Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Kimia Terhadap Kadar Nitrat Dan Nitrit Yang Terkandung di Dalam Selada (Lactuca sativa L.)

`BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)
Lactuca sativa adalah satu-satunya genus Lactuca, yang didomestikasi dan
dibudidayakan sebagai tanaman sayuran. Selada diperkirakan berasal dari daerah
sekitar Laut Mediterania, yang meliputi Asia Kecil, Transcaucasia, Iran dan
Turkistan. Pertama kali, selada dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai
tanaman obat-obatan, seperti obat tidur, dan mulai pada tahun 4.500 SM tanaman
ini dimanfaatkan sebagai makanan (Zulkarnain, 2013).
2.1.1 Klasifikasi Selada
Di dalam sistematika botani, tanaman selada menempati kedudukan
sebagai berikut (Samadi, 2014):
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi


: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Asterales

Famili

: Asteraceae

Genus

: Lactuca

Spesies


: Lactuca sativa

5
Universitas Sumatera Utara

Menurut Pracaya (2006), tanaman selada mempunyai empat varietas
sebagai berikut:
a. Selada Kepala (Lactuca sativa var. capitata L.)
Selada yang disebut juga selada kol ini mempunyai daun yang kompak
seperti kepala atau kol, hanya lebih kecil dan kurang keras. Daunnya lebar hampir
buat, halus dan lembut. Umumnya selada ini hanya membentuk kepala bila
ditanam di dataran tinggi.
b. Selada Silindris (Lactuca sativa var. longifolia Lam.)
Selada ini disebut juga selada kerucut, selada romain dan selada cos.
Selada ini membentuk krop yang bentuknya silinder atau kerucut. Daunnya
memanjang, ujungnya lengkung, tekstur keras, kaku dan agak kasar.
c. Selada daun atau selada keriting (Lactuca sativa var. crispa L.)
Tanaman ini membentuk roset yang longgar (tidak membentuk krop),
daunnya menyerupai tekstur selada kepala dengan tepi berumbia.

d. Selada Batang (Lactuca sativa var. asparagina Bailey, sin. L. sativa var.
Angustana Irish)
Selada ini mempunyai batang yang berdaging tebal sehingga dapat
dikonsumsi. Adapun daunnya tidak dikonsumsi karena kasar dan tidak enak.
2.1.2 Nilai Gizi dan Manfaat Selada
Selada merupakan salah satu tanaman sayuran rendah kalori dan sumber
antioksidan serta vitamin K. Selain itu, selada juga memiliki kandungan vitamin
A dan C yang tinggi (Zulkarnain, 2013).
Di samping mengandung vitamin dan mineral, seluruh jenis selada
mengandung senyawa yang dikenal sebagai Lactucarium atau Opium Selada,

6
Universitas Sumatera Utara

yaitu senyawa yang bila dikonsumsi menimbulkan rasa kantuk menyerupai reaksi
tubuh setelah mengkonsumsi opium. Oleh karena itu, pada masa lalu, penduduk
Romawi dan Mesir memanfaatkan selada sebagai makanan penutup untuk
merangsang timbulnya rasa kantuk. Komposisi kimiawi yang terkandung dalam
100 gram tanaman selada dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Zulkarnain, 2013).
Tabel 2.1 Komposisi Kimiawi per 100 g Tanaman Selada

Persen dari Kebutuhan
Senyawa
Kadar Nutrisi
Harian
Energi (kalori)
15,00
1,00
Karbohidrat (g)

2,79

2,00

Protein (g)

1,36

2,00

Lemak Total (g)


0,15

0,50

Serat (g)

1,30

3,00

Folat (mikrogram)

38,00

9,50

Vitamin A (IU)

7.405,00


247,00

Vitamin C (mg)

9,20

15,00

Natrium (mg)

28,00

2,00

Kalium (mg)

194,00

4,00


Kalsium (mg)

36,00

3,50

Magnesium (mg)

13,00

3,00

Besi (mg)

0,86

10,00

Fosfor (mg)


29,00

4,00

``

7
Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Selada
Beberapa daerah di Indonesia cocok untuk daerah penanaman selada
karena kondisi lingkungannya. Menurut Pracaya (2006), kondisi lingkungan yang
berperan dalam pertumbuhan selada yaitu:
a. Iklim
Daerah yang cocok untuk penanaman selada sekitar ketinggian 500-2000
mdpl dan suhu rata-rata 15-20o C. Di dataran rendah, tanaman selada juga
bisa tumbuh tetapi krop yang terbentuk kurang baik. Tanaman selada tidak
tahan bila terlalu banyak hujan, kelembaban terlalu tinggi dan tergenang
air. Dalam kondisi seperti itu tanaman selada akan mudah terserang

penyakit. Waktu tanam ang paling cocok pada wkatu musim kemarau
dengan penyiraman yang cukup. Selada memerlukan sinar matahari yang
cukup dan tempat yang terbuka (Pracaya, 2006).
b. Tanah
Tanaman selada dapat ditanam pada berbagai macam tanah. Namun,
pertumbuhan yang baik akan diperoleh bila ditanam pada tanah liat
berpasir yang cukup mengandung bahan organik, gembur, remah dan tidak
mudah tergenang air (Pracaya, 2006).
2.1.4 Pemeliharaan
Benih selada akan mulai berkecambah kurang lebih satu minggu setelah
tanam. Menurut Prasetio (2013) perawatan yang sebaiknya dilakukan agar benih
tumbuh dan berkembang optimal antara lain:

8
Universitas Sumatera Utara

a. Pemupukan Susulan
Pemupukan susulan penting untuk dilakukan karena kandungan hara di
alam tanah semakin berkurang karena diserap tanaman dan gulma.
Pemupukan susulan dilakukan pada saat benih berumur dua minggu.

Setelah pemupukan susulan pertama maka pemupukan susulan berikutnya
setiap dua minggu sekali (Prasetio, 2013).
b. Penyiraman
Penyiraman dilakukan agar kondisi tanah tetap terjaga kelembabannya.
Pada musim hujan, penyiraman dilakukan sekali sehari pada pagi atau sore
hari. Pada musim kemarau, lakukan penyiraman dua kali sehari pada pagi
dan sore hari. Siram dengan menggunakan air bersih yang bebas dari zatzat berbahaya (Prasetio, 2013).
c. Penyulaman
Penyulaman perlu dilakukan jika benih lambat tumbuh atau terserang
penyakit hingga mati. Penyulaman sebaiknya dilakukan dua minggu
setelah tanam (Prasetio, 2013).
d. Penyiangan
Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman akan mengganggu pertumbuhan
tanaman karena ikut menyerap unsur hara di adalam tanah. Lakukan
penyiangan secara teratur agar benih dapat tumbuh secara optimal
(Prasetio, 2013).

9
Universitas Sumatera Utara


2.2 Pemupukan
Pupuk merupakan kunci dari esuburan tanah karena berisi satu atau lebih
unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman (Lingga dan
Marsono, 2001). Pemupukan merupakan pemberian atau penambahan bahanbahan/ zat-zat kepada kompleks tanah – tanaman untuk memperlengkapi keadaan
makanan/unsur hara dalam tanah yang tidak cukup terkandung di dalamnya
(Sutedjo, 2002).
Menurut Lingga dan Marsono (2001), secara umum pupuk hanya dibagi
dalam dua kelompok berdasarkan asalnya, yaitu:
1. Pupuk anorganik seperti urea (pupuk N), TSP atau SP-36 (pupuk P), KCl
(pupuk K).
2. Pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos, humus dan pupuk hijau.
Pupuk anorganik atau pupuk buatan yang merupakan hasil industri atau
hasil dari pabrik-pabrik pembuat pupuk yang mengandung unsur-unsur hara atau
zat-zat makanan yang diperlukan tanaman. Sedangkan pupuk organik atau pupuk
alam merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan atau peruraian bagian-bagian
atau sisa-sisa tanaman dan binatang (Sutedjo, 2002).
2.2.1 Pupuk Kompos
Kompos adalah pupuk organik yang bahan dasarnya berasal dari
pelapukan bahan tanaman atau limbah organik. Banyak sekali bahan dasar yang
bisa digunakan seperti jerami, sekam, rumput-rumputan, sampah kota atau limbah
pabrik (Musnamar, 2005).

10
Universitas Sumatera Utara

Kandungan utama dengan kadar tertinggi dari kompos adalah bahan
organik dan terkenal manjur untuk memperbaiki kondisi tanah. Unsur lain dalam
kompos yang variasinya cukup banyak walaupun kadarnya rendah adalah
nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. Kadar hara kompos memang
sangat ditentukan oleh bahan yang dikomposkan, cara pengomposan, dan cara
penyimpanannya (Lingga dan Marsono, 2001). Menurut Musnamar (2005),
kandungan rata-rata hara kompos dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Kandungan Rata-Rata Hara Kompos
Komponen
Kandungan (%)
Kadar air

41,00-43,00

C-organik

4,83-8,00

N

0,10-0,51

P2O5

0,35-1,12

K2O

0,32-0,80

Ca

1,00-0,19

Mg

0,10-0,19

Fe

0,50-0,64

Al

0,50-0,92

Mn

0,02-0,04

11
Universitas Sumatera Utara

Menurut Lingga dan Marsono (2001), pupuk organik mempunyai
beberapa kelebihan, yaitu:
1.

Memperbaiki struktur tanah. Ini dapat terjadi karena organisme tanah saat
penguraian bahan organik dalam pupuk bersifat sebagai perekat dan dapat
mengikat butir-butir tanah menjadi butiran yang lebih besar.

2.

Menaikkan daya serap tanah terhadap air. Bahan organik mempunyai daya
serap yang besar terhadap air tanah. Itulah sebabnya pupuk organik sering
berpengaruh positif terhadap hasil tanaman, terutama pada musim kering.

3.

Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah. Hal ini terutama disebabkan
oleh organisme dalam tanah yang memanfaatkan bahan organik sebagai
makanan. Oleh karena itu, pupuk organik seperti pupuk kandang yang
diberikan kepada tanah harus diuraikan terlebih dahulu oleh jasad renik
melalui proses pembusukkan atau peragian sebelum dihisap oleh akar
tanaman. Dari proses pembusukkan ini, jasad renik memperoleh makanan dan
sumber tenaga. Semakin banyak pupuk organik yang diberikan maka semakin
banyak pula jasad renik dalam tanah.

4.

Sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Pupuk organik mengandung zat
makanan yang lengkap meskipun kadarnya tidak setinggi pupuk anorganik.

2.2.2 Pupuk Urea CO (NH2)2
Urea dibuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan kedua
zat ini melahirkan pupuk urea dengan kandungan N sebanyak 46%. Urea
termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air). Pada kelembaban
73%, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dari udara. Oleh karena itu, urea

12
Universitas Sumatera Utara

mudah larut dalam air dan mudah diserap oleh tanaman. Kalau diberikan ke tanah,
pupuk ini mudah berubah menjadi amoniak dan karbondioksida. Padahal kedua
zat ini berupa gas yang mudah menguap. Sifat lainnya ialah mudah tercuci oleh
air dan mudah terbakar oleh sinar matahari (Lingga dan Marsono, 2001).
Menurut Lingga dan Marsono (2001), terdapat beberapa keuntungan dari
pupuk anorganik yang patut dicatat sehingga tetap diminati sampai sekarang,
yaitu sebagai berikut:
1.

Pemberiannya dapat terukur dengan tepat karena umumnya pupuk anorganik
takaran haranya pas (Lingga dan Marsono, 2001).

2.

Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang
tepat. Misalnya, hingga saat panen, singkong menyedot hara nitrogen 200
Kg/ha sehingga bisa diganti dengan takaran pupuk N yang pas (Lingga dan
Marsono, 2001).

3.

Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup. Artinya, kebutuhan akan
pupuk ini bisa dipenuhi dengan mudah (Lingga dan Marsono, 2001).

4.

Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibanding
pupuk organik (Lingga dan Marsono, 2001).
Pupuk anorganik juga memiliki kelemahan. Selain hanya unsur hara

makro, pupuk anorganik sangat sedikit ataupun hampir tidak mengandung unsur
hara mikro dan dapat merusak tanah jika digunakan terus - menerus (Lingga dan
Marsono, 2001).

13
Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Cara Pemberian Pupuk
Pembuatan rekomendasi pemupukan khusus untuk beraneka jenis tanah
dan tanaman tidaklah mudah. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan jenis dan jumlah pupuk yang akan digunakan pada sebidang lahan
bagi tanaman tertentu. Pemilihan cara pemupukan yang terbaik, tergantung pada
berbagai faktor, diantaranya jenis tanah, kadar lengas, daya semat tanah terhadap
berbagai hara, pengolahan, macam tanah, sistem perakaran tanaman, kemampuan
tanaman mengekstraksi hara dalam tanah dan macam pupuk yang digunakan
(Rosmarkam dan Yuwono, 2006).
2.3 Nitrat dan Nitrit
Nitrit dan nitrat adalah senyawa nitrogen alami yang terdapat di dalam air
dalam tanah dan air permukaan. Kalium/natrium nitrit dan kalium/natrium nitrat
telah digunakan dalam daging olahan (curing) selama berabad-abad di berbagai
negara, termasuk Indonesia, nitrit dizinkan sebagai bahan tambahan makanan
Sumber utama nitrit secara umum adalah makanan, terutama sayuran dan air
minum. Hal yang perlu diperhatikan adalah pemakaian pupuk pada sayuran. Jika
pupuk urea banyak digunakan, akan menyebabkan paparan pada manusia melalui
sayuran, terutama sayuran yang berwarna hijau serta sayuran dari umbi dan air
minum (Silalahi, 2005).
2.4 Efek Toksik Nitrat dan Nitrit
Nitrit dapat bereaksi dengan zat-zat yang ada dalam saluran pencernaan.
Nitrit juga dapat terbentuk melalui reduksi nitrat oleh bakteri pada infeksi kelenjar
kemih. Sintesa nitrit dan nitrat juga terjadi di dalam jaringan tubuh mamalia oleh
bakteri heterotrop. Jika pH lambung meningkat, bakteri akan berkembang yang

14
Universitas Sumatera Utara

kemudian dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Nitrat diabsorbsi dengan cepat
pada saluran pencernaan bagian atas, dan sebagian besar dikeluarkan melalui urin.
Pengeluaran melalui urin mempunyai waktu paruh sekitar 5 jam. Sebagian nitrat
yang diangkut dalam darah dikeluarkan melalui kelenjar ludah. Nitrat yang berada
dalam rongga mulut dapat direduksi menjadi nitrit oleh mikroba rongga mulut dan
kemudian tertelan. Sebanyak 25% dari asupan nitrat dikeluarkan melalui kelenjar
ludah. Sekitar 20% dari nitrat dalam kelenjar ludah direduksi menjadi nitrit,
dengan demikian sekitar 5% dari seluruh asupan nitrat akan direduksi menjadi
nitrit dalam ludah dan tertelan kembali (Silalahi, 2005).
Methaemoglobin adalah hemoglobin yang di dalamnya ferro (Fe2+) telah
diubah menjadi ferri (Fe3+) dan kemampuannya untuk mengangkut oksigen telah
berkurang dan menyebabkan warna darah menjadi coklat. Methaemoglobin dapat
terjadi jika hemoglobin terpapar terhadap oksidator, termasuk nitrit. Sebenarnya
darah manusia secara normal mengandung methaemoglobin pada konsentrasi
tidak melebihi 2%. Tetapi, jika kadarnya meningkat menjadi 20% dapat
menyebabkan gangguan pada pengangkutan oksigen yang nyata, namun masih
dapat ditoleransi. Darah yang mengandung methaemoglobin yang tinggi disebut
methaemoglobinemia, terjadi gejala kulit biru (sianosis), sesak napas, mual dan
muntah, serta shock. Kematian dapat terjadi jika kadar methaemoglobin mencapai
70% (Silalahi, 2005).

15
Universitas Sumatera Utara

2.5

Siklus Nitrogen
Nitrogen (N) merupakan bagian dari semua sel hidup. Di dalam tanaman, N

berfungsi sebagai komponen utama protein, hormon, klorofil, vitamin dan enzimenzim esensial untuk kehidupan tanaman. Ia menyusun 40%-50% bobot kering
protoplasma. Oleh karena itu, N diperlukan dalam jumlah besar untuk seluruh
proses pertumbuhan di dalam tanaman. Metabolisme N merupakn faktor utama
pertumbuhan vegetatif, batang dan daun (Munawar, 2011).
Sumber utama nitrogen di dalam tanah berasal dari nitrogen bebas di
atmosfir, hasil dekomposisi bahan organik, loncatan listrik di udara (petir) dan
pupuk buatan atau pupuk organik. Nitrogen bebas di atmosfir menempati 78%
volume atmosfir. Namun demikian dalam bentuk unsur tidak dapat lansung
digunakan. Nitrogen harus diubah terlebih dahulu dalam bentuk amonium dan
nitrat melalui proses-proses tertentu. Cara utama nitrogen bebas masuk ke dalam
tanah melalui kegiatan-kegiatan jasad renik mengikat nitrogen dari udara, baik
yang bebas atau yang bersimbiose dengan tanaman seperti bintil akar tanaman
leguminosa dengan bakteri rhizobium (Damanik, dkk., 2010). Siklus nitrogen di
dalam tanah dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Siklus Nitrogen

16
Universitas Sumatera Utara

2.6 Transformasi Nitrogen
Nitrogen di dalam tanah berada dalam dua bentuk yaitu bentuk N-organik
dan N-anorganik. Bentuk organik merupakan yang terbesar yakni berada dalam
ikatan-ikatan senyawa organik misalnya bahan-bahan organik yang berasal dari
hasil pelapukan tumbuhan dan hewan. Bentuk-bentuk anorganik terdapat sebagai
bentuk amonium, nitrat NO2, NO dan gas N2 yang hanya dapat digunakan setelah
ditambat oleh bakteri rhizobium. Transformasi nitrogen dapat terjadi melalui
proses mineralisasi, immobilisasi, aminisasi, amonifikasi dan nitrifikasi.
Mineralisasi adalah suatu proses perubahan nitrogen organik menjadi nitrogen
anorganik. Sedangkan immobilisasi adalah proses perubahan nitrogen anorganik
menjadi nitrogen organik (Damanik, dkk., 2010).
Aminisasi adalah proses pembebasan senyawa asam-asam amino.
Aminisasi dari senyawa organik kompleks, disebut juga dengan proteolisis, yang
dilakukan oleh organisme heterotrof seperti bakteri, jamur dan aktinomisetes.
Sedangkan amonifikasi adalah reduksi dari nitrogen amin menjadi amoniak (NH3)
atau ion-ion ammonium (NH4+). Dalam reaksi aminisasi dan amonifikasi, reaksi
yang dibebaskan akan digunakan oleh jasad-jasad renik heterotrof yang
membantu terjadinya reaksi. Organisme ini memerlukan C organik sebagai
sumber energi (Munawar, 2011).
Nitrifikasi adalah suatu proses oksidasi enzimatik yakni perubahan
senyawa amonium menjadi senyawa nitrat yang dilakukan oleh bakteri-bakteri
tertentu. Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu aerasi, suhu,
kelembaban, pH, pupuk dan nisbah karbon-nitrogen (Damanik, dkk., 2010).

17
Universitas Sumatera Utara

2.7 Pemeriksaan Kualitatif Nitrat dan Nitrit
Pemeriksaan kualitatif nitrit dapat dilakukan dengan menggunakan
pereaksi asam sulfanilat dan N-(1-naftil) etilen dihidroklorida (NED). Larutan
yang mengandung nitrit dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan beberapa tetes asam sulfanilat dan NED lalu dikocok, dibiarkan
beberapa menit, terbentuk warna ungu merah (Vogel, 1979).
Pemeriksaan kualitatif nitrat dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan besi (II) sulfat dan asam sulfat pekat atau disebut dengan uji cincin coklat.
Uji ini dilakukan dengan menambahkan larutan besi (II) sulfat yang baru saja
dibuat ke dalam larutan sampel kemudian tuangkan asam sulfat pekat secara
perlahan-lahan melalui dinding tabung sehingga asam ini akan membentuk suatu
lapisan di sebelah bawah campuran tersebut. Sebuah cincin coklat akan terbentuk
pada tempat di mana kedua cairan tersebut bertemu (Vogel, 1979).

2.8 Spektrofotometri Sinar Tampak
Radiasi elektromagnetik, yang mana sinar ultraviolet dan sinar tampak
merupakan salah satunya, dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam
bentuk gelombang (Gandjar dan Rohman, 2012). Radiasi di daerah UV/visibel
diserap melalui eksitasi elektron-elektron yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara
atom-atom pembentuk molekul sehingga awan elektron menahan atom bersamasama mendistribusikan kembali atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati
oleh elektron-elektron pengikat tidak lagi bertumpang tindih (Watson, 2010).
Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya.
Sinar putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar

18
Universitas Sumatera Utara

tampak. Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat
dipilih dari sinar putih. Berikut adalah hubungan antara warna dengan panjang
gelombang sinar tampak (Gandjar dan Rohman, 2012). Hubungan antara warna
dan panjang gelombang dapat dilihat pada Tabel
Tabel 2.3 Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak

400-435 nm

Ungu (lembayung)

Warna yang diamati/
warna komplementer
Hijau kekuningan

450-480 nm

Biru

Kuning

480-490 nm

Biru kehijauan

Orange

490-500 nm

Hijau kebiruan

Merah

500-560 nm

Hijau

Merah anggur

560-580 nm

Hijau kekuningan

Ungu (lembayung)

580-595 nm

Kuning

Biru

595-610 nm

Oranye

Biru kekuningan

610-750 nm

Merah

Hijau kebiruan

Panjang Gelombang

Warna yang diserap

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan dan
intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh
cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan
dengan sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Jika sinar
monokromatik dilewatkan melalui suatu lapisan larutan dengan ketebalan db,
maka penurunan intensitas sinar (dI) karena melewati lapisan larutan tersebut
berbanding langsung dengan intensitas radiasi (I), konsentrasi spesies yang
menyerap (c) secara matematis pernyataan ini dapat dituliskan:

19
Universitas Sumatera Utara

-dI = kIcdb
Persamaan di atas dapat disusun ulang dan diintegralkan dengan batas Io
(intensitas sinar mula-mula) dan I (intensitas sinar setelah melewati larutan
dengan ketebalan b).
I =Io e-kbc
Dengan mengubah menjadi logaritma basis 10, maka akan didapatkan persamaan:
I = Io 10-kbc


Yang mana 2,303 = �, maka persamaan di atas dapat diubah menjadi
Log

��


= ���

A = abc
Keterangan:

A = absorbansi
a = absorptivitas
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi

Persamaan di atas dikenal dengan hukum Lambert-Beer. Kuantitas
spektroskopi yang diukur biasanya adalah transmitans (T = I/Io), dan absorbansi
(A); yang mana A = log 1/T.
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.
Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang
gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c
dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar dan
disimbolkan dengan e dengan satuan M-1cm-1 atau liter.mol-1cm-1. Jika c

20
Universitas Sumatera Utara

dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absortivitas dapat ditulis
dengan E11 juga sering ditulis dengan A11 . Sinar tampak mempunyai panjang
gelombang 400-750 nm. Spektofotometri sinar tampak digunakan untuk
penetapan kadar senyawa yang berwarna (Gandjar dan Rohman, 2012).
Menurut Gandjar dan Rohman (2012), ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri sinar tampak terutama untuk
senyawa yang tidak berwarna yang akan dianalisis yaitu:
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar tampak
Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau
direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat menyerap sinar tampak.
b. Waktu kerja (operating time)
Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja
ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan
absorbansi larutan.
c. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang
gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara
absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan
konsentrasi tertentu.
d. Pembuatan kurva baku
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi
kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan

21
Universitas Sumatera Utara

hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva baku yang lurus
menandakan bahwa hukum Lambert-Berr terpenuhi.
e. Pembacaan absorbansi sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai
0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hali ini disebabkan
karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi
adalah yang paling minimal.

2.9 Validasi
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada
prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan
sistem yang terjamin, lalu metode yang divalidasi menggunakan sistem yang
terjamin dikembangkan. Akhirnya, validasi total diperoleh dengan melakukan
kesesuaian sistem. Masing-masing tahap dalam proses validasi inimerupakan
suatu proses yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai kesuksesan
validasi (Gandjar dan Rohman, 2012).

2.9.1 Ketepatan (Akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau nilai
rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada

22
Universitas Sumatera Utara

suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel (Gandjar dan
Rohman, 2012).
Menurut Harmita (2004) persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
% perolehan kembali =

��−��
�∗�

x 100 %

Keterangan:
CF = konsentrasi analit dalam sampel setelah penambahan baku
CA = konsentrasi analit dalam sampel sebelum penambahan baku
C*A = konsentrasi bahan baku yang ditambahkan ke dalam sampel
2.9.2 Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan secara statistik (Gandjar dan Rohman, 2012).
2.9.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.
Sedangkan batas kuantitasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat
diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar dan Rohman,
2012).

23
Universitas Sumatera Utara