KONSEP SELF-EFFICACY DALAM AL-QUR’AN : STUDI PENAFSIRAN AYAT-AYAT SELF-EFFICACY DALAM TAFSIR AL-QUR’AN.

(1)

KONSEP

SELF-EFFICACY

DALAM

AL-

QUR’A

<<N

(Studi Penafsiran Ayat-ayat

Self-Efficacy dalam Tafsir Al-Qur’a>n)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

NAZILATUL HASANAH NIM: E73212112

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

KONSEP

SELF-EFFICACY

DALAM

AL-

QUR’A

<<N

(Studi Penafsiran Ayat-ayat

Self-Efficacy dalam Tafsir Al-Qur’a>n)

Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

NAZILATUL HASANAH NIM: E73212112

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nazilatul Hasanah, Konsep Self-Efficacy dalam Al-Qur’a>n; Studi Penafsiran Ayat-ayat Self-efficacy dalam Tafsir Al-Qur’a>n.

Fokus masalah yang akan diteliti ialah konsep self-efficacy yang diterangkan dalam al-Qur’a>n berdasarkan penafsiran beberapa mufasir serta penafsiran ayat-ayat self-efficacy terkait dengan tawakkal, sabar dan syukur. Konsep yang selama ini berkembang menyatakan bahwa, dalam menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan yang diharapkan, seorang individu dapat menyelesaikannya dengan baik apabila ia memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya (self-efficacy). Keyakinan tersebut memengaruhi tingkat usaha yang dilakukan individu. Dalam Islam, keyakinan self-efficacy seseorang dalam mencapai tujuan yang diharapkan tersebut disandarkan pada keimanan kepada Allah Swt. Selain itu, di dalam al-Qur’a>n juga ditegaskan bahwa kesuksesan yang diperoleh merupakan keberhasilan yang berasal dari Allah. Konsep tersebut tidak dijelaskan dalam konsep yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh Barat yang menyatakan bahwa, hasil yang diperoleh seseorang ditentukan oleh kinerjanya. Berdasarkan fenomena tersebut, maka fokus penelitian ini ialah mengkaji konsep dan substansi self-efficacy dalam al-Qur’a>n serta hubungan self-efficacy tersebut dengan tawakkal, sabar dan syukur berdasarkan penafsiran para mufasir.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui kajian literatur-literatur terkait (library research). Data yang digunakan dianalisis berdasarkan prosedur dalam metode mawd{u>‘i> dengan merujuk pada karya-karya tafsir al-Qur’a>n terkait topik self-efficacy. Demikian, konsep self-efficacy dalam al-Qur’a>n berkaitan dengan konsep ulu>hi>yah atau keimanan pada Allah. Individu yang beriman di samping yakin dan berusaha juga menyandarkan harapannya kepada Allah. Demikian, seorang mukmin akan bertawakkal kepada Allah dalam meraih tujuan yang diharapkan. Tawakkal tersebut merupakan ciri adanya keimanan dan merupakan implementasi dari keimanan itu sendiri. Allah Swt memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk senantiasa bertawakkal kepada-Nya, sehingga apabila mukmin tersebut gagal mencapai tujuannya ia akan bersabar dan apabila ia berhasil mencapai tujuannya ia bersyukur. Dalam

al-Qur’a>n telah dijelaskan tentang perintah bersyukur kepada orang-orang mukmin jika mukmin tersebut memeroleh kebaikan atau keberhasilan. Sebaliknya, Allah memerintahkan mukmin tersebut agar tetap bersabar jika ia mengalami kegagalan atau musibah dalam usaha tersebut. Sikap-sikap tersebut tidak dijelaskan dalam konsep Barat yang selama ini berkembang dikarenakan konsep yang dijelaskan di Barat tidak berkaitan dengan aspek keimanan. Selain itu dampak dari adanya self-efficacy yang disertai dengan keimanan, seorang mukmin tidak akan bersedih ketika mengalami kegagalan dan mudah bangkit dari kegagalannya serta tidak akan sombong ketika meraih keberhasilan.


(7)

DAFTAR ISI

Sampul Dalam ... i

Abstrak ... ii

Persetujuan Pembimbing Skripsi ... iii

Pengesahan Tim Penguji Skripsi ... iv

Pernyataan Keaslian ... v

Motto ... vi

Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Pedoman Transliterasi ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian... 9

E. Manfaat Penelitian... 10

F. Kajian Pustaka ... 10

G. Metode Penelitian ... 13

1. Jenis dan Pendekatan ... 13

2. Sumber Data ... 14

3. Teknik Pengumpulan Data ... 15

4. Teknik Analisis Data ... 15


(8)

BAB II TINJAUAN UMUM TEORI SELF-EFFICACY... 19

A. Pengertian Self-Efficacy ... 19

B. Sumber-sumber Self-efficacy... 23

C. Hubungan Self-efficacy dengan Outcome Expectancy ... 28

D. Proses Self-efficacy ... 30

E. Dampak Self-efficacy... 33

BAB III SELF-EFFICACY DALAM AL-QUR’A<N ... 36

A. Ayat-ayat Self-Efficacy Dalam Al-Qur’a>n ... 36

B. Substansi Self-Efficacy Dalam Al-Qur’a>n ... 37

C. Konsep Self-efficacy Dalam Al-Qur’a>n ... 39

D. Hubungan Self-efficacy dengan Tawakkal, Sabar dan Syukur ... 51

1. Hubungan Self-efficacy dengan Tawakkal ... 55

2. Hubungan Self-efficacy dengan Sabar ... 61

3. Hubungan Self-efficacy dengan Syukur ... 70

4. Hikmah Self-efficacy dalam Al-Qur’a>n ... 76

BAB IV PENUTUP ... 83

A. Simpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk yang kompleks dan dