Analisis Lokasi Pasar Hewan Siborongborong Dalam Pengembangan Sub Sektor Peternakan Di Kabupaten Tapanuli Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah
Pengertian Pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami
evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada
pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan
dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar, pertumbuhan dan lingkungan
hidup dan yang terakhir pembangunan berkelanjutan. Perubahan evolutif dari
pengertian diatas didasarkan banyak kekecewaan dan hasil umpan balik dari
pelaksanaan pembangunan yang tidak mencapai sasaran yang diinginkan serta
kekurangan
informasi
dalam
memahami
persoalan-persoalan
yang
timbul
sebelumnya tidak dapat diramalkan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
(Anwar, 2005).
Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan
suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek kehidupan
manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan lebih merata yang dalam jangka
panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada dasarnya dalam
pembangunan tersebut memperhatikan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan faktorfaktor yang berkaitan dengannya seperti perubahan teknologi, institusi, dan nilai-nilai
sosial dapat diakomodasikan kedalam kebijakan dalam situasi yang terus-menerus
Universitas Sumatera Utara
berubah. Untuk mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya
pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi dan kemerataan serta keberlanjutan
dalam memberi panduan kepada alokasi sumber-sumber daya baik pada tingkatan
nasional, regional dan lokal (Anwar, 2005).
Pembangunan adalah kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di
segala bidang. Pada terminologi ilmu ekonomi pembangunan seringkali dibahas
dalam pengertian pertumbuhan material yang dapat memberi kesejahteraan bagi
masyarakat. Pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat berhasil bila angka
pertumbuhan ekonominya cukup tinggi dan sekaligus membawa perubahan yang ada
di masyarakat pada kondisi kehidupan yang lebih baik (Soekartawi, 2004).
Sampai saat ini indikator keberhasilan pembangunan yang dilakukan suatu
negara adalah daerah ataupun wilayah adalah besarnya pendapatan perkapita.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka setiap negara di dunia ini menitikberatkan
pembangunan nasionalnya pada bidang ekonomi, walupun tidak mengabaikan
pembangunan lainnya. Berdasarkan kenyataan inilah maka pembangunan dikatakan
berhasil apabila terdapat kenaikan pendapatan perkapita pada periode tertentu, sebab
dengan kenaikan tersebut akan menimbulkan efek berantai pada kegiatan ekonomi
lainnya. Makin tinggi pendapatan perkapita maka makin tinggi pula kemampuan
ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Pembangunan dikatakan berhasil bila telah
mengatasi tiga masalah pokok yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran.
Pembangunan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu
wilayah disesuaikan dengan kemampuan fisik dari wilayah tersebut. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
terdapat berbagai konsep pembangunan wilayah seperti dikemukakan diatas namun
tujuan pembangunan wilayah harus konsisten dengan pembangunan nasional.
Menurut Kadariah (1978) dalam Sinaga (2009) terdapat lima tujuan yaitu mencapai
pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, menyediakan kesempatan kerja yang
cukup, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan
atau kemakmuran antar daerah dan merubah struktur ekonomi yang timpang.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintahan
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumberdaya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
meciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut). Pembangunan ekonomi adalah
usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan
tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain
untuk meningkatkan pendapatan riil juga untuk meningkatkan produktifitas. Banyak
faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu wilayah atau daerah.
Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.
Perencanaan pembangunan adalah hal yang terpenting dalam membangun
suatu daerah. Definisi perencanaan pembangunan mencakup siapa dan bagaimana
cara melakukan untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kondisi
dan kemampuan yang dimiliki daerah serta untuk terciptanya pembangunan yang
efektif dan efisien. Definisi lain dari perencanaan pembangunan adalah usaha
pemerintah untuk mengordinasikan semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang
Universitas Sumatera Utara
untuk mempengaruhi secara langsung dan untuk mengendalikan variabel ekonomi
(pendapatan, ekonomi dan lain-lain) suatu negara atau daerah dalam rangka mencapai
tujuan pendahuluan.
Perencanaan
pembangunan
ekonomi
daerah
bisa
dianggap
sebagai
perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumber daya publik yang
tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki ekonomi di daerah. Menurut
Hanafiah (1988) kegiatan perencanaan wilayah itu saling terkait yang meliputi tiga
hal: (a) perencanaan antar wilayah dalam suatu negara, (b) perencanaan antar lokasi
dalam suatu wilayah dan (c) perencanaan lokasi dalam setiap sektor.
Pembangunan
wilayah
adalah
pembangunan
yang
didasarkan
pada
kemampuan wilayah tersebut secara fisik dan sosial masyarakatnya serta sesuai
dengan perundangan yang berlaku. Definisi tentang wilayah ini perlu terutama untuk
menganalisis mengenai perekonomian di wilayah tersebut. Menurut. Budiharsono
(2001) penentuan batas wilayah ditentukan dengan kriteria-kriteria berikut:
a. Konsep Homogenitas
Konsep ini berkaitan dengan persamaan unsur tertentu seperti unsure ekonomi,
politik, sejarah, budaya, pendapatan per kapita dan sebagainya.
b. Konsep Nodalitas
Konsep ini berkaitan dengan adanya ketergantungan antar wilayah yang
bersifat fungsional seperti adanya mobilitas penduduk, arus produksi, arus
barang dan juga transportasi antar wilayah.
Universitas Sumatera Utara
c. Konsep Administrasi atau Unit Program
Konsep ini didasarkan oleh adanya kebijakan yang seragam seperti kebijakan
pembangunan, sistem ekonomi dan tingkat pajak yang sama.
Putri (2003) dalam Bahar (2006) Pembangunan wilayah sering dipakai pola
pembangunan wilayah administrasi, karena ada dua alasan yaitu:
a. Perencanaan pembangunan wilayah perlu badan pemerintah.
b. Wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan suatu unit pengumpulan data.
Pengelompokan wilayah ada dua yaitu:
a. wilayah formal yang ditentukan beradasarkan persamaan fisik seperti topografi,
iklim dan vegetasi namun hal ini saat ini ditambah dengan kriteria ekonomi yaitu
industri dan pertanian.
b. wilayah fungsional adalah adanya kekompakan fungsional, saling terkait dalam
kriteria tertentu seperti kota besar, kota kecil dan desa yang saling terkait.
Wilayah perencanaan adalah kombinasi dari wilayah formal dan fungsional
dan memiliki kriteria sebagai berikut: wilayah harus luas untuk syarat bagi investasi,
mempunyai paling tidak satu kota sebagai pusat pertumbuhan dan strategi
pembangunan yang sama untuk memecahkan masalah lain.
2.2. Keterkaitan Subsektor Peternakan
Suatu usaha peternakan merupakan kegiatan yang bersifat generatif yaitu
manusia meningkatkan faktor-faktor produksi melalui proses produksi ternak. Dalam
proses ini diharapkan suatu kegunaan yang optimal dalam bentuk daging, telur, susu,
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja dan pupuk. Sasaran utama usaha peternakan adalah untuk memperoleh
keuntungan. Selain itu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan
protein asal ternak, memperluas kegiatan industri dan perdagangan, memanfaatkan
tenaga kerja anggota keluarga dan mempertinggi daya guna tanah.
Suharno (2002) mengemukakan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang
ditunjang dengan meningkatnya pendapatan perkapita merupakan peluang dalam
usaha peternakan. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka akan
semakin meningkatkan jumlah konsumsi terhadap hasil-hasil peternakan. Sementara
peningkatan pendapatan perkapita dengan sendirinya akan mendongkrak data beli
masyarakat, karena produk peternakan memiliki nilai income elasticity of demand.
Lebih lanjut Suharno (2002) mengatakan perkembangan sektor lain seperti industri
dan jasa juga turut memacu permintaan produk peternakan, malahan dari sektor ini
muncul pasar baru bagi produk peternakan berupa hasil olahan dari daging, susu dan
telur.
2.3. Pembangunan Peternakan
Saragih (1998) menyatakan paradigma pembangunan peternakan yang
mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak rakyat yang relatif tinggi dan
menciptakan daya saing global adalah paradigma pembangunan agribisnis berbasis
peternakan. Dengan memandang peternakan sebagai sistem agribisnis berbasis
peternakan
perlu
lebih
terintegrasi,
simultan,
komprehensif,
dan
terarah.
Pembangunan agribisnis peternakan berbasis peternakan yang bersifat makro ini
Universitas Sumatera Utara
harus didukung oleh struktur, perilaku dan kinerja mikro peternakan itu sendiri.
Pembangunan peternakan yang tangguh memiliki ciri yaitu mampu memanfaatkan
sumberdaya secara optimal, menangkal gejolak teknis maupun ekonomis,
mengembangkan struktur produksi memenuhi tuntutan pasar dan berperan dalam
pembangunan nasional, daerah dan kawasan.
Pengembangan peternakan ini bukan saja pengembangan komoditas
peternakan saja tetapi lebih dari itu, yakni pembangunan ekonomi (wilayah) yang
berbasis pertanian yang didalamnya termasuk peternakan (Saragih, 1998). Konsep
kawasan dalam pembangunan peternakan adalah :
a. Suatu konsep mengenai pengembangan sistem pemanfaatan ternaklahan.
b. Suatu pendekatan yang mengintegrasikan ternak dengan tanaman sehingga ternak
lebih berbasis lahan daripada sebagai bagian dari suatu sistem produksi
perkotaan.
c. Fokusnya adalah pada pemanfaatan lahan dan sumberdaya secara lebih baik,
pelestarian lingkungan, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan.
Kawasan peternakan terdiri dari atas kawasan khusus peternakan, merupakan
daerah prioritas dengan komoditas unggulan, dengan memperhatikan kesesuaian
agroekosistem dan agriklimat serta tata ruang wilayah. Kawasan terpadu merupakan
sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan hortikulutura, perkebunan dan
perikanan (program lintas subsektor). Kawasan agropolitan merupakan kota pertanian
yang dihela oleh desa-desa hinterland. Pembangunan sistem agropolitan meliputi
Universitas Sumatera Utara
industri pengolahan makanan dan pakan, industry pengolahan pertanian lain, industri
peralatan dan input-input pertanian, serta barang konsumsi lain.
Menurut Makka (2006), sejalan dengan visi pembangunan pertanian, visi
pembangunan peternakan telah ditetapkan yaitu: “Mewujudkan Peternakan Tangguh
Guna menjamin Kesejahteraan Peternak”. Sedangkan misinya adalah: (1)
meningkatkan pendapatan; (2) penyediaan pangan hewani yang ASUH; (3)
pembangunan SDM yang berkualitas; (4) diversifikasi pangan; (5) pengentasan
kemiskinan; dan (6) pengembangan sistem perdagangan komoditi ternak yang bebas
dan fair. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, maka pemerintah dalam hal ini
Departemen Pertanian telah menetapkan 3 (tiga) program utama yaitu program
Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP), Program Pengembangan Agribisnis (PA) dan
Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Penjabaran lebih lanjut dari program
tersebut di bidang peternakan sebagai berikut:
1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan sasarannya adalah: (a) dicapainya
ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup,
aman dan halal; (b) meningkatkan keragaman produksi dan konsumsi pangan
masyarakat; dan (c) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi
masalah kerawanan pangan.
2. Program pengembangan agribisnis dengan sasaran: (a) berkembangnya usaha di
sector hulu, usaha tani (on-farm), hilir (agroindustri) dan usaha jasa penunjang;
(b) meningkatnya pertumbuhan PDB sub sektor peternakan; dan (c)
meningkatnya ekspor produk peternakan segar dan olahan.
Universitas Sumatera Utara
3. Program peningkatan kesejahteraan petani sasarannya adalah: (a) meningkatnya
kapasitas dan posisi tawar peternak; (b) semakin kokohnya kelembagaan
peternak; (c) meningkatnya akses peternak terhadap sumberdaya produktif; dan
(d) meningkatnya pendapatan peternak.
2.4. Model Basis Ekonomi
Dalam
perencanaan
ekonomi
regional
dibutuhkan
beberapa
model
pembangunan daerah. Model yang paling sering dipakai umumnya harus memenuhi
tiga unsur. Pertama, harus dianggap cukup mampu untuk memberikan gambaran
perekonomian yang memadai. Kedua, dibutuhkan model ekonomi yang tidak terlalu
banyak menggunakan data yang terlalu rumit. Ketiga, model yang dibutuhkan harus
dapat memberi keterangan yang jelas bagi pembuat kebijakan.
Salah satu diantara model-model ekonomi yang digunakan sebagai investmen
analisis dalam perencanaan ekonomi regional adalah "economic base theory". Teori
basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi disuatu
wilayah ditentukan oleh besarnya kegiatan ekspor di wilayah tersebut. Kegiatan
ekonomi dikelompokkan menjadi kegiatan basis dan non basis. Hanya kegiatan basis
yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2009). Menurut teori
ini, perekonomian suatu daerah dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
a.
"Basic Industry" yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi yang melayani barang dan
jasa-jasa ke dalam pasar di daerah itu sendiri dan mengekspor kelua pasar di
daerah yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
b.
"Non basic industry" yaitu kegiatan-kegiatan yang menyediakan barangbarang yang hanya melayani pasar di daerah itu sendiri dalam hal yag
dibutuhkan
di
dalam
batas-batas
perekonomian
masyarakat
yang
bersangkutan.
Selanjutnya teori ini menyatakan bahwa karena basic industry menghasilkan
barang dan jasa yang dijual keluar, maka ia akan menarik pendapatan ke daerah itu
atau jika bertambah banyak sektor basis dalam suatu daerah,maka secara berantai
akan menaikkan konsumsi dan pada gilirannya akan menaikkan investasi yang berarti
akan menciptakan kesempatan kerja baru. Kesempatan kerja baru ini akan menyerap
pengangguran atau kelebihan tenaga kerja (reserve labour/surplus labour) atau
menarik tenaga kerja dari luar daerah. Kenaikan pendapatan di daerah itu selain akan
meningkatkan pemusatan terhadap hasil industri basis, juga akan meningkatkan
permintaan terhadap hasil industri non basis yang pada gilirannya akan meningkatkan
investasi (induced investment) pada industri-industri non-basis.
Oleh karena itu kegiatan basis mempunyai peranan yang besar di dalam
menggunakan sektor-sektor non basis lainnya, di mana setiap perubahan mempunyai
effect multiplier terhadap perekonomian suatu daerah, sehingga orang berpendapat
bahwa basis industri inilah yang perlu dikembangkan.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu
akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan kemajuan teknologi (technological
progress) (Todaro 2008). Penciptaan peluang inves-tasi dapat dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh kawasan bersangkutan.
Sektor/subsektor unggulan yang diukur dengan analisis Location Quotient (LQ)
memiliki kesamaan dengan sektor ekonomi basis, yang pertumbuhannya menentukan
pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas-aktivitas lain (non basis)
merupakan konsekuensi dari pembangunan menyeluruh tersebut (Soepono, 2001).
Basis ekonomi dari sebuah komunitas terdiri atas aktivitas-aktivitas yang
menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja basis yang menjadi tumpuan
perekonomian.
Analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dari segi
produksinya. Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur basis ekonomi.
Dalam teknik LQ pengukuran dari kegiatan ekonomi secara relatif berdasarkan nilai
tambah bruto atau tenaga kerja. Analisis LQ juga dapat digunakan untuk menetukan
komoditas unggulan dari sisi produksinya. Pendekatan LQ mempunyai dua kelebihan
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang
antara).
b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui
kecendrungan.
Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik
apabila dilakukan dalam bentuk time –series/trend, artinya dianalisis selama kurun
waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditi
Universitas Sumatera Utara
tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan
(Tarigan, 2009).
Indeks LQ digunakan untuk membandingkan antar pangsa suatu sektor pada
suatu daerah dengan sektor daerah himpunan. Sedangkan hasil pengujian Indeks LQ
akan menunjukan jika koefisien LQ > 1, berarti daerah tersebut mempunyai potensi
relatif dalam sektor tertentu. Jika LQ < 1, berarti daerah tersebut kurang mempunyai
potensi relatif dalam sektor tertentu (Tarigan, 2009).
2.5. Penelitian Terdahulu
Secara spesifik penelitian tentang pasar hewan belum ada ditemui, sehingga
penelitian terdahulu dalam hal ini diambil yang berhubungan dengan fungsionalisasi
pasar tradisionil. Salah satu penelitian adalah yang dilakukan oleh Kiik (2006)
dengan judul: Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidak Optimalnya Fungsi
Pasar Tradisional Lolowa dan Pasar Tradisional Fatubenao”. Metode penelitian yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode penelitian
kualitatif
dan
metode
penelitian
kuantitatif.
Metode
penelitian
kualitatif
menggunakan analisis deskriptif, sedangkan untuk metode penelitian kuantitatif
digunakan analisis faktor dan alat analisis kuantitatif lain seperti analisis jarak dan
kesempatan terdekat, analisis indeks sentralitas, dan analisis potensi penduduk.
Variabel yang diteliti terdiri dari jarak dan kesempatan terdekat, indeks sentralitas,
dan potensi penduduk. Dari analisis yang dilakukan terdapat beberapa temuan studi
antara lain terdapat indikasi ketidaktahuan dan ketidaktaatan masyarakat dalam
Universitas Sumatera Utara
pemanfaatan ruang, tidak ada peruntukan fasilitas perdagangan di Kelurahan Lidak
dan Fatubenao, pembangunan pasar yang baru tidak melalui studi kelayakan,
pedagang bersedia dipindahkan asal tidak hanya sebagian, tetapi seluruhnya, tidak
adanya pelibatan masyarakat dalam pembangunan pasar yang baru, produk tata ruang
sudah tidak sesuai dengan perkembangan kota, aksesibilitas menuju dua pasar baru
belum cukup baik, pasar baru dapat menampung pindahan pedagang dari Pasar Inpres
Atambua dan tidak terdapatnya jalur angkutan kota ke Pasar Fatubenao. Temuan
lainnya adalah pedagang di Pasar Inpres Atambua banyak yang mempunyai
langganan tetap atau hubungan yang baik dengan konsumen, sebaran fasilitas,
kepadatan penduduk dan potensi penduduk masih belum cukup memadai di
Kelurahan Lidak dan Kelurahan Fatubenao, masih terdapat pengungsi yang tinggal di
bangunan Pasar Fatubenao. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa terdapat
keterkaitan antara tidak optimalnya fungsi Pasar Lolowa dan Pasar Fatubenao dengan
aspek kebijakan pemerintah, aspek fisik keruangan dan aspek sosial ekonomi. Aspekaspek tersebut diuraikan dalam beberapa faktor yaitu: aksesibilitas (prasarana jalan
dan moda transportasi), aglomerasi, sebaran fasilitas sosial dan ekonomi, internal
pasar (fisik bangunan pasar, sarana pendukung dan utilitas), kebijakan keruangan,
kebijakan partisipasi masyarakat, hubungan sosial pedagang dan konsumen serta
faktor keberadaan pengungsi.
Hendayana (2006) melakukan penelitian dengan judul: Sebaran Komoditas
Ternak Unggulan di Jawa dan Luar Jawa Implikasinya Bagi Perdagangan Ternak.
Universitas Sumatera Utara
Metode yang digunakan adalah analisis komoditas unggulan dengan teknik Location
Quotient (LQ). Variabel yang diteliti adalah populasi ternak ruminansia dan non
ruminansia periode 1997 – 2001. Temuan penelitian adalah bahwa: sebaran populasi
ternak di tiap provinsi di Jawa maupun Luar Jawa menunjukkan keragaan yang
variatif. Setiap provinsi memiliki dominasi jenis ternak tertentu, namun tidak semua
provinsi memiliki populasi ternak unggulan. Perdagangan ternak antar wilayah terjadi
karena bervariasinya sebaran komoditas ternak unggulan antar provinsi. Menurut
analisis LQ, peran Provinsi di Luar Jawa sangat strategis sebagai pemasok ternak
bagi Jawa kecuali untuk jenis ternak sapi perah, domba dan ayam ras pedaging.
Sinaga (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Peran dan Strategi
Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Pembangunan Kabupaten Cianjur.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Penelitian
menggunakan analisis Location Quotient (LQ), analisis Shift Share, Interpretative
Structural Modelling (ISM) dan analisis Strategi Pengembangan menggunakan SWOT
dan QSPM. Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis
LQ subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur merupakan komoditi basis. Nilai LQ
subsektor peternakan pada tahun 2005-2007 adalah3,14 3,13 dan 3,25. Ditingkat
kecamatan sektor peternakan menjadi menjadi basis hampir disetiap kecamatan,
kecuali kecamatan Kadupandak, Cianjur, Sukaluyu, Ciranjang, Pacet. Hasil analisis
interpretative structural modelling diperoleh lembaga yang sangat menentukan dalam
pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur adalah Dinas Peternakan, Perikanan
dan Kelautan, Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas
Universitas Sumatera Utara
UKM dan Koperasi serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kelima lembaga ini
berada pada sektor Linkage. Lembaga Peternakan dan perguruan tinggi berada pada
sektor indepemdent sedangkan Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Lembaga
Keuangan serta Dinas Lingkungan Hidup berada pada sektor autonomous. Alternatif
strategi yang diperoleh melalui analisa QSPM diperoleh urutan strategi sebagai
berikut (1) pembinaan dan pengembangan peternakan berdasarkan potensi wilayah;
(2) peningkatan pembinaan dan pengembangan peternak SDM peternak; (3)
pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan; (4)
pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit
hewan; (5) pengembangan teknologi tepat guna dan (6) optimalisasi pemanfaatan dan
pengamanan sumberdaya lokal.
Yuhendra (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Interaksi
Wilayah Komoditas Peternakan di Provinsi Riau. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif analitik dengan alat analisis yang digunakan adalah model gravitas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa daya dorong wilayah pada pemasaran komoditas sapi
dipengaruhi oleh besarnya produktivitas SDM peternakan. Wilayah yang dapat
dikembangkan sebagai wilayah produksi adalah Indragiri Hulu, Kampar, Rokan Hulu
dan Kuantan Singingi. Interaksi wilayah pada aliran pemasaran komoditas kerbau
lebih ditentukan oleh daya tarik wilayah tujuan berupa pemotongan ternak. Wilayah
yang dapat dikembangkan menjadi wilayah produksi adalah Kampar dan Kuantan
Singingi dan wilayah pemasaran Pekanbaru, Siak, Dumai, dan Rokan Hilir.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan komoditas sapid an kerbau diarahkan pada wilayah Riau Bagian
Selatan sebagai wilayah pemasaran.
Setyowati (2011) melakukan penelitian dengan judul Strategi Pengembangan
Subsektor Peternakan dalam Rangka Memperkuat Sektor Pertanian di Kabupaten
Boyolali. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan alat analisis
yang digunakan adalah Tipologi Klassen dan analisis SWOT. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa subsektor peternakan merupakan subsektor potensial yang
berarti subsektor ini mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dibanding
kontribusi PDRB Kabupaten Boyolali namun memiliki laju pertumbuhan yang
lambat. Strategi pengembangan subsektor peternakan di kabupaten Boyolali antara
lain: Peningkatan produksi komoditas peternakan dan produk olahannya, Penguatan
agroindustri berbasis komoditas/produk peternakan, Penguatan permodalan bagi
peternak dan agroindustri peternakan, Pengembangan usaha pemasaran untuk
komoditi peternakan dan produk olahannya, Peningkatan peran KUD dan GKSI
untuk mendukung kinerja subsektor peternakan dan Pengembangan inovasi pakan
ternak.
2.6. Kerangka Pemikiran
Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan perekonomian telah
menjadi andalan potensial dan prioritas pengembangan bagi sejumlah daerah, terlebih
bagi daerah pedesaan. Subsektor peternakan dalam pengusahaannya pada umumnya
berdampingan/bersamaan dengan pengusahaan pertanian oleh petani. Hal ini karena
Universitas Sumatera Utara
ternak diperlukan untuk membantu petani dalam mengolah lahan pertanian dan
mengangkut hasil-hasil pertanian, sebaliknya beberapa bagian dari tanaman pertanian
menjadi pakan ternak.
Tapanuli Utara sebagai salah satu daerah pertanian, dimana aktivitas
perekonomiannya dipengaruhi oleh sector pertanian, berpotensi dalam pengembangan
perternakan. Ternak juga merupakan komoditi ekonomis bagi masyarakat sehingga
terjadi permintaan dan penawaran ternak di kalangan masyarakat. Trasaksi
permintaan dan penawaran ternak, khususnya ternak besar di Kabupaten Tapanuli
Utara dilakukan di pasar hewan Siborongborong. Dengan demikian keberadaan pasar
hewan ini mempunyai posisi strategis dalam pengembangan subsector peternakan di
Kabupaten Tapanuli Utara.
Pengembangan
subsektor
peternakan
bertujuan
untuk
meningkatkan
perekonomian masyarakat, khususnya di sekitar pasar hewan Siborongborong dan
masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara pada umumnya. Hal ini mengingat bahwa
aktivitas pasar hewan Siborongborong akan bermanfaat dalam meningkatkan
perekonomian lokal, secara khusus di Siborongborong. Aktivitas pasar hewan ini juga
mengakibatkan interaksi dengan wilayah atau kecamatan lain di Kabupaten Tapanuli
Utara. Pada tahap selanjutnya aktivitas pasar yang menimbulkan interaksi ini akan
berdampak terhadap pengembangan wilayah secara khusus di Siborongborong.
