Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem “Quality Insurance” Layanan Akademik Di Homeschooling Kak Seto (Hsks) Semarang T2 942011012 BAB II
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Sistem “
Quality Insurance
” atau Pen
-jaminan mutu.
Sistem berasal dari bahasa Yunani, “system”.
Adapun beberapa definisi sistem menurut beberapa ahli yang dijelaskan oleh Usman (2011) diantaranya, sistem menurut Shore dan Voich (1974) ialah suatu kese-luruhan yang terdiri dari sejumlah bagian-bagian. Gerald et.al (1981) mendefinisikan sistem ialah tata cara kerja yang saling berkaitan, dan bekerja sama membentuk suatu aktivitas atau mencapai suatu tu-juan tertentu.
Banghart (1990) juga menjelaskan sistem ialah sekelompok elemen-elemen yang saling berkaitan yang secara bersama-sama diarahkan untuk mencapai tu-juan yang ditentukan. Koontz dan O’Donnel (1976) mendefinisikan sistem sebagai keseluruhan bukan hanya bagian-bagian karena sistem yang bersangkutan perlu dipandang sebagai suatu totalitas. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan suatu aktivitas yang menyeluruh dan saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan yang telah di-tetapkan.
(2)
11 Menurut Crosby (1979, dalam Hadis dan
Nurhayati 2010) mutu ialah conformance to
require-ment, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau
di-standarkan. Fatah (2012) menjelaskan mutu adalah
ke-mampuan (ability) yang dimiliki oleh suatu produk atau
jasa (services) yang dapat memenuhi kebutuhan atau
harapan, kepuasan (satisfication) pelanggan (customers)
yang dalam pendidikan dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal customer dan eksternal. Internal customer yaitu siswa atau mahasiswa sebagai pem-belajar dan eksternal customer yaitu masyarakat dan dunia industri.
Tjiptono (2005) menjelaskan mutu adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, pelayanan, sumberdaya manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sebagai contoh; lokasi, biaya, status akreditasi, jumlah dan kualifikasi staf dan guru. Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa da-lam rangka menciptakan kepuasan pelanggan, produk yang ditawarkan organisasi harus bermutu. Dapat di-katakan bahwa mutu merupakan hasil suatu produk atau jasa yang mampu memenuhi atau melebihi hara-pan serta kepuasan pelanggan.
Dimensi Mutu menurut Zeithaml (2000, dalam Primiani dan Ariani 2005) mencakup beberapa hal
(3)
12
peralatan, material dan personil pelayanan, Reliability
(Keandalan), merupakan kemampuan perusahaan
un-tuk memberikan pelayanan yang benar, tepat waktu
dan dapat diandalakan, Responsiveness (Perhatian),
ke-sediaan membantu para konsumen dan memberikan
pelayanan yang cepat, Assurance (Jaminan), kesediaan
dan kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan,
Empathy (Empati), rasa peduli, perhatian secara pribadi
yang diberikan kepada konsumen.
Kualitas atau mutu dapat juga merupakan kesesuaian produk dengan pelayanan yang diharapkan
oleh pelanggan atau stakeholders sehingga dalam
pene-rimaan produk tersebut tidak ada kecacatan yang
nan-tinya membuat pelanggan atau stakeholder kecewa
atau dirugikan. Kualitas pelayanan akademik merupa-kan perbandingan antara pelayanan akademik yang
dirasakan pelanggan atau stakeholders dengan kualitas
pelayanan akademik yang diharapkan pe-langgan atau
stakeholders. Jika kualitas pelayanan akademik yang
dirasakan sama atau melebihi kualitas pelayanan yang diharapkan maka pelayanan dikatakan berkualitas da-pat pula diartikan sebagai kesesuaian dengan pen-capaian pendidikan dan kompetensi pendidikan tingkat menengah pertama yang berkaitan dengan keseluruhan aktivitas yang dihasilkan dari produk dan layanan
(4)
13 akademik sesuai dengan janji atau promosi yang di-rencanakan atau ditetapkan.
Penjaminan mutu pendidikan merupakan suatu konsep dalam manajemen mutu pendidikan, sehingga dalam penerapan konsep ini setiap sekolah atau lem-baga pendidikan diarahkan agar dapat memberikan ja-minan bahwa pelayanan pendidikan yang diberikan itu memenuhi atau bahkan melebihi harapan para pelang-gannya, baik pelanggan internal maupun eksternal.
Penjaminan mutu (Quality Insurance) merupakan
isti-lah yang digunakan sebagai kata lain untuk semua bentuk kegiatan monitoring, evaluasi atau kajian mutu. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pada proses untuk membangun kepercayaan dengan cara melakukan pemenuhan persyaratan atau standar minimum pada komponen input, komponen proses dan hasil atau
outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh
stake-holders (UNESCO, 2006).
Penjaminan mutu memiliki dua bentuk, yaitu pertama, dalam bentuk desain kegiatan proses per-baikan dan pengembangan mutu secara berkelanjutan dan kedua, dalam bentuk budaya mutu yang
mengan-dung tata nilai yang menjadi keyakinan stakeholders
pendidikan dan prinsip atau asas-asas yang dianutnya. Oleh sebab itu dengan demikian, penjaminan mutu se-bagai suatu sistem yang mengandung tata nilai dan
(5)
14 asas dalam proses perubahan, perbaikan dan pening-katan mutu secara berkelanjutan dapat diaplikasikan (Fattah, 2012). Seperti yang diterapkan di Home-schooling Kak Seto Semarang menggunakan mekanis-me sistem jaminan mutu sebagai upaya perbaikan dan peningkatan secara berkelanjutan.
Jaminan mutu juga dapat diartikan sebagai teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat dideteksi adanya penyimpangan yang terjadi pada proses. Teknik menekankan pada monitoring yang berkesinambungan, dan melembaga serta menjadi subsistem sekolah.
Menurut Elliot (1993 dalam Saputra, 2008)
Penjaminan mutu pendidikan (Quality Assurance)
adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan,
sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa penjaminan mutu merupakan seluruh rencana tindakan sistematis yang penting untuk menyediakan kepercayaan dalam memuaskan kebutuhan tertentu dari suatu kualitas.
Tujuan penjaminan (Assurance) terhadap
kua-litas menurut Yorke (1997 dalam Saputra, 2008) an-tara lain membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan berkesinambungan melalui praktek
(6)
15 yang terbaik dan mau mengadakan inovasi, memudah-kan mendapatmemudah-kan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat dan dapat dipercaya, menyediakan informasi pada masyara-kat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah di-capai dengan standar pesaing serta menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Penjaminan mutu sangat diperlukan oleh pendi-dikan untuk memeriksa dan mengendalikan mutu,
me-ningkatkan mutu, memberikan jaminan pada
stake-holders, standarisasi, persaingan nasional dan
inter-nasional, pengakuan lulusan, memastikan seluruh ke-giatan institusi berjalan dengan baik dan terus mening-kat secara berkesinambungan serta membuktikan
ke-pada seluruh stakeholders bahwa institusi bertanggung
jawab (accountable) untuk mutu pada seluruh
kegiatan-nya.
Dalam Sistem Penjaminan Mutu dapat menum-buhkan budaya mutu yaitu dengan menetapkan dan memiliki standar, melaksanakan standar, mengevaluasi pelaksanaan standar dan meningkatkan standar secara
berkelanjutan (Continuous Quality Improvement).
Ber-bagai indikator sistem penjaminan mutu yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan penjaminan mutu di suatu lembaga pendidikan. Penjaminan mutu di
(7)
16 sekolah misalnya dalam hal kurikulum, fasilitas dan proses pembelajaran. Indikator-indikator yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu adanya penyiapan silabus, bahan ajar, bahan/pedoman praktek, alat/ media pembelajaran, dan alat evaluasi.
1.2
Layanan akademik.
Secara umum pengertian layanan menurut Siagian (1998) adalah rasa menyenangkan yang diberi-kan kepada orang lain disertai kemudahan kemudahan dan memenuhi segala kebutuhan mereka. Dapat di-katakan pula bahwa layanan merupakan suatu kegi-atan yang bertujuan memberikan manfaat bagi pelang-gan pada waktu dan tempat tertentu, untuk mendapat-kan perubahan yang amendapat-kan diinginmendapat-kan.
Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan layanan akademik dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh pihak sekolah guna memberikan ke-mudahan pada pemenuhan kebutuhan siswa dalam hal ini berkaitan dengan akademik. Layanan akademik pada hakikatnya memberikan layanan, baik mengelola dan melihat sumber daya pendidikan seperti guru, tenaga administrasi, siswa, kurikulum, sarana dan pra-sarana, dan tata laksana pendidikan dan lingkungan pendidikan.
(8)
17 Pengertian layanan akademik dalam kurikulum pembelajaran adalah upaya sistematis pendidikan un-tuk memfasilitasi peserta didik menguasai isi kuri-kulum melalui proses pembelajaran sehingga mereka mampu mencapai kompetensi standar yang diterapkan. Jenis layanan akademik dalam kurikulum pembelajar-an, (1) Layanan pembelajaran tatap muka, (2) Layanan pembelajaran tugas terstruktur, (3) Layanan pembela-jaran tugas mandiri. Kegiatan Layanan akademik dalam kurikulum pembelajaran proses pembelajaran klasikal, kelompok dan individual di kelas; proses pembelajaran klasikal, kelompok, dan, (4) Individual di luar kelas;
Belajar di perpustakaan; (5) pemantapan, try out, dan
program pamong, serta (6) Kegiatan pembelajaran lain-nya yang relevan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa layanan akademik mengandung rangkaian kegi-atan yang sistematik sehingga dapat disebut sebagai sebuah sistem.
Terdapat 5 dimensi kualitas layanan yang dike-mukakan oleh Parasuraman, Zeithmal, dan Berry
(1988) yaitu Bukti fisik/wujud (Tangibles), mengukur
fasilitas fisik suatu perusahaan ketika memberikan
pelayanan kepada pelanggannya. Karena suatu service
(pelayanan) tidak bisa dilihat, dicium, dan diraba, maka
(9)
terha-18 dap pelayanan, pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan.
Empati (Empathy), unsur-unsur yang terkait
dengan dimensi empati antara lain access (akses),
kemudahan memanfaatkan dan memperoleh pelayanan
jasa yang di tawarkan oleh perusahaan dan c
ommunica-tion (komunikasi), kemampuan dalam berkomunikasi
dalam penyampaian pesan dan informasi kepada pe-langgannya melalui berbagai media komunikasi, yaitu personal kontak, media publikasi/ promosi, telepon, korenspondensi, faximile, dan internet.
Kehandalan (Reliability), ada 2 aspek dari dimensi
ini yaitu, yang pertama adalah kemampuan perusa-haan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijan-jikan dan yang kedua adalah seberapa jauh suatu per-usahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat dan atau tidak eror.
Daya Tanggap (Responsiveness), Responsiveness
adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dina-mis. Harapan pengguna jasa terhadap kecepatan pela-yanan hampir dapat berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu.
Dimensi kualitas layanan yang terakhir adalah
jaminan (Assurance), dimensi kualitas pelayanan yang
menentukan kepuasan pengguna jasa yang
(10)
19 (pegawai) dalam menanamkan rasa percaya dan keya-kinan kepada pengguna jasa. Ada beberapa aspek dari dimensi ini diantaranya adalah kompetensi dan kre-dibilitas.
Layanan akademik bertujuan agar peserta didik memiliki sikap, keterampilan, kesiapan dan kebiasaan belajar yang mandiri dalam rangka mencapai standar kompetensi (SK) peserta didik melalui kegiatan pem-belajaran yang dilakukan oleh guru bidang studi. Beberapa tujuan tersebut adalah (a) peserta didik me-miliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar dan memahami berbagai hambatan yang mung-kin muncul dalam proses belajar yang dialaminya, (b) sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebia-saan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempu-nyai perhatian terhadap semua pelajaran, aktif mengi-kuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan, (c) mo-tif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat, (d) terampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti ke-terampilan membaca buku, menggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri mengha-dapi ujian, (e) keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam
(11)
20 rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas, dan (f) kesiapan mental dan kemampuan untuk mengha-dapi ujian.
Terdapat 6 indikator untuk mengevaluasi suatu program dalam lembaga pendidikan seperti yang dije-laskan oleh Arikunto (2009), yaitu kurikulum, guru/ tutor, sarana dan prasarana, siswa, kegiatan belajar mengajar dan pengelolaan. Keenam indikator tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kurikulum
Kurikulum memegang peranan penting dalam pendidikan. Penggunaan kurikulum yang tepat da-pat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam kurikulum, seperti materi, urutan penyajian, kom-ponen pendukung misalnya buku atau sumber belajar.
2. Guru/ Tutor
Faktor pengajar dalam hal ini juga akan membantu dalam mencapai tujuan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kemampuan guru/ tutor adalah tingkat pendidikan, sertifikat pendidikan non formal (seminar, kursus, penataran), pengalaman mengajar serta kepribadian yang baik.
(12)
21
3. Sarana Prasarana
Sarana prasarana merupakan faktor pendukung dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik jika didukung oleh sarana prasarana yang memadai. Hal-hal yang dapat dinilai seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, sarana olahraga dan sebagainya.
4. Siswa
Siswa merupakan subyek yang akan diolah dalam proses pendidikan sehingga dapat menghasilkan siswa yang bermutu. Dalam hal ini beberapa hal yang dapat dinilai adalah, intelegensi (bakat dasar), disiplin tata tertib, kreativitas, semangat belajar serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kualitas hasil belajar.
5. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan kunci pokok dalam menciptakan hasil belajar siswa. Sehingga dalam hal ini guru/ tutor dan siswa memegang peranan penting. Guru menjadi faktor yang dominan dalam menentukan kualitasnya. Hal-hal yang dapat dinilai seperti bagaimana guru mampu memilih metode yang tepat, bagaimana guru mampu memilih dan menggunakan alat pembelajaran, penggunaan alat evaluasi, mampu mengelola kelas, menguasai
(13)
22 materi yang akan disampaikan serta memahami siswanya atau subjek didiknya.
6. Pengelolaan
Pengelolaan dalam hal ini penilaian terhadap kualitas pengelola pendidikan dan peran pemimpin menjadi subjek yang akan diukur. Bagaimana pemimpin mampu menjalankan program yang telah direncanakan, bagaimana pemimpin dapat menge-lola manajemen serta bagaimana pemimpin mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
1.3
Homeschooling
Istilah Homeschooling disebut juga sekolah
rumah, dikenal juga dengan sebutan home education,
home based learning atau sekolah mandiri. Pengertian
homeschooling secara umum yaitu sebuah model pem-belajaran dimana rumah sebagai basis pendidikannya dan keluarga bertanggung jawab sendiri terhadap pendidikan anak-anaknya.
Beberapa pakar mendefinisikan Homeschooling sebagai suatu proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar mengajarpun berlang-sung dalam suasana yang kondusif dan terarah (Ella Yulaelawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan Depar-temen Pendidikan Nasional). Homeschooling adalah
(14)
23 alternatif pendidikan lain dari organisasi sekolah (Saputra, 2007). Yayah Komariah, menjelaskan Home-schooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur, dan terarah dilakukan oleh orang tua/ keluarga dirumah atau tempat-tempat lain, dimana proses belajar mengajar dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal.
Dari pengertian diatas Homeschooling dapat di-artikan sebagai suatu model layanan pendidikan alter-natif yang dilakukan secara sadar, teratur, terarah dan keluarga bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pro-ses belajar, dimana suasana belajar tercipta secara kondusif sehingga dapat mendukung anak untuk un-tuk belajar secara maksimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Menurut Mulyadi dalam Aliyah (2008), secara
etimologis homeschooling adalah sekolah yang diadakan
di rumah. Namun secara hakiki, homeschooling me-rupakan sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara
‘at home’. Konsep dari homeschooling ini adalah pem-belajarannya dapat dilakukan di mana saja, kapan
saja, dan dengan siapa saja. Spektrum dari
(15)
24 di rumah tetapi di berbagai tempat dia melakukan kegiatan. Dengan waktu yang fleksibel, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bahkan untuk mengajarpun tidak tertutup hanya orang tua tetapi orang yang ditua-kan di rumah, bisa kakak, tetangga, atau kerabat lain-nya.
Pendidikan informal melalui sekolah-rumah ber-tujuan mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan kete-rampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sekaligus memperluas akses terhadap pendidikan dasar dan menengah. Dalam
Mulyadi (2007) menegaskan bahwa tujuan pokok
home-schooling adalah memenuhi hak anak dalam
memper-oleh pendidikan.
Aliyah (2008) menjelaskan bahwa tujuan Home-schooling Kak Seto adalah (1) menciptakan ling-kungan belajar yang kondusif, menyenangkan dan me-nantang bagi anak didik sesuai dengan kepribadian, gaya belajar, kekuatan, dan keterbatasan yang dimilikinya. (2) Mempelajari materi pelajaran secara langsung dalam setting kehidupan nyata sehingga lebih bermakna dan berguna dalam kehidupan anak didik. (3) Meningkat-kan kreativitas, kemampuan berpikir, dan sikap serta mengembangkan kepribadian peserta didik. (4) Mem-bina dan meningkatkan hubungan baik antara
(16)
orang-25 tua dan anak didik sehingga tercipta keluarga yang harmonis. (5) Mengembangkan bakat, potensi, dan kebiasaan-kebiasaan belajar anak didik secara alamiah. (6) Mengatasi keterbatasan, kelemahan, dan hambatan emosional anak didik sehingga anak didik tersebut dapat mencapai hasil belajar yang optimal. (8) Memper-siapkan kemampuan peserta didik dalam aspek penge-tahuan, keterampilan, dan sikap untuk melanjutkan studi pada jenjang yang lebih tinggi. (9) Membekali pe-serta didik dengan kemampuan memecahkan masalah lingkungan sesuai dengan tingkat perkembangannya demi kehidupannya di masa depan.
Mulyadi (2007) menjelaskan bahwa
home-schooling mempunyai banyak manfaat bagi para pela-kunya. Manfaat itu antara lain pertama, anak-anak benar-benar dapat dijadikan subjek dalam kegiatan belajar; kedua, objek yang dipelajari sungguh sangat luas; ketiga, orang tua dapat berperan penting dalam menanamkan kecintaan belajar kepada anaknya sejak sangat dini; keempat, penyelenggaraannya fleksibel;
dan kelima, sangat cocok dengan strategi belajar
(1)
20 rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas, dan (f) kesiapan mental dan kemampuan untuk mengha-dapi ujian.
Terdapat 6 indikator untuk mengevaluasi suatu program dalam lembaga pendidikan seperti yang dije-laskan oleh Arikunto (2009), yaitu kurikulum, guru/ tutor, sarana dan prasarana, siswa, kegiatan belajar mengajar dan pengelolaan. Keenam indikator tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kurikulum
Kurikulum memegang peranan penting dalam pendidikan. Penggunaan kurikulum yang tepat da-pat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam kurikulum, seperti materi, urutan penyajian, kom-ponen pendukung misalnya buku atau sumber belajar.
2. Guru/ Tutor
Faktor pengajar dalam hal ini juga akan membantu dalam mencapai tujuan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kemampuan guru/ tutor adalah tingkat pendidikan, sertifikat pendidikan non formal (seminar, kursus, penataran), pengalaman mengajar serta kepribadian yang baik.
(2)
21 3. Sarana Prasarana
Sarana prasarana merupakan faktor pendukung dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik jika didukung oleh sarana prasarana yang memadai. Hal-hal yang dapat dinilai seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, sarana olahraga dan sebagainya. 4. Siswa
Siswa merupakan subyek yang akan diolah dalam proses pendidikan sehingga dapat menghasilkan siswa yang bermutu. Dalam hal ini beberapa hal yang dapat dinilai adalah, intelegensi (bakat dasar), disiplin tata tertib, kreativitas, semangat belajar serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kualitas hasil belajar.
5. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan kunci pokok dalam menciptakan hasil belajar siswa. Sehingga dalam hal ini guru/ tutor dan siswa memegang peranan penting. Guru menjadi faktor yang dominan dalam menentukan kualitasnya. Hal-hal yang dapat dinilai seperti bagaimana guru mampu memilih metode yang tepat, bagaimana guru mampu memilih dan menggunakan alat pembelajaran, penggunaan alat evaluasi, mampu mengelola kelas, menguasai
(3)
22 materi yang akan disampaikan serta memahami siswanya atau subjek didiknya.
6. Pengelolaan
Pengelolaan dalam hal ini penilaian terhadap kualitas pengelola pendidikan dan peran pemimpin menjadi subjek yang akan diukur. Bagaimana pemimpin mampu menjalankan program yang telah direncanakan, bagaimana pemimpin dapat menge-lola manajemen serta bagaimana pemimpin mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
1.3
Homeschooling
Istilah Homeschooling disebut juga sekolah rumah, dikenal juga dengan sebutan home education,
home based learning atau sekolah mandiri. Pengertian
homeschooling secara umum yaitu sebuah model pem-belajaran dimana rumah sebagai basis pendidikannya dan keluarga bertanggung jawab sendiri terhadap pendidikan anak-anaknya.
Beberapa pakar mendefinisikan Homeschooling sebagai suatu proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar mengajarpun berlang-sung dalam suasana yang kondusif dan terarah (Ella Yulaelawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan Depar-temen Pendidikan Nasional). Homeschooling adalah
(4)
23 alternatif pendidikan lain dari organisasi sekolah (Saputra, 2007). Yayah Komariah, menjelaskan Home-schooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur, dan terarah dilakukan oleh orang tua/ keluarga dirumah atau tempat-tempat lain, dimana proses belajar mengajar dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal.
Dari pengertian diatas Homeschooling dapat di-artikan sebagai suatu model layanan pendidikan alter-natif yang dilakukan secara sadar, teratur, terarah dan keluarga bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pro-ses belajar, dimana suasana belajar tercipta secara kondusif sehingga dapat mendukung anak untuk un-tuk belajar secara maksimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Menurut Mulyadi dalam Aliyah (2008), secara etimologis homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah. Namun secara hakiki, homeschooling me-rupakan sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara
‘at home’. Konsep dari homeschooling ini adalah pem-belajarannya dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Spektrum dari
(5)
24 di rumah tetapi di berbagai tempat dia melakukan kegiatan. Dengan waktu yang fleksibel, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bahkan untuk mengajarpun tidak tertutup hanya orang tua tetapi orang yang ditua-kan di rumah, bisa kakak, tetangga, atau kerabat lain-nya.
Pendidikan informal melalui sekolah-rumah ber-tujuan mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan kete-rampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sekaligus memperluas akses terhadap pendidikan dasar dan menengah. Dalam Mulyadi (2007) menegaskan bahwa tujuan pokok
home-schooling adalah memenuhi hak anak dalam
memper-oleh pendidikan.
Aliyah (2008) menjelaskan bahwa tujuan Home-schooling Kak Seto adalah (1) menciptakan ling-kungan belajar yang kondusif, menyenangkan dan me-nantang bagi anak didik sesuai dengan kepribadian, gaya belajar, kekuatan, dan keterbatasan yang dimilikinya. (2) Mempelajari materi pelajaran secara langsung dalam setting kehidupan nyata sehingga lebih bermakna dan berguna dalam kehidupan anak didik. (3) Meningkat-kan kreativitas, kemampuan berpikir, dan sikap serta mengembangkan kepribadian peserta didik. (4) Mem-bina dan meningkatkan hubungan baik antara
(6)
orang-25 tua dan anak didik sehingga tercipta keluarga yang harmonis. (5) Mengembangkan bakat, potensi, dan kebiasaan-kebiasaan belajar anak didik secara alamiah. (6) Mengatasi keterbatasan, kelemahan, dan hambatan emosional anak didik sehingga anak didik tersebut dapat mencapai hasil belajar yang optimal. (8) Memper-siapkan kemampuan peserta didik dalam aspek penge-tahuan, keterampilan, dan sikap untuk melanjutkan studi pada jenjang yang lebih tinggi. (9) Membekali pe-serta didik dengan kemampuan memecahkan masalah lingkungan sesuai dengan tingkat perkembangannya demi kehidupannya di masa depan.
Mulyadi (2007) menjelaskan bahwa home-schooling mempunyai banyak manfaat bagi para pela-kunya. Manfaat itu antara lain pertama, anak-anak benar-benar dapat dijadikan subjek dalam kegiatan belajar; kedua, objek yang dipelajari sungguh sangat luas; ketiga, orang tua dapat berperan penting dalam menanamkan kecintaan belajar kepada anaknya sejak sangat dini; keempat, penyelenggaraannya fleksibel; dan kelima, sangat cocok dengan strategi belajar