Analisis Yuridis Larangan Pembayaran Honorarium kepada Pembina Yayasan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 PUU-XIII 2015)
BAB II
TUGAS DAN FUNGSI PEMBINA YAYASAN MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JO. UNDANGUNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN
A.
Kedudukan Yayasan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan memberikan
landasan hukum yang kokoh pada eksistensi Yayasan di Indonesia. Sebelum lahirnya
Undang-Undang Yayasan tersebut, hanya terdapat beberapa peraturan yang
menyebutkan keberadaan yayasan, antara lain Pasal 899, Pasal 900, Pasal 1680 dan
Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), serta Pasal 6 ayat (3)
dan Pasal 236 Rv. (Reglement of de Rechtsvordering).91 Pasal-pasal tersebut tidak
memberikan rumusan pengertian yayasan maupun mengenai pendirian yayasan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang diundangkan
pada tanggal 6 Agustus 2001 memberikan kepastian hukum mengenai pengertian
maupun pendirian yayasan. Kemudian, untuk menampung kebutuhan dan
perkembangan hukum dalam masyarakat,92 pada tanggal 6 Oktober 2004,
diundangkan perubahan atas Undang-Undang Yayasan tersebut dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan. Untuk menghindari penafsiran dalam penelitian ini,
91
R. Ali Rido, op.cit., hal. 111
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
92
38
Universitas Sumatera Utara
39
baik Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan maupun perubahannya
yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan hanya disingkat dengan UndangUndang Yayasan.
1.
Kedudukan Yayasan sebagai Badan Hukum
Pengertian yayasan sebagai badan hukum tercantum dengan jelas pada Undang-
Undang Yayasan, yaitu: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.”93 Status badan hukum
tersebut diperoleh yayasan setelah akta pendirian Yayasan yang dibuat oleh notaris
memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.94 Untuk
memperoleh pengesahan ini, pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui notaris yang membuat akta
pendirian yayasan yang bersangkutan.95 Sebelumnya, perolehan pengesahan ini
diajukan bukan melalui notaris, melainkan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Akan tetapi, pengaturan tersebut diubah dengan
alasan agar proses pengesahan yayasan berlangsung cepat, tidak bertele-tele, serta
dengan biaya yang murah.96
93
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 11 (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
95
Pasal 11 (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
96
Pemerintah (Menteri Kehakiman), Risalah Sidang Rancangan Undang-Undang tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan: “Risalah Rapat Pembahasan
94
Universitas Sumatera Utara
40
Dengan berlakunya Undang-Undang Yayasan, yayasan menjadi badan hukum
berdasarkan undang-undang, bukan berdasarkan kebiasaan atau doktrin. Definisi
badan hukum itu sendiri beragam dan menjadi perselisihan di antara berbagai ahli
hukum, sehingga beragam pula teori-teori badan hukum yang ada.97 Teori-teori ini
satu sama lainnya saling berbeda pandang bahkan ada yang saling bertentangan.98
Tetapi pada umumnya, diakui adanya keberadaan “suatu badan yang sekalipun bukan
manusia alamiah namun dianggap mempunyai harta kekayaan sendiri yang terpisah
dari manusia orang perorangannya, yang dapat mempunyai hak dan kewajiban
sendiri, serta dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana manusia alamiah
layaknya”.99 Inilah yang disebut sebagai badan hukum. Ini sesuai dengan definisi
badan hukum (legal entity) menurut Black’s Law Dictionary yaitu “a body, other than
a natural person, that can function legally, sue or be sued, and make decisions
through agents”.100
Maka, diakuinya yayasan sebagai badan hukum yang sah berdasarkan undangundang artinya yayasan secara hukum dianggap dapat melakukan tindakan-tindakan
yang sah dan mempunyai akibat hukum meskipun secara nyata, yang melakukan
tindakan-tindakan tersebut adalah organ-organ yayasan, baik pembina, pengawas,
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan”, 23 Agustus 2004, hal. 8
97
R. Ali Rido, op.cit., hal. 3
98
Munir Fuady, op.cit., hal. 174
99
Rudhi Prasetya, op.cit., hal. 8
100
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, 9th Edition, (West: Thomson Reuters, 2009),
hal. 976
Universitas Sumatera Utara
41
maupun pengurusnya.101 Tindakan-tindakan tersebut dilakukan oleh organ-organ
yayasan dengan mengatasnamakan atau mewakili yayasan sehingga mereka bertindak
untuk dan atas nama yayasan. Jadi, di mata hukum, yayasanlah yang melakukan
perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum. Yayasan bahkan dapat
menggugat dan digugat di muka pengadilan.
Salah satu teori badan hukum yang dapat diterapkan dalam yayasan adalah teori
harta kekayaan bertujuan yang dipelopori oleh A. Brinz, yang kemudian diikuti oleh
Van der Heijden.102 Teori ini meyakini bahwa yang terpenting dalam suatu subjek
hukum adalah “kekayaan yang diurus untuk suatu tujuan tertentu”.103 A. Brinz dalam
bukunya Lehrbuch der Pandecten menyatakan bahwa:104
Only human beings can be considered correctly as ‘person’. The law, however,
protects purpose other than those concerning the interest of human beings. The
property ‘owned’ by corporations does not ‘belong’ to anybody. But it may be
considered as belonging for certain purposes and the device of the corporation
is used to protect those purposes.
Teori ini meyakini bahwa hak-hak dari suatu badan hukum adalah hak-hak
yang tidak ada pemiliknya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan
yang terikat oleh suatu tujuan.105 Pembahasan tersebut jelas menggambarkan bahwa
hanya manusia yang dapat diakui sebagai subjek hukum, akan tetapi teori ini
mengakui adanya kekayaan yang dipisahkan dan tidak dimiliki oleh manusia, yang
101
Adib Bahari, Prosedur Pendirian Yayasan, (Jakarta: PT Suka Buku, 2010), hal. 2
Ibid., hal. 177
103
Ibid.
104
Chidir Ali 1, op.cit, hal. 34
105
R. Ali Rido, op.cit., hal. 10
102
Universitas Sumatera Utara
42
digunakan untuk tujuan tertentu. Kekayaan terpisah yang tidak dimiliki siapa-siapa
dan memiliki tujuan tertentu inilah yang teori ini pandang sebagai badan hukum.
Penerapan teori ini pada yayasan dapat terlihat dari definisi yayasan oleh
Riduan Syahrani yaitu “yayasan merupakan harta kekayaan yang ditersendirikan
untuk tujuan tertentu”.106 Maka, yayasan merupakan tiap kekayaan yang tidak
termasuk kekayaan orang maupun badan, yang diberi tujuan tertentu.107 Jadi, yayasan
tidak memiliki anggota, yang ada hanyalah organ-organnya, yang melakukan segala
kegiatan untuk mencapai tujuan yayasan dengan menggunakan kekayaan yang
ditersendirikan tersebut.
Ini sesuai dengan pandangan Van Apeldoorn yang menyatakan bahwa “yayasan
adalah harta yang mempunyai tujuan tertentu, tetapi dengan tiada yang empunya.”108
Jadi dalam konstruksi yuridisnya, ada harta dengan tujuan tertentu, tetapi tidak dapat
ditunjuk sesuatu subjek, sehingga dalam pergaulan diperlakukan seolah-olah adalah
subjek hukum. Maka, yayasan termasuk kedalam kategori badan hukum sebagai
kumpulan harta. Dalam kategori ini, badan hukum memiliki kekayaan yang
dipisahkan dari pemiliknya, yaitu pendiri atau para pendiri yayasan, dimana kekayaan
tersebut digunakan bagi kepentingan tertentu saja.109 Kekayaan ini, menurut teori
106
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
1999), hal. 148
107
Chidir Ali 2, op.cit., hal. 63-64
108
Anwar Borahima, op.cit., hal. 64-66
109
Munir Fuady, op.cit., hal. 187
Universitas Sumatera Utara
43
harta kekayaan bertujuan A. Brinz, bukanlah milik siapa-siapa (manusia), melainkan
milik tujuan yayasan itu sendiri (bukan manusia).110
Kekayaan yayasan yang tersendiri atau dipisahkan dari pemiliknya, sehingga
menjadi kekayaan yayasan yang akan digunakan sesuai maksud dan tujuan yayasan
tersebut, dapat berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang berasal dari
sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat dan
perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan
dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.111
Kekayaan tersebut kemudian digunakan untuk tujuan atau kepentingan tertentu.
Tujuan atau kepentingan tertentu dalam hal ini adalah tujuan didirikannya yayasan,
yaitu dalam bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.112 Maka, yayasan dalam
mengurus kekayaannya, harus sesuai dengan tujuan didirikannya yayasan sesuai
dengan yang tercantum dalam anggaran dasarnya, yaitu tidak diperuntukkan untuk
mencari keuntungan, tetapi memiliki tujuan dalam bidang sosial, keagamaan dan
kemanusiaan.
2.
Yayasan sebagai
Kemanusiaan
Lembaga
Bertujuan
Sosial,
Keagamaan
dan
Tujuan pendirian yayasan telah secara jelas diatur dalam Undang-Undang
Yayasan yaitu “untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan
110
R. Ali Rido, op.cit., hal. 10
Pasal 26 (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
112
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
111
Universitas Sumatera Utara
44
kemanusiaan,…”113 Pada umumnya, para pakar di Indonesia berpendapat bahwa
tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan tersebut haruslah diartikan tujuan amal.114
Arie Kusumastuti M. Suhardiadi berpendapat bahwa “keberadaan yayasan merupakan
suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga
yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.”115
Meskipun demikian, bukan berarti yayasan tidak boleh menjalankan kegiatan
usaha untuk mengumpulkan dana-dana yang diperlukan untuk mencapai maksud dan
tujuannya di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Pasal 3 ayat (1) UndangUndang Yayasan menentukan bahwa “yayasan dapat melakukan kegiatan usaha
untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan
usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.”116 Kemudian Penjelasan Pasal 3
ayat (1) Undang-Undang Yayasan terebut menyatakan bahwa ketentuan tersebut
adalah “untuk menegaskan bahwa Yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan
Yayasan tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung tetapi harus melalui
badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana Yayasan
menyertakan kekayaannya”.117 Terlihat bahwa kegiatan usaha yang dapat dilakukan
yayasan ini terbagi atas dua golongan, yaitu pertama, mendirikan badan usaha dan
yang kedua, ikut serta dalam suatu badan usaha.
113
Ibid.
Suherman Toha, et.al., op.cit., hal. 105
115
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, op.cit., hal. 1
116
Pasal 3 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
117
Penjelasan Pasal 3 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2004 tentang Yayasan
114
Universitas Sumatera Utara
45
Dalam hal keikutsertaan yayasan dalam suatu badan usaha, yayasan dapat
melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan
ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen)
dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.118 Adapun pembatasan ini didasarkan pada
pemikiran bahwa apabila badan usaha tersebut rugi atau pailit, yayasan hanya
memikul tanggung jawab hukum sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
kekayaannya sehingga kerugian dan kepailitan badan usaha tersebut tidak
memberikan pengaruh yang besar terhadap jalannya kegiatan yayasan.119
Dalam hal pendirian badan usaha, yayasan dapat mendirikan badan usaha yang
kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.120
Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dijalankan oleh yayasan memiliki cakupan
yang luas, antara lain mencakup hak asasi manusia, kesenian, olahraga, perlindungan
konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan.121
Kegiatan-kegiatan tersebut oleh Adib Bahari dijabarkan sebagai berikut:122
a. Bidang sosial
1) Lembaga formal dan nonformal;
2) Panti asuhan, panti jompo dan panti wreda;
3) Rumah sakit, poliklinik dan laboratorium;
118
Pasal 7 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pemerintah, “Jawaban Pemerintah atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Yayasan”, 12
September 2000, hal.19
120
Pasal 7 (1) jo. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
121
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
122
Adib Bahari, op.cit., hal. 3
119
Universitas Sumatera Utara
46
4) Pembinaan olahraga;
5) Penelitian di bidang ilmu pengetahuan;
6) Studi banding.
b. Bidang kemanusiaan
1) Memberikan bantuan kepada korban bencana alam;
2) Memberikan bantuan kepada pengungsi akibat perang;
3) Memberikan bantuan kepada tunawisma, fakir miskin dan gelandangan;
4) Mendirikan dan menyelenggarakan rumah singgah dan rumah duka;
5) Memberikan perlindungan konsumen;
6) Melestarikan lingkungan hidup.
c. Bidang keagamaan
1) Mendirikan sarana ibadah;
2) Menyelenggarakan pondok pesantren dan madrasah;
3) Menerima serta menyalurkan amal, zakat, infak dan sedekah;
4) Meningkatkan pemahaman keagamaan;
5) Melaksanakan syiar agama;
6) Studi banding keagamaan.
Kegiatan-kegiatan yayasan yang sesuai dengan tujuannya dalam bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan tersebut jelas menunjukkan bahwa dari awal yayasan
didesain sebagai organisasi nirlaba yang tidak bersifat untuk mencapai keuntungan
(profit oriented) sebagaimana Perseroan Terbatas (PT), Firma (Fa), Persekutuan
Komanditer (CV) dan lain-lain.123
3.
Yayasan sebagai Lembaga Nirlaba
Nirlaba dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya “bersifat tidak
mengutamakan pemerolehan keuntungan.”124 Nirlaba juga memiliki pengertian tidak
membagi laba.125 Sehingga, dalam pengertian yayasan, laba atau keuntungan yang
diperoleh tidak akan dibagikan kepada para pendiri dan organ-organ yayasan,
123
Ibid., hal. 3
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, (2016), “Kamus Besar Bahasa Indonesia”,
, terakhir diakses pada tanggal 16 Januari 2017
125
Pemerintah (Ratna), Risalah Sidang Rancangan Undang-Undang tentang Yayasan: “Rapat
Pansus Yayasan”, tanggal 7 Februari 2001
124
Universitas Sumatera Utara
47
melainkan akan digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.126 Maka
tepat jika yayasan disebut sebagai lembaga yang social oriented karena yayasan
sebagai lembaga nirlaba artinya yayasan merupakan lembaga yang tujuan utamanya
bukan untuk memperoleh keuntungan, melainkan untuk mencapai tujuan yayasan
yang social oriented. Undang-Undang Yayasan tidak secara eksplisit menyatakan
bahwa yayasan adalah lembaga nirlaba. Akan tetapi, pengaturan tujuan pendirian
yayasan “untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan
kemanusiaan, …”127 yang ditetapkan oleh Undang-Undang Yayasan, menunjukkan
bahwa pada dasarnya, Undang-Undang Yayasan menganut asas nirlaba. Jelas bahwa
tujuan-tujuan tersebut adalah tujuan sosial (non-profit oriented), bukan komersial
(profit oriented).
Sebagai sebuah lembaga yang idealis dan tidak mencari keuntungan, yayasan
dapat mengumpulkan dana yang ia perlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
sosialnya128 dengan beberapa cara. Mengenai hal ini, Rudhi Prasetya mengungkapkan
tiga tipe yayasan, yaitu:
a. Yayasan pengumpul dana
Yayasan tidak ikut campur dalam penyelenggaraan lembaga-lembaga sosial
seperti badan pendidikan, panti, rumah sakit, dan lembaga-lembaga sosial
lainnya.129 Dalam hal ini, yayasan bergantung pada dana dari luar sehingga
126
Ibid.
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
128
Gatot Supramono, op.cit., hal. 112
129
Rudhi Prasetya, op.cit., hal. 62
127
Universitas Sumatera Utara
48
kegiatan yayasan adalah mengumpulkan dana-dana dari para dermawan
yang kemudian digunakan atau disumbangkan untuk tujuan sosial, seperti
memberikan beasiswa, menyumbang ke panti-panti asuhan, rumah sakit dan
lain-lain.
b. Yayasan mendirikan badan usaha
Yayasan yang langsung menyelenggarakan sendiri lembaga-lembaga sosial
yang bersangkutan seperti mendirikan lembaga pendidikan, universitas,
rumah sakit, yang hasil dari lembaga-lembaga tersebut akan ditanamkan
kembali untuk mengembangkan kegiatan sosialnya.130 Yang dimaksud
dengan lembaga-lembaga sosial ini adalah badan usaha yang dapat didirikan
oleh yayasan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 8 Undang-Undang Yayasan: kegiatan badan
usaha tersebut “sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan” yang
bersangkutan.131
2) Pasal 8 Undang-Undang Yayasan: kegiatan badan usaha tersebut “tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”132
3) Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Yayasan: kegiatan usaha yang
dilakukan dapat mencakup antara lain “hak asasi manusia, kesenian,
130
Ibid., hal. 62
Pasal 7 (1) jo. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
132
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
131
Universitas Sumatera Utara
49
olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup,
kesehatan dan ilmu pengetahuan”.133
c. Yayasan ikut serta dalam bentuk bisnis prospektif
Yayasan menjalankan bisnis seperti pabrik-pabrik atau badan-badan usaha
pencari laba lainnya untuk kemudian hasil dividen yang diperoleh
disumbangkan kepada kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh pihak lain
atau diselenggarakan sendiri oleh yayasan yang bersangkutan.134 Dalam hal
ini, yayasan dapat melakukan penyertaan dalam bentuk-bentuk usaha
tersebut dengan ketentuan seluruh penyertaan yayasan paling banyak 25%
(dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan.135
Ketiga tipe yayasan yang diungkapkan oleh Rudhi Prasetya tersebut
menunjukkan adanya hasil yang didapat yayasan baik dari penggalangan dana, badan
usaha yang didirikan yayasan, maupun dividen yang diterima yayasan dari
keikutsertaannya dalam bentuk usaha yang bersifat prospektif. Hasil-hasil yang
didapat ini kemudian akan digunakan untuk mencapai tujuan yayasan yang social
oriented.
Perlu diketahui bahwa Undang-Undang Yayasan tidak melarang yayasan untuk
mendapatkan keuntungan.136 Suatu keuntungan dapat terjadi jika suatu modal setelah
133
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Rudhi Prasetya, op.cit., hal. 63
135
Pasal 7 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
136
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, op.cit., hal. 28
134
Universitas Sumatera Utara
50
diusahakan, memperoleh hasil yang lebih dari modal tersebut.137 Hasil-hasil yang
didapatkan yayasan baik melalui badan usaha yang ia dirikan maupun dari dividen
yang ia terima dari keikutsertaannya dapat digolongkan sebagai keuntungan. Agar
“keuntungan” tersebut dapat digunakan hanya untuk tujuan yayasan, Undang-Undang
Yayasan melarang pembagian hasil kegiatan usaha maupun kekayaan yayasan kepada
para organ yayasan (Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan).138 Peraturan ini
memastikan bahwa hasil-hasil yang diperoleh yayasan tidak digunakan untuk
memperkaya diri para organ yayasan.
Mengenai penggunaan istilah modal dan keuntungan, Gatot Supramono
menyatakan bahwa “yayasan tidak mengenal modal”, melainkan kekayaan yang
kemudian diolah atau “digunakan untuk kepentingan kegiatan di bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan”.139 Sedangkan istilah keuntungan, tidak akan muncul
bila tidak ada modal karena keuntungan muncul dari pengusahaan modal. Ini
ditambah dengan kenyataan bahwa tidak ada pembagian laba kepada para organ
yayasan sehingga yayasan juga tidak mengenal istilah laba.
Maka, yayasan sebagai lembaga nirlaba bukan dalam arti yayasan tidak dapat
melakukan kegiatan usaha untuk mendapatkan dana, melainkan dalam arti tujuan
utama yayasan bukanlah mencari laba atau keuntungan. Undang-Undang Yayasan
lebih menekankan kepada penggunaan dana atau hasil kegiatan usaha tersebut untuk
137
Gatot Supramono, op.cit., hal. 110
Pasal 3 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo. Pasal 5 (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan
139
Gatot Supramono, op.cit., hal. 111
138
Universitas Sumatera Utara
51
digunakan dalam mencapai maksud dan tujuan yayasan dalam bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan.
B.
Organ Yayasan
Undang-Undang Yayasan menyatakan bahwa “yayasan adalah badan
hukum…”140 Sebagai badan hukum, Yayasan tidak mungkin dapat bertindak sendiri
karena ia tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri.141 Maka,
diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak, yang akan menjalankan, mengelola
dan mengurus yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian yayasan. Dalam
Undang-Undang Yayasan, orang-orang ini disebut sebagai organ-organ yayasan yang
terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas.142 Tanpa organ-organ yayasan sebagai
perantaraan yayasan dalam melakukan perbuatan hukumnya, yayasan tidak dapat
berfungsi dan mencapai tujuan didirikannya yayasan.143
Ketiga organ yayasan (Pembina, Pengawas dan Pengurus Yayasan) tersebut
memiliki fungsi, tugas dan kewenangannya masing-masing yang diatur dalam
undang-undang. Pengaturan ini ditetapkan oleh Undang-Undang Yayasan untuk
menghindari adanya konflik intern yayasan yang dapat merugikan kepentingan
yayasan atau pihak lain.
140
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Gunawan Widjaja, Yayasan di Indonesia, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2002),
hal. 36 (selanjutnya disebut Gunawan Widjaja 1)
142
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
143
L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan antara Fungsi Kariatif atau
Komersial, (Jakarta: CV Novindo Pustaka Mandiri, 2001), hal. 35
141
Universitas Sumatera Utara
52
1.
Organ-Organ Yayasan
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Yayasan, ditetapkan bahwa “yayasan
mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas.”144 Masingmasing organ akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Pembina Yayasan
Pembina Yayasan merupakan organ tertinggi dalam yayasan yang memiliki
posisi sentral serta memiliki hak veto dalam yayasan.145 Menurut UndangUndang Yayasan, Pembina Yayasan adalah “organ yayasan yang
mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau
pengawas” oleh Undang-Undang Yayasan atau Anggaran Dasar Yayasan.146
Dalam sebuah yayasan, jabatan Pembina Yayasan dapat dipegang oleh satu
orang atau lebih. Jika pembina sebuah yayasan lebih dari satu orang, maka
seorang diantaranya akan diangkat dan bertindak sebagai ketua pembina.
Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Yayasan menyatakan bahwa yang dapat
diangkat menjadi Pembina Yayasan (baik anggota pembina, maupun ketua
pembina) adalah “orang perseorangan sebagai Pendiri Yayasan dan/atau
mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota pembina dinilai
mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
144
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Adib Bahari, op.cit., hal. 6
146
Pasal 28 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
145
Universitas Sumatera Utara
53
yayasan”.147 Dari peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa syarat
pengangkatan sebagai Pembina Yayasan adalah sebagai berikut:
1) pendiri yayasan atau bukan pendiri yayasan;
2) mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan menurut rapat anggota pembina.
Maka, tidak ada keharusan bagi pendiri untuk menjadi pembina, tetapi
Pendiri Yayasan dapat melibatkan dirinya dalam yayasan yang ia dirikan.
b. Pengurus Yayasan
Pengurus merupakan organ eksekutif dalam yayasan148 karena ialah organ
yang melaksanakan kepengurusan yayasan.149 Jelas bahwa peranan
Pengurus Yayasan sangat dominan dalam yayasan.150 Pengurus dalam
sebuah yayasan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang yaitu seorang
ketua, seorang sekretaris dan seorang bendahara.151 Jika yayasan
membutuhkan lebih dari tiga orang pengurus yang ditetapkan oleh UndangUndang Yayasan, maka tidak ada pengaturan yang melarang hal tersebut.
Akan tetapi, sebuah yayasan minimum harus memiliki tiga orang Pengurus
Yayasan.
147
Pasal 28 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Adib Bahari, op.cit., hal. 11
149
Pasal 31 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
150
Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan (Edisi Revisi), (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2006), hal. 9 (selanjutnya disebut Chatamarrasjid Ais 2)
151
Pasal 32 (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
148
Universitas Sumatera Utara
54
Syarat diangkatnya seseorang sebagai Pengurus Yayasan terdapat dalam
Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Yayasan yaitu “orang perseorangan yang
mampu melakukan perbuatan hukum”.152 Sehubungan dengan syarat
mampu melakukan perbuatan hukum, Pasal 1330 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer) menyatakan bahwa orang-orang yang tidak
cakap dalam melakukan perbuatan hukum adalah “orang-orang yang belum
dewasa” dan “mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.” Kemudian, Adib
Bahari menambahkan bahwa Pengurus Yayasan juga harus “mampu
mengurus yayasan dalam menjalankan kegiatannya dan mampu melakukan
perbuatan hukum, serta diupayakan mampu dalam hal pembukuan”.153
c. Pengawas Yayasan
Pengawas yang diatur dalam Undang-Undang Yayasan merupakan organ
yang bertugas “melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada
pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan”.154 Berbeda dengan Charity
Commission di Inggris yang memiliki suatu pengawas atau Badan
Pengawas eksternal, pengawas sebagai organ yayasan ini dimiliki oleh
masing-masing yayasan dan bersifat internal yayasan itu sendiri.155
Adapun syarat untuk diangkat menjadi Pengawas Yayasan sama dengan
syarat diangkat menjadi Pengurus Yayasan, yaitu: “orang perseorangan
152
Pasal 31 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Adib Bahari, op.cit., hal. 12
154
Pasal 40 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
155
Chatamarrasjid Ais 1, op.cit., hal. 14
153
Universitas Sumatera Utara
55
yang mampu melakukan perbuatan hukum”.156 Sehingga sama halnya
dengan Pengurus Yayasan, seorang yang sudah dewasa dan cakap bertindak
hukum, siapapun itu, dapat diangkat sebagai pengawas suatu yayasan.
Menurut Adib Bahari, selain seorang yang mampu melakukan perbuatan
hukum, seorang Pengawas Yayasan juga “harus mampu mengontrol dan
memberikan nasihat karena memang bertugas sebagai pengawas dan
pemberi nasihat untuk pengurus”.157
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Yayasan sekurang-kurangnya
memiliki lima organ yang memiliki jabatan dan wewenangnya masing-masing, antara
lain:
a. Seorang Pembina Yayasan
b. Pengurus Yayasan yang terdiri atas:
1) Ketua
2) Sekretaris
3) Bendahara
c. Pengawas Yayasan
2.
Hubungan Organ dengan Yayasan
Ketiga organ yayasan yang telah dijabarkan diatas memiliki pemisahan yang
tegas antara fungsi, wewenang dan tugas serta hubungan antara ketiga organ tersebut
dalam Undang-Undang Yayasan. Pemisahan ini untuk menghindari kemungkinan
156
157
Pasal 40 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Adib Bahari, op.cit., hal. 10
Universitas Sumatera Utara
56
konflik intern yayasan yang tidak hanya dapat merugikan kepentingan yayasan
melainkan juga pihak lain.158
Fungsi, wewenang dan tugas tersebut bersumber pada ketergantungan yayasan
kepada para organ yayasan karena yayasan tidak dapat berfungsi tanpa adanya organ
dan berlaku juga timbal balik yaitu para organ yayasan tidak akan ada apabila tidak
ada yayasan.159 Berikut ini adalah tugas dan kewenangan organ-organ yayasan:
a. Pembina Yayasan
Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Yayasan menetapkan kewenangan
Pembina Yayasan yang tidak diserahkan kepada Pengurus dan Pengawas
Yayasan, antara lain:160
1) keputusan mengenai perubahan anggaran dasar;
2) pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota
pengawas;
3) penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan Anggaran Dasar
Yayasan;
4) pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan;
dan
5) penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran
yayasan.
Kelima kewenangan tersebut dilakukan melalui rapat anggota pembina
karena pembina merupakan lembaga yang tidak mungkin setiap anggotanya
dapat melakukan tindakan sendiri-sendiri161 jika anggotanya lebih dari satu.
Dalam rapat yang diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun
158
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, op.cit., hal. 93
160
Pasal 28 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
161
Adib Bahari, op.cit., hal. 7
159
Universitas Sumatera Utara
57
tersebut, pembina juga melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan
kewajiban yayasan pada tahun sebelumnya sebagai dasar pertimbangan bagi
perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan
datang.162
b. Pengurus Yayasan
Berikut ini adalah wewenang dan tugas Pengurus Yayasan, yaitu:
1) Bertanggung
jawab
penuh
atas
kepengurusan
yayasan
untuk
kepentingan dan tujuan yayasan, serta berhak mewakili yayasan baik di
dalam maupun di luar Pengadilan.163 Dalam hal mewakili yayasan di
depan Pengadilan, pengurus tidak berwenang mewakili yayasan jika
terjadi perkara antara yayasan dengan anggota pengurus yang
bersangkutan.164 Anggota pengurus juga tidak berhak mewakili yayasan
jika ia mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan
yayasan.165
2) Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan
yayasan untuk menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan.166
3) Bersama-sama dengan anggota pengawas mengadakan rapat gabungan
untuk mengangkat anggota pembina jika yayasan tidak lagi mempunyai
162
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 35 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
164
Pasal 36 (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
165
Pasal 36 (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
166
Pasal 35 (2) jo. Pasal 35 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
163
Universitas Sumatera Utara
58
pembina.167 Pembina yang diangkat tentunya yang mempunyai dedikasi
yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.168
4) Jika yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu, pengurus dapat
mengajukan perpanjangan waktu pendirian kepada Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian
yayasan.169
5) Membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi mengenai
hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha
yayasan serta membuat dan menyimpan dokumen keuangan yayasan
berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.170
6) Menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat:171
a) laporan keadaan dan kegiatan yayasan selama tahun buku yang
lalu serta hasil yang telah dicapai;
b) laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada
akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan
laporan keuangan;
c) transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban
bagi yayasan.
167
Pasal 28 (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 28 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
169
Pasal 16 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
170
Pasal 48 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
171
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
168
Universitas Sumatera Utara
59
Laporan tahunan tersebut ditandatangani bersama-sama dengan
Pengawas Yayasan.172 Jika anggota pengurus tidak menandatangani
laporan tersebut, maka yang bersangkutan harus menyebutkan
alasannya secara tertulis.173
7) Menyusun
usulan
rencana
penggabungan,
jika
akan
terjadi
penggabungan yayasan yang akan disampaikan oleh Pengurus Yayasan
kepada Pembina Yayasan untuk kemudian ditetapkan keputusan
mengenai penggabungan tersebut.174
8) Bertindak sebagai likuidator untuk membereskan kekayaan yayasan
dalam hal yayasan bubar karena jangka waktu yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar Yayasan berakhir jika Pembina Yayasan tidak
menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan yayasan.175
c. Pengawas Yayasan
Tugas dan kewenangan Pengawas Yayasan adalah sebagai berikut:
1) Melaksanakan pengawasan terhadap kepengurusan yayasan serta
memberikan nasihat kepada Pengurus Yayasan dalam menjalankan
kegiatan yayasan.176
172
Pasal 50 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 50 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
174
Pasal 57 (3) jo. Pasal 28 (2) huruf (e) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
173
Yayasan
175
Pasal 63 (2) jis. Pasal 63 (1) jis. Pasal 62 huruf (a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan
176
Pasal 40 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Universitas Sumatera Utara
60
2) Menetapkan pemberhentian sementara terhadap anggota pengurus
dengan
menyebutkan
alasan
pemberhentian
tersebut,
kemudian
melaporkannya kepada Pembina Yayasan agar dapat ditindaklanjuti
oleh Pembina Yayasan.177
3) Bersama-sama dengan anggota pengurus mengadakan rapat gabungan
untuk mengangkat anggota pembina jika yayasan tidak lagi mempunyai
pembina.178 Pembina yang diangkat tentunya yang mempunyai dedikasi
yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.179
4) Bersama-sama dengan pengurus, menandatangani laporan tahunan yang
disusun oleh pengurus.180 Jika anggota pengawas tidak menandatangani
laporan tersebut, maka yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya
secara tertulis.181
Penjabaran di atas dengan jelas menunjukkan bahwa Undang-Undang Yayasan
telah menggariskan tugas dan wewenang masing-masing organ yayasan. Dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut, antara yayasan dengan masing-masing
organ yayasan terdapat fiduciary relationship (hubungan kepercayaan) yang
melahirkan fiduciary duties.182
Menurut Black’s Law Dictionary, fiduciary relationship adalah “a relationship
in which one person is under a duty to act for the benefit of another on matters within
177
Pasal 43 (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 28 (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
179
Pasal 28 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
180
Pasal 50 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
181
Pasal 50 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
182
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, op.cit., hal. 93
178
Universitas Sumatera Utara
61
the scope of the relationship.”183 Sedangkan fiduciary duty didefinisikan sebagai “a
duty of utmost good faith, trust, confidence and candor owned by a fiduciary to the
beneficiary; a duty to act with the highest degree of honesty and loyalty toward
another person and in the best interests of the other person.”184 Terkait dengan kedua
definisi tersebut, dalam hal yayasan, hubungan kepercayaan tersebut jelas terlihat
dalam pemberian kepercayaan kepada para organ yayasan untuk menjalankan tugastugas dan kewenangannya demi tercapainya tujuan pendirian yayasan, yaitu dalam
bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Yayasan kemudian mempertegas hubungan
tersebut dengan melarang pembagian hasil kegiatan usaha kepada para organ
yayasan.185 Peraturan ini kemudian dipertegas lagi dengan Pasal 5 ayat (1) UndangUndang Yayasan yang melarang pengalihan kekayaan yayasan kepada para organ
yayasan.186 Keduanya memberikan kepastian kepada yayasan agar tidak ada
kepentingan pribadi yang terlibat dalam pelaksanaan tugas dan wewenang para organ
yayasan. Sehingga, pelaksanaan tugas dan wewenang para organ yayasan
dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan yayasan.
Lebih lanjut lagi, Undang-Undang Yayasan melarang adanya perangkapan
jabatan antara organ-organ tersebut.187 Larangan rangkap jabatan ini dimaksudkan
183
Bryan A. Garner, op.cit., hal. 1402
Ibid., hal. 581
185
Pasal 3 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
186
Pasal 5 (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
187
Pasal 29, Pasal 31 (3), Pasal 40 (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
184
Universitas Sumatera Utara
62
untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung
jawab antara pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan
yayasan atau pihak lain.188
Larangan rangkap jabatan bukan hanya diterapkan di dalam lembaga yayasan
itu sendiri, melainkan juga diterapkan pada lembaga perusahaan yang didirikan atau
diikuti189 oleh yayasan. Ini terwujud dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Yayasan
yang menyatakan bahwa organ-organ yayasan “dilarang merangkap sebagai Anggota
Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan
usaha” yang didirikan maupun yang diikuti oleh yayasan.190 Pelarangan ini untuk
menghindari conflict of interest antara tugas yang bersangkutan dalam yayasan
dengan tugasnya dalam badan usaha.191
Larangan pengalihan kekayaan maupun rangkap jabatan tersebut sesuai dengan
tiga prinsip dalam doktrin fiduciary duty yang diungkapkan oleh H.A.J. Ford, yaitu
“the conflict rule, the profit rule and the misappropriation rule”.192 Berikut ini adalah
analisis doktrin fiduciary duty tersebut jika dihubungkan dengan larangan rangkap
jabatan dan pengalihan kekayaan dalam Undang-Undang Yayasan:
188
Penjelasan Pasal 31 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Maksud dari “diikuti” disini adalah adanya penanaman modal oleh yayasan pada badan
usaha tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 7 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
190
Pasal 7 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
191
Gatot Supramono, op.cit., hal. 115
192
H.A.J. Ford, et.al., Ford’s Principle of Corporation Law, (Sydney: Butterworths, 1999),
hal. 340
189
Universitas Sumatera Utara
63
a. Konflik (The conflict rule)
Adanya larangan rangkap jabatan dan pengalihan kekayaan menutup
kemungkinan para organ yayasan memiliki konflik kepentingan dengan
yayasan.
b. Keuntungan (The profit rule)
Jabatan para organ dalam sebuah yayasan tidak dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dengan adanya larangan pengalihan
kekayaan yayasan kepada para organ yayasan.
c. Penyalahgunaan (The misappropriation rule)
Penggunaan atau penyalahgunaan apa yang menjadi milik yayasan untuk
kepentingan para organ tidak dapat terjadi dengan adanya pengaturan yang
jelas mengenai tugas dan fungsi masing-masing organ serta adanya larangan
rangkap jabatan dan pengalihan kekayaan yayasan.
3.
Tanggung Jawab Organ Yayasan
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa yayasan adalah badan hukum. Dengan
memperoleh status sebagai badan hukum, maka yang bertanggung jawab adalah
badan hukum sendiri terlepas dari manusia-manusia yang terkait, semata-mata dan
sekedar terbatas sampai pada harta kekayaan yang dimiliki oleh badan itu.193
Yayasan, sesuai dengan Undang-Undang Yayasan, memiliki kekayaan yang
terpisah dari para pendirinya.194 Maka, yayasan memiliki kekayaannya sendiri yang
193
194
Suyud Margono, et.al., op.cit., hal. 74
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Universitas Sumatera Utara
64
oleh organ yayasan dapat digunakan atau diolah untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan. Sehingga, para organ yayasan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban
kepada harta pribadinya. Akan tetapi, salah seorang responden menyatakan bahwa:
Pengurus dan Pengawas Yayasan dapat dimintai pertanggungjawaban hingga ke
harta pribadi jika mereka melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
tugasnya.195
Undang-Undang Yayasan mengatur beberapa ketentuan yang dapat menyebabkan
pertanggungjawaban hingga ke harta pribadi Pengurus dan Pengawas Yayasan.
Dalam hal terjadi kepailitan pada Yayasan yang disebabkan oleh kesalahan atau
kelalaian Pengurus dan/atau Pengawas Yayasan dalam melakukan tugasnya, dan
kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutupi kerugian dari kepailitan tersebut,
maka setiap anggota Pengurus dan/atau Pengawas Yayasan secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.196
Pertanggungjawaban hingga ke harta pribadi ini dapat dihindari oleh Pengurus
dan/atau Pengawas Yayasan hanya jika anggota pengurus dan/atau pengawas yang
bersangkutan dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya.197 Pengaturan ini dapat dihubungkan dengan Pasal 1366 KUHPer yang
menyatakan bahwa “setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau
kurang hati-hatinya.”
195
Hasil wawancara dengan Ketua Pengurus Yayasan B pada tanggal 15 November 2016
Pasal 39 (1) dan Pasal 47 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
197
Pasal 39 (2) dan Pasal 47 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
196
Universitas Sumatera Utara
65
Pembuktian bahwa kepailitan yayasan bukanlah karena kesalahan Pengurus
dan/atau Pengawas Yayasan dapat dilakukan dengan membuktikan bahwa Pengurus
dan/atau Pengawas Yayasan telah menerapkan prinsip kecakapan dan kehati-hatian
(duty of skill and care) untuk menghindari kerugian yang dapat terjadi pada yayasan.
Akan tetapi, undang-undang tidak memberikan ukuran atau standar yang jelas
mengenai apa yang dimaksud dengan kecakapan (duty of skill) yang dibutuhkan
seorang Pengurus dan Pengawas Yayasan, dan juga batasan dari suatu perbuatan yang
merupakan suatu kelalaian.198
C.
Tugas dan Fungsi Pembina sebagai Organ Yayasan
Menurut Henry P. Panggabean, Pembina adalah tokoh yang berdedikasi penuh
dengan kewenangan yang luar biasa.199 Selain itu, menurut Anwar Borahima,
pembina adalah orang yang meletakkan visi dan tujuan tertentu dari yayasan yang
didirikan.200 Ini juga terlihat dari syarat pengangkatan Pembina Yayasan yang
ditetapkan Undang-Undang Yayasan bahwa Pembina Yayasan haruslah orang yang
“dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan”.201
198
Chatamarrasjid Ais 1, op.cit., hal. 48
Hasil wawancara dengan Henry P. Panggabean, Ahli Hukum Perusahaan, mantan Hakim
Mahkamah Agung, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH), Advokat dan Konsultan
(H. P. Panggabean & Partners Law Firm), penulis buku Praktik Peradilan Menangani Kasus Ases
Yayasan, pada tanggal 18 November 2016 - 30 November 2016
200
Anwar Borahima, op.cit., hal. 221
201
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
199
Universitas Sumatera Utara
66
1.
Hubungan Pembina dengan Yayasan sebagai Badan Hukum
Menurut Undang-Undang Yayasan, yayasan adalah badan hukum.202 Yayasan
memperoleh status badan hukumnya setelah Anggaran Dasar Yayasan yang dibuat
oleh notaris memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.203
Maka jelas bahwa setelah perolehan pengesahan tersebut, yayasan adalah badan
hukum yang sah di mata negara.
Sebagai badan hukum, yayasan tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan
hukum sendiri karena badan hukum bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya
manusia alamiah.204 Maka, yayasan memerlukan manusia alamiah (natuurlijk
persoon) sebagai perantaraan untuk bertindak untuk dan atas nama yayasan. Pembina
adalah salah satu manusia alamiah yang bertindak sebagai perantaraan (organ
yayasan) untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.
Pembina sebagai salah satu organ yayasan, memperoleh jabatan maupun tugas
dan kewenangannya dari pengangkatannya sebagai Pembina Yayasan yang tercantum
dalam Anggaran Dasar Yayasan. Maka, bentuk perwakilan Pembina Yayasan dalam
badan hukum yayasan ini merupakan suatu perwakilan khusus yang masih dalam
golongan aanstelling (pengangkatan).205
Undang-Undang Yayasan telah memberikan pemisahan tugas diantara para
organ yayasan, termasuk salah satunya adalah Pembina Yayasan. Pembina Yayasan
202
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 11 (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahaan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo. Pasal 9 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan
204
R. Ali Rido, op.cit., hal. 18
205
Ibid., hal. 19
203
Universitas Sumatera Utara
67
sebagai organ yayasan, memiliki tugas dan kewenangan yang sangat luas jika
dibandingkan dengan organ-organ yayasan lainnya (Pengawas dan Pengurus
Yayasan) karena Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menentukan bahwa
Pembina Yayasan adalah “organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak
diserahkan kepada pengurus atau pengawas” oleh undang-undang maupun Anggaran
Dasar Yayasan.206 Pengaturan ini jelas menunjukkan bahwa Pembina Yayasan adalah
organ tertinggi dalam sebuah yayasan.
Meskipun Pembina Yayasan adalah organ tertinggi dalam suatu yayasan, bukan
berarti Pembina Yayasan adalah pemilik yayasan. Yayasan tidak mengenal adanya
kepemilikan (ownership).207 Ini dikarenakan konsep yayasan yang “tidak mempunyai
anggota”.208 Konsep ini berbeda dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
yang memiliki kekuasaaan tertinggi dalam Perseoran Terbatas (PT). Dalam PT,
saham menunjukkan bagian kepemilikan atas PT tersebut oleh pemegang saham.209
Adanya bagian kepemilikan dalam PT oleh pemegang saham inilah yang
menunjukkan bahwa pemegang saham adalah “anggota” yang dimaksud UndangUndang Yayasan.
206
Pasal 28 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pemerintah, Risalah Sidang Rancangan Undang-Undang Yayasan: “Jawaban Pemerintah
atas Pemandangan Umum Fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Rebuplik Indonesia terhadap
Rancangan Undang-Undang Yayasan” tanggal 12 September 2000, hal. 29
208
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
209
Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta: Praninta
Offset, 2008), hal. 33 (selanjutnya disebut Gunawan Widjaja 2)
207
Universitas Sumatera Utara
68
Kepemilikan ini juga terlihat dari pembayaran dividen kepada para pemegang
saham PT.210 Laba atau keuntungan PT akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen sesuai dengan ketentuan Undang-Undang PT dan Anggaran Dasar
PT.211 Sedangkan dalam yayasan, Pembina Yayasan justru dilarang menerima
kekayaan dalam bentuk apapun dari yayasan.212 Seluruh perolehan yayasan hanya
dapat digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan, yaitu di bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan. Menurut Henry P. Panggabean,
pembina sebagai “tokoh yang berdedikasi” untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan, “sama sekali tidak diizinkan mendapatkan fasilitas apapun.”213
2.
Tugas dan Fungsi Pembina Yayasan
Pembina Yayasan memiliki kewenangan yang tidak diserahkan kepada
Pengurus atau Pengawas Yayasan dalam Undang-Undang maupun Anggaran Dasar
Yayasan sehingga pembina memiliki kewenangan yang luas.214 Adapun tugas dan
kewenangan Pembina Yayasan menurut Undang-Undang Yayasan dapat diuraikan
sebagai berikut:
210
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Persoan Terbatas
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Persoan Terbatas
212
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
213
Hasil wawancara dengan Henry P. Panggabean, Ahli Hukum Perusahaan, mantan Hakim
Mahkamah Agung, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH), Advokat dan Konsultan
(H. P. Panggabean & Partners Law Firm), penulis buku Praktik Peradilan Menangani Kasus Ases
Yayasan, pada tanggal 18 November 2016 - 30 November 2016
214
Rudhi Prasetya, op.cit., hal. 21
211
Universitas Sumatera Utara
69
a. Menetapkan keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar Yayasan;215
b. Mengangkat dan memberhentikan anggota Pengurus Yayasan dan anggota
Pengawas Yayasan berdasarkan keputusan rapat pembina;216
c. Menetapkan kebijakan umum yayasan berdasarkan Anggaran Dasar
Yayasan;217
d. Mengesahkan program kerja dan rancangan Anggaran Tahunan Yayasan;218
e. Menetapkan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan;219
f. Menetapkan ketentuan mengenai gaji, upah atau honorarium yang dapat
diberikan kepada Pengurus Yayasan sesuai dengan kemampuan kekayaan
Yayasan.220 Pengurus Yayasan yang dimaksud harus memenuhi syarat
berikut:221
1) bukan Pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan
Pengawas Yayasan; dan
2) melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh.
g. Mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, dimana
Pembina Yayasan melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban
215
Pasal 28 (2) huruf (a) jo. Pasal 18 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
216
Pasal 28 (2) huruf (b) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo. Pasal
32, Pasal 44 (1) dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
217
Pasal 28 (2) huruf (c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
218
Pasal 28 (2) huruf (d) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
219
Pasal 28 (2) huruf (e) jo. Pasal 57 (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
220
Pasal 5 (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
221
Pasal 5 (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Universitas Sumatera Utara
70
yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan
mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang;222
h. Mengesahkan laporan
TUGAS DAN FUNGSI PEMBINA YAYASAN MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JO. UNDANGUNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN
A.
Kedudukan Yayasan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan memberikan
landasan hukum yang kokoh pada eksistensi Yayasan di Indonesia. Sebelum lahirnya
Undang-Undang Yayasan tersebut, hanya terdapat beberapa peraturan yang
menyebutkan keberadaan yayasan, antara lain Pasal 899, Pasal 900, Pasal 1680 dan
Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), serta Pasal 6 ayat (3)
dan Pasal 236 Rv. (Reglement of de Rechtsvordering).91 Pasal-pasal tersebut tidak
memberikan rumusan pengertian yayasan maupun mengenai pendirian yayasan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang diundangkan
pada tanggal 6 Agustus 2001 memberikan kepastian hukum mengenai pengertian
maupun pendirian yayasan. Kemudian, untuk menampung kebutuhan dan
perkembangan hukum dalam masyarakat,92 pada tanggal 6 Oktober 2004,
diundangkan perubahan atas Undang-Undang Yayasan tersebut dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan. Untuk menghindari penafsiran dalam penelitian ini,
91
R. Ali Rido, op.cit., hal. 111
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
92
38
Universitas Sumatera Utara
39
baik Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan maupun perubahannya
yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan hanya disingkat dengan UndangUndang Yayasan.
1.
Kedudukan Yayasan sebagai Badan Hukum
Pengertian yayasan sebagai badan hukum tercantum dengan jelas pada Undang-
Undang Yayasan, yaitu: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.”93 Status badan hukum
tersebut diperoleh yayasan setelah akta pendirian Yayasan yang dibuat oleh notaris
memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.94 Untuk
memperoleh pengesahan ini, pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui notaris yang membuat akta
pendirian yayasan yang bersangkutan.95 Sebelumnya, perolehan pengesahan ini
diajukan bukan melalui notaris, melainkan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Akan tetapi, pengaturan tersebut diubah dengan
alasan agar proses pengesahan yayasan berlangsung cepat, tidak bertele-tele, serta
dengan biaya yang murah.96
93
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 11 (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
95
Pasal 11 (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
96
Pemerintah (Menteri Kehakiman), Risalah Sidang Rancangan Undang-Undang tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan: “Risalah Rapat Pembahasan
94
Universitas Sumatera Utara
40
Dengan berlakunya Undang-Undang Yayasan, yayasan menjadi badan hukum
berdasarkan undang-undang, bukan berdasarkan kebiasaan atau doktrin. Definisi
badan hukum itu sendiri beragam dan menjadi perselisihan di antara berbagai ahli
hukum, sehingga beragam pula teori-teori badan hukum yang ada.97 Teori-teori ini
satu sama lainnya saling berbeda pandang bahkan ada yang saling bertentangan.98
Tetapi pada umumnya, diakui adanya keberadaan “suatu badan yang sekalipun bukan
manusia alamiah namun dianggap mempunyai harta kekayaan sendiri yang terpisah
dari manusia orang perorangannya, yang dapat mempunyai hak dan kewajiban
sendiri, serta dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana manusia alamiah
layaknya”.99 Inilah yang disebut sebagai badan hukum. Ini sesuai dengan definisi
badan hukum (legal entity) menurut Black’s Law Dictionary yaitu “a body, other than
a natural person, that can function legally, sue or be sued, and make decisions
through agents”.100
Maka, diakuinya yayasan sebagai badan hukum yang sah berdasarkan undangundang artinya yayasan secara hukum dianggap dapat melakukan tindakan-tindakan
yang sah dan mempunyai akibat hukum meskipun secara nyata, yang melakukan
tindakan-tindakan tersebut adalah organ-organ yayasan, baik pembina, pengawas,
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan”, 23 Agustus 2004, hal. 8
97
R. Ali Rido, op.cit., hal. 3
98
Munir Fuady, op.cit., hal. 174
99
Rudhi Prasetya, op.cit., hal. 8
100
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, 9th Edition, (West: Thomson Reuters, 2009),
hal. 976
Universitas Sumatera Utara
41
maupun pengurusnya.101 Tindakan-tindakan tersebut dilakukan oleh organ-organ
yayasan dengan mengatasnamakan atau mewakili yayasan sehingga mereka bertindak
untuk dan atas nama yayasan. Jadi, di mata hukum, yayasanlah yang melakukan
perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum. Yayasan bahkan dapat
menggugat dan digugat di muka pengadilan.
Salah satu teori badan hukum yang dapat diterapkan dalam yayasan adalah teori
harta kekayaan bertujuan yang dipelopori oleh A. Brinz, yang kemudian diikuti oleh
Van der Heijden.102 Teori ini meyakini bahwa yang terpenting dalam suatu subjek
hukum adalah “kekayaan yang diurus untuk suatu tujuan tertentu”.103 A. Brinz dalam
bukunya Lehrbuch der Pandecten menyatakan bahwa:104
Only human beings can be considered correctly as ‘person’. The law, however,
protects purpose other than those concerning the interest of human beings. The
property ‘owned’ by corporations does not ‘belong’ to anybody. But it may be
considered as belonging for certain purposes and the device of the corporation
is used to protect those purposes.
Teori ini meyakini bahwa hak-hak dari suatu badan hukum adalah hak-hak
yang tidak ada pemiliknya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan
yang terikat oleh suatu tujuan.105 Pembahasan tersebut jelas menggambarkan bahwa
hanya manusia yang dapat diakui sebagai subjek hukum, akan tetapi teori ini
mengakui adanya kekayaan yang dipisahkan dan tidak dimiliki oleh manusia, yang
101
Adib Bahari, Prosedur Pendirian Yayasan, (Jakarta: PT Suka Buku, 2010), hal. 2
Ibid., hal. 177
103
Ibid.
104
Chidir Ali 1, op.cit, hal. 34
105
R. Ali Rido, op.cit., hal. 10
102
Universitas Sumatera Utara
42
digunakan untuk tujuan tertentu. Kekayaan terpisah yang tidak dimiliki siapa-siapa
dan memiliki tujuan tertentu inilah yang teori ini pandang sebagai badan hukum.
Penerapan teori ini pada yayasan dapat terlihat dari definisi yayasan oleh
Riduan Syahrani yaitu “yayasan merupakan harta kekayaan yang ditersendirikan
untuk tujuan tertentu”.106 Maka, yayasan merupakan tiap kekayaan yang tidak
termasuk kekayaan orang maupun badan, yang diberi tujuan tertentu.107 Jadi, yayasan
tidak memiliki anggota, yang ada hanyalah organ-organnya, yang melakukan segala
kegiatan untuk mencapai tujuan yayasan dengan menggunakan kekayaan yang
ditersendirikan tersebut.
Ini sesuai dengan pandangan Van Apeldoorn yang menyatakan bahwa “yayasan
adalah harta yang mempunyai tujuan tertentu, tetapi dengan tiada yang empunya.”108
Jadi dalam konstruksi yuridisnya, ada harta dengan tujuan tertentu, tetapi tidak dapat
ditunjuk sesuatu subjek, sehingga dalam pergaulan diperlakukan seolah-olah adalah
subjek hukum. Maka, yayasan termasuk kedalam kategori badan hukum sebagai
kumpulan harta. Dalam kategori ini, badan hukum memiliki kekayaan yang
dipisahkan dari pemiliknya, yaitu pendiri atau para pendiri yayasan, dimana kekayaan
tersebut digunakan bagi kepentingan tertentu saja.109 Kekayaan ini, menurut teori
106
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
1999), hal. 148
107
Chidir Ali 2, op.cit., hal. 63-64
108
Anwar Borahima, op.cit., hal. 64-66
109
Munir Fuady, op.cit., hal. 187
Universitas Sumatera Utara
43
harta kekayaan bertujuan A. Brinz, bukanlah milik siapa-siapa (manusia), melainkan
milik tujuan yayasan itu sendiri (bukan manusia).110
Kekayaan yayasan yang tersendiri atau dipisahkan dari pemiliknya, sehingga
menjadi kekayaan yayasan yang akan digunakan sesuai maksud dan tujuan yayasan
tersebut, dapat berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang berasal dari
sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat dan
perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan
dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.111
Kekayaan tersebut kemudian digunakan untuk tujuan atau kepentingan tertentu.
Tujuan atau kepentingan tertentu dalam hal ini adalah tujuan didirikannya yayasan,
yaitu dalam bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.112 Maka, yayasan dalam
mengurus kekayaannya, harus sesuai dengan tujuan didirikannya yayasan sesuai
dengan yang tercantum dalam anggaran dasarnya, yaitu tidak diperuntukkan untuk
mencari keuntungan, tetapi memiliki tujuan dalam bidang sosial, keagamaan dan
kemanusiaan.
2.
Yayasan sebagai
Kemanusiaan
Lembaga
Bertujuan
Sosial,
Keagamaan
dan
Tujuan pendirian yayasan telah secara jelas diatur dalam Undang-Undang
Yayasan yaitu “untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan
110
R. Ali Rido, op.cit., hal. 10
Pasal 26 (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
112
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
111
Universitas Sumatera Utara
44
kemanusiaan,…”113 Pada umumnya, para pakar di Indonesia berpendapat bahwa
tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan tersebut haruslah diartikan tujuan amal.114
Arie Kusumastuti M. Suhardiadi berpendapat bahwa “keberadaan yayasan merupakan
suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga
yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.”115
Meskipun demikian, bukan berarti yayasan tidak boleh menjalankan kegiatan
usaha untuk mengumpulkan dana-dana yang diperlukan untuk mencapai maksud dan
tujuannya di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Pasal 3 ayat (1) UndangUndang Yayasan menentukan bahwa “yayasan dapat melakukan kegiatan usaha
untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan
usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.”116 Kemudian Penjelasan Pasal 3
ayat (1) Undang-Undang Yayasan terebut menyatakan bahwa ketentuan tersebut
adalah “untuk menegaskan bahwa Yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan
Yayasan tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung tetapi harus melalui
badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana Yayasan
menyertakan kekayaannya”.117 Terlihat bahwa kegiatan usaha yang dapat dilakukan
yayasan ini terbagi atas dua golongan, yaitu pertama, mendirikan badan usaha dan
yang kedua, ikut serta dalam suatu badan usaha.
113
Ibid.
Suherman Toha, et.al., op.cit., hal. 105
115
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, op.cit., hal. 1
116
Pasal 3 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
117
Penjelasan Pasal 3 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2004 tentang Yayasan
114
Universitas Sumatera Utara
45
Dalam hal keikutsertaan yayasan dalam suatu badan usaha, yayasan dapat
melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan
ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen)
dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.118 Adapun pembatasan ini didasarkan pada
pemikiran bahwa apabila badan usaha tersebut rugi atau pailit, yayasan hanya
memikul tanggung jawab hukum sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
kekayaannya sehingga kerugian dan kepailitan badan usaha tersebut tidak
memberikan pengaruh yang besar terhadap jalannya kegiatan yayasan.119
Dalam hal pendirian badan usaha, yayasan dapat mendirikan badan usaha yang
kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.120
Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dijalankan oleh yayasan memiliki cakupan
yang luas, antara lain mencakup hak asasi manusia, kesenian, olahraga, perlindungan
konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan.121
Kegiatan-kegiatan tersebut oleh Adib Bahari dijabarkan sebagai berikut:122
a. Bidang sosial
1) Lembaga formal dan nonformal;
2) Panti asuhan, panti jompo dan panti wreda;
3) Rumah sakit, poliklinik dan laboratorium;
118
Pasal 7 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pemerintah, “Jawaban Pemerintah atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Yayasan”, 12
September 2000, hal.19
120
Pasal 7 (1) jo. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
121
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
122
Adib Bahari, op.cit., hal. 3
119
Universitas Sumatera Utara
46
4) Pembinaan olahraga;
5) Penelitian di bidang ilmu pengetahuan;
6) Studi banding.
b. Bidang kemanusiaan
1) Memberikan bantuan kepada korban bencana alam;
2) Memberikan bantuan kepada pengungsi akibat perang;
3) Memberikan bantuan kepada tunawisma, fakir miskin dan gelandangan;
4) Mendirikan dan menyelenggarakan rumah singgah dan rumah duka;
5) Memberikan perlindungan konsumen;
6) Melestarikan lingkungan hidup.
c. Bidang keagamaan
1) Mendirikan sarana ibadah;
2) Menyelenggarakan pondok pesantren dan madrasah;
3) Menerima serta menyalurkan amal, zakat, infak dan sedekah;
4) Meningkatkan pemahaman keagamaan;
5) Melaksanakan syiar agama;
6) Studi banding keagamaan.
