Pengaruh Lokasi dan Penghalang Bangunan Terhadap Konsentrasi CO2 di Lingkungan Sekolah Dasar di Kota Medan

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adityawarman, Yoshida. 2007. Analisa Penyebaran Polutan di Atas Cekungan Bandung dengan Menggunakan Model Kualitas Udara. Bandung.

Air and Water. 2016. Air Pollution: Understanding the Problem And Ways to Help Solve it. (Online), (http://www.air-n-water.com/Air-Pollution.Htm, diakses tanggal 3 Mei 2016).

Air Pollution.Tanpa tahun.Clean Air in the UK. (Online), (http://www.air-quality.org.uk/06.php).

Air Test. 2008. CO2 Ventilation Control and Measurement of Outside Air.

Arrhenius, Svante. 1896. on the Influence of Carbonic Acid in the Air upon the Temperature of the Ground.

ASHRAE Standard 62-1999, Ventilation for Acceptable Indoor Air Quality. ASHRAE Standard 62.1-2013, ASHRAE Technical FAQ.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia.

BAPPENAS. 2009. Pengaruh Pertumbuhan Kendaraan Bermotor.

British Columbia Air Quality. 2016. What is Air Quality? (Online), (http://www.bcairquality.ca/101/what-is-air-quality.html,diakses tanggal 2 Mei 2016).

British Columbia Air Quality. 2016. Factors Affecting Air Quality. (Online), (http://www.bcairquality.ca/101/air-quality-factors.html, diakses tanggal 2 Mei 2016).


(2)

Climate Central. 2013. The Last Time CO2 Was This High, Humans Didn’t Exist. (Online), (http://www.climatecentral.org/news/the-last-time-co2-was-this-high-humans-didnt-exist-15938, diakses tanggal 19 Juni 2016).

Climatte Weather Deforestation. 2014. Characteristics of World Weather and Climate.(Online),(http://www.climateandweather.net/globalwarming/defor estation.html, diakses tanggal 12 Mei 2016).

Dharma, Atmaja.2015. Industri Semen Dan Emisi CO2 Di Pulau Jawa.

Earth Hours Indonesia.2015. Empat Dampak yang Sangat Merugikan Dari Kebakaran Hutan.(Online), (http://earthhour.wwf.or.id/4-dampak-yang-sangat-merugikan-dari-kebakaran-hutan/, diakses tanggal 12 Mei 2016). Environment Affairs Republic of South Africa. 2012. 2012 South Africa

Environment Outlook. Chapter 5: Air Quality.

Emory University School of Medicine. 2016. Outdoor Air Pollution. (Online), (https://www.pediatrics.emory.edu/centers/pehsu/concern/pollutant.html, diakses tanggal 21 Juni 2016).

EPA Tasmania. 2013. How Weather Affects Air Quality. (Online), (http://epa.tas.gov.au/epa/how-weather-affects-air-quality,diakses tangggal 21 Juni 2016).

Global Climate Change. 2016. Graphic: The Relentless Rise of Carbon Dioxide. (Online), (http://climate.nasa.gov/climate_resources/24/, diakses tanggal 1 Juni 2016).


(3)

Infplease. 2016. Major Air Pollutants. (Online). (http://www.infoplease.com/ipa/A0004695.html, diakses tanggal 2 Mei 2016).

Int. J. Environ.Res. Public Health.2015. Particulate Matter and Carbon Dioxide, 12, 7697-7711; doi:10.3390/ijerph120707697.

Junaidi. 2002. Analisis Kwantitatif Kadar Debu PT. Semen Andalas Indonesia di Lingkungan AKL DEPKES RI Banda Aceh.

Mainka, Anna. 2015. Indoor Air Quality in Urban and Rural Preschools in Upper Silesia, Poland.

Minnesota Department of Health. 2015. Carbon Dioxide (CO2). (Online).

(http://www.health.state.mn.us/divs/eh/indoorair/co2/, diakses tanggal 2 Juni 2016).

National Geographic Society. 2016. Air Pollution. (Online), (http://nationalgeographic.org/encyclopedia/air-pollution/, diakses tanggal 2 Mei 2016).

National Oceanic and Atmospheric Administration. 2005. Trends in Atmospheric Carbon Dioxide. (Online), (http://www.esrl.noaa.gov/gmd/ccgg/trends/, diakses tanggal 5 Juni 2016).

New Scientist Environment blog. 2007. Climate Myths Special. (Online), (https://www.newscientist.com/blog/environment/2007/05/climate-myths-special.html, diakses tanggal 1 Juni 2016).

Planning Practice Guidance.Tanpa tahun. Air quality. (Online),


(4)

(http://planningguidance.communities.gov.uk/blog/guidance/air-quality/when-could-air-quality-be-relevant-to-a-planning-decision/, diakses tanggal 2 Mei 2016).

Putra, Prabu. 2009. Aspek Klimatologi Pencemaran Udara. (Online), (https://putraprabu.wordpress.com/category/pencemaran-udara/, diakses tanggal 2 Juni 2016).

Prill, Rich. 2000. Why Measure Carbon Dioxide Inside Buildings? Washington State University Extension Energy Program.WSUEEP07-003.

Science Magazine. 2009. EPA: Carbon Dioxide Is a Danger to Human Health. (Online). (http://www.sciencemag.org/news/2009/04/epa-carbon-dioxide-danger-human-health, diakses tanggal 1 Juni 2016).

S.C. Lee. 1999. Indoor Air Quality Investigations at Five Classrooms. Indoor Air

Spare the Air. 2016. Health Effects. (Online),

(http://www.sparetheair.com/health.cfm?page=healthoverall, diakses tanggal 15 Juni 2016).

Spencer Weart & American Institute of Physics. 2016. The Discovery of Global Warming. (Online), (https://www.aip.org/history/climate/timeline.htm, diakses tanggal 3 Mei 2016).

SM for European Local Ports. 2010. Pollution Part 1 of 2 Overview.

Tempo. 2011. Manusia Mengeluarkan CO2 Lebih Banyak Ketimbang Gunung

Api. (Online), (https://m.tempo.co/read/news/2011/06/20/095341967/, diakses tangggal 15 Juni 2016).

United Nations Framework Convention on Climate Change. 2009. Fact sheet: The Meed for Mitigation.


(5)

U.S. Department of Energy. Energy Smart Schools: Design and Build. Energy Efficiencyand Renewable Energy.

U.S. EPA. 2003. Indoor Air Quality Tools for Schools Program. (Online), (https://www.epa.gov/clean-air-act-overview/air-pollution-current-and-future-challenges, diakses tanggal 16 Juni 2016).

U.S. EPA. 2016. Air Pollution: Current and Future Challenges. (Online), (https://www.epa.gov/clean-air-act-overview/air-pollution-current-and-future-challenges, diakses tanggal 5 Juni 2016).

U.S. EPA. 2016. School Siting Guidelines.

US EPA. 2016. Criteria Air Pollutants. (Online), (https://www.epa.gov/criteria-air-pollutants, diakses tanggal 6 Mei 2016).

U.S. EPA. 2016. Sources of Greenhouse Gas Emissions. (Online), (https://www.epa.gov/ghgemissions/sources-greenhouse-gas-emissions, diakses tanggal 29 Mei 2016).

USA Today. 2008. Health Risk Stack Up for Student Near Industrial Plants. Water Treatment Solutions. 2009. Carbon Dioxide. (Online),

(http://www.lenntech.com/carbon-dioxide.htm, diakses tanggal 2 Mei 2016).

World Health Organization. 2008. Public Health, Environmental And Social Determinants of Health.

World Health Organization. 2014. Ambient (Outdoor) Air Quality and Health. (Online), (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs313/en/, diakses tanggal 5 Juni 2016)


(6)

BAB III

METODA PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur CO2

meter data logger (Trotec BZ-30) untuk mengukur tingkat konsentrasi CO2. Data

statistik yang diperoleh dari hasil pengukuran konsentrasi CO2 akan dibandingkan berdasarkan pengaruh lokasi sekolah dasar pada kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan kawasan permukiman, juga akan dibandingkan berdasarkan pengaruh penghalang bangunan pada kawasan padat lalu lintas.

Tabel 3.1 Spesifikasi Alat Ukur CO2 Meter Data Logger

Nama Alat BZ30 - CO2 Air Quality Data Logger

Fungsi Alat Mengukur tingkat konsentrasi CO2

Rentang Pengukuran (ppm) 0 - 9,999

Resolusi layar/ Keakuratan 1 ppm (±75 ppm / ±5 )

Dimensi/berat 110 x 61 x 105/ 74 g

Sumber: https://uk.trotec.com/products/measuring-devices/climate/climate-data-loggers/bz30-co2-air-quality-data-logger/

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan variabel bebas dan variabel terikat.


(7)

 Variabel bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi pengukuran namun tidak dapat dikendalikan, yaitu berupa: konsentrasi CO2.

 Variabel terikat adalah variabel berupa faktor yang dapat mempengaruhi proses penelitian dan dikendalikan, yaitubangunan di sekitar sekolah dasar, lokasi sekolah dasar di kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan kawasan permukiman.

3.3 Metoda Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan dilakukan dengan cara penulusaran melalui internet dan survei lokasi. Data yang dibutuhkan, yakni data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian dan observasi langsung, serta dokumentasi foto. Data primer yang diperoleh berupa pengukuran terhadap konsentrasi CO2pada kawasan padat lalu lintas, kawasan industri atau

kawasan permukiman, serta pengukuran terhadap konsentrasi CO2 dengan adanya

penghalang bangunan pada kawasan padat lalu lintas. Pengukuran dilakukan di lingkungan sekolah dengan meletakkan alat ukur pada satu kelas selama 6 hari, sebelum pelajaran dimulai hingga setelah jam pelajaran usai.

3.3.2 Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh secara online. Data sekunder yang diperoleh berupa survei pendahuluan sebelum penelitian dilakukan, yaitu: data sekolah, letak sekolah, alamat, bentukkan massa bangunan sekolah,


(8)

luas sekolah, jumlah siswa, bangunan di sekitar lokasi, seperti pabrikdan penghalang bangunan jika ada.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini, yaitu berdasarkan website resmi Data Referensi Pendidikan Dan Kebudayaan, tercatat sebanyak 393 SDN pada 21 kecamatan yang ada di Kota Medan.

Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan standar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.24 Tahun 2007, yaitu:

 Memiliki minimum 6 dan maksimum 24 rombongan belajar  Memiliki kapasitas kelas minimum 20 dan maksimum 32 siswa  Memenuhi standar luas lahan (jumlah siswa x lantai bangunan)

Terdapat sebanyak 43 SDN di Kota Medan yang memenuhi syarat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007.Dari ke-43 SDN tersebut, peneliti memilih sekolah yang memenuhi sampel kriteria dengan melakukan survei lokasi dan pengamatan. Adapun sampel kriteria sebagai berikut:  Mengelompokkan SDN berdasarkan tipe jalan dan kawasan, apakah berada

pada kawasan padat lalu lintas, kawasan industri atau kawasan pemukiman.  Memilih 3 SDN, masing-masing 1 SDN untuk mewakili perkawasan. Adapun

SDN yang terpilih berdasarkan pada:

-Kawasan padat lalu lintas: SDN yang berada di pinggir jalan dengan tingkat kepadatan lalu lintas tertinggi

-Kawasan industri: SDN yang dekat dengan pabrik atau berada di kawasan industri dengan cerobong asap yang masih beroperasi.


(9)

-Kawasan pemukiman: SDN yang berada di jalan lingkungan dan terdapat satu kelompok pemukiman permanen dalam jarak tempuh bagi peserta didik dengan berjalan kaki sejauh 3 km.

Tabel 3.2 43 SDN yang Memenuhi Sampel Kriteria

Kawasan Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lingkungan

Padat lalu lintas 4 SDN 6 SDN -

Industri 1 SDN - 7 SDN

Pemukiman - - 33 SDN

Tabel 3.3 Sampel Penelitian

Kecamatan Sekolah Alamat

P ing g ir J a la n J a la n L ing ku ng a n K a wa sa n In du st ri

Letak Sekolah Keterangan

Tuntungan SDN 060971

Jl. Jamin Ginting Km

12 Medan

Tuntungan SDN 066038

Jl. Irigasi No.44

Tuntungan SDN 065015

Jl. Jamin Ginting Km


(10)

Tuntungan SDN

068007 Jl. Rotan X

Johor SDN

060900

Jl. Brigjend Zein Hamid Km. 7 Gg. Tapian Nauli

Johor SDN

060934 Jl. Luku II

Johor SDN

064033

Jl. Parang II No. 16

Denai SDN

066054 Jl. kaswari II

Denai SDN

066055 Jl. kasuari 2

Denai 066056 SDN Jl. Manyar P Mandala

Denai SDN

066431

Tegal Sari Mandala II


(11)

Denai SDN

066663 Jl. Balam

Denai SDN

066664 Jl. Balam

Denai SDN

066666

Jl. Kenari Raya III P.Mandala

Denai SDN

068074 Jl. Pinguin

Maimun SDN

060788

Jl. Brigjen Katamso

Gg. Merdeka

Polonia SDN

060901

jl.Mongonsi-di No 65

Medan

Baru SDN

060882

Jl. Abdullah Lubis

Petisah SDN

067954

JL. Kejaksaan


(12)

Timur SDN

060871

Jl. Pendidikan

Sunggal SDN

060831

Jl. Sei batang hari

Sunggal 060916 SDN Jl. Sunggal

Sunggal 060917 SDN Jl.Mayjen Supadmo

Sunggal SDN

064018 Jl. Balam

Helvetia SDN

064982

Jl. Aster Raya

Helvetia SDN

066046 Jl. Tanjung

Helvetia 066048 SDN Jl. Mawar Raya


(13)

Helvetia SDN

066049

Jl. Mawar Raya

Perjuangan SDN

060851

Jl.madong Lubis 1

Tembung 064973 SDN

Jl.bhayangka ra 367 D

Medan

Amplas SDN

060939

Jl.turi Timbang

Deli

Area SDN

064959 Jl. Megawati

Area SDN

067694 Jl.sutrisno

Kota SDN

064036

Jl. Turi Ujung Gg.

Inpres

Kota SDN

064956

Jl. Turi Ujung Gg.


(14)

Belawan SD5008

Jl. Penghubung

III

Belawan SDN

064004

Jln. Pulau Nias

Belawan 066670 SDN

Jln. Komp R S Kusta P

Sicanan

Belawan SDN

065005

Jln. Hidayah P Sicanang

Belawan SDN

060962

Jln. Veteran Belawan

Belawan SDN

065006

Jln. Penghubung

Labuhan SDN

060948

Jln. Kl Yos Sudarso Km

7,2

Deli SDN

066434

Jln. Kl Yos Sudarso Km


(15)

3.5 Objek Penelitian

Dari 43 SDN yang telah diamati, terdapat 3 SDN yang telah terpilih menjadi objek penelitian untuk membandingkan bagaimana pengaruh lokasi terhadap tingkat konsentrasi CO2 berdasarkan sampel kriteria yang telah

dijelaskan sebelumnya:

-SDN 060971 Kecamatan Medan Tuntungan untuk kawasan padat lalu lintas. SDN ini dipilih karena berada di pinggir jalan dan memiliki tingkat kepadatan lalu lintas tertinggi.

-SDN 066434 Kecamatan Medan Deli untuk kawasan industri. SDN ini dipilih karena berada dijalan lingkungan dan dalam radius 500-800 km dari Kawasan Industri Medan I.

-SDN 066666 Kecamatan Medan Denai untuk kawasan pemukiman. SDN ini terpilih karena berada di jalan lingkungan, dan terdapat satu kelompok pemukiman permanen dalam jarak tempuh bagi peserta didik dengan berjalan kaki sejauh 3 km.

Adapun terpilih 1 SDN yang menjadi objek penelitian untuk membandingkan apakah penghalang bangunan mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2:

-SDN 065015 Kecamatan Medan Tuntungan. SDN ini berorientasi dengan kelas yang membelakangi jalan dan terhalang oleh sebuah bangunan, lalu akan dibandingkan dengan SDN 060971 yang masih berada di satu lahan yang sama, namun berorientasi dengan kelas yang menghadap jalan tanpa adanya penghalang bangunan.


(16)

3.6 Gambaran Umum Objek Penelitian

3.6.1 Perincian Data Lokasi Penelitian Pada Kawasan Padat Lalu Lintas Sekolah yang dipilih adalah SDN 060971 dan SDN 065015 yang berlokasi di pinggir jalan arteri. SDN ini memiliki aktivitas lalu lintas yang sangat padat, termasuk angkutan umum, kendaraan pribadi hingga truk-truk besar. Sekolah dasar ini terletak di jl. Jamin Ginting Km 12, Kecamatan Medan Tuntungan, berada 1 lahan yang sama dengan SDN 064023 membentuk tipologi bangunan berbentuk O. Massa bangunan sekolah masing-masing terdiri dari satu lantai dan di atas lahan seluas 3.900 m². Adapun rincian data SDN 060971 dan SDN 065015:

Tabel 3.4 Rincian Data SDN 060971 dan SDN 065015

SDN 060971 SDN 065015

NPSN 10209786 10209858

Tahun Berdiri 1910 1910

Jam Operasional 07.30 – 12.30 WIB 07.30 – 12.30 WIB Luas Tanah/Luas

Bangunan

1.400 m²/135 m² 1.400 m²/124 m²

Jumlah Rombel 7 8

Jumlah Siswa 221 324

Jumlah siswa Per Kelas 31 52

Gambar 3.1 Kawasan dan Lokasi SDN 060971 dan SDN 065015 Sumber: Google Earth, 2016


(17)

Gambar 3.2 Area di Sekitar SDN 060971 dan SDN 065015 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Gambar 3.3 Suasana di Sekitar SDN 060971 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Gambar 3.4 Suasana di Sekitar SDN 065015 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

3.6.2 Perincian Data Lokasi Penelitian Pada Kawasan Industri

Sekolah yang dipilih adalah SDN 066434 yang berlokasi di Jl. Yos Sudarso Km. 12, Kecamatan Medan Deli.SDN ini terpilih karena berada di sekitar kompleks Kawasan Industri Medan I (KIM). SDN ini berada di satu lahan yang sama dengan SDN 060946, membentuk tipologi bangunan berhuruf L dan terdiri dari masing-masing satu lantai dengan luas lahan seluas 1600 m². SDN 066434 berjarak 500-800m dari tiga bangunan industri yang berpotensi mencemari lingkungan dengan cerobong yang mengeluarkan banyak asap hasil dari sisa


(18)

pembakaran. Tiga bangunan pabrik tersebut diantaranya: pabrik elektronik, pabrik tikar plastik dan pabrik PT. PLTU Growth Sumatera. Adapun rincian data SDN 066434:

Tabel 3.5Rincian Data SDN 066434

SDN 066434

NPSN 10210496

Tahun Berdiri 1910

Jam Operasional 07.30 – 12.15 WIB

Luas Tanah/Luas Bangunan 1.600 m²/124 m²

Jumlah Rombel 8

Jumlah Siswa 205

Jumlah siswa per kelas 25

Gambar 3.5 Kawasan dan LokasiSDN 066434 Sumber: Google Earth, 2016

Gambar 3.6 Area di Sekitar SDN 066434 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016


(19)

Gambar 3.7 Suasana di Sekitar SDN 066434 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

3.6.3 Perincian Data Lokasi Penelitian Pada Kawasan Pemukiman

Sekolah yang dipilih adalah SDN 066666, SDN ini dipilih karena berada di jalan lingkungan dan padat pemukiman.SDN ini berlokasi di Jl. Kenari Raya III, Perumnas Mandala, Kecamatan Medan Denai. SDN ini berada di atas 1 lahan yang sama dengan SDN 066433, tetapi dalam kawasan ini sekolah dasar yang diteliti hanya SDN 066666. Tipologi bangunan sekolah pada kawasan ini membentuk huruf U. Massa bangunan SDN 066666 terdiri dari satu lantai dengan luas lahan seluas 2.457 m² dan memiliki luas bangunan 142 m². Adapun rincian data SDN 066666:

Tabel 3.6 Rincian Data SDN 066666

SDN 066666

NPSN 10210196

Tahun Berdiri 1910

Jam Operasional 07.30 – 12.40 WIB

Luas tanah/Luas Bangunan 2.457 m²/142 m²

Jumlah Rombel 7

Jumlah Siswa 181


(20)

Gambar 3.8 Kawasan dan Lokasi SDN 066666 Sumber: Google Earth, 2016

Gambar 3.9 Area di Sekitar SDN 066666 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Gambar 3.10 Suasana di Sekitar SDN 066666 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

3.6.4 Lingkungan dan Kelas sebagai Objek Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian dari setiap lokasi hanya lingkungan sekolah (luar kelas), yang aktivitas atau bangunan disekitarnya, termasuk penghalang bangunan dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2. Pemilihan kelas


(21)

untuk posisi peletakan alat CO2 meter data logger pada setiap sekolah dipilih satu kelas yang berada di area tengah massa bangunan.

Berikut cad tata guna lahan lingkungan sekolah dan cad posisi peletakan alat CO2 meter data logger di salah satu kelas pada setiap SDN:

1) Kawasan Padat Lalu Lintas (Pengaruh Lokasi)

Gambar 3.11 Tata Guna Lahan di Sekitar SDN 060971 (Radius 100m) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Gambar 3.12 Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 060971 (kelas IV) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016


(22)

Gambar 3.13 Foto Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 060971 (Kelas IV) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

2) Kawasan Industri (Pengaruh Lokasi)

Gambar 3.14 Tata Guna Lahan di Sekitar SDN 066434 (Radius 600m dan 100m) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Gambar 3.15 Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 066434 (Kelas V) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016


(23)

Gambar 3.16 Foto Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 066434 (Kelas V) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

3) Kawasan Pemukiman

Gambar 3.17 Tata Guna Lahan di Sekitar SDN 066666 (kelas IV) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Gambar 3.18 Posisi Peletakkan AlatCO2 di SDN 066666 (Kelas IV) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016


(24)

Gambar 3.19 Foto Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 066666 (Kelas IV) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

4) Kawasan Padat Lalu Lintas (Pengaruh Penghalang Bangunan)

Gambar 3.20 Tata Guna Lahan di Sekitar SDN 065015 (Radius 100m) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Gambar 3.21 Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 065015 (Kelas V) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016


(25)

Gambar 3.22 Foto Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 065015 (Kelas V) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

3.7 Metoda Pengukuran

Berikut merupakan metoda pengukuran terhadap konsentrasi CO2 yang

akan dilakukan di lingkungan sekolah:

 Sekolah terpilih dengan metode purposivesampling dengan teknik pengambilan sampel secara sengaja, peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu. Setelah itu dilakukan survei lokasi secara langsung.

 Dilakukan pengamatan terhadap lokasi penelitian, kemudianditetapkan bahwa penelitian dilakukan pada satu kelas yang berada di area tengah massa bangunan.

 Pengukuran di lokasi dilakukan dengan cara menggantungkan alat CO2 meter

data logger di satu titik yang sama pada ventilasi agar tidak terjangkau oleh siswa.

 Alat ukur diletakkan dan alat diambil kembali. Hal ini dilakukan selama masa belajar 6 hari dari sebelum jam pelajaran dimulai hingga jam pelajaran usai.


(26)

 Pengambilan data akan dilakukan setiap 2 detik, kemudian data diolah dalam interval 5 menit untuk kemudahan pembacaan dan diambil data yang paling maksimum selama selang 5 menit tersebut. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya akan disajikan dalam bentuk grafik.

3.8 Metoda Analisa Data

Setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul, hasil pengukuran kemudian disajikan dalam bentuk grafik. Grafik dibuat berdasarkan hasil pengukuran tingkat konsentrasi CO2 pada masing-masing lokasi, yaitu pada

kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan kawasan pemukiman, sehingga grafik tersebut dapat dibandingkan dari segi pengaruh lokasi di kawasan mana yang memiliki tingkat konsentrasi terendah-hingga tertinggi. Adapun grafik lain dibuat berdasarkan tingkat konsentrasi CO2 pada kawasan padat lalu lintas dari

segi pengaruh penghalang bangunan, sehingga grafik tersebut juga dapat dibandingkan untuk mengetahui adakah dan bagaimanakah pengaruh penghalang bangunan terhadap konsentrasi CO2. Selain dibandingkan, grafik tersebut juga

akan ditarik kesimpulannya apakah sekolah-sekolah tersebut telah memenuhi standar tingkat konsentrasi CO2 yang ditetapkan oleh UNFCCC (tidak melebihi


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada setiap kawasan, pengukuran dilakukan dengan satu buah alat CO2 meter data logger (Trotec BZ-30) yang digantungkan pada ventilasi salah satu kelas di 1 titik selama 6 hari selama masa belajar, yakni setengah jam sebelum pelajaran dimulai hingga setelah pelajaran usai. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dari pengambilan data konsentrasi CO2 dipilih satu kelas yang diteliti dari setiap sekolah.

4.1 Data dan Analisa Pengaruh Lokasi terhadap Konsentrasi CO2di

Sekolah Dasar Kawasan Padat Lalu Lintas

Dari data yang telah berhasil dikumpulkan selama masa penelitian di kawasan padat lalu lintas menunjukkan angka rata-rata konsentrasi CO2 yang relatif tinggi di jam 07.45 – 08.35 WIB dan jam 09.10 – 09.15, yaitu 923 ppm pada hari pertama, ketiga dan keenam, setelah itu grafik menunjukkan tingkat konsentrasi CO2 yang relatif sedang yaitu 670 ppm pada pukul 09.30 –12.40 WIB. Hal tersebut ditunjukkan pada grafik di bawah ini:

Grafik 4.1 GrafikPengukuran Konsentrasi CO2 di SDN 060971 pada Kawasan Padat Lalu Lintas


(28)

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Konsentrasi CO2selama 6 hari pada Kawasan Padat Lalu Lintas

Hari/Tanggal Terendah Tertinggi Rata-rata

Hari 1 (28 April 2016) 396 ppm (11.05 – 11.10) 775 ppm (07.00 – 07.05) 521 ppm Hari 2 (29 April 2016) 389 ppm (10.25 – 10.30) 733 ppm (07.45 – 07.50) 514 ppm

Hari 3 (30 April 2016) 478 ppm (06.45 – 06.50)

923 ppm (08.30 – 08.35) 923 ppm (08.30 – 08.35) 923 ppm (09.10 – 09.15)

658 ppm

Hari 4 (9 Mei 2016) 362 ppm (11.45 – 11.50) 723 ppm (08.00 – 08.05) 493 ppm Hari 5 (10 Mei 2016) 367 ppm (12.15 – 12.20) 923 ppm (07.40 – 07.45) 512 ppm Hari 6 (11 Mei 2016) 385 ppm (11.45 – 11.50) 923 ppm (08.10 – 08.15) 529 ppm

Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Mainka (2015) bahwa tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan dipengaruhi oleh aktivitas luar ruangan di sekitar

bangunan. Selain itu, teori dari Lee dan Chang (1999) juga menunjukkan bahwa kualitas udara tertinggi berasal dari kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar terbukti menjadi penyebab tingginya konsentrasi CO2 pada sekolah yang berada di

pinggir jalan arteri (jalan raya). Meskipun massa bangunan sekolah terletak sedikit lebih ke belakang atau 25 meter dari jalan raya, namun hal tersebut tidak dapat mengurangi tingkat konsentrasi CO2 yang diakibatkan oleh emisi dari kendaraan

bermotor. Dari hasil penelitian selama 6 hari pada kawasan padat lalu lintas, range konsentrasi CO2 terendah di lingkungan SDN 060971 berkisar antara 362

ppm – 478 ppm, sementara range konsentrasi CO2 tertinggi adalah 723 ppm – 923

ppm. Sementara dari hasil rata-rata yang didapat selama 6 hari tingkat konsentrasi CO2tidak menunjukkan adanya kenyamanan karena melewati standar yang telah


(29)

4.2 Data dan Analisa Pengaruh Lokasi terhadap Konsentrasi CO2 di

Sekolah Dasar Kawasan Industri

Dari data yang telah berhasil dikumpulkan selama masa penelitian di kawasan industri menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2 mengalami

penaikan yang sangat drastis pada pukul 09.15 – 09.50 WIB dengan tingkat 970 ppm di hari ke empat, sementara angka rata-rata grafik konsentrasi CO2 yang

bergerak naik turun dalam kondisi tidak stabil pada jam 08.00 – 08.20 WIB, 09.30

– 09.35 WIB dan 10.15 –10.35 WIB dengan tingkat konsentrasi CO2 di antara 767

ppm di hari ke-lima. Kemudian juga dapat dilihat bahwa tingkat konsentrasi CO2

di hari ke satu, kedua, ketiga dan ke-enam meski bergerak naik turun, tetapi tingkat tertinggi konsentrasi CO2 tersebut dalam kondisi stabil dan relatif sedang

yakni 667 ppm pada jam 07.05 – 07.10 WIB, 07.55 – 08.00 WIB, 08.20 – 08.30 WIB, 09.15 – 09.50 WIB dan 10.20 – 12.40 WIB. Hal tersebut ditunjukkan pada grafik di bawah ini:

Grafik 4.2 GrafikPengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari

di SDN 066434 pada Kawasan Industri


(30)

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6Hari padaKawasan Industri

Hari/Tanggal Terendah Tertinggi Rata-rata

Hari 1 (14 Juni 2016) 464 ppm (11.40 – 11.45)

667 ppm (09.25 – 09.30) 667 ppm (09.50 – 09.55) 667 ppm (10.25 – 10.30) 667 ppm (11.50 – 11.55) 667 ppm (12.00 – 12.10)

524 ppm

Hari 2 (15 Juni 2016) 448 ppm (11.35 – 11.40)

448 ppm (12.05 – 12.10) 667 ppm (11.25 – 11.30) 484 ppm

Hari 3 (16 Juni 2016) 461 ppm (12.00 – 12.10)

667 ppm (07.05 – 07.10) 667 ppm (07.55 – 08.00) 667 ppm (09.15 – 09.20) 667 ppm (10.35 – 10.40) 667 ppm (10.50 – 10.55)

510 ppm

Hari 4 (17 Juni 2016) 515 ppm (10.20 – 10.25) 970 ppm (09.40 – 09.45) 613 ppm

Hari 5 (18 Juni 2016) 468 ppm (10.15 – 10.20)

667 ppm (07.55 – 08.00) 667 ppm (08.15 – 08.20) 667 ppm (09.35 – 09.40) 667 ppm (10.20 – 10.25)

611 ppm

Hari 6 (21 Juni 2016) 490 ppm (09.50 – 09.55)

667 ppm (07.00 – 07.05) 667 ppm (07.20 – 07.25) 667 ppm (07.30 – 07.35) 667 ppm (09.15 – 09.20) 667 ppm (09.45 – 09.50) 667 ppm (11.10 – 11.15) 667 ppm (12.00 – 12.05)

565 ppm

Berkaitan dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Mainka (2015) bahwa tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan dipengaruhi oleh aktivitas

luar ruangan di sekitar bangunan, dan penelitan Lee dan Chang (1999) yang menunjukkan bahwa kualitas udara bisa sangat tinggi diakibatkan oleh proses industri. Tingkat polusi udara bisa sangat rendah ketika sebuah pabrik di sekitar lingkungan sekoloah sedang tidak beroperasi dan kembali mengalami peningkatan ketika pabrik kembali beroperasi.Dari hasil penelitian selama 6 hari pada kawasan industri, range konsentrasi CO2 terendah di lingkungan SDN 066434 berkisar


(31)

antara 448 ppm – 490 ppm, sementara range konsentrasi CO2 tertinggi adalah 667

ppm – 970 ppm. Dan dari rata-rata selama 6 hari menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2 tidak menunjukkan kenyamanan karena melewati standar yang

telah ditetapkan oleh UNFCCC (tidak melebihi 450 ppm).

4.3 Data dan Analisa Pengaruh Lokasi terhadap Konsentrasi CO2 di

Sekolah Dasar Kawasan Pemukiman

Dari data yang berhasil dikumpulkan selama masa penelitian di kawasan pemukiman menunjukkan angka rata-rata grafik konsentrasi CO2 berada pada tingkat 667 ppm secara relatif pada pukul 07.05 – 7.20 WIB, selanjutnya grafik menunjukkan penurunan jumlah tingkat CO2 secara fluktuatif dikisaran 667 ppm untuk titik maksimal dan 450 ppm di titik minimal. Grafik kemudian bergerak naik turun dalam rentang 450 –750 ppm pada pukul 07.30 –09.35 lalu grafik menunjukkan penurunan dan bergerak relatif konstan dikisaran 470 ppm.

Grafik 4.3 GrafikPengukuran Konsentrasi CO2di SDN 066666 pada Kawasan Pemukiman Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016


(32)

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Konsentrasi CO2selama 6 Hari pada Kawasan Pemukiman

Hari/Tanggal Terendah Tertinggi Rata-rata

Hari 1 (2 Mei 2016) 383 ppm (11.10 – 11.15) 671 ppm (08.10 – 08.15) 476 ppm Hari 2 (3 Mei 2016) 380 ppm (10.05 – 10.10) 747 ppm (08.20 – 08.25) 515 ppm Hari 3 (4 Mei 2016) 354ppm (07.45 – 07.50) 708 ppm (08.00 – 08.05) 523 ppm Hari 4 (5 Mei 2016) 361 ppm (09.55 – 10.00) 667 ppm (07.20 – 07.25)

667 ppm (08.50 – 08.55)

435 ppm

Hari 5 (6 Mei 2016) 383 ppm (09.40 – 09.45) 383 ppm (09.55 – 10.00)

667 ppm (07.50 – 07.55) 667 ppm (09.15 – 09.20)

451 ppm

Hari 6 (7 Mei 2016) 406 ppm (09.50 – 09.55) 667 ppm (07.05 – 07.10) 667 ppm (09.25 – 09.30)

449 ppm

Dari hasil penelitian selama 6 hari pada kawasan pemukiman, range konsentrasi CO2 terendah di lingkungan SDN 066666 berkisar antara 354 ppm –

406 ppm, sementara range konsentrasi CO2 tertinggi adalah 667 ppm – 747 ppm.

Dan dari rata-rata selama 6 hari menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2

tidak menunjukkan kenyamanan di hari pertama, kedua, ketiga dan ke-lima karena melewati standar yang telah ditetapkan oleh UNFCCC (tidak melebihi 450 ppm), namun menunjukkan kenyamanan di hari ke keempat dan keenam.

4.4 Perbandingan Grafik Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar Kawasan

Padat Lalu Lintas, Kawasan Industri dan Kawasan pemukiman

Grafik dibawah ini merupakan keseluruhan pengukuran yang dilakukan selama 6 hari di masing-masing kawasan, yakni kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan kawasan pemukiman.Terlihat ada perbedaan yang signifikan dari ketiga kawasan. Pada kawasan padat lalu lintas konsentrasi CO2 mengalami tingkat yang


(33)

sangat tinggi dibandingkan kawasan industri dan kawasan pemukiman. Hal ini sesuai dengan teori Mainka (2015) bahwa tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan

dipengaruhi oleh faktor lokasi dan aktivitas luar ruangan di sekitar bangunan, dan penelitan Lee dan Chang (1999) yang menunjukkan bahwa kualitas udara tertinggi berasal dari kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri.

Grafik 4.4 Perbandingan Konsentrasi CO2 pada Masing-Masing Kawasan Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

4.5 Data dan Analisa Pengaruh Penghalang Bangunan terhadap Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar Kawasan Padat Lalu Lintas

Data yang berhasil dikumpulkan selama masa penelitian di kawasan padat lalu lintas berdasarkan penghalang bangunan menunjukkan angka rata-rata konsentrasi CO2 yang relatif tinggi di jam 07.15 – 07.20 WIB pada hari pertama

dengan kadar 750 ppm, setelah itu grafik menunjukkan tingkat konsentrasi CO2

yang relatif sedang yaitu 650 ppm pada pukul 07.00 – 09.50 WIB dan 10.45 – 11.50 WIB. Hal tersebut ditunjukkan pada grafik di bawah in:


(34)

Grafik 4.5 Grafik Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari di SDN 065015

pada Kawasan Padat Lalu Lintas Berdasarkan Penghalang Bangunan

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Tabel 4.4 Hasil pengukuran konsentrasi CO2 selama 6 hari pada kawasan padat lalu lintas

penghalang bangunan

Hari/Tanggal Terendah Tertinggi Rata-rata

Hari 1 (6 Juni 2016) 361 ppm (10.05 – 10.10) 767 ppm (07.15 – 07.20) 435 ppm Hari 2 (7 Juni 2016) 374 ppm (08.20 – 08.25) 667 ppm (07.05 – 07.10)

667 ppm (08.15 – 08.20)

419 ppm

Hari 3 (8 Juni 2016) 434 ppm (12.20 – 12.25)

667 ppm (08.40 – 08.45) 667 ppm (09.30 – 09.35) 667 ppm (09.40 – 09.45) 667 ppm (11.40 – 11.45)

494 ppm

Hari 4 (9 Juni 2016) 432 ppm (09.15 – 09.20)

667 ppm (07.00 – 07.05) 667 ppm (10.55 – 11.05) 667 ppm (11.25 – 11.30)

472 ppm

Hari 5 (10 Juni 2016) 460 ppm (09.40 – 09.45)

667 ppm (07.50 – 07.55) 667 ppm (08.55 – 09.00) 667 ppm (09.15 – 09.20)

519 ppm

Hari 6 (11 Juni 2016) 459 ppm (10.20 – 10.25) 667 ppm (07.00 – 07.05) 667 ppm (07.50 – 07.55)

495 ppm

Dari hasil penelitian selama 6 hari pada kawasan padat lalu lintas berdasarkan pengaruh penghalang bangunan menunjukkan range konsentrasi CO2

terendah di lingkungan SDN 065015 berkisar antara 361 ppm – 460 ppm, sementara range konsentrasi CO2 tertinggi adalah 667 ppm – 767 ppm, dan dari


(35)

rata-rata selama 6 hari menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2 tidak

menunjukkan kenyamanan di hari ketiga, ke-empat, kelima dan keenam karena melewati standar yang telah ditetapkan oleh UFCCC (tidak melebihi 450 ppm).

4.6 Perbandingan Grafik Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar Kawasan

Padat Lalu Lintas Berdasarkan Penghalang Bangunan

Grafik di bawah ini merupakan keseluruhan pengukuran yang dilakukan selama 6 hari di kawasan padat lalu lintas. Terlihat ada perbedaan yang signifikan berdasarkan penghalang bangunan terhadap konsentrasi CO2. Adanya penghalang

bangunan, yakni sebuah ruko berlantai tiga di sekitar lokasi penelitian, terbukti dapat mengurangi tingkat konsentrasi CO2. Pada SDN 060971 dengan bangunan

sekolah yang menghadap ke jalan raya tanpa adanya penghalang bangunan menunjukkan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SDN 065015 yang membelakangi jalan raya dan terhalang oleh sebuah bangunan.

Grafik 4.6 Grafik Perbandingan Konsentrasi CO2 di SDN 060971 dan SDN 065015

padaKawasan Padat Lalu Lintas Berdasarkan Penghalang Bangunan


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1) Kualitas udara di luar ruangan dipengaruhi oleh faktor lokasi. Pada penelitian ini konsentrasi CO2 tertinggi terjadi pada kawasan padat lalu lintas, lalu

kawasan industri dan terakhir kawasan pemukiman.

2) Dari hasil pengukuran di lingkungan sekolah SDN 060971 pada kawasan padat lalu lintas, diperoleh rata-rata konsentrasi CO2 senilai 493–658 ppm.

3) Dari hasil pengukuran di lingkungan sekolah SDN 066434 pada kawasan industri, diperolehrata-rata konsentrasi CO2 senilai 484–613 ppm.

4) Dari hasil pengukuran di lingkungan sekolah SDN 066666 pada kawasan pemukiman, diperolehrata-rata konsentrasi CO2 senilai 435–515 ppm.

5) Dari hasil pengukuran konsentrasi CO2 pada kawasan padat lalu lintas

berdasarkan pengaruh penghalang bangunan, diperoleh rata-rata konsentrasi CO2 senilai 419–519 ppm.

6) Kualitas udara di luar ruangan juga dipengaruhi oleh penghalang bangunan. Dari hasil penelitian terbukti bahwa penghalang bangunan dapat mengurangi tingkat konsentrasi CO2. Pada kawasan padat lalu lintas, SDN 060971 dengan

bangunan sekolah yang menghadap ke jalan raya tanpa adanya penghalang bangunan menunjukkan konsentrasi CO2 yang lebih tinggi senilai 493–658

ppm dan jika dibandingkan dengan SDN 065015 yang membelakangi jalan raya dan terhalang oleh sebuah bangunan dengan rata-rata konsentrasi CO2


(37)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Udara

Arsitektur adalah ilmu dalam merancang bangunan. Dalam merancang sebuah bangunan, seorang arsitek akan melakukan analisa, salah satunya adalah analisa terhadap lingkungan, termasuk tahap pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi menjadi tahapan penting dalam menata lingkungan hasil buatan manusia dan lingkungan alam untuk mendukung kegiatan manusia agar tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan sekitar. Namun, kebanyakan bangunan didirikan berdasarkan konsep rancangan yang seringkali lebih mengarah pada kebutuhan manusia tanpa memperhatikan dampak terhadap lingkungan sekitarnya dalam upaya pengelolaan dan menjaga kualitas alam dari berbagai kegiatan manusia, khususnya kualitas udara.

Udara atau atmosfer merupakan sekumpulan gas yang mengelilingi bumi, didominasi oleh nitrogen (78%), oksigen (20.95%), argon (0,93%), karbon dioksida (0,038%), uap air (1%) dan gas-gas lain (0,002%). Komposisi bahan kimia tersebut tidak selalu konstan karena adanya gas-gas yang dilepaskan oleh benda-benda ke udara. Selain bahan kimia, udara juga dapat mengandung partikel organik (benzena, naftalena, formaldehida) dan non organik (asap dan debu).

Menurut British Columbia Air Quality (2016) kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada udara yang bersih atau tercemar. Kualitas udara yang baik tidak hanya sangat penting untuk manusia,


(38)

tetapi juga penting untuk hewan, tumbuhan, air dan tanah. Ada beberapa istilah yang digunakan dalam kualitas udara, yakni:

 Polutan adalah zat-zat, terdiri dari gas atau partikel berlebihan yang mencemari udara. Kualitas udara dapat diukur dari banyaknya jumlah dan jenis polutan di udara. Kandungan polutan dinyatakan dengan istilah emisi dan konsentrasi.

 Emisi adalah gas buang yang merupakan polutan, diukur per satuan luas (massa/luas/waktu).

 Konsentrasi merupakan banyaknya polutan, dihitung per satuan volume/media. Satuan yang digunakan yaitu ppm (part per million).

Kualitas udara menurun jika udara telah tercemar yaitu melalui proses emisi dari berbagai sumber, penyebaran polutan dan pemaparan (Anonim, 2012). Udara dikatakan tercemar jika keadaannya berbeda dari kondisi normal akibat konsentasi polutan berada dalam jumlah berlebihan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan manusia (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), 2012).

Berbagai gas di atmosfer memiliki tingkat yang berbeda-beda dalam menyerap panas CO2 lebih banyak menyerap panas dibandingkan gas lainnya

diusulkan oleh Tyndall pada tahun 1859 (New Scientist, 2007). Pada tahun 1896, seorang ilmuan asal Swedia bernama Arrhenius menunjukkan bahwa CO2 telah

meningkat sebanyak dua kali lipat dan Arrhenius memprediksi kemungkinan manusia menjadi penyebab meningkatnya CO2. Hal ini diperkuat oleh hasil


(39)

Oceanography, yang mulai mengukur tingkat CO2 setiap tahun sejak tahun 1958

di Mauna Loa, Hawai, hingga pada tahun 1950 melalui kurvanya, Keeling menunjukkan bahwa aktivitas manusia terbukti menyebabkan konsentrasi CO2

semakin meningkat. CO2 di atmosfer telah meningkat sebanyak 40%, dari 280

ppm menjadi 380 ppm sejak dimulainya revolusi industri di Inggris pada tahun 1850 (Global Climate Change, 2016). Pada tahun 2013, tingkat CO2 melampaui

400 ppm untuk pertama kalinya dalam sejarah. Pencemaran udara yang disertai dengan meningkatnya emisi gas CO2 akan mengakibatkan penurunan kualitas

udara yang dapat memicu pemanasan global, juga perubahan iklim yang mengancam kelangsungan hidup manusia di masa depan, sehingga menjadi isu yang harus diperhatikan (Environmental Protection Agency (EPA) dalam Science Magazine, 2009).

2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara

Kualitas udara dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya lokasi, sumber pencemar dari berbagai kegiatan, polutan, serta meteorologi dan topografi yang mempengaruhi penyebaran polutan di udara (Sustainable Management for European Local Ports, 2010), (EPA Tasmania, 2013), (British Columbia Air Quality, 2016).

2.1.1.1 Lokasi

Pencemaran udara dapat terjadi di luar ruangan (outdoor air quality) maupun di dalam ruangan (indoor air quality). Pencemaran udara luar ruangan dapat terjadi mulai dari lingkungan rumah, perkotaan hingga sudah menjadi isu


(40)

global. Menurut World's Worst Polluted Places dalam Blacksmith Institute pada tahun 2008, pencemaran udara luar perkotaan adalah masalah kedua pencemaran udara yang paling serius di dunia setelah pencemaran udara yang terjadi di dalam ruangan (Air and Water, 2016).

Pencemaran udara dapat terjadi dimanapun, misalnya di rumah, sekolah dan kantor. Baik buruknya kualitas udara pada bangunan apapun tergantung pada perencanaan pembangunan, termasuk pemilihan lokasi dalam mempertimbangkan kualitas udara (Planning Practice Guidance, tanpa tahun). Pemilihan lokasi yang tidak tepat akan berdampak pada kualitas udara di luar ruangan. Hal ini dibuktikan oleh teori Mainka (2015) bahwa tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan

dipengaruhi oleh lokasi, seperti di kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan kawasan pemukiman yang ada di perkotaan.

2.1.1.2 Sumber Pencemar

Meningkatnya populasi manusia dan banyaknya kebutuhan, mengakibatkan peningkatan pencemaran udara (BMKG, 2012). Pencemaran udara dapat disebabkan oleh emisi dari berbagai sumber, baik dari proses alam ataupun akibat aktivitas manusia yang menghasilkan polutan sehingga mencemari udara (Sustainable Management for European Local Ports, 2010).

Pada tahun 1850 konsentrasi CO2 di atmosfer sekitar 280 ppm, kemudian

meningkat menjadi 364 ppm pada tahun 1998. Hal ini terutama disebabkan oleh aktivitas manusia selama dan setelah revolusi industri di Inggris yang dimulai pada tahun 1850 (Water Treatment Solution, 2009). Berikut beberapa sumber pencemar yang disebabkan oleh proses alam dan aktivitas manusia:


(41)

a) Proses Alam

1) Letusan Gunung Berapi

Indonesia termasuk negara yang memiliki banyak gunung berapi sehingga terjadinya bencana alam akibat letusan gunung berapi sangat besar. Abu vulkanik mengandung logam seperti timah, tembaga, seng, krom besi dan silika. Dari berbagai gas yang dilepaskan oleh letusan gunung berapi, CO2 menjadi salah satu

penyebab utama pencemaran udara yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi. Tercatat seluruh gunung berapi di dunia mengeluarkan 0,13-0,44 miliar ton CO2/tahun (United States Geological Survey dalam Tempo, 2011).

2) Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dapat terjadi karena kekeringan pada musim kemarau panjang. Terbakarnya ranting dan daun kering terjadi secara alami akibat panas yang ditimbulkan oleh batu dengan benda lainnya yang dapat menyimpan dan menghantar panas. Kebakaran hutan yang terjadi akan melepaskan gas CO2 ke

atmosfer karena hutan secara alami merupakan tempat untuk menyerap gas CO2

(Earth Hour Indonesia, 2015). Selain gas CO2, beberapa polutan dari pembakaran

hutan yang mengakibatkan pencemaran udara diantaranya adalah hidrokarbon, CO, SO, NO dan NO2, serta kabut asap berupa partikel halus yang bercampur

dengan debu.

b) Akibat Aktivitas Manusia 1) Transportasi

WHO (2004) memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor. Di Indonesia, setiap


(42)

tahun jumlah kendaraan semakin meningkat sehingga menimbulkan kemacetan yang dapat menyebabkan peningkatkan pencemaran udara. Konstribusi gas buang dari knalpot kendaraan bermotor sebagai sumber penyebab pencemaran udara mencapai 60-70% (Bappenas, 2009). Kendaraan bermesin biasanya menggunakan bahan bakar diesel atau bensin untuk menghasilkan energi agar kendaraan dapat beroperasi. Bahan bakar tersebut mengandung senyawa hidrokarbon yang kemudian dibakar menghasilkan CO2. Namun, pada kenyataannya mesin tidak

dapat membakar hidrokarbon secara sempurna sehingga knalpot kendaraan mengeluarkan zat-zat berbahaya yang mencemari udara. Hasil pembakaran tidak sempurna tersebut menghasilkan CO, NO2 dan VOC. Pembakaran bahan bakar

fosil seperti bensin dan diesel pada transportasi merupakan sumber terbesar emisi CO2 (EPA, 2016).

2) Kegiatan Industri

Meningkatnya perindustrian, khususnya di perkotaan menimbulkan berbagai jenis pencemar yang dibebaskan ke udara sebagai hasil buangan industri. Hasil buangan industri atau limbah industri adalah sisa buangan dari suatu proses kegiatan produksi, mengandung bahan kimia yang bersifat racun dan berbahaya. Dampak limbah menurut jenis industri terhadap pencemaran udara adalah limbah industri kimia dan bahan pangan, serta limbah industri logam dan elektronika. Berdasarkan hasil penelitian, yang paling dominan dari pencemaran udara dalam perindustrian lebih dari 90% adalah sumbangan limbah industri dalam bentuk gas. Beberapa perusahaan industri menghasilkan polutan yang berbahaya, diantaranya CO, CO2, SO2, NO, hidrokarbon dan senyawa organik. CO2 dilepaskan oleh


(43)

proses industri melalui pembakaran bahan bakar fosil. Namun, beberapa proses juga menghasilkan emisi CO2 melalui reaksi kimia yang tidak melibatkan

pembakaran, misalnya industri semen, industri logam seperti besi dan baja dan produksi bahan kimia (EPA, 2016). Industri semen dalam proses pembuatannya menghasilkan CO2 melalui beberapa proses (Atmaja, 2015), yakni penggunaan

energi listrik, proses pembakaran bahan bakar fosil untuk sumber energi ataupun transportasi dan akibat reaksi kimia pada proses kalsinasi dalam pembuatan klinker. Semakin banyak jumlah klinker yang diproduksi akan semakin banyak jumlah CO2 yang dilepaskan di udara.

3) Pembangkit Listrik

Sebagian pembangkit listrik masih menggunakan bahan batu bara, gas dan minyak untuk menghasilkan energi listrik. Proses pembakaran pada pembangkit listrik yang terjadi secara tidak sempurna menghasilkan berbagai gas berbahaya yang mencemari udara, seperti SO2, NO, CO2 dan PM. Jenis bahan bakar fosil

yang digunakan untuk menghasilkan listrik akan memancarkan jumlah yang berbeda dari CO2. Setiap tahun sebanyak 11 milyar ton CO2 dilepaskan ke

atmosfir dari kegiatan ini. Pembakaran batu bara akan menghasilkan lebih banyak CO2 dibandingkan yang memakai minyak atau gas alam (EPA, 2016).

4) Timbunan Sampah

Sebagian besar penduduk perkotaan membuang sampah rumah tangga ke tempat pembuangan akhir atau TPA. Tumpukan sampah menyebabkan daerah sekitarnya menjadi tidak nyaman karena udara yang tercemar. Sampah-sampah organik akan membusuk dan menghasilkan bau tidak sedap karena bakteri


(44)

pengurai secara alami yang menghasilkan berbagai gas seperti metana dan gas CO2 sebanyak 50% (EPA, 2016).

5) Penebangan Liar

Dampak akibat hutan gundul menghasilkan banyak lahan-lahan yang rawan terhadap kebakaran karena tumpukan ranting maupun daun kering sisa penebangan liar yang tidak terurus. Kerusakan hutan akibat pengundulan akan menghasilkan banyak emisi CO2 ke udara yang tersimpan di pohon-pohon.

Diperkirakan bahwa lebih dari 1,5 miliar ton gas CO2 dilepaskan ke atmosfer

akibat penggundulan hutan (Climate and Weather, 2014).

Dari berbagai sumber pencemar yang telah dijelaskan tersebut, manusia dan aktivitasnya yang tidak terkendali menjadi penyebab utama pencemaran udara jika dibandingkan dengan sumber pencemar akibat aktivitas manusia lainnya, maupun yang terjadi secara alamiah. Pada daerah perkotaan, penggunaan bahan bakar fosil dalam transportasi dan kegiatan industri merupakan dua faktor utama sumber polutan yang berasal dari luar ruangan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia juga lingkungan perkotaan (WHO, 2011). Hal ini sejalan dengan teori Lee dan Chang (1999) yang menunjukkan bahwa kualitas udara tertinggi berasal dari kegiatan transportasi, yaitu kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri yang dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2.

Selain kegiatan transportasi dan industri, kegiatan di lingkungan pemukiman seperti pembakaran sampah dan proses memasak juga berpotensi dalam pencemaran udara di perkotaan yang berdampak buruk bagi kesehatan


(45)

manusia dan lingkungan (WHO, 2008). Para peneliti US National Institutes of Health (NIH) mengatakan, selain berdampak pada kesehatan manusia, bahan bakar yang digunakan kompor menyebabkan penggundulan hutan dan kerusakan lingkungan. Asap dari dapur yang dihasilkan tidak hanya bergantung pada jenis kompor, tetapi juga dari proses memasak. Selain itu, asap dari pembakaran sampah seperti plastik, kertas dan kayu juga menghasilkan gas-gas beracun, yaitu dioksin dan furan. Kedua gas ini termasuk kelompok bahan kimia beracun yang bersifat karsinogen.

2.1.2 Dampak Kualitas Udara terhadap Kesehatan

Pada tahun 1800-1870 sebuah penelitian menunjukkan bahwa beberapa polutan dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, bahkan pada tingkat yang sangat rendah (Spencer Weart & American Institute of Physics, 2016). Polutan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu partikel dan gas. Partikel berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan partikel berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru (WHO, 2008).

Pencemaran udara merupakan ancaman bagi kesehatan manusia karena manusia tidak memiliki pilihan atas udara yang mereka hirup (Koenig, 2000). Sistem pernapasan sebagai jalan utama masuknya bahan kimia beracun ke dalam tubuh dapat mengakibatkan berbagai jenis penyakit pernapasan seperti asma dan infeksi saluran pernapasan akut, penyakit jantung dan paru-paru (kardiovaskular) (Environment Affairs Republic Of South Africa, 2012). Pada tahun 2013, International Agency for Research on Cancer (IARC) menyimpulkan bahwa pencemaran udara di luar ruangan bersifat karsinogen (WHO 2016).


(46)

Dampak kualitas udara luar ruangan bagi kesehatan manusia tergantung pada sejumlah faktor, diantaranya jenis dan jumlah polutan, intensitas paparan, waktu paparan (menit, hari, tahun) dan kondisi medis seseorang, karena setiap orang memiliki tingkat kepekaan yang berbeda-beda ketika bereaksi dengan polutan (Emory University School of Medicine, 2016). Orang tua dan anak-anak adalah individu yang paling rentan terhadap pemaparan polutan. Pencemaran udara dapat menyebabkan dampak jangka panjang dan jangka pendek (Air and Water, 2016), (National Geographic Society, 2016).

 Dampak kesehatan jangka pendek, yang bersifat sementara, meliputi: iritasi mata, hidung, tenggorokan atau reaksi alergi pada kulit. Polusi udara juga dapat menyebabkan sakit kepala, pusing dan mual, infeksi saluran pernapasan atas, termasuk penyakit seperti pneumonia atau bronkitis.

 Dampak kesehatan jangka panjang dari polusi udara dapat berlangsung selama bertahun-tahun atau seumur hidup, termasuk penyakit jantung dan kanker paru-paru. Polusi udara juga dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada sistem jaringan saraf, otak, paru-paru, ginjal, hati dan organ lainnya.

a) Dampak Kualitas Udara di Sekolah

Pada umumnya, anak-anak menghabiskan 25% waktu mereka di sekolah. Sekolah sebagai tempat menimba ilmu seharusnya menyediakan lingkungan yang mendorong prestasi belajar bagi siswa-siswi di sekolah, khususnya dari segi kualitas udara. Pentingnya kualitas udara pada anak-anak disebabkan karena kondisi metabolisme tubuh mereka yang rentan terhadap polutan (WHO, 2008),


(47)

selain itu, saluran udara anak lebih sempit daripada orang dewasa dan anak-anak mungkin tidak menghentikan kegiatan mereka ketika mengalami pemaparan (Emory University School of Medicine, 2016), misalnya pada saat upacara bendera, istirahat dan pulang sekolah, anak-anak akan menghabiskan waktunya di luar ruangan, sehingga kemungkinan terpapar polutan.

b) Dampak Lokasi Sekolah terhadap Kesehatan

Risiko tinggi terhadap gangguan kesehatan dapat terjadi pada penghuni bangunan apapun, termasuk sekolah yang berada dekat jalan arteri dan kolektor (jalan raya) dengan tingkat lalu lintas yang padat dan dekat dengan fasilitas industri (EPA, 2016). Polutan yang dihasilkan dari kegiatan transportasi dan industri dapat menembus jauh ke dalam paru-paru anak-anak (WHO 2004) dan dapat menjadi penghambat siswa dalam proses pembelajaran, seperti melemahkan kemampaun mental dan melemahkan tingkat kecerdasan (IQ) pada anak-anak (EPA, 2016), sehingga kualitas udara pada di sekolah harus diperhatikan.

Kebanyakan orang tidak menyadari akan kerugian yang dapat ditimbulkan dari lingkungan sekolah yang berada di kawasan padat lalu lintas. Studi oleh para peneliti di University of Southern California (2007) menemukan anak-anak yang bersekolah di kawasan padat lalu lintas memiliki potensi terkena penyakit asma. Asap kendaraan dapat menyebabkan siswa-siswi di dalam sekolah mengalami gangguan pernapasan. Selain itu, beberapa sekolah hidup berdampingan dengan industri selama puluhan tahun sejak sekolah dibangun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh USA Today (2008) selama delapan bulan untuk meneliti dampak pencemaran udara terhadap 127.800 sekolah di seluruh Amerika


(48)

Serikat yang dihasilkan oleh 20.000 perusahaan industri, menyatakan bahwa bahan kimia hasil dari industri dapat meningkatkan risiko terkena kanker untuk beberapa tahun kemudian. Diantara bahan kimia hasil proses industri yang ditemukan di udara, logam dan kromium, benzena dan naftalena berada dalam konsentrasi yang jauh di atas ambang batas aman dan paling berbahaya bagi kesehatan manusia.

Kualitas udara di luar ruangan pada bangunan apapun, termasuk sekolah apabila ditinjau dari segi polutan CO2, maka faktor yang mempengaruhinya

adalah lokasi dan aktivitas yang terjadi di luar ruangan di sekitar bangunan (Mainka, 2015). Selain itu, Lee dan Chang (1999) juga menunjukkan bahwa kualitas udara tertinggi berasal dari kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri yang dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan.

Dalam pendidikan khususnya sekolah dasar, adanya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013 tentang standar pelayanan minimal pendidikan dasar dikatakan bahwa lokasi sekolah dasar berada pada kawasan pemukiman. Hal tersebut dapat menjadi parameter untuk menentukan lokasi bangunan sekolah dengan lingkungan yang nyaman dan aman bagi siswa dan para staffnya demi meminimalisir polusi udara di lingkungan sekolah.

2.2 Polutan Udara

Pencemaran udara menjadi masalah serius karena menimbulkan berbagai kerugian, yang tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, namun juga kerusakan lingkungan, seperti menyebabkan pemanasan global, hujan asam dan


(49)

kerusakan lapisan ozon sehingga mengancam kelangsungan hidup manusia (infoplease, 2016). Beberapa polutan yang umum ditemukan di luar ruangan sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Berikut beberapa polutan paling berbahaya, beserta dampaknya. Enam diantaranya telah menjadi dasar oleh EPA ditetapkannya tingkat polusi udara pada suatu wilayah sekaligus dibatasi untuk menciptakan udara yang aman untuk dihirup, yakni partikulat, timbal, ozon, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, karbon monoksida (EPA, 2016).

2.2.1 Jenis Polutan 1) Ozon

Ozon (O3) merupakan gas yang mempunyai sifat berwarna kebiru-biruan,

berbau tajam dan beracun, sangat reaktif dan tidak stabil, dengan masa hidup yang sangat pendek berkisar antara 20-30 menit sebelum kembali menjadi oksigen. Ozon dihasilkan dari hasil reaksi antara sinar ultraviolet dari sinar matahari dengan lapisan atas atmosfer bumi kemudian membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti bumi. Dalam kegiatan industri, manusia memanfaatkan ozon untuk pengolahan air minum dan air limbah, sterilisasi peralatan kedokteran dan mengawetkan bahan makanan. Pada manusia, jika konsentrasi ozon cukup tinggi maka dapat mengganggu sistem pernapasan, menyebabkan batuk kering, sakit paru-paru, iritasi sensorik, pneumonia, bronkitis, dengungan pada telinga dan menyebabkan rasa mual. Berdasarkan penelitian National Institute of Environmental Health Sciences (NIEHS), kapasitas paru-paru berkurang sebesar 5-10% pada konsentrasi 0,08 ppm dalam waktu 6,5 jam. Menurut University of


(50)

Southern California Keck School of Medicine, setiap pertambahan 0,02 ppm pada ozon dapat menyebabkan 63% penurunan absensi siswa karena sakit.

2) Karbon Monoksida

Karbon monoksida (CO) tidak berwarna, tidak berasa, tidak mengiritasi dan tidak berbau. Gas ini dihasilkan dari proses pembakaran tidak sempurna berbasis karbon yang terjadi pada berbagai mesin kendaraan dan pembakaran bahan bakar, seperti propana, bensin, minyak tanah dan gas alam. Senyawa CO juga berasal dari peralatan memasak (misalnya, tungku, oven, kompor, pemanas air) yang menggunakan batubara atau bahan bakar fosil, terutama bila tidak berfungsi dengan baik asapnya dapat merusak lingkungan. Asap rokok yang mengandung 4% CO dan asap kendaraan yang mengandung 3-7% CO menjadi aktivitas manusia yang paling banyak mengeluarkan CO dan memicu pencemaran udara. Dalam tubuh manusia, jika CO terhirup, maka akan menyatu dengan hemoglobin membentuk COHb dan mencegah pengangkutan oksigen untuk dipasok ke jaringan tubuh. Seseorang yang keracunan gas CO dalam dosis rendah ditandai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, mual dan kelelahan. Apabila otak tidak lagi memperoleh oksigen yang cukup, CO akan menyebabkan lemah jantung dan nadi, koma, kerusakan otak permanen dan kematian.Occupational Safety and Health Administration (OSHA) memperbolehkan standar konsentrasi CO adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan EPA menentukan standar kualitas kandungan CO tidak melebihi 9 ppm selama 8 jam secara terus-menerus dan tidak boleh melebihi 20 ppm dalam waktu 1 jam.


(51)

3) Nitrogen Dioksida

Nitrogen dioksida (NO2) merupakan gas berwarna merah kecoklatan,

berbau menyengat seperti asam nitrat, bersifat racun dan merupakan salah satu polutan utama di udara. Sekitar 1% dari jumlah total NO2 yang ditemukan di

udara perkotaan terbentuk secara alami oleh petir dan beberapa dihasilkan oleh tanaman, tanah dan air. Sebagian besar sumber pencemaran NO2 di perkotaan

berasal dari kegiatan manusia termasuk pembakaran bahan bakar fosil (minyak atau batubara), generator pembangkit listrik atau mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar gas alami. Sumber utama NO2 merupakan salah satu emisi yang

dihasilkan kendaraan bermotor (sekitar 80%) dan kegiatan industri.Seseorang yang keracunan NO2 akan mengalami gangguan seperti pada pendengaran,

hidung, tenggorokan, meningkatnya koabilitas, menurunkan imun, sehingga terjadi infeksi pada paru-paru. Paru-paru yang sudah terkontaminasi oleh gas NO2akan membengkak sehingga seseorang yang terpapar gas NO2 sulit bernafas

dan mengakibatkan kematian. WHO menyarankan kandungan NO2 di udara

sebesar 200µg/m3 selama 1 jam dan 40µg/m3 selama setahun. 4) Partikulat

Partikulat (PM) dapat berbentuk padat maupun cair, memiliki ukuran

≥ 2,5μm - ≤ 10μm. Partikulat dapat berasal langsung dari sumbernya, seperti pembakaran (batu bara, kayu dan diesel), lokasi konstruksi, cerobong asap dan jalan beraspal. Selain itu, partikulat juga terbentuk melalui reaksi kimia di atmosfer, seperti SO2 dan NO2 yang dipancarkan dari pembangkit listrik, industri


(52)

manusia berkisar 0,1μm-10μm. Partikulat yang berukuran sekitar 5μm dapat langsung masuk kedalam paru-paru, sedangkan partikulat yang lebih besar dari

5μm dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi.

Keadaan akan bertambah parah apabila partikulat bereaksi dengan SO2 yang

terdapat di udara. PM10 dan PM2,5 dapat menyebabkan iritasi mata, bronkhitis, ISPA, asma, penurunan fungsi paru-paru, kanker paru-paru, hingga kematian. EPA menentukan standar konsentrasi PM2,5 yaitu 15μg/m3 selama setahun dan 35 μg/m3 selama 24 jamdanPM2,5 yaitu 150μg/m3 selama 24 jam.

5) Sulfur Dioksida

Sulfur dioksida (SO2) bersifat korosif (penyebab karat), mudah larut dalam

air, beracun, berbau tajam dan tidak berwarna. Di daerah perkotaan, sumber terbesar SO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil pada kegiatan pembangkit

listrik, kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan batu bara dan diesel, sertaproses industri. Jika terhirup manusia SO2 akan menyebabkan asma sehingga

sulit bernapas. Konsentrasi SO2 berkisar 0,3-1 ppm akan mulai tericum oleh

indera penciuman manusia, sedangkan konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih

dapat menyebabkan iritasi tenggorokan. Pada beberapa individu yang sensitif, seperti anak-anak dan lansia kadar 1-2 ppm akan menyebabkan iritasi. SO2 juga

dapat bereaksi dengan senyawa kimia lain membentuk partikel sulfat yang apabila terhirup dapat terakumulasi di paru-paru dan menyebabkan kesulitan bernapas, penyakit pernapasan dan bahkan kematian.


(53)

6) Timbal

Timah hitam atau timbal (Pb) merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan. Senyawa Pb penting digunakan pada bahan bakar bensin. Logam berat Pb yang bercampur dengan bahan bakar akan bercampur dengan oli di dalam mesin, kemudian akan keluar dari knalpot bersamaan dengan gas lain. Pb dapat diserap oleh tubuh melalui kulit, namun saluran pencernaan dan pernapasan merupakan sumber utama Pb di dalam tubuh dan susunan saraf pusat merupakan organ sasaran utama. P b dapat menjadi racun yang merusak sistem pernapasan, sistem saraf, serta meracunidarah. Gejala-gejala yang timbul karena keracunan Pb berupa mual, muntah, sakit perut, kelainan fungsi otak, anemia, kerusakan ginjal bahkan kematian dapat terjadi dalam 1-2 hari. Pb menggantikan mineral-mineral utama seperti seng, tembaga dan besi dalam mengatur fungsi mental sehingga menimbulkan gejala seperti depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, gelisah, sulit tidur, halusinasi dan kelemahan otot. Pada anak-anak Pb akan mengakibatkan kerusakan pada saraf, menurunkan kecerdasan, minat belajar dan fungsi daya ingat. Jumlah Pb minimal di dalam darah yang dapat menyebabkan keracunan berkisar antara 60-100μg. EPA menentukan standar konsentrasi Pb tidak lebih dari 0,15μg/m3 selama 3 bulan.

7) Karbon Dioksida

Karbon dioksida (CO2) adalah gas cair tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mudah terbakar dan sedikit asam. Dihasilkan secara alami dari proses pembakaran sempurna hidrokarbon di dalamnya, termasuk minyak bumi, gas alam dan proses respirasi dan metabolisme manusia. Orang yang menghirup terlalu banyak CO2


(54)

akan sulit bernapas hingga kehilangan kesadaran akibat tingkat oksigen menurun. Menurut Arrhenius (1984) konsentrasi CO2 adalah unsur penting yang dapat

mengontrol suhu bumi di atmosfer. Sekalipun jumlah gas ini merupakan bagian sangat kecil dari seluruh gas yang terdapat di atmosfer (hanya sekitar 0,038%), namun jika jumlah CO2 mencapai konsentrasi tinggi akibat berbagai proses

pembakaran industri dan kendaraan bermotor dikhawatirkan dapat memicu pemanasan global yang akan mengganggu keseimbangan ekosistem dan memicu mencairnya es di kutub. Menurut ASHRAE (2013) standar konsentrasi CO2 di

luar ruangan berkisar 300-500 ppm, sementara menurut Minnesota Department of Health (2015) konsentrasi CO2 di luar ruangan dapat bervariasi dari 350 - 400

ppm atau dapat lebih tinggi tergantung faktor lokasi, seperti di daerah dengan lalu lintas yang padat atau kegiatan industri. UNFCCC (2009) menetapkan bahwa konsentrasi CO2 di atmosfer tidak melebihi 450 ppm.

Sebuah perjanjian Protokol Kyoto dibuat untuk mengatur target kuantitatif penurunan emisi gas rumah kaca dan target waktu penurunan emisi bagi negara-negara maju, mengingat bahwa tingkat konsentrasi CO2 sebelum revolusi industri

adalah 280 ppm dan mulai meningkat akibat penggunaan berat batu bara selama revolusi industri di Inggris, sehingga pada tahun 1990 konsentrasi CO2 menjadi

350 ppm. Dalam perjanjian Protokol Kyoto negara-negara industri diharuskan untuk mengurangi kadar CO2 dibawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode

komitmen pertama (2008-2012), namun diperpanjang hingga tahun 2020 dalam komitmen kedua, dikarenakan emisi CO2 yang semakin meningkat pesat setiap


(55)

(NOAA, 2016) di Mauna Loa, Hawai saat ini tercatat tingkat CO2 menunjukkan

angka 404 ppm.Dengan emisi CO2 yang semakin meningkat setiap tahun,

memungkinkan konsentrasi CO2mencapai 450 ppm atau lebih tinggi dalam waktu

dekat (Climate Central, 2013). 8) Metana

Metana (CH4) berwarna, tidak berbau dan mudah terbakar selama rentang

konsentrasi 5-15% di udara. Gas metana dihasilkan akibat aktivitas manusia seperti pembakaran tanaman organik, industri peternakan dan bahan bakar kendaraan.Metana juga dapat terbentuk secara alami di TPA. Seseorang yang keracunan metana akan mengalami gejala-gejala seperti pusing, sakit kepala, mual, mengantuk dan pingsan. Apabila gas metana tingkat tinggi mengurangi kadar oksigen di dalam atmosfer menyebabkan sesak nafas. Kadar yang berlebihan juga dapat menyebabkan kebakaran tingkat tinggi dan ledakan apabila bercampur dengan udara. Dengan tingginya konsentrasi gas metana beserta gas-gas rumah kaca lainnya di udara, dapat meningkatkan suhu di bumi dan menyebabkan terjadinya pemanasan global.

9) Arsenik

Arsenik (As) bersifat racun, ada yang berwarna kuning kehitaman dan abu-abu, termasuk dalam golongan semi-logam dan mudah patah. Arsenik biasanya bereaksi dengan unsur lainnya yaitu oksigen, sulfur, karbon dan timbal. Arsenik dapat berasal dari aktivitas manusia seperti pembakaran kayu, pembangkit listrik dan pupuk pertanian, namun, pembakaran batu bara dan pelelehan logam (tembaga dan timah hitam) merupakan penyebab utama


(56)

pencemaran arsenik di udara. Pelepasan arsenik secara alami berasal dari abu hasil letusan gunung berapi dan asap kebakaran hutan. Seseorang yang terpapar arsenik melalui mulut akan mengalami iritasi saluran makanan, nyeri, mual, muntah dan diare, penurunan pembentukan sel darah merah dan putih, gangguan fungsi jantung, kerusakan pembuluh darah, luka pada hati dan ginjal, sedangkan paparan arsenik melalui saluran pernafasan dapat menyebabkan bronkhitis. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH, 1975) menyatakan bahwa arsenik dapat menyebabkan kanker.

10) Dioksin

Dioksin (CH14H4Cl4O2) berbentuk serbuk kristal padat, tidak mudah larut

dalam air, namun larut pada beberapa pelarut organik seperti lemak. Dihasilkan terutama oleh pembakaran sampah, emisi kendaraan bermotor, kebakaran hutan dan asap rokok. Jika dioksin berada di udara, maka akan terhirup oleh manusia dan masuk melalui sistem pernafasan. Dalam tubuh manusia, dioksin dapat mengendap sehingga menyebabkan kanker. Pada anak-anak dioksin dapat mempengaruhi kemampuan belajar EPA menyatakan tubuh manusia dapat menerima dioksin sebanyak 1-10 pg/kg berat badan perhari tanpa membahayakan kesehatan (EPA, 2003), sedangkan WHO menyarankan konsentrasi dioksin di udara luar ruangan yang aman bagi kesehatan dan lingkungan adalah 0,11 pg/m3 (European Commision, 2001).

11) Benzena

Benzena (C6H6) adalah senyawa yang berbau, tidak berwarna, mudah


(57)

terbakar. Senyawa ini merupakan bahan pelarut yang sangat penting dalam dunia industri, terutama dalam industri cat, pembersih cat, karet buatan, semen, campuran bensin, produk deterjen, berbagai produk kesenian dan kerajinan tangan, oleh karena itu pada daerah perkotaan yang padat lalu lintas atau daerah industri kadar konsentrasi benzena mengalami peningkatan di udara. Kegiatan manusia seperti merokok akan menghasilkan benzena. Seseorang yang menghirup benzena pada konsentrasi rendah mengalami iritasi mata dan tenggorokan dan dalam konsentrasi tinggi akan mengalami kantuk, pusing, sakit kepala, bingung dan tidak sadar hingga menyebabkan kematian.

12) Formaldehida

Senyawa kimia formaldehida (CH2O) merupakan gas yang tidak berwarna,

bersifat racun dan mudah terbakar. Formaldehida dapat dibeli dalam bentuk cair, tidak berwana dan berbau menyengat dengan kadar 10-40%, yang dikenal dengan formalin. Formalin biasanya digunakan sebagai antiseptik, germisida dan pengawet atau dalam bentuk padat dengan berat 5gr, yang dikenal sebagai paraformaldehyde atau trioxane. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon dan terkandung dalam asapkebakaran hutan, asap knalpot mobil dan asap tembakau. Dalam kehidupan sehari-hari formaldehida dihasilkan dari asap knalpot dan asap pabrik. Selain itu, asap rokok dan air hujan yang jatuh ke bumi juga mengandung formaldehida. Lembaga pemerintahan Hong Kong (2003) menyarankan standar konsentrasi formaldehida di sekolah antara 0,024-0,081 ppm selama 8 jam, sedangkan lembaga pemerintahan Jerman (2008) menetapkan standar formaldehida tidak melebihi 0,1 ppm selama 30 menit.


(58)

13) Naftalena

Naftalena (C10H8) merupakan senyawa kristal putih, berbau tajam, bersifat

volatil dan mudah menguap, tidak larut dalam air, namun larut dalam alkohol dan asetat. Naftalena paling banyak dihasilkan secara alami dari destilasi batu bara dan sedikit dari pelumas. Naftalena berasal dari berbagai jenis pelarut, herbisida, pembakar arang dan hair-spray, asap rokok dan material karet. Bila seseorang tertelan 1-2 gr naftalena dapat menyebabkan tubuh menjadi lemah dan kejang-kejang, serta dalam kasus yang parah dapat mengakibatkan kerusakan otak. Menurut WHO konsentrasi naftalena yang direkomendasikan selama setahun yaitu 0,01 mg/m3. Lembaga pemerintahan German (2008) menyarankan standar naftalena terhadap kondisi udara pada sekolah yang baik, yaitu 0,002 mg/m3-0,02 mg/m3 selama 8 jam.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Polutan

Jumlah dan jenis polutan yang dilepaskan ke udara merupakan beberapa faktor utama dalam menentukan tingkat pencemaran udara (British Columbia Air Quality, 2016). Selain faktor utama, hasil interaksi dari sejumlah faktor, seperti: topografi (pegunungan dan lembah) dan meteorlogi (cuaca dan arah angin, tekanan udara, suhu dan kelembaban) yang berkombinasi dengan polutan juga dapat mempengaruhi kualitas udara terhadap penyebaran polutan. Polutan udara menyebar di atmosfer dengan jumlah yang berbeda pada waktu yang berbeda-beda di berbagai tempat. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran polutan:


(59)

1) Topografi

Bentuk permukaan lahan dapat berupa lahan datar, lahan miring dan dataran tinggi atau dataran rendah. Kondisi bentukan lahan yang berkontur akan mempengaruhi iklim mikro yang berbeda-beda terhadap lokasi tersebut (Adityawarman, 2007). Industri dan transportasi adalah sebagian besar aktivitas masyarakat di daerah perkotaan yang berpotensi menghasilkan banyak polutan. Pada siang hari ketika kondisi udara tidak stabil, polutan akan tersebar baik secara horizontal maupun vertikal. Sedangkan pada malam hari, dimana kondisi udara stabil, polutan akan cenderung terkonsentrasi pada satu tempat khususnya di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan daerah pedesaan cenderung memiliki suhu udara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah perkotaan, sehingga tekanan udara pada daerah pedesaan akan semakin kecil dan memicu angin untuk berpindah menuju daerah pedesaan. Selain itu, dengan adanya gaya gravitasi yang menarik partikel polutan ke bawah, maka daerah pedesaan cenderung akan memiliki konsentrasi polutan yang lebih tinggi daripada daerah perkotaan.

