Analisis Kadar Formalin Berdasarkan Perbedaan Suhu Dalam Proses Pencucian Serta Sesudah Pengupasan Pada Buah Impor di Kota Medan Tahun 2016

(1)

Lampiran 1 Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan dalam Makanan

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

9. Formalin (Formaldehyde)


(2)

(3)

(4)

Lampiran 4 Hasil Pembacaan Output pada SPSS

a. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P1 dan P2 (Sebelum perlakuan dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC)

b. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P1 dan P3 (Sebelum perlakuan dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 35ºC)


(5)

c. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P1 dan P4 (Sebelum perlakuan dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 45ºC)

d. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P1 dan P5 (Sebelum perlakuan dan sesudah dikupas)


(6)

e. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P2 dan P3 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 35ºC)

f. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P2 dan P4 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 45ºC)


(7)

g. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P2 dan P5 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC dan sesudah dikupas)

h. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P3 dan P4 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 35ºC dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 45ºC)


(8)

i. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P3 dan P5 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 35ºC dan sesudah dikupas)

j. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P4 dan P5 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 45ºC dan sesudah dikupas)


(9)

Lampiran 5 Dokumentasi

Gambar 1. Apel Red Delicious


(10)

Gambar 3. Proses Menyeragamkan Suhu Air


(11)

Gambar 5. P2 dengan 5 Pengulangan


(12)

Gambar 7. P4 dengan 5 Pengulangan


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous., 2014. Anggur Red Globe (Sensasi Kesegaran Warna dan Rasa).

http://purnomosymb19.blogspot.co.id/2014/01/anggur-red-globe-sensasi-kesegaran.html. Diakses pada 23 Maret 2016.

Anonymous., 2015. Impact of Formalin to the Environmental and Health.

http://docslide.us/documents/impact-of-formalin-to-the-environmental-and-health.html. Diakses pada 08 Mei 2016.

Apriadji, W. H., 2014. Jus Sehat Golongan Darah A. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Apriadji, W. H., 2007. Beauty Salad : 81 Salad Buah & Sayuran Cita Rasa Indonesia untuk Tampil Cantik, Langsing, dan Awet Muda. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Badan Intelijen Negara Republik Indonesia ., 2013. Waspadai Buah Impor Berformalin. http://www.bin.go.id/awas/detil/210/4/27/07/2013/waspadai-buah-impor-berformalin. Diakses pada 15 Maret 2016.

Cahyadi, W., 2006. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Faizah, Restu., 2012. Cara mencuci Sayuran yang Benar.

http://blog.umy.ac.id/restufaizah/cara-mencuci-sayuran-yang-benar/. Diakses pada 09 Mei 2016.

Heliana, L 2008 , From Kitchen With Love, Republika, Jakarta.

Kristianingrum, S., 2007. Beberapa Metode Pengawetan Buah. Yogyakarta : Makalah Universitas Negeri Yogyakarta

Malau, F.P., 2015. Buah Impor “Berbuah” Penyakit. http://tes.analisadaily.com/opini/news/buah-impor-berbuah-penyakit /105284/ 2015 /02/ 05. Diakses pada 15 Maret 2016.

Marlina, H., 2008.Optimasi Pereaksi Schryver Menjadi Kertas Indikator Untuk Identifikasi Formalin Dalam Sampel Makanan. Jakarta: FMIPA UI.

Nurcahyati, E., 2014. Khasiat & Manfaat Dahyatnya Kulit Apel. Jakarta: PT. Serambi Distribusi.

Prasko M.H., 2012. Proses Perjalanan Buah Impor Sampai ke Tangan Konsumen. http://prasko17.blogspot.com/2012/08/proses-perjalanan-buah-impor-sampai. html.Diakses pada 15 Maret 2016.


(14)

Purawisastra, S., dan Emma S., 2011, Penyerapan Formalin Oleh Beberapa Jenis.

Bahan Makanan Serta Penghilangannya Melalui Perendaman Dalam Air Panas, PGM 2011, 34(1):63-74.

Ramayulis, R., 2013. Jus Super Ajaib. Jakarta: Penebar Swadaya. Rukmana., 1999. Seri Budidaya Anggur. Yogyakarta: Kanisius.

., 2004. LECI, Potensi dan Peluang Agrobisnis. Yogyakarta: Kanisius. _______., 2008. Bertanam Buah-Buahan Di Pekarangan. Yogyakarta: Kanisius. Saparinto, C., Hidayati, D., 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:

Kanisius.

Satuhu, S., 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Sjaifullah., 1996. Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta: Penebar Swadaya. Soraya, N., 2014. Infused Water: Minuman Alami Bervitamin & Super Sehat.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Suryobuwono, A.; K, Erni.; H, S, Aini.; S, Uci.,2005. Buah Segala Musim. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Suwarto, A., 2010. 9 Buah & Sayur Sakti Tangkal Penyakit. Yogyakarta : Liber Plus.

Syah, D.; Utama, S.; Mahrus, Z.; Fauzan, F.; Siahaan, R.; Oktavia, O.; Supriyadi, S.; Kartawijaya, W., 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni FATETA IPB.

Widyaningsih, T.D., Erni S.M., 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Yuliarti, N., 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Zalukhu, M. E. R., 2015. Analisis Kadar Formalin pada Buah Impor yang Dijual di beberapa Pasar Swalayan di Kota Medan Tahun 2015. Medan: FKM USU.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan analisa laboratorium untuk mengetahui kadar formalin pada buah impor sebelum dan sesudah dicuci atau dikupas dengan menggunakan pemeriksaan kuantitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di salah satu pasar swalayan di Kota Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut diatas adalah :

1. Banyak menjual jenis buah impor dengan berbagai merek.

2. Pada lokasi tersebut sudah pernah dilakukan penelitian sebelumnya dan hasilnya menunjukkan adanya formalin pada buah impor.

Pemeriksaan dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Kimia Bahan Makanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU 3.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulai Mei- Agustus 2016

3.3 Objek Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah apel impor yang dijual pada lokasi penelitian.


(16)

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti atau tujuan/masalah penelitian.

Sampel yang digunakan untuk diteliti adalah Apel Red Delicious. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, Anggur Calmeria dan Apel Fuji sudah sulit untuk ditemukan lagi pada lokasi-lokasi penjualan buah impor di Kota Medan sedangkan antara Anggur Red Globe dan Apel Red Delicious yang memiliki kadar formalin tertinggi kedua berdasarkan penelitian Zalukhu (2015) setelah dilakukan survei kuantitatif kembali oleh peneliti didapatkan hasil bahwa kadar formalin pada Apel Red Delicious lebih tinggi daripada Anggur Red Globe.

3.3.3 Penghitungan Sampel

Treatment I  P1 = sebagai kontrol

P2 = Dicuci dengan air besuhu 25ºC P3 = Dicuci dengan air bersuhu 35ºC P4 = Dicuci dengan air bersuhu 45ºC P5 = Daging buah setelah dikupas Maka jumlah ulangan (n) minimal adalah

(Tc-1) (n-1) ≥ 15 (5-1) (n-1) ≥ 15 4(n-1) ≥ 15 n-1 ≥15:4


(17)

n-1 ≥ 3,75 n ≥ 4,75

jadi untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 5 kali dengan jumlah sampel Tc x n = 5 x 5 = 25 sampel

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data primer

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan formalin di Laboratorium Biokimia dan Kimia Bahan Makanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU terhadap buah Apel Red Delicious sebelum dan setelah dicuci dengan air bersuhu 25°C, 35°C , dan 45°C ataupun setelah dikupas.

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian yang berhubungan serta referensi atau literatur-literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

3.5 Defenisi Operasional

1. Apel Red Delicious adalah buah apel dengan merek Red Delicious yang berasal dari Amerika dan dijual kepada konsumen di lokasi penelitian 2. Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid yang tidak berwarna,

mudah larut dalam air, mudah menguap dan mempunyai bau yang tajam 3. Pemeriksaan kadar formalin pada sampel adalah jumlah formalin yang

terkandung pada sampel sebelum diberi perlakuan dan sesudah di beri perlakuan yaitu dicuci dengan air bersuhu 25°C, 35°C, dan 45°C serta setelah dikupas.


(18)

4. Mencuci buah adalah membersihkan seluruh permukaan buah di dalam wadah berisi air dengan suhu yang sudah ditentukan

5. Mengupas adalah memisahkan daging buah dengan kulit tanpa mencuci buah sebelumnya.

3.6 Penyediaan Sampel

1. Menyiapkan wadah kaca

2. Mengisi wadah dengan air bersuhu masing-masing 25ºC, 35ºC dan 45ºC sebanyak 1 liter

3. Pada sampel yang diberi perlakuan pencucian, cucilah buah dengan menggosok-gosok permukaan buah secara keseluruhan di dalam wadah dengan tangan selama 10 usapan lalu tiriskan selama 15 menit lalu dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label dan di bawa ke laboratorium untuk di periksa.

4. Pada buah yang menjadi kontrol langsung masukkan ke dalam plastik dan diberi label

5. Pada buah yang di kupas, dilakukan pengkupasan di laboratorium sehingga dapat langsung diperiksa setelah dikupas.

3.7 Teknik Analisa Data 3.7.1 Alat

1. Neraca Analitik atau timbangan 2. Pipet tetes


(19)

4. Erlenmeyer 5. Buret

6. Statif dan Klem 7. Gelas ukur 8. Plastik 9. Karet

3.7.2 Bahan

1. Buah impor 2. Aquades

3. Larutan yodium 0,1 N

4. Larutan natrium tiosulfat 0,1 N 5. Larutan NaOH 4 N

6. Larutan HCl 4 N 7. Larutan kanji 0,5 %

3.7.3 Prosedur pemeriksaan sampel

1. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram 2. Masukkan ke dalam labu takar

3. Larutkan dan encerkan sampel buah impor ke dalam labu takar 100 ml dengan aquades sampai garis batas

4. Pipet 10 ml larutan yang telah encer ke dalam erlenmeyer 5. Tambahkan 3 ml NaOH dan 25 ml larutan yodium 0,1 N 6. Tutup dengan plastik dan ikat dengan karet

7. Simpan di tempat gelap selama 15 menit


(20)

9. Tambahkan larutan kanji 0,5 % dan titrasi diteruskan sampai larutan menjadi berwarna ungu kebiruan

10.Lakukan titrasi sampai perubahan warna hilang

Untuk menentukan kadar formalin dari masing-masing sampel dilakukan dengan menggunakan perhitungan :

ml x N x 14,008 x 10 mg/ml x 10 ml 100

Keterangan:

ml : Jumlah penitrasi N : Konsentrasi 14,008 : Koefisien (ketetapan)

Lakukan pemeriksaan yang sama terhadap setiap sampel yang telah disediakan.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Dalam pengolahan dan analisa data data disajikan dalam bentuk tabel setelah itu dinarasikan sebagai penjelasan. Analisis data menggunakan uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan untuk melihat kadar formalin antara buah yang tidak diberi perlakuan dengan buah yang diberi perlakuan. Data diolah menggunakan uji Kruskal Wallis. Data yang memiliki perbedaan signifikan untuk setiap perlakuan kemudian diuji lebih lanjut dengan analisis Post Hoc.


(21)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Pemeriksan

4.1.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Sebelum Perlakuan

Pemeriksaan kuantitatif pada buah dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan secara kualitatif sebelumnya untuk melihat ada atau tidaknya formalin pada buah. Hasil pemeriksaan kuantitatif formalin pada buah impor dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Sebelum Perlakuan

Pengulangan Sebelum (mg/ml)

1 1,12064

2 1,12064

3 1,12063

4 0,98056

5 0,98056

Rata-rata (mg/ml) 1,06460

Penurunan (%) -

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada setiap buah tidak selalu sama walaupun jenis buah sama dan dari sumber yang sama tetap memiliki perbedaan kadar formalin namun tetap tidak menutup kemungkinan ada kesamaan kadar formalin pada unit buah yang lainnya pada setiap unit. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada kontrol pengulangan satu sama dengan pengulangan dua yaitu 1,12064 mg/ml dan kadar terendah terlihat pada pengulangan keempat dan lima


(22)

yaitu 0,98056 mg/ml. Dengan lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin sebelum perlakuan atau sebagai kontrol pada buah Apel Red Delicious adalah 1,06460 mg/ml.

4.1.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C

Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dicuci dengan air bersuhu 25⁰C. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C

Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)

1 1,12064 0,70040

2 1,12064 0,70040

3 1,12063 0,70040

4 0,98056 0,70040

5 0,98056 0,84080

Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,72848

Penurunan (%) - 31,57242

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada buah yang sudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC mengalami penurunan sebesar 31,57% dari buah yang belum dicuci, namun masih tetap mengandung formalin. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada pengulangan satu sama dengan pengulangan dua, tiga dan empat yaitu 0,70040 mg/ml dan kadar tertinggi terlihat pada pengulangan lima yaitu 0,84080 mg/ml. Dengan lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 25⁰C adalah 0,72848 mg/ml.


(23)

4.1.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰ C

Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dicuci dengan air bersuhu 35⁰C. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰C

Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)

1 1,12064 0,56032

2 1,12064 0,56032

3 1,12063 0,56032

4 0,98056 0,56032

5 0,98056 0,70040

Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,58833

Penurunan (%) - 44,73699

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada buah yang dicuci dengan air bersuhu 35ºC masih tetap ada walaupun mengalami penurunan yang lebih tinggi yaitu 44,73% daripada sebelum dicuci dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC yaitu 31,57%. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada pengulangan satu sama dengan pengulangan dua, tiga dan empat yaitu 0,56032 mg/ml dan kadar tertinggi terlihat pada pengulangan lima yaitu 0,70040 mg/ml. Dengan lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 35⁰C adalah 0,58833 mg/ml.


(24)

4.1.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰ C

Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dicuci dengan air bersuhu 45⁰C. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰C

Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)

1 1,12064 0,42024

2 1,12064 0,42040

3 1,12063 0,42040

4 0,98056 0,42040

5 0,98056 0,42040

Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,42036

Penurunan (%) - 60,51475

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada buah masih tetap ada walaupun sudah dicuci dengan air bersuhu 45⁰C namun penurunan kadar formalin mencapai 60,51% yaitu lebih tinggi daripada setelah buah dicuci dengan air bersuhu 25ºC yaitu 31,57% dan 35ºC yaitu 44,73%. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin tertinggi terdapat pada pengulangan dua, tiga, empat dan lima yaitu 0,42040 mg/ml dan kadar terrendah terlihat pada pengulangan satu yaitu 0,42024 mg/ml. Dengan lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 45⁰C adalah 0,42036 mg/ml.


(25)

4.1.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dikupas

Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dikupas. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious

Setelah Dikupas

Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)

1 1,12064 0,84080

2 1,12064 0,84080

3 1,12063 0,84080

4 0,98056 0,70040

5 0,98056 0,70040

Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,78464

Penurunan (%) - 26,2972

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada buah masih tetap ada walaupun buah sudah dikupas dan terjadi penurunan daripada buah sebelum dikupas yaitu sebesar 26,29%. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada pengulangan satu sama dengan pengulangan dua, dan tiga yaitu 0,84080 mg/ml dan kadar terendah terlihat pada pengulangan empat dan lima yaitu 0,70040 mg/ml. Dengan lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red Delicious setelah dikupas adalah 0,78464 mg/ml.

4.2 Perbedaan Kadar Formalin Sebelum dan Setelah Perlakuan

Berdasarkan data hasil penelitian terhadap kadar formalin pada buah impor tersebut kemudian dilakukan analisis data secara statistik. Adapun hasilnya sebagai berikut:


(26)

4.2.1 Hasil Uji Kruskal Wallis

Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa nilai signifikansi atau probabilitas adalah 0,000. p=0,000<0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa paling tidak terdapat perbedaan kadar formalin antara dua kelompok perlakuan. 4.2.2 Hasil Uji Mann-Whitney

Berdasarkan hasil Uji Kruskal Wallis dapat diketahui bahwa paling tidak terdapat perbedaan kadar formalin antara dua kelompok dan untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan maka dilakukan analisis dengan uji Mann-Whitney. Adapun hasil Uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.6 Hasil Uji Mann-Whitney Kadar Formalin Setelah Perlakuan

Kelompok Perlakuan Siginifikansi

(p)

I J

P1

(Buah sebelum diberi perlakuan/Kontrol)

P2 0,007

P3 0,007

P4 0,007

P5 0,008

P2

(Buah setelah dicuci dengan air bersuhu 25ºC)

P3 0,015

P4 0,005

P5 0,221*

P3

(Buah setelah dicuci dengan air bersuhu 35ºC)

P4 0,005

P5 0,011

P4

(Buah setelah dicuci dengan air bersuhu 45ºC)

P5 (Buah setelah

dikupas)

0,006

Keterangan: Tanda (*) = tidak ada perbedaan bermakna antar pasangan perlakuan (p > 0,05) Tabel 4.6 menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red Delicious sebelum diberi perlakuan ada perbedaan bermakna dengan sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC, 35ºC, 45ºC serta sesudah dikupas demikian


(27)

sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 25ºC ada perbedaan bermakna dengan sesudah dicuci dengan air bersuhu 35ºC dan 45ºC demikian sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 35ºC ada perbedaan bermakna dengan sesudah dicuci dengan air bersuhu 45ºC dan sesudah dikupas demikian sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 45ºC ada perbedaan bermakna dengan sesudah dikupas demikian sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 25ºC tidak ada perbedaan bermakna dengan sesudah dikupas, demikian sebaliknya.

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa dari semua perlakuan yang dilakukan, pencucian dengan air bersuhu 45ºC paling tinggi dalam menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious.


(28)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Formalin pada Buah Impor Sebelum Perlakuan

Pemeriksaan awal kadar formalin dalam survei pendahuluan dilakukan dengan menggunakan metode analisa Titrasi Iodiometer di Laboratorium Biokomia dan Kimia Bahan Pangan FMIPA USU dan menunjukkan adanya formalin pada sampel buah impor. Peraturan Menteri Kesehatan No.1168/MENKES/PER/X/1999 menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa sampel buah impor mengandung bahan yang tidak seharusnya untuk makanan.

Hasil pemeriksaan kuantitatif kadar formalin pada buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum dilakukannya perlakuan (pencucian ataupun pengupasan) didapatkan hasil rata-rata yaitu sebesar 1,06460 mg/ml .

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan bahwa kadar formalin untuk setiap unit buah tidaklah selalu sama namun tetap tidak menutup kemungkinan adanya kesamaan kadar formalin antar unit buah.

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014).

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa


(29)

methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi. Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein. Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).

WHO dan FAO mengatakan tidak ada toleransi sedikitpun dari badan dunia kesehatan dan pangan memperbolehkan penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan alasannya karena formalin termasuk dalam kategori bahan pengawet makanan yang sangat berbahaya sehingga kadarnya mutlak harus 0%. Efeknya yang lambat dan tidak langsung terlihat atau sulit disadari membuat masyarakat tidak terlalu peduli dengan masalah formalin ini (Heliana, 2008).

5.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan dibandingkan setelah dicuci dengan air bersuhu 25⁰C. Rata-rata kadar formalin sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dilakukan pencucian dengan air bersuhu 25⁰C menjadi 0,72848 mg/ml atau terjadi persentase penurunan sebesar 31,57%.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan bahwa pencucian buah dapat menurunkan kadar formalin karena sifat formalin yang dapat berikatan dengan air. Proses pelarutan dalam air akan lebih cepat


(30)

dengan meningkatnya suhu maka penulis juga memperhatikan suhu air yang digunakan untuk mencuci buah.

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Formalin mudah larut dalam air, mudah menguap mempunyai bau yang tajam dan iritatif serta mudah terbakar bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia tertentu (Cahyadi, 2006). Proses pelarutan formalin dalam air akan makin cepat dengan meningkatnya suhu (Budiarti, 2009).

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014)

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa

methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi. Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein. Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Emma terhadap beberapa bahan makanan ternyata semakin lama perendaman bahan makanan dalam formalin maka kandungan formalin juga meningkatyang diikuti dengan


(31)

penurunan kadar protein. Dengan demikian terjadi pembentukan senyawa methylene dengan adanya reaksi antara protein dengan formalin. Setelah dilakukan perendaman dengan air bersuhu 100ºC terlihat penurunan kandungan formalin dan diikuti dengan peningkatan protein pada sampel penelitiannya. Senyawa methylene bisa mengurai kembali menjadi protein dan formalin namun reaksi ini tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion dari air tidak reaktif terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa air bersuhu 25⁰C dapat menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena masih mengandung BTP yang dilarang pada makanan.

5.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰C

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan dibandingkan setelah dicuci dengan air bersuhu 35⁰C. Rata-rata kadar formalin sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dilakukan pencucian dengan air bersuhu 35⁰C menjadi 0,58833 mg/ml atau terjadi persentase penurunan sebesar 44,73%. Kadar penurunan formalin pada buah yang


(32)

dicuci dengan air bersuhu 35ºC lebih tinggi daripada buah yang dicuci dengan air bersuhu 25ºC.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan bahwa pencucian buah dapat menurunkan kadar formalin dan dengan semakin tinggi suhu pencucian semakin tinggi pula penurunan kadar formalin dikarenakan sifat formalin yang dapat berikatan dengan air dan proses pelarutan dalam air akan lebih cepat dengan meningkatnya suhu maka penulis juga memperhatikan suhu air yang digunakan untuk mencuci buah.

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Formalin mudah larut dalam air, mudah menguap mempunyai bau yang tajam dan iritatif serta mudah terbakar bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia tertentu (Cahyadi, 2006). Proses pelarutan formalin dalam air akan makin cepat dengan meningkatnya suhu (Budiarti, 2009).

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014)

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa

methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi. Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan


(33)

formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein. Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Emma terhadap beberapa bahan makanan ternyata semakin lama perendaman bahan makanan dalam formalin maka kandungan formalin juga meningkatyang diikuti dengan penurunan kadar protein. Dengan demikian terjadi pembentukan senyawa methylene dengan adanya reaksi antara protein dengan formalin. Setelah dilakukan perendaman dengan air bersuhu 100ºC terlihat penurunan kandungan formalin dan diikuti dengan peningkatan protein pada sampel penelitiannya. Senyawa methylene bisa mengurai kembali menjadi protein dan formalin namun reaksi ini tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion dari air tidak reaktif terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa air bersuhu 35⁰C dapat menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena masih mengandung BTP yang dilarang pada makanan.


(34)

5.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰C

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan dibandingkan setelah dicuci dengan air bersuhu 25⁰C. Rata-rata kadar formalin sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dilakukan pencucian dengan air bersuhu 45⁰C menjadi 0,42036 mg/ml atau terjadi persentase penurunan sebesar 60,51%. Kadar penurunan formalin pada buah yang dicuci dengan air bersuhu 45ºC lebih tinggi daripada buah yang dicuci dengan air bersuhu 35ºC.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan bahwa pencucian buah dapat menurunkan kadar formalin dan dengan semakin tinggi suhu pencucian semakin tinggi pula penurunan kadar formalin dikarenakan sifat formalin yang dapat berikatan dengan air dan proses pelarutan dalam air akan lebih cepat dengan meningkatnya suhu maka penulis juga memperhatikan suhu air yang digunakan untuk mencuci buah.

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Formalin mudah larut dalam air, mudah menguap mempunyai bau yang tajam dan iritatif serta mudah terbakar bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia tertentu (Cahyadi, 2006). Proses pelarutan formalin dalam air akan makin cepat dengan meningkatnya suhu (Budiarti, 2009).


(35)

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014).

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa

methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi. Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein. Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Emma terhadap beberapa bahan makanan ternyata semakin lama perendaman bahan makanan dalam formalin maka kandungan formalin juga meningkatyang diikuti dengan penurunan kadar protein. Dengan demikian terjadi pembentukan senyawa methylene dengan adanya reaksi antara protein dengan formalin. Setelah dilakukan perendaman dengan air bersuhu 100ºC terlihat penurunan kandungan formalin dan diikuti dengan peningkatan protein pada sampel penelitiannya. Senyawa methylene bisa mengurai kembali menjadi protein dan formalin namun reaksi ini tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion dari air tidak reaktif terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa air bersuhu 45⁰C dapat menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum


(36)

memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena msih mengandung BTP yang dilarang pada makanan.

5.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dikupas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan dibandingkan setelah dikupas. Rata-rata kadar formalin sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dikupas menjadi 0,78464 mg/ml atau terjadi persentase penurunan sebesar 26,29 %. Hal ini menunjukkan bahwa daging buah juga sudah terkontaminasi oleh formalin tidak hanya kulit buah saja.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan bahwa formalin tidak hanya terdapat pada kulit buah namun juga sudah meresap sampai pada daging buah dan pengupasan kulit buah dapat menurunkan kadar formalin saat kita mengonsumsi buah tersebut karena formalin yang berada pada kulit buah tidak ikut kita konsumsi.

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan.(Manoppo, 2014)

Untuk meminimalkan kadar formalin pada buah dapat dilakukan dengan mencuci buah dengan air hangat lalu buah juga dikupas namun bila kontaminasi


(37)

sudah masuk ke daging buah, tidak ada cara lain kecuali menghindarinya sama sekali. Sekecil apapun paparan formalin dalam makanan akan berakibat negatif pada tubuh meskipun baru dapat dilihat maupun dirasakan dalam jangka waktu yang panjang (Soraya, 2014).

Hasil pemeriksaan ini menunjukkan bahwa pengupasan dapat menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena masih mengandung BTP yang dilarang pada makanan.

5.6 Pengujian Efektivitas Perlakuan dalam Menurunkan Kadar Formalin pada Buah Impor

Hasil dari pemeriksaan menunjukkan setelah dilakukan pencucian dengan air bersuhu 25⁰C terjadi penurunan kadar formalin pada Apel Red Delicious yaitu sebesar 0,33612 mg/ml atau dengan persentase sebesar 31,57%. Pencucian dengan air bersuhu 35⁰C mampu menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious sebesar 0,47627 mg/ml atau dengan persentase sebesar 44,73%. Pencucian dengan air bersuhu 45⁰C mampu menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious sebesar 0,64424 mg/ml atau dengan persentase sebesar 60,51%. Mengupas kulit buah Apel Red Delicious mampu menurunkan kadar formalin sebesar 0,27996 mg/ml atau dengan persentase sebesar 26,29%.


(38)

Hasil pencucian dengan tiga suhu yang berbeda dan pengupasan mampu menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun tidak 100% sehingga tetap belum layak untuk dikonsumsi karna formalin dilarang ada pada makanan sehingga kadar formalin harus mutlak tidak ada pada makanan.

Persentase penurunan kadar formalin terbaik terjadi pada pencucian dengan air bersuhu 45⁰C yakni sebesar 60,51% kemudian dengan pencucian dengan air bersuhu 35⁰C yakni sebesar 44,73% kemudian dengan pencucian dengan air bersuhu 25⁰C yakni sebesar 31,57% dan terakhir oleh pengupasan kulit buah Apel Red Delicious yaitu sebesar 26,29%.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan bahwa pencucian buah lebih dapat menurunkan kadar formalin daripada pengupasan kulit buah karena sifat formalin yang dapat berikatan dengan air dan proses pelarutan dalam air akan lebih cepat dengan meningkatnya suhu sehingga semakin tingginya suhu pencucian buah diikuti dengan semakin tingginya pula persentase penurunan kadar formalin pada sampel buah impor.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata yang bermakna pada berbagai perlakuan untuk setiap perlakuan dalam menurunkan kadar formalin pada air Apel Red Delicious sehingga dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Uji ini dilakukan untuk melihat perlakuan yang paling maksimal menurunkan kadar formalin dan melihat perbandingan rata-rata pasangan yang berbeda bermakna.

Ada dua (2) kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan perlakuan terbaik (optimum) suatu percobaan yaitu untuk kriteria terbaik utama dipilih perlakuan yang pengaruhnya minimal berbeda nyata dengan pengaruh perlakuan


(39)

yang bertaraf lebih rendah, tetapi tidak berbeda nyata dengan pengaruh perlakuan yang bertaraf sama atau lebih tinggi. Sedangkan untuk kriteria terbaik kedua dipilih perlakuan yang pengaruhnya minimal berbeda nyata dengan pengaruh perlakuan kontrol atau bertaraf lebih rendah dan mempunyai frekuensi beda nyata yang sama atau lebih banyak dibandingkan perlakuan yag bertaraf sama atau lebih tinggi (Hanafiah, 2008).

Hasil penelitian dalam Uji Mann-Whitney menunjukkan untuk pencucian Apel Red Delicious dengan air bersuhu 45⁰C berbeda bermakna dengan kontrol dan dengan pencucian dengan air bersuhu 25⁰C, bersuhu 35⁰C serta dengan perlakuan pengupasan kulit Apel Red Delicious.

Hal ini menunjukkan bahwa pencucian dengan air bersuhu 45⁰C paling maksimal untuk menurunkan kadar formalin pada sampel buah impor Apel Red Delicious di Kota Medan.


(40)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan :

1. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor sebelum diberi perlakuan adalah 1,06460 mg/ml.

2. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci dengan air bersuhu 25⁰C adalah 0,72848 mg/ml.

3. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci dengan air bersuhu 35⁰C adalah 0,58833 mg/ml.

4. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci dengan air bersuhu 45⁰C adalah 0,42036 mg/ml.

5. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dikupas adalah 0,78464 mg/ml.

6. Pencucian sampel buah impor dengan air bersuhu 25ºC, 35ºC, 45ºC dan pengupasan berbeda bermakna dengan kontrol.

6.2 Saran

1. Bagi pemerintah diharapkan untuk lebih memperketat pengawasan terhadap masuknya buah impor ke Indonesia terutama buah-buahan yang mengandung zat berbahaya seperti formalin


(41)

2. Bagi BPOM diharapkan untuk mengadakan pemantauan, pengawasan, dan pembinaan terhadap penggunaan formalin sebagai bahan tambahan pangan oleh para pedagang

3. Bagi masyarakat diharapkan agar mencuci buah impor dengan air bersuhu 45ºC

4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai metode penghilangan formalin pada buah impor


(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang lebih baik (Syah, dkk 2005).

Menurut Cahyadi (2006) bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah satu atau yang tidak memenuhi persyaratan

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan

4. Tidak digunakan unutk menyembunyikan kerusakan bahan pangan 2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Syah,dkk (2005) secara khusus tujuan penggunaan bahan tambahan pangan di dalam pangan adalah untuk :


(43)

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut 3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera 4. Meningkatkan kualitas pangan

5. Menghemat biaya

Dengan menggunakan bahan tambahan pangan, diharapkan dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta memudahkan preparasi bahan pangan (Cahyadi, 2006).

2.1.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Cahyadi (2006) bahan tambahan pangan dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Permenkes RI No.722/Menkes/Per/XI/88 menetapkan bahan tambahan pangan yang diizinkan dan juga daftar bahan tambahan pangan yang dilarang untuk digunakan pada produk pangan.

1. Bahan tambahan pangan yang diizinkan a. Antioksidan

b. Antikempal

c. Pengatur Keasamaan d. Pemanis Buatan

e. Pemutih dan Pematang Tepung f. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental


(44)

g. Pengawet h. Pengeras i. Pewarna

j. Penyedap Rasa dan Aroma serta Penguat Rasa k. Sekuestan

2. Bahan tambahan pangan yang dilarang a. Natrium Tetraborat

b. Formalin

c. Minyak Nabati yang dibrominasi d. Kloramfenikol

e. Kalium Klorat f. Dietilpirokarbonat g. Nitrofuranzon h. P-Phenetilkarbamida

i. Asam Salisilat dan garamnya

Selain bahan tambahan diatas, masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), kalsium bromat (pengeras).

2.2 Formalin 2.2.1 Pengertian Formalin

Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 1168/MenKes/PER/X/1999, formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk makanan. Formalin merupakan nama dagang larutan formaldehida. Sebenarnya


(45)

formalin adalah desinfektan yang aktif terhadap bakteri, virus dan cendawan serta berguna untuk mengawetkan specimen biologi dan mayat dan dibidang industri digunakan pada tekstil, pupuk dan bahan kimia

Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon. Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 30-50% gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung methanol 10-15%. Ada beberapa hal yang menyebabkan pemakaian formalin untuk bahan tambahan makanan (pengawet) meningkat, antara lain harganya yang jauh lebih murah dibanding pengawet lainnya, seperti natrium benzoate atau natrium sorbet. Selain itu, jumlah yang digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya, mudah digunakan untuk proses pengawetan karena bentuknya larutan, waktu pemrosesan pengawetan lebih singkat, mudah didapatkan di toko bahan kimia dalam jumlah besar, dan rendahnya pengetahuan masyarakat produsen tentang bahaya formalin (Widyaningsih dan Erni, 2006).

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi

(Purawisastra dan Emma, 2011). 2.2.2 Karateristik Formalin

Formalin merupakan larutan jenuh formaldehid dalam air dengan kadar ±37%. Larutan ini tidak berwarna dengan bau yang menusuk atau tajam. Jika dibiarkan, terutama dalam keadaan dingin akan menjadi keruh dan dapat


(46)

membentuk endapan. Di dalam larutan formalin biasanya ditambahkan 10-15% methanol sebagai stabilisator dan untuk mencegah polimerisasi. Titik didih larutan formalin sebesar 96ºC dengan berat jenis 1,08 g/ml dan pH 2,8-4 (Marlina, 2008).

Menurut Cahyadi (2006) formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dengan tenggorokan, dan rasa membakar, dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter.

2.2.3 Kegunaan Formalin

Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan, melainkan sebagai antiseptic, germisida, dan pengawet non makanan. Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industry, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetik, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin boleh juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil(<1%) digunakan sebagai bahan pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring,


(47)

pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Di dunia kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat (Yuliarti,2007).

Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan polimer yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena itu, formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring, gelas dan mangkuk yang berasal dari plastik atau melamin. Bila piring atau gelas tersebut terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang terdapat dalam gelas akan larut. Barang-barang tersebut bila digunakan dalam keadaan dingin sebenarnya tidak berbahaya karena formalin di dalamnya tidak akan larut. Namun, tidak demikian halnya bila wadah-wadah ini dipakai untuk menaruh bahan makanan panas seperti membuat minuman teh, susu, kopi atau makanan berkuah panas (Yuliarti,2007).

2.2.4 Dampak Formalin terhadap Kesehatan

Kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Anak-anak khususnya bayi dan balita, adalah salah satu kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini. Usus imatur (belum sempurna) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit dikeluarkan. Hal ini juga akan mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya (Yuliarti,2007).


(48)

Menurut Cahyadi (2006) formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan, yaitu mulut dan pernapasan. Polusi yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik mengandung formalin yang mau tidak mau kita hirup, kemudian masuk ke dalam tubuh. Begitu pula asap rokok bahkan air hujan yang jatuh ke bumi pun sebetulnya mengandung formalin.

Jika formalin terhirup maka akan segera diabsorpsi ke paru dan menyebabkan paparan akut berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar, dan lakrimasi (keluar air mata dan pada dosis lebih tinggi bisa buta), bronchitis, edema pulmonary atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronchus dan menyebabkan akumulasi cairan di paru. Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi, asma, dan dermatitis (Widyaningsih dan Erni, 2006).

Efek dari makanan berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian. Kandungan formalin akan meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan juga bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan dan mata (Cahyadi,2006).

Menurut Yuliarti (2007) Formalin tidak hanya berbahaya jika dikonsumsi, melainkan juga dengan melakukan kontak terhadapnya. Gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan formalin sangat tergantung pada cara masuknya zat ini ke dalam tubuh kita. Kontak dengan formalin bisa menyebabkan luka bakar jika mengenai kulit, iritasi pada saluran pernapasan bila menghirup uapnya dalam


(49)

konsentrasi yang tinggi, maupun reaksi alergi. Jika kandungan formalin dalam tubuh tinggi maka akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kerusakan organ tubuh.

Pemaparan formaldehid terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras, menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada sistem reproduksi wanita akan menimbulkan gangguan menstruasi, toksemia, dan anemia pada kehamilan, peningkatan aborsi spontan, serta penurunan berat badan bayi yang baru lahir. Uap dari larutan formaldehid menyebabkan iritasi membrane mukosa hidung, mata, dan tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada konsentrasi 0,03-4 bpj selama 35 menit. Dapat terjadi iritasi pernafasan parah seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronchitis, pneumonia, asma, edema pulmonary, dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit (Cahyadi,2006).

Menurut Yuliarti (2007) formalin yang masuk ke dalam tubuh dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan.

Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan lembaga internasional untuk penelitian kanker (IARC) menggolongkan formalin sebagai senyawa yang bersifat karsinogen, yaitu senyawa yang dapat memacu pertumbuhan sel-sel kanker. Formalin akan mengacaukan susunan protein atau RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susunan DNA kacau, maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Tentu prosesnya memakan waktu yang lama, tetapi cepat atau lambat jika setiap hari


(50)

tubuh kita mengonsumsi makanan yang mengandung formalin, maka kemungkinan besar terjadinya kanker (Widyaningsih dan Erni, 2006).

Meskipun dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh, sangatlah tidak bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industry memerlukan formalin sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling utama adalah dengan tidak menggunakannya pada makanan. Oleh karena itu, yang terbaik adalah menjalankan fungsi pengawasan dengan ketat yang dalam hal ini melibatkan Depkes atau Badan POM beserta instansi terkait (Yuliarti,2007).

Tabel 2.1 Efek yang dihasilkan dari paparan formalin, sebagai berikut : No. Penelitian Sampel

dan cara

Frekuensi dan dosis

Sistem Efek

1. Burkhart et.al 1990 Manusi a (oral) 517 mg/kgBB/ hari (1 kali Repiratori Jantung Hematologi metabolik Kematian

Frekuensi nafas turun (henti)

TD turun & Henti jantung

Intravaskular koagulopati

Asodisis metabolic 2. Eells et al.

1981 Manusi a (oral) 624 mg/kgBB/ hari (1 kali) Repiratori Jantung metabolik Kematian Henti nafas Hipotensi Asidosis 3. Tobe et al.

1989 Tikus Wistar (oral 300 mg/kgBB/ hari (1 kali

Kematian (9 hari evaluasi )

Kematian awal muncul hari ke-9,

bulan ke-12

kemungkinan

kematian terjadi 45-55%, dan

pada bulan ke-24 menjadi 100%


(51)

4. Kochhar et al. 1986 Manusi a (oral) 234 mg/kgBB/ hari (1 kali)

Jantung Sinus takikardia

5. O K Al Omari 2007 Tikus Sprage- Dawely (oral) 150 mg/kgBB/ hari (12 minggu) Hematologi

Perubahan pH dan PCO2

6. B F Al Husany 2012 Kelinci (inhalas i) 10% formalin (6 bulan)

Perubahan PO2, PCO2, HCO3,

berperngaruh pada pH, Hb,

Volume paket sel dan hitung

retikulosit 7. Til et al.

1989 Tikus wistar 82 mg/kgBB/ hari

Hiperplasi papilloma, hiperplasia

glandular, gastritis atropis kronik,

BB turun 10-15 %, konsumsi

8. Tobe et al. 1989 Tikus Wistar (oral) 300 mg/kgBB/ hari (24 bulan)

BB turun 40-45%, konsumsi

makan minum turun 25-50 %,

penurunan serum protein,

albumin, total kolesterol, lesi

degeneratif epitel serius


(52)

Tabel 2.2 Ambang batas penggunaan formalin, sebagai berikut :

No. Ambang Batas Jumlah Paparan Lama

Paparan 1. National Institude for Occupational

Safety

and Health (NIOSH) dan Recommended

Exposure Limit (REL)

0,016 ppm (0.02 mg/m3)

(10-h TWA) • 0,01 ppm

• 8 jam • 15 menit

2. OSHA Permissible Exposure Limit (PEL)

• 0,75 ppm • 2,00 ppm

• 8 jam • 15 menit Sumber http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=14414

2.3 Buah-buahan

2.3.1 Pengertian dan Manfaat Buah-buahan

Buah adalah bahan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, lemak, protein, dan serat. Selain itu, setiap jenis buah mempunyai keunikan dan daya tarik tersendiri, seperti rasa, aroma yang khas serta warna atau bentuk yang mengandung nilai-nilai estetis. Salah satu sasaran pemerintahan adalah perbaikan gizi masyarakat yaitu dengan meningkatkan kualitas konsumsi pangan melalui penganekaragaman pangan sehingga mendorong masyarakat ke arah pola konsumsi yang lebih baik dan lebih memperhatikan nilai gizinya baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Sjaifullah,1996).

Menurut Rukmana (2008), komoditas buah-buahan merupakan penyumbang keanekaragaman dan kecukupan gizi rakyat yang cukup besar. Buah-buahan mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, asam, minyak yang mudah menguap, pectin, air, serat, gula, dan lain-lain. Mengonsumsi buah-buahan setiap hari secara teratur akan berpengaruh langsung pada susunan saraf, mempertinggi daya tahan tubuh dan mencegah penyakit, membantu kerja


(53)

jantung, mempertajam ingatan, meringankan tekanan mental, serta menyelaraskan pencernaan makanan, urat saraf, dan peredaran darah.

Buah sangat mudah mengalami perubahan fisiologis, kimia dan fisik bila tidak ditangani secara tepat. Akibatnya mutu akan turun dan menjadi tidak segar lagi dalam waktu yang sangat singkat. Penanganan segar sangat diperlukan untuk menjaga mutu buah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah produksi buah akan mubazir jika tidak disertai dengan penanganan yang baik (Satuhu,1993).

2.3.2 Penanganan dan Pengolahan Buah-buahan

Buah-buahan yang bisa dimakan bersama kulitnya seperti apel dan pir, apalagi yang impor, sebaiknya dikupas. Langkah ini penting untuk meminimalkan asupan pestisida yang terdapat di bagian kulit buah dan daging buah yang berada tepat di bawah kulit. Pencucian juga membantu melarutkan dan meminimalkan cemaran bahan kimiawi sintesis yang menempel pada permukaan buah. Hindari menggunakan sabun deterjen cair untuk mencuci peralatan makanan dan minuman yang diklaim bisa untuk mencuci buah dan sayuran (Apriadji, 2007).

Mencuci buah dengan air mengalir atau air hangat merupakan salah satu cara dalam mengurangi pestisida dan pengawet di permukaan buah, walaupun tidak membuang pestisida yang meresap ke dalam buah dan juga yang menumpuk di bawah kulit ( Apriadji, 2004).

Beberapa tips cara mencuci sayuran/buah :

1. Untuk sayuran yang tidak perlu dikupas dan dipotong seperti kecambah, kacang polong, dll, bisa langsung dicuci.

2. Untuk sayur/buah yang perlu dikupas dan dipotong-potong seperti wortel, kentang dll, cucilah selagi buah/sayur masih utuh (sebelum


(54)

dikupas/dipotong). Karena pestisida berada di bagian luar buah/sayur. Apabila dicuci setelah dikupas/dipotong, maka dikhawatirkan vitamin yang terkandung akan ikut larut.

3. Pastikan tempat dan pisau pemotong sudah bersih.

4. Dalam mencuci sayur/buah lakukan dengan cara menampung air pada ember/waskom, baru kemudian sayur/buah dimasukkan dalam air tersebut. Jangan terbalik, apabila buah/sayur ditempatkan dalam wadah baru diisi air apalagi dibawah kran, maka dikhawatirkan vitamin akan ikut larut (Faizah, 2012) .

2.3.3 Memilih Buah

Menurut Sjaifullah (1996), beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam memilih buah segar yang baik adalah sebagai berikut :

1. Kriteria Fisik

Penilaian mutu buah dari segi fisik merupakan hal yang paling mudah untuk dilakukan. Parameter kriteria fisik antara lain :

a. Warna kulit

Setiap jenis buah, bahkan setiap varietasnya mempunyai warna kulit yang khas. Umumnya buah yang mengalami proses pematangan akan berubah warna kulitnya dari hijau gelap menjadi kuning, merah atau ungu. Di negara-negara maju warna biasa diukur secara obyektif, yaitu dengan menggunakan teknik transmisi sinar. Juga tersedia tabel warna untuk beberapa komoditas sebagai panduan dalam menentukan kematangan.


(55)

Buah yang baik terlihat segar, kulitnya berkilap, tidak keriput dan tidak terdapat noda, baik noda bekas gigtan serangga maupun noda getah. c. Ukuran dan bentuk buah

Umumnya pada saat layak petik buah mempunyai ukuran maksimum dengan bentuk yang khas pula. Selain ukuran, bentuk dapat dijadikan patokan untuk menentukan mutu buah. Buah yang baik mempunyai bentuk sesuai dengan bentuk baku normalnya. Buah cacat atau tidak normal akan mempunyai rasa yang kurang enak pula.

d. Kerapatan rambut atau duri

Buah yang berambut atau berduri telah layak dipetik untuk dikonsumsi apabila rambut atau durinya telah merenggang. Pada beberapa buah seperti nangka dan sirsak, selain merenggang, durinya juga sudah melunak.

e. Kekerasan

Kekerasan buah dapat dirasakan melalui pijatan jari. Buah yang matang dan siap dikonsumsi relatif lebih lunak daripada buah yang masih mentah. Buah yang baik mempunyai kekerasan merata. Contoh yang paling jelas pada jeruk. Bila kekerasannya tidak merata, maka sebagian dari daging buahnya akan berbeda rasanya.

f. Berat jenis

Sejalan dengan matangnya buah, berat jenis buah juga naik. Sifat ini telah dijadikan salah satu prinsip dasar untuk memisahkan antara buah yang cukup tua dan yang masih muda saat buah baru dipanen.


(56)

Semangka dan alpukat yang muda bila diketuk dengan jari berbunyi relatif lebih nyaring (seperti tepukan di dahi) daripada yang matang atau yang terlalu matang. Pada nangka dan durian yang sudah matang bunyi nyaring akan terdengar apabila duri buah dijentik dengan ujung jari atau diketuk dengan sebilah kayu. Buah-buahan ini juga dikenal mengeluarkan aroma yang khas bila sudah matang.

2. Kriteria Kimiawi

Walaupun setiap jenis dan varietas buah mempunyai komposisi kimiawi tertentu, namun buah dari varietas yang sama dapat mempunyai komposisi bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah cahaya matahari yang diserap, suhu selama pertumbuhan, serta jenis dan frekuensi pemupukan.

a. Kandungan pati

Umumnya sejalan dengan pematangan buah, zat pati akan diubah menjadi gula. Konversi dari pati menjadi gula pada pisang merupakan indeks yang sangat baik untuk menentukan derajat kematangan. Intensitas warna biru yang terbentuk dari reaksi pati dengan larutan kalium iodida menunjukkan jumlah relatif pati yang dikandungnya, dan ini dapat dilihat secara visual. Makin tua pisang makin sedikit area pada penampang melintang buah tersebut yang berwarna biru .

b. Kandungan gula

Kandungan gula atau total padatan terlarut merupakan refleksi dari rasa manis, yang juga menunjukkan derajat ketuaan dan kematangan. Padatan terlarut dalam sari buah dapat diukur secara mudah dan cepat dengan hand-refractometer. Alat ini biasa digunakan untuk mengukur


(57)

ketuaan atau kematangan dari buah melon, pepaya, apel, dan buah lainnya yang secara kontinu kadar gulanya meningkat sejalan dengan proses penuaan.

c. Keasaman

Keasaman buah umumnya turun sejalan dengan matangnya buah, sampai mencapai titik tertentu pada saat matang. Cara mengukur keasaman, yang biasa disebut TA (titratable acidity), ialah dengan mentitrasi sampel sari buah tessebut dengan larutan baku berupa natrium hidroksida. Dari hasil analisis kimiawi, perbandingan kadar gula asam (sugar-acid ratio) merupakan salah satu parameter terbaik untuk menilai mutu buah. Umumnya rasa buah ditentukan oleh adanya perpaduan antara rasa manis dan asam pada perbandingan yang tepat d. Kadar lemak

Analisis kandungan lemak sebagai parameter mutu biasanya hanya dilakukan di negara-negara maju terhadap alpukat. Kandungan lemak pada buah alpukat merupakan salah satu indeks penting dalam menentukan tingkat ketuaan buah yang layak panen.

e. Kandungan vitamin dan mineral

Buah merupakan sumber vitamin, terutama A dan C, serta sumber mineral yang baik. Vitamin dan mineral yang banyak terdapat dalam buah terbukti dapat mengurangi peningkatan kolesterol dalam darah dan mengurangi peningkatan gula darah.


(58)

Buah segar merupakan jaringan hidup sehingga mempunyai sifat seperti benda hidup umumnya seperti :

a. Memerlukan energi b. Mengandung banyak air

c. Mengalami perubahan-perubahan fisik dan kimiawi akibat pengaruh lingkungan

Buah yang baru dipanen memerlukan energi untuk mempertahankan hidupnya. Energi diperoleh dari cadangan makanan yang tersimpan, seperti pati, gula, lemak, dan senyawa-senyawa lainnya melalui respirasi. Apabila faktor lingkungan tidak terkendali (antara lain terdapat kerusakan fisik) maka repirasi berlangsung cepat. Akibatnya umur atau ketahanan simpan buah menjadi berkurang.

Kandungan air buah umumnya berkisar 70-90%. Apabila buah telah dipetik kandungan air ini secara alami berkurang sehingga terjadi penyusutan melalui proses transpirasi. Transpirasi adalah penguapan air dari dalam sel, baik melalui stomata, lentisel maupun retakan kultikula. Selain menyebabkan kehilangan berat, transpirasi pada buah juga menyebabkan keriput, terdapatnya lekukan-lekukan coklat kehitaman yang kering, perubahan warna (pencokelatan), dan perubahan tekstur. Sebagai akibat tidak langsung dari penguapan, nilai gizi buah terutama vitamin C juga berkurang.

Jika buah yang telah dipanen dihadapkan pada kondisi yang tidak sesuai maka akan terjadi gangguan fisiologis pula. Misalnya buah-buahan tropis akan mengalami gangguan fisiologis yang disebut chilling injury bila disimpan pada suhu rendah. Contoh lain dari gangguan fisiologis adalah rusaknya bagian tengah


(59)

buah dan terbentuknya jaringan yang menggabus. Hal ini dapat disebabkan oleh bahan kemasan atau suhu penyimpanan yang tidak tepat.

4. Kriteria Organoleptik

Apabila mutu bahan makanan termasuk buah diukur melalui kemampuan organ indera manusia secara langsung maka penilaian tersebut merupakan penilaian organoleptik. Penilaian yang biasa disebut juga sensory evaluation ini bersifat subyektif. Parameter yang dinilai meliputi :

a. Penampakan

Semua yang dapat dilihat oleh mata dapat dijadikan parameter penampakan seperti ukuran, bentuk, kecemerlangan, dan kebenaran warna dari buah.

b. Flavor atau aroma

Selain melalui penilaian mata, indera hidung dan mulut biasa digunakan untuk menilai atau memberikan keterangan tambahan tentang mutu buah. Penilaian oleh indera hidung dan mulut ini merupakan penilaian terhadap flavor. Flavor terdiri atas tiga komponen, yaitu odor atau bau, taste atau rasa dan suatu perpaduan berbagai sensasi yang disebut mouthfeel yakni kesan atau rasa yang tertinggal di mulut. Seperti diketahui, setiap jenis bahkan setiap varietas buah mempunyai aroma dan rasa yang unik. Aroma dipengaruhi oleh komposisi kimiawi dari buah seperti kandungan gula, asam, alkohol, aldehida, aeter dan lain-lain.


(60)

Buah memiliki tekstur yang dapat dirasakan seperti halus atau lembut, kasar, berserat, empuk, lembek, berair, keras, padat, renyah, liat dan lain-lain. Kandungan air dalam sel berpengaruh terhadap pembentukan tekstur ini, selain faktor genetis, seperti jenis atau varietas buah. 2.3.4 Pengawetan Buah

Secara ilmiah untuk mendatangkan buah hingga ke tangan konsumen butuh waktu terlebih terhadap buah impor, sementara itu buah hanya tahan beberapa hari supaya tetap segar setelah dipetik dari pohonnya karena itu para produsen buah ini melakukan metode bagaimana cara agar buah tetap segar sampai ke tangan konsumen. Sebagian besar buah impor dipanen sebelum matang, sebab proses pengepakan dan pengiriman ke negara lain akan memakan waktu lama. Karena itu sebagian besar buah impor harus dilakukan proses kimiawi agar tidak cepat layu atau busuk (Prasko, 2012).

A. Pengawetan yang Diizinkan

Pengemas yang dapat digunakan dalam pengawetan buah adalah plastik poliethylen dan polipropilen guna mencegah anthiacnose. Untuk jenis bahan pengawet yang digunakan salah satunya adalah perendaman dengan CaCl

2 yang

kemudian disimpan dalam pendingin. Selama dalam penyimpanan pengamatan terus dilakukan untuk menganalisa kimia terhadap kadar air, gula dan pH. Dari hasil ini bisa dilihat proses kimia tersebut mampu memperpanjang umur simpan buah-buahan hingga 13 sampai 14 hari (Prasko, 2012).

Menurut Kristianingrum (2007) penelitian-penelitian mengenai penyimpanan buah bertujuan untuk mencapai umur simpan semaksimal mungkin. Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat memperlambat pematangan buah dan


(61)

sayur adalah memperlambat respirasi dan menangkap gas etilen yang terbentuk. Beberapa cara yang dapat diterapkan antara lain pendinginan, pembungkusan dengan polietilen dan penambahan bahan kimia.

1. Pendinginan

Penyimpanan di bawah suhu 15ºC dan di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilling storage). Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur yang optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Pendinginan tidak mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah didinginkan secara berlebihan sehingga proses pematangan terhenti.

2. Pengemasan dengan polietilen (PE)

Kehilangan air dapat dikurangi dengan jalan memberi pembungkus pada bahan yang akan didinginkan. Salah satu jenis pembungkus yang cukup baik digunakan adalah pembungkus dari bahan plastik. Berdasarkan penelitian Scott dan Robert (1987) penyimpanan pisang yang masih hijau dalam kantong polietilen dapat memperlambat pematangan pisang selama 6 hari pada suhu 20ºC.

3. Pencelupan dengan larutan CaCl 2

Tempatkan buah dan sayur di dalam keranjang kawat, kemudian celupkan ke dalam larutan CaCl

2 (pada konsentrasi 4 dan 8%) selama 30-60 detik. Angkat dan tiriskan pada rak penirisan dengan dihembus udara kering, agar pelapisan merata pada seluruh permukaan kulit. Simpan pada suhu ruang dan dalam lemari es.

4. Pelapisan Buah dengan Emulsi Lilin

Pelilinan tradisional dilakukan dengan menggunakan minyak biji kapas atau minyak kacang namun sekarang cara yang umum dilakukan adalah dengan


(62)

menggunakan emulsi lilin. Lilin (wax) merupakan ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol. Lilin yang digunakan untuk pelapisan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :

a. tidak mempengaruhi bau dan rasa buah

b. cepat kering, tidak lengket dan tidak mudah pecah c. mengkilap, licin, tipis dan tidak mengandung racun

Pemanfaatan pelilinan pada buah yang baru di panen. Biasanya dilakukan pada pedagang buah atau untuk buah ekspor/impor. Buah hasil panen terdahulu itu kemungkinan besar diawetkan terlebih dulu sebelum dikirim ke negara tujuan. Biasanya, buah tersebut dilapisi dengan sejenis lilin ini akan menghambat penguapan saat proses pembusukan buah. Lapisan lilin biasanya ditemui pada buah impor seperti jeruk, apel, pir, mangga dll.

Sebelum pelilinan, buah-buahan dicuci bersih dengan busa lembut untuk menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan kulit, kemudian ditiriskan hingga kering. Teknik yang paling popular atau komersial adalah penyemprotan atau dicelupkan. Setelah pelilinan, buah ditiriskan terlebih dahulu sebelum disimpan atau dipasarkan. Pelilinan biasanya dibarengi dengan penyimpanan suhu rendah untuk memperpanjang daya simpan.

Cara pembuatan emulsi lilin : a. Lilin dipanaskan sampai cair

b. Masukkan asam oleat sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan sambil diaduk (bila menggunakan stirrer kecepatan 20-100 ppm)


(63)

d. Tambahkan air (tidak sadah) yang sudah di didihkan dengan pelahan-lahan sambil terus diaduk

e. Dinginkan dengan cepat menggunakan air mengalir

Untuk mendapatkan emulsi lilin dengan konsentrasi yang diinginkan dilakukan pengenceran dengan air (tidak sadah). Untuk pemakaiannya sebaiknya digunakan emulsi lilin yang masih segar. Buah dan sayur yang sudah ditiriskan masukkan ke dalam keranjang kawat kemudian celupkan ke dalam emulsi lilin ( konsentrasi 6 dan 12 % ) sampai semuanya terendam selama30-60 detik. Angkat dan tiriskan pada rak penirisan dengan dihembus udara kering agar pelapisannya merasa pada seluruh permukaan kulit dan tidak lengket. Simpan pada suhu ruang dan dalam lemari es.

B. Pengawetan yang Tidak Diizinkan

Banyak ditemukan buah-buahan yang tidak layak dikonsumsi karena mengandung berbagai zat berbahaya, salah satunya formalin. Berdasarkan data tahun 2011, Badan Karantina Pertanian mengungkap telah menolak masuk 1000 ton buah impor karena mengandung berbagai residu atau bahan kimia berbahaya seperti formalin dan zat perwarna lainnya. Jika digunakan sebagai pengawet makan dalam dosis rendah, efek formalin tidak seketika dirasakan (jangka pendek). Efek berbahaya formalin bagi tubuh juga ditemukan pada bahan pengawet yang sering ditemukan pada buah impor antara lain, seperti boraks, rhodamine, dan pestisida. Apabila masuk ke tubuh ibu yang sedang mengandung dan menyusui, zat ini akan mempengaruhi perkembangan perilaku pada bayi, gangguan hormonal, dan cacat lahir (Badan Inteligen Negara Republik Indonesia, 2013).


(64)

2.3.5 Buah Apel

Apel merupakan salah satu jenis buah-buahan, biasanya kulit buah ini berwarna merah namun bisa juga berwarna hijau atau kuning. Daging buahnya keras dan kulit buahnya agak lembek. Buah ini memiliki beberapa biji di dalamnya. Kebanyakan apel langsung dimakan tanpa di masak dan juga digunakan sebagai makanan saat pesta (Nurcahyati, 2014).

Pilih apel berkulit mulus dan tidak memar. Apel yang terlihat menarik dengan kulit merah nan tebal sering justru memiliki rasa yang kurang manis. Ujung buah bekas kelopak sudah merenggang, bila dijentik dengan jari menghasilkan suara yang bening dan belum terlalu beraroma. Bila aroma apel sudah sangat jelas tercium berarti buah sudah terlalu matang dan kerenyahannya akan berkurang (Suryobuwono, dkk 2005).

Bentuk buah apel umumnya bulat, dengan cekungan pada pangkal pucuknya. Daging buah apel berwarna putih, renyah dan berair dengan rasa manis. Daging buah dilindungi kulit tipis yang mengkilap. Bila daging ini dikerat keluarlah aroma yang harum. Namun ada beberapa varietas apel, aroma itu terasa sangat tajam (Suwarto, 2010).

2.4 Buah Impor

Buah-buah impor cukup berlimpah di indonesia, mulai dari pasar-pasar swalayan, toko-toko yang khusus menjual buah, kios-kios kecil, hingga pedagang di pinggir jalan atau kaki lima pun menjajakannya. Penampilan buah impor umumnya sangat menarik tetapi kita tetap harus teliti sebelum membeli karena buah-buahan tersebut biasanya telah mendapatkan perlakuan tertentu agar tetap


(65)

kelihatan menarik walaupun telah mengalami masa angkut dan penyimpanan yang lama (Sjaifullah,1996).

2.4.1 Apel Red Delicious

Jenis apel ini berasal dari Amerika, warna kulit merah bergaris-garis, daging buah lunak, berair, rasa manis sedikit asam serta enak dimakan segar. Apel ini adalah apel cemilan favorit di Amerika. Apel ini memiliki rasa yang manis dan renyah serta sangat baik di dalam salad. Petani apel di Washington telah memproduksi Apel Red Delicious terbaik di dunia sejak tahun 1920-an (Nurcahyati, 2014).

Di Indonesia apel ini pertama kali muncul pada abad ke-19 dan banyak dijual di pasar swalayan. Memiliki rasa manis yang khas, namun Apel Red Delicious terkadang juga ada yang masam dan daging buahnya terasa hampar atau seperti kapas (Suryobuwono, dkk 2005).

2.5 Ciri Buah Berformalin

Menurut Badan Inteligen Negara Republik Indonesia (2013) ciri-ciri buah berformalin antara lain:

a. Permukaan bagian kulit terlihat kencang dan segar meski telah berbulan-bulan dipanen maupun dipajang di supermarket, lapak/kios/pasar, namun apabila hendak dipegang buahnya terasa keras

b. Umumnya buah yang diberi formalin adalah jeruk, anggur, dan apel

c. Sementara untuk formalin pada buah yang dijual secara bertangkai, dapat ditemukan misalnya lengkeng dan anggur, dapat lebih mudah dikenali. Jika


(66)

tangkainya tampak layu, sementara buahnya masih sangat segar dengan bau menyengat yang bukan buah, kemungkinan mengandung zat kimia berbahaya.

Hindarilah memilih buah impor dengan penampakan kulit terlalu mengkilat dan sebelum dikonsumsi buah dicuci terlebih dahulu. Untuk buah yang berkulit seperti apel, mangga dan lain-lainnya kupaslah kulitnya.


(67)

2.6 Kerangka Konsep

Penggupasan

Pemeriksaan kadar formalin sesudah diberi

perlakuan Pencucian dengan air

bersuhu : - 25°C - 35°C - 45°C

Pemeriksaan kadar formalin sebelum

diberi perlakuan Apel Red Delicious


(68)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang lebih baik. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 bahwa formalin tidak diizinkan penggunaannya sebagai bahan tambahan pangan (Syah,dkk 2005).

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dengan tenggorokan, dan rasa membakar, dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol, atau mikrobisida dan merupakan bahan tambahan kimia yang efisien, namun dilarang ditambahkan pada makanan (Cahyadi, 2006).

WHO dan FAO mengatakan tidak ada toleransi sedikitpun dari badan dunia kesehatan dan pangan memperbolehkan penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan, alasannya karena formalin termasuk dalam kategori bahan pengawet makanan yang sangat berbahaya sehingga kadarnya mutlak harus 0%. Efeknya yang lambat dan tidak langsung terlihat atau sulit disadari membuat masyarakat tidak terlalu peduli dengan masalah formalin ini (Heliana, 2008).


(1)

viii

11. Teman kelompok Pengalaman Belajar Lapangan dan penulis Ade, Andin, Andy, Debora, Fila, Hillary, Prima, Sry, Talenta, Ivo, Julida, Akbar, Azizah dan Youza yang selalu memberi dukungan kepada penulis.

12. Teman-teman yang tak lupa juga membantu ku dan memberi bantuan-bantuannya selama pengerjaan skripsi ini Tiopani, Anggi, Kristin, Bema, Ayu, Juni, Mia, Desi, Mita, Ika.

13. Serta rekan-rekan yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu terkhusus untuk KATALISTA, seluruh angkatan 2012 dan peminatan Kesehatan Lingkungan.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan dimasa mendatang.

Medan, September 2016


(2)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Hipotesis Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1Bahan Tambahan Pangan ... 7

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan ... 7

2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ... 7

2.1.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan ... 8

2.2Formalin ... 10

2.2.1 Pengertian Formalin ... 10

2.2.2 Karateristik Formalin ... 11

2.2.3 Kegunaan Formalin ... 11

2.2.4 Dampak Formalin terhadap Kesehatan ... 12

2.3Buah-buahan ... 18

2.3.1 Pengertian dan Manfaat Buah-buahan ... 18

2.3.2 Penanganan dan Pengolahan Buah-buahan ... 19

2.3.3 Memilih Buah ... 20

2.3.4 Pengawetan Buah ... 26

2.3.5 Buah Apel ... 30

2.4Buah Impor ... 30

2.4.1 Apel Red Delicious ... 31

2.5Ciri Buah Berformalin... 31

2.6Kerangka Konsep ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34


(3)

x

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 34

3.2.2 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Objek Penelitian ... 34

3.3.1 Populasi ... 34

3.3.2 Sampel ... 35

3.3.3 Penghitungan Sampel ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.4.1 Data Primer ... 36

3.4.2 Data Sekunder ... 36

3.5 Defenisi Operasional ... 36

3.6 Penyediaan Sampel ... 37

3.7 Teknik Analisa Data ... 38

3.7.1 Alat ... 38

3.7.2 Bahan ... 38

3.7.3 Prosedur Pemeriksaan Sampel ... 38

3.8 Pengolahan dan Analisa Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1 Hasil Pemeriksaan ... 41

4.1.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Sebelum Perlakuan ... 41

4.1.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C ... 42

4.1.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰C ... 43

4.1.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰C ... 44

4.1.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dikupas ... 45

4.2 Perbedaan Kadar Formalin Sebelum dan Setelah Perlakuan ... 45

4.2.1 Hasil Uji Kruskal Wallis ... 46

4.2.2 Hasil Uji Mann-Whitney ... 46

BAB V PEMBAHASAN ... 48

5.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Formalin pada Buah Impor Sebelum Perlakuan ... 48

5.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C ... 49

5.3 Hasil Pemeriksaan Kadar Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰C ... 51

5.4 Hasil Pemeriksaan Kadar Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰C ... 54


(4)

xi

5.5 Hasil Pemeriksaan Kadar Formalin pada Buah Impor Setelah

Dikupas ... 56

5.6 Pengujian Efektivitas Perlakuan dalam Menurunkan Kadar Formalin pada Buah Impor ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Efek yang Dihasilkan dari Paparan Formalin ... 16 Tabel 2.2 Ambang Batas Penggunaan Formalin ... 17

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious

Sebelum Perlakuan ... 41

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah

Dicuci dengan Air Bersuhu 25ºC ... 42

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious

Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35ºC ... 43

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious

Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45ºC ... 44

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious

Setelah Dikupas ... 45


(6)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bahan yang Dilarang Digunakan sebagai Bahan Tambahan Pangan

Lampiran 2. Laporan Hasil Analisa Kadar Formalin

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian

Lampiran 4. Hasil Pembacaan Output SPSS