Pepatah-Petitih Dalam Adat Pernikahan Niniak Mamak Etnis Minangkabau Kajian Antropolinguistik

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota
masyarakat untuk bekerja sama dengan mengidentifikasikan diri dalam bentuk percakapan yang
baik, tingkah laku yang baik dan sopan santun yang baik. Bahasa merupakan suatu sistem
komunikasi yang menggunakan suara yang dihubungkan satu sama lain menurut seperangkat
aturan sehingga memiliki arti (Haviland, 1995). Hal ini merupakan definisi bahasa menurut
Haviland, menggunakan suara sebagai suatu sistem komunikasi digunakan oleh setiap manusia
untuk berinteraksi dengan manusia lainnya
Menurut Sudaryono, bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak
sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu
sumber terjadinya kesalahpahaman. Kridalaksana (1984:28) mengatakan bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dalam mengidentifikasikan diri; percakapan (perkataan) yang baik; tingkah
laku yang baik; sopan santun.
Pepatah-Petitih merupakan salah satu bahasa lisan masyarakat Minangkabau yang
berisikan nasehat, sindiran, pandangan-pandangan atau pedoman hidup yang baik, dan petunjukpetunjuk dalam melakukan hubungan sosial dalam masyarakat. Pada masyarakat Minangkabau
pepatah-petitih mempunyai makna tersendiri sebagai pegangan dalam menjalankan hidupnya.
Penggunaan istilah pepatah-petitih disampaikan oleh penghulu di dalam berbagai acara.
Pepatah-petitih meliputi peraturan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari yang senantiasa


Universitas Sumatera Utara

ditaati dan dihormati. Pepatah-petitih adalah sarana masyarakat merefleksikan diri akan hakikat
kebudayaan, pemahaman mendasar dari pesan, dan tujuan dari sebuah kebudayaan.
Untuk memperoleh pemahaman tentang pepatah-petitih, berikut dikemukakan beberapa
pengertian. Petatah atau pepatah adalah peribahasa yang mengandung nasihat dan sebagainya;
perkataan

(ajaran)

orang

tua-tua;

pepatah-petitih,

adalah

berbagai-bagai


peribahasa

(Poerwadarminta;1985:734). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pepatah
adalah peribahasa yang mengandung nasehat atau ajaran dari orang tua-tua (biasanya dipakai
atau diucapkan untuk mematahkan lawan bicara). Pepatah-petitih artinya berbagai-bagai
peribahasa (Depdikbud;1988:666).
Dalam struktur sosial masyarakat Minangkabau dikenal adanya pemuka adat yang
disebut Niniak Mamak atau lebih dikenal lagi dengan sebutan Datuk . Niniak Mamak atau Datuk
kadang- kadang disebut penghulu memiliki fungsi yang sama. Suku Minangkabau termasuk suku
yang kaya akan adat dan kebudayaan. Sifat dan ciri alam sering dimetaforakan ke sifat perilaku
bahasa. Hakimy (dalam Oktavianus, 2006 : 24) mengatakan bahwa filosofi alam terkembang jadi
guru merupakan sumber pengetahuan yang dapat dijadikan pedoman hidup.
Dalam struktur masyarakat Minangkabau, Datuk mempunyai peran yang sangat penting,
terutama dalam sistem kekerabatan. Di samping peranannya dalam kekerabatan perkauman,
Datuk pun secara tradisional akan berkuasa atas sumber daya alam dan membagi hak
pengolahannya, dalam bidang ekonomi misalnya, datuk memperhatikan dan mengetahui
kesulitan-kesulitan dan kemudahan yang diderita oleh anak kemenakan atau dengan kata lain
selalu mengawasi dan kebijakan menerima informasi yang baik atau buruk terhadap kehidupan
anak kemenakannya.


Universitas Sumatera Utara

Pernikahan adat Minangkabau merupakan salah satu kebudayaan yang memiliki
keunikan, yaitu berupa ritual adat Minangkabau. Dalam adat Minangkabau, penyatuan dua
orang dari anggota masyarakat melalui pernikahan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan
kelompok masyarakat yang bersangkutan. Yang dimaksud pernikahan menurut adat
Minangkabau menjalin pendekatan yang berlaku seperti umumnya, tidak dibenarkan melakukan
pernikahan sesama marga di Minang. Ketentuan ini wajib dipahami bagi kaum muda yang ingin
mencari pasangan hidup. Janji setia terpatri bagi pemuda yang akan merantau, mencari
pengalaman, mencoba kemandirian serta mencari bekal materi untuk berumah tangga.
Adapun beberapa proses pernikahan adat Minangkabau yaitu :


Maresek merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tatacara
pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau, pihak
keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang
membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan sesuai dengan sopan santun budaya
timur.Pada awalnya beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu
apakah pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi

bisa berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari
kedua belah pihak keluarga



Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk
meminang. Bila tunangan diterima, berlanjut dengan bertukar tanda sebagai simbol
pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara melibatkan orang
tua atau niniak mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga
calon mempelai wanita datang dengan membawa sirih pinang lengkap disusun dalam

Universitas Sumatera Utara

carano atau kampla yaitu tas yang terbuat dari daun pandan. Menyuguhkan sirih diawal
pertemuan dengan harapan apabila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi
gunjingan. Sebaliknya, hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat
selamanya.


Maanta Siriah Tanyo, yang artinya mendapatkan menantu anak dari saudara suami,

adalah harapan bagi para ibu di Minangkabau. Pernikahan semacam ini disebut induk
bako. Pernikahan ideal lainnya adalah ikatan pernikahan antara anak dari keluarga ibu
dengan anak paman yang disebut anak pisang. Sebelum melamar niniak mamak dan
orang tua sudah saling menjajaki kemungkinan menikahkan anak mereka.



Maanta bali/ Mananti bali, bagian dari proses pernikahan adat Minang ini memberi
gambaran bahwa pihak calon pengantin pria berkewajiban menyediakan keperluan pesta
kepada pihak calon mempelai wanita. Ada dua istilah untuk prosesi ini : mananti bali
yang dilaksanakan dirumah calon pengantin wanita dan maanta bali yang dilakukan
dirumah calon pengantin pria. Rombongan atau utusan keluarga calon pengatin pria
beriringan sambil menjunjung hantaran berupa bahan mentah menuju kediaman keluarga
calon pengantin wanita.



Malam Bainai, adalah malam seribu harapan, seribu doa bagi kebahagian rumah tangga
anak daro yang akan melangsungkan pernikahan esok harinya. Tumbukkan daun inai atau
yang biasa disebut daun pacar, yang ditorehkan pada kuku calon mempelai oleh orang

tua, niniak mamak, saudara, dan orang-orang terkasih lainnya.

Universitas Sumatera Utara



Manjalang, gambaran panuh hikmah para tetua menghantar anak daro dalam mengarungi
hidup rumah tangga. Payung dan bahan makanan mengartikan pengayoman, penghidupan
bagi rumah tangga yang akan dibina anak daro yang mereka antarkan.



Maanta Marapulai, saudara dari pihak pengantin pria menghantar sang pengantin pria
sebagai tanda turut berbahagia. Kian hari kian berkurang jumlah pengantarnya, hingga
marapulai mulai terbiasa di tinggal dirumah anak daro. Pada budaya Minang, tinggal di
rumah mertua layaknya kewajiban bagi marapulai.



Manikam Jajak, proses dimana kedua pengantin baru pergi ke rumah orang tua serta

niniak mamak pengantin pria dengan membawa makanan. Tujuan dari adat Manikam
jajak di Minang ini adalah untuk menghormati atau memuliakan orang tua serta niniak
mamak.
Acara pernikahan Niniak Mamak adalah, seorang penghulu atau datuk yang mempunyai

kedudukan kuat, dan dihormati sebagai gadang basa batuah . Niniak mamak dihormati sebagai
suluah bendang dalam nagari. Niniak mamak berperan mengayomi anak kamanakan baik dari
limbago paruik/ jurai sampai ke kaum suku di kampung. Dalam upacara pernikahan,
dilaksanakan pihak perempuan yang disebut kemenakan meminta izin kepada mamakmamaknya (pamannya) untuk meminta restu agar pria yang dinikahinya dianggap sebagai sutan
mudo dari paman tersebut. Kemenakan wajib melakukan upacara ritual Niniak Mamak ini, agar
calon suaminya nanti menjadi anak laki-laki pamannya.
Upacara Niniak Mamak adalah bagian dari kajian Antropologi. Sebagaimana
antropolinguistik adalah salah satu cabang linguistik yang menelaah hubungan antara budaya dan
bahasa, terutama untuk mengamati bagaimana bahasa itu digunakan sehari-hari sebagai alat

Universitas Sumatera Utara

dalam tindakan bermasyarakat (Lauder, 2005: 231). Kajian Antropolinguistik menelaah struktur
dan hubungan kekeluargaan, konsep warna, dan pola pengasuhan anak, atau menelaah
bagaimana anggota masyarakat saling berkomunikasi pada situasi tertentu seperti pada upacara

adat, lalu menghubungkannya dengan konsep kebudayaannya. Harafiah (2005 : 61) juga
mengatakan bahwa Antropolinguistik menganggap bahwa faktor budaya tidak bisa ditinggalkan
dalam penelitian bahasa. Bahasa merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam kajian
budaya dalam kehidupan manusia.
Adapun Pepatah-petitih dalam adat niniak-mamak etnis Minangkabau seperti berikut ini :
Sigai mancari anau
‘Tangga mencari enau’
Anau tatap sigai baranjak
‘Enau tetap tangga pindah
Nan marapulai datang dek bajapuik pai jo baanta
‘Pengantin laki-laki datang karena dijemput’
Nan nak daro mananti di rumah
‘Yang pengantin perempuan menanti di rumah’
Pepatah-petitih di atas terdapat nilai pengelolaan gender. Yaitu dengan membandingkan
antara kedudukan suami dan istri. Yang mengandung nilai pengelolaan gender terdapat pada isi
nan marapulai datang dek bajapuik pai jo baanta dengan nan nak daro mananti dirumah .
Dalam setiap adat pernikahan Minangkabau semua laki-laki akan diantar ke rumah istrinya dan
dijemput oleh keluarga istrinya secara adat dan diantar pula bersama-sama oleh keluarga pihak
laki-laki secara adat pula. Bila terjadi perceraian, maka suami yang harus pergi dari rumah


Universitas Sumatera Utara

istrinya. Sedangkan istri tetap tinggal di rumah bersama anak-anaknya sebagaimana telah di atur
hukum adat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Apakah makna pepatah-petitih (peribahasa) Niniak-Mamak dalam adat pernikahan
Minangkabau?
2. Apa sajakah nilai-nilai budaya yang terdapat pada pepatah-petitih Niniak-Mamak dalam
pernikahan Minangkabau ?

1.3 Batasan Masalah
Sebuah penelitian sangat membutuhkan batasan masalah agar penelitian tersebut terarah
dan tidak terlalu meluas sehingga tujuan peneliti dapat tercapai. Masalah dalam penelitian ini
dibatasi hanya menganalisis makna pepatah-petitih , nilai-nilai budaya yang terdapat pada
pepatah-petitih adat pernikahan niniak mamak etnis Minangkabau.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan makna pepatah-petitih (peribahasa) Niniak-Mamak dalam pernikahan
Minangkabau
2. Mendeskripsikan nilai-nilai budaya pepatah-petitih yang terdapat Niniak-Mamak dalam
pernikahan Minangkabau.

Universitas Sumatera Utara

1.4.2 Manfaat Penelitian
Segala sesuatu yang dikerjakan harus memberikan manfaat baik untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan
manfaat praktis.

1.4.3 Manfaat Teoretis
Adapun manfaat teoretis dalam penelitian ini, antara lain :
1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang makna dan nilai-nilai budaya yang
tercermin dalam Niniak mamak dalam pernikahan adat Minangkabau
2. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji tentang Niniak mamak
dalam pernikahan Minangkabau dengan menggunakan teori Antropolinguistik.

1.4.4 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini, antara lain :
1. Memperkenalkan

kepada

pembaca

bahwa

Niniak

mamak

dalam

pernikahan

Minangkabau dapat dikaji sebagai bahan penelitian.
2. Dapat dijadikan sebagai pelestarian, pembinaan, dan pengembangan salah satu makna
dan nilai-nilai budaya Minangkabau

Universitas Sumatera Utara