2) Cuaca dan Arah Angin

Cuaca dan angin menjadi penyebab penyebaran polutan tersebar di udara. Jika angin berhembus dari kawasan industri menuju daerah perkotaan maka tingkat pencemaran udara cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan (Air Pollution, tanpa tahun). Saat cuaca cerah, polutan dari kendaraan dapat bereaksi dengan adanya sinar matahari untuk membentuk ozon. Polutan yang menyebabkan terbentuknya ozon biasanya dihasilkan dari kendaraan di daerah perkotaan. Pada cuaca mendung terjadinya hujan dapat mengurangi konsentrasi


(60)

polutan. Partikel air di udara dapat menyerap polutan tertentu, misalnya debu dan kemudian membawanya jatuh ke bumi.

3) Tekanan Udara

Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau bahkan menghambat terjadinya suatu reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar diudara atau zat-zat yang ada di udara (polutan), sehingga polutan dapat bertambah ataupun dapat berkurang (Junaidi, 2002).

4) Suhu

Daerah perkotaan merupakan daerah yang rentan terhadap perubahan suhu (Junaidi, 2002). Kualitas udara di daerah perkotaan identik dengan suhu udara yang lebih panas. Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi polutan.Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara semakin merenggang sehingga konsentrasi polutan semakin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara semakin padat sehingga konsentrasi polutan di udara semakin tinggi.

5) Kelembaban

Kelembaban udara dapat mempengaruhi konsentrasi polutan untuk menyatakan banyaknya uap air di udara (Prabu, 2009). Pada kelembaban yang tinggi kadar uap air dapat bereaksi dengan polutan. Kondisi udara yang lembab akan membantu proses pengendapan polutan, sebab dengan keadaan udara yang lembab maka beberapa polutan yang berbentuk partikel seperti debu akan berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan bumi akibat adanya gaya tarik bumi.


(61)

2.3 Penelitian Terkait

2.3.1 Penyelidikan Kualitas Udara di Sekolah-Sekolah di Hong Kong

Penelitian ini dilakukan oleh S.C. Lee dan M. Chang di Hong Kong. Parameter seperti suhu dan kelembaban, CO2, SO2, NOx, NO2, PM dan

formaldehida dipantau di luar ruangan. Lee dan Chang melakukan penelitian di lima ruang kelas dari sekolah yang berbeda untuk mengukur kualitas udara luar ruangan. Kelima sekolah di seleksi berdasarkan lokasi (permukiman, kawasan industri dan pedesaan). Sekolah pertama terletak di daerah perkotaan berdekatan dengan jalan padat lalu lintas; sekolah kedua terletak di kawasan permukiman perkotaan; sekolah ketiga terletak di daerah pedesaan dengan kawasan industri ringan didekatnya; sekolah ke-empat terletak di atas bukit dekat area industri ringan di dekatnya dan sekolah kelima terletakdidaerahpermukiman pedesaan. Alat pengukuran di tempatkan pada luar ruangan, di ukur sebelum pelajaran dimulai hingga setelah jam pelajaran usai. Hasil penelitan menunjukkan bahwa sekolah-sekolah di Hongkong memiliki kualitas udara buruk tertinggi yang berasal dari kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri yang mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2

di luar ruangan hingga mencapai 500-800 ppm. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lokasi menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi CO2 luar ruangan.


(62)

2.3.2 Kualitas Udara Dalam Ruangan di TK pada Perkotaan dan Pedesaan di Upper Silesia, Polandia: PM Dan CO2

Penelitian ini dilakukan oleh Anna Mainka dan Elwira Zajusz-Zubek, dengan tujuan untuk meneliti pengaruh emisi luar ruangan di sekolah TK. Apakah ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi polutan di daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Metode pengukuran dilakukan dengan mengukur PM dan konsentrasi CO2 di luar ruangan, di ukur sebelum pelajaran dimulai hingga setelah

jam pelajaran usai. Penelitian dilakukan selama musim dingin 2013/2014 di empat sekolah TK yang terletak di Gliwich, sebuah kota kawasan industri di Upper Silesia, Polandia. Masing-masing sampel lokasi dipilih dua dari sekolah TK yang terletak di daerah perkotaan dan dua sekolah TK di daerah pedesaan. Sekolah TK pertama terletak di daerah perumahan di perkotaan; sekolah TK kedua terletak di daerah lalu lintas yang padat di perkotaan (fasad depan gedung terletak 50m dari jalan, dengan area parkir yang memungkinkan aliran udara dari lalu lintas); sekolah TK ketiga di daerah pedesaan tanpa kegiatan industri atau lalu lintas yang padat; bangunan keempat di daerah pedesaan terletak 50m dari jalan raya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2 di daerah pedesaan lebih

rendah daripada di daerah perkotaan, serta konsentrasi CO2 di luar ruangan

dipengaruhi oleh lokasi dan aktivitas yang terjadi di sekitar bangunan peningkatan konsentrasi CO2 dalam kaitannya dengan konsentrasi CO2 di luar ruangan, yaitu

pada sekolah TK pertama yang terletak di daerah lalu lintas yang padat di

perkotaan mencapai ≤ 400 ppm; sekolah TK kedua terletak di daerah lalu lintas


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR GRAFIK ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

1.6 Kerangka Berpikir ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kualitas Udara ... 7

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara ... 9

2.1.1.1 Lokasi ... 9

2.1.1.2 Sumber Pencemar ... 10

2.1.2 Dampak Kualitas Udara terhadap Kesehatan ... 15

2.2 Polutan Udara ... 18

2.2.1 Jenis Polutan ... 19

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Polutan ... 28

2.3 Penelitian Terkait ... 31

2.3.1 Penyelidikan Kualitas Udara di Sekolah-Sekolah di Hong Kong ... 31 2.3.2 Kualitas Udara Dalam Ruangan di TK pada Perkotaan


(2)

vi

2.4 Sintesa Pustaka ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Variabel Penelitian ... 34

3.3 Metoda Pengumpulan Data ... 35

3.3.1 Data Primer ... 35

3.3.2 Data Sekunder ... 35

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

3.5 Objek Penelitian ... 43

3.6 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 44

3.6.1 Perincian Data Lokasi Penelitian pada Kawasan Padat Lalu Lintas ... 44

3.6.2 Perincian Data Lokasi Penelitian pada Kawasan Industri ... 45

3.6.3 Perincian Data Lokasi Penelitian pada Kawasan Pemukiman ... 47

3.6.4 Lingkungan dan Kelas sebagai Objek Penelitian ... 48

3.7 Metoda Pengukuran ... 53

3.8 Metoda Analisa Data ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

4.1 Data dan Analisa Pengaruh Lokasi terhadap Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar Kawasan Padat Lalu Lintas ... 55

4.2 Data dan Analisa Pengaruh Lokasi terhadap Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar Kawasan Industri ... 57

4.3 Data dan Analisa Pengaruh Lokasi terhadap Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar Kawasan Pemukiman ... 59

4.4 Perbandingan Grafik Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar Kawasan Padat Lalu Lintas, Kawasan Industri dan Kawasan Pemukiman ... 60 4.5 Data dan Analisa Pengaruh Penghalang Bangunan


(3)

Lalu Lintas ... 61 4.6 Perbandingan Grafik Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar

Kawasan Padat Lalu Lintas berdasarkan Penghalang

Bangunan ... 63 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 66


(4)

viii DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spesifikasi Alat Ukur CO2 Meter Data Logger ... 34

Tabel 3.2 43 SDN yang Memenuhi Sampel Kriteria ... 37

Tabel 3.3 Sampel Penelitian ... 37

Tabel 3.4 Rincian data SDN 060971 dan SDN 065015 ... 44

Tabel 3.5 Rincian data SDN 066434 ... 46

Tabel 3.6 Rincian Data SDN 066666 ... 47

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari pada Kawasan Padat Lalu Lintas ... 56

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari pada Kawasan Industri ... 58

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari pada Kawasan Pemukiman ... 60

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari pada Kawasan Padat Lalu Lintas Penghalang Bangunan ... 62


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kawasan dan Lokasi SDN 060971 dan SDN 065015 .... 44

Gambar 3.2 Area di Sekitar SDN 060971 dan SDN 065015 ... 45

Gambar 3.3 Suasana di Sekitar SDN 060971 ... 45

Gambar 3.4 Suasana di Sekitar SDN 065015 ... 45

Gambar 3.5 Kawasan dan Lokasi SDN 066434 ... 46

Gambar 3.6 Area di Sekitar SDN 066434 ... 46

Gambar 3.7 Suasana di Sekitar SDN 066434 ... 47

Gambar 3.8 Kawasan dan Lokasi SDN 066666 ... 48

Gambar 3.9 Area di Sekitar SDN 066666 ... 48

Gambar 3.10 Suasana di Sekitar SDN 066666 ... 48

Gambar 3.11 Tata Guna Lahan di Sekitar SDN 060971 ... 49

Gambar 3.12 Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 060971 ... 49

Gambar 3.13 Foto Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 060971 ... 50

Gambar 3.14 Tata Guna Lahan di Sekitar SDN 066434 ... 50

Gambar 3.15 Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 066434 ... 50

Gambar 3.16 Foto Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 066434 ... 51

Gambar 3.17 Tata Guna Lahan di Sekitar SDN 066666 ... 51

Gambar 3.18 Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 066666 ... 51

Gambar 3.19 Foto Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 066666 ... 52

Gambar 3.20 Tata Guna Lahan di Sekitar SDN 065015 ... 52

Gambar 3.21 Posisi Peletakkan Alat CO2 di SDN 065015 ... 52


(6)

x DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Grafik Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari

di SDN 060971 pada Kawasan Padat Lalu Lintas ... 55 Grafik 4.2 Grafik Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari

di SDN 066434 pada Kawasan Industri ... 57 Grafik 4.3 Grafik Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari

di SDN 066666 pada Kawasan Pemukiman ... 59 Grafik 4.4 Perbandingan Konsentrasi CO2 pada Masing-Masing

Kawasan ... 61 Grafik 4.5 Grafik Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari

di SDN 065015 pada Kawasan Padat Lalu Lintas

Berdasarkan Penghalang Bangunan ... 62 Grafik 4.6 Grafik Perbandingan Konsentrasi CO2 di SDN 060971 dan

SDN 065015 pada Kawasan Padat Lalu Lintas Berdasarkan Penghalang Bangunan ... 63