmat Firdaus, et al., Manajemen Perkreditan Bank Umum Cet. IV; Alfabeta,

Bandung, 2009, hal 83

49


(12)

mengembalikan kredit yang disalurkan. Semakin banyak sumber pendapatan seseorang, semakin besar kemampuannya untuk membayar kredit.50

c. Capital

Salim HS memberi penjelasan mengenai capital bahwa dalam praktek selama ini jarang sekali bank memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan oleh debitur. Debitur wajib menyediakan dana sendiri, sedangkan kekurangannya itu yang dapat dibiayai dengan kredit bank. Jadi fungsi bank hanya menyediakan tambahan modal. Pada umumnya komposisi penyediaan modal usaha nasabah sebagian besar modalnya dibiayai dengan kredit bank dan sebagian kecil dibiayai debitur. Untuk menilai sejauh mana kemampuan debitur dapat menyediakan modal sendiri dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan (neraca dan daftar laba/ rugi).51

d. Collateral

Neni Sri Imaniyati memberikan pendapat bahwa collateral atau agunan merupakan the last ressort bagi kreditor, akan tetapi tidak diragukan lagi betapa penting fungsi agunan dalam setiap pemberian kredit. Agunan akan direalisasi atau dieksekusi jika suatu kredit benar-benar dalam keadaan kredit macet.52 e. Condition of Economy

Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk

50

Kasmir. Manajemen Perbankan. Rajawali Pers: Jakarta, hal 2011, hal 39

51 Salim HS. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata. Rajawali Pers:

Jakarta, 2010, hal 117

52 Neni Sri Imaniyati. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Refika Aditama:


(13)

memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut. Selain faktor-faktor tersebut di atas, Sutarno berpendapat yang perlu mendapat perhatian penuh dari analis adalah kondisi ekonomi negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit itu diberikan oleh bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya. Bermacam-macam kondisi diluar pengetahuan bank dan diluar pengetahuan pemohon kredit. Kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit untuk diprediksi. Kondisi ekonomi negara yang buruk pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.53

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa bank dalam memberikan kredit kepada debitur dengan Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU Perbankan.

53


(14)

4. Penggolongan kredit perbankan

Perkembangan kredit saat ini memang sudah jauh dari bentuk awalnya, terutama karena berbagai kebutuhan manusia yang semakin beragam. Salah satu bukti perkembangan kredit tersebut dapat dilihat melalui jenis-jenis kredit yang dikenal saat ini. Begitu banyaknya jenis kredit memperlihatkan begitu eratnya eksistensi kredit dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Sebenarnya perkembangan berbagai jenis kredit tersebut, tidak dapat dipisahkan dari kebijakan perkreditan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan pembangunan.54

Kredit banyak jenisnya dan dapat di golongkan berdasarkan kriteria yang digunakan antara lain:55

a. Jangka pendek, apabila tenggang waktu yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk melunasi kredit tidak lebih dari satu tahun.

b. Jangka menengah, apabila kredit yang diberikan berjangka waktu lebih dari satu tahun sampai dengan tiga tahun.

c. Jangka panjang, apabila jangka waktu kredit yang diberikan lebih dari 3 tahun. Berdasarkan sifat penggunaan, kredit dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:56

a. Kredit konsumtif, apabila kredit yang diberikan tersebut oleh nasabahnya (biasanya perorangan) dipergunakan untuk membiayai barang-barang konsumtif.

54

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 233

55 http://www.upacaya.com/berbagai-jenis-atau-penggolongan-kredit/(diakses tanggal 21

Mei 2016).

56


(15)

b. Kredit Komersial, merupakan kredit yang oleh nasabahnya (perorangan atau badan usaha) dipergunakan untuk membiayai kegiatan usaha. Sumber pembayarannya berasal dari usaha yang dibiayainya itu.

Berdasarkan keperluannya, kredit dibedakan menjadi beberapa jenis berikut ini, antara lain:57

a. Kredit Modal Kerja, kredit yang dipergunakan untuk menambah modal kerja suatu perusahaan, seperti pembelian bahan baku, biaya-biaya produksi, pemasaran, dan modal kerja untuk operasional lainnya.

b. Kredit Investasi, kredit jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, maupun ekspansi proyek yang sudah ada atau pendiri proyek yang akan ada.

c. Kredit pembiayaan proyek, kredit yang digunakan untuk pembiayaan investasi maupun modal kerja untuk proyek baru.

Berdasarkan sifat penarikannya, kredit dibedakan menjadi beberapa jenis berikut ini, antara lain :

a. Kredit langsung, kredit yang langsung menggunakan dana bank secara efektif merupakan utang nasabah kepada bank. Kredit langsung ini meliputi Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja.

b. Kredit tidak langsung, kredit yang tidak langsung menggunakan dana bank dan belum secara efektif merupakan utang nasabah kepada bank. Kredit tidak langsung ini meliputi Bank Garansi dan Letter of Credit.

57


(16)

Berdasarkan sifat pelunasannya, kredit dibedakan menjadi beberapa jenis berikut :

a. Kredit dengan angsuran, kredit yang pembayarannya kembali pokok pinjamannya diatur secara bertahap menurut jadwal yang telah ditetapkan di dalam Perjanjian Kredit.

b. Kredit dibayarkan sekaligus saat jatuh tempo, kredit yang pembayarannya kembali pokok pinjamannya tidak diatur secara bertahap, tetapi harus dikembalikan secara sekaligus. Pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan di dalam Perjanjian Kredit.

Berdasarkan Valuta. Kredit dapat diberikan dalam valuta rupiah atau mata uang lainnya, seperti dolar AS, yen, atau sesuai dengan keperluan usaha nasabah. Contohnya, nasabah eksportir akan membutuhkan kredit dalam valuta dolar AS mengingat hasil ekspornya berupa dolar AS.

Berdasarkan Metode Pembiayaan, kredit dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berikut ini.

a. Kredit bilateral, kredit yang dibiayai oleh hanya satu bank.

b. Kredit sindikasi, kredit yang diberikan oleh dua atau lebih lembaga keuangan untuk membiayai suatu proyek/usaha dengan syarat-syarat dan ketentuan yang sama, menggunakan dokumen yang sama, dan diadministrasikan oleh agen yang sama.

5. Klausul dalam Perjanjian Kredit Perbankan

Perjanjian kredit memuat serangkaian klausul atau covenant, dimana sebagian besar dari klausul tersebut, merupakan upaya untuk melindungi pihak


(17)

kreditur dalam pemberian kredit yang merupakan serangkaian persyaratan yang diformulasikan dalam kondisi-kondisi kredit dari segi finansial dan hukum.58 Dapat dikatakan bahwa klausul membebankan kewajiban-kewajiban kepada penerima kredit atau nasabah debitur yang bertujuan untuk melindungi kepentingan pemberi kredit atau kreditur. Klausul tersebut berusaha untuk menghadapi terjadinya keadaan-keadaan tertentu dari masing-masing debitur.

Covenant adalah suatu persetujuan atau janji oleh penerima kredit dalam suatu perjanjian untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu. Suatu covenant yang menentukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan disebut affirmative covenant, sedangkan covenant yang menentukan tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan disebut negative covenant.59

Perjanjian kredit sekurang – kurangnya berisi klausul-klausul, seperti : a. Klausul – klausul tentang maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan

kredit, bentuk kredit, dan batas waktu tarik.

b. Klausul – klausul tentang bunga, kesepakatan biaya dan denda kelebihan tarik.

c. Klausul tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening pinjaman nasabah debitur.

d. Klusul tentang representations and warranties, yaitu klausul yang berisi pernyataan – pernyataan debitur atas fakta – fakta yang menyangkut status

58Ibrahim Johannes. Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, CV

Utomo, Bandung, 1994, hal. 113.

59Sutan Remy Sjahdeini. Kredit Sindikasi. Proses Pembentukan dan Aspek Hukum.


(18)

hukum, keadaan keuangan, dan aset nasabah debitur pada saat kreditur derealisasi.

e. Klausul tentang conditions precedent, yaitu klausul tentang syarat – syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah debitur sebelum bank menyediakan kredit untuk digunakannya.

f. Klausul tentang agunan kredit dan asuransi barang – barang agunan. g. Klausul tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan

hubungan rekening koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan. h. Klausul tentang negative covenant, yaitu klausul yang berisi janji – janji

nasabah debitur untuk tidak melakukan hal – hal tertentu selama perjanjian kredit berlaku.60

Klausul-klausul yang ada dalam perjanjian kredit tidak boleh terlepas dari asas-asas umum dari hukum perjanjian, antara lain itikad baik, konsensualisme, dan kepribadian. Dengan demikian, kedudukan antara kreditur dan debitur menjadi seimbang.

B. Tinjauan Umum Tentang Penjamin Kredit 1. Pengertian Penjamin Kredit

Suatu kegiatan penjaminan kredit, terdapat 3 pihak yang terlibat dan berperan aktif sesuai dengan tanggung jawab dan fungsi masing-masing. Para pihak tersebut adalah :

60 Ibrahim Johannes, Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif. C.V.


(19)

a. Penjamin atau pemberi jaminan adalah perorangan atau lembaga yang memberikan jasa penjaminan bagi kredit atau pembiayaan dan bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada penerima jaminan akibat kegagalan debitur atau terjamin dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana diperjanjikan dalam perjanjian kredit/pembiayaan.

b. Penerima jaminan adalah kreditur, baik bank maupun bukan bank, yang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan kepada debitur atau terjamin, baik kredit uang maupun kredit bukan uang atau kredit barang.

c. Terjamin adalah badan usaha atau perorangan yang menerima kredit dari penerima jaminan. Dalam dunia perkreditan, terjamin ini dikenal dengan debitur yang umumnya adalah perorangan yang menjalankan suatu usaha produktif atau pelaku usaha mikro, kecil dan menengah maupun koperasi (UKM) termasuk juga didalamnya perorangan anggota koperasi dan bukan anggota koperasi.61

Penjamin adalah semua orang maupun badan hukum yang dianggap sebagai subjek hukum dapat bertindak sebagai penjamin, dalam praktiknya, hanya badan hukum yang berbentuk "Perseroan Terbatas" yang dapat diterima oleh bank/lembaga keuangan lainya selaku penjamin. Penentuan siapa saja yang bertindak sebagai penjamin dalam suatu perjanjian kredit biasanya semata-mata ditetapkan oleh pihak kreditor atau melalui pengajuan dari debitur sendiri.

61 Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, “Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK


(20)

Berdasarkan keterangan tersebut di atas adalah pemberian jaminan kepada orang yang mengajukan kredit kepada pemberi kredit karena tidak memenuhi syarat agunan yang ditetapkan oleh pemberi kredit.

Prinsip-prnsip penjaminan kredit, antara lain :62 a. Kelayakan usaha yang dimiliki oleh penerima kredit

b. Perjanjian antara pemberi kredit dengan penerima kredit, atau perjanjian antara bank dengan nasabah

c. Pengganti agunan, jika pada awalnya seseorang tidak layak menerima kredit karena kurangnya agunan, maka adanya penjamin kredit seseorang tersebut menjadi layak untuk menerima kredit. Dengan kata lain, agunan yang semula tidak layak sekarang diganti menjadi layak.

d. Ketika penerima kredit mengalami kondisi gagal bayar, maka bank dapat menghilangkan risiko kerugian dengan adanya jaminan kredit dari pemberi jaminan kredit.

e. Ketika penerima kredit mengalami kondisi gagal bayar, maka pemberi jaminan membayar sisa kredit kepada bank, namun penerima kredit memiliki hutang kepada pemberi jaminan yang disebut piutang subrogasi, dan untuk menagihnya menjadi kewajiban dari pihak bank.

f. Dalam proses kegiatan Penjaminan kredit maka harus ada 3 unsur yaitu Pihak Pemberi Jaminan (LPK), pihak penerima Jaminan, dan Pihak yang dijamin .

62


(21)

g. Dalam kegiatan perkreditan yang memiliki sistem penjaminan kredit maka kegiatan penerima kredit dapat di awasi oleh Penerima Jaminan (bank) dan pemberi jaminan (LPK).

2. Dasar Hukum Penjamin Kredit

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2008 tentang Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia adalah merupakan dasar pendirian Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia yang selanjutnya disingkat Jamkrindo. Perum Jamkrindo sebelumnya adalah Perusahaan Umum (Perum) Sarana Pengembangan Usaha yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1981 tentang Pendirian Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi, yang diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1985 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pengembangan Keuangan Koperasi, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Sarana Pengembangan Usaha dilanjutkan berdirinya dan meneruskan usahanya, serta diubah namanya menjadi Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia63

Perusahaan Penjaminan adalah perusahaan yang melakukan dalam bentuk pemberian pinjaman Kredit/Pembiayaan untuk membantu UMKM guna memperoleh Kredit/Pembiayaan dari Bank, yang menjadi pihak dalam Nota Kesepahaman Bersama (MoU) dengan Pemerintah.64

63 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2008 tentang Perusahaan

Umum (PERUM) Jaminan Kredit Indonesia, Pasal 2

64 Peraturan menteri keuangan Nomor: 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan


(22)

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang lembaga Penjaminan, disebutkan bahwa penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit dan/atau pembiayaan prinsip syariah. Menurut Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Koordinator bidang Perekonomian, selaku ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial debitur KUR dengan maksimal penjaminan oleh Perusahaan Penjaminan adalah 70% dari plafon kredit.65

Penjaminan yang dilakukan oleh Perusahaan Umum (Perum) Penjaminan Kredit Indonesia sebagai badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha pokok melakukan penjaminan. Perusahaan penjaminan atau perusahaan penjaminan ulang melakukan kegiatan penjaminan dan kegiatan penjaminan usaha ulang. Perusahaan penjaminan dan perusahaan penjaminan ulang dapat pula melakukan usaha lain yang mendukung kegiatan usaha lembaga penjaminan.

Penjaminan kredit lebih menitikberatkan pada pengambilalihan kewajiban debitur (sebagai pihak terjamin) dalam hal yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajiban perikatannya kepada kreditur (sebagai penerima jaminan)

65

Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Nomor: KEP- 01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit usaha Rakyat


(23)

sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Dalam prakteknya, besaran penjaminan dihitung berdasarkan nilai kredit yang disetujui oleh kreditur dan disesuaikan dengan kebutuhan debitur (terjamin). Dalam praktek penjaminan kredit, besaran penjaminan kredit ini maksimal berkisar antara 70% - 80% dari pokok atau plafon kredit yang disetujui. Peran sebagai penjamin kredit dilakukan dengan membayar sejumlah kewajiban terjamin atau debitur kepada penerima jaminan atau kreditur. Hal ini dilakukan apabila pada saat kredit telah jatuh tempo, sebagaimana diperjanjikan dalam perjanjian kredit antara debitur dan kreditur, ternyata debitur (terjamin) tidak dapat memenuhi kewajibannya. Kondisi ini umumnya dikenal sebagai kredit macet, yang berdasarkan peraturan Bank Indonesia terdapat beberapa kondisi yang mengkategorikan suatu kredit dalam kondisi macet.66

Pembayaran sejumlah kewajiban kredit atas debitur dapat tidak dilaksanakan, apabila dalam pelaksanaan kredit tersebut, pihak penerima jaminan melakukan beberapa pelanggaran. Penjaminan kredit menjamin kewajiban kredit terjamin, sehingga bila kegagalan kredit juga disebabkan oleh kelalaian penerimaan kredit, maka penjamin tidak berhak memenuhi kewajiban yang gagal tersebut.67

Jasa penjaminan kredit dibutuhkan oleh perbankan atau lembaga penyedia kredit untuk mendukung kegiatan penyaluran kredit, maka pihak perbankan biasanya melakukan kerjasama terlebih dahulu dengan pihak penjamin. Kerjasama

66 Nasroen Yasabari & Nina Kurnia Dewi, Op.Cit, hal 14 67

Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Pnjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Nomor: KEP- 01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit usaha Rakyat


(24)

penjaminan antara penjamin dan penerima jaminan dapat diwujudkan melalui kesepakatan bersama atau MOU (Memorandum of Understanding) atau melalui suatu perikatan yaitu perjanjian penjaminan kredit yang memuat hak dan kewajiban para pihak dan berlaku untuk kurun waktu yang disepakati bersama.68

68 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan


(25)

BAB IV

KEDUDUKAN PENJAMIN DALAM PEMBERIAN KREDIT USAHA KECIL DAN MENENGAH

A. Hubungan Penjamin dengan Pihak Pemberi Kredit

Ketentuan Pasal 1759 KUHPerdata dinyatakan bahwa orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya, sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Jika tidak ditetapkan sesuatu waktu, hakim berkuasa, apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya, menurut keadaan, memberi kelonggaran kepada si peminjam. Satu-satunya ketentuan yang mengatur kewajiban pemberi pinjaman adalah pada Pasal 1753 KUHPerdata, akan tetapi ketentuan itu tidak bertalian dengan perjanjian pinjam uang karena hanya mengatur perjanjian-perjanjian pinjam mengganti barang.

Pemberian Penanggungan (Borgt) tersebut diberikan dalam kapasitas sebagai pribadi, oleh komisaris atau direktur atau pemegang sahamnya dan bukan dalam kapasitas selaku organ perseroan. Dalam UKM, pemberi jaminan harus mempunyai hubungan dengan debitur yang dijaminnya, karena tidak mungkin seseorang mau menjamin orang lain (debitur) tanpa mengenalnya.


(26)

Hubungan antara penjamin dengan kreditur dan debitur wanpretasi berkaitan dengan hak dan kewajiban antara penjamin dengan Kreditur Dan Debitur Wanpretasi Adapun hak-hak dari penjamin yaitu : 69

1. Hak menuntut lebih dahulu apabila harta debitur habis dengan adanya hak ini, si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selainnya jika si berhutang lalai, sedangkan harta benda si berhutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya Pasal 1831 KUH Perdata. dari ketentuan Pasal 1831 KUH Perdata maka dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab penanggung merupakan "cadangan" dalam halnya harta benda si debitur tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya, atau dalam hal debitur itu sama sekali tidak mempunyai harta benda yang dapat disita. Apabila pendapatan lelang sita atas harta benda si debitur itu tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya, barulah tiba gilirannya untuk menyita harta benda si penanggung. Jadi, apabila seorang penanggung dituntut untuk membayar hutangnya debitur (yang ditanggung olehnya), ia berhak untuk menuntut supaya dilakukan lelang sita lebih dahulu terhadap kekayaan debitur. Kemudian penanggung tidak dapat menuntut agar harta benda si berhutang lebih dahulu disita dan dilelang untuk melunasi hutangnya, dalam hal:

a. Apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukannya lelang sita lebih dahulu atas harta benda si berhutang tersebut

69 Hasil wawancara dengan Fachrul. Rozi, selaku Kepala Bagian Kredit UKM Bank


(27)

b. Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berhutang utama secara tanggung-menanggung dalam hal ini akibat perikatannva diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk hutanghutang tanggung-menanggung;

c. Jika si berhutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;

d. Jika si berhutang berada dalam keadaan pailit;

e. Dalam halnya penanggungan yang diperintahkan oleh hakim lalu dikaitkan dengan perjanjian utang-piutang70

Hubungan hukum antara penjamin adalah adanya hubungan dengan hak dan kewajiban yang erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran debitur kepada kreditur. untuk itu, pihak penjamin menuntut kepada debitur supaya membayar apa yang telah dilakukan oleh penjamin kepada kreditur. 71

Hubungan antara penerima kredit, pemberi kredit dan penjamin pada hakekatnya masih dapat dikemukakan masuk dalam hubungan hukum perdata dibidang harta kekayaan, sebagaimana adanya utang piutang dimana utang pihak debitur ditanggung oleh pihak ketiga Lembaga Penjaminan. Dalam hubungan hukum mana masing-masing pihak dibebani kewajiban (kewajiban) yang dipenuhi sebagaimana yang telah disetujui.72

70 Hasil wawancara dengan Fachrul Rozi, selaku Kepala Bagian Kredit UKM Bank

Rakyat Indonesia Cabang Medan, Tanggal 24 Mei 2016

71 Hasil wawancara dengan Fachrul Rozi, selaku Kepala Bagian Kredit UKM Bank

Rakyat Indonesia Cabang Medan, Tanggal 24 Mei 2016

72 Hasil wawancara dengan Fachrul Rozi, selaku Kepala Bagian Kredit UKM Bank


(28)

Terealisirnya perjanjian kredit antara Bank dan Pengusaha mikro dan kecil dikarenakan dapatnya rekomendasi dari Perusahaan Lembaga Penjaminan untuk menjamin kredit yang diajukan oleh Pengusaha mikro dan kecil kepada Bank Pelaksana. Setelah adanya rekomendasi yang berwujud persetujuan memberikan jaminan kemudian pihak Pengusaha sebagai pemohon kredit meneruskan rekomendasi itu kepada Bank Pelaksana.

Selanjutnya Bank pelaksana memproses lebih lanjut permohonan kredit yang diajukan penjamin untuk memproses permohonan kredit debitur. Proses mekanisme yang pertama adalah permohonan kredit yang dilakukan oleh calon debitur. Permohonan tersebut diajukan secara tertulis kepada pihak kreditur, dalam hal ini adalah Bank Rakyat Indonesia Cabang Medan. Dengan persyaratan wajib yang telah ditetapkan oleh kreditur, calon debitur harus memenuhi persyaratan tersebut. Calon debitur merupakan individu yang melakukan usaha produktif yang dijalankan minimal 6 (enam) bulan, dan tidak sedang menerima kredit dari perbankan. Calon debitur yang tidak memiliki usaha yang sudah berjalan kurang lebih 6 (enam) bulan, mereka tidak bisa menjadi pemohon dalam Kredit UKM karena kreditur juga ingin memberikan kreditnya secara aman dan pasti. Calon debitur juga harus menyertakan bukti identitas diri berupa fotokopi kartu tanda penduduk (KTP), fotokopi kartu keluarga (KK), dan surat keterangan usaha. Kredit usaha rakyat diperkenalkan sebagai kredit yang mudah didapat dan mempunyai syarat yang sederhana.