Skema kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
PEMBANGUNAN
SUBSEKTOR PETERNAKAN
TERNAK RAKYAT
PAD
- Sektor ikutan
- Bibit ternak
- Efisiensi Margin
Pemasaran
- Pengembangan
Akses dan
Jangkauan
Pemasaran
- Tenaga Kerja
Pasar Hewan
Siborongborong
Perekonomian Lokal
Pengembangan
Wilayah
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah
Pengertian Pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami
evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada
pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan
dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar, pertumbuhan dan lingkungan
hidup dan yang terakhir pembangunan berkelanjutan. Perubahan evolutif dari
pengertian diatas didasarkan banyak kekecewaan dan hasil umpan balik dari
pelaksanaan pembangunan yang tidak mencapai sasaran yang diinginkan serta
kekurangan
informasi
dalam
memahami
persoalan-persoalan
yang
timbul
sebelumnya tidak dapat diramalkan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
(Anwar, 2005).
Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan
suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek kehidupan
manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan lebih merata yang dalam jangka
panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada dasarnya dalam
pembangunan tersebut memperhatikan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan faktorfaktor yang berkaitan dengannya seperti perubahan teknologi, institusi, dan nilai-nilai
sosial dapat diakomodasikan kedalam kebijakan dalam situasi yang terus-menerus
Universitas Sumatera Utara
berubah. Untuk mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya
pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi dan kemerataan serta keberlanjutan
dalam memberi panduan kepada alokasi sumber-sumber daya baik pada tingkatan
nasional, regional dan lokal (Anwar, 2005).
Pembangunan adalah kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di
segala bidang. Pada terminologi ilmu ekonomi pembangunan seringkali dibahas
dalam pengertian pertumbuhan material yang dapat memberi kesejahteraan bagi
masyarakat. Pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat berhasil bila angka
pertumbuhan ekonominya cukup tinggi dan sekaligus membawa perubahan yang ada
di masyarakat pada kondisi kehidupan yang lebih baik (Soekartawi, 2004).
Sampai saat ini indikator keberhasilan pembangunan yang dilakukan suatu
negara adalah daerah ataupun wilayah adalah besarnya pendapatan perkapita.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka setiap negara di dunia ini menitikberatkan
pembangunan nasionalnya pada bidang ekonomi, walupun tidak mengabaikan
pembangunan lainnya. Berdasarkan kenyataan inilah maka pembangunan dikatakan
berhasil apabila terdapat kenaikan pendapatan perkapita pada periode tertentu, sebab
dengan kenaikan tersebut akan menimbulkan efek berantai pada kegiatan ekonomi
lainnya. Makin tinggi pendapatan perkapita maka makin tinggi pula kemampuan
ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Pembangunan dikatakan berhasil bila telah
mengatasi tiga masalah pokok yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran.
Pembangunan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu
wilayah disesuaikan dengan kemampuan fisik dari wilayah tersebut. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
terdapat berbagai konsep pembangunan wilayah seperti dikemukakan diatas namun
tujuan pembangunan wilayah harus konsisten dengan pembangunan nasional.
Menurut Kadariah (1978) dalam Sinaga (2009) terdapat lima tujuan yaitu mencapai
pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, menyediakan kesempatan kerja yang
cukup, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan
atau kemakmuran antar daerah dan merubah struktur ekonomi yang timpang.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintahan
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumberdaya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
meciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut). Pembangunan ekonomi adalah
usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan
tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain
untuk meningkatkan pendapatan riil juga untuk meningkatkan produktifitas. Banyak
faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu wilayah atau daerah.
Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.
Perencanaan pembangunan adalah hal yang terpenting dalam membangun
suatu daerah. Definisi perencanaan pembangunan mencakup siapa dan bagaimana
cara melakukan untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kondisi
dan kemampuan yang dimiliki daerah serta untuk terciptanya pembangunan yang
efektif dan efisien. Definisi lain dari perencanaan pembangunan adalah usaha
pemerintah untuk mengordinasikan semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang
Universitas Sumatera Utara
untuk mempengaruhi secara langsung dan untuk mengendalikan variabel ekonomi
(pendapatan, ekonomi dan lain-lain) suatu negara atau daerah dalam rangka mencapai
tujuan pendahuluan.
Perencanaan
pembangunan
ekonomi
daerah
bisa
dianggap
sebagai
perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumber daya publik yang
tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki ekonomi di daerah. Menurut
Hanafiah (1988) kegiatan perencanaan wilayah itu saling terkait yang meliputi tiga
hal: (a) perencanaan antar wilayah dalam suatu negara, (b) perencanaan antar lokasi
dalam suatu wilayah dan (c) perencanaan lokasi dalam setiap sektor.
Pembangunan
wilayah
adalah
pembangunan
yang
didasarkan
pada
kemampuan wilayah tersebut secara fisik dan sosial masyarakatnya serta sesuai
dengan perundangan yang berlaku. Definisi tentang wilayah ini perlu terutama untuk
menganalisis mengenai perekonomian di wilayah tersebut. Menurut. Budiharsono
(2001) penentuan batas wilayah ditentukan dengan kriteria-kriteria berikut:
a. Konsep Homogenitas
Konsep ini berkaitan dengan persamaan unsur tertentu seperti unsure ekonomi,
politik, sejarah, budaya, pendapatan per kapita dan sebagainya.
b. Konsep Nodalitas
Konsep ini berkaitan dengan adanya ketergantungan antar wilayah yang
bersifat fungsional seperti adanya mobilitas penduduk, arus produksi, arus
barang dan juga transportasi antar wilayah.
Universitas Sumatera Utara
c. Konsep Administrasi atau Unit Program
Konsep ini didasarkan oleh adanya kebijakan yang seragam seperti kebijakan
pembangunan, sistem ekonomi dan tingkat pajak yang sama.
Putri (2003) dalam Bahar (2006) Pembangunan wilayah sering dipakai pola
pembangunan wilayah administrasi, karena ada dua alasan yaitu:
a. Perencanaan pembangunan wilayah perlu badan pemerintah.
b. Wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan suatu unit pengumpulan data.
Pengelompokan wilayah ada dua yaitu:
a. wilayah formal yang ditentukan beradasarkan persamaan fisik seperti topografi,
iklim dan vegetasi namun hal ini saat ini ditambah dengan kriteria ekonomi yaitu
industri dan pertanian.
b. wilayah fungsional adalah adanya kekompakan fungsional, saling terkait dalam
kriteria tertentu seperti kota besar, kota kecil dan desa yang saling terkait.
Wilayah perencanaan adalah kombinasi dari wilayah formal dan fungsional
dan memiliki kriteria sebagai berikut: wilayah harus luas untuk syarat bagi investasi,
mempunyai paling tidak satu kota sebagai pusat pertumbuhan dan strategi
pembangunan yang sama untuk memecahkan masalah lain.
2.2. Keterkaitan Subsektor Peternakan
Suatu usaha peternakan merupakan kegiatan yang bersifat generatif yaitu
manusia meningkatkan faktor-faktor produksi melalui proses produksi ternak. Dalam
proses ini diharapkan suatu kegunaan yang optimal dalam bentuk daging, telur, susu,
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja dan pupuk. Sasaran utama usaha peternakan adalah untuk memperoleh
keuntungan. Selain itu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan
protein asal ternak, memperluas kegiatan industri dan perdagangan, memanfaatkan
tenaga kerja anggota keluarga dan mempertinggi daya guna tanah.
Suharno (2002) mengemukakan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang
ditunjang dengan meningkatnya pendapatan perkapita merupakan peluang dalam
usaha peternakan. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka akan
semakin meningkatkan jumlah konsumsi terhadap hasil-hasil peternakan. Sementara
peningkatan pendapatan perkapita dengan sendirinya akan mendongkrak data beli
masyarakat, karena produk peternakan memiliki nilai income elasticity of demand.
Lebih lanjut Suharno (2002) mengatakan perkembangan sektor lain seperti industri
dan jasa juga turut memacu permintaan produk peternakan, malahan dari sektor ini
muncul pasar baru bagi produk peternakan berupa hasil olahan dari daging, susu dan
telur.
2.3. Pembangunan Peternakan
Saragih (1998) menyatakan paradigma pembangunan peternakan yang
mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak rakyat yang relatif tinggi dan
menciptakan daya saing global adalah paradigma pembangunan agribisnis berbasis
peternakan. Dengan memandang peternakan sebagai sistem agribisnis berbasis
peternakan
perlu
lebih
terintegrasi,
simultan,
komprehensif,
dan
terarah.
Pembangunan agribisnis peternakan berbasis peternakan yang bersifat makro ini
Universitas Sumatera Utara
harus didukung oleh struktur, perilaku dan kinerja mikro peternakan itu sendiri.
Pembangunan peternakan yang tangguh memiliki ciri yaitu mampu memanfaatkan
sumberdaya secara optimal, menangkal gejolak teknis maupun ekonomis,
mengembangkan struktur produksi memenuhi tuntutan pasar dan berperan dalam
pembangunan nasional, daerah dan kawasan.
Pengembangan peternakan ini bukan saja pengembangan komoditas
peternakan saja tetapi lebih dari itu, yakni pembangunan ekonomi (wilayah) yang
berbasis pertanian yang didalamnya termasuk peternakan (Saragih, 1998). Konsep
kawasan dalam pembangunan peternakan adalah :
a. Suatu konsep mengenai pengembangan sistem pemanfaatan ternaklahan.
b. Suatu pendekatan yang mengintegrasikan ternak dengan tanaman sehingga ternak
lebih berbasis lahan daripada sebagai bagian dari suatu sistem produksi
perkotaan.
c. Fokusnya adalah pada pemanfaatan lahan dan sumberdaya secara lebih baik,
pelestarian lingkungan, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan.
Kawasan peternakan terdiri dari atas kawasan khusus peternakan, merupakan
daerah prioritas dengan komoditas unggulan, dengan memperhatikan kesesuaian
agroekosistem dan agriklimat serta tata ruang wilayah. Kawasan terpadu merupakan
sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan hortikulutura, perkebunan dan
perikanan (program lintas subsektor). Kawasan agropolitan merupakan kota pertanian
yang dihela oleh desa-desa hinterland. Pembangunan sistem agropolitan meliputi
Universitas Sumatera Utara
industri pengolahan makanan dan pakan, industry pengolahan pertanian lain, industri
peralatan dan input-input pertanian, serta barang konsumsi lain.
Menurut Makka (2006), sejalan dengan visi pembangunan pertanian, visi
pembangunan peternakan telah ditetapkan yaitu: “Mewujudkan Peternakan Tangguh
Guna menjamin Kesejahteraan Peternak”. Sedangkan misinya adalah: (1)
meningkatkan pendapatan; (2) penyediaan pangan hewani yang ASUH; (3)
pembangunan SDM yang berkualitas; (4) diversifikasi pangan; (5) pengentasan
kemiskinan; dan (6) pengembangan sistem perdagangan komoditi ternak yang bebas
dan fair. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, maka pemerintah dalam hal ini
Departemen Pertanian telah menetapkan 3 (tiga) program utama yaitu program
Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP), Program Pengembangan Agribisnis (PA) dan
Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Penjabaran lebih lanjut dari program
tersebut di bidang peternakan sebagai berikut:
1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan sasarannya adalah: (a) dicapainya
ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup,
aman dan halal; (b) meningkatkan keragaman produksi dan konsumsi pangan
masyarakat; dan (c) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi
masalah kerawanan pangan.
2. Program pengembangan agribisnis dengan sasaran: (a) berkembangnya usaha di
sector hulu, usaha tani (on-farm), hilir (agroindustri) dan usaha jasa penunjang;
(b) meningkatnya pertumbuhan PDB sub sektor peternakan; dan (c)
meningkatnya ekspor produk peternakan segar dan olahan.
Universitas Sumatera Utara
3. Program peningkatan kesejahteraan petani sasarannya adalah: (a) meningkatnya
kapasitas dan posisi tawar peternak; (b) semakin kokohnya kelembagaan
peternak; (c) meningkatnya akses peternak terhadap sumberdaya produktif; dan
(d) meningkatnya pendapatan peternak.
2.4. Model Basis Ekonomi
Dalam
perencanaan
ekonomi
regional
dibutuhkan
beberapa
model
pembangunan daerah. Model yang paling sering dipakai umumnya harus memenuhi
tiga unsur. Pertama, harus dianggap cukup mampu untuk memberikan gambaran
perekonomian yang memadai. Kedua, dibutuhkan model ekonomi yang tidak terlalu
banyak menggunakan data yang terlalu rumit. Ketiga, model yang dibutuhkan harus
dapat memberi keterangan yang jelas bagi pembuat kebijakan.
Salah satu diantara model-model ekonomi yang digunakan sebagai investmen
analisis dalam perencanaan ekonomi regional adalah "economic base theory". Teori
basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi disuatu
wilayah ditentukan oleh besarnya kegiatan ekspor di wilayah tersebut. Kegiatan
ekonomi dikelompokkan menjadi kegiatan basis dan non basis. Hanya kegiatan basis
yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2009). Menurut teori
ini, perekonomian suatu daerah dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
a.
"Basic Industry" yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi yang melayani barang dan
jasa-jasa ke dalam pasar di daerah itu sendiri dan mengekspor kelua pasar di
daerah yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
b.
"Non basic industry" yaitu kegiatan-kegiatan yang menyediakan barangbarang yang hanya melayani pasar di daerah itu sendiri dalam hal yag
dibutuhkan
di
dalam
batas-batas
perekonomian
masyarakat
yang
bersangkutan.
Selanjutnya teori ini menyatakan bahwa karena basic industry menghasilkan
barang dan jasa yang dijual keluar, maka ia akan menarik pendapatan ke daerah itu
atau jika bertambah banyak sektor basis dalam suatu daerah,maka secara berantai
akan menaikkan konsumsi dan pada gilirannya akan menaikkan investasi yang berarti
akan menciptakan kesempatan kerja baru. Kesempatan kerja baru ini akan menyerap
pengangguran atau kelebihan tenaga kerja (reserve labour/surplus labour) atau
menarik tenaga kerja dari luar daerah. Kenaikan pendapatan di daerah itu selain akan
meningkatkan pemusatan terhadap hasil industri basis, juga akan meningkatkan
permintaan terhadap hasil industri non basis yang pada gilirannya akan meningkatkan
investasi (induced investment) pada industri-industri non-basis.
Oleh karena itu kegiatan basis mempunyai peranan yang besar di dalam
menggunakan sektor-sektor non basis lainnya, di mana setiap perubahan mempunyai
effect multiplier terhadap perekonomian suatu daerah, sehingga orang berpendapat
bahwa basis industri inilah yang perlu dikembangkan.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu
akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan kemajuan teknologi (technological
progress) (Todaro 2008). Penciptaan peluang inves-tasi dapat dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh kawasan bersangkutan.
Sektor/subsektor unggulan yang diukur dengan analisis Location Quotient (LQ)
memiliki kesamaan dengan sektor ekonomi basis, yang pertumbuhannya menentukan
pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas-aktivitas lain (non basis)
merupakan konsekuensi dari pembangunan menyeluruh tersebut (Soepono, 2001).
Basis ekonomi dari sebuah komunitas terdiri atas aktivitas-aktivitas yang
menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja basis yang menjadi tumpuan
perekonomian.
Analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dari segi
produksinya. Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur basis ekonomi.
Dalam teknik LQ pengukuran dari kegiatan ekonomi secara relatif berdasarkan nilai
tambah bruto atau tenaga kerja. Analisis LQ juga dapat digunakan untuk menetukan
komoditas unggulan dari sisi produksinya. Pendekatan LQ mempunyai dua kelebihan
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang
antara).
b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui
kecendrungan.
Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik
apabila dilakukan dalam bentuk time –series/trend, artinya dianalisis selama kurun
waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditi
Universitas Sumatera Utara
tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan
(Tarigan, 2009).
Indeks LQ digunakan untuk membandingkan antar pangsa suatu sektor pada
suatu daerah dengan sektor daerah himpunan. Sedangkan hasil pengujian Indeks LQ
akan menunjukan jika koefisien LQ > 1, berarti daerah tersebut mempunyai potensi
relatif dalam sektor tertentu. Jika LQ < 1, berarti daerah tersebut kurang mempunyai
potensi relatif dalam sektor tertentu (Tarigan, 2009).
2.5. Penelitian Terdahulu
Secara spesifik penelitian tentang pasar hewan belum ada ditemui, sehingga
penelitian terdahulu dalam hal ini diambil yang berhubungan dengan fungsionalisasi
pasar tradisionil. Salah satu penelitian adalah yang dilakukan oleh Kiik (2006)
dengan judul: Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidak Optimalnya Fungsi
Pasar Tradisional Lolowa dan Pasar Tradisional Fatubenao”. Metode penelitian yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode penelitian
kualitatif
dan
metode
penelitian
kuantitatif.
Metode
penelitian
kualitatif
menggunakan analisis deskriptif, sedangkan untuk metode penelitian kuantitatif
digunakan analisis faktor dan alat analisis kuantitatif lain seperti analisis jarak dan
kesempatan terdekat, analisis indeks sentralitas, dan analisis potensi penduduk.
Variabel yang diteliti terdiri dari jarak dan kesempatan terdekat, indeks sentralitas,
dan potensi penduduk. Dari analisis yang dilakukan terdapat beberapa temuan studi
antara lain terdapat indikasi ketidaktahuan dan ketidaktaatan masyarakat dalam
Universitas Sumatera Utara
pemanfaatan ruang, tidak ada peruntukan fasilitas perdagangan di Kelurahan Lidak
dan Fatubenao, pembangunan pasar yang baru tidak melalui studi kelayakan,
pedagang bersedia dipindahkan asal tidak hanya sebagian, tetapi seluruhnya, tidak
adanya pelibatan masyarakat dalam pembangunan pasar yang baru, produk tata ruang
sudah tidak sesuai dengan perkembangan kota, aksesibilitas menuju dua pasar baru
belum cukup baik, pasar baru dapat menampung pindahan pedagang dari Pasar Inpres
Atambua dan tidak terdapatnya jalur angkutan kota ke Pasar Fatubenao. Temuan
lainnya adalah pedagang di Pasar Inpres Atambua banyak yang mempunyai
langganan tetap atau hubungan yang baik dengan konsumen, sebaran fasilitas,
kepadatan penduduk dan potensi penduduk masih belum cukup memadai di
Kelurahan Lidak dan Kelurahan Fatubenao, masih terdapat pengungsi yang tinggal di
bangunan Pasar Fatubenao. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa terdapat
keterkaitan antara tidak optimalnya fungsi Pasar Lolowa dan Pasar Fatubenao dengan
aspek kebijakan pemerintah, aspek fisik keruangan dan aspek sosial ekonomi. Aspekaspek tersebut diuraikan dalam beberapa faktor yaitu: aksesibilitas (prasarana jalan
dan moda transportasi), aglomerasi, sebaran fasilitas sosial dan ekonomi, internal
pasar (fisik bangunan pasar, sarana pendukung dan utilitas), kebijakan keruangan,
kebijakan partisipasi masyarakat, hubungan sosial pedagang dan konsumen serta
faktor keberadaan pengungsi.
Hendayana (2006) melakukan penelitian dengan judul: Sebaran Komoditas
Ternak Unggulan di Jawa dan Luar Jawa Implikasinya Bagi Perdagangan Ternak.
Universitas Sumatera Utara
Metode yang digunakan adalah analisis komoditas unggulan dengan teknik Location
Quotient (LQ). Variabel yang diteliti adalah populasi ternak ruminansia dan non
ruminansia periode 1997 – 2001. Temuan penelitian adalah bahwa: sebaran populasi
ternak di tiap provinsi di Jawa maupun Luar Jawa menunjukkan keragaan yang
variatif. Setiap provinsi memiliki dominasi jenis ternak tertentu, namun tidak semua
provinsi memiliki populasi ternak unggulan. Perdagangan ternak antar wilayah terjadi
karena bervariasinya sebaran komoditas ternak unggulan antar provinsi. Menurut
analisis LQ, peran Provinsi di Luar Jawa sangat strategis sebagai pemasok ternak
bagi Jawa kecuali untuk jenis ternak sapi perah, domba dan ayam ras pedaging.
Sinaga (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Peran dan Strategi
Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Pembangunan Kabupaten Cianjur.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Penelitian
menggunakan analisis Location Quotient (LQ), analisis Shift Share, Interpretative
Structural Modelling (ISM) dan analisis Strategi Pengembangan menggunakan SWOT
dan QSPM. Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis
LQ subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur merupakan komoditi basis. Nilai LQ
subsektor peternakan pada tahun 2005-2007 adalah3,14 3,13 dan 3,25. Ditingkat
kecamatan sektor peternakan menjadi menjadi basis hampir disetiap kecamatan,
kecuali kecamatan Kadupandak, Cianjur, Sukaluyu, Ciranjang, Pacet. Hasil analisis
interpretative structural modelling diperoleh lembaga yang sangat menentukan dalam
pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur adalah Dinas Peternakan, Perikanan
dan Kelautan, Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas
Universitas Sumatera Utara
UKM dan Koperasi serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kelima lembaga ini
berada pada sektor Linkage. Lembaga Peternakan dan perguruan tinggi berada pada
sektor indepemdent sedangkan Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Lembaga
Keuangan serta Dinas Lingkungan Hidup berada pada sektor autonomous. Alternatif
strategi yang diperoleh melalui analisa QSPM diperoleh urutan strategi sebagai
berikut (1) pembinaan dan pengembangan peternakan berdasarkan potensi wilayah;
(2) peningkatan pembinaan dan pengembangan peternak SDM peternak; (3)
pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan; (4)
pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit
hewan; (5) pengembangan teknologi tepat guna dan (6) optimalisasi pemanfaatan dan
pengamanan sumberdaya lokal.
Yuhendra (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Interaksi
Wilayah Komoditas Peternakan di Provinsi Riau. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif analitik dengan alat analisis yang digunakan adalah model gravitas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa daya dorong wilayah pada pemasaran komoditas sapi
dipengaruhi oleh besarnya produktivitas SDM peternakan. Wilayah yang dapat
dikembangkan sebagai wilayah produksi adalah Indragiri Hulu, Kampar, Rokan Hulu
dan Kuantan Singingi. Interaksi wilayah pada aliran pemasaran komoditas kerbau
lebih ditentukan oleh daya tarik wilayah tujuan berupa pemotongan ternak. Wilayah
yang dapat dikembangkan menjadi wilayah produksi adalah Kampar dan Kuantan
Singingi dan wilayah pemasaran Pekanbaru, Siak, Dumai, dan Rokan Hilir.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan komoditas sapid an kerbau diarahkan pada wilayah Riau Bagian
Selatan sebagai wilayah pemasaran.
Setyowati (2011) melakukan penelitian dengan judul Strategi Pengembangan
Subsektor Peternakan dalam Rangka Memperkuat Sektor Pertanian di Kabupaten
Boyolali. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan alat analisis
yang digunakan adalah Tipologi Klassen dan analisis SWOT. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa subsektor peternakan merupakan subsektor potensial yang
berarti subsektor ini mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dibanding
kontribusi PDRB Kabupaten Boyolali namun memiliki laju pertumbuhan yang
lambat. Strategi pengembangan subsektor peternakan di kabupaten Boyolali antara
lain: Peningkatan produksi komoditas peternakan dan produk olahannya, Penguatan
agroindustri berbasis komoditas/produk peternakan, Penguatan permodalan bagi
peternak dan agroindustri peternakan, Pengembangan usaha pemasaran untuk
komoditi peternakan dan produk olahannya, Peningkatan peran KUD dan GKSI
untuk mendukung kinerja subsektor peternakan dan Pengembangan inovasi pakan
ternak.
2.6. Kerangka Pemikiran
Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan perekonomian telah
menjadi andalan potensial dan prioritas pengembangan bagi sejumlah daerah, terlebih
bagi daerah pedesaan. Subsektor peternakan dalam pengusahaannya pada umumnya
berdampingan/bersamaan dengan pengusahaan pertanian oleh petani. Hal ini karena
Universitas Sumatera Utara
ternak diperlukan untuk membantu petani dalam mengolah lahan pertanian dan
mengangkut hasil-hasil pertanian, sebaliknya beberapa bagian dari tanaman pertanian
menjadi pakan ternak.
Tapanuli Utara sebagai salah satu daerah pertanian, dimana aktivitas
perekonomiannya dipengaruhi oleh sector pertanian, berpotensi dalam pengembangan
perternakan. Ternak juga merupakan komoditi ekonomis bagi masyarakat sehingga
terjadi permintaan dan penawaran ternak di kalangan masyarakat. Trasaksi
permintaan dan penawaran ternak, khususnya ternak besar di Kabupaten Tapanuli
Utara dilakukan di pasar hewan Siborongborong. Dengan demikian keberadaan pasar
hewan ini mempunyai posisi strategis dalam pengembangan subsector peternakan di
Kabupaten Tapanuli Utara.
Pengembangan
subsektor
peternakan
bertujuan
untuk
meningkatkan
perekonomian masyarakat, khususnya di sekitar pasar hewan Siborongborong dan
masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara pada umumnya. Hal ini mengingat bahwa
aktivitas pasar hewan Siborongborong akan bermanfaat dalam meningkatkan
perekonomian lokal, secara khusus di Siborongborong. Aktivitas pasar hewan ini juga
mengakibatkan interaksi dengan wilayah atau kecamatan lain di Kabupaten Tapanuli
Utara. Pada tahap selanjutnya aktivitas pasar yang menimbulkan interaksi ini akan
berdampak terhadap pengembangan wilayah secara khusus di Siborongborong.
Skema kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
PEMBANGUNAN
SUBSEKTOR PETERNAKAN
TERNAK RAKYAT
PAD
- Sektor ikutan
- Bibit ternak
- Efisiensi Margin
Pemasaran
- Pengembangan
Akses dan
Jangkauan
Pemasaran
- Tenaga Kerja
Pasar Hewan
Siborongborong
Perekonomian Lokal
Pengembangan
Wilayah
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Universitas Sumatera Utara