Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN KETERSEDIAAN
PAKAN SAPI BALI DI BALI
I Made Rai Yasa dan I N Adijaya
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

ABSTRAK
Keberlanjutan pengembangan ternak pada suatu wilayah ditentukan oleh ketersediaan pakan, yang terkait dengan
tata guna lahan. Pada saat ini sektor pertanian di Bali terkendala oleh beberapa factor antara lain tingginya alih fungsi
lahan.Terkait dengan permasalahan tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui dampak alih fungsi lahan terhadap
keberlanjutan ketersediaan pakan sapi Bali di Bali. Karena permasalahan pakan merupakan permasalahan kompleks dan
dinamis, maka model disusun dengan pendekatan sistem dinamik. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai
Nopember 2011, menggunakan software Powersim Constructor versi 2.5d. Hasil penelitian menunjukkan, apabila tidak
dilakukan perubahan kebijakan, luas sawah berpotensi menyusut dari 80.997 ha menjadi 63.641 ha pada tahun 2034, hutan
menyusut dari 123.120 ha menjadi 120.077, perkebunan dari 122.780 menjadi 102.049 ha, namun luas lahan kering
meningkat dari 197.006 ha menjadi 240.970 ha dan lahan lainnya meningkat dari 39.763 ha menjadi 45.880 ha. Sebagai
dampaknya persentase kecukupan pakan sapi di Bali sampai tahun 2034 akan menurun dari 108% (tahun 2009) menjadi
77%, dan kecukupan pakan 100% (produksi sama dengan konsumsi) terjadi pada tahun 2014, yakni pada saat populasi sapi
mencapai 777.859 ekor (betina muda 94.042 ekor, godel betina 105.316 ekor, godel jantan 113.439 ekor, induk 242.366
ekor, jagiran 103.300 ekor dan jantan muda 119.397 ekor).Melalui optimalisasi pemanfatan limbah Apabila tidak dilakukan
perubahan kebijakan, persentase kecukupan pakan sapi di Bali pada tahun 2034 akan menjadi 77%.Untuk menutupi
kekurangan pakan tersebut, dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan limbah kakao hingga 80%, limbah kopi

hingga 60%, dan jerami padi hingga 60% dari potensi yang tersedia.
Kata kunci: alih fungsi lahan, ketersediaan pakan, sapi Bali, sistem dinamik

PENDAHULUAN
Bali merupakan salah satu pemasok sapi potong untuk pasar Jakarta. Berdasarkan Peraturan
Gubernur Bali No. 41 tahun 2006, yang diberlakukan sampai tahun 2008, jumlah sapi Bali yang
diizinkan untuk diantarpulaukan sebanyak 75.000 ekor/tahun. Selanjutnya mulai tahun 2009, dengan
alasan keseimbangan populasi, izin pengeluaran sapi Bali diturunkan menjadi 55.000 ekor (Bisnis
bali.com 2009), padahal menurut Gubernur Bali Made Mangku Pastika, permintaan sapi Bali untuk
pasar Jakarta rata-rata 200.000 ekor per tahun (Kompas.com 2009).
Pada saat ini usaha peningkatkan populasi sapi di Bali, terkendala oleh beberapa factor
antara lain tingginya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Lahan pertanian khususnya sawah,
dari tahun 1995 hingga 2008 menyusut rata-rata 0,7 % atau seluas 639 Ha (BPS Bali 1995; BPS
Bali 2009) untuk sector industry khususnya pariwisata, pemukiman dan jasa (Tisna, 2002). Selain
sawah, luas hutan, perkebunan dan lahan kering juga mengalami perubahan.
Menurut Yusdja dan Ilham (2006), program pengembangan ternak pada suatu wilayah,
keberlanjutannya ditentukan oleh ketersediaan pakan. Di sisi lain, produksi pakan ditentukan antara
lain oleh tata guna lahan luas tanam, baik itu tanaman pangan maupun perkebunan. Pada saat ini
usaha peningkatkan populasi sapi di Bali, terkendala oleh beberapa factor antara lain tingginya alih
fungsi lahan, baik dari pertanian ke non pertanian maupun keperuntukan lainnya. Karena

permasalahan kecukupan pakan merupakan permasalahan yang kompleks dan dinamis, yakni untuk
produksi terkait dengan perubahan tataguna lahandan jenis tanaman serta kebutuhan pakan terkait
dengan populasi ternak, maka model disusun dengan pendekatan sistem dinamis. Melalui metode ini
diharapkan dapat dibangun model penyediaan pakan yang berkelanjutan sejalan dengan Heitschmidt
et al. (1996), bahwa usaha peternakan akan dapat berkelanjutan apabila dikembangkan dengan
berwawasan ekologis.

BAHAN DAN METODA
Penelitian dilaksanakan di Bali dari bulan Juli sampai Nopember 2011. Metoda yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sistem, dengan Software untuk melakukan simulasi
model adalah Powersim Constructor versi 2.5d. Parameter yang dianalisis adalah parameter produksi
dan kebutuhan pakan aktual sebagai dasar untuk menyusun skenario kebijakan. Untuk mempermudah
penyusunan model, model dibagi ke dalam dua sub model, yaitu sub model produksi dan sub model
kebutuhan pakan. Sub model produksi pakan disusun untuk menganalisis komponen-komponen yang
terkait dengan sub sistem produksi pakan, demikian juga untuk sub model konsumsi.Simulasi data
untuk model ini disusun dengan jangka waktu 25 tahun (jangka panjang).
Tingkat validitas model, baikterhadap sub model produksi maupun konsumsi pakan, dianalisis
dengan metode Mean Absolut Percentage Error (MAPE) sesuai dengan Hauke et al. (2001). Data-data
yang divalidasi adalah data populasi ternak, tataguna lahan, data luas tanam komoditas pertanian dan
perkebunan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis sistem, teridentifikasi model usahatani ternak sapi di Bali adalah
model integrasi antara tanaman dengan ternak. Sub model produksi pakan terkait dengan tata guna
lahan dan luas tanam, sedangkan untuk sub model kebutuhan pakan terkait dengan dinamika populasi
sapi Bali (induk, godel, jagiran, jantan muda dan betina muda) yang bersifat dinamis (Gambar 1).
Populasi
jantan
Populasi dewas a
(jagiran)
induk
+

+
Populasi
betina &
jantan muda

+

Luas lahan budidaya - Luas Bali

pertanian

Populasi pedet
(godel) jantan &
betina

Lahan pe
runtukan
lainnya

Tanah kering

Lahan sawah Hutan

+
Populasi
sapi Bali
Tanaman
kakao, kopi,
mete


Kebutuhan
pakan

Tanaman
perkebunan

Lahan
perkebunan
Tanaman
hortikultura

Tanaman
pangan

Tanaman padi,
jagung, kacang
tanah, kac ang
hijau, ubi kayu


+
+
Neraca k ecukupan
pakan

+
Pakan limbah

+
+ +

+

Pakan bukan limbah

Produks i pakan +
+

Gambar 1. Diagram causal loop model produksi dan kebutuhan pakan sapi Bali di Bali.