Mekanisme yang kedua adalah penganalisaan kredit dan pemeriksaan oleh kreditur. Analisis kredit harus menggambarkan konsep hubungan total


(29)

permohonan kredit, bentuk, format, dan kedalaman analisis kredit ditetapkan oleh bank yang disesuaikan dengan jumlah dan jenis kredit, analisis kredit harus dibuat secara lengkap, akurat, dan objektif, analisa kredit sekurang-kurangnya harus mencakup penilaian tentang prinsip 5C dan penilaian terhadap sumber pelunasan kredit yang dititikbertakan pada hasil usaha yang dilakukan pemohon serta menyediakan aspek yuridis perkreditan dengan tujuan untuk melindungi bank atas risiko yang mungkin timbul.

Tahap pemeriksaan, calon debitur melengkapi persyaratan yang di ajukan, pihak Bank Rakyat Indonesia unit Cabang Medan. Pihak bank akan melakukan checking atau survey di lapangan tentang kelayakan calon debiturnya dengan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan permohonan Kredit Usaha Rakyat tersebut.

Bank harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam menilai permohonan kredit, yaitu sebagai berikut:

(a) Bank hanya memberikan kredit apabila permohonan kredit diajukan secara tertulis. Hal ini berlaku untuk kredit baru, perpanjangan jangka waktu, tambahan kredit, maupun permohonan perubahan persyaratan kredit,

(b) Permohonan kredit harus memuat informasi yang lengkap dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia, (c) Bank harus memastikan kebenaran data informasi yang disampaikan dalam

permohonan kredit.

Tahap ketiga adalah pemberian putusan kredit. Kredit yang telah diajukan oleh calon debitur akan diberi putusan oleh pihak kreditur, dikabulkan sebagian,


(30)

seluruhnya atau ditolak karena terdapat suatu hal yang membuat kreditur tidak dapat mengabulkan permohonan kredit tersebut. Setiap pejabat yang terlibat dalam kebijakan persetujuan kredit harus mampu memastikan hal-hal berikut : (a) Setiap kredit yang diberikan telah sesuai dengan prinsip perkreditan yang

sehat dan ketentuan perbankan lainnya,

(b) Pemberian kredit telah sesuai dan didasarkan pada analisis kredit yang jujur, objektif, cermat, dan seksama (menggunakan prinsip 5C) serta independent, (c) Adanya keyakinan bahwa kredit mampu dilunasi oleh debitur. Selanjutnya,

setelah pemberian putusan kredit, apabila dikabulkan, costumer service mempersiapkan pencairan kredit dengan memberitahukan pada calon debitur mengenai putusan dan tanggal pencairan, kemudian menyiapkan surat pengukuhan hutang, dan mengisi kwitansi pencairan kredit.

Kemudian penandatanganan perjanjian Kredit Usaha Rakyat, fiat bayar, kemudian pembayaran pencairan kredit setelah semua syarat terpenuhi dan pemberian kredit diikat oleh perjanjian kredit.

Tahap kelima, tahap terakhir dari mekanisme Kredit Usaha Rakyat adalah penjaminan klaim kredit kepada PT. Askrindo oleh Bank Rakyat Indonesia. Penjaminan klaim diatur dalam surat edaran direksi No. S.36-DIR/ADK/11/2007 tanggal 2 November 2007 tentang kredit bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi dengan Pola Penjaminan (KUMKP) dan telah diubah menjadi Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Apabila pengajuan klaim tersebut tidak diterima dikerenakan berkas tidak lengkap, maka seluruh berkas akan dikembalikan kepada bank yang mengajukan.


(31)

Sebaliknya jika pengajuan diterima, maka sertifikat penjaminan akan dikeluarkan oleh lembaga penjamin (PT. Askrindo). Sertifikat penjaminan tersebut berguna untuk bank pada saat debitur melakukan wanprestasi. Pihak bank akan mengajukan claim pada PT Askrindo kemudian PT. Askrindo akan mengeluarkan putusan klaim yang berisi presentase atau jumlah uang yang akan dijamin oleh PT. Askrindo tersebut. Putusan claim tersebut keluar kurang lebih 1 (satu) sampai 2 (dua) bulan setelah sertifikat diajukan.

B. Akibat Hukum Bagi Penjamin Jika Debitur Wanprestasi

Pemberian kredit pada pemohon kredit adalah untuk membantu pemohon kredit untuk menjalankan usahanya. Bank dalam rangka mempertimbangkan pemberian kreditnya selain melihat pada prospek usaha yang akan dijalankan (yang seharusnya bisa menunjang pembangunan nasional) juga melihat pada jaminan apa yang akan dijaminkan oleh pemohon. Padahal jika dilihat pada kenyataannya yang sangat membutuhkan kredit adalah pengusaha-pengusaha kecil. yang justru tidak bisa menyediakan jaminan yang dituntut oleh bank (pasal 24 Undang-undang Perbankan). Larangan pemberian kredit oleh bank tanpa jaminan sebenarnya bertujuan untuk menjamin supaya kredit dikembalikan oleh debitur sehingga bank tidak rugi tetapi hal ini menghambat usaha-usaha yang dapat menunjang pembangunan nasional yang biasanya diusahakan oleh pengusaha kecil. Yang dimaksud risiko didalam kredit adalah keadaan tidak membayar kembali atas suatu kredit yang diterima oleh debitur.


(32)

Pertanggungan oleh pihak asuransi itu ada beberapa macam. Untuk mengetahui dapat dilihat dalam Pasal 247 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD) yang menyebutkan bahwa asuransi bisa didasarkan pada bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil pertanian sawah, jiwa seseorang, bahaya dilautan, bahaya perbudakan, bahaya pengangkutan. Tapi pasal itu bersifat enumeratif perjanjian pertanggungan dengan jenis yang lain. Pasal 268 KUHD memberi pembatasan pertanggungan terhadap pertanggungan lain yang tidak dikenal Undang-undang yaitu bahwa pokok pertanggungan adalah kepentingan yang harus dapat dinilai dengan uang dan diancam oleh bahaya dan oleh Undang-undang tidak dikecualikan.

Dari ketentuan Pasal 268 ini maka asuransi kredit termasuk dalam salah satu asuransi yang tidak dikecualikan oleh Undang-undang. Karena asuransi kredit adalah perjanjian yang sah menurut Undang-undang.. Pelanggaran atau wanprestasi oleh salah satu pihak ataupun kedua belah pihak adalah hal yang wajar. Kehidupan masyarakat yang semakin dinamis, telah menghadapkan dunia perbankan pada suatu keadaan yang sulit, yaitu sebuah keadaan dimana sering terjadi benturan-benturan atau perselisihan-perselisihan kepentingan hukum, baik antar masyarakat itu sendiri, maupun antar individual dalam masyarakat. Benturan-benturan kepentingan yang terjadi merupakan upaya untuk mempertahankan dan melindungi kepentingan-kepentingannya, hakhaknya maupun kewajiban-kewajibannya


(33)

Penanggungan yang dilakukan oleh seseorang tentunya karena dilandasi oleh adanya beberapa alasan tertentu, menurut Sri Soedewi M. Sofyan adalah sebagai berikut :

1. Si penanggung mempunyai persamaan kepentingan ekonomi di dalam usaha dari si peminjam,

2. Penanggungan memegang peranan penting dari banyak terjadi dalam bentuk bank garansi, dimana yang bertindak sebagai penanggung adalah bank, dengan ketentuan :

a. Bank mensyaratkan adanya provisi dari debitur untuk perutangan siapa ia mengikat kan diri sebagai penanggung;

b. Bank mensyaratkan adanya sejumlah uang/deposito yang disetorkan kepada bank.

3. Penanggung juga mempunyai peranan penting karena dewasa ini lembaga-lembaga pemerintahan lazim mensyaratkan adanya penanggungan untuk kepentingan pengusaha-pengusaha kecil.73

Dengan adanya bentuk baku dari isi dan rumusan perjanjian ini maka borg hanya melakukan persetujuan saja sehingga secara yuridis borg akan kehilangan hak untuk melakukan negosiasi (asas kebebasan berkontrak) dalam merumuskan isi dan rumusan perjanjian penanggungan. Namun demikian karena keterbatasan calon penjamin (borg) dan hal ini merupakan syarat bagi Bank Rakyat Indonesia Cabang Medan untuk mengucurkan kredit maka calon penjamin (borg) umumnya tidak begitu mempermasalahkannya. Berdasarkan diantara hak-hak terpenting

73


(34)

yang dimiliki oleh seorang penanggung yang selalu diminta agar dilepaskan pada saat penanggung tadi menandatangani perjanjian penanggungan adalah:

a. Hak agar Debitur ditagih terlebih dahulu (Pasal 1831 – 1832 KUHPerdata) b. Hak untuk menentukan pemecahan hutang (Pasal 1837 KUHPerdata) c. Hak untuk melakukan tagihan terhadap hutang-hutang yang dimiliki oleh

debitur (Pasal 1847 KUHPerdata)

d. Penanggung pada umumnya juga dimintakan untuk melepaskan hak yang dimiliki olehnya berdasarkan Pasal 1848 KUHPerdata.

Dengan melakukan pembayaran dalam rangka pemberian jaminan, maka sebenarnya seorang penanggung dalam posisinya terhadap debitur, setelah melunasi hutang-hutang debitur kepada kreditur, maka posisinya akan menggantikan kedudukan si kreditur. Pasal 1948 KUHPerdata menyatakan apabila karena kesalahan kreditur, seorang penanggung dirugikan sehingga ia tidak bisa melaksanakan hak subrogasinya terhadap debitur, maka ia dilepaskan dari kedudukannya sebagai penanggung. Hal ini biasanya terjadi jika pemberian kredit oleh kreditur kepada debitur tadi, selain dijamin dengan jaminan pribadi oleh penanggung, juga dijamin dengan hak tanggungan atas barang tidak bergerak milik debitur sendiri.

Dalam situasi yang terakhir ini, sebelumnya kreditur melaksanakan haknya untuk menuntut pelunasan piutangnya kepada debitur dengan cara menjual melalui lelang eksekusi barang tidak bergerak yang dijaminkan oleh debitur tadi, maka kreditur harus memberitahukan hal itu terlebih dahulu pada penanggung. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah si penanggung menderita kerugian yakni


(35)

masih harus melunasi hutang debitur kepada kreditur apabila perolehan lelang eksekusi atas barang tidak bergerak tadi tidak mencukupi untuk melunasi seluruh hutang debitur. Dalam hal penanggungan, penanggung diberitahu tentang rencana kreditur untuk melakukan lelang eksekusi atas barang tidak bergerak tadi, maka penanggung bisa melakukan upaya-upaya untuk mencari seorang pembeli dengan maksud agar hasil lelang eksekusi tadi mencukupi untuk melunasi seluruh hutang debitur pada krediturnya (khususnya apabila dengan bertambahnya bunga dan denda hutang debitur telah menjadi demikian besarnya). Dengan upaya yang terakhir ini, penanggung tidak akan dirugikan dalam menjalankan hak subrogasinya terhadap debitur.

Dalam perjanjian-perjanjian pemberian jaminan pelepasan hak yang

dimiliki penanggung tadi lazim disebut “Waiver” (Surat pembatalan atau

pencabutan hak resmi). Kreditur yang cermat selalu berupaya agar “Waiver” yang

diberikan oleh penanggung bersifat lengkap. Dalam suatu perjanjian, pemberian jaminan bersifat accesoir, berarti sekalipun seorang penanggung diminta untuk

melakukan beberapa “Waiver”, suatu perjanjian pemberian jaminan tetap saja

bersifat accessoir; dalam arti jika perjanjian pokoknya batal maka perjanjian pemberian jaminan pun akan batal demi hukum. Untuk mencegah terjadinya hal ini, kreditur mencari suatu konstruksi hukum lain yang dimungkinkan oleh ketentuan pasal 1316 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal ini, disamping memberikan jaminan, seorang penanggung memberikan indemnity (penggantian rugi atau jaminan kerugian) kepada kreditur.


(36)

Dengan memberikan indemnity, maka tercipta suatu hubungan kontraktual dalam suatu perjanjian antara penanggung dengan kreditur, yang berdiri terlepas dari perjanjian pokoknya. Pemberian indemnity ini melahirkan perjanjian yang mandiri antara pemberi indemnity dengan kreditur, yang tidak bersifat accessoir terhadap perjanjian pokoknya (perjanjian hutang piutang antara kreditur dengan debitur); sehingga sekalipun ada ikatan perjanjian pokoknya batal, perjanjian pemberian indemnity ini tetap berdiri dengan demikian posisi kreditur diperkuat. Dalam butir-butir diatas dibicarakan dua cara pokok untuk memperkuat posisi kreditur, yakni pemberian perjanjian penanggungan (Borgtocht) oleh seorang

pihak ketiga, berikut segala “Waivernya”.

Dengan demikian maka dalam perjanjian penanggungan berhadapan dengan adanya dua hubungan kontraktual, masing-masing antara :

a. Kreditur dengan debitur yang menimbulkan perjanjian pokok, dan

b. Perjanjian pemberian jaminan oleh pihak ketiga terhadap krediturnya, yang menimbulkan perjanjian yang bersifat accesoir.

Hal ini menunjukkan bahwa sebuah perlindungan hukum yang komprehensif adalah suatu kebutuhan yang mendesak. Negara Indonesia sebagai Negara hukum yang berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya yang sesuai dengan Pancasila. Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Ada beberapa cara perlindungan secara hukum, antara lain sebagai berikut :


(37)

b. Menegakkan Peraturan (by law enforcement) Perjanjian Penanggungan hutang melibatkan tiga pihak yang terkait, yaitu kreditur, debitur dan borg. Kreditur berkedudukan sebagai pemberi kredit, atau pihak berpiutang, sedang debitur adalah orang yang mendapat pinjaman uang dari kreditur. Borg adalah pihak ketiga yang menanggung hutang debitur kepada kreditur, manakala debitur tidak memenuhi prestasinya. Pada prinsipnya penjamin tidak wajib membayar hutang debitur kepada kreditur, keuali jika debitur lalai membayar hutangnya. KUHPerdata bagian tentang akibat-akibat penanggungan antara kreditur dan penanggung Pasal 1831 menyatakan bahwa “Penanggung tidak wajib membayar utangnya, dalam hal itupun barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih dulu untuk melunasi hutangnya”

C. Kedudukan Penjamin dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah Jika Debitur Wanpretasi

Ketentuan Pasal 1931 KUHPerdata, si pembuat undang-undang ada memberikan hak utama kepada Borg, yaitu pada saat ia digugat di pengadilan dapat memenuhi kewajiban debitur utama yang telah wanprestasi. Bila hal ini terjadi maka dapat ditangkis dengan mengemukakan bantahan agar harta kekayaan debitur utama dieksekusi dahulu untuk diambil pelunasan, tangkisan ini disebut juga tangkisan dilatoir

Posisi bank selaku kreditur selalu lebih tinggi atau kuat apabila dibandingkan dengan posisi debitur dalam setiap perjanjian kredit, karena debitur yang membutuhkan dana sedangkan kreditur yang menyediakannya. Secara


(38)

psikologis apabila debitur membutuhkan dana atau modal maka akan tunduk pada syarat yang telah ditentukan kreditur agar bisa mendapatkan uang atau modal. Pasal 1831 KUH Perdata: Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. Sedangkan Pasal 1832 KUH Perdata berbunyi: Si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berutang lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.

Perbedaan dari kedua pasal tersebut adalah bahwa jika Bank menggunakan pasal 1831 KUH Perdata, apabila timbul cidera janji, si penjamin dapat meminta benda-benda si berhutang disita dan dijual terlebih dahulu. Sedangkan jika menggunakan Pasal 1832 KUH Perdata, Bank wajib membayar Garansi Bank yang bersangkutan segera setelah timbul cidera janji dan menerima tuntutan pemenuhan kewajiban (klaim).

Bunyi Narasi (Wording) atau suatu pengikatan tertulis bank dalam Bank Garansi, Bank wajib mencantumkan ketentuan yang dipilihnya dalam Bank Garansi yang bersangkutan, agar pihak yang dijamin maupun pihak yang menerima garansi (Beneficiary) mengetahui dengan jelas ketentuan mana yang dipergunakan.

Jadi dalam pemberian Bank Garansi ada tiga pihak yang terlibat, yaitu sebagai berikut :

1. Bank sebagai pihak pemberi jaminan disebut Penjamin (Bank penerbit / Issuing Bank)


(39)

3. Pihak ketiga yang menerima jaminan disebut Penerima jaminan (Beneficiary) Kenapa si penerima jaminan (Beneficiary) percaya kepada Bank penerbit Bank Garansi (Issuing Bank/Opening Bank) sebagai penjamin Jawabannya Kepercayaan masyarakat terhadap Bank adalah modal utama bank, Bank yang menerbitkan Bank Garansi harus bank yang mempunyai reputasi yang baik di mata masyarakat, sehingga si penerima jaminan percaya bahwa bank akan mengganti kedudukan si terjamin (Applicant) untuk memenuhi kewajibannya. Dengan demikian maka si penerima jaminan (Beneficiary) akan terhindar dari risiko yang timbul akibat kelalaian si terjamin (Applicant).

Bagaimana Bank bisa mempercayai debitur sebagai pemohon (Applicant) atas penerbitan Bank Garansi dan berani mengambil risiko kerugian jika nasabahnya sebagai si terjamin melanggar janji. Untuk mengatasi risiko atas pengeluaran Bank Garansi, Bank terlebih dahulu akan meminta Jaminan lawan (Counter Guarantee) kepada si pemohon sebagai calon si terjamin yang nilai tunainya sekurang-kurangnya sama dengan nilai nominal yang tercantum di dalam Bank Garansi.

Counter Guarantee ini bisa berupa uang tunai atau simpanan giro, deposito, surat berharga, atau harta kekayaan milik si terjamin yang umumnya di perbankan biasa disebut Collateral. Collateral ini akan di blokir oleh bank atau di disclaimer atau di bekukan selama Bank Garansi tersebut berjalan dan belum jatuh tempo. Namun demikian , berdasarkan pengalaman, syarat-syarat persetujuan antara Bank dengan si pemohon Bank Garansi sangat Fleksibel, penilaian Bank terhadap pemohon lebih tergantung kepada reputasi atau Bonafiditas nasabahnya.


(40)

Nasabah yang sudah bertahun-tahun menjadi nasabah Bank-nya dengan reputasi yang baik sehingga bonafiditasnya tidak diragukan akan berbeda dengan nasabah yang bonafiditasnya masih diragukan. Sehinga inti pemberian Bank Garansi adalah kepercayaan Bank terhadap Nasabahnya dalam membantu kelancaran transaksi Bisnis nasabahnya.

Apa keuntungan bank atas pemberian Bank Garansi ? Atas pemberian Bank Garansi terhadap nasabahnya atau si terjamin, Bank akan menerima imbalan jasa dari si terjamin (Applicant) berupa sejumlah uang tertentu yang disebut dengan ‘provisi’. Biasanya provisi dihitung atas dasar persentase tertentu dari jumlah Nominal Bank Garansi dan untuk jangka waktu tertentu, bisa triwulan, semester atau satu tahun dan sebagainya.

Berdasarkan Pasal 1832 KUHPerdata, hak-hak keistimewaan yang dimiliki oleh si penjamin adalah sebagai berikut ini :74

1. Hak si penjamin untuk menuntut agar harta kekayaan debitur disita dan dieksekusi terlebih dahulu untuk melunasi utangnya. Dan apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk melunasi utangnya, maka harta si penjamin yang kemudian akan di eksekusi hartanya;

2. Hak si penjamin untuk tidak mengikatkan diri bersama-sama dengan debitur secara tanggung menanggung. Dengan kata lain dalam hak ini ada kemungkinan penjamin telah mengikatkan diri bersama-sama debitur dalam suatu perjanjian secara jamin menjamin. Dan penjamin yang telah mengikatkan dirinya bersama-sama debitur dalam suatu akta perjanjian dapat

74 Hasil wawancara dengan Fachrul Rozi, selaku Kepala Bagian Kredit UKM Bank


(41)

dituntut oleh si kreditur untuk tanggung menanggung bersama debiturnya masing-masing untuk keseluruhan utang;

3. Hak si penjamin untuk mengajukan tangkisan yang tertuang dalam Pasal 1849 dan Pasal 1850 KUHPerdata. Hak ini lahir dari perjanjian penjaminan. Dalam hak ini penjamin memiliki hak untuk mengajukan tangkisan yang dapat dipakai oleh debitur kepada kreditur terkecuali tangkisan yang hanya mengenai pribadinya debitur tertuang dalam Pasal 1847 KUHPerdata;

4. Hak si penjamin untuk membagi utang. Dalam hak ini dimaksudkan bahwa apabila dalam suatu perjanjian penjaminan ada beberapa penjamin yang mengikatkan diri untuk menjamin satu debitur dan utang yang sama maka setiap penjamin terikat untuk keseluruhan utang;

5. Hak si penjamin untuk diberhentikan dari penjamin. Dalam pengertian bahwa seorang penjamin berhak meminta kepada kreditur untuk dibebaskan dari kedudukannya sebagai seorang penjamin jika terdapat alasan untuk itu.75

