Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada Lansia Berobat Jalan di RSUD Langsa Tahun 2014

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, terutama oleh serangan jantung (7,6 juta) dan strok (5,7 juta). Diperkirakan kematian pada ada tahun 2015, kematian akibat penyakit jantung (kardiovaskular) dan pembuluh darah akan meningkat menjadi 20 juta (Depkes RI, 2009).

Penyakit jantung masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada orang dewasa di Eropa dan Amerika Utara. Setiap tahun, di Amerika hampir 500.000 orang meninggal karena penyakit jantung iskemik. Di Asia dan Afrika, telah terjadi kecenderungan peningkatan kasus PJK dan kematian akibat penyakit jantung koroner (PJK). Di Singapura dan Malaysia, angka kejadian telah meningkat dari yang tidak bermakna menjadi penyebab 10 % seluruh kematian (Mukhtiaranti,2012).

Di Indonesia, salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, dilain pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Proporsi angka kematian penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007


(2)

Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (8,3%), diabetes melitus (1,1%) dan diabetes melitus di perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit sendi (30,3%), kanker/tumor (4,3%), dan cedera lalu lintas darat (25,9%). (Riskesdas 2007).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional penyakit jantung yaitu 7,2%. Prevalensi penyakit jantung di atas prevalensi nasional ditemukan pada 13 provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara. Prevalensi penyakit jantung ini berkisar 2,6% di Provinsi Lampung dan tertinggi di NAD sebesar 12,6%, sedangkan di Sulawesi Utara sebesar 8,2% (Jeini,2011)

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) (2011) bahwa penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia dan 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung iskemik dan sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Diperkirakan tahun 2030 bahwa 23,6 juta orang di dunia akan meninggal karena penyakit kardiovaskular (Mukhtiaranti 2012).

Penyakit Jantung Koroner merupakan gangguan pada pembuluh darah koroner berupa penyempitan atau penyumbatan yang dapat mengganggu proses transportasi bahan-bahan energi tubuh, sehingga dapat mengakibatkan terjadi


(3)

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Ketidakseimbangan ini menimbulkan gangguan pompa jantung dan berakhir pada kelemahan dan kematian sel-sel jantung. Penyakit Jantung Koroner (PJK) termasuk bagian penyakit kardiovaskular dan merupakan penyakit yang menjadi trend di dunia modern saat ini. Laporan World Health Organization (WHO) pada September 2009 menyebutkan bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama saat ini (Yahya, 2010 dalam Mira,2012).

Menurut Institut Jantung, Paru-paru dan Darah Nasional Amerika Serikat (National Heart, Lung and Blood Institute), penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu, baik pria maupun wanita di Amerika Serikat, dimana jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai lebih dari 500.000 jiwa setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7.2% berdasarkan wawancara, sementara berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar 0.9%. cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 12.5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif menyerupai gejala penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi, berkisar antara 2.6% di Lampung sampai 12.6% di NAD.

PJK merupakan penyakit yang tidak disadari oleh kebanyakan orang dan tidak memberikan keluhan yang berarti, karna hanya keluhan ringan saja seperti nyeri dada sebelah kiri yang sebentar-sebentar sehingga membuat penderita kurang waspada bahkan hanya dianggap sebagai masuk angin biasa dan ditangani dengan cara sederhana seperti di kerok atau di pijat (Rizki,2012).


(4)

Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara berdasarkan gejala, meningkat seiring dengan bertambahnya umur, yaitu tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi PJK yang di diagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan (0,5% dan 1,5%). Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak bekerja. Berdasarkan PJK terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala lebih tinggi di perdesaan dan pada kuintil indeks kepemilikan terbawah (Riskesdas,2013).

Prevalensi PJK berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 %. Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 %, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 %. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 ‰ (per mil) dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 ‰ (per mil). Jadi, sebanyak 57,9 % penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. Prevalensi PJK, gagal jantung, dan stroke terlihat meningkat seiring peningkatan umur responden. Prevalensi stroke sama banyak pada laki-laki dan perempuan.(Riskesdas,2013).

Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami penurunan baik dari segi fisik, biologi maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya, sehingga perlu adanya peran serta keluarga dan adanya peran sosial dalam


(5)

penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif, penyakit metabolik, gangguan psikososial dan penyakit infeksi meningkat (Nugroho, 2000. Dalam Eko Setiawan).

Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan usia harapan hidup (UHH) di Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan usia harapan hidup (UHH) menjadi 77 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan usia harapan hidup (UHH). Pada tahun 2000 usia harapan hidup (UHH) di Indonesia adalah 64 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 70 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%) (Rizky,2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Mira Rosmiatin mengenai Analisis Faktor-faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada wanita lanjut usia di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dengan menggunakan metode analitik dengan studi cros sectional yang dilakukan pada 136 responden dengan analisa multivariate dan didapatkan bahwa faktor risiko yang paling berhubungan dengan terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) adalah usia (OR=3,64), dimana usia


(6)

sebagai faktor risiko yang bermakna dalam memprediksi terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) (p<0,001).

Disamping itu penelitian yang dilakukan oleh Eko Setiawan tahun 2012 mengenai Faktor risiko kejadian jantung koroner pada lansia di instalasi geriatric dan ruang penyakit dalam RS,Dr Kariadi semarang menunjukkan hasil penelitian bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dislipidimia dengan kejadian jantung koroner di Instalasi Geriatri dan Ruang Penyakit Dalam RS. Dr Kariadi Semarang dengan p-value 1.000 dan nilai (odds rasio) OR= 1.00 dengan Convidence Interval (CI=95%).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Langsa, angka kematian akibat penyakit tidak menular di Kota Langsa selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2008 sampai dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Penyakit Jantung menempati urutan ke delapan baik dalam mortalitas maupun morbiditas. Pada tahun 2008, jumlah kasus 1.290 kasus (21,7%), tahun 2009 ada 2.548 kasus (2,67%), tahun 2010 terdapat 2.132 kasus (1,45%), tahun 2011 ada 3.485 kasus (2,70%), dan tahun 2012 terdapat 3.532 kasus (2,52%),. Sementara itu, jumlah kasus pada tahun 2013 terdapat 5.336 kasus (2,10%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kasus Penyakit Jantung Koroner kenaikan yang fluktuatif.

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka perlu dilakukan tentang Faktor risiko kejadian penyakit jantung koroner pada lansia yang berobat jalan di poli jantung rumah sakit umum daerah kota Langsa tahun 2014.


(7)

1.2.Perumusan Masalah

Masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh antara faktor risiko dengan kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor risiko pencetus kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui faktor risiko merokok pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.3.2.2. Mengetahui faktor risiko obesitas pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.3.2.3. Mengetahui faktor risiko aktivitas fisik pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.3.2.4. Mengetahui faktor risiko hipertensi pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.2.5. Mengetahui faktor risiko diabetes melitus pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.2.6. Mengetahui population atribut risk pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.


(8)

1.4.Hipotesis

1.4.1. Ada pengaruh dari faktor risiko merokok pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.4.2. Ada pengaruh dari faktor risiko obesitas pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.4.3. Ada pengaruh dari faktor risiko aktivitas fisik pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.4.4. Ada pengaruh dari faktor risiko hipertensi pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.4.5. Ada pengaruh dari faktor risiko diabetes melitus pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Mengetahui dengan lebih jelas tentang penelitian yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner pada lansia berobat jalan berdasarkan beberapa faktor penyebabnya sehingga dapat dijadikan informasi untuk pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

1.5.2. Agar dapat mengetahui factor utama penyebab penyakit jantung koroner sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan agar tidak mengalami kejadian atau dapat mengurangi keparahan bagi masyarakat.

1.5.3. Menjadi bahan masukan atau informasi bagi pihak rumah sakit RSUD Langsa agar dapat mengambil langkah-langkah tepat dan bijaksana dalam memberikan


(9)

pelayanan pasien lansia penderita jantung koroner yang ada di poli jantung RSUD Langsa.

1.5.4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut.


(1)

Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara berdasarkan gejala, meningkat seiring dengan bertambahnya umur, yaitu tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi PJK yang di diagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan (0,5% dan 1,5%). Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak bekerja. Berdasarkan PJK terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala lebih tinggi di perdesaan dan pada kuintil indeks kepemilikan terbawah (Riskesdas,2013).