Kegiatan-kegiatan yayasan yang sesuai dengan tujuannya dalam bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan tersebut jelas menunjukkan bahwa dari awal yayasan
didesain sebagai organisasi nirlaba yang tidak bersifat untuk mencapai keuntungan
(profit oriented) sebagaimana Perseroan Terbatas (PT), Firma (Fa), Persekutuan
Komanditer (CV) dan lain-lain.123
3.
Yayasan sebagai Lembaga Nirlaba
Nirlaba dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya “bersifat tidak
mengutamakan pemerolehan keuntungan.”124 Nirlaba juga memiliki pengertian tidak
membagi laba.125 Sehingga, dalam pengertian yayasan, laba atau keuntungan yang
diperoleh tidak akan dibagikan kepada para pendiri dan organ-organ yayasan,
123
Ibid., hal. 3
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, (2016), “Kamus Besar Bahasa Indonesia”,
, terakhir diakses pada tanggal 16 Januari 2017
125
Pemerintah (Ratna), Risalah Sidang Rancangan Undang-Undang tentang Yayasan: “Rapat
Pansus Yayasan”, tanggal 7 Februari 2001
124
Universitas Sumatera Utara
47
melainkan akan digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.126 Maka
tepat jika yayasan disebut sebagai lembaga yang social oriented karena yayasan
sebagai lembaga nirlaba artinya yayasan merupakan lembaga yang tujuan utamanya
bukan untuk memperoleh keuntungan, melainkan untuk mencapai tujuan yayasan
yang social oriented. Undang-Undang Yayasan tidak secara eksplisit menyatakan
bahwa yayasan adalah lembaga nirlaba. Akan tetapi, pengaturan tujuan pendirian
yayasan “untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan
kemanusiaan, …”127 yang ditetapkan oleh Undang-Undang Yayasan, menunjukkan
bahwa pada dasarnya, Undang-Undang Yayasan menganut asas nirlaba. Jelas bahwa
tujuan-tujuan tersebut adalah tujuan sosial (non-profit oriented), bukan komersial
(profit oriented).
Sebagai sebuah lembaga yang idealis dan tidak mencari keuntungan, yayasan
dapat mengumpulkan dana yang ia perlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
sosialnya128 dengan beberapa cara. Mengenai hal ini, Rudhi Prasetya mengungkapkan
tiga tipe yayasan, yaitu:
a. Yayasan pengumpul dana
Yayasan tidak ikut campur dalam penyelenggaraan lembaga-lembaga sosial
seperti badan pendidikan, panti, rumah sakit, dan lembaga-lembaga sosial
lainnya.129 Dalam hal ini, yayasan bergantung pada dana dari luar sehingga
126
Ibid.
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
128
Gatot Supramono, op.cit., hal. 112
129
Rudhi Prasetya, op.cit., hal. 62
127
Universitas Sumatera Utara
48
kegiatan yayasan adalah mengumpulkan dana-dana dari para dermawan
yang kemudian digunakan atau disumbangkan untuk tujuan sosial, seperti
memberikan beasiswa, menyumbang ke panti-panti asuhan, rumah sakit dan
lain-lain.
b. Yayasan mendirikan badan usaha
Yayasan yang langsung menyelenggarakan sendiri lembaga-lembaga sosial
yang bersangkutan seperti mendirikan lembaga pendidikan, universitas,
rumah sakit, yang hasil dari lembaga-lembaga tersebut akan ditanamkan
kembali untuk mengembangkan kegiatan sosialnya.130 Yang dimaksud
dengan lembaga-lembaga sosial ini adalah badan usaha yang dapat didirikan
oleh yayasan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 8 Undang-Undang Yayasan: kegiatan badan
usaha tersebut “sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan” yang
bersangkutan.131
2) Pasal 8 Undang-Undang Yayasan: kegiatan badan usaha tersebut “tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”132
3) Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Yayasan: kegiatan usaha yang
dilakukan dapat mencakup antara lain “hak asasi manusia, kesenian,
130
Ibid., hal. 62
Pasal 7 (1) jo. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
132
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
131
Universitas Sumatera Utara
49
olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup,
kesehatan dan ilmu pengetahuan”.133
c. Yayasan ikut serta dalam bentuk bisnis prospektif
Yayasan menjalankan bisnis seperti pabrik-pabrik atau badan-badan usaha
pencari laba lainnya untuk kemudian hasil dividen yang diperoleh
disumbangkan kepada kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh pihak lain
atau diselenggarakan sendiri oleh yayasan yang bersangkutan.134 Dalam hal
ini, yayasan dapat melakukan penyertaan dalam bentuk-bentuk usaha
tersebut dengan ketentuan seluruh penyertaan yayasan paling banyak 25%
(dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan.135
Ketiga tipe yayasan yang diungkapkan oleh Rudhi Prasetya tersebut
menunjukkan adanya hasil yang didapat yayasan baik dari penggalangan dana, badan
usaha yang didirikan yayasan, maupun dividen yang diterima yayasan dari
keikutsertaannya dalam bentuk usaha yang bersifat prospektif. Hasil-hasil yang
didapat ini kemudian akan digunakan untuk mencapai tujuan yayasan yang social
oriented.
Perlu diketahui bahwa Undang-Undang Yayasan tidak melarang yayasan untuk
mendapatkan keuntungan.136 Suatu keuntungan dapat terjadi jika suatu modal setelah
133
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Rudhi Prasetya, op.cit., hal. 63
135
Pasal 7 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
136
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, op.cit., hal. 28
134
Universitas Sumatera Utara
50
diusahakan, memperoleh hasil yang lebih dari modal tersebut.137 Hasil-hasil yang
didapatkan yayasan baik melalui badan usaha yang ia dirikan maupun dari dividen
yang ia terima dari keikutsertaannya dapat digolongkan sebagai keuntungan. Agar
“keuntungan” tersebut dapat digunakan hanya untuk tujuan yayasan, Undang-Undang
Yayasan melarang pembagian hasil kegiatan usaha maupun kekayaan yayasan kepada
para organ yayasan (Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan).138 Peraturan ini
memastikan bahwa hasil-hasil yang diperoleh yayasan tidak digunakan untuk
memperkaya diri para organ yayasan.
Mengenai penggunaan istilah modal dan keuntungan, Gatot Supramono
menyatakan bahwa “yayasan tidak mengenal modal”, melainkan kekayaan yang
kemudian diolah atau “digunakan untuk kepentingan kegiatan di bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan”.139 Sedangkan istilah keuntungan, tidak akan muncul
bila tidak ada modal karena keuntungan muncul dari pengusahaan modal. Ini
ditambah dengan kenyataan bahwa tidak ada pembagian laba kepada para organ
yayasan sehingga yayasan juga tidak mengenal istilah laba.
Maka, yayasan sebagai lembaga nirlaba bukan dalam arti yayasan tidak dapat
melakukan kegiatan usaha untuk mendapatkan dana, melainkan dalam arti tujuan
utama yayasan bukanlah mencari laba atau keuntungan. Undang-Undang Yayasan
lebih menekankan kepada penggunaan dana atau hasil kegiatan usaha tersebut untuk
137
Gatot Supramono, op.cit., hal. 110
Pasal 3 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo. Pasal 5 (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan
139
Gatot Supramono, op.cit., hal. 111
138
Universitas Sumatera Utara
51
digunakan dalam mencapai maksud dan tujuan yayasan dalam bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan.
B.
Organ Yayasan
Undang-Undang Yayasan menyatakan bahwa “yayasan adalah badan
hukum…”140 Sebagai badan hukum, Yayasan tidak mungkin dapat bertindak sendiri
karena ia tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri.141 Maka,
diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak, yang akan menjalankan, mengelola
dan mengurus yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian yayasan. Dalam
Undang-Undang Yayasan, orang-orang ini disebut sebagai organ-organ yayasan yang
terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas.142 Tanpa organ-organ yayasan sebagai
perantaraan yayasan dalam melakukan perbuatan hukumnya, yayasan tidak dapat
berfungsi dan mencapai tujuan didirikannya yayasan.143
Ketiga organ yayasan (Pembina, Pengawas dan Pengurus Yayasan) tersebut
memiliki fungsi, tugas dan kewenangannya masing-masing yang diatur dalam
undang-undang. Pengaturan ini ditetapkan oleh Undang-Undang Yayasan untuk
menghindari adanya konflik intern yayasan yang dapat merugikan kepentingan
yayasan atau pihak lain.
140
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Gunawan Widjaja, Yayasan di Indonesia, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2002),
hal. 36 (selanjutnya disebut Gunawan Widjaja 1)
142
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
143
L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan antara Fungsi Kariatif atau
Komersial, (Jakarta: CV Novindo Pustaka Mandiri, 2001), hal. 35
141
Universitas Sumatera Utara
52
1.
Organ-Organ Yayasan
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Yayasan, ditetapkan bahwa “yayasan
mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas.”144 Masingmasing organ akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Pembina Yayasan
Pembina Yayasan merupakan organ tertinggi dalam yayasan yang memiliki
posisi sentral serta memiliki hak veto dalam yayasan.145 Menurut UndangUndang Yayasan, Pembina Yayasan adalah “organ yayasan yang
mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau
pengawas” oleh Undang-Undang Yayasan atau Anggaran Dasar Yayasan.146
Dalam sebuah yayasan, jabatan Pembina Yayasan dapat dipegang oleh satu
orang atau lebih. Jika pembina sebuah yayasan lebih dari satu orang, maka
seorang diantaranya akan diangkat dan bertindak sebagai ketua pembina.
Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Yayasan menyatakan bahwa yang dapat
diangkat menjadi Pembina Yayasan (baik anggota pembina, maupun ketua
pembina) adalah “orang perseorangan sebagai Pendiri Yayasan dan/atau
mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota pembina dinilai
mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
144
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Adib Bahari, op.cit., hal. 6
146
Pasal 28 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
145
Universitas Sumatera Utara
53
yayasan”.147 Dari peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa syarat
pengangkatan sebagai Pembina Yayasan adalah sebagai berikut:
1) pendiri yayasan atau bukan pendiri yayasan;
2) mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan menurut rapat anggota pembina.
Maka, tidak ada keharusan bagi pendiri untuk menjadi pembina, tetapi
Pendiri Yayasan dapat melibatkan dirinya dalam yayasan yang ia dirikan.
b. Pengurus Yayasan
Pengurus merupakan organ eksekutif dalam yayasan148 karena ialah organ
yang melaksanakan kepengurusan yayasan.149 Jelas bahwa peranan
Pengurus Yayasan sangat dominan dalam yayasan.150 Pengurus dalam
sebuah yayasan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang yaitu seorang
ketua, seorang sekretaris dan seorang bendahara.151 Jika yayasan
membutuhkan lebih dari tiga orang pengurus yang ditetapkan oleh UndangUndang Yayasan, maka tidak ada pengaturan yang melarang hal tersebut.
