ILMU LADUNNY DALAM AL QUR’AN SURAH AL KAHFI AYAT 65 : TELAAH PENAFSIRAN KLASIK DAN MODERN.
ABSTRAK
As‟adi. Ilmu Ladunny Dalam al-Quran Surah al-Kahfi Ayat 65 (telaah
Penafsiran Klasik dan Modern).
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah pertama, bagaimana penafsiran Klasik dan Modern dalam menafsirkan Surah al-Kahfi ayat 65, karena dari dua periode ini penafsiran sudah mempunyai basis yang berbeda-beda. Serta kekurangan dan kelebihan dari dua model penafsiran tersebut.
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memaparkan dan memproporsionalkan penafsiran Klasik dan Modern dalam menafsirkan Surah al-Kahfi ayat 65. Supaya bisa dipahami sebagaimana mestinya. Karena dari dua penafsiran yang berbed a ini memunculkan dua pemahaman yang yang berbeda pula. Sehingga dari penafsiran yang berbeda dapat dipahami sebagaimana mestinya dan bisa sesuai dengan keadaan zaman yang berkembang.
Dalam menjawab permasalahan di atas, penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kepustakaan (library research) dengan metode penyajian data secara
deskriptif dan analitis. Deskriptif analitis adalah menggambarkan bagaimana kedua model penafsiran Klasik dan Modern dalam menafsirkan surah al-Kahfi ayat 65. Kemudian dimunculkan kekurangan dan k elebihanya.
Penelitian ini dilakukan karena adanya perbedaan penafsiran Klasik dan Modern, yang keduanya sudah memiliki basis masing-masing. Penafsiran Klasik
yang didominasi oleh tafsir bi al-Ma’tsur berbasis Quasi kritis, sedangkan penafsiran
Modern (Modern kontemporer) telah berbasisi nalar kritis dan sudah dikaitkan dengan berbagai ilmu pengetahuan. Seperti penafsiran surah al-Kahfi ayat 65. Ayat ini menjelaskan tentang seorang hamba yang mendapatkan ilham dari Allah SWT yaitu kenabian dan ilmu.
Aplikasi dari penafsiran klasik dan modern tentang surah al-Kahfi ayat 65, yaitu ketika pada masa klasik surah al-Kahfi ayat 65 ditafsirkan ilmu ghaib sehingga menimbulkan pemahaman yang global. Tetapi ketika dalam penafsiran modern surah al-Kahfi ayat 65 ditafsirkan ilmu Ladunny, yaitu ilmu yang bisa diterima langsung
melalui Ilham, Intuisi atau Inspirasi, dari sisi Tuhan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ketika Nabi Musa mendapatkan teguran dari Allah SWT karena Musa merasa orang yang paling pandai. Padahal ada hamba Allah SWT yang lebih pandai darinya, yaitu Khidir. Khidir adalah seorang hamba yang mendapatkan ilmu yang diberikan langsung oleh Allah SWT tanpa perantara. Dalam hal ini penafsiran Klasik hanya menafsirkan secara global saja, seperti ilmu
yang diberikan langsung dari Allah SWT itu disebut ilmu Ghaib, tetapi ketika dalam
penafsiran Modern ditafsirkan Ilmu Ladunny atau Intuisi, yaitu ilmu yang bisa
diterima langsung melalui Ilham, Intuisi atau Inspirasi, dari sisi Tuhan, baik itu
(2)
ILMU LADUNNY DALAM Al-QUR’AN
SURAH AL-KAHFI AYAT 65
( Telaah penafsiran Klasik dan Modern )Skripsi
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh: AS‘ADI (E83211107)
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR JURUSAN ILMU Al-QUR’AN DAN HADIST FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2015
(3)
Materai Rp. 6000
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : As‟adi
NIM : E83211107
Jurusan : Tafsir Hadis
dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
Surabaya, 09 Januari 2015 Saya yang menyatakan,
As’adi
(4)
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi oleh As‟adi ini telah disetujui untuk diajukan.
Surabaya, 09 Januari 2015
Pembimbing,
DRS. H. ACHMAD CHOLIL ZUHDI. M.Ag.
(5)
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi oleh As‟adi ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi
Surabaya, 2015
Mengesahakan
Universitas Islam Negri Sunan Ampel Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Dekan,
Dr.Muhid.,M.Ag. NIP:,196310021993031001
Tim Penguji Ketua,
Drs. Achmad Cholil Zuhdi, M.Ag NIP:,197503102003121003
Sekretaris,
Imron Rosyadi,M.Thi NUP:,201409005
Penguji I,
Drs. H. Abd. Kholid, M.Ag NIP:,196502021996031003
Penguji II,
H. Mutamakin Billa Lc.MAg NIP:,197709192009011007
(6)
xii
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah………..………..1
B. Identifikasi masalah………..………9
C. Rumusan masalah………10
D. Tujuan masalah………....10
E. Kegunaan penelitian………10
F. Telaah pustaka………...11
G. Metode penelitian………....12
H. Sistematika penulisan………..……17
BAB II ILMU LADUNNY ATAU INTUISI A. Ilmu dan pengetahuan…..………19
B. Cara mendapatkan ilmu dan pengetahuan…..……….25
C. Cara mendapatkan ilmu ladunny atau intuisi……….30
BAB III PENAFSIRAN SURAH AL-KAHFI AYAT 65 TENTANG ILMU LADUNNY A. Munasabah……….………….39
B. Makna mufradat……….……….………39
C. Analisis bahasa……….………...40
D. Ilmu ladunny menurut penafsiran klasik………40
E. Ilmu ladunny menurut penafsiran modern……….45
(7)
G. Analisis………...…...55
BABA IV PENUTUP
A. Kesimpulan……….….……..71
B. Saran ………...……..73
(8)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas
manusia sehari-hari yang tidak terlepas dari kehendak Tuhan semata. Tuhan telah
menganugerahkan manusia akal yang merupakan suatu komponen penting dalam
kehidupan manusia. Manusia tanpa akal tidak akan bisa berfikir dan berkreasi untuk
menata hidup yang lebih cerah. Selain itu, sebagai mahluk yang telah dianugerahi
akal, maka hendaknya harus berfikir untuk bisa menjadi hamba yang taat kepada-Nya
dengan cara beriman, berilmu, dan beramal.1
Ketika manusia beriman maka harus berilmu dan mengamalkan ilmu tersebut.
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk belajar dan membaca, sesuai firman
Allah dalam al-Qur‟an Surah al-„Alaq ayat 1-5:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha
1
Yuran Asmuni, Pengantar Study Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), 101.
(9)
2
pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.2
Ayat di atas sudah jelas bahwa diperintahkan untuk membaca. Dari membaca
bisa mendapatkan sebuah informasi atau ilmu pengetahuan yang dapat diaplikasikan
dalam sebuah kehidupan sehari-hari. Allah SWT telah mengajarkan kepada manusia
sebuah ilmu pengetahuan, yaitu dengan dua cara, pertama: “Mengajarkan dengan
pena.” kedua : “Mengajarkan manusia apa yang belum di ketahui-Nya)”.
Dapat dipahami bahwa tanpa belajar dan membaca tidak akan bisa
mendapatkan sebuah informasi dan ilmu pengetahuan. Hal itu sudah jelas ketika
manusia ingin mengetahui sebuah informasi maka ia harus belajar, akan tetapi Allah
SWT juga telah mengajarkan manusia apa yang belum di ketahuinya, yang dipahami
dengan ilmu ladunny. Ilmu ini hanyalah diberikan kepada seorang hamba yang
benar-benar bertakwa kepada Allah SWT, seperti Nabi Khidir sebagaimana mendapatkan
ilmu tersebut yang dijelaskan pada ayat berikut.3
2
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahanya,(Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005),96:1-4.
3
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, shafwatut Tafasir, Ter Yasin .Vol 3. (Jakarta: Puataka al-Kautsar, 2011),305.
(10)
3
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.4
Menurut ahli tafsir hamba disini ialah “Khidir”, sedangkan yang dimaksud
dengan rahmat disini ialah “wahyu dan kenabian”. Sedangkan yang dimaksud dengan
ilmu ialah “ilmu tentang yang ghaib”. Seperti yang diriwayatkan dari Ubay bin
Ka‟ab, bahwasannya Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Musa berdiri berkhutbah
pada bani Israel, lalu ditanya “Siapakah manusia yang paling pandai?” Musa
menjawab: “Aku.” Kemudian Musa mendapatkan kritikan dari Allah SWT
“sesungguhnya aku mempunyai seorang hamba di muara dua lautan yang lebih
pandai dari pada kamu” kemudian Musa bertanya kepada Allah SWT:, “Ya
Tuhanku, bagaimana saya bisa bertemu dengannya?” Allah SWT menjawab:, “kamu
mengambil ikan lalu kamu letakkan didalam kantong, ditempat dimana kamu
kehilangan ikan itu, maka dia (hambaku yang pandai) ada disana”.5
Musa berangkat bersama muridnya, Yusya‟ bin Nun. Ketika menemukan batu
besar dan beristirahat, kemudian ikan tersebut keluar dari dalam kantong dan
melompat ke laut. Kemudian Allah SWT menahan aliran air, sehingga menjadi
seperti lengkungan. Ketika Musa bangun, muridnya lupa memberitahunya mengenai
ikan tersebut. pagi harinya, Musa berkata kepada muridnya, “ikanya ambil untuk
sarapan, karena sudah lapar.” Nabi SAW bersabda:, “Musa tidak merasakan penat,
4
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahanya,18:65. 5
(11)
4
hingga melewati tempat yang diperintahkan Allah SWT kepadanya.”6 Kemudian
murid Musa menjawab dan bercerita tentang ikan tersebut bahwa”, “ikan itu telah
melompat ke lautan dengan aneh”.
Musa berkata: “tempat itulah yang kita cari.” Kemudian keduanya kembali
mencari jejak meraka sebelumnya, hingga sampai kepada batu yang basar. Ternyata
yang Musa cari itu Khidir, dia dalam keadaan tertutup dengan pakaian (selimut),
Kemudian Musa mengucapkan salam kepadanya. Khidir menjawab:, “Dimana ada
salam di daerahmu, Siapakah kamu?” lalu Musa menjawab: “Musa.” Kemudian
Khidir bertanya lagi: “Musa Bani Israil?” Musa menjawab “Ya, aku datang
kepadamu agar kamu mengajarkan kepada aku sebagian ilmu yang diberikan
kepadamu.”
Khidir berkata:, “Kamu tidak akan sanggup bersamaku Musa, karena aku
mempunyai ilmu dari Allah SWT yang tidak kamu ketahui dan dia ajarkan kepadaku.
Dan kamu mempunyai ilmu dari Allah SWT yang diajarkan kepadamu yang tidak
aku ketahui”. Kemudian Musa berkata:, “Insya allah aku akan sabar dan tidak akan
membantah perintahmu”.7
Selanjutnya Khidir berkata:, “Jika kamu mengikuti aku maka kamu jangan
tanyakan apapun kepadaku sampai aku sendiri yang menjelaskan kepadamu”.
Kemudian keduanya berjalan di pantai. Setelah di kapal Musa kaget ketika Khidir
melubangi kapal tersebut, lalu Musa berkata:, “Mereka telah mengangkut kita tanpa
6
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan dan Kesan al-Qur’an (Jakrata Lentera Hati, 2002), 463.
7
(12)
5
ongkos, tapi kamu malah melubangi kapal mereka yang bisa menyebabkan
penumpangnya tenggelam, kamu melakukan sebuah kesalahan”. Kemudian Khidir
menjawab:, “Tidaklah, ilmumu dan ilmuku dari ilmu Allah SWT‟‟.8
Kemudian keduanya keluar dari dalam kapal. Ketika berjalan dipantai
tiba-tiba Khidir melihat seorang anak sedang bermain bersama anak lainnya. Khidir
memegang kepalanya lalu mebunuhnya. Musa berkata kepada Khidir “Kenapa kamu
membunuh jiwa yang suci? Bukankah hal itu juga membunuh orang? Kamu sungguh
melakukan perbuatan yang sangat mungkar.” Lalu Khidir menjawab:, “Bukankah aku
sudah mengatakan kepadamu bahwa kamu tidak akan sanggup bersamaku” kemudian
Musa menjawab:, “Jika aku bertanya lagi kepadamu maka kamu jangan biarkan aku
bersamamu lagi, kamu sudah memberikan uzur kepadaku.” Kemudian keduanya
melanjutkan perjalananya hingga menuju ke sebuah desa.
Setelah sampai di desa tersebut keduanya meminta makanan kepada penduduk
desa, namun mereka tidak mau memberikan suguhan. Kemudian mereka menemukan
sebuah tembok yang hampir roboh. Lalu Khidir membetulkan dengan tanganya
hingga tembok tersebut kembali berdiri tegak. Musa berkata:, “Kita datang kepada
mereka tapi mereka tidak memberi suguhan. Seharusnya kamu meminta upah kepada
mereka (atas jasamu).” Khidir menjawab:, “Inilah perpisahan kita, aku akan
menjelaskan kepadamu hikmah dari sesuatu yang aku lakukan”.9
8
Ibid.,478. 9
(13)
6
Cerita Nabi Musa dan Nabi Khidir didalam al-Qur‟an Surah al-Kahfi ayat 65
di jelaskan bahwa Allah SWT telah mempertemukan dua hamba (Musa dan Khidir)
yang keduanya di beri rahmat dari sisi-Nya (Allah) dan telah diajarkan ilmu kedunya
dari illmu Allah SWT. maka hal ini ulama‟ tafsir memahami ilmu ada dua macam,
seperti apa yang telah disebutkan dalam Surah Al-Alaq ayat 4-5.
Kata ملقلا terambil dari kata kerja ملق yang berarti memotong ujung sesuatu,
memotong sesuatu itu disebut dengan taqlim. Sedangkan, kata qalam dapat berarti
hasil dari penggunaan sebuh alat, yakni tulisan. Misalnya jika seorang berkata “saya
khawatir hujan” yang di maksud dengan kata hujan adalah yang basah atau sakit.
Sedangkan hujan adalah penyebab semata.10
Allah SWT menjelaskan dua cara untuk mengajar manusia. Cara yang
pertama mengajarkan manusia melalui tulisan. Dan cara yang kedua melalui
pengajaran secara langsung tanpa alat, cara yang kedua ini di kenal dengan istilah
ilmu ladunny (ينل ملع)11
Ilmu ladunny pada masa klasik dipahami ilmu ghaib karena ditafsiri secara
tekstual saja. Pada masa ini penafsiran berbasis Quasi kritis, dan didominasi dengan
tafsir bil ma’tsur yang di mulai sejak Nabi Muhammad SAW sampai generasi ulama’
Muta>qa>ddimin atau sejak kemunduran Islam yaitu jatuhnya Bagdad pada tahun 656
H/1258 M.
10
Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan dan Kesan al-Qur’an, 481. 11
(14)
7
Sedangkan pada zaman modern hingga s ekarang yang dimulai sejak gerakan
modern Islam di Mesir oleh Jamaluddin al-Afgani pada tahun 1254 H/ 1838 M. Para
mufassir modern dalam mafsirkan al-Qur’an lebih menjelaskan bahwa islam tidak
bertentangan dengan ilmu penegetahuan dan kemoderenan. Islam adalah agama
universal yang sesuai dengan seluruh bangsa pada semua masa dan setiap tempat.12
Maka ilmu ladunny di pahami, ilmu yang diberikan Allah SWT. Artinya
seluruh ilmu baik yang gaib dan yang empiris Karena pada masa modern hingga
sekarang, tidak dipahami secara tekstual saja, melainkan juga di kaitkan dengan
berbagai ilmu dan perkembangan zaman, seperti yang dikatakan oleh ulama‟ Sufi
“Orang yang mendekatkan diri kepada Allah (Ma’rifah) niscaya ia akan mendapatkan
anugerah yang akan diberikan kepadanya.”13 Artinya ilmu ladunny bisa didapatkan
jika seseorang itu benar-benar betakwa kepada Allah SWT dan melaksanakan
perintahanya sehinngga orang tersebut bisa mencapai ma>qa>m ma’rifah melalui
siraman zikir maka orang tersebut akan bisa mendapatkan ilmu ladunny.
Tentunya untuk mencapai ma>qa>m ma’rifah tidak gampang, melainkan harus
melalui sebuah proses yang harus ditempuh seperti yang dilakukan oleh Ulama‟ sufi.
Selain itu juga dikatakan oleh salah satu Ulama‟ Nahwu, Jalaluddin Muhammad Ibn
Abdullah Ibn Malik dalam Maqalahnya sebagai berikut:,
12
Nasruddin Baidan, perkembangan tafsir al-Qur’an di Indonesia (Solo :Tiga Serangakai, 2003),15.
13
Ahmad bin Muhammad al-Dhimyathi, Kaum Sufi dan Pemikiranya (Bandung : Nusa Media,2005),18.
(15)
8
Adapun dalam lafa>dh Ladunny} yaitu Ladunny} sedikit membuang Nu>n, sedangkan pada lafad Qadny}dan Qat}ny} sedikit membuang Nu>n mayoritas banyak yang tidak memakai Nu>n”.14
Kutipan syair di atas dapat dipahami bahw Ilmu Ladunny itu ada, akan tetapi
hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mendapatkan ilmu tersebut, yaitu hanya
orang-orang yang dekat kepada Allah (Ma’rifah) seperti para Nabi dan para Auli}ya>’.
Uraian di atas sangat jelas bahwa penafsiran klasik yang di mulai sejak Nabi
Muhammad SAW hingga kemunduran Islam di Bagdad, sedangkan penafsiran
modern hingga sekarang yang dimulai sejak gerakan modern Islam di Mesir oleh
Jamaluddin al-Afgani.
Seperti kitab tafsir al-Thabari dan tasir Ibn Katsir , kitab tafsir ini adalah salah
satu kitab tafsir klasik yang penafsiranya tekstual berbeda dengan tafsir al-Azhar atau
Tafsir al-Maraghi, yang keduanya ini sudah termasuk tafsir modern (modern
kontemporer). Kemudian dari kitab diatas kami munculkan kekurangan dan kelebihan
dari masing-masing penafsiran, sehingga diantara dua periode ini bisa dipahami
sebagaimana mestinya dan tidak menimbulkan sebuah perbedaan.
14
Jalaluddin Muhammad Ibn Abdullah Ibn Malik, Ibn ‘qy}l, (Surabaya: Darul Abidin, 2006),18.
(16)
9
B. Identifikasi Masalah
Manusia dianugerahi akal oleh Allah swt yang harus digunakan untuk
mendekatkan diri kepada-Nya, dengan cara beriman, berilmu, dan beramal. Ketika
manusia sudah beriman maka harus berilmu selain itu juga harus beramal. Di dalam
al-Quran sudah jelas bahwa Allah SWT telah mengajarkan manusia dengan dua cara.
Pertama, mengajarkan manusia dengan pena (tulisan), kedua, mengajarkan manusia
apa yang belum di ketahuinya. Bentuk pengajaran yang kedua ini yang di dapatkan
oleh Nabi Khidir, yang tercantum d alam al-Quran Surah al-Kahfi ayat 65 yang
disebut Ilmu Ladunny.
Ketika pada masa modern hingga sekarang (modern kontemporer) pengajaran
Allah yang kedua itu tidak di pahami seperti yang di pahami oleh Ulama‟ klasik.
Karena pada masa modern hingga sekarang (modern kontemporer) penafsiran sudah
memetakan the history of Idea of Qur’anic Interpretation seperti yang di uraikan di
atas.
Jadi dari perbedaan kedua periode ini yang akan menjadi fokus penelitian
penulis, yang nantinya juga akan di munculkan kekurangan dan kelebihanya.
Sehingga jelas apa yang melatarbelakangi adanya perbedaan penafsiran pada periode
(17)
10
C. Rumusan Masalah
Dari pembahasan masalah diatas, penulis dapat merumuskan masalah menjadi
tiga, yaitu:
1. bagaimana ilmu Ladunny menurut al-Qur‟an?
2. Bagaimana ilmu ladunny menurut penafsiran klasik dalam surah al-Kafi ayat 65
3. Bagaimana ilmu ladunny menurut penafsiran modern dalam surah al-Kahfi ayat
65 ?
D. Tujuan Masalah
1. untuk mengetahui Ilmu Ladunny menurut al-Qur‟an
2. untuk mengetahui ilmu ladunny menurut penafsiran klasik surah al-Kafi ayat 65.
3. Untuk mengetahui ilmu ladunny menurut penafsiran modern dalam surah
al-Kahfi ayat 65.
E. Kegunaan Penelitian
Beberapa hasil yang didapatkan dari studi ini diharapkan akan bermanfaat
sekurang-kurangnya untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Menambah khasanah keilmuan bagi semua kalangan, khususnya dalam bidang
(18)
11
2. Dapat dijadikan bahan pertimbangan atau pegangan dalam memahami Ilmu
Ladunny yang ada didalam al-Quran yang di telaah dalam sebuah penafsiran Klasik dan Modern.
3. Manfaat atau kegunaan penelitian ini dari segi teoritis, merupakan kegiatan dalam
rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang wacana tafsir
melalui pendekatan metode tahlili. Sedangkan dalam segi praktis, hasil penelitian
ini dapat dijadikan landasan atau pedoman untuk memahami Ilmu Ladunny yang
di telaah dalam peanafsiran Klasik dan Modern.15
F. Telaah Pustaka
Sudah cukup banyak para mufasir dan sufistik memberikan komentarnya, baik
dalam bentuk skripsi, tesis, desertasi, jurnal, maupun buku mengenai ilmu ladunny.
Yang mempelajarinya dari sebagian disiplin ilmu, kemudian ditarik batasan yang
sesuai dengan spealisasinya. Misalnya skripsi yang berjudul Ilmu Ladunny dalam
Proses Bimbingan Kesehatan Mintal Oleh Muhammaad Riyad (02711108) tahun 2006 Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam Bimbingan Drs.
Abdullah, M.SI. dalam skrisi ini dijelaskan pengertian ilmu ladunny juga Ilmu
ladunny yang di kaitkan dengan berbagai ilmu.
Selain itu jaga dalam buku Risalatun Al-Laduniyah karya al-Ghozali, buku ini
merupakan suatu jawaban dari dari kaum sufistik terhadap terhadap kaum rasionalis
15
Cik Hasan Bisri, Penentu Penyusun Rancangan Penelitian, (Jakarta :Ktalog Dalam Terbitan,1998),17.
(19)
12
tentang Ilmu ladunny. Juga dalam buku Kaum Sufi dan Pemikirannya karya Ahmad
bin Muhammad al-Dhimyathi, buku ini menjelaskan ilmu ladunny dari sudut pandang
ulama‟ sufi.
Juga dalam buku Enstein Menggugah Injil dan Taurat, buku ini adalah karya
Albert Enstein. Yang didalamnya memuat suatu teori yan dikenal dengan teori
relevansi. Juga dalam kitab Ma>dja>riju Sa>liki}n karya Ibn Qa>yyim al-Jauzi}ya>h yang didalamnya menjelaskan pengertian ilmu dan tingkatanya. Selain itu juga dalam kitab
Minha>jul Qa>sidin karya al-Ghozali, yang di dalanya menjelaskan pengertian ilmu dan
pembagianya, juaga pendapat pera ulama‟ tentang ilmu tersebut. Selain itu juga
dalam buku Sains dan Islam karya Muhammad Iqbal, dalam buku ini di terangkan
sebuah teori gravitasi dan keilmuan yang ilmiah nanonano teknologi (teknologi
penghijauan). Sedangkan dalam bentuk desretasi dan skripsi untuk lingkup UIN
Sunan Ampel masih belum ada yang membahasnya.
G. Metode Penelitian
Sebuah penelitian ilmiah wajib adanya metode tertentu untuk menjelaskan
objek yang menjadi kajian. Agar mendapatkan hasil yang tepat sesuai rumusan
masalahnya. Hal ini juga dimaksudkan untuk membatasi gerak dan batasan dalam
pembahasan ini agar tepat sasaran.16 Secara terperinci metode penitilian yang
digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
16
(20)
13
1. Sumber Data
Metode penelitian yang digunakan adalah library Research. Yaitu menelusuri data-data dari referensi kepustakaan tertulis seperti kitab, buku ilmiah, dan lain sebagainya. Dan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Data primer sebagai berikut:
1) Tafsir ibn katsir, Karya Ibn katsir:, Tafsir ini merupakan salah satu bentuk
kitab tafsir yang model penafsiranya masih di dominasi oleh riwayat- riwayat.
Atau yang disebut tafsir bi} al-ma‟tsu>r. Dan kitab ini terdiri dari 12 jilid.
2) Tafsir al-Tha>ba>ri, karya al-tha>ba>ri:, Tafsir ini adalah salah satu kitab tafsir yang model penafsiranya bermodel klasik. Dan kitab ini terdiri dari 12 jilid.
3) Tafsir al-Azhar, Karya Hamka:. Kitab tafsir ini adalah merupakan tafsir di
Indonesia dan tafsir ini sudah didominasi oleh bi al-Ra’yu. Dan kitab ini
terdiri dari 14 jilid.
4) Tafsir al-Ma>ra>ghi}, Karya Ahmad Mustafa Al-Ma>ra>ghi}:, tafsir ini merupakan kitab tafsir yang model penafsiranya sudah di dominasi oleh Ra’yu. Dan kitab ini terdiri dari 15 jilid.
b. Data sekunder sebagai berikut:
1) Ru>h al-Ma’ani}, Karya al-Alu>si}:. Kitab ini merupakan kitab tafsir bi al-ma’tsur
(21)
14
2) Sha>fwa al-Ta>fasi}r, Karya Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni:. Kitab ini
merupakan ktab tafsir yang model penafsiranya sudah di dominasi Ra‟yu. Dan
kitab ini terdiri dari 6 jilid.
3) Tafsir al-Misbah, Karya M. Quraish Shihab. Kitab ini adalah kitab tafsir di
Indonesia, dan model penafsiranya sudah didominasi oleh Ra‟yu. Dan kitab
ini terdiri 15 jilid.
4) Tafsir ibn Ara>bi}, karya Ibn Ara>bi}. Kitab tafsir ini adalah kitab tafsir yang berbasi modern. Artinya model penafsiranya sudah dikaitkan dengan berbagai
ilmu pengetahuan (modern) dan di dominasi Ra‟yu. Kitab ini terdiri dari 12
jilid
5) Tafsir Fi}dhi}la>li}l Qur‟an, karya Syayyi}d khu>tu>b. Kitab tafsir ini merupakan tafsir modern. Dan kitab ini terdri dari 22 jilid. Dan sudah ada yang
menerjemahkan.
6) Ri}sa>latu>n al-La>duni}ya>h, Karya al-Ghoza>li:. Buku ini merupakan buku yang menerangkan sufistik dan hal-hal yang berkaitan denganya.
7) Ma>da>ri}jus Sa>li}ki}n, Karya Ibnu Qa>yyi}m al-Jauzi}ya>h. Kitab ini merupakan sebuah ringkaan danungkapan Qayyim tentang sufisstik. Dan kitab ini sudah
(22)
15
8) Tafsir al-Ja>wahi}r, Karya Ta>ntha>wi} Jauhari:. Kitab tafsir ini adalah kitab tafsir yang modelnya tematik. Dan kitab ini trdiri dari 12 jilid
2. Langkah-langkah Penelitian
Data yang disajikan dalam penelitian ini didapat dari proses penelitian
kepustakaan (Library Research) yaitu dengan mempelajari berbagai macam
literatur yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
permasalahan yang diteliti.17
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tahlili, yaitu
menerangkan ayat-ayat Alquran dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam ayat itu, serta menjelaskan makna-makna yang tercakup di
dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan
ayat-ayat tersebut.18
Dengan menggunakan metode ini, penulis akan menguraikan makna yang
dikandung oleh al-Quran. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang
dikandung ayat ini seperti pengertian kosakata, konotasi kalimatnya, latar
belakang turunnya ayat (Asba>b al-Nu>zul), kaitannya dengan ayat-ayat lain
(Munasabah), baik sebelum maupun sesudahnya, dan tak ketinggalan pendapat
17
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998),31.
18
(23)
16
pendapat yang berkaitan dengan penafsiran ayat tersebut,19 baik yang
disampaikan oleh Nabi, Sahabat, para Tabi’in maupun ahli tafsir lainnya.20
3. Metode Analisis Data
Untuk menganalisa data dari penelitian ini, penulis menggunakan metode
analisa data sebagai berikut:
1 Metode tahlili, metode ini yang bisa mengupas semua isi kandungan ayat.
Karena metode ini mempunyai kelebihan yaitu mempuyai ruang lingkup
yang teramat luas. Selain itu juga akan menampilkan kekurangan dan
kelebihanya.
2 Metode induksi, penarikan kesimpulan umum (berlaku untuk semua atau
banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal-hal yang absolute.21
3 Metode deduksi, yaitu suatu dasar atau teori yang bersifat umum sebagai
dasar pijakan dalam menarik penelitian terhadap masalah yang bersifat
khusus.22
19
Ayat tentang Ilmu ladunny, yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini. 20
Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, 36. 21
Poesporojo, dkk, Metodelogi Riset, (Bandung: Pustaka Bandung, 1989),17. 22
(24)
17
H. Sitematiaka Pembahasan
Menimbang pentingnya struktur yang terperinci dalam penelitian ini, maka
penelitian akan menyajiakan sistematika penulisan. Sehingga dengan sistematika
yang jelas hasil penelitian ini yang berjudul Ilmu ladunny dalam al-Quran (telaah
penafsiran klasik dan modern) ini lebih baik dan terarah seperti yang diharapkan
peneliti. Adapun sistematika karya ini sebagai berikut:,
1. BAB I : pendahuluan. pada bab ini, lebih mencantumkan beberapa sub-judul
sebagai pengantar bagi pembaca. Meliputi Latar Belakang, Identifikasi Masalah,
Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan
Penelitian, Penegasan Judul, Kajian Pustaka, Metodologi Penelitian, Dan
Sistematika Penulisan.
2. BAB II : Ilmu Ladunny atau Intuisi. Pada bab ini lebih didominasi oleh teori-teori
yang berkenaan dengan ilmu ladunny atau Intuisi. Dan pembahasan menganalisa
teori-teori tersebut substantive dan aplikatif.
3. BAB III : Penafsiran surah al-Kahfi ayat 65 tentang ilmu ladunny. Pada bab ini
didominasi oleh penafsiran klasik dan modern yang keduanya terdapat perbedaan
dalam mefsirkan surah al-Kahfi ayat 65. Serta kelebihan dan kekuranganya dari
kedua penafsiran tersebut selain itu mencantumkan analisis dari BAB II dan BAB
(25)
18
4. BAB IV : Penutup Bab ini merupakan bagian penutup yang mengemukakan
kesimpulan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam
pokok permasalahan dan saran-saran.
(26)
19
BAB II
ILMU LADUNNY ATAU INTUISI
A. Ilmu dan Pengetahuan
Bebrapa pertanyaan sempat muncul di benak mengenai kebudyaan Islam yang
telah menjadi wadah bagi kehidupan sekelompok manusia tertentu. Apakah sains
modern dilahirkan oleh Barat saja (tanpa sambungan dari kelompok lain) mengapa
kaum muslimin memusatkan perhatianya kepada arsitektur sebagai cara
mengekspresikan diri.
Transisi ilmu pengetahuan Yunani ke Islam pada abad pertengahan
merupakan suatu peristiwa penting dalam sejarah. Peradaban itu memiliki
kosekuensi bagi sejarah warisan klasik, bagi perkembangan pemikiran dan kultur
Islam, dan renisasi Eropa abad ke 12 dan berikutnya.1
Pengetahuan atau knowledge, ilmu science selalu muncul bersamaan
meskipun dalam sudut pandang yang berbeda. Bagi masayarakat akademik, istilah
tersebut di anggap remeh bahkan sudah menjadi “santapan pagi” yang selalu muncul
di setiap obrolan dan tulisan. Sehingga terkesan pembicaraan tentang tema
pengetahuan dan ilmu dianggap hal yang kecil.
Ilmu (sain) adalah jenis pengetahuan manusia yang diperoleh dengan riset
terhadap objek-objek yang Empiris :, benar tidaknya dan ada tidaknya bukti Empiris.
1
Muhammad Iqbal, Sains dan Islam, (Bandung :Nuansa, 2012),85.
(27)
20
Bila teori itu logis, ia adalah pengetahuan filsafat. Bila tidak logis tetapi ada bukti
Empiris itu namanya pengetahuan.2
Pengetahuan secara definitif banyak sekali yang masing-masing memberi
ukuran kapasitas uji makna pengetahuan itu sendiri. Dalam istilah Inggris
pengetahuan adalah knowledge yang memiliki pengertian berbeda dengan ilmu
pengetahuan yang dalam bahas Inggris dikenal dengan istilah science.
Muhammad Hatta mendefinisikan pengetahuan adalah sesuatau yang di dapat
dari pengalaman.3 Selain itu Max Scheller mendefinisikan pengetahuan adalah bentuk
partisipasi suatu realitas ke realitas lain, tetapi tanpa modifikasi dalam kualitas lain.4
Jadi pengetahuan berarti sesuatu yang di peroleh berdasarkan penggalaman,
keseharian baik secara sadar atau tidak sadar yang menghubungkan realitas subyek
dan obyek, dalam pengetahuan tidak diperlukan kriteria-kriteria yang
menggambarkan suatu obyek, pengetahuan adalah murni berdasarkan persepsi akal
yang tergambar melalui pengalaman keseharian.
Sementara ilmu berasal dari bahasa arab”املع ملعي ملع” sedangkan bahasa
latinya “science” yanga berarti tahu, mengetahui atau memahami, menurut istilah
ilmu adalah pengetahuan yang sestematis atau Ilmiah, sedangkan secara umum ilmu
2
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam,(Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2011),21. 3
Muhammad Hatta,Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan,(Jakarta :Perdana Media,1954), 128.
4
(28)
21
merupakan kumpulan sebuah proses kegiatan terhadap suatu kondisi dengan
mengguakan berbagai cara, alat prosedur dan metode ilmiah.5
Menurut kamus besara bahasa Indonesia ilmu diartikan sebagai pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara otomatis menurut metode ilmiah tertentu
yang dapat di gunakan untuk menerangkan kondisi tertentu dalam bidang
pengetahuan.6
Sedangkan Ilmu atau juga disebut Ilmu Pengetahuan (science) memiliki arti
dan kualifikasi yang berbeda. Karl Pearson mendefinisikan ilmu adalah: science is the
complete and consistent description of the facts of experience in the simpliest possible terms.7 pengetahuan menurut person adalah gambaran yang lengkap tentang suatu fakta pengalaman.
Ilmu menurut Muntagu: science is a systematized knowledge derived from
observation, study and experimentation carried on order to determine the nature of principle of what being studied.8 Yaitu pengetahuan yang di susun dalam suatu sistem yang berasal dari suatu pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan
tentang hakikat atau prinsip yang sedang di kaji.
Dalam eksiklopedi Indonesia ilmu pengetahuan di definisikan suatu sistem
dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan
5
Hatta, Pengantar Kejalan Ilmu Pengetahuan,145. 6
Badan Pengembangan dan Pembinaan bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 4,(t.k : Dalat pustaka, 2008),162.
7
Louis Kattsoff, Pengantar Filsafat, soejono Soemorgono. (Yogyakaarta :Tria Wacana, 1995),135.
8
(29)
22
pengetahuan tertentu yang di susun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu
hingga menjadi suatu kesatuan sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing
di dapatkan dari hasil pemeriksaan yang di lakukan secara teliti dengan memakai
metode-metode tertentu.9
Sedangkan intuisi adalah kemampuan memahami sesuatu tnpa melalui
penalaran rasional dan intlektualitas, sepertinya pemahaman itu tiba-tiba datang
diluar kesadaran. Berbeda dengan ilmu dan pengetahuan, kalau ilmu ataupun
pengetahuan datangnya harus diasah.10
Menurt para Syaikh atau orang yang memiliki tingkatan ma‟rifah Ilmu
merupakan pedoman awal seseorang untuk megetahui segala sesuatu, jika seseorang
ketika hidupnya tidak memiliki ilmu maka dia tidak akan menemukan jalan yang
benar, hidupnya tidak akan tentram serta tidak akan mendapatkan petunjuk dari Allah
SWT .11
bahkan para malaikat merundukkan sayapnya kepada mereka dan memayungi
mereka, semua penghuni langit dan bumi memintakan ampunan bagi orang yang
berilmu, termasuk pula ikan paus di lautan dan semut di dalam liangnya, Allah SWT
dan para malaikat juga bershalawat terhadap orang yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia. Allah SWT juga memerintahkan Rasul-Nya agar meminta tambahan
ilmu.12
9
Asaf Hussain, Enklopedi Indonesia, (Jakarata :t.t, 2009),246.
10
Iqbal, Sains dan Islam, 100.
11
al-Gozali, Ri}sa>la>tun al-La>dunni}yah,M. Asaf Husen. Edisi 1,(Yogyakarta :1990),243. 12
(30)
23 Maka maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Qur‟an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu dan Katakanlah: "Ya tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.13
Pengarang Manazilus-Sa'irinb berkata, “ilmu itu mempunyai tanda sebelum
dan sesudahnya. Tanda sebelumnya adalah yang ditegakkan dengan dalil, dan tanda
sesudahnyaadalah tersingkirnya kebodohan”.14
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan, namun tidak dapat dibalik bahwa
kumpulan pengetahuan adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan untuk bisa dikatakan
ilmu harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat tersebut adalah onyek material
dan formal.15
Dalam tradisi filsafat klasik, obyek material ilmu sering diidentifikasikan
dengan gejala-gejala yang mudah ditangkap dengan indra (fenomina). sementara
obyek material filsafat adalah sesuatu yang tidak tampak (fenomina).16 Meskipun
dalam perkembanganya hal-hal yang tidak tampak juga banyak dikatagorikan sebagai
13
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tejemahanya,20:135.
14
Goza>li, Ri}sa>la>h al-La>duni}yah.246. 15
Ahmad Amin, filsafa Ilmu, (Bandung :Remaja Rosdakarya, 2001),35. 16
(31)
24
obyek material ilmu, namun dengan perbedaan tersebut dapat diperoleh gambaran
sementara wilayah yang menjadi sasaran pokok bahasan ilmu dan filsafat.17
Obyek material adalah sesuatu yang di jadikan pemikiran, sesuatu yang di
selidiki, dan dilakukan oleh sesorang terhadap obyek materialnya serta
perinsip-perinsip yang digunakanya. Obyek formal suatu ilmu tidak saja memberi keutuhan
suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakan dari bidang-bidang yang lain.18
Suatu obyek material dapat dipandang dari suatu sudut pandang sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda beda, misalnya obyek materialnya “manusia” dan manusia ditinjau dari beberapa sudut pandang sehingga ada beberapa ilmu yang
mempelajari manusia diatara psikologi, antropologi, sosioligo, biologi.19
Definisi di atas semakin jelas bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
mempunyai cirri, tanda dan syarat tertentu yaitu sistematik, rasionalis, empiris, umum
dan kumulatif (bersusun timbun). Ilmu pengetahuan merupakan keterangan atau
gambaran yang lengkap dan konsisten mengenai suatu obyek yang di dasarkan hasil
pengamatan observasi.20
Juga dapat di definisikan ilmu adalah pengetahuan yang tersetruktur,
sistematik, bermetode yang di dasarkan pada obyek tertentu yang di peroleh
berdasarkan hasil pengamatan, penelitian dan pembuktian secara ilmiah untuk
memperoleh teori. Ada lima proses ilmiah yang di kenal selama ini, pertama
17
Harun Nasution, filsafat Agama, (Jakarta : Bulan BIntang,1973),89. 18
Ibid,,100. 19Tho‟ Mudhar,
Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Peraktik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1998),57.
20
(32)
25
pengindraan kedua penentuan masalah ketiga hipotesis keempat eksperimen kelima
penemuan teori.21
Penemuan teori atau hukum merupakan sasaran pokok dalam proses kerja
ilmu. Namun demikian teori yang di hasilkan oleh kerja ilmu bukan segalanya, teori
bersifat sementara, teori akan tetap di gunakan selama masih belum ada teori-teori
yang merubah teori lama, atau teori lama terus mendapatkan tambahan selama tidak
merombak struktur substansi teori tersebut, kerja ilmu adalah kerja yang di namis dan
terus mengalami perubahan-perubahan selama masih ada Riset.22
B. Cara Memperoleh Ilmu dan Pengetahuan
Descartes mengatakan “Ilmu berangkat dari keraguan. Keraguan apapun yang
muncul dalam pikiran seseorang akan melahirkan persoalan-persoalan, dari persoalan
ini titik awal sumber Ilmu”.23 Keraguan ala Descartes ini seakan menjadi tabir
penyingkap sikap skeptis yang membelenggu sikap sophis selam berabad abad.
Dengan keraguan pikiran akan mempertanyakan semua persoalan yang di hadapi
termasuk kebenaran yang ‘ha>q’.24
Kaum rasionslis (pemuja akal sebagai sumber pembenaran) mempergunakan
metode deduktif dalam menyusun pengetahuanya. Peremis yang di gunakan dalam penalaran di dapat dari ide yang menurut anggapanya jelas dan dapat di terima. Ide
21
Ibid.,60. 22
Abdul chalik,” kumpulan materi kuliah filsafat ilmu” (Surabaya :Bahan Ajar Perkuliahan filsafat Ilmu Bagai Mahasiswa jurusan Tafsir Hadist Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel, 2009),4.
23
Hatta, Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan, 90. 24
(33)
26
ini menurut mereka bukan ciptaan manusia, perinsip itu sudah ada jauh sebelum
manusia berusaha memikirkanya.25
Perinsip itu sudah ada dan bersifat apriori dan dapat di ketahui oleh manusia
lewat kemampuan berfikir rasionalnya. Secara singkat dapat di ketahui „ide‟ bagi
kaum rasional adalah bersifat apriori dan pengalaman manusia lewat penalaran
akal.26
Masalah utama yang di hadapi kaum rasionalis adalah mengenai kreteria
untuk mengetahui akan kebenaran sesuatu ide yang menurut seseorang jelas dan
dapat di percaya. Ide bagi si A mungkin bersifat jelas, namun belum tentu bagi si B dan C, begitupula sebaliknya, pengertian untuk melambangkan „sebuah cinta‟ bukan di ukur dari satu sisi, melainkan persepsi atau sensasi, persepsi dan sensasi akan
melahirkan sebuah „cinta‟. Misalnya terletak pada evaluasi nalar yang bersifat abstrak
yang kemungkinan banyak timbul perbadaan persepsi. Dengan penalaran rasional
tentang suatu obyek akan di dapat berbagai macam pengetahuan.27
Berbeda dengan kaum rasionalis, Mazhab Empiris berpendapat bahwa
pengetahuan manusia bukan bersumber pada penalaran melainkan pengalaman yang
kongkrit. Gejala-gejala alamiah bersifat kongkrit dan dapat di nyatakan lewat panca
indra manusia, dengan menggunakan metode Induktif maka dapat di susun
25
Ibid.,120. 26
Ibid.,123. 27
(34)
27
pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala
fisik yang bersifat individual.28
Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara Empiris
ini adalah bahawa pengetahuan yang di kumpulkan itu menjadi suatu kumpulan
fakt-fakta, kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin terjadi
kontradiktif, masalah berikutnya adalah mengenai hakikat pengalaman yang
merupakan cara dalam menemukan pegetahuan dan pancaindra sebagai alat untuk
menangkapnya. Pertanyaanya adalah apakah yang sebenarnya yang dinamakan
pengalaman, ataukah ini merupakan stimulus pancaindra dan persepsi, bagaimana
kehendak panca indra dalam menangakap sesuatu? Kaum Empiris dan Rasionalis
tidak bisa menjawab cara meyakinkan persoalan tersebut.29
Disamping Rasionalis dan Empiris, pengetahuan juga di peroleh dari
Intuisionisme (ladunny) yang diplopori oleh Henry Bregon, intuisi (ladunny) merupakan sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika, salah satu unsur
utamanya adalah kemungkinan adanya bentuk pengalaman intuitif, disamping
pengalaman yang dihayati oleh indera, setidaknya dalam beberapa hal, Intuisionisme
dan tidak mengingkari nilai pengalaman idrawi, meskipun aliran ini mengatakan
bahwa pengetahuan yg lengkap adalah pengetahuan yang diperoleh dari Intuisi,
sedangkan intuisi bersifat personal dan tidak bisa di ramalkan.30
28
Ibid.,127. 29
Ibid.,129.
30
Ali Maksum, Pengantar Filsafat dari Klasik Hingga Posmoderenisme,(Yogyakarta : Al-Ruzz,2009),76.
(35)
28
Harold H. Titus. Mengidentifikasi Intuisi . sebagaimana berikut:,
1. Intuisi (laduny) adalah pengetahuan yang lebih tinggi dan wataknya
berbeda dengan pengetahuan indera dan akal.
2. Intuisi (laduny) yang ditemukan oleh orang-orang dalam penjabaran
mistik memungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan yang
diperoleh lewat indra dan akal31.
Pengetahuan Intuisi secara epestemologi berasal dari Intuisi. Pengtahuan itu
diperoleh melalui pengamtan langsung, sedangkan pengetahuan itu dibagi dua yaitu:,
pertama pengetahuan Indrawi kedua pengetahuan hakikat (Intuitif). Dari pengetahuan intuitif ini melahirkan objek hakikat, para sufi menyebutnya sebagai kebenaran yang
mendalam (Dzauq) yang terikat dengan perepsi batin.
Dengan demikian pengetahuan Intuitif sejenis dengan pengetahuan yang
dikaruniakan Tuhan kepada seorang dan dipatrikan kepada kalbunya. Perolehan
pengetahuan ini bukan dengan jalan penyimpulan logis sebagaimana pengetahuan
Rasional, melainkan dengan jalan keshalehan sehingga seorang memiliki kebeningan
kalbu dan wawasan spiritual32.
Lebih lanjut Brogson mengatakan bahawa Intuisi adalah naluri yang menjadi
kesadaran dan menuntun kita kepada kehidupan batin. Jika intuisi meluas, maka itu
akan memberi petunjuk ke dalam hal-hal yang vital. Jadi, dengan intuisi(launny) kita
dapat menmukan dorongan vital. Dari dunia yang berasal dari dalam dan bersifat
31
Amin. Munir.Samsul, Ilmu Tasawuf,(Jakarta: Amazah,2015),153. 32
(36)
29
langsung. Juga hal ini di sampaikan juga oleh ibn Arabi bahwa intuisi dengan kata
lain adalah pengetahuan ilahi yaitu ladunny. Artinya pengatahuan rahasia
(ilmu asra>r) dan pengetahuan ghaib (ilmu ghaib).33
Dari uraian di atas sudah jelas kalu ilmu pengetahuan bisa di dapatkan dari
berbagai cara seperti yang di kemukakan kaum Rasionalis bahwa ilmu pengetahuan
bisa di dapatkan dari keraguan yang memakai Metode Deduktif untuk menyusun
pengetahuanya, . Peremis yang di gunakan dalam penalaran di dapat dari ide yang
menurut anggapanya jelas dan dapat di terima oleh akal.34
Hal ini juga di uraikan oleh Mazhab Empiris bahwasanya ilmu pengetahuan
adalah pengetahuan yang di kumpulkan menjadi suatu kumpulan fakta-fakta dan
bukti kebenaranya secara Empiris (nyata) tetapi kumpulan tersebut belum tentu
bersifat konsisten dan mungkin terjadi kontradiktif. Selain itu ilmu pengetahuan juga
bisa didapat dari Intutisionisme (ladunny) seperti yang di dapatkan oleh Nabi Khidir.
Yang mendapatkan Ilmu langsung dari Allah SWT, yang di sebut Ilmu Ladunny
menurut ulama‟ Sufi.35
Sedangkan Derajat ilmu itu ada dua sebagimana berikut :
1. Ilmu jaly (nyata), yaitu yang tampak, bisa didengar dan disebar secara benar serta
juga benar berdasarkan Eksperimen. Ilmu yang nyata artinya tidak tersembunyi,
yang terdiri dari tiga jenis:
1) Yang bisa diterima penglihatan mata.
33
Ibid.,159. 34
Ibid.,79. 35
(37)
30
2) Yang disandarkan kepada pendengaran, juga disebut ilmu
penyebaran.
3) Yang disandarkan kepada akal, yang juga disebut ilmu Eksperimen.
Tiga jalan ini (penglihatan, pendengaran dan akal) merupakan jalan ilmu. Tapi
sebenarnya jalan ilmu tidak terbatas pada tiga hal ini. Sebab ma’rifah juga bisa
mendatangkan ilmu dan menjadi jalannya. Hal ini disebabkan karena ma'rifat
merupakan inti ilmu. Penisbatan ilmu kepada ma'rifah seperti penisbatan iman
kepada Ih-san. Ma'rifah merupakan ilmu khusus karena ma'rifah lebih tersembunyi
dari pada ilmu.36
2. Ilmu ladunny : ilmu yang diberikan Allah SWT secara langsung melalu Ilham,
Intuisi dan Inpirasi dari Tuhan 37
C. Cara Mendapatkan Ilmu Laduny atau Intuisi
Intuisi (ladunny) diperoleh seorang hamba tanpa menggunakan sarana, tapi
berdasarkan ilham dari Allah SWT, yang diperkenalkan Allah SWT kepada
hamba-Nya, Karena ilmu ladunny tidak bisa didapatkan dengan pemikiran, tapi bisa
didapatkan dengan melihat seperti ilmu Nabi Khidhir yang diperoleh tanpa sarana.38
36
Ibnu Qa>yyi}m al-Jauzi}ya>h, Ma>da>riju>s Sa>li}kin, Kathur Suhardi, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 1999),394.
37
Ibid.,394. 38
(38)
31
Ada juga yang berpendapat Ilmu Ladunny adalah : ilmu batin yang bukan
merupakan hasil pemikiran, atau juga bisa dikatakan ilmu yang bisa diterima
langsung melalui Ilham, Intuisi atau Inspirasi, dari sisi Tuhan39.
Kemudian Al-Ghazali, banyak menyinggung perihal pengetahuan dari hal
metode, objek dan tujuanya, serta perbandingan dengan pengetahuan teorirasional. Ia
menambahkan pengetahuan Intuitif (laduny) dengan caahaya kenabian atau
pengalaman ma’rifah . ia juga mengatakan bahwa sarana pengetahuan intuitif
(ladunny) adalah kolbu, bukan indera atau akal. Menurutnya, kalbu bukan bagian
tubuh yang terletak pada bagian kiri dada manusia. Melainkan merupakan realitas
manusia serta menjadi percikan rohani ketuhanan yang merupakan hakikat manusia
yang yang menjadi sasaran perintah, cela, hukuman, dan tuntutan dari Tuhan40.
Selanjutnya al-Ghazali dalam menggambarkan posisi kolbu sebagai sasaran ma‟rifah yang digambarkan sebagai cermin, sementara pengetahuan yang muncul adalah pentulan pantulan gambaran realitas yang terdapat didalamnya. Jika cermin
kolbu tidak bersih maka tidak akan memantulkan realitas pengetahuan, menurutnya
yang membuat cermin kotor adaah hawa nafsu, ementara ittu ketaatan kepada Allah
SWT dan berpaling dari hawa nafsu, membuat kalbu menjadi bening.
Serta al-Gha>za>li menguraikan ilusstrasi kalbu menjadi sarana pentahuan
Intuitif dengan perkataan “seandainya kita membayangkan suatu lembah yang didasarnya mengalir air dari berbagai sungai atau mungkin juaga ada air yang
39
Ahmad Tafsir, filsafat Ilmu, (Bandung :PT Remaja Rosdakarya,2013),154. 40
(39)
32
menerobos dari sela-sela lembah. Maka airnya pasti akan lebih deras. Artinya kalbu
yang diibaratkan lembah sedangkan pengetaahuan diibaratkan air dan panca indera
dengan akal sebagai sungai, sehingga dari keduanya kalbu menjadi penuh dengan
pengetahuan. Jika sungai-sungai itu dibendung dengan menjauhkan diri dari
keramaian (uzlah) dan hidup menyendiri (khalwat) serta menjaga pengelihatan,
sementara kolbu digali dengan menyucikan diri dan menghilangkan berbagai macam
peghalang, niscaya akan memancar sumber-sumber pengetahuan intuitif (ladunny).41
Dari penjelaan diatas menurut al-Ghazali bahwa pengtahuan dapat di cari
melalui dua sumber yaitu sebagai brikut:,
1. Sumber lahir ( indera dan akal )
2. Sumber batin ( kalbu )42.
Jenis-jenis pengetahuan yang bersumber Epestemologi batin dan kalbu adala
yang diyakini oleh para sufi. Pengetahuan intuisi (ladunny) ini diperoleh melalui
metode Dza>uq berdasarakan pemahaman intuitif langsung yang berbeda dengan
pemahaman indrawi langsung atau pemahaman rasional langsung. Menurut
al-Gha>za>li pemahan intuitif langsug adalah kelebihan dari pengetahuan rasional langsung. Yang dibanggakan oleh para theology sufi, yag pprosesnya bergerak dari
stu premis kepda premis lain. Menuju konklusi tertentu. Hal ini berbeda denga
pengtahuan para sufi. Yang secara metodologis tidak melalui peruses pemikiran atau
pengmatan indrawi, tapi secara langsung menembus kedalam kalbu. Bagi para sufi
41
Ibid.,47. 42
(40)
33
pengetaahuan intuitif itu tersingkap secara langsung kedalam dada mereka bagaikan
cahaya43.
Serta juga dijelaskan dalam tasawuf, bahwa:, tiga alat untuk berkomunikasi
secara rohani, yaitu Kalbu untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, Ru>h untuk mencintai
Tuhan, dan Sir untuk Mu>sya>ha>da>h yakni menyaksiakan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Tuhan. Ketiga unsur itu sebenarnya menyatu, kesatuan itu secara umum
disebut hati. Jika hati tersebut dikosongkan dari segala sesuatu yang buruk dan disisi
dengan Dzikrullah, maka hati itu akan mencapai pengetahuan yang disebuat dengan
Ladun.44
Kondisi seperti itu orang tersebut telah mencapai tingkatan wali Allah SWT
atau manusia Tuhan. Ia biasanya memiliki kesaktian dan kekuatan gaib yang
luarbiasa, seperti tidak tampak ketika bersama orang-orang banyak, dapat berjalan
diatas air, memegang api, menyembuhkan orang sakit. Selanjutnya dikatan ia
mengerti hal Ihwal semua mahluk, dapat mengetahui pikiran orang lain sebelum
orang itu mengucapkanya, dapat mengetahui seseorang akan mati.45
Adanya ilmu ladunny dibenarkan oleh al-Quran seperti disebut dalam surah
Al-Kahfi ayat 65. Ayat ini dapat dijadikan dalil tentang adanya ilmu ladunny yang
diberikan kepada Nabi, seperti yang didapat oleh Nabi Khidir. Dalam surah jin ayat
43
Ibid., 49. 44
Goza>li, Risalah al-Laduniyah.381. 45
(41)
34
26-27 dikatakan “Dialah Tuhan yang mengetahui yang gaib, dia tidak memperlihatkn
kepada sesorang pun tentang yang gaib itu kecuali kepada yang diridhai-Nya”.46
Menurut ayat yang sudah di jelaskan diatas pengetahuan tentang yang Gaib
hanya diberikan Tuhan kepada Nabi yang dikehendakinya. Namun sekalipun
demikian ilmu ladunny dapat juga dimiliki orang yang selain Nabi dan Rasul dengan
syarat orang itu telah mencapai maqam. Berdasarkan sejarah ternyata ada orang
(bukan nabi dan Rasul) mampu mencapai maqam itu, dan ia memiliki ilmu ladunny.47
Ilmu ladunny merupakan buah ubudiyah, kepatuhan, kebersamaan dengan
Allah SWT, Ikhlas karena-Nya dan berusaha mencari ilmu dari misykat Rasul-Nya
serta ketundukan kepada beliau. Dengan begitu akan dibukakan kepadanya
pemahaman al-Kitab dan al-Sunnah, yang biasanya dikhususkan pada perkara
tertentu.48
Ali bin Abu Thalib pernah ditanya seseorang, "Apakash Rasulullah SAW
memberikan kekhususan tertentu tentang suatu perkara kepada kalian, yang tidak
diberikan kepada selain kalian?" Maka dia menjawab, "Tidak. Demi yang membelah
biji-bijian dan menghembuskan angin, selain dari pemahaman tentang al-Qur'an yang
diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya".49
Inilah yang disebut ilmu ladunny yang hakiki, yaitu ilmu yang datang dari sisi
Allah SWT, ilmu tentang pemahaman Kitab-Nya. Sedangkan ilmu yang menyimpang
46
Ibid.,389. 47
Ibid.,390.
48
Ibid.,391. 49
(42)
35
dari al-Quran dan al-Sunnah, tidak diikat dengan keduanya, maka itu datang dari
hawa nafsu dan syetan. Memang bisa saja disebut ilmu ladunny. Tapi dari sisi siapa?
Suatu ilmu bisa diketahui sebagai ilmu ladunny, jika ia sesuai dengan apa yang
dibawa Rasulullah SAW, yang berasal dari Allah SWT. Jadi ilmu ladunny ada dua
macam: Dari sisi Allah SWT, dan dari sisi syetan.50
Hal inilah yang diisyaratkan orang-orang, bahwa ilmu ini merupakan cahaya
dari sisi Allah SWT, yang mampu menghapus kekuatan indera dan
hukum-hukumnya. Inilah makna yang diisyaratkan dalam Atsar Ilahy, "Jika aku
mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk
mendengar, Aku menjadi penglihatannya yang dia pergunakan untuk melihat".51
Ilmu ladunny yang datang dari Allah SWT merupakan buah cinta ini, yang
muncul karena mengerjakan na>fi}la>h setelah fardhu. Sedangkan ilmu ladunny yang
datang dari syetan merupakan buah berpaling dari wahyu, mementingkan hawa nafsu
dan memberi kekuasaan kepada syetan.52
Kaum sufi menyatakan tatkala seorang telah mencapai maqam wali Allah
SWT, maka pada kondisi itu Tuhan menjadikan matanya dapat melihat seperti
“pengelihatan Tuhan” telinganya mendengar seperti “pendengaran Tuhan” karena itu
mereka dapat terhubung dengan alam ghaib, seperti dengan roh dan mendapatkan
Ilmu ghaib, juga dengan malaikat serta mengethui hal-hal yang belum terjadi.
50
Ibid.,396. 51
Ibid.,398. 52
(43)
36
Maksud ilmu ghaib disini adalah kekuatan-kekuatan yang diduga berasal dari
alam ghaib, yaitu yang tidak dapat diamati oleh rasio dan pengalaman fisik manusia.
Kekuatan-kekuatan ghaib ini dipercaya berada di tempat-tempat tertentu, ataupun
berada dan menjelma dalam tubuh manusia. Berdasarkan fungsinya kekuatan ghaib
itu dapat dibagi menjadi sebagai berikut:,
1. Kekuatan ghaib hitam, untuk dan mempunyai pengaruh jahat.
2. Kekuatan ghaib merah, untuk melumpuhkan kekuatan atau kemauan orang lain.
3. Kekuatan ghaib putih, untuk kebaikan.53
Dari uraian di atas dapat di diambil kesimpulan, ilmu ghaib memegang
berperan dalam keperluan pribadi dan tidak mempunyai makna yang langsung bagi
masyarakat.
Tasawuf disebut juga mistisisme Islam yang memperoleh hubungan langsung
dengan Tuhan, sehingga benar bahwa seseorang di hadirat Tuhan. Menurut Harun
Nasution mengatakan, intisari dari misticisme (termasuk tasawuf) ialah kesadaran
akan adanya komunikasi dan dialog antar Roh manusia dengan Tuhan serta
mengasingkan diri dan berkontemplasi.54
Untuk berada dekat dengan Tuhan orang harus menempuh jalan yang paling
panjag yang berisi stasion-stasion yang di sebut Maqam diantaranya :, Taubah,
Wara‟, Faqir, Sabar, Tawakkal, Ridha‟, Mahabbah, Ma‟rifah, Fana dan Baqa.55
53
Ibid.,398. 54
Jalaluddin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta :Klam Mulia,1998),126. 55
(44)
37
Tariqah pada mulanya diartikan sebagai jalan yang harus dilalui oleh seorang
Sufi dengan tujuan berada sedekat mungkin (Taqarrub) dengan Tuhan. Kemudian
tariqat mengandung arti organinsasi (Tariqat).56
Tariqat itu pada mulanya adalah Taswuf kemudian berkembang dengan
berbagai paham aliran yang dibawah oleh para sekhnya, dan kemudian melembaga
menjadi suatu organisasi yang disebut Tariqah.57
Ma‟rifah merupakan tingkatan (maqam) yang tertinggi yang telah di capai
oleh seorang Sufi selama melakukan Riyadhah dan Mujahadah. Ma‟rifah bukan
hanya sekedar pemikiran, tapi Ma’rifah adakalnya pemberian dari Allah SWT bagi
yang sanggup menerimanya, adakalanya ma’rifah itu di peroleh karena kesungguhan,
kerajinan, kepatuhan, ketaatan, dan kepasrahan mengabdikan diri kepada Allah SWT
dalam beramal secara ilmiyah, yang disebut dekat kepada Allah SWT. Sering disebut Ma’rifah dan Wa>liyu>lla>h.58
Istilah “Maqam” adalah sebuah istilah Sufistik yang menunjukan arti tentang
suatu nilai etika yang akan diperjuangkan dan diwujudkan seorang salik (seorang
hamba perembah kebenaran spiritual dalam praktek ibadah). Maqam harus mengenai
nilai-nilai yang terkandung dalam Maqam yang sedang dkuasainya karena itu dia
akan selalu sibuk dengan berbagai Riyadhah.59
56
Ibid.,130. 57
Ibid.,127. 58
Ibid.,129. 59
(45)
38
Maqam itu dapat di capai dengan cara membersihkan diri (hati) melalui
Riyadhah dan Mujahadah (tembus pandang) antara hamba dan Tuhan-Nya, ketika
itulah hamba tersebut menerima ilmu ladunny.60
60
(46)
39
BAB III
PENAFSIRAN SURAH AL-KAHFI AYAT 65 TENTANG ILMU LADUNNY
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.1
A. Munasabah
Pada ayat yang lalu, Allah SWT menjelaskan betapa kerasnya orang-orang
Kafir dalam menolak apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Kemudian dalam
ayat ini digambarkan betapa gigihnya Nabi Musa untuk mendapatkan tambahan ilmu
meskipun banyak halangan dan rintangan.2
B. Makna Mufradat
= Mempunyai arti hamba, dan menurut para ulama‟ yang dimaksud hamba itu
adalah Nabi khidir.
Artinya menganugrahi rahmat yaitu kenabian.
Artinya menganugrahi ilmu, yang keduanya dari sisi Allah SWT,
1
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahanya,18:65. 2
al-Sha>buni, Shafwatu tafasir,294.
(47)
40
Artinya apa yang tidak tampak, kemudia dapat di simpulkan bahwa yang
dimaksud rahmat adalah kenabian sedangkan yang dimaksud ilmu ialah ilmu batin
yang tersembunyi.3
C. Analisis Bahasa
ادجا ف ادبع نم ابع
ان menjadi Nakirah yaitu sebagai penguat, selain itu juga
menjadi Idhafah untuk memuliakan. يتآ mempunyai arti yang diberikan. Lafad
tersebut terdiri dari kalimat fi’il yangfa’ilnyaMustatirun محر menjadi Maf’ul, selain
itu Rahmatan juga sebagai majas yang mempunyai arti kenabian atau Adu al-Shaleh.
Lafad نم adalah huruf jar sedangkan ان د ع dibaca jar karena mengikuti lafad Min
yang disebut Ja>run Wa Majru>run.املع اندل نم ملع lafad ملع kalimat Fi’il fa’ilnya tersimpan yaitu Isin Dlami}r. Sedangkan اندل نمmenjadi Jar Ma>jru>rاملع menjdi maf’ul
tsani}}} , yaitu ilmu-ilmu yang berkaitandengan maslah-masalah kegaiban.
Selain itu mengajarkan etika dengan lafasd ا بيعأ أ ار أف kemudian
disambung dengan lafad كبر ارأ اف . artinya Khidir menyandarkan sesuatu yang buruk
kepada dirinya dan sesuatu yang baik disandarkan kepada Allah SWT. Hal ini supaya
menjadi contoh bagi manusia. 4
D. Ilmu Ladunny Menurut Penafsiran Klasik
Menurut Ibn katsir ayat di atas ditafsirkan bahwa:, Nabi Musa berkata kepada
pemuda, yang bernama Yusya’ bin nun. Nabi Musa memberi tahu kepada pemuda
kalau ada seorang hamba Allah SWT di tempat pertemuan dua laut, dia mempunyai
3
Ibid.,295. 4
(48)
41
ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa yaitu ilmu ghaib. Ketika
itupun Nabi Musa tertarik untuk pergi ketempat itu. Dia berkata kepada Yusya’ “aku
akan terus berjalan sebelum sampai kepertemuan dua buah lautan.5
Qa>ta>da>h dan beberapa ulam’ berpendapat kedua lautan itu adalah laut Persia
dan laut Romawi. Juga disampaikan oleh Muhammad bin ka’ab al-Qurazhi
“pertemuan dua laut itu terletak diThanja>h (..?..) yakni di ujung negari Maroko.6
Kemudian Nabi Musa mengatakan “aku tetap akan berjalan meskipun aku
harus berjalan selama bartahun–tahun”. Sebagai ahli bahasa arab ibn Jarir
menjelaskan, dalam bahasa Qais, ابقح mempunyai arti satu tahun. Selain itu
diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, bahwa ia juga berpendapat ابقح juga mempunyai
arti delapan puluh tahun”.7
Allah SWT berfirman “ketika mereka sampai di pertemuan dua laut, mereka
lalai akan ikanya”.8 Hal itu karena Nabi Musa telah diperintahakan untuk membawa
ikan yang sudah diasini. Kemudian Allah SWT berkata kepada Nabi Musa “ketika
kamu kehilangan ikan, maka disanalah orang yang berilmu itu berada”. Yaitu orang
yang mempunyai ilmu Khafy (samar)
Ketika mereka melanjutkan perjalananya hingga sampai di tempat pertemuan
dua laut. Lalu keduanya istirahat dan tidur, kemudian ikan yang berada di dalam
kantong terkena pecikan air lalu bergerak dan ahirnya ikan tersebut meloncat kelaut.
5
Ibnu katsir, Tafsir Katsir,Abd. Ghoffar dkk, jild 4, (Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i,2009), 49.
6
Ibid.,50. 7
Ibid.,53. 8
(49)
42
Maka Yusya’ terbangun dan melihat ikan itu. Lalu ikanya berjalan di dalam air.
Airnya pun menjadi sebuah lingkaran ketika dilewati ikan. Yakni seperti
fatamorgana(….?...) di bumi.
Ibnu Jarir dan ibn Abbas berpendapat, “bekas jejaknya seolah-olah menjadi
batu” hal ini juga diperkuat oleh al-‘Aufi beliau menjelaskan:, “ikan itu tidak menyentuh sesuatu apapun yang ada di laut, tetapi ketika ikan itu lewat maka sesuatu
yang ada di laut menjadi kering dan menjadi batu”. Lalu Musa berkata “itulah tempat
yang kita cari”.9
Setelah mereka berjalan lebih jauh dari tempat beristirahatnya. Yusya’ lupa
untuk menceritakan kepada Nabi Musa bahwa ikanya telah meloncat kelaut. Kata
“lupa” dinisbatkan kepada keduanya meskipun yang lupa adalah Yusya’.10
Maka Musa berkata kepada Yusya’ “bawa kemari makanan kita, karena kita
sudah lapar” atinya mereka sudah lelah. pemuda itu menjawab “ketika kita
beristirahat tadi, ikan yang kita bawa meloncat kelaut, dan aku lupa yang mau
bercerita kepadamu. Tidak ada yang membuat aku lupa kecuali syetan”.
Qatadah menjelaskan bahwa ibn Mas’ud membaca lafad رك أ أ yang artinya
“mengingatkanmu tentangnya.” oleh karena itu, Yusya’ mengatakan “ikan itu
meloncat ke laut dengan cara yang aneh. Musa berkata:, “itulah tempat yang kita
cari”. Lalu mereka kembali menelusuri jejaknya.
9
Ibid.,59. 10
(50)
43
Hingga mereka bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Allah
SWT, “yang telah Allah SWT berikan kepadanya rahmat dari sisi Allah SWT”
rahmat tersebut oleh ibn katsir ditafirkan kenabian. Dan “yang telah Allah SWT
ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Allah SWT. Hal ini ibn katsir mefasirkan ilmu khafy
(samar)11.
Selain itu lafad املع ان دل نم Menurut Al-Alusi ditafsirkan ilmu Rusyd yang
berarti Itsbatul khair (ilmu yang dengannya seseorang dapat tepat dalam mengetahui
kebaikan)12. Sebenearnya istialah “Ladunny” menurut al-Alusi diambil dari istilah
sufi, karena menurut beliau ulama’ sufi memahami ilmu ini adalah sebagai berikut:,
ملعلا ندللا لك ملع م نم ها احبس ن لع ليبس
يص ص لا dari sinilah istilah ladunny
muncul13
Ilmu tersebut dapat di peroleh dengan tanpa usaha belajar baik dari seorang
guru atau berijtihad memahami teks-teks al-Qur'an, Sunnah, atau kitab-kitab ulama.
Meski ilmu tersebut juga mungkin dapat di peroleh sebab barakah guru atau
memahami al-Qur'an, Sunnah maupun kitab-kitab ulama yang shalih, hal itu juga
dapat di sebut ilmu mukasyafah, ilmu wa>hbi}, ilmu ilham dan ilmu ilahi.
Selain itu dan penddapat ini juga di perkuat oleh pendapat Ibnu Hajar
al-Haitami juga menuturkan bahwa mengetahui ilmu ghaib adalah bagian dari karamah.
Mereka dapat memperoleh dengan cara di Khi}tha>bi} (sabda) secara langsung, di
11
Ibid.,60. 12
al Alusi, Abu al Sana Shihab al Din al Sayyid Mahmud, Ruh al Ma’ani Fi Tafsir al Quran al Azim wa al Sab’ al Masani, Juz 12(Beirut: Dar al Kutub al ‘Ilmiyah,1994),134.
13
(51)
44
bukakannya hijab (kasya>f) dan di bukakan kepadanya lauh mahfuzh sehingga dapat
mengetahuinya14.
Selain itu menurut pendapat al-Thabari bahwa lafad املعاند لنمditafsirkan
حلطصا لع يمست ملعلاب ندللا أ ملعلا ف لا نطابلا دلا صتخا ها صا حلا نم
قلخ yang artinya
ilmu ladunny adalah ilmu khafy yang samar yang di hususkan oleh Allah SWT untuk
hambanya yang dekat denga-Nya15.
Dari ketiga fase diatas yang telah dilakukan oleh Khidir semata-mata bukan
kehendak Khidir, akn tetapi kehendak Allah SWT. Dan kamsud Khidir yang
melubangi perahu tidak lain karena pada saat itu akan ada seseorang yang akan
merampas perahu yang bagus, maka dari itulah Khidir melubangi perhu tersebut,
sehingga perahu tersebut tidak diambil.
Sedangkan mengenai seorang anak yang telah di bunuh oleh Khidir, ketika dia
besar nanti dia tidak akan masuk Islam, bahkan bisa membuat kedua orang tuanya
keluar dari Islam, juga mengenai sebuah tembok yang miring di sebuah daerah,
tembok tersebut miliknya seorang anak yatim yang di bawahnya terdapat harta
mereka, inilah maksud dari apa yang dilakukan oleh Khidir dan sebelum Khidir
menjelaskan tidak ada seorangpun yang tahu kecuali Allah SWT dan Khidir. Inilah
yang disebut ilmu ghaib yang di berikan langsung dari sisi Allah SWT.
Selain itu dalam kitab tafsir al-Qr’an al-Adzi}}m karya Jalauddin Al-Suyuti,
ayat di atas ditafsirkan ‚lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba diantara
14
Ibid.,135. 15
al- Thabari, Abu Muhammad ibn Jarir, Tafsir al-Thabari. Jilid XVII, Ahsan As dkk, (Jakarta: Pusaka Teras 2009),453.
(52)
45
hamba-hamba kami‛ yaitu Khidir ‚yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami‛ yakni kenabian, menurut pendapat yang lain kewalian. Pendapat yang kedua inilah yang banyak dianut oleh para ulama’.
‚Dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami‛ dari Kami secara langsung. Lafad ‘ilma>n menjadi ma>f’ul tsa>ni}} , yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan maslah-masalah kegaiban16.
E. Ilmu Ladunny Menurut Penafsiran Modern
Ketika Musa berjalan dengan pemuda yang bernama Yusya’ bin Nun, untuk mencari seorang hamba yang diberikan ilmu langsung dari Allah SWT, hingga
ketempat yang dituju oleh mereka. “Maka mereka bertemu dengan seorang hamba
yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami.” Artinya Bertemu seorang
hamba diantara hamba-hamba Allah SWT yang telah di anugrahi rahmat dan rahmat
yang paling tinggi yang diberikan Allah SWT kepada hambanya ialah ma’rifah. Yaitu
kenal akan Allah SWT, dekat dengan Tuhan, sehingga hidup mereka mereka berbeda
dengan orang lain.
Sedangkan Iman dan Takwa kepada Allah SWT sudah menjadi rahmat abadi
bagi seorang hamba Allah SWT, serta diberi ilmu langsung dari Allah SWT. Dengan
firman-Nya:, “Dan telah Kami ajarkan kepadanya ilmu yang langsung dari Kami.”
16
Imam jalaluddin al-Mahalli, Imam Jalaluddi al-Syuti, Tafsir Jalalain, Bahrur Abubakar,vol 2,(Bandung:, Sinar Baru al-Gensindo, 2014),29.
(53)
46
Dalam hal ini ilmu yang diberikan langsung oleh Allah SWT di sebut Ilmu
Ladunny.17
Ibn Arabi berpendapat bahwa pengetahuan Intuisi juga disebut dengan kata
lain yaitu Ladunny, kareana menurutnya pengetahuan intuisi (ladunny) menjadi dua
tipe, pertama al-Ma’rifah yang digambarakan sebagai pengetahuan pengenalan
langsung. Kedua al-ta’lim yang digambarkan sebagai pengetahuan Intelek, atau
pengetahuan lepas. Pengetahuan pertama secara ekslusif masuk kedalam jiwa dan
kalbu18.
Selanjutnya dia mengatakan pengetahuan Intuitif persepsinya langsung, bukan
mengenai objek eksternal, tetapi pengetahuan mengenai realitas segala sesuatu
sebagaimana adanya yang berbeda denganpengetahuan Intelek sebagai berikut:,
1. Pengetahuan Intuitif (laduuny) bersifata baawaan karena merupakan
limpahan Tuhan. Pengetahuan Intuitif (ladunny) bersianar kedalam diri
manusia melalui kondisi-kondisi mistik tertentu, seperti ketika batin
seseorang dalam keadaan bersih dari pengaruh fikiran.
2. Pengetahuan Intuitif (ladunny) berada diluar sebab rasional dan tidak
tejangkau oleh akal.
3. Pengetahuan Intuitif (ladunny) menyatakan diri dengan bentuk cahaya
yang menyinari setiap hati sufi ketika ia mencapai derajat penyucian
spiritual tertentu. 17
Hamka,Tafsir al-Azhar, Juz 15, (Jakarta : Pustaka Panjilmas,1983),231. 18
Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Abdullah bin Hatm.Tafsir ibn al-Arabi ,jilid 5,(Bairut:, Dr Kutub, 1981),347.
(54)
47
4. Pengetauan Intuitif (ladunny) menyatakan diri kepada mnusia tertentu,
karena pengetahuan tersebut sangat bergantung pada anugrah Tuhan.
5. Tidak seperti pengetahuan Intelek yang mengadung nilai spekulatif,
pngetahuan Intuitif (laduuny) bersifat pasti.
6. Pengetahuan Intuitif (ladunny) memiliki kemiripan dengan pengetahuan
Tuhan, oleh karena itu tidak seorangpun yang dapat memperolehnya,
kecuali sudah mencapai Maqam tertentu sehinga layak diilhamkan Tuhan.
7. Pengetahuan Intuitif (ladunny) merupakan pengetahuan yang sempurna
tentang kodrat realitas yang diperoleh seorang sufi19.
Apabila jiwa seseorang telah disucikan (Ta>zki}ya>h) dari pengaruh hawa nafsu
dan keinginan yang jahat, sampai bersih murni laksna kaca, maka timbullah Nu>r
dalam dirinya, hal itulah yang disebut “Nu>run ‘Ala Nu>rin”, kmudian orang tersebut
lebih dekat kepada Allah SWT dan dia akan menjadi orang yang Muqa>ra>bi}n atau Ma’rifah. Kalau sudah sampai kepada Maqam yang demikian, maka dia akan mudah
menerima ilmu dari Ilahy. Baik serupa wahyu yang diterma Nabi dan Rasul, atau
berupa Ilham yang tertinggi, yang diterima oleh orang yang Shaleh.
Orang yang telah mencapai Martabat tersebut dapat dikenal oleh orang yang
sama. Walaupun masih sekali bertemu, sebab sinar Nur itu bersumber dari tempat
yang sama. Oleh sebab itu Musa baru melihat hamba Allah SWT satukali langsung
memberi penghormatan seperti murid terhadap guru. Dengan perkataan “bolehkah
19
(55)
48
aku mengikuti engkau?” dengan syarat kamu mengajari aku, apa yang telah kamu
ketahui”.
Suatu pertanyaan yang diajukan Musa kepada Khidir menunjukan seperti
seorang murid terhadap guru yang telah siap menuntut ilmu yang belum diketahui
oleh seorang murid. Hal ini menunjukan bahwa murid tidak mengetahui terhadap
ilmu yang dimiliki guru hingga murid meminta diajari sampai dia memahami
terhadap ilmu gurunya.
Mengenai guru (Khidir) para mufassir berbeda pendapat ada yang
berpendapat Khidir seorang Nabi dan ada juga yang mengatakan Waliyullah bahkan
ada yang bilang Khidir adalah Jin. Tetapi Sa>yi}d Qu>tu>b, tidak menyebut Khidir dalam
penafsiran ayat ini. Beliau hanya menyebut Abdul al-Shaleh (hamba Allah swt yang
shalih) saja.20
Ketika Musa sudah berjumpa dengan guru yang dicarinya, maka gurupun
menjawab “jika kamu berjalan dengan aku maka kamu tidak akan sanggup mengikuti
kemanapun aku pergi”. Sepertinya sangguru sudah mengetahui dan mengenal
muridnya. Ini merupakan suatu pancaran Ilmu Ladunny, ilmu yang langsung
diberikan oleh Allah SWT. Dan firasat orang yang beriman telah mengenal muridnya
walaupun pertemuan yang pertama.
Kemudian Musa menjawab “Insyaallah aku sanggup” dengan secara halus
tabiat Musa telah mendapat teguran yang pertama, namun Nu>r Nubu>wah yang telah
memancar dari dalam Rohani Musa untuk tidak menyerah dengan teguran yang
20
(1)
73
tafsir modern adalah dalam penafsiranya lesbih spesifik dan jelas juga di kaitkn
dengan ilmu pengetahuan yang sedang berkembang sehingga sesuai dengan
zaman. Kekuranganya berpotensi masuknya pendapat orientalime.
B. Saran
Dalam skripsi ini kami sebagai peulis hanya berusah mencoba meraba dan
berusaha untuk mencari jawaban dari berbagai permasalahan yang telah kami uraikan
dia atas, jadi jawaban kami bukanlah kebenaran mutlak yang harus di iyakan oleh
pembaca.
Jadi kita sebagai bangsa yang berintelektual tinggi tidak boleh menerima
pendapat yang semana mena, karena pendapat itu hanyalah ijtihad orang semata,maka
kita sebagai pembaca harus peka terhadap sebuah karya seseorang, dengan cara
1. Membacaba biografi pengarangnya
2. Membaca karyanya dan memahami kata demikata.
Kita harus berusaha untuk menjadi yang terbaik. dan jika ada kesalahan
dalam penelitian kami, maka kami sebagai penulis mohon maaf sebesar
besarnya.karena kebenaran hanya milik Tuhan semata sedangkan kesalah hanya
(2)
1
DAFTAR PUSTAKA
RI, Departemen Agama, al-Qur’an dan Tejemahanya, Jakarta: PT Syamil Cipta
Media, 2005.
Bardizah, ibn al-Mughirah, ibn Ibrahim, ibn Ismail, ibn Muhammad, Shahih Bukhari,
jilid 4. Kairo : Majma’ al-Bu>hu>s al-Isla<miyyah, 1969.
Ali, Muhammad Syaikh, Amtsylatut tashrif, Surabaya: Maktabah Wamathba’ Salim
Nabhan. 2009.
Asmuni, Yusra., Pengantar Study Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Ibn jari, Abu Muhammad al-Thabari,Tafsir al-Thabari. Jilid XVII, Ahsan As dkk,
Jakarta: Pusaka Teras 2009.
Ash-Shabuni, Ali Muhammad Syaikh. Shafwatu Tafasir, Ter K.H. Yasin .Vol 3
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011.
al Alusi, Abu al Sana Shihab al Din al Sayyid Mahmud, Ruh al Ma’ani Fi Tafsir al
Quran al Azim wa al Sab’ al Masani, Juz 12 Beirut: Dar al Kutub al ‘Ilmiyah,
1994.
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset. 1998.
, wawasan baru ilmu tafsir Yogyakarta: pustaka pelajar Offset,
2005.
, perkembangan tafsir al-Qura’n di Indonesia Solo :Tiga
Serangakai, 2003.
al-Dhimyathi, Muhammad Bin Ahmad. Kaum Sufi Dan Pemikiranya, Bandung: Nusa
Media, 2005.
Hadi, Sutrisno, Metodelogi Riset, jilid II, cet XXIV, Yogyakarta: Offsite. 1993.
(3)
2
A Partanto, pius , Kamus Ilmiah Populer, M. Dahlan al Barry , Surabaya: Arkola,.
2001.
Poesporojo, dkk, Metodelogi Riset, Bandung: Pustaka Bandung. 1989.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah Pesan Dan Kesan al-Quran, Jakarta: Lentera
Hati, 2002.
Hatta, Muhammad,Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan, Jakarta :Perdana Media,
1954.
Badan Pengembangan dan Pembinaan bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
4, t.k : Dalat pustaka, 2008.
Chalik, Abdul, kumpulan materi kuliah filsafat ilmu, Surabaya :Bahan Ajar
Perkuliahan Filsafat Ilmu Bagi Mahasiswa Jurusan Tafsir Hadist Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel, 2009.
Anshori, Endang S, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya :Bina Ilmu, 1982.
Gozali al, Risalatun al-Ladunniyah,M. Asaf Husen. Edisi 1, Yogyakarta :1990.
,Minhajul Qashidin,M. Tohari, Jakarta :Bina Aksara, 1998.
,al-Munqidz Min al-Dhalal.T.th, Bairut, Maktabah al-syaibiyah, 1992.
Samsul,Muni, Amin., Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amazah,2015.
al-Jauziyah. Ibnu Qayyim, Madarijus Salikin, Kathur Suhardi, Jilid 2, Jakarta
:Pustaka Al-Kautsar, 1999.
Iqbal, Muhammad, Sains dan Islam, Bandung :Nuansa, 2012.
Mudhar, Tho’, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Peraktik, Yogyakarta :
(4)
3
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011.
, filsafat Ilmu, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Jalaluddin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Kalam Mulia, 1998.
Nawawi, Ismail, Risalah Pembersih Jiwa, Surabaya : Karya Agung, 2008.
Katsir,Ibnu, Lubabut Tafsir Min Ibn Katsir,Abd. Ghoffar dkk, jild 4, Jakarta :
Pustaka Imam Syafi’i, 2009.
Ahmad, Jalaluddin Muhammad ibn, al-Suyuti, Jalaluddin Abdurrahman ibn Abi
Bakrin, Tafsir al-Qr’an al-Adzim, juz 2,(Surabaya :Darul abidi}n, T.t.
Hamka,Tafsir al-Azhar, Juz 15, Jakarta : Pustaka Panjilmas, 1983.
Badan Wkaf Universitas Islam Indonesia, al-Qur’an dan Tafsiranya, Juz 15. Jakarta:
PT Dana Bakti Wakaf, t.t .
al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi,Thalib, Yogyakarta :Sumber Ilmu,
1986.
Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Tafsiranya, Edisi yang Disempurnakan, jilid 8
Jakarta : Widiaya Cahaya, 2011.
Ghozali, Muhammad Luthfi, Sejrah Ilmu Ladunni, Semarang : Abshor, t.t.
(5)
4
Kattsoff, Louis, Pengantar Filsafat, soejono Soemorgono. Yogyakaarta :Tria
Wacana, 1995.
Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta :Liberty, 2004.
Hussain, Asaf, Enklopedi Indonesia, Jakarata :t.t, 2009.
Amin, Ahmad, filsafa Ilmu, Bandung :Remaja Rosdakarya, 2001.
Bugi, Burhan, FilsaFat Ilmu dan Logika Sains, Surabaya :Media perdana, 2008.
Nasution, Harun, filsafat Agama, Jakarta : Bulan BIntang, 1973.
Dardiri, A, Humaniora, Filsafat dan Logika, Jkarta :Rajawali, 1986.
Maksum, Ali, Pengantar Filsafat dari Klasik Hingga Posmoderenisme,Yogyakarta :
al-Ruzz, 2009.
Mustakim, Abdul, Epitemologi Tafsir Kontemporer,Yogyakarta :LKIS Printing
(6)