Prevalensi PJK berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 %. Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 %, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 %. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 ‰ (per mil) dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 ‰ (per mil). Jadi, sebanyak 57,9 % penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. Prevalensi PJK, gagal jantung, dan stroke terlihat meningkat seiring peningkatan umur responden. Prevalensi stroke sama banyak pada laki-laki dan perempuan.(Riskesdas,2013).

Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami penurunan baik dari segi fisik, biologi maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya, sehingga perlu adanya peran serta keluarga dan adanya peran sosial dalam


(2)

penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif, penyakit metabolik, gangguan psikososial dan penyakit infeksi meningkat (Nugroho, 2000. Dalam Eko Setiawan).

Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan usia harapan hidup (UHH) di Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan usia harapan hidup (UHH) menjadi 77 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan usia harapan hidup (UHH). Pada tahun 2000 usia harapan hidup (UHH) di Indonesia adalah 64 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 70 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%) (Rizky,2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Mira Rosmiatin mengenai Analisis Faktor-faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada wanita lanjut usia di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dengan menggunakan metode analitik dengan studi cros sectional yang dilakukan pada 136 responden dengan analisa multivariate dan didapatkan bahwa faktor risiko yang paling berhubungan dengan terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) adalah usia (OR=3,64), dimana usia


(3)

sebagai faktor risiko yang bermakna dalam memprediksi terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) (p<0,001).

Disamping itu penelitian yang dilakukan oleh Eko Setiawan tahun 2012 mengenai Faktor risiko kejadian jantung koroner pada lansia di instalasi geriatric dan ruang penyakit dalam RS,Dr Kariadi semarang menunjukkan hasil penelitian bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dislipidimia dengan kejadian jantung koroner di Instalasi Geriatri dan Ruang Penyakit Dalam RS. Dr Kariadi Semarang dengan p-value 1.000 dan nilai (odds rasio) OR= 1.00 dengan Convidence Interval (CI=95%).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Langsa, angka kematian akibat penyakit tidak menular di Kota Langsa selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2008 sampai dengan 2013 terus mengalami peningkatan. Penyakit Jantung menempati urutan ke delapan baik dalam mortalitas maupun morbiditas. Pada tahun 2008, jumlah kasus 1.290 kasus (21,7%), tahun 2009 ada 2.548 kasus (2,67%), tahun 2010 terdapat 2.132 kasus (1,45%), tahun 2011 ada 3.485 kasus (2,70%), dan tahun 2012 terdapat 3.532 kasus (2,52%),. Sementara itu, jumlah kasus pada tahun 2013 terdapat 5.336 kasus (2,10%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kasus Penyakit Jantung Koroner kenaikan yang fluktuatif.

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka perlu dilakukan tentang Faktor risiko kejadian penyakit jantung koroner pada lansia yang berobat jalan di poli jantung rumah sakit umum daerah kota Langsa tahun 2014.


(4)

1.2.Perumusan Masalah

Masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh antara faktor risiko dengan kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor risiko pencetus kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui faktor risiko merokok pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.3.2.2. Mengetahui faktor risiko obesitas pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.3.2.3. Mengetahui faktor risiko aktivitas fisik pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.3.2.4. Mengetahui faktor risiko hipertensi pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.2.5. Mengetahui faktor risiko diabetes melitus pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.3.2.6. Mengetahui population atribut risk pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.


(5)

1.4.Hipotesis

1.4.1. Ada pengaruh dari faktor risiko merokok pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.4.2. Ada pengaruh dari faktor risiko obesitas pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.4.3. Ada pengaruh dari faktor risiko aktivitas fisik pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014

1.4.4. Ada pengaruh dari faktor risiko hipertensi pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.4.5. Ada pengaruh dari faktor risiko diabetes melitus pada kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Mengetahui dengan lebih jelas tentang penelitian yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner pada lansia berobat jalan berdasarkan beberapa faktor penyebabnya sehingga dapat dijadikan informasi untuk pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

1.5.2. Agar dapat mengetahui factor utama penyebab penyakit jantung koroner sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan agar tidak mengalami kejadian atau dapat mengurangi keparahan bagi masyarakat.

1.5.3. Menjadi bahan masukan atau informasi bagi pihak rumah sakit RSUD Langsa agar dapat mengambil langkah-langkah tepat dan bijaksana dalam memberikan


(6)

pelayanan pasien lansia penderita jantung koroner yang ada di poli jantung RSUD Langsa.

1.5.4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut.