Analisis Kadar Formalin Berdasarkan Perbedaan Suhu Dalam Proses Pencucian Serta Sesudah Pengupasan Pada Buah Impor di Kota Medan Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara

alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan
tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki
kualitas yang lebih baik. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 bahwa formalin tidak diizinkan
penggunaannya sebagai bahan tambahan pangan (Syah,dkk 2005).
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung
dengan tenggorokan, dan rasa membakar, dapat bercampur dalam air dan alkohol,
tetapi tidak bercampur dalam

kloroform dan eter. Larutan formaldehid atau

larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol, atau mikrobisida dan

merupakan bahan tambahan kimia yang efisien, namun dilarang ditambahkan
pada makanan (Cahyadi, 2006).
WHO dan FAO mengatakan tidak ada toleransi sedikitpun dari badan
dunia kesehatan dan pangan memperbolehkan penggunaan formalin sebagai
bahan pengawet makanan, alasannya karena formalin termasuk dalam kategori
bahan pengawet makanan yang sangat berbahaya sehingga kadarnya mutlak harus
0%. Efeknya yang lambat dan tidak langsung terlihat atau sulit disadari membuat
masyarakat tidak terlalu peduli dengan masalah formalin ini (Heliana, 2008).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Menurut Widyaningsih dan Erni (2006) ada beberapa hal yang
menyebabkan pemakaian formalin untuk bahan tambahan pangan (pengawet)
meningkat, antara lain harganya yang jauh lebih murah dibanding pengawet
lainnya, seperti natrium benzoate atau natrium sorbet. Selain itu, jumlah yang
digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya, mudah digunakan untuk proses
pengawetan karena bentuknya larutan, waktu pemrosesan pengawetan lebih

singkat, mudah didapatkan di toko bahan kimia dalam jumlah besar, dan
rendahnya pengetahuan masyarakat produsen tentang bahaya formalin.
Dalam ilustrasi piramida gizi seimbang, buah-buahan merupakan fungsi
yang kedua yaitu sebagai sumber zat pengatur dan terletak pada bagian tengah
kerucut setelah kelompok bahan makanan sumber karbohidrat artinya kebutuhan
buah-buahan bagi tubuh adalah nomor dua terbesar setelah makanan pokok
(Ramayulis, 2013).
Buah sangat mudah mengalami perubahan fisiologis, kimia dan fisik bila
tidak ditangani secara tepat. Akibatnya mutu akan turun dan menjadi tidak segar
lagi dalam waktu yang sangat singkat. Penanganan segar sangat diperlukan untuk
menjaga mutu buah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah produksi buah akan
mubazir jika tidak disertai dengan penanganan yang baik (Satuhu, 1993).
Buah-buah impor cukup berlimpah di indonesia, mulai dari pasar-pasar
swalayan, toko-toko yang khusus menjual buah, kios-kios kecil, hingga pedagang
di pinggir jalan atau kaki lima pun menjajakannya. Penampilan buah impor
umumnya sangat menarik tetapi kita tetap harus teliti sebelum membeli karena
buah-buahan tersebut biasanya telah mendapatkan perlakuan tertentu agar tetap

Universitas Sumatera Utara


3

kelihatan menarik walaupun telah mengalami masa angkut dan penyimpanan yang
lama (Sjaifullah,1996).
Saat ini, pasar buah-buahan Indonesia telah didominasi oleh buah-buahan
impor, seperti apel, jeruk, anggur, durian, pir, dan buah-buahan lainnya yang
berasal dari berbagai negara (Amerika Serikat, Australia, Cina, India, dan
Pakistan). Buah impor kerap dipilih oleh konsumen dengan alasan tampilannya
menarik, pasokan terjamin, walaupun hasil penelitian dari Balai Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian diketahui bahwa buah impor teridentifikasi
mengandung formalin dan pestisida yang dilarang dalam penggunaannya.
Penggunaan formalin dan pestisida ini dilakukan untuk tujuan memperpanjang
daya simpan (Ramayulis, 2013).
Dalam hal menurunkan kadar formalin, Sari (2011) melakukan penelitian
terhadap mi tiaw berformalin. Mencuci dengan air mengalir, merendam dengan
air biasa dan air mendidih dapat menurunkan kadar formalin walaupun tidak
100% pada mi tiaw. Merendam dengan air mendidih memang cara yang paling
efektif dalam menurunkan kadar formalin tetapi mencuci dengan air mengalirpun
dapat mengurangi kadar formalin. Penurunan kadar formalin dalam mi tiaw yang
diperoleh di pasar tradisional dengan perendaman dalam air mendidih yaitu

57,78%, perendaman dalam air biasa 38,83%, dan pencucian dengan air mengalir
8,52%. Hasil penurunan kadar formalin dalam mi tiaw yang diperoleh dari
supermarket dengan perendaman dalam air mendidih yaitu 63,77%, perendaman
dalam air biasa 42,66% dan pencucian dengan air mengalir 8,89%. Waktu
perendaman untuk setiap jenis mi tiaw dan perlakuan adalah sama yaitu 30 menit.

Universitas Sumatera Utara

4

Semakin tinggi suhu air dalam proses perendaman mi basah maka semakin
tinggi pula penurunan kadar formalinnya. Hal ini terlihat dari penelitian yang
dilakukan oleh Budiarti (2009) yaitu dengan waktu perendaman mi basah yang
sama selama 15 menit pada suhu 50ºC dapat menurunkan kadar formalin sebesar
65,42% sedangkan pada suhu 40ºC hanya menurunkan 39,77%. Dengan
perbedaan suhu air 10ºC sudah menunjukkan efek penurunan kadar formalin yang
lebih tinggi.
Pada penelitian Zalukhu (2015) terhadap pemeriksaan 15 sampel buah
impor di beberapa supermarket di Kota Medan, yang diambil berdasarkan jenis
buah impor yang paling banyak dibeli oleh konsumen, didapatkan hasil bahwa

semua sampel mengandung formalin. Pada buah anggur, kadar formalin tertinggi
terkandung pada Anggur Calmeria yang berasal dari Amerika yaitu sebesar 4,692
mg/ml dan menyusul Anggur Red Globe yaitu sebesar 3,572 mg/ml. Pada buah
apel, kadar formalin tertinggi terkandung pada Apel Fuji yang berasal dari Jepang
sebesar 4,552 mg/ml dan menyusul Apel Red Delicious yaitu sebesar 4,412
mg/ml.

1.2

Perumusan Masalah
Formalin yang dilarang penggunaannya terhadap makanan ternyata

terdapat pada buah impor di Kota Medan dan masih diperjual belikan sehingga
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah kadar formalin berkurang
atau tidak setelah dicuci ataupun dikupas.

Universitas Sumatera Utara

5


1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui kadar formalin
berdasarkan perbedaan suhu air dalam proses pencucian serta sesudah pengupasan
pada buah impor di Kota Medan Tahun 2016
1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Untuk mengetahui kadar formalin pada sampel buah impor sebelum
perlakuan

2.

Untuk mengetahui kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci
dengan air bersuhu 25⁰C

3.


Untuk mengetahui kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci
dengan air bersuhu 35⁰C

4.

Untuk mengetahui kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci
dengan air bersuhu 45⁰C

5.

Untuk mengetahui kadar formalin pada sampel buah impor setelah dikupas
kulitnya

6.

Untuk melihat perbedaan kadar formalin pada sampel buah impor sebelum
dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC, 35ºC, 45ºC serta dikupas

1.4


Hipotesis Penelitian

Ho :

Tidak ada perbedaan kadar formalin pada lima kelompok perlakuan sampel

Ha : Ada perbedaan kadar formalin diantara lima kelompok perlakuan sampel

Universitas Sumatera Utara

6

1.5

Manfaat Penelitian

1.

Sebagai sumber informasi bagi konsumen dalam hal penanganan buah

yang mengandung formalin

2.

Sebagai penambah pengetahuan penulis tentang kadar formalin pada buah

3.

Sebagai data awal dan informasi yang dapat dipergunakan dalam
penelitian lebih lanjut

Universitas Sumatera Utara