Berdasarkan ketentuan tersebut (angka 1) bahwa dengan dibayar-nya utang Debitur KUR oleh Penjamin kepada Bank Pelaksana selaku kreditur KUR tidak membebaskan debitur dari kewajiban nya melunasi utangnya. Artinya memang hubungan hukum antara Kreditur (Bank Pelaksana) dengan Debitur KUR dengan telah dibayar lunas utang-nya pada oleh Perusahaan Penjamin kepada Bank Pelaksanan meng-akibat hubungan hukum itu menjadi berakhir. Namun utang Debitur KUR tidak menjadi hapus, melainkan menimbulkan hubungan hukum baru antara Debitur KUR dengan Perusahaan Penjamin. Dengan kata lain,

75 http://notaris-sidoarjo.blogspot.co.id/2012/11/bentuk-jaminan-dan-hak-istimewa.html


(42)

telah terjadi novasi subyektif, yakni Perusahaan Penjamin yang meng-gantikan kedudukan Bank Pelaksana yang semula berkedudukan sebagai Kreditur. Artinya hak tagihnya beralih dari Bank Pelaksana kepada Perusahaan Penjamin. Perihal ini sebagaimana subrogasi yang diatur dalam ketentuan Pasal 1400 KUHPerdata.76

Pemberian kredit KUR kepada pengusaha mikro dan/atau pengusaha kecil ibarat makan buah simalakama, dimakan mati ibu, tidak dimakan bapak yang mati. Pengusaha mikro dan kecil yang mengajukan KUR diberi kemudahan berupa tidak terjangkau Sistem Informasi Debitur (SID). Lepasnya dari SID berarti pihak kreditur yang akan memberikan KUR tidak dapat mengetahui karakter calon Debiturnya. Sedang karakter Debitur sangat penting dan menentukan untuk dikabulnya suatu per-mohonan kredit. Dan apabila dikemudian hari Debiturnya tidak melunasi atau tidak mau melunasi piutangnya maka tidak perlu dirisaukan. Padahal persyaratan untuk mengetahui karakter Debitur pada hakekatnya merupa-kan condition sine quanon, karena syarat ini yang sebenarnya wujud jaminan yang diberikan oleh pihak Debitur.

Agunan kelayakan usaha pengusaha usaha mikro dan kecil sebagai Debitur KUR sangat sulit diprediksi untuk berkembangnya usaha mikro dan kecil, dimana kredit yang diajukan maksimal sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).

76 Endro Martono, Eksistensi Lembaga Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Dalam

Perjanjian Kredit Antara Bank dan Pengusaha Mikro dan Kecil, Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun, Yustisia Merdeka Vol. Perdana Maret 2015.


(43)

Bilamana Debitur KUR ternyata kemudian tidak membayar kewajibannya melunasi utangnya, baik benar-benar tidak lagi mempunyai kemampuan membayar atau sengaja tidak mau mem-bayar, maka pihak Perusahaan Penjamin harus sabar dan telaten untuk mengingatkan kewajiban Debitur KUR untuk membayar melunasi utang-nya.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hubungan penjamin dengan pihak pemberi kredit, yaitu adanya hubungan dengan hak dan kwewajiban yang erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran debitur kepada kreditur. untuk itu, pihak penjamin menuntut kepada debitur supaya membayar apa yang telah dilakukan oleh penjamin kepada kreditur.

2. Akibat hukum bagi penjamin jika debitur wanprestasi, Penanggung yang telah membayar dapat menuntut apa yang telah dibayarnya itu dari debitur utama, tanpa memperhatikan apakah penanggungan itu diadakan dengan atau tanpa setahu debitur utama itu. Penuntutan kembali ini dapat dilakukan baik mengenai uang pokok maupun mengenai bunga serta biaya-biaya.Mengenai biaya-biaya tersebut, penanggung hanya dapat menuntutnya kembali sekedar dalam waktu yang dianggap patut ia telah menyampaikan pemberitahuan kepada debitur utama tentang tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepadanya.Penanggung juga berhak menuntut penggantian biaya, kerugian


(45)

3. Kedudukan penjamin dalam pemberian kredit usaha kecil dan menengah jika debitur wanpretasi, Penjamin berkedudukan sebagai penanggung/penjamin utang si Penerima kredit/Debitur KUR yang telah wanprestasi. Penanggung menggantikan kewajiban debitur dalam pelunasan kredit debitur

B. Saran

Dari uraian pembahasan hingga kesimpulan dalam penelitian ini, maka dapatlah diberikan saran sebagai berikut:

1. Perlu adanya pengaturan lebih tegas bagi bank pelaksana program Kredit Usaha Kecil dan Menengah dalam Peraturan Menteri Keuangan Tentang

Fasilitas Pejaminan Kredit UKM dengan memberi kata bantu, seperti :”wajib”, “harus”, atau “dapat”. Peraturan yang lebih tegas perlu dirancang oleh Menteri

Keuangan.

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah saat ini belum memiliki peraturan pelaksana. Peraturan pelaksana perlu dirancang oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM agar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang dapat direalisasikan melalui dengan lembaga pemerintahan, lembaga negara, atau badan tertentu yang telah diberi kewenangan sebelumnya dari undang-undang.


(46)

3. Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 telah memerintahkan agar setelah 12 bulan setelah undang-undang tersebut disahkan, Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana ditetapkan. Jadi, memang sudah seharusnya peraturan pelaksana dibuat agar pembaharuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 benar-benar dijalankan secaranya.


(47)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG USAHA KECIL DAN MENENGAH

A. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.12

Usaha Mikro Kecil dan menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha, yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar, yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp

12 Iman Pirman Hidayat, Adi Ridwan Fadillah, “Pengaruh Penyaluran Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Dan Pendapatan Operasional Terhadap Laba Operasional”, Tesis,


(48)

200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri.13

Berikut ini adalah batasan atau kriteria usaha kecil dan menengah menurut beberapa organisasi dan peraturan yang berlaku :

1. Batasan usaha mikro, kecil dan menengah menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pengertian UMKM :14

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 15

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

13

https://dayintapinasthika.wordpress.com/2011/04/12/usaha-kecil-menengah-ukm/(diakses tanggal 21 Mei 2016)

14 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,

Pasal 1 angka 1.

15


(49)

dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.16 2. Badan Pusat Statistik

Batasan usaha mikro, kecil dan menengah menurut badan pusat statistik adalah:17

a. Usaha mikro. Usaha yang memiliki pekerja kurang dari 5 orang, termasuk tambahan anggota keluarga yang tidak dibayar.

b. Usaha kecil. Usaha yang memiliki pekerja 5 sampai 19 orang. c. Usaha Menengah. Usaha yang memiliki pekerja 19 sampai 99 orang. 3. Bank Indonesia

Batasan usaha mikro, kecil dan menengah menurut Bank Indonesia adalah: a. Usaha mikro. (SK. Direktur BI No.31/24//Kep/DER tanggal 5 Mei 1998).

Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin. Dimiliki oleh keluarga sumber daya lokal dan teknologi sederhana. Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry.

b. Usaha kecil. Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan

16 Ibid, angka 3

17http://www.kajianpustaka.com/2013/01/usaha-mikro-kecil-dan-menengah.html (diakses


(50)

bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

c. Usaha Menengah (SK Dir. BI No.30/45/Dir/Uk tgl 5 Jan 1997). Omzet tahunan < 3 Milyar Asset = Rp. 5 milyar untuk sektor industri Asset = Rp.600 juta di luar tanah dan bangunan untuk sektor non industri manufacturing.