Sub Model Dinamika Tata Guna Lahan dan Produksi Pakan
Sub model ini disusun untuk menganalisis dampak perubahan tataguna lahan terhadap
dinamika produksi pakan dalam jangka panjang di Bali. Data-data dan asumsi yang digunakan adalah:
a. Data tataguna lahan dan luas tanam(tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan) dari tahun
2005 sampai 2009, mengacu pada Bali Dalam Angka 2010 (BPS Bali 2010).
b. Data produksi pakan seperti:
a) Jerami jagung menggunakan data primer, yakni 4,67 ton/hadan 6,75 ton/ ha; dengan kandungan
bahan kering (BK) mengacu pada Hartadi et all., (1997), yakni 86%.Pemanfaatan jerami
jagung pada saat ini sekitar 80%.
b) Jerami padi varietas Ciherang yakni 17,92 ton/hadengan BK 40% (Hartadiet al. 1997),
namunbaru termanfaatkan sekitar 50% dari potensi yang ada.
c) Jerami kacang hijau, mengacu pada Purnomo et all,. (1992) dalam Santoso et al.(2004), yakni
0,90 ton/ha.
d) Jerami kacang tanah mengacu pada Yasa dan Adijaya (2004), yakni 4,61 ton/ha BK.
e) Jerami singkong, mengacu padaMuller (1974) dalam Sariubang et all., (2000) yakni 0,9-1,0
ton/ha BK.
f) Limbah mete mengacu pada Guntoro et all., (2002), yakni 19,19 ton/ha dengan BK 17,5%.
g) Potensi limbah kopi adalah 42% dari produksi kopi kering/ha (Guntoroet all., 2004). Produksi
kopi di Bali rata-rata 557kg/ha/tahun (Disbun Bali, 2010), dengan demikian potensi limbahnya
mencapai 450 kg/ha/tahun; namun pemanfaatannya hanya sekitar 0,1%. Untuk scenario

peningkatan produksi pakan, pemanfaatan pakan dari limbah kopi ditargetkan mencapai 50%
tahun 2015.
h) Untuk kakao, Suharyanto, et all., (2006) melaporkan bahwa tanaman kakao produktif rata-rata
menghasilkan jumlah buah sebanyak 22 buah dengan bobot rata-rata 517,1 gram/buahatau11,38
kg/pohon/tahun. Menurut Guntoro et all., (2008), buah kakao terdiri dari cangkang rata-rata
72,9% dari berat total buah kakao basah. Melalui proses pengeringan diperoleh bahan kering
rata-rata 34%. Dengan produksi limbah basah 8,3 kg/pohon/tahun diperoleh sekitar 2,8 kg
tepung limbah kakao kering/tahun. Potensi tersebut baru termanfaatkan sebanyak 10% oleh
petani di lapangan dalam bentuk segar. Pada Skenario peningkatan produksi pakan,
pemanfaatannya dinaikkan menjadi 80% pada tahun 2015.
i) Potensi hijauan per tahun dari masing-masing lahan seperti: 1) sawah yakni dengan perhitungan
5% dari luas lahan dikalikan dengan 3,75 ton, 2) hutan yakni 5% dari luas lahan dikalikan
dengan 3,75 ton, 3)tanah kering yakni 5% dari luas lahan dikalikan dengan 3,75 ton, 4)
perkebunan yakni 5% dari luas lahan dikalikan dengan 3,75 ton ), dan 5) lahanlainnya 1%
dikalikan 3,75 ton/tahun, mengacu pada Atmaja (2006). Rumput lapangan mengacu pada
Bamualim (2010), berkisar3-6 ton/ha (daerah semi arid).
j) Data luas dan potensi produksi pakan dari rumput yang dibudidayakan, mengacu pada laporan
Dinas Peternakan Provinsi Bali (2010) dengan potensi produksi 20 ton bahan kering/ha/tahun
(Atmaja, 2006).
Dinamika Tataguna Lahan

Hasil analisis menunjukkan, sebagai dampak dari pelaksanaan pembangunan pada berbagai
sektor, perubahan tataguna lahan sepertinya tidak dapat dihindarkan. Luas hutan, luas lahan
perkebunan dan sawah berpotensi terus menyusut menjadi tanah kering (tegalan, lahan tadah hujan,
permukiman lahan yang belum dimanfaatkan) dan lahan lainnya (jalan, sarana penunjang umum dan
lain-lain) seperti terlihat pada Gambar 2. Luas lahan kering berpotensi meningkat dari 197.006 ha
(tahun 2009) menjadi 240.970 hektar (tahun 2034) demikian juga untuk lahan lainnya meningkat dari
39.763hektar menjadi 45.880 hektar; sedangkan pada periode yang sama hutan menyusut dari 122.780
hektar menjadi 120.077 hektar, perkebunan menyusut dari 123.120 menjadi 102.049 hektar dan luas
sawah dari 80.997 hektar menjadi 63.641 hektar.

Tanah
kering, 2
009, 19
7,006

Tahun
2011

2010


Negara, 2
009, 122,
780

Perkebun
an, 2034,
102,049

Tahun

2012

Luas
Sawah, 2
009, 80,
997

Luas (ha)

Luas (ha)


Hutan Negara

Luas
Sawah, 2
034, 63,
641

Perkebunan

2010
2014
2018

Lahan
lainnya, 2
034, 45,
880

Lahan
lainnya, 2
009, 39,
763

Tahun

2009
2013
2017

Hutan
Negara, 2
034, 120,
077

Perkebun
an, 2009,
123,120
Hutan
Luas (ha)

Luas (ha)
2009

Tanah
kering, 2
034, 24
0,970

Tahun

2011
2015
2019

2012
2016
2020

2009
2013
2017

2010
2014
2018

2011
2015
2019

2012
2016
2020

Gambar 2 Dinamika tataguna lahan di Provinsi Bali2009-2034.

Potensi Produksi Pakan Hijauan

Kebun
HMT
binaan
Dinas
Peternak
an, 2009,
14,438
Tanah
kering, 2
009, 9,8
50

Kebun
HMT
Tanah
binaan2
kering,
Dinas
034,
12,
Peternak
048
an, 2034,
14,438

Tahun

Produksi HMT (Bahan kering) (ton/ha)

Produksi HMT (Bahan kering) (ton/ha)

Sebagai dampak dari perubahan tata guna lahan (Gambar 2), potensi produksi pakan hijauan
diBali secara keseluruhan sedikit meningkat yaitu dari 61.451 ton/tahun menjadi 61.654 ton/tahun.
Potensi peningkatan pakan terjadi karena meningkatnya luas lahan kering dan dari lahan lainnya;
sedangkan potensi penurunan produksi pakan hijauan berasal dari hutan, sawah dan lahan
perkebunan (Gambar 3).
Hutan, 200
9, 6,139
Lahan
perkebuna
n, 2009, 6,
156

Hutan, 203
4, 6,004

Lahan
perkebuna
n, 2034, 5,
102
Tahun

Tanah kering
Kebun HMT binaan Dinas Peternakan

Hutan

Lahan perkebunan

Kebun
HMT
rakyat, 20
09, 3,708

Produksi HMT (Bahan kering) (ton/ha)

Produksi HMT (Bahan kering) (ton/ha)

Lahan
sawah, 20
09, 4,050

Kebun
HMT
rakyat, 20
34, 3,708
Lahan
sawah, 20
34, 3,182

Tahun

Lahan sawah

Kebun HMT rakyat

2009
2013
2017
2021
2025

Lain_lain,
2034, 459

Lain_lain,
2009, 398

Tahun

2010
2014
2018
2022
2026

2011
2015
2019
2023
2027

2012
2016
2020
2024
2028

Gambar 3 Potensi produksi pakanhijauan di Provinsi Bali 2009-2034.

Potensi Produksi Pakan Dari Limbah Tanaman Pangan dan Perkebunan

Jerami
padi, 2009
, 646,337

Jerami
padi, 2034
, Jerami
925,919
jagung, 20
34, 662,9
90

Jerami
jagung, 20
09, 317,6
10

Jerami jagung

Tahun

Jerami padi

Produksi pakan (bahan kering) (ton/tahun)

Produksi pakan (bahan kering) (ton/tahun)

Salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan kompetitif adalah melalui
pemanfaatan limbah, seperti limbah pertanian (Mastika 1991). Pemanfaatan limbah untuk pakan tidak
terlalu bermasalah bagi sapi Bali, karena daya adaptasinya yang tinggi terhadap lingkungan. Sapi
Bali memiliki daya cerna pakan yang baik, yaitu mampu memanfaatkan pakan yang kurang baik,
sehingga memiliki sebutan sebagai hewan perintis karena dapat dikembangkan di daerah kering yang
sebelumnya tidak terdapat sapi (Martojo 1990). Menurut Noorginayuwati dan Jumberi (1995) dengan
mengkombinasikan komoditas tanaman pangan, tanaman tahunan dan ternak akan menjamin
produktivitas, pendapatan dan keberlanjutan usahatani.
Potensi produksi pakan dari limbah tanaman pangan juga dinamis sesuai dengan luas
tanamnya. Potensi peningkatan produksi limbah berasal dari tanaman jagung, padi, kedelai dan
kacang hijau, sedangkan yang berpotensi menurun adalah dari kacang tanah dan ubi jalar (Gambar 4).
Limbah
ubi
jalar, 2009,
94,781
Jerami
kacang
tanah, 200
9, 61,754

Jerami kacang tanah

Tahun

Limbah
ubi
jalar, 2034,
44,089
Jerami
kacang
tanah, 203
4, 10,988

Limbah ubi jalar

Jerami
kedelai, 2
009, 2,89
3
Tahun

2010
2014
2018

2011
2015
2019

2012
2016
2020

Produksi pakan (bahan kering)
(ton/tahun)

Produksi pakan (bahan kering)
(ton/tahun)
2009
2013
2017

Jerami
kedelai, 2
034, 8,18
1

2009
2013
2017

Jerami
kacang
hijau, 20
34, 1,27
8

Jerami
kacang
hijau, 20
09, 1,02
1

Tahun

2010
2014
2018

2011
2015
2019

2012
2016
2020

Gambar 4 Potensi produksi pakandari limbah pertanian di Provinsi Bali 2009-2034.

2009
2013
2017

Limbah
mete, 2034
, 49,436

Limbah
mete, 2009
, 36,689

Tahun

2010
2014
2018

2011
2015
2019

2012
2016
2020

Produksi pakan (bahan kering) (ton/tahun)

Produksi pakan (bahan kering) (ton/tahun)

Hampir sama dengan limbah pertanian, potensi produksi limbah dari tanaman perkebunan
juga dinamis. Potensi produksi limbah mete dan kakao meningkat, sedangkan limbah kopi (Robusta
dan Arabika) menurun (Gambar 5). Meskipun potensi limbah perkebunan ini sangat banyak, namun
belum dimanfaatkan secara optimal; padahal menurut Guntoro (2008), fermentasi limbah kakao
menggunakan Aspergillus nigerdapat meningkatnya kandungan protein kasar dari limbah kakao dari
7,17% pada kakao mentah (sebelum difermentasi) menjadi 16,46% dan menurunkan kandungan serat
kasarnya (CF) yaitu dari 22,42% menjadi 14,15%. Demikian juga untuk limbah kulit kopi, dengan
fermentasi menggunaka Aspergillus niger, kandungan protein kasar dapat ditingkatkan dari dari 5,81
% menjadi 12,43 % serta menurunkan kandungan serat kasar dari 24,20 % menjadi 17,14 %.

2009
2013
2017

Limbah
kakao, 203
4, 7,634

Limbah
kakao, 200
9, 1,657
Tahun

2010
2014
2018

2011
2015
2019

2012
2016
2020

Limbah
kopi
robusta, 2
034, 3,61
9
Tahun

2010
2014
2018

2011
2015
2019

2012
2016
2020

Produksi pakan (bahan kering) (ton/tahun)

Produksi pakan (bahan kering) (ton/tahun)
2009
2013
2017

Limbah
kopi
robusta, 2
009, 6,01
2

2009
2013
2017

Limbah
kopi
arabika, 20
09, 2,169
Limbah
kopi
arabika, 20
34, 1,309

Tahun

2010
2014
2018

2011
2015
2019

2012
2016
2020

Gambar 5. Potensi produksi pakandari limbah perkebunan di Provinsi Bali 2009-2034.

Sub Model Kebutuhan dan Kecukupan Pakan
Sub model ini disusun untuk menganalisis potensi peningkatan maupun penurun konsumsi
pakan sapi di Bali sebagai dampak dari peningkatan maupun penurunan populasi sapi. Untuk sub
sistem ini, data-data dan asumsi yang digunakan adalah :
a. Data populasi sapi Bali tahun 2000-1009 mengacu pada Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi
Bali dari tahun 2002-2009, yang membagi sapi Bali ke dalam enam kelompok yaitu: 1) Jagiran
(sapi Bali jantan berumur 2,5 tahun keatas dan telah dapat digunakan sebagai pejantan), dengan
bobot badan rata-rata 335 kg (Pastika dan Darmadja 1976 dalam Sumbung et all., 1978); 2)
Jantan muda (sapi Bali jantan berumur antara 1,5-2,5 tahun, belum memiliki gigi seri permanen);
dengan bobot rata-rata 261kg (data primer); 3) Godel jantan (anak sapi Bali jantan berumur
kurang 1,5 tahun; dengan bobot rata-rata 87,60 kg) (Pastika dan Darmadja 1976 dalam Sumbung
et al. 1978); 4) Induk (sapi Bali betina yang telah bunting atau sudah pernah beranak; dengan
bobot rata-rata259 kg) (data primer); 5) Betina muda (sapi Bali betina berumur 1,5-2,5 tahun,
belum memiliki gigi seri permanen dan belum pernah bunting; dengan bobot badan rata-rata 187
kg) (data primer); dan 6) Godel betina (anak sapi Bali betina yang berumur kurang dari 1,5 tahun;
dengan bobot rata-rata 77,90 kg (Pastika dan Darmadja 1976 dalam Sumbung et all.,1978).
b. Standar kebutuhan pakan mengacu pada Nutrient Research Council (NRC) (1984), yakni ternak
sapi paling tidak mengkonsumsi 2,5% pakan dalam bentuk bahan kering (BK) dari bobot
badannya.
Hasil analisis menunjukkan, kebutuhan pakan untuk seluruh sapi dari tahun 2009 sampai
tahun 2034 berpotensi meningkat dari 1,3 juta ton/tahun menjadi 2,7 juta ton/tahun; namun produksi
pakan hanya meningkat dari 1,4 juta ton/tahun menjadi 2,1 juta ton/tahun. Kondisi ini menyebabkan
kecukupan pakan menurundari 108% menjadi 77% (Gambar 6). Kecukupan pakan 100% (produksi
dan kunsumsi pakan seimbang) terjadi pada tahun 2014. Pada saat itu populasi sapi sebanyak 777.859
ekor, dengan rincian: betina muda sebanyak 94.042 ekor, godel betina 105.316 ekor, godel jantan
113.439 ekor, induk sebanyak 242.366 ekor, jagiran 103.300 ekor dan jantan muda sebanyak 119.397
ekor.Untuk menutupi kekurangan pakan tersebut, dapat diupayakan melalui optimalisasi pemanfaatan
limbah perkebunan seperti limbah kakao hingga mencapai 80%, dan limbah kopi (arabika dan
robusta) hingga mencapai 60%, pemanfaatan jerami padi hingga mencapai 60%. Jika upaya tersebut
terlaksana, berpotensi dapat memenuhi peningkatan kebutuhan pakan sapi sampai tahun 2034
(Gambar 7). Apabila potensi limbah perkebunan dan pertanian khususnya jerami padi dioptimalkan
pemanfaatannya mulai tahun 2015, maka persentase kecukupan pakan di Bali dalam jangka panjang
berpotensi berkelanjutan, namun harus melalui optimalisasi pola pertanian terintegrasi (optimalisasi
pemanfaatan limbah perkebunan seperti kopi dan kakao.

Produksi
pakan
aktual, 200
9, 1,407,6
50
Kebutuhan
pakan, 200
9, 1,301,9
46
Tahun

Produksi pakan aktual

Kebutuhan pakan

Kecukup
an pakan
aktual, 2
009, 108

Kecukupan pakan (%)

Produksi & kebutuhan pakan (bahan kering) (ton
/tahun)

Kebutuhan
pakan, 203
4, 2,723,0
84
Produksi
pakan
aktual, 203
4, 2,094,6
99

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2021

2022

2023

2025

2026

2027

2029

2030
Tahun
2034

2031

2020
Kecukup
2024
an pakan
2028
aktual, 2
034, 77
2032

2033

a. Dinamika produksi dan kebutuhan pakan

b. Dinamika kecukupan pakan (%)

Produksi
pakan
Skenario,
2015, 2,1
32,423

Produksi
pakan
Kebutuha
Skenario,
20
34, 2,924,6 n
63 pakan, 20

34, 2,72
Produksi
3,084

pakan
aktual, 203
Kebutuha 4, 2,094,6
Kebutuha n
99

n pakan, 20
pakan,14,
20 1,49
9,683
09, 1,30
1,946

Kecukup
2015, 13 an pakan
Skenario,
8
2034, 10
7

Tahun

Tahun
Produksi pakan aktual
Produksi pakan Skenario
Kebutuhan pakan

a. Dinamika produksi dan kebutuhan pakan

Gambar 6.

Kecukup
an pakan
Skenario,
Kecukupan pakan (%)

Produksi & kebutuhan pakan (bahan
kering) (ton /tahun)

Gambar 6. Potensi produksi dan kecukupan pakan sapi pada kondisi aktual di Bali
tahun 2009-2034.

Kecukup
an pakan
aktual, 20
34, 77

Kecukupan pakan aktual
Kecukupan pakan Skenario

b.

Dinamika kecukupan pakan

Potensi produksi dan kecukupan pakan sapi melaui optimalisasi pemanfaatan
limbah perkebunan dan tanaman pangan tahun 2009-2034.

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Apabila tidak dilakukan perubahan kebijakan, akan terjadi penyusutan luas sawah dari 80.997 ha
(tahun 2009) menjadi 63.641 ha pada tahun 2034, hutan menyusut dari 123.120 ha menjadi
120.077, perkebunan dari 122.780 menjadi 102.049 ha serta terjadi peningkatan lahan kering dari
197.006 ha menjadi 240.970 dan lahan untuk peruntukan lainnya meningkat dari 39.763 ha
menjadi 45.880 ha.
2. Kecukupan pakan 100% (produksi dan kunsumsi pakan seimbang) terjadi pada tahun 2014. Pada
saat itu populasi sapi sebanyak 777.859 ekor, dengan rincian: betina muda sebanyak 94.042 ekor,
godel betina 105.316 ekor, godel jantan 113.439 ekor, induk sebanyak 242.366 ekor, jagiran
103.300 ekor dan jantan muda sebanyak 119.397 ekor.
3. Apabila tidak dilakukan perubahan kebijakan, persentase kecukupan pakan sapi di Bali pada tahun
2034 akan menjadi 77%, sehingga menjadi kendala dalam upaya peningkatan populasi sapi di
Bali. Untuk dapat menutupi kekurangan pakan tersebut, dapat diupayakan melalui optimalisasi
pemanfaatan limbah perkebunan yakni limbah kakao hingga mencapai 80%, dan limbah kopi
(arabika dan robusta) hingga mencapai 60%, dan pemanfaatan jerami padi hingga mencapai 60%.

DAFTAR PUSTAKA
BPS Provinsi Bali. 1995. Statistik Provinsi Bali (Statistic of Bali Province). Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali. Denpasar.
BPS Provinsi Bali. 2009. Statistik Provinsi Bali (Statistic of Bali Province). Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali. Denpasar.
Dinas Perkebunan Provinsi Bali. 2010. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Di Bali Tahun 2010.
http://www.disbunbali.info/statistik_perkebunan.php. Dinas Perkebunan Provinsi Bali.
Denpasar. (Rabu, 2 Nopember 2011).
Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2002. Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi Bali Tahun 2002.
Dinas Peternakan Provinsi Bali. Denpasar.
Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2010. Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi Bali Tahun 2010.
DinasPeternakan Provinsi Bali. Denpasar.
NRC. 1984. Nutrient Requerements of Beef Cattle. 6threv.ed. Nutrient Research Council (NRC).
Washington, D.C National Academy Press.
Abdurahman A, B.R. Prawiradiputra, T. Prasetyo, H.M. Toha dan H. Nataatmaja. 1993. Laporan
Akhir UACP-FSR. P3HTA. Badan Penelitian dan Pemgembangan Pertanian. Jakarta.
Arsana D. I G K. 2004. Pengkajian Pembuatan Benih Dasar Jagung dan Kacang Tanah. Prosd.
Semnas Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Lokal Untuk Mendukung Pembangunan
Pertanian. Denpasar, 6 Oktober 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian. Bogor. ;171-175
Atmaja I K G. 2006. Potensi dan Dinamika Populasi Sapi Bali di Bali. Dinas Peternakan Provinsi
Bali. Denpasar.
Atman. 2007. Teknologi Budidaya Kacang Hijau (Vignaradiatal.) di Lahan Sawah. Jurnal Ilmiah
Tambua, Vol. VI (1): 89-95
Bisnisbali. com. 2009. Tetap Mengacu Pada Keseimbangan Populasi Soal Penentuan Kuota Sapi
Antar Pulau (Bisnis Bali). http://www.bisnisbali.com/2009/12/19. (Minggu, 10 Januari 2010)
Guntoro S, I M R Yasa dan I A Parwati. 2002. Laporan Hasil Pengkajian Pengolahan Limbah
Perkebunan (kakao dan Kopi) untuk Pakan Ternak dan Pupuk Organik. Balai
PengkajianTeknologi Pertanian Bali. Denpasar.
Guntoro S. 2008. Membuat Pakan Ternak Dari Limbah Perkebunan. Penerbit Agromedia. Jakarta.
Hartadi H, S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia.
Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Hauke J E, D E Wicharn and A Y Reitch. 2001. Business Forecasting. Practise – Halln Inc. New
Jersey.
Heitschmidt R K, R E Short and E EGrings. 1996. Ecosystem, sustainability and animal agriculture. J.
Anim. Sci. 74 : 1395-1405.
Kompas.com. 2009. Warga Jakarta Doyan Sapi
Bali. http://regional.kompas.com/read/
2009/12/12/17360312/warga.jakarta.doyan.sapi.bali (Minggu, 10 Januari, 2010).
Mastika IM. 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Industry Pertanian Serta Pemanfaatannya Untuk
Makanan Ternak. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Makanan Ternak pada Fakultas
Peternakan Universitas Udayana. Denpasar.
Sumbung F.P., J.T. Batosamma, B.R. Ronda dan S. Garantjang. 1978. Performans Reproduksi Sapi
Bali. Prosd. Seminar Ruminansia, Bogor 24-25 Juli 1978. Direktorat Djedral Peternakan dan
Fakultas Peternakan., IPB. Bogor. ;76-78.
Tisna 2002. Pendayagunaan Tanah Dalam Rangka Pembangunan Wilayah Propinsi Bali. Makalah
Seminar Nasional. ”Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Tanah dan Air yang Tersedia
untuk Keberlanjutan Pembangunan, Khususnya di Sektor Pertanian” Denpasar, 6 April 2002.
Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.
Yasa I M R dan I N Adijaya. 2004. Daya Dukung Limbah Jagung dan Kacang Tanah Untuk Pakan
Sapi di Lahan Marginal. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional “Pemberdayaan
Petani Miskin di Lahan Marginal Melalui Inovasi Teknologi Tepat Guna. Mataram, 31
Agustus-1 September 2004. Balai Pengkajian Teknologi Pertanaian NTB. Mataram.

Yusdja Y dan N Ilham. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat. JAKP 2 (2): 183203.
Suharyanto, Rubiyo, D.A. Elisabeth, J. Rinaldy danTrisnawati. 2006. LaporanAkhir SUT Kakao.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.
HASIL DISKUSI
Tanya : Bagaimana struktur lahannya apakah sudah dibagi?
Jawab : Sebelum kami menyusun model pakan kami melakukan survei, dimana luas Bali 510 km2.
Hasil hijauan dihasilkan dari perhitungan Gulma 5%. Penggunaan masih kecil, target 80%.
Limbah kopi banyak tersedia tetapi masih belum banyak digunakan sebagai pakan alternatif.
Feses sapi digunakan untuk tanaman.