Akan tetapi, sebuah yayasan minimum harus memiliki tiga orang Pengurus
Yayasan.
147
Pasal 28 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Adib Bahari, op.cit., hal. 11
149
Pasal 31 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
150
Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan (Edisi Revisi), (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2006), hal. 9 (selanjutnya disebut Chatamarrasjid Ais 2)
151
Pasal 32 (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
148
Universitas Sumatera Utara
54
Syarat diangkatnya seseorang sebagai Pengurus Yayasan terdapat dalam
Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Yayasan yaitu “orang perseorangan yang
mampu melakukan perbuatan hukum”.152 Sehubungan dengan syarat
mampu melakukan perbuatan hukum, Pasal 1330 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer) menyatakan bahwa orang-orang yang tidak
cakap dalam melakukan perbuatan hukum adalah “orang-orang yang belum
dewasa” dan “mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.” Kemudian, Adib
Bahari menambahkan bahwa Pengurus Yayasan juga harus “mampu
mengurus yayasan dalam menjalankan kegiatannya dan mampu melakukan
perbuatan hukum, serta diupayakan mampu dalam hal pembukuan”.153
c. Pengawas Yayasan
Pengawas yang diatur dalam Undang-Undang Yayasan merupakan organ
yang bertugas “melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada
pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan”.154 Berbeda dengan Charity
Commission di Inggris yang memiliki suatu pengawas atau Badan
Pengawas eksternal, pengawas sebagai organ yayasan ini dimiliki oleh
masing-masing yayasan dan bersifat internal yayasan itu sendiri.155
Adapun syarat untuk diangkat menjadi Pengawas Yayasan sama dengan
syarat diangkat menjadi Pengurus Yayasan, yaitu: “orang perseorangan
152
Pasal 31 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Adib Bahari, op.cit., hal. 12
154
Pasal 40 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
155
Chatamarrasjid Ais 1, op.cit., hal. 14
153
Universitas Sumatera Utara
55
yang mampu melakukan perbuatan hukum”.156 Sehingga sama halnya
dengan Pengurus Yayasan, seorang yang sudah dewasa dan cakap bertindak
hukum, siapapun itu, dapat diangkat sebagai pengawas suatu yayasan.
Menurut Adib Bahari, selain seorang yang mampu melakukan perbuatan
hukum, seorang Pengawas Yayasan juga “harus mampu mengontrol dan
memberikan nasihat karena memang bertugas sebagai pengawas dan
pemberi nasihat untuk pengurus”.157
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Yayasan sekurang-kurangnya
memiliki lima organ yang memiliki jabatan dan wewenangnya masing-masing, antara
lain:
a. Seorang Pembina Yayasan
b. Pengurus Yayasan yang terdiri atas:
1) Ketua
2) Sekretaris
3) Bendahara
c. Pengawas Yayasan
2.
Hubungan Organ dengan Yayasan
Ketiga organ yayasan yang telah dijabarkan diatas memiliki pemisahan yang
tegas antara fungsi, wewenang dan tugas serta hubungan antara ketiga organ tersebut
dalam Undang-Undang Yayasan. Pemisahan ini untuk menghindari kemungkinan
156
157
Pasal 40 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Adib Bahari, op.cit., hal. 10
Universitas Sumatera Utara
56
konflik intern yayasan yang tidak hanya dapat merugikan kepentingan yayasan
melainkan juga pihak lain.158
Fungsi, wewenang dan tugas tersebut bersumber pada ketergantungan yayasan
kepada para organ yayasan karena yayasan tidak dapat berfungsi tanpa adanya organ
dan berlaku juga timbal balik yaitu para organ yayasan tidak akan ada apabila tidak
ada yayasan.159 Berikut ini adalah tugas dan kewenangan organ-organ yayasan:
a. Pembina Yayasan
Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Yayasan menetapkan kewenangan
Pembina Yayasan yang tidak diserahkan kepada Pengurus dan Pengawas
Yayasan, antara lain:160
1) keputusan mengenai perubahan anggaran dasar;
2) pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota
pengawas;
3) penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan Anggaran Dasar
Yayasan;
4) pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan;
dan
5) penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran
yayasan.
Kelima kewenangan tersebut dilakukan melalui rapat anggota pembina
karena pembina merupakan lembaga yang tidak mungkin setiap anggotanya
dapat melakukan tindakan sendiri-sendiri161 jika anggotanya lebih dari satu.
Dalam rapat yang diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun
158
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, op.cit., hal. 93
160
Pasal 28 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
161
Adib Bahari, op.cit., hal. 7
159
Universitas Sumatera Utara
57
tersebut, pembina juga melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan
kewajiban yayasan pada tahun sebelumnya sebagai dasar pertimbangan bagi
perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan
datang.162
b. Pengurus Yayasan
Berikut ini adalah wewenang dan tugas Pengurus Yayasan, yaitu:
1) Bertanggung
jawab
penuh
atas
kepengurusan
yayasan
untuk
kepentingan dan tujuan yayasan, serta berhak mewakili yayasan baik di
dalam maupun di luar Pengadilan.163 Dalam hal mewakili yayasan di
depan Pengadilan, pengurus tidak berwenang mewakili yayasan jika
terjadi perkara antara yayasan dengan anggota pengurus yang
bersangkutan.164 Anggota pengurus juga tidak berhak mewakili yayasan
jika ia mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan
yayasan.165
2) Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan
yayasan untuk menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan.166
3) Bersama-sama dengan anggota pengawas mengadakan rapat gabungan
untuk mengangkat anggota pembina jika yayasan tidak lagi mempunyai
162
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 35 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
164
Pasal 36 (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
165
Pasal 36 (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
166
Pasal 35 (2) jo. Pasal 35 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
163
Universitas Sumatera Utara
58
pembina.167 Pembina yang diangkat tentunya yang mempunyai dedikasi
yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.168
4) Jika yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu, pengurus dapat
mengajukan perpanjangan waktu pendirian kepada Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian
yayasan.169
5) Membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi mengenai
hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha
yayasan serta membuat dan menyimpan dokumen keuangan yayasan
berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.170
6) Menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat:171
a) laporan keadaan dan kegiatan yayasan selama tahun buku yang
lalu serta hasil yang telah dicapai;
b) laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada
akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan
laporan keuangan;
c) transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban
bagi yayasan.
167
Pasal 28 (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 28 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
169
Pasal 16 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
170
Pasal 48 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
171
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
168
Universitas Sumatera Utara
59
Laporan tahunan tersebut ditandatangani bersama-sama dengan
Pengawas Yayasan.172 Jika anggota pengurus tidak menandatangani
laporan tersebut, maka yang bersangkutan harus menyebutkan
alasannya secara tertulis.173
7) Menyusun
usulan
rencana
penggabungan,
jika
akan
terjadi
penggabungan yayasan yang akan disampaikan oleh Pengurus Yayasan
kepada Pembina Yayasan untuk kemudian ditetapkan keputusan
mengenai penggabungan tersebut.174
8) Bertindak sebagai likuidator untuk membereskan kekayaan yayasan
dalam hal yayasan bubar karena jangka waktu yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar Yayasan berakhir jika Pembina Yayasan tidak
menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan yayasan.175
c. Pengawas Yayasan
Tugas dan kewenangan Pengawas Yayasan adalah sebagai berikut:
1) Melaksanakan pengawasan terhadap kepengurusan yayasan serta
memberikan nasihat kepada Pengurus Yayasan dalam menjalankan
kegiatan yayasan.176
172
Pasal 50 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 50 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
174
Pasal 57 (3) jo. Pasal 28 (2) huruf (e) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
173
Yayasan
175
Pasal 63 (2) jis. Pasal 63 (1) jis. Pasal 62 huruf (a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan
176
Pasal 40 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Universitas Sumatera Utara
60
2) Menetapkan pemberhentian sementara terhadap anggota pengurus
dengan
menyebutkan
alasan
pemberhentian
tersebut,
kemudian
melaporkannya kepada Pembina Yayasan agar dapat ditindaklanjuti
oleh Pembina Yayasan.177
3) Bersama-sama dengan anggota pengurus mengadakan rapat gabungan
untuk mengangkat anggota pembina jika yayasan tidak lagi mempunyai
pembina.178 Pembina yang diangkat tentunya yang mempunyai dedikasi
yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.179
4) Bersama-sama dengan pengurus, menandatangani laporan tahunan yang
disusun oleh pengurus.180 Jika anggota pengawas tidak menandatangani
laporan tersebut, maka yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya
secara tertulis.181
Penjabaran di atas dengan jelas menunjukkan bahwa Undang-Undang Yayasan
telah menggariskan tugas dan wewenang masing-masing organ yayasan. Dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut, antara yayasan dengan masing-masing
organ yayasan terdapat fiduciary relationship (hubungan kepercayaan) yang
melahirkan fiduciary duties.182
Menurut Black’s Law Dictionary, fiduciary relationship adalah “a relationship
in which one person is under a duty to act for the benefit of another on matters within
177
Pasal 43 (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 28 (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
179
Pasal 28 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
180
Pasal 50 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
181
Pasal 50 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
182
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, op.cit., hal. 93
178
Universitas Sumatera Utara
61
the scope of the relationship.”183 Sedangkan fiduciary duty didefinisikan sebagai “a
duty of utmost good faith, trust, confidence and candor owned by a fiduciary to the
beneficiary; a duty to act with the highest degree of honesty and loyalty toward
another person and in the best interests of the other person.”184 Terkait dengan kedua
definisi tersebut, dalam hal yayasan, hubungan kepercayaan tersebut jelas terlihat
dalam pemberian kepercayaan kepada para organ yayasan untuk menjalankan tugastugas dan kewenangannya demi tercapainya tujuan pendirian yayasan, yaitu dalam
bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Yayasan kemudian mempertegas hubungan
tersebut dengan melarang pembagian hasil kegiatan usaha kepada para organ
yayasan.185 Peraturan ini kemudian dipertegas lagi dengan Pasal 5 ayat (1) UndangUndang Yayasan yang melarang pengalihan kekayaan yayasan kepada para organ
yayasan.186 Keduanya memberikan kepastian kepada yayasan agar tidak ada
kepentingan pribadi yang terlibat dalam pelaksanaan tugas dan wewenang para organ
yayasan. Sehingga, pelaksanaan tugas dan wewenang para organ yayasan
dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan yayasan.