4. Bank Dunia

Batasan usaha mikro, kecil dan menengah menurut Bank Dunia adalah: a. Usaha kecil. Usaha yang memiliki pekerja kurang dari 20 orang.

b. Usaha Menengah. Usaha yang memiliki pekerja 20 sampai 250 orang dan asset = US$ 500 ribu di luar tanah dan banguan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa UKM adalah sebuah bangunan usaha yang berskala kecil. Umumnya, dimiliki oleh perseorangan maupun kelompok. Bidang yang digarap oleh UKM antara lain: toko kelontong, salon kecantikan, restoran, kerajinan, dan lain-lain. Biasanya usaha tersebut digagas oleh satu atau dua orang pendiri.

Ketentuan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau


(51)

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 Tanggal 27 April 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan program bina lingkungan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-20/MBU/2012 Tanggal 27 Desember 2012, Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan dengan kriteria sebagai berikut : 18

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

18

Perubahan kedua Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2007 Tanggal 27 April 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan program bina lingkungan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-20/MBU/2012 Tanggal 27 Desember 2012.


(52)

2. Milik Warga Negara Indonesia.

3. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar.

4. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

5. Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan. 6. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun. 7. Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable)

Dari masing-masing jenis usaha diatas batas jumlah tenaga perusahaan tidaklebih dari 300 orang oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sealigus pengelola perusahaan, serta memanafaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.19 Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum.

B. Dasar Hukum Usaha Kecil dan Menengah

Pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada 4 Juli 2008. Undang-undang ini merupakan landasan dan payung hukum untuk memberdayakan


(53)

UMKM di tanah air. Maksudnya, pemberlakuan undang-undang tersebut memberikan implikasi yang luas bagi semua stakeholder untuk menjadikannya sebagai pedoman bersama ke arah perubahan paradigma pemberdayaan UMKM.20

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, tentang UMKM terdiri dari 11 bab, 44 Pasal, dan 45 ayat. Diantara pasal-pasal tersebut terdapat lima pasal yang mendelegasikan secara tegas pengaturan beberapa substansi secara lebih detail dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Pertama, Pasal 12 ayat (2), tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Usaha bagi UMKM. Kedua, Pasal 16 ayat (3) tentang Tata Cara Pengembangan UMKM. Ketiga, Pasal 37, tentang Kemitraan. Keempat, pasal 38 ayat (3), tentang Penyelenggaraan Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan UMKM. Kelima, Pasal 39 ayat (3), tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Dalam Hubungan Kemitraan Usaha.

Usaha Kecil menegah memiliki landasan hukum berupa Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan berdasarkan dari TUPOKSI 33 masing-masing. Koperasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan dasar hukum pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

20 Aangkusnandar.http:Wordpress.Com/2010/01/06/”Landasan -Hukum-Pengembangan-Umkm”/(diaskes tanggal 21 Mei 2016).


(1)

2

LEMBAR PENGESAHAN

KEDUDUKAN PENJAMIN DALAM PEMBERIAN KREDIT USAHA KECIL DAN MENENGAH

(Studipada Bank Rakyat Indonesia Medan)

Oleh

FACHRI 110200515

Disetujui Oleh

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM DAGANG

Prof. Dr. H. HasimPurba, S.H., M.Hum NIP. 196603031985081001

Pembimbing I

DR. OK. Saidin, SH, M.HUM NIP. NIP : 196202131990031002

Pembimbing II

Syamsul Rizal, SH, M.HUM NIP. 196402161989111001

FAKULTAS HUKUM


(2)

ABSTRAK Fachri * Dr. OK. Saidin**

Syamsul Rizal***

Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Akan tetapi jika dilihat kondisi UKM di Indonesia, dapat dikatakan bahwa UKM kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah hubungan penjamin dengan pihak pemberi kredit, akibat hukum bagi penjamin jika debitur wanprestasi dan kedudukan penjamin dalam pemberian kredit usaha kecil dan menengah jika debitur wanpretasi.

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara das solen dengan das sein yaitu kesenjangan antara teori dengan dunia realita, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum.

Hubungan penjamin dengan pihak pemberi kredit, yaitu adanya hubungan dengan hak dan kwewajiban yang erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran debitur kepada kreditur. untuk itu, pihak penjamin menuntut kepada debitur supaya membayar apa yang telah dilakukan oleh penjamin kepada kreditur. Akibat hukum bagi penjamin jika debitur wanprestasi, Penanggung yang telah membayar dapat menuntut apa yang telah dibayarnya itu dari debitur utama, tanpa memperhatikan apakah penanggungan itu diadakan dengan atau tanpa setahu debitur utama itu. Penuntutan kembali ini dapat dilakukan baik mengenai uang pokok maupun mengenai bunga serta biaya-biaya.Mengenai biaya-biaya tersebut, penanggung hanya dapat menuntutnya kembali sekedar dalam waktu yang dianggap patut ia telah menyampaikan pemberitahuan kepada debitur utama tentang tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepadanya.Penanggung juga berhak menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga bila alasan untuk itu memang ada. Kedudukan penjamin dalam pemberian kredit usaha kecil dan menengah jika debitur wanpretasi, Perusahaan Penjamin berkedudukan sebagai penanggung/penjamin utang si Penerima kredit/Debitur KUR yang telah wanprestasi. Penanggung menggantikn kewajiban debitur dalam pelunasan kredit debitur.

Kata Kunci: Kedudukan Penjamin, UKM * Fachri, Mahasiswa

** OK. Saidin, Dosen Pembimbing I *** Syamsul Rizal, Dosen Pembimbing II


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Kedudukan Penjamin Dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Medan.

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kapada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, MHum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH, MS, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

7. Bapak Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

10.Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis ayahanda dan Ibunda, yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan Balasan dari Allah SWT. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, Juni 2016 Penulis,

Fachri 110200515


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penelitian ... 9

F. Keaslian Penulisan ... 31

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG USAHA KECIL DAN MENANGAH ... 17

A. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah ... 17

B. Dasar Hukum Usaha Kecil dan Menengah ... 22

C. Peranan dan Manfaat Usaha Kecil dan Menengah ... 25

D. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah ... 28

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT DAN PENJAMIN KREDIT ... 33

A. Tinjauan Umum Tentang Kredit ... 33

1. Pengertian Kredit Perbankan ... 33


(6)

3. Dasar-Dasar Pemberian Kredit Perbankan ... 38

4. Penggolongan Kredit Perbankan ... 45

5. Klausul dalam Perjanjian Kredit Perbankan ... 47

B. Tinjauan Umum Tentang Penjamin Kredit ... 49

1. Pengertian Penjamin Kredit ... 49

2. Dasar Hukum Penjamin Kredit ... 52

BAB IV KEDUDUKAN PENJAMIN DALAM PEMBERIAN KREDIT USAHA KECIL DAN MENENGAH ... 56

A. Hubungan Penjamin dengan Pihak Pemberi Kredit ... 56

B. Akibat Hukum Bagi Penjamin Jika Debitur Wanprestasi ... 62

C. Kedudukan Penjamin dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah Jika Debitur wanpretasi ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA