Pengaruh Lokasi dan Penghalang Bangunan Terhadap Konsentrasi CO2 di Lingkungan Sekolah Dasar di Kota Medan

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Kualitas Udara
Arsitektur adalah ilmu dalam merancang bangunan. Dalam merancang

sebuah bangunan, seorang arsitek akan melakukan analisa, salah satunya adalah
analisa terhadap lingkungan, termasuk tahap pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi
menjadi tahapan penting dalam menata lingkungan hasil buatan manusia dan
lingkungan alam untuk mendukung kegiatan manusia agar tidak menimbulkan
dampak bagi lingkungan sekitar. Namun, kebanyakan bangunan didirikan
berdasarkan konsep rancangan yang seringkali lebih mengarah pada kebutuhan
manusia tanpa memperhatikan dampak terhadap lingkungan sekitarnya dalam
upaya pengelolaan dan menjaga kualitas alam dari berbagai kegiatan manusia,
khususnya kualitas udara.
Udara atau atmosfer merupakan sekumpulan gas yang mengelilingi bumi,
didominasi oleh nitrogen (78%), oksigen (20.95%), argon (0,93%), karbon
dioksida (0,038%), uap air (1%) dan gas-gas lain (0,002%). Komposisi bahan
kimia tersebut tidak selalu konstan karena adanya gas-gas yang dilepaskan oleh

benda-benda ke udara. Selain bahan kimia, udara juga dapat mengandung partikel
organik (benzena, naftalena, formaldehida) dan non organik (asap dan debu).
Menurut British Columbia Air Quality (2016) kualitas udara berarti
keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada udara yang bersih atau
tercemar. Kualitas udara yang baik tidak hanya sangat penting untuk manusia,

7

Universitas Sumatera Utara

8

tetapi juga penting untuk hewan, tumbuhan, air dan tanah. Ada beberapa istilah
yang digunakan dalam kualitas udara, yakni:


Polutan adalah zat-zat, terdiri dari gas atau partikel berlebihan yang
mencemari udara. Kualitas udara dapat diukur dari banyaknya jumlah dan
jenis polutan di udara. Kandungan polutan dinyatakan dengan istilah emisi
dan konsentrasi.




Emisi adalah gas buang yang merupakan polutan, diukur per satuan luas
(massa/luas/waktu).



Konsentrasi

merupakan

banyaknya

polutan,

dihitung

per


satuan

volume/media. Satuan yang digunakan yaitu ppm (part per million).
Kualitas udara menurun jika udara telah tercemar yaitu melalui proses
emisi dari berbagai sumber, penyebaran polutan dan pemaparan (Anonim, 2012).
Udara dikatakan tercemar jika keadaannya berbeda dari kondisi normal akibat
konsentasi polutan berada dalam jumlah berlebihan yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan manusia (Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), 2012).
Berbagai gas di atmosfer memiliki tingkat yang berbeda-beda dalam
menyerap panas CO2 lebih banyak menyerap panas dibandingkan gas lainnya
diusulkan oleh Tyndall pada tahun 1859 (New Scientist, 2007). Pada tahun 1896,
seorang ilmuan asal Swedia bernama Arrhenius menunjukkan bahwa CO2 telah
meningkat sebanyak dua kali lipat dan Arrhenius memprediksi kemungkinan
manusia menjadi penyebab meningkatnya CO2. Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian yang dilakukan Keeling, seorang ilmuwan di Scripps Institution of

Universitas Sumatera Utara

9


Oceanography, yang mulai mengukur tingkat CO2 setiap tahun sejak tahun 1958
di Mauna Loa, Hawai, hingga pada tahun 1950 melalui kurvanya, Keeling
menunjukkan bahwa aktivitas manusia terbukti menyebabkan konsentrasi CO2
semakin meningkat. CO2 di atmosfer telah meningkat sebanyak 40%, dari 280
ppm menjadi 380 ppm sejak dimulainya revolusi industri di Inggris pada tahun
1850 (Global Climate Change, 2016). Pada tahun 2013, tingkat CO2 melampaui
400 ppm untuk pertama kalinya dalam sejarah. Pencemaran udara yang disertai
dengan meningkatnya emisi gas CO2 akan mengakibatkan penurunan kualitas
udara yang dapat memicu pemanasan global, juga perubahan iklim yang
mengancam kelangsungan hidup manusia di masa depan, sehingga menjadi isu
yang harus diperhatikan (Environmental Protection Agency (EPA) dalam Science
Magazine, 2009).
2.1.1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara
Kualitas udara dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya lokasi,

sumber pencemar dari berbagai kegiatan, polutan, serta meteorologi dan topografi
yang mempengaruhi penyebaran polutan di udara (Sustainable Management for

European Local Ports, 2010), (EPA Tasmania, 2013), (British Columbia Air
Quality, 2016).
2.1.1.1 Lokasi
Pencemaran udara dapat terjadi di luar ruangan (outdoor air quality)
maupun di dalam ruangan (indoor air quality). Pencemaran udara luar ruangan
dapat terjadi mulai dari lingkungan rumah, perkotaan hingga sudah menjadi isu

Universitas Sumatera Utara

10

global. Menurut World's Worst Polluted Places dalam Blacksmith Institute pada
tahun 2008, pencemaran udara luar perkotaan adalah masalah kedua pencemaran
udara yang paling serius di dunia setelah pencemaran udara yang terjadi di dalam
ruangan (Air and Water, 2016).
Pencemaran udara dapat terjadi dimanapun, misalnya di rumah, sekolah
dan kantor. Baik buruknya kualitas udara pada bangunan apapun tergantung pada
perencanaan pembangunan, termasuk pemilihan lokasi dalam mempertimbangkan
kualitas udara (Planning Practice Guidance, tanpa tahun). Pemilihan lokasi yang
tidak tepat akan berdampak pada kualitas udara di luar ruangan. Hal ini dibuktikan

oleh teori Mainka (2015) bahwa tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan
dipengaruhi oleh lokasi, seperti di kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan
kawasan pemukiman yang ada di perkotaan.
2.1.1.2 Sumber Pencemar
Meningkatnya

populasi

manusia

dan

banyaknya

kebutuhan,

mengakibatkan peningkatan pencemaran udara (BMKG, 2012). Pencemaran udara
dapat disebabkan oleh emisi dari berbagai sumber, baik dari proses alam ataupun
akibat aktivitas manusia yang menghasilkan polutan sehingga mencemari udara
(Sustainable Management for European Local Ports, 2010).

Pada tahun 1850 konsentrasi CO2 di atmosfer sekitar 280 ppm, kemudian
meningkat menjadi 364 ppm pada tahun 1998. Hal ini terutama disebabkan oleh
aktivitas manusia selama dan setelah revolusi industri di Inggris yang dimulai
pada tahun 1850 (Water Treatment Solution, 2009). Berikut beberapa sumber
pencemar yang disebabkan oleh proses alam dan aktivitas manusia:

Universitas Sumatera Utara

11

a) Proses Alam
1) Letusan Gunung Berapi
Indonesia termasuk negara yang memiliki banyak gunung berapi sehingga
terjadinya bencana alam akibat letusan gunung berapi sangat besar. Abu vulkanik
mengandung logam seperti timah, tembaga, seng, krom besi dan silika. Dari
berbagai gas yang dilepaskan oleh letusan gunung berapi, CO2 menjadi salah satu
penyebab utama pencemaran udara yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi.
Tercatat seluruh gunung berapi di dunia mengeluarkan 0,13-0,44 miliar ton
CO2/tahun (United States Geological Survey dalam Tempo, 2011).
2) Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dapat terjadi karena kekeringan pada musim kemarau
panjang. Terbakarnya ranting dan daun kering terjadi secara alami akibat panas
yang ditimbulkan oleh batu dengan benda lainnya yang dapat menyimpan dan
menghantar panas. Kebakaran hutan yang terjadi akan melepaskan gas CO2 ke
atmosfer karena hutan secara alami merupakan tempat untuk menyerap gas CO2
(Earth Hour Indonesia, 2015). Selain gas CO2, beberapa polutan dari pembakaran
hutan yang mengakibatkan pencemaran udara diantaranya adalah hidrokarbon,
CO, SO, NO dan NO2, serta kabut asap berupa partikel halus yang bercampur
dengan debu.
b) Akibat Aktivitas Manusia
1) Transportasi
WHO (2004) memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah
menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor. Di Indonesia, setiap

Universitas Sumatera Utara

12

tahun jumlah kendaraan semakin meningkat sehingga menimbulkan kemacetan
yang dapat menyebabkan peningkatkan pencemaran udara. Konstribusi gas buang

dari knalpot kendaraan bermotor sebagai sumber penyebab pencemaran udara
mencapai 60-70% (Bappenas, 2009). Kendaraan bermesin biasanya menggunakan
bahan bakar diesel atau bensin untuk menghasilkan energi agar kendaraan dapat
beroperasi. Bahan bakar tersebut mengandung senyawa hidrokarbon yang
kemudian dibakar menghasilkan CO2. Namun, pada kenyataannya mesin tidak
dapat membakar hidrokarbon secara sempurna sehingga knalpot kendaraan
mengeluarkan zat-zat berbahaya yang mencemari udara. Hasil pembakaran tidak
sempurna tersebut menghasilkan CO, NO2 dan VOC. Pembakaran bahan bakar
fosil seperti bensin dan diesel pada transportasi merupakan sumber terbesar emisi
CO2 (EPA, 2016).
2) Kegiatan Industri
Meningkatnya perindustrian, khususnya di perkotaan menimbulkan
berbagai jenis pencemar yang dibebaskan ke udara sebagai hasil buangan industri.
Hasil buangan industri atau limbah industri adalah sisa buangan dari suatu proses
kegiatan produksi, mengandung bahan kimia yang bersifat racun dan berbahaya.
Dampak limbah menurut jenis industri terhadap pencemaran udara adalah limbah
industri kimia dan bahan pangan, serta limbah industri logam dan elektronika.
Berdasarkan hasil penelitian, yang paling dominan dari pencemaran udara dalam
perindustrian lebih dari 90% adalah sumbangan limbah industri dalam bentuk gas.
Beberapa perusahaan industri menghasilkan polutan yang berbahaya, diantaranya

CO, CO2, SO2, NO, hidrokarbon dan senyawa organik. CO2 dilepaskan oleh

Universitas Sumatera Utara

13

proses industri melalui pembakaran bahan bakar fosil. Namun, beberapa proses
juga menghasilkan emisi CO2 melalui reaksi kimia yang tidak melibatkan
pembakaran, misalnya industri semen, industri logam seperti besi dan baja dan
produksi bahan kimia (EPA, 2016). Industri semen dalam proses pembuatannya
menghasilkan CO2 melalui beberapa proses (Atmaja, 2015), yakni penggunaan
energi listrik, proses pembakaran bahan bakar fosil untuk sumber energi ataupun
transportasi dan akibat reaksi kimia pada proses kalsinasi dalam pembuatan
klinker. Semakin banyak jumlah klinker yang diproduksi akan semakin banyak
jumlah CO2 yang dilepaskan di udara.
3) Pembangkit Listrik
Sebagian pembangkit listrik masih menggunakan bahan batu bara, gas dan
minyak untuk menghasilkan energi listrik. Proses pembakaran pada pembangkit
listrik yang terjadi secara tidak sempurna menghasilkan berbagai gas berbahaya
yang mencemari udara, seperti SO2, NO, CO2 dan PM. Jenis bahan bakar fosil

yang digunakan untuk menghasilkan listrik akan memancarkan jumlah yang
berbeda dari CO2. Setiap tahun sebanyak 11 milyar ton CO2 dilepaskan ke
atmosfir dari kegiatan ini. Pembakaran batu bara akan menghasilkan lebih banyak
CO2 dibandingkan yang memakai minyak atau gas alam (EPA, 2016).
4) Timbunan Sampah
Sebagian besar penduduk perkotaan membuang sampah rumah tangga ke
tempat pembuangan akhir atau TPA. Tumpukan sampah menyebabkan daerah
sekitarnya menjadi tidak nyaman karena udara yang tercemar. Sampah-sampah
organik akan membusuk dan menghasilkan bau tidak sedap karena bakteri

Universitas Sumatera Utara

14

pengurai secara alami yang menghasilkan berbagai gas seperti metana dan gas
CO2 sebanyak 50% (EPA, 2016).
5) Penebangan Liar
Dampak akibat hutan gundul menghasilkan banyak lahan-lahan yang
rawan terhadap kebakaran karena tumpukan ranting maupun daun kering sisa
penebangan liar yang tidak terurus. Kerusakan hutan akibat pengundulan akan
menghasilkan banyak emisi CO2 ke udara yang tersimpan di pohon-pohon.
Diperkirakan bahwa lebih dari 1,5 miliar ton gas CO2 dilepaskan ke atmosfer
akibat penggundulan hutan (Climate and Weather, 2014).
Dari berbagai sumber pencemar yang telah dijelaskan tersebut, manusia
dan aktivitasnya yang tidak terkendali menjadi penyebab utama pencemaran udara
jika dibandingkan dengan sumber pencemar akibat aktivitas manusia lainnya,
maupun yang terjadi secara alamiah. Pada daerah perkotaan, penggunaan bahan
bakar fosil dalam transportasi dan kegiatan industri merupakan dua faktor utama
sumber polutan yang berasal dari luar ruangan yang paling berbahaya bagi
kesehatan manusia juga lingkungan perkotaan (WHO, 2011). Hal ini sejalan
dengan teori Lee dan Chang (1999) yang menunjukkan bahwa kualitas udara
tertinggi berasal dari kegiatan transportasi, yaitu kendaraan bermotor, terutama
truk-truk besar dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri yang
dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2.
Selain kegiatan transportasi dan industri, kegiatan di lingkungan
pemukiman seperti pembakaran sampah dan proses memasak juga berpotensi
dalam pencemaran udara di perkotaan yang berdampak buruk bagi kesehatan

Universitas Sumatera Utara

15

manusia dan lingkungan (WHO, 2008). Para peneliti US National Institutes of
Health (NIH) mengatakan, selain berdampak pada kesehatan manusia, bahan
bakar yang digunakan kompor menyebabkan penggundulan hutan dan kerusakan
lingkungan. Asap dari dapur yang dihasilkan tidak hanya bergantung pada jenis
kompor, tetapi juga dari proses memasak. Selain itu, asap dari pembakaran
sampah seperti plastik, kertas dan kayu juga menghasilkan gas-gas beracun, yaitu
dioksin dan furan. Kedua gas ini termasuk kelompok bahan kimia beracun yang
bersifat karsinogen.
2.1.2

Dampak Kualitas Udara terhadap Kesehatan
Pada tahun 1800-1870 sebuah penelitian menunjukkan bahwa beberapa

polutan dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, bahkan
pada tingkat yang sangat rendah (Spencer Weart & American Institute of Physics,
2016). Polutan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu partikel dan gas. Partikel
berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan
partikel berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru (WHO, 2008).
Pencemaran udara merupakan ancaman bagi kesehatan manusia karena
manusia tidak memiliki pilihan atas udara yang mereka hirup (Koenig, 2000).
Sistem pernapasan sebagai jalan utama masuknya bahan kimia beracun ke dalam
tubuh dapat mengakibatkan berbagai jenis penyakit pernapasan seperti asma dan
infeksi saluran pernapasan akut, penyakit jantung dan paru-paru (kardiovaskular)
(Environment Affairs Republic Of South Africa, 2012). Pada tahun 2013,
International Agency for Research on Cancer (IARC) menyimpulkan bahwa
pencemaran udara di luar ruangan bersifat karsinogen (WHO 2016).

Universitas Sumatera Utara

16

Dampak kualitas udara luar ruangan bagi kesehatan manusia tergantung
pada sejumlah faktor, diantaranya jenis dan jumlah polutan, intensitas paparan,
waktu paparan (menit, hari, tahun) dan kondisi medis seseorang, karena setiap
orang memiliki tingkat kepekaan yang berbeda-beda ketika bereaksi dengan
polutan (Emory University School of Medicine, 2016). Orang tua dan anak-anak
adalah individu yang paling rentan terhadap pemaparan polutan. Pencemaran
udara dapat menyebabkan dampak jangka panjang dan jangka pendek (Air and
Water, 2016), (National Geographic Society, 2016).


Dampak kesehatan jangka pendek, yang bersifat sementara, meliputi: iritasi
mata, hidung, tenggorokan atau reaksi alergi pada kulit. Polusi udara juga
dapat menyebabkan sakit kepala, pusing dan mual, infeksi saluran pernapasan
atas, termasuk penyakit seperti pneumonia atau bronkitis.



Dampak kesehatan jangka panjang dari polusi udara dapat berlangsung
selama bertahun-tahun atau seumur hidup, termasuk penyakit jantung dan
kanker paru-paru. Polusi udara juga dapat menyebabkan kerusakan jangka
panjang pada sistem jaringan saraf, otak, paru-paru, ginjal, hati dan organ
lainnya.

a) Dampak Kualitas Udara di Sekolah
Pada umumnya, anak-anak menghabiskan 25% waktu mereka di sekolah.
Sekolah sebagai tempat menimba ilmu seharusnya menyediakan lingkungan yang
mendorong prestasi belajar bagi siswa-siswi di sekolah, khususnya dari segi
kualitas udara. Pentingnya kualitas udara pada anak-anak disebabkan karena
kondisi metabolisme tubuh mereka yang rentan terhadap polutan (WHO, 2008),

Universitas Sumatera Utara

17

selain itu, saluran udara anak-anak lebih sempit daripada orang dewasa dan anakanak mungkin tidak menghentikan kegiatan mereka ketika mengalami pemaparan
(Emory University School of Medicine, 2016), misalnya pada saat upacara
bendera, istirahat dan pulang sekolah, anak-anak akan menghabiskan waktunya di
luar ruangan, sehingga kemungkinan terpapar polutan.
b) Dampak Lokasi Sekolah terhadap Kesehatan
Risiko tinggi terhadap gangguan kesehatan dapat terjadi pada penghuni
bangunan apapun, termasuk sekolah yang berada dekat jalan arteri dan kolektor
(jalan raya) dengan tingkat lalu lintas yang padat dan dekat dengan fasilitas
industri (EPA, 2016). Polutan yang dihasilkan dari kegiatan transportasi dan
industri dapat menembus jauh ke dalam paru-paru anak-anak (WHO 2004) dan
dapat menjadi penghambat siswa dalam proses pembelajaran, seperti melemahkan
kemampaun mental dan melemahkan tingkat kecerdasan (IQ) pada anak-anak
(EPA, 2016), sehingga kualitas udara pada di sekolah harus diperhatikan.
Kebanyakan orang tidak menyadari akan kerugian yang dapat ditimbulkan
dari lingkungan sekolah yang berada di kawasan padat lalu lintas. Studi oleh para
peneliti di University of Southern California (2007) menemukan anak-anak yang
bersekolah di kawasan padat lalu lintas memiliki potensi terkena penyakit asma.
Asap kendaraan dapat menyebabkan siswa-siswi di dalam sekolah mengalami
gangguan pernapasan. Selain itu, beberapa sekolah hidup berdampingan dengan
industri selama puluhan tahun sejak sekolah dibangun. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh USA Today (2008) selama delapan bulan untuk
meneliti dampak pencemaran udara terhadap 127.800 sekolah di seluruh Amerika

Universitas Sumatera Utara

18

Serikat yang dihasilkan oleh 20.000 perusahaan industri, menyatakan bahwa
bahan kimia hasil dari industri dapat meningkatkan risiko terkena kanker untuk
beberapa tahun kemudian. Diantara bahan kimia hasil proses industri yang
ditemukan di udara, logam dan kromium, benzena dan naftalena berada dalam
konsentrasi yang jauh di atas ambang batas aman dan paling berbahaya bagi
kesehatan manusia.
Kualitas udara di luar ruangan pada bangunan apapun, termasuk sekolah
apabila ditinjau dari segi polutan CO2, maka faktor yang mempengaruhinya
adalah lokasi dan aktivitas yang terjadi di luar ruangan di sekitar bangunan
(Mainka, 2015). Selain itu, Lee dan Chang (1999) juga menunjukkan bahwa
kualitas udara tertinggi berasal dari kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar
dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri yang dapat
mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan.
Dalam pendidikan khususnya sekolah dasar, adanya Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013 tentang standar pelayanan
minimal pendidikan dasar dikatakan bahwa lokasi sekolah dasar berada pada
kawasan pemukiman. Hal tersebut dapat menjadi parameter untuk menentukan
lokasi bangunan sekolah dengan lingkungan yang nyaman dan aman bagi siswa
dan para staffnya demi meminimalisir polusi udara di lingkungan sekolah.
2.2

Polutan Udara
Pencemaran udara menjadi masalah serius karena menimbulkan berbagai

kerugian, yang tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, namun juga
kerusakan lingkungan, seperti menyebabkan pemanasan global, hujan asam dan

Universitas Sumatera Utara

19

kerusakan lapisan ozon sehingga mengancam kelangsungan hidup manusia
(infoplease, 2016). Beberapa polutan yang umum ditemukan di luar ruangan
sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Berikut beberapa polutan
paling berbahaya, beserta dampaknya. Enam diantaranya telah menjadi dasar oleh
EPA ditetapkannya tingkat polusi udara pada suatu wilayah sekaligus dibatasi
untuk menciptakan udara yang aman untuk dihirup, yakni partikulat, timbal, ozon,
sulfur dioksida, nitrogen dioksida, karbon monoksida (EPA, 2016).
2.2.1 Jenis Polutan
1) Ozon
Ozon (O3) merupakan gas yang mempunyai sifat berwarna kebiru-biruan,
berbau tajam dan beracun, sangat reaktif dan tidak stabil, dengan masa hidup yang
sangat pendek berkisar antara 20-30 menit sebelum kembali menjadi oksigen.
Ozon dihasilkan dari hasil reaksi antara sinar ultraviolet dari sinar matahari
dengan lapisan atas atmosfer bumi kemudian membentuk lapisan pelindung yang
menyelimuti bumi. Dalam kegiatan industri, manusia memanfaatkan ozon untuk
pengolahan air minum dan air limbah, sterilisasi peralatan kedokteran dan
mengawetkan bahan makanan. Pada manusia, jika konsentrasi ozon cukup tinggi
maka dapat mengganggu sistem pernapasan, menyebabkan batuk kering, sakit
paru-paru, iritasi sensorik, pneumonia, bronkitis, dengungan pada telinga dan
menyebabkan

rasa

mual.

Berdasarkan

penelitian

National

Institute

of

Environmental Health Sciences (NIEHS), kapasitas paru-paru berkurang sebesar
5-10% pada konsentrasi 0,08 ppm dalam waktu 6,5 jam. Menurut University of

Universitas Sumatera Utara

20

Southern California Keck School of Medicine, setiap pertambahan 0,02 ppm pada
ozon dapat menyebabkan 63% penurunan absensi siswa karena sakit.
2) Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) tidak berwarna, tidak berasa, tidak mengiritasi
dan tidak berbau. Gas ini dihasilkan dari proses pembakaran tidak sempurna
berbasis karbon yang terjadi pada berbagai mesin kendaraan dan pembakaran
bahan bakar, seperti propana, bensin, minyak tanah dan gas alam. Senyawa CO
juga berasal dari peralatan memasak (misalnya, tungku, oven, kompor, pemanas
air) yang menggunakan batubara atau bahan bakar fosil, terutama bila tidak
berfungsi dengan baik asapnya dapat merusak lingkungan. Asap rokok yang
mengandung 4% CO dan asap kendaraan yang mengandung 3-7% CO menjadi
aktivitas manusia yang paling banyak mengeluarkan CO dan memicu pencemaran
udara. Dalam tubuh manusia, jika CO terhirup, maka akan menyatu dengan
hemoglobin membentuk COHb dan mencegah pengangkutan oksigen untuk
dipasok ke jaringan tubuh. Seseorang yang keracunan gas CO dalam dosis rendah
ditandai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, mual dan kelelahan. Apabila
otak tidak lagi memperoleh oksigen yang cukup, CO akan menyebabkan lemah
jantung dan nadi, koma, kerusakan otak permanen dan kematian.Occupational
Safety and Health Administration (OSHA) memperbolehkan standar konsentrasi
CO adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan EPA menentukan
standar kualitas kandungan CO tidak melebihi 9 ppm selama 8 jam secara terusmenerus dan tidak boleh melebihi 20 ppm dalam waktu 1 jam.

Universitas Sumatera Utara

21

3) Nitrogen Dioksida
Nitrogen dioksida (NO2) merupakan gas berwarna merah kecoklatan,
berbau menyengat seperti asam nitrat, bersifat racun dan merupakan salah satu
polutan utama di udara. Sekitar 1% dari jumlah total NO2 yang ditemukan di
udara perkotaan terbentuk secara alami oleh petir dan beberapa dihasilkan oleh
tanaman, tanah dan air. Sebagian besar sumber pencemaran NO2 di perkotaan
berasal dari kegiatan manusia termasuk pembakaran bahan bakar fosil (minyak
atau batubara), generator pembangkit listrik atau mesin-mesin yang menggunakan
bahan bakar gas alami. Sumber utama NO2 merupakan salah satu emisi yang
dihasilkan kendaraan bermotor (sekitar 80%) dan kegiatan industri.Seseorang
yang keracunan NO2 akan mengalami gangguan seperti pada pendengaran,
hidung, tenggorokan, meningkatnya koabilitas, menurunkan imun, sehingga
terjadi infeksi pada paru-paru. Paru-paru yang sudah terkontaminasi oleh gas
NO2akan membengkak sehingga seseorang yang terpapar gas NO2 sulit bernafas
dan mengakibatkan kematian. WHO menyarankan kandungan NO2 di udara
sebesar 200µg/m3 selama 1 jam dan 40µg/m3 selama setahun.
4) Partikulat
Partikulat (PM) dapat berbentuk padat maupun cair, memiliki ukuran
≥ 2,5μm - ≤ 10μm. Partikulat dapat berasal langsung dari sumbernya, seperti
pembakaran (batu bara, kayu dan diesel), lokasi konstruksi, cerobong asap dan
jalan beraspal. Selain itu, partikulat juga terbentuk melalui reaksi kimia di
atmosfer, seperti SO2 dan NO2 yang dipancarkan dari pembangkit listrik, industri
dan kendaraan bermotor. Ukuran partikulat yang membahayakan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

22

manusia berkisar 0,1μm-10μm. Partikulat yang berukuran sekitar 5μm dapat
langsung masuk kedalam paru-paru, sedangkan partikulat yang lebih besar dari
5μm dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi.
Keadaan akan bertambah parah apabila partikulat bereaksi dengan SO2 yang
terdapat di udara. PM10 dan PM2,5 dapat menyebabkan iritasi mata, bronkhitis,
ISPA, asma, penurunan fungsi paru-paru, kanker paru-paru, hingga kematian.
EPA menentukan standar konsentrasi PM2,5 yaitu 15μg/m3 selama setahun dan
35 μg/m3 selama 24 jamdanPM2,5 yaitu 150μg/m3 selama 24 jam.
5) Sulfur Dioksida
Sulfur dioksida (SO2) bersifat korosif (penyebab karat), mudah larut dalam
air, beracun, berbau tajam dan tidak berwarna. Di daerah perkotaan, sumber
terbesar SO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil pada kegiatan pembangkit
listrik, kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan batu bara dan diesel,
sertaproses industri. Jika terhirup manusia SO2 akan menyebabkan asma sehingga
sulit bernapas. Konsentrasi SO2 berkisar 0,3-1 ppm akan mulai tericum oleh
indera penciuman manusia, sedangkan konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih
dapat menyebabkan iritasi tenggorokan. Pada beberapa individu yang sensitif,
seperti anak-anak dan lansia kadar 1-2 ppm akan menyebabkan iritasi. SO2 juga
dapat bereaksi dengan senyawa kimia lain membentuk partikel sulfat yang apabila
terhirup dapat terakumulasi di paru-paru dan menyebabkan kesulitan bernapas,
penyakit pernapasan dan bahkan kematian.

Universitas Sumatera Utara

23

6) Timbal
Timah hitam atau timbal (Pb) merupakan logam lunak yang berwarna
kebiru-biruan atau abu-abu keperakan. Senyawa Pb penting digunakan pada bahan
bakar bensin. Logam berat Pb yang bercampur dengan bahan bakar akan
bercampur dengan oli di dalam mesin, kemudian akan keluar dari knalpot
bersamaan dengan gas lain. Pb dapat diserap oleh tubuh melalui kulit, namun
saluran pencernaan dan pernapasan merupakan sumber utama Pb di dalam tubuh
dan susunan saraf pusat merupakan organ sasaran utama. P b dapat menjadi racun
yang merusak sistem pernapasan, sistem saraf, serta meracunidarah. Gejala-gejala
yang timbul karena keracunan Pb berupa mual, muntah, sakit perut, kelainan
fungsi otak, anemia, kerusakan ginjal bahkan kematian dapat terjadi dalam 1-2
hari. Pb menggantikan mineral-mineral utama seperti seng, tembaga dan besi
dalam mengatur fungsi mental sehingga menimbulkan gejala seperti depresi, sakit
kepala, sulit berkonsentrasi, gelisah, sulit tidur, halusinasi dan kelemahan otot.
Pada anak-anak Pb akan mengakibatkan kerusakan pada saraf, menurunkan
kecerdasan, minat belajar dan fungsi daya ingat. Jumlah Pb minimal di dalam
darah yang dapat menyebabkan keracunan berkisar antara 60-100μg. EPA
menentukan standar konsentrasi Pb tidak lebih dari 0,15μg/m3 selama 3 bulan.
7) Karbon Dioksida
Karbon dioksida (CO2) adalah gas cair tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mudah terbakar dan sedikit asam. Dihasilkan secara alami dari proses pembakaran
sempurna hidrokarbon di dalamnya, termasuk minyak bumi, gas alam dan proses
respirasi dan metabolisme manusia. Orang yang menghirup terlalu banyak CO2

Universitas Sumatera Utara

24

akan sulit bernapas hingga kehilangan kesadaran akibat tingkat oksigen menurun.
Menurut Arrhenius (1984) konsentrasi CO2 adalah unsur penting yang dapat
mengontrol suhu bumi di atmosfer. Sekalipun jumlah gas ini merupakan bagian
sangat kecil dari seluruh gas yang terdapat di atmosfer (hanya sekitar 0,038%),
namun jika jumlah CO2 mencapai konsentrasi tinggi akibat berbagai proses
pembakaran industri dan kendaraan bermotor dikhawatirkan dapat memicu
pemanasan global yang akan mengganggu keseimbangan ekosistem dan memicu
mencairnya es di kutub. Menurut ASHRAE (2013) standar konsentrasi CO2 di
luar ruangan berkisar 300-500 ppm, sementara menurut Minnesota Department of
Health (2015) konsentrasi CO2 di luar ruangan dapat bervariasi dari 350 - 400
ppm atau dapat lebih tinggi tergantung faktor lokasi, seperti di daerah dengan lalu
lintas yang padat atau kegiatan industri. UNFCCC (2009) menetapkan bahwa
konsentrasi CO2 di atmosfer tidak melebihi 450 ppm.
Sebuah perjanjian Protokol Kyoto dibuat untuk mengatur target kuantitatif
penurunan emisi gas rumah kaca dan target waktu penurunan emisi bagi negaranegara maju, mengingat bahwa tingkat konsentrasi CO2 sebelum revolusi industri
adalah 280 ppm dan mulai meningkat akibat penggunaan berat batu bara selama
revolusi industri di Inggris, sehingga pada tahun 1990 konsentrasi CO2 menjadi
350 ppm. Dalam perjanjian Protokol Kyoto negara-negara industri diharuskan
untuk mengurangi kadar CO2 dibawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode
komitmen pertama (2008-2012), namun diperpanjang hingga tahun 2020 dalam
komitmen kedua, dikarenakan emisi CO2 yang semakin meningkat pesat setiap
tahunnya. Hasil penelitian dari National Oceanic and Atmospheric Administration

Universitas Sumatera Utara

25

(NOAA, 2016) di Mauna Loa, Hawai saat ini tercatat tingkat CO2 menunjukkan
angka 404 ppm.Dengan emisi CO2 yang semakin meningkat setiap tahun,
memungkinkan konsentrasi CO2mencapai 450 ppm atau lebih tinggi dalam waktu
dekat (Climate Central, 2013).
8) Metana
Metana (CH4) berwarna, tidak berbau dan mudah terbakar selama rentang
konsentrasi 5-15% di udara. Gas metana dihasilkan akibat aktivitas manusia
seperti pembakaran tanaman organik, industri peternakan dan bahan bakar
kendaraan.Metana juga dapat terbentuk secara alami di TPA. Seseorang yang
keracunan metana akan mengalami gejala-gejala seperti pusing, sakit kepala,
mual, mengantuk dan pingsan. Apabila gas metana tingkat tinggi mengurangi
kadar oksigen di dalam atmosfer menyebabkan sesak nafas. Kadar yang
berlebihan juga dapat menyebabkan kebakaran tingkat tinggi dan ledakan apabila
bercampur dengan udara. Dengan tingginya konsentrasi gas metana beserta gasgas rumah kaca lainnya di udara, dapat meningkatkan suhu di bumi dan
menyebabkan terjadinya pemanasan global.
9) Arsenik
Arsenik (As) bersifat racun, ada yang berwarna kuning kehitaman dan
abu-abu, termasuk dalam golongan semi-logam dan mudah patah. Arsenik
biasanya bereaksi dengan unsur lainnya yaitu oksigen, sulfur, karbon dan timbal.
Arsenik dapat berasal dari aktivitas manusia seperti pembakaran kayu,
pembangkit listrik dan pupuk pertanian, namun, pembakaran batu bara dan
pelelehan logam (tembaga dan timah hitam) merupakan penyebab utama

Universitas Sumatera Utara

26

pencemaran arsenik di udara. Pelepasan arsenik secara alami berasal dari abu hasil
letusan gunung berapi dan asap kebakaran hutan. Seseorang yang terpapar arsenik
melalui mulut akan mengalami iritasi saluran makanan, nyeri, mual, muntah dan
diare, penurunan pembentukan sel darah merah dan putih, gangguan fungsi
jantung, kerusakan pembuluh darah, luka pada hati dan ginjal, sedangkan paparan
arsenik melalui saluran pernafasan dapat menyebabkan bronkhitis. National
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH, 1975) menyatakan bahwa
arsenik dapat menyebabkan kanker.
10) Dioksin
Dioksin (CH14H4Cl4O2) berbentuk serbuk kristal padat, tidak mudah larut
dalam air, namun larut pada beberapa pelarut organik seperti lemak. Dihasilkan
terutama oleh pembakaran sampah, emisi kendaraan bermotor, kebakaran hutan
dan asap rokok. Jika dioksin berada di udara, maka akan terhirup oleh manusia
dan masuk melalui sistem pernafasan. Dalam tubuh manusia, dioksin dapat
mengendap sehingga menyebabkan kanker. Pada anak-anak dioksin dapat
mempengaruhi kemampuan belajar EPA menyatakan tubuh manusia dapat
menerima dioksin sebanyak 1-10 pg/kg berat badan perhari tanpa membahayakan
kesehatan (EPA, 2003), sedangkan WHO menyarankan konsentrasi dioksin di
udara luar ruangan yang aman bagi kesehatan dan lingkungan adalah 0,11 pg/m3
(European Commision, 2001).
11) Benzena
Benzena (C6H6) adalah senyawa yang berbau, tidak berwarna, mudah
menguap, mudah larut dalam air dan senyawa organik, serta sangat mudah

Universitas Sumatera Utara

27

terbakar. Senyawa ini merupakan bahan pelarut yang sangat penting dalam dunia
industri, terutama dalam industri cat, pembersih cat, karet buatan, semen,
campuran bensin, produk deterjen, berbagai produk kesenian dan kerajinan
tangan, oleh karena itu pada daerah perkotaan yang padat lalu lintas atau daerah
industri kadar konsentrasi benzena mengalami peningkatan di udara. Kegiatan
manusia seperti merokok akan menghasilkan benzena. Seseorang yang menghirup
benzena pada konsentrasi rendah mengalami iritasi mata dan tenggorokan dan
dalam konsentrasi tinggi akan mengalami kantuk, pusing, sakit kepala, bingung
dan tidak sadar hingga menyebabkan kematian.
12) Formaldehida
Senyawa kimia formaldehida (CH2O) merupakan gas yang tidak berwarna,
bersifat racun dan mudah terbakar. Formaldehida dapat dibeli dalam bentuk cair,
tidak berwana dan berbau menyengat dengan kadar 10-40%, yang dikenal dengan
formalin. Formalin biasanya digunakan sebagai antiseptik, germisida dan
pengawet atau dalam bentuk padat dengan berat 5gr, yang dikenal sebagai
paraformaldehyde atau trioxane. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan
yang mengandung karbon dan terkandung dalam asapkebakaran hutan, asap
knalpot mobil dan asap tembakau. Dalam kehidupan sehari-hari formaldehida
dihasilkan dari asap knalpot dan asap pabrik. Selain itu, asap rokok dan air hujan
yang jatuh ke bumi juga mengandung formaldehida. Lembaga pemerintahan Hong
Kong (2003) menyarankan standar konsentrasi formaldehida di sekolah antara
0,024-0,081 ppm selama 8 jam, sedangkan lembaga pemerintahan Jerman (2008)
menetapkan standar formaldehida tidak melebihi 0,1 ppm selama 30 menit.

Universitas Sumatera Utara

28

13) Naftalena
Naftalena (C10H8) merupakan senyawa kristal putih, berbau tajam, bersifat
volatil dan mudah menguap, tidak larut dalam air, namun larut dalam alkohol dan
asetat. Naftalena paling banyak dihasilkan secara alami dari destilasi batu bara
dan sedikit dari pelumas. Naftalena berasal dari berbagai jenis pelarut, herbisida,
pembakar arang dan hair-spray, asap rokok dan material karet. Bila seseorang
tertelan 1-2 gr naftalena dapat menyebabkan tubuh menjadi lemah dan kejangkejang, serta dalam kasus yang parah dapat mengakibatkan kerusakan otak.
Menurut WHO konsentrasi naftalena yang direkomendasikan selama setahun
yaitu 0,01 mg/m3. Lembaga pemerintahan German (2008) menyarankan standar
naftalena terhadap kondisi udara pada sekolah yang baik, yaitu 0,002 mg/m3-0,02
mg/m3 selama 8 jam.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Polutan
Jumlah dan jenis polutan yang dilepaskan ke udara merupakan beberapa
faktor utama dalam menentukan tingkat pencemaran udara (British Columbia Air
Quality, 2016). Selain faktor utama, hasil interaksi dari sejumlah faktor, seperti:
topografi (pegunungan dan lembah) dan meteorlogi (cuaca dan arah angin,
tekanan udara, suhu dan kelembaban) yang berkombinasi dengan polutan juga
dapat mempengaruhi kualitas udara terhadap penyebaran polutan. Polutan udara
menyebar di atmosfer dengan jumlah yang berbeda pada waktu yang berbedabeda di berbagai tempat. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran
polutan:

Universitas Sumatera Utara

29

1) Topografi
Bentuk permukaan lahan dapat berupa lahan datar, lahan miring dan
dataran tinggi atau dataran rendah. Kondisi bentukan lahan yang berkontur akan
mempengaruhi iklim mikro yang berbeda-beda terhadap lokasi tersebut
(Adityawarman, 2007). Industri dan transportasi adalah sebagian besar aktivitas
masyarakat di daerah perkotaan yang berpotensi menghasilkan banyak polutan.
Pada siang hari ketika kondisi udara tidak stabil, polutan akan tersebar baik secara
horizontal maupun vertikal. Sedangkan pada malam hari, dimana kondisi udara
stabil, polutan akan cenderung terkonsentrasi pada satu tempat khususnya di
daerah pedesaan. Hal ini disebabkan daerah pedesaan cenderung memiliki suhu
udara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah perkotaan, sehingga
tekanan udara pada daerah pedesaan akan semakin kecil dan memicu angin untuk
berpindah menuju daerah pedesaan. Selain itu, dengan adanya gaya gravitasi yang
menarik partikel polutan ke bawah, maka daerah pedesaan cenderung akan
memiliki konsentrasi polutan yang lebih tinggi daripada daerah perkotaan.
2) Cuaca dan Arah Angin
Cuaca dan angin menjadi penyebab penyebaran polutan tersebar di udara.
Jika angin berhembus dari kawasan industri menuju daerah perkotaan maka
tingkat pencemaran udara cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan (Air
Pollution, tanpa tahun). Saat cuaca cerah, polutan dari kendaraan dapat bereaksi
dengan adanya sinar matahari untuk membentuk ozon. Polutan yang
menyebabkan terbentuknya ozon biasanya dihasilkan dari kendaraan di daerah
perkotaan. Pada cuaca mendung terjadinya hujan dapat mengurangi konsentrasi

Universitas Sumatera Utara

30

polutan. Partikel air di udara dapat menyerap polutan tertentu, misalnya debu dan
kemudian membawanya jatuh ke bumi.
3) Tekanan Udara
Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau bahkan menghambat
terjadinya suatu reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar diudara atau zatzat yang ada di udara (polutan), sehingga polutan dapat bertambah ataupun dapat

berkurang (Junaidi, 2002).
4) Suhu
Daerah perkotaan merupakan daerah yang rentan terhadap perubahan suhu
(Junaidi, 2002). Kualitas udara di daerah perkotaan identik dengan suhu udara
yang lebih panas. Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi polutan.Suhu
udara yang tinggi menyebabkan udara semakin merenggang sehingga konsentrasi
polutan semakin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara
semakin padat sehingga konsentrasi polutan di udara semakin tinggi.
5) Kelembaban
Kelembaban udara dapat mempengaruhi konsentrasi polutan untuk
menyatakan banyaknya uap air di udara (Prabu, 2009). Pada kelembaban yang
tinggi kadar uap air dapat bereaksi dengan polutan. Kondisi udara yang lembab
akan membantu proses pengendapan polutan, sebab dengan keadaan udara yang
lembab maka beberapa polutan yang berbentuk partikel seperti debu akan
berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk partikel yang
berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan bumi akibat
adanya gaya tarik bumi.

Universitas Sumatera Utara

31

2.3

Penelitian Terkait

2.3.1 Penyelidikan Kualitas Udara di Sekolah-Sekolah di Hong Kong
Penelitian ini dilakukan oleh S.C. Lee dan M. Chang di Hong Kong.
Parameter seperti suhu dan kelembaban, CO2, SO2, NOx, NO2, PM dan
formaldehida dipantau di luar ruangan. Lee dan Chang melakukan penelitian di
lima ruang kelas dari sekolah yang berbeda untuk mengukur kualitas udara luar
ruangan. Kelima sekolah di seleksi berdasarkan lokasi (permukiman, kawasan
industri dan pedesaan). Sekolah pertama terletak di daerah perkotaan berdekatan
dengan jalan padat lalu lintas; sekolah kedua terletak di kawasan permukiman
perkotaan; sekolah ketiga terletak di daerah pedesaan dengan kawasan industri
ringan didekatnya; sekolah ke-empat terletak di atas bukit dekat area industri
ringan di dekatnya dan sekolah kelima terletakdidaerahpermukiman pedesaan.
Alat pengukuran di tempatkan pada luar ruangan, di ukur sebelum pelajaran
dimulai hingga setelah jam pelajaran usai. Hasil penelitan menunjukkan bahwa
sekolah-sekolah di Hongkong memiliki kualitas udara buruk tertinggi yang
berasal dari kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain yang
mungkin berasal dari proses industri yang mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2
di luar ruangan hingga mencapai 500-800 ppm. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa lokasi menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
konsentrasi CO2 luar ruangan.

Universitas Sumatera Utara

32

2.3.2 Kualitas Udara Dalam Ruangan di TK pada Perkotaan dan Pedesaan
di Upper Silesia, Polandia: PM Dan CO2
Penelitian ini dilakukan oleh Anna Mainka dan Elwira Zajusz-Zubek,
dengan tujuan untuk meneliti pengaruh emisi luar ruangan di sekolah TK. Apakah
ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi polutan di daerah perkotaan dan
daerah pedesaan. Metode pengukuran dilakukan dengan mengukur PM dan
konsentrasi CO2 di luar ruangan, di ukur sebelum pelajaran dimulai hingga setelah
jam pelajaran usai. Penelitian dilakukan selama musim dingin 2013/2014 di empat
sekolah TK yang terletak di Gliwich, sebuah kota kawasan industri di Upper
Silesia, Polandia. Masing-masing sampel lokasi dipilih dua dari sekolah TK yang
terletak di daerah perkotaan dan dua sekolah TK di daerah pedesaan. Sekolah TK
pertama terletak di daerah perumahan di perkotaan; sekolah TK kedua terletak di
daerah lalu lintas yang padat di perkotaan (fasad depan gedung terletak 50m dari
jalan, dengan area parkir yang memungkinkan aliran udara dari lalu lintas);
sekolah TK ketiga di daerah pedesaan tanpa kegiatan industri atau lalu lintas yang
padat; bangunan keempat di daerah pedesaan terletak 50m dari jalan raya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2 di daerah pedesaan lebih
rendah daripada di daerah perkotaan, serta konsentrasi CO2 di luar ruangan
dipengaruhi oleh lokasi dan aktivitas yang terjadi di sekitar bangunan peningkatan
konsentrasi CO2 dalam kaitannya dengan konsentrasi CO2 di luar ruangan, yaitu
pada sekolah TK pertama yang terletak di daerah lalu lintas yang padat di
perkotaan mencapai ≤ 400 ppm; sekolah TK kedua terletak di daerah lalu lintas
yang padat di daerah perkotaan mencapai 400-600 ppm; sekolah TK ketiga di

Universitas Sumatera Utara

33

daerah pedesaan tanpa kegiatan industri atau lalu lintas yang padat mencapai 6001000 ppm; sekolah TK keempar di daerah pedesaan terletak 50 m dari jalan raya
mencapai ≥ 1000 ppm.
2.4

Sintesa Pustaka
Kualitas udara dapat menurun karena udara bersih telah tercemar melalui

serangkaian tahapan, yaitu emisi dari berbagai sumber, penyebaran polutan dan
pemaparan. Pemilihan lokasi yang tidak tepat akan berdampak pada kualitas udara
di luar ruangan, seperti pada kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan
pemukiman. Selain itu, kualitas udara tertinggi dapat berasal dari kegiatan
transportasi, yaitu kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain
yang mungkin berasal dari kegiatan industri. Berdasarkan teori, jika kualitas udara
tertinggi terjadi di kawasan padat lalu lintas, lalu kawasan industri dan terakhir
kawasan pemukiman, maka hasil penelitian yang diperoleh seharusnya sejalan
dengan teori tersebut. Berdasarkan standar UFCCC konsentrasi CO2 tidak
melebihi 450 ppm.

Universitas Sumatera Utara