Lebih lanjut lagi, Undang-Undang Yayasan melarang adanya perangkapan
jabatan antara organ-organ tersebut.187 Larangan rangkap jabatan ini dimaksudkan
183
Bryan A. Garner, op.cit., hal. 1402
Ibid., hal. 581
185
Pasal 3 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
186
Pasal 5 (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
187
Pasal 29, Pasal 31 (3), Pasal 40 (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
184
Universitas Sumatera Utara
62
untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung
jawab antara pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan
yayasan atau pihak lain.188
Larangan rangkap jabatan bukan hanya diterapkan di dalam lembaga yayasan
itu sendiri, melainkan juga diterapkan pada lembaga perusahaan yang didirikan atau
diikuti189 oleh yayasan. Ini terwujud dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Yayasan
yang menyatakan bahwa organ-organ yayasan “dilarang merangkap sebagai Anggota
Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan
usaha” yang didirikan maupun yang diikuti oleh yayasan.190 Pelarangan ini untuk
menghindari conflict of interest antara tugas yang bersangkutan dalam yayasan
dengan tugasnya dalam badan usaha.191
Larangan pengalihan kekayaan maupun rangkap jabatan tersebut sesuai dengan
tiga prinsip dalam doktrin fiduciary duty yang diungkapkan oleh H.A.J. Ford, yaitu
“the conflict rule, the profit rule and the misappropriation rule”.192 Berikut ini adalah
analisis doktrin fiduciary duty tersebut jika dihubungkan dengan larangan rangkap
jabatan dan pengalihan kekayaan dalam Undang-Undang Yayasan:
188
Penjelasan Pasal 31 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Maksud dari “diikuti” disini adalah adanya penanaman modal oleh yayasan pada badan
usaha tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 7 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
190
Pasal 7 (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
191
Gatot Supramono, op.cit., hal. 115
192
H.A.J. Ford, et.al., Ford’s Principle of Corporation Law, (Sydney: Butterworths, 1999),
hal. 340
189
Universitas Sumatera Utara
63
a. Konflik (The conflict rule)
Adanya larangan rangkap jabatan dan pengalihan kekayaan menutup
kemungkinan para organ yayasan memiliki konflik kepentingan dengan
yayasan.
b. Keuntungan (The profit rule)
Jabatan para organ dalam sebuah yayasan tidak dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dengan adanya larangan pengalihan
kekayaan yayasan kepada para organ yayasan.
c. Penyalahgunaan (The misappropriation rule)
Penggunaan atau penyalahgunaan apa yang menjadi milik yayasan untuk
kepentingan para organ tidak dapat terjadi dengan adanya pengaturan yang
jelas mengenai tugas dan fungsi masing-masing organ serta adanya larangan
rangkap jabatan dan pengalihan kekayaan yayasan.
3.
Tanggung Jawab Organ Yayasan
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa yayasan adalah badan hukum. Dengan
memperoleh status sebagai badan hukum, maka yang bertanggung jawab adalah
badan hukum sendiri terlepas dari manusia-manusia yang terkait, semata-mata dan
sekedar terbatas sampai pada harta kekayaan yang dimiliki oleh badan itu.193
Yayasan, sesuai dengan Undang-Undang Yayasan, memiliki kekayaan yang
terpisah dari para pendirinya.194 Maka, yayasan memiliki kekayaannya sendiri yang
193
194
Suyud Margono, et.al., op.cit., hal. 74
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Universitas Sumatera Utara
64
oleh organ yayasan dapat digunakan atau diolah untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan. Sehingga, para organ yayasan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban
kepada harta pribadinya. Akan tetapi, salah seorang responden menyatakan bahwa:
Pengurus dan Pengawas Yayasan dapat dimintai pertanggungjawaban hingga ke
harta pribadi jika mereka melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
tugasnya.195
Undang-Undang Yayasan mengatur beberapa ketentuan yang dapat menyebabkan
pertanggungjawaban hingga ke harta pribadi Pengurus dan Pengawas Yayasan.
Dalam hal terjadi kepailitan pada Yayasan yang disebabkan oleh kesalahan atau
kelalaian Pengurus dan/atau Pengawas Yayasan dalam melakukan tugasnya, dan
kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutupi kerugian dari kepailitan tersebut,
maka setiap anggota Pengurus dan/atau Pengawas Yayasan secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.196
Pertanggungjawaban hingga ke harta pribadi ini dapat dihindari oleh Pengurus
dan/atau Pengawas Yayasan hanya jika anggota pengurus dan/atau pengawas yang
bersangkutan dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya.197 Pengaturan ini dapat dihubungkan dengan Pasal 1366 KUHPer yang
menyatakan bahwa “setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau
kurang hati-hatinya.”
195
Hasil wawancara dengan Ketua Pengurus Yayasan B pada tanggal 15 November 2016
Pasal 39 (1) dan Pasal 47 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
197
Pasal 39 (2) dan Pasal 47 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
196
Universitas Sumatera Utara
65
Pembuktian bahwa kepailitan yayasan bukanlah karena kesalahan Pengurus
dan/atau Pengawas Yayasan dapat dilakukan dengan membuktikan bahwa Pengurus
dan/atau Pengawas Yayasan telah menerapkan prinsip kecakapan dan kehati-hatian
(duty of skill and care) untuk menghindari kerugian yang dapat terjadi pada yayasan.
Akan tetapi, undang-undang tidak memberikan ukuran atau standar yang jelas
mengenai apa yang dimaksud dengan kecakapan (duty of skill) yang dibutuhkan
seorang Pengurus dan Pengawas Yayasan, dan juga batasan dari suatu perbuatan yang
merupakan suatu kelalaian.198
C.
Tugas dan Fungsi Pembina sebagai Organ Yayasan
Menurut Henry P. Panggabean, Pembina adalah tokoh yang berdedikasi penuh
dengan kewenangan yang luar biasa.199 Selain itu, menurut Anwar Borahima,
pembina adalah orang yang meletakkan visi dan tujuan tertentu dari yayasan yang
didirikan.200 Ini juga terlihat dari syarat pengangkatan Pembina Yayasan yang
ditetapkan Undang-Undang Yayasan bahwa Pembina Yayasan haruslah orang yang
“dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan”.201
198
Chatamarrasjid Ais 1, op.cit., hal. 48
Hasil wawancara dengan Henry P. Panggabean, Ahli Hukum Perusahaan, mantan Hakim
Mahkamah Agung, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH), Advokat dan Konsultan
(H. P. Panggabean & Partners Law Firm), penulis buku Praktik Peradilan Menangani Kasus Ases
Yayasan, pada tanggal 18 November 2016 - 30 November 2016
200
Anwar Borahima, op.cit., hal. 221
201
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
199
Universitas Sumatera Utara
66
1.
Hubungan Pembina dengan Yayasan sebagai Badan Hukum
Menurut Undang-Undang Yayasan, yayasan adalah badan hukum.202 Yayasan
memperoleh status badan hukumnya setelah Anggaran Dasar Yayasan yang dibuat
oleh notaris memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.203
Maka jelas bahwa setelah perolehan pengesahan tersebut, yayasan adalah badan
hukum yang sah di mata negara.
Sebagai badan hukum, yayasan tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan
hukum sendiri karena badan hukum bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya
manusia alamiah.204 Maka, yayasan memerlukan manusia alamiah (natuurlijk
persoon) sebagai perantaraan untuk bertindak untuk dan atas nama yayasan. Pembina
adalah salah satu manusia alamiah yang bertindak sebagai perantaraan (organ
yayasan) untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.
Pembina sebagai salah satu organ yayasan, memperoleh jabatan maupun tugas
dan kewenangannya dari pengangkatannya sebagai Pembina Yayasan yang tercantum
dalam Anggaran Dasar Yayasan. Maka, bentuk perwakilan Pembina Yayasan dalam
badan hukum yayasan ini merupakan suatu perwakilan khusus yang masih dalam
golongan aanstelling (pengangkatan).205
Undang-Undang Yayasan telah memberikan pemisahan tugas diantara para
organ yayasan, termasuk salah satunya adalah Pembina Yayasan. Pembina Yayasan
202
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pasal 11 (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahaan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo. Pasal 9 (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan
204
R. Ali Rido, op.cit., hal. 18
205
Ibid., hal. 19
203
Universitas Sumatera Utara
67
sebagai organ yayasan, memiliki tugas dan kewenangan yang sangat luas jika
dibandingkan dengan organ-organ yayasan lainnya (Pengawas dan Pengurus
Yayasan) karena Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menentukan bahwa
Pembina Yayasan adalah “organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak
diserahkan kepada pengurus atau pengawas” oleh undang-undang maupun Anggaran
Dasar Yayasan.206 Pengaturan ini jelas menunjukkan bahwa Pembina Yayasan adalah
organ tertinggi dalam sebuah yayasan.
Meskipun Pembina Yayasan adalah organ tertinggi dalam suatu yayasan, bukan
berarti Pembina Yayasan adalah pemilik yayasan. Yayasan tidak mengenal adanya
kepemilikan (ownership).207 Ini dikarenakan konsep yayasan yang “tidak mempunyai
anggota”.208 Konsep ini berbeda dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
yang memiliki kekuasaaan tertinggi dalam Perseoran Terbatas (PT). Dalam PT,
saham menunjukkan bagian kepemilikan atas PT tersebut oleh pemegang saham.209
Adanya bagian kepemilikan dalam PT oleh pemegang saham inilah yang
menunjukkan bahwa pemegang saham adalah “anggota” yang dimaksud UndangUndang Yayasan.
206
Pasal 28 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Pemerintah, Risalah Sidang Rancangan Undang-Undang Yayasan: “Jawaban Pemerintah
atas Pemandangan Umum Fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Rebuplik Indonesia terhadap
Rancangan Undang-Undang Yayasan” tanggal 12 September 2000, hal. 29
208
Pasal 1 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
209
Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta: Praninta
Offset, 2008), hal. 33 (selanjutnya disebut Gunawan Widjaja 2)
207
Universitas Sumatera Utara
68
Kepemilikan ini juga terlihat dari pembayaran dividen kepada para pemegang
saham PT.210 Laba atau keuntungan PT akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen sesuai dengan ketentuan Undang-Undang PT dan Anggaran Dasar
PT.211 Sedangkan dalam yayasan, Pembina Yayasan justru dilarang menerima
kekayaan dalam bentuk apapun dari yayasan.212 Seluruh perolehan yayasan hanya
dapat digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan, yaitu di bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan. Menurut Henry P. Panggabean,
pembina sebagai “tokoh yang berdedikasi” untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan, “sama sekali tidak diizinkan mendapatkan fasilitas apapun.”213
2.
Tugas dan Fungsi Pembina Yayasan
Pembina Yayasan memiliki kewenangan yang tidak diserahkan kepada
Pengurus atau Pengawas Yayasan dalam Undang-Undang maupun Anggaran Dasar
Yayasan sehingga pembina memiliki kewenangan yang luas.214 Adapun tugas dan
kewenangan Pembina Yayasan menurut Undang-Undang Yayasan dapat diuraikan
sebagai berikut:
210
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Persoan Terbatas
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Persoan Terbatas
212
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
213
Hasil wawancara dengan Henry P. Panggabean, Ahli Hukum Perusahaan, mantan Hakim
Mahkamah Agung, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH), Advokat dan Konsultan
(H. P. Panggabean & Partners Law Firm), penulis buku Praktik Peradilan Menangani Kasus Ases
Yayasan, pada tanggal 18 November 2016 - 30 November 2016
214
Rudhi Prasetya, op.cit., hal. 21
211
Universitas Sumatera Utara
69
a. Menetapkan keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar Yayasan;215
b. Mengangkat dan memberhentikan anggota Pengurus Yayasan dan anggota
Pengawas Yayasan berdasarkan keputusan rapat pembina;216
c. Menetapkan kebijakan umum yayasan berdasarkan Anggaran Dasar
Yayasan;217
d. Mengesahkan program kerja dan rancangan Anggaran Tahunan Yayasan;218
e. Menetapkan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan;219
f. Menetapkan ketentuan mengenai gaji, upah atau honorarium yang dapat
diberikan kepada Pengurus Yayasan sesuai dengan kemampuan kekayaan
Yayasan.220 Pengurus Yayasan yang dimaksud harus memenuhi syarat
berikut:221
1) bukan Pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan
Pengawas Yayasan; dan
2) melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh.
g. Mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, dimana
Pembina Yayasan melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban
215
Pasal 28 (2) huruf (a) jo. Pasal 18 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
216
Pasal 28 (2) huruf (b) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo. Pasal
32, Pasal 44 (1) dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
217
Pasal 28 (2) huruf (c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
218
Pasal 28 (2) huruf (d) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
219
Pasal 28 (2) huruf (e) jo. Pasal 57 (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan
220
Pasal 5 (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
221
Pasal 5 (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Universitas Sumatera Utara
70
yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan
mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang;222
h. Mengesahkan laporan