PERAN PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP AKHLAK R

PERAN PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP AKHLAK
REMAJA
Oleh
Lisna Rahmawati
Tadris Matematika, IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Telp. (0231) 481264 Faks. (0231) 489926
Cirebon
lisnarahmawati25@gmail.com
Abstrak
Penyimpangan akhlak remaja tersebut memang sulit dihentikan dengan cepat, baik oleh kalangan
pendidikan maupun oleh institusi lainnya. Kondisi remaja saat ini memang memerlukan perhatian
dan penggulangan yang sangat ekstra, karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang
akan menggantikan para orang tua sekarang dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, adanya
pendidikan Islam bagi kalangan remaja sangatlah penting. Pendidikan harus dilakukan baik di
sekolah, keluarga atau lingkungan sekitar. Pendidikan Islam diharapkan menjadi benteng atau
suatu pegangan dalam proses penanaman akhlak, karena sejatinya, konsep pendidikan Islam
adalah menjadikan manusia berakhlak mulia.

Kata Kunci : Penyimpangan akhlak remaja, pendidikan agama Islam
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, perkembangan teknologi yang semakin canggih sedikit banyak telah
mempengaruhi kebiasaan bangsa Indonesia. Budaya barat yang masuk melalui teknologi
menjadi boomerang bagi masyarakat Indonesia. Tanpa disadari, masyarakat tersebut telah
mengikuti budaya barat dan dianggap sebagai trend bagi kalangannya, khususnya
dikalangan remaja. Semakin kesini, banyak kita jumpai remaja yang pacaran dengan
mengikuti budaya barat, dan sangat miris mereka sudah tidak memiliki rasa malu. Bukan
hanya itu, remaja laki-laki anak sekolah usia 13-an sudah mulai mengenal namanya rokok.
Mereka melakukan semua itu tanpa pengawasan dari para orangtua. Padahal remaja
merupakan salah satu harapan masyarakat sebuah negara, tidak terkecuali masyarakat
Indonesia.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, sedikit banyak
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia, diantaranya para remaja.
Dampak tersebut tentu saja menyangkut dua hal, yakni positif dan negatif. Salah satu
dampak positif globalisasi adalah terbukanya peluang-peluang penting bagi bangsa
Indonesia. Selain pengaruh positif, terdapat juga pengaruh negatifnya.
Pengaruh negatif globalisasi dewasa ini, sulit dihindari oleh bangsa Indonesia,
terlebih para remaja yang belum matang (masa transisi) menjadi lebih rapuh dan mudah

terkontaminasi oleh budaya-budaya yang tidak sesuai dengan kepribadian masyarakat

Indonesia.
HM. Arifin berpendapat bahwa dampak-dampak negatif dari teknologi modern
telah mulai menampakkan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya berkekuatan
melemahkan daya mental-spiritual yang sedang tumbuh dan berkembang dalam berbagai
bentuk dan penampilannya. Kondisi inilah salah satunya yang mengakibatkan terjadinya
berbagai penyimpangan para remaja.1
Penyimpangan tersebut misalnya melalui layar kaca, masyarakat umum dapat
,menikmati sajian-sajian hiburan misalnya pemerkosaan dan lain-lain. Adegan tersebut
tidak mustahil banyak dilakukan oleh masyarakat khusus nya remaja.
Penyimpangan akhlak remaja tersebut memang sulit dihentikan dengan cepat,
baik oleh kalangan pendidikan maupun oleh institusi lainnya. Kondisi remaja saat ini
memang memerlukan perhatian dan penggulangan yang sangat ekstra, karena remaja
merupakan generasi penerus bangsa yang akan menggantikan para orang tua sekarang
dimasa yang akan datang.
Remaja adalah remaja adalah masa peralihan atau perobahan dari anak –anak
kedewasa, pada usia remaja tumbuh percaya diri ( self esteem) karena konsep dirinya
sendiri yang meliputi perasaannya, diri dan tubuh yang dimilikinya.
Remaja diharapkan mampu menjadi tulang punggung negara yang potensinya
memerlukan pembinaan yang optimal untuk menyongsong masa depan. Agar pembinaan
ini dapat berhasil dengan optimal, maka diperlukan kerja sama dari berbagai pihak. Selain

itu, juga harus diperhatikan karakteristik remaja itu sendiri, karena remaja sedang dalam
masa transisi atau pancaroba sehingga memiliki sifat-sifat yang belum matang seperti yang
dimiliki orang dewasa.
Tulisan sederhana ini akan mencoba mengolaborasi bagaimana pengaruh
Pendidikan agama Islam terhadap akhlak remaja zaman sekarang. Terlebih duahulu akan
dijelaskan mengenai pendidikan agama Islam dan konsepnya, kemudian akan dibahas
mengenai remaja itu sendiri , selanjutnya akan dibahas remaja zaman sekarang yang isinya
akan membandingkan remaja yang mendapatkan pengajaran lebih tentang agama Islam
dengan yang hanya sedikit mendapatkan pengajaran agama Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pendidikan agama Islam ?
2. Bagaimanakah jiwa remaja ?
3. Bagaimana kedudukan akhlak dalam pendidikan agama Islam ?
4. Bagaimana keurgenan pendidikan akhlak terhadap remaja ?
5. Bagaimana pengaruh pendidikan agama terhadap akhlak remaja ?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep pendidikan agama Islam
2. Mengetahui bagaimana jiwa remaja
3. Mengetahui kedudukan akhlak dalam pendidikan agama Islam
4. Mengetahui bahwa pendidikan akhlak terhadap remaja sangat penting

5. Mengetahui pengaruh pendidikan agama terhadap akhlak remaja
1

HM. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Bumi Aksara, Jakarta. 1995, hlm 8

BAB 2
PEMBAHASAN
A. Konsep pendidikan agama Islam
Membahas pendiidkan Islam tidak terlepas pengertian pendidikan secara umum,
sehingga akan diperoleh batasan-batasan pengertian pendidikan Islam secara jelas.
Ahmad D. Marimba menyatakan pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani
dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran Islam atau memiliki kepribadian muslim. Selanjutnya,
Mushtafa al-Ghulayani berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah menanamkan akhlak
yang mulia ke dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan
petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak mereka menjadi salah satu kemampuan yang
meresap dalam jiwanya dan mewujudkan keutamaan, kebaikan, dan cinta bekerja bagi
kemanfaatan tanah air.2
Selanjutnya, Azyumardi menjelaskan tentang pengertian pendidikan Islam
penekannanya pada “bimbingan”, bukan “pengajaran” yang mengandung konotasi

otoritatif pihak pelaksana pendidikan, katakanlah guru. Dengan bimbingan sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam maka anak didik mempunyai ruang gerak yang cukup luas untuk
mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Fungsi guru disini sebagai
“fasilitator” atau petunjuk jalan ke arah penggalian potensi anak didik. Dengan demikian,
guru bukanlah segalanya, sehingga cenderung menganggap anak didik bukan apa-apa,
selain manusia yang masih kosong yang perlu diisi. Dengan kerangka dasar pengertian ini
maka guru menghormati anak didik, sebagai individu yang memiliki berbagai potensi dan
dengan jalinan hubungan pendidikan dan anak didik semacam ini dapat terhindar dari apa
yang disebut banking concept. 3
Berdasarkan hal tersebut, lebih lanjut Azyumardi Azra menjelaskan pendidikan
Islam memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan sistem pendidikan lainnya,
diantaranya: Pertama, pendidikan Islam penekananya pada pencarian ilmu pengetahuan,
penguasaan, dan pengembangan. Ilmu ini merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dan pada prinsipnya berlangsung seumur hidup (life long education)
dalam sistem pendidikan modern. Sebagai sebuah ibadah proses pengembangan ilmu
tersebut sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Dalam konteks ini maka kejujuran,
sikap tawadhu, menghormati sumber pengetahuan dan sebagainya merupakan prinsipprinsip penting yang perlu dipegangi setiap pencari ilmu. Karakteristik berikutnya adalah
sikap pengakuan akan potensi dan kemampuan seorang untuk berkembang dalam suatu
kepribadian.
Berdasarkan penegasan diatas maka dapat dipahami ilmu pendidikan Islam,

adalah :
a. Ilmu pengetahuan praktis karena ilmu ini dilaksanakan dalam kegiatan
pendidikan dan bertujuan untuk dapat mengetahui ajaran Islam dan mengamalkannya.

2
3

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa Bandung, 2003), hlm. 59
Abuddin Nata, Ibid, hlm. 60

b. Ilmu pengetahuan normatif karena ilmu ini berdasarkan pada ajaran Islam,
yakni al-Quran dan al-Sunnah dan mengarahkan pada manusia untuk hidup sesuai dengan
ajaran Islam dan memiliki harkat dan budaya yang tinggi.
c. Ilmu pengetahuan empiris karena obyek dan situasi pendidikannya berada
dalam pergaulan manusia yang ada dalam dunia pengalaman.
B. Jiwa Remaja
1. Definisi remaja dan ciri-cirinya
Masa remaja, menurut para psikolog dapat dilihat dari dua aspek perkembangan,
yaitu perkembangan fisik dan psikis. Dan aspek fisik, masa remaja ditandai dengan
sampainya kematangan alat-alat kelamin dan keadaan tubuh secara umum, yaitu telah

memperoleh bentuknya yang sempurna dan secara fungsional alat kelaminnya sudah
berfungsi secara sempurna pula.4
Dari aspek perkembangan psikologis, secara umum, dapat didefinisikan bahwa
masa remaja merupakan masa penyempurnaan dari perkembangan tahap-tahap
sebelumnya, baik itu perkembangan kognitif seperti yang diteorikan Piaget, perkembangan
moral dari Kohlberg, maupun perkembangan seksual dari Freud. Dalam rumusan yang
umum, Csikszentimihalyi dan Larson menyatakan bahwa remaja adalah “restrukturisasi
kesadaran”, yang puncaknya ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi
entropy ke kondisi negentropy.5
Remaja adalah masa peralihan atau perobahan dari anak –anak kedewasa, pada
usia remaja tumbuh percaya diri ( self esteem) karena konsep dirinya sendiri yang meliputi
perasaannya, diri dan tubuh yang dimilikinya. Percaya diri (self esteem) ini akan
berpengaruh besar terhadap apapun yang dilakukannya dan apabila kita (orang tua)
mengarahkannya ke hal yang bersifat positif, maka remaja akan berbuat apa yang
disenanginya tampa memikirkan resiko (akibat dari perbuatan).6
Dalam al-Quran dan al-Sunah, tidak ditentukan secara eksplisit mengenai batasan
masa remaja. Akan tetapi bila dikaitkan dengan aspek hukum, rasul pernah mengatakan
bahwa seseorang telah dibebani kewajiban menjalankan syari’at setelah ia sampai usia
baligh yang ditandai dengan ihtilam (‫ )ﺍﺣﺘﻼﻡ‬yakni bermimpi jima’ disertai mengeluarkan
mani bagi laki-laki dan haidh bagi perempuan.

Dalam sebuah hadist Rasullullah menyebutkan bahwa “Suruhlah anak-anakmu
untuk melaksanakan shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka
(bila tidak melaksanakan shalat) setelah berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat
tidur mereka.” Hadist tersebut mengisyaratkan bahwa keharusan melaksanakan syari’at
Islam setelah seseorang mencapai usia sepuluh tahu. Dengan demikian, masa baligh
sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja adalah sekitar sepuluh tahun.
Namun demikian, sepuluh tahun adalah usia yang relatif seseorang telah sampai masa
baligh sekaligus mukallaf, karena standar yang lebih operasional berdasarkan hadist
adalah “ihtilam”.
4

A. Tafsir dkk, Cakrawala Pemikiran pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2004), cet. ke-1,
h. 74-75
5 A. Tafsir dkk, Ibid,hlm. 75
6 Jurnal hasnidar karim, konsep pendidikan islam dalam mengatasi kenakalan remaja. Al-‘Ulum; Vol.
1, Tahun 2012 hal 14

Sedangkan menurut pakar psikologi diantaranya yaitu Kartini Kartono,
Aristoteles, Simanjuntak, Hurlock, F.J. Monks dan Singgih dapat disimpulkan bahwa
masa remaja berada pada rentang usia 12 sampai 21 tahun untuk wanita dan 13-22 tahun

untuk pria.
Dari sudut perkembangan fisik, masa remaja ditandai dengan telah matang dan
berfungsinya alat-alat kelaminserta telah memiliki kesempurnaan bentuk organ-organ
tubuh. Secara psikologis, remaja juga telah sampai pada tahap penyempurnaan
perkembangan pada masa anak-anak, baik itu dari segi kognitif maupun perkembangan
moral.
2. Aspek-aspek Perkembangan Jiwa Remaja
a. Perkembangan intelegensi
b. Perkembangan emosi
c. Perkembangan moral
d. Perkembangan kesadaran beragama
C. Kedudukan akhlak dalam pendidikan Islam
Akhlak berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradatnya“khuluqun” yang
berari budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Sedangkan menurut istilah adalah
pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan buruk (benar dan salah), mengatur
pergaulan manusia, dan menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya. Akhlak
pada dasarnya melekat dalam diri seseorang, bersatu dengan perilaku atau perbuatan. Jika
perilaku yang melekat itu buruk, maka disebut akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah.
Sebaliknya, apabila perilaku tersebut baik disebut akhlak mahmudah.7
Pada prinsipnya pembinaan akhlak merupakan bagian dari pendidikan Islam

maupun pendidikan umum, sebab akhlak diibaratkan seperti rumah dan yang menempati
rumah tersebut adalah sumber-sumber pendidikan yaitu Al- Quran dan Al-Sunnah.
Pembinaan akhlak dilembaga manapun harus bersifat mendasar dan menyeluruh sehingga
mencapai sasaran yang diharapkan yakni terbentuk pribadi muslim kami. Dengan kata lain
memiliki karakteristik yang seimbang antara aspek dunia dengan aspek ukhrawy.
Moral atau akhlak dalam Islam memiliki karakteristik , yaitu sebagai moral
yang universal, kesesuaian dengan fitrah, memperlihatkan realita, moral positif,
komprehensifitas (cakupan menyeluruh), tawazun (keseimbangan)8.
Melalui pembinaan dan pengembangan akhlak, seorang anak dapat memiliki
akhlak karimah yang melekatkan pada dirinya. Sasaran ini bisa ditanamkan untuk pertama
kalinya di lingkungan keluarga. Nilai-nilai akhlak tersebut misalnya silaturahmi,
persaudaraan, persamaan, adil, baik snagka, rendah hati, tepat janji, lapang dada, dapat
dipercaya, perwira, dermawan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa akhlak merupakan implementasi dari
pendidikan Islam. Setelah mempelajari pendidikan Islam siswa diharapkan memiliki
akhlak yang baik.
7

Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Akhlak Dan Etika Dalam Islam. Jurnal Pesona Dasar
Universitas Syiah Kuala Vol. 1. 2015

8 Yusuf Al-Qardawy, Pengantar Kajian Islam (Dtudi Analitik Komprehensif tentang Pilar-pilar
Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam). Jakarta Pustaka Al-Kautsar. 1999, hlm.
129-139

D. Urgensi pendidikan akhlak bagi remaja
Pendidikan akhlak bagi remaja sangatlah penting, karena: 9
Pertama, pada saat ini banyak keluhan yang disampaikan orang tua, para guru
dan orang yang bergerak dibidang sosial mengeluhkan tentang perilaku sebagian para
remaja yang amat mengkhawatirkan. Diantara mereka sudah banyak terlibat dalam
tawuran, penggunaan obat-obat terlarang, minuman keras, pembajakan bis, penodongan,
pelanggaran seksual, dan perbuatan kriminal. Para orang tua, para guru tampak seperti
sudah kehabisan akal untuk mengatasi krisis akhlak. Hal yang demikian jika terus
dibiarkan dan segera diatasi, maka bagaimana nasib masa depan negara dan bangsa ini.
Padahal, para remaja di masa sekarang adalh pemimpin umat di hari esok (syubbanul
yaum rijal alghad).
Kedua, bahwa pembinaan akhlak yang mulia merupakan inti ajaran Islam. Fazlur
Rahman dalam bukunya Islam mengatakan bahwa inti jaran Islam sebagaimana terdapat
dalam al-Quran adalah akhlak yang bertumpu keimanan kepada Allah, dan keadilan sosial.
Hal ini sejalan pula dengan jawaban istri Rasulullah SAW, Siti Aisyah, ketika ditanya oleh
sahabat tentang akhlak Rasulullah. Siti Aisyah mengatakan bahwa akhlak Rasulullah
adalah al-Quran (Kaana khuluquhu Al-Quran). Oleh karena jika didalam Al-Quran
terdapat ajaran keimanan, ibadah, sejarah, dan sebagainya, maka akan dituju adalah agar
dengan ajaran tersebut akan terbentuk akhlak yang mulia.
Ketiga, bahwa akhlak yang mulia sebagaiman dikemukakan para ahli beukanlah
terjadi dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama
lingkungan keluarga, pendidikan, dan masyarakat pada umumnya. Dengan demikian,
tanggung jawab pembinaan akhlak putra-putri terletak pada kedua orangtua. Hal ini antara
lain yang dilakukan oleh Luqman Hakim terhadap putra putrinya, sebagaimana dinyatakan
dalam surat Lukman ayat 12 -19. Inti ajaran akhlak dalam ayat-ayat tersebut adalah : (1)
larangan menyekutukan Allah; (2) memuliakan kedua orangtua; (3) merasa diawasi oleh
Allah; (4) mengerjakan solat; (5) menyuruhkan manusia berbuat baik dan mencegah
berbuat mungkar. Akhlak yang demikian itu sangat penting kita lakukan sepanjang hayat.
Keempat, bahwa pembinaan akhlak terhadap para remaja amat penting dilakukan,
mengingat secara psikologis usia remaja adalah usia yang berada dalam goncangan dan
mudah terpengaruh sebagai akibat dan keadaan dirinya yang masih belum memiliki bekal
pengetahuan, mental, dan pengalaman yang cukup. Akibat dan keadaan yang demikian,
para remaja mudah sekali terjerumus kedalam perbuatan-perbuatan yang mneghancurkan
masa depannya.
Sejalan dengan empat faktor diatas, maka pendidikan akhlak bagi remaja amat
urgen untuk dilakukan dan tidak dapat dipandang ringan. Dengan terbinanya akhlak para
remaja, keadaan lingkungan sosial juga semakin baik, aman, tertib, dan tentram yang
memungkinkan masyarakat akan merasa nyaman.

9

Abuddin Nata, Managemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 225

Menyadari hal yang demikian, maka berbagai petunjuk Al-Quran dan Hadist
tentang pembinaan remaja patut kita renungkan dan kita amalkan. Petunjuk tersebut
misalnya dengan memberikan contoh dan teladan berupa tutur kata dan perbuatan yang
baik.
E. Pengaruh Pendidikan Agama Di Sekolah Terhadap Kehidupan Remaja
Pendidikan agama yang diberikan di lingkungan sekolah bagi remaja adalah tidak
hanya menyangkut proses belajar-mengajar yang berlangsung di dalam kelas melalui
intelegensia (kecerdasan otak), tetapi juga menyangku proses internalisasi nilai-nilai
agama melalui kognisi, konasi dan emosi, baik di dalam maupun di luar kelas.10
Pengaruh pendidikan agama di sekolah di kalangan remaja baru dapat terbentuk
bila guru yang bersangkutan benar-benar memiliki personalitas yang bulat dan utuh
dengan keyakinan penuh terhadap kebenaran agama yang diajarkan, berwibawa, terampil
dalam menerapkan metode yang sesuai dengan tingkat usia dan kebutuhan remaja,
disamping lingkungan motivasional yang tersedia harus benar-benar dapat memberikan
dorongan positif kepada berkembangnya penghayatan terhadap ajaran agama.
Last but not least sarana pendidikan yang menjadi penunjang terlaksananya
pendidikan agama juha harus disediakna sesuai dengan kebutuhan sebagai halnya dengan
perlunya disediakan sarana bagi bidang-bidang studi lainnya.
Dalam kondisi pendidikan yang masih memerlukan perbaikan di lingkungan
sekolah, kita telah menyaksikan sejauh mana hasil dan pengaruh pendidikan agama
terhadap remaja kita secara umum. Boleh dikatakan bahwa pendidikan agama yang selama
Repelita I dan II telah menjadi mata pelajaran impretif disekolah-sekolah, meskipun masih
perlu disempurnakan terus, menunjukkan bahwa pengaruhnya dalam perubahan tingkah
laku remaja adalah relatif positif dibanding dengan kondisi sebelum pendidikan tersebut
diwajibkan di sekolah-sekolah umum. Sekurang-kurangnya pengaruh pendidikan agama
tersebut secara minimal dapat menanamkan benih keimanan yang dapat menjadi daya
preventif terhadap pembuatan negatif remaja atau bahkan dapat mendorong mereka untuk
bertingkah laku susila dan masyarakat sesuai dengan norma agamanya.
Menurut hasil studi khusus serta berbagai survei terbatas dikalangan remaja nakal
dan keterlibatan dalam penyalahgunaan narkotika dapat memberika petunjuk bahwa
pengaruh pendidikan agama sangat berarti bagi penanggulangan kenakalan remaja.
Pendidikan agama dapat menjadi daya resiten terhadap kemungkinan remaja terlibat
dalam penyalahgunaan narkotika atau kenakalan.
Pada tahun 1973 yang lalu Lembaga Penelitiam ilmu Agama dan
Kemasyarakatan IAIN Gunung Jati di Bandung (sekarang UIN) telah melakukan studi
tentang kehidupan beragama remaja di daerah provinsi Jawa Barat menyimpulkan antara
lain bahwa sebagian besar remaja nakal adalah mereka yang tidak pernah mengikuti
pendidikan agama dan kegiatan-kegiatan keagamaan disamping sebab-sebab yang lain
seperti drop-outs, family breadown, kurangnya keluarga memberikan motivasi kepada
mereka untuk mengikuti pendidikan agama dan sebagainya.

10

H.M Ariffin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm.

Dalam Lokakarya tentang Mekanisme Penanggulangan Bahaya Narkotika
dibenarkan bahwa pengaruh pendidikan agama di sekolah dapat mampu menajdi daya
preventif terhadap keterlibatan remaja kedalam penyalahgunaan narkotika.
Juga hasil studi yang dilakukan oleh Dr. Winarto Surahmad terhadap 1263 orang
remaja di Jakarta menunjukkan bahwa mereka memerlukan pendidikan agama dan
penerimaan secara positif.
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh H.M Ariffin menunjukkan data-data
bahwa tidak ada seorangpun dari remaja nakal, apalagi yang terlibat narkoba berasal dari
sekolah-sekolah agama/ madrasah atau pendidikan agama lainnya. Dengan istilah lain
dapat dikatakan bahwa potensi keberagaman dalam pribadi remaja yang dikembangkan
melalui pendidikan/bimbingan agama ternyata merupakan tenaga pengontrol, tenaga
motivatif untuk bertingkah laku positif-konstruktif, tenaga stabilisator, yang mampu
mengerem nafsu negatif, mendorong untuk menghindari bisikan iblis serta bagi mereka
yang terlanjur terlibat narkotika/ kenakalan, nilai-nilai agama dalam pribadinya sanggung
mendorongnya untuk kembali kepada kebenaran lebih mudah daripada remaja yang sama
sekali tidak pernah menghayati ajaran agama melalui proses pendidikan.11
Namun, bagaimana juga pengaruh pendidikan agama ditanamkan oleh para guru
agama di sekolah ke dalam relung pribadi temaja dengan metode yang paling baik
sekalipun, masih perlu juga pengaruh tersebut ditanamkan melalui berbagai lingkungan di
luar sekolah yang melalui keluarga, organisasi/club remaja, pergaulan dan bidang-bidang
studi lainnya. Perluasan tersebut sangat penting artinya bagi pemantapan dan
kesinambungan pengaruh pendidikan agama di lingkungan sekolah demi pembinaan yang
lebih sukses nbagi generasi pengganti kita yang akan datang.
Dalam hubungannya dengan pembinaan generasi ini kita diingatkan oleh Tuhan:
“Hendaklah mereka merasa cemas seandainya di belakang mereka meninggalkan suatu
generasi yang lemah (baik jasmaniah maupun rohaniah) yang mereka khawatirkan
nasibnys”. (An-Nisa’:9).90
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep pendidikan Islam menurut Mushtafa al-Ghulayani berpendapat bahwa
pendidikan Islam adalah menanamkan akhlak yang mulia ke dalam jiwa anak dalam masa
pertumbuhannya dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak mereka
menjadi salah satu kemampuan yang meresap dalam jiwanya dan mewujudkan keutamaan,
kebaikan, dan cinta bekerja bagi kemanfaatan tanah air.
Sedangkan, remaja adalah masa peralihan atau perobahan dari anak –anak
kedewasa, pada usia remaja tumbuh percaya diri ( self esteem) karena konsep dirinya
sendiri yang meliputi perasaannya, diri dan tubuh yang dimilikinya. Percaya diri (self
esteem) ini akan berpengaruh besar terhadap apapun yang dilakukannya dan apabila kita

11

H.M Ariffin, Ibid hlm.218

(orang tua) mengarahkannya ke hal yang bersifat positif, maka remaja akan berbuat apa
yang disenanginya tampa memikirkan resiko (akibat dari perbuatan).
Karena keadaan psikologis remaja masih dalam keadaan rentan, maka tidak
sedikit akhlaknya kurang baik. Akhlak merupakan implementasi dari pendidikan Islam.
Setelah mempelajari pendidikan Islam siswa diharapkan memiliki akhlak yang baik.
Oleh karena itu, pendidikan akhlak yang diajarkan melalui pendidikan agama
Islam sangat penting di lakukan. Pendidikan dilakukan tidak hanya dilingkungan sekolah.
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh H.M Ariffin menunjukkan data-data bahwa tidak
ada seorangpun dari remaja nakal, apalagi yang terlibat narkoba berasal dari sekolahsekolah agama/ madrasah atau pendidikan agama lainnya. Dengan istilah lain dapat
dikatakan bahwa potensi keberagaman dalam pribadi remaja yang dikembangkan melalui
pendidikan/bimbingan agama ternyata merupakan tenaga pengontrol, tenaga motivatif
untuk bertingkah laku positif-konstruktif, tenaga stabilisator, yang mampu mengerem
nafsu negatif, mendorong untuk menghindari bisikan iblis serta bagi mereka yang terlanjur
terlibat narkotika/ kenakalan, nilai-nilai agama dalam pribadinya sanggung mendorongnya
untuk kembali kepada kebenaran lebih mudah daripada remaja yang sama sekali tidak
pernah menghayati ajaran agama melalui proses pendidikan
B. Saran
Pendidikan Islam sangat penting dilakukan bagi semua kalangan, khususnya
untuk anak-anak dan remaja. Karena anak-anak dan remaja sekarang adalah calon generasi
bangsa yang akan meneruskan perjuangan orangtua sekarang. Pendidikan Islam
merupakan pondasi untuk membekali akhlak-akhlak remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Ariffin, H.M. 1995. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi
Aksara.
Nata, Abuddin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.
Tafsir, A dkk. 2004. Cakrawala Pemikiran pendidikan Islam. Bandung: Mimbar
Pustaka
Karim, Hasnidar. 2012. “Konsep pendidikan Islam dalam mengatasi kenakalan
remaja” dalam Jurnal Al-‘Ulum Vol. 1
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). 2015. “ Akhlak Dan Etika Dalam Islam”
dalam Jurnal Pesona Dasar Universitas Syiah Kuala Vol. 1
Al-Qardawy, Yusuf. 1999. Pengantar Kajian Islam (Dtudi Analitik Komprehensif
tentang Pilar-pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam).
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Nata, Abuddin. 2010. Managemen Pendidikan .Jakarta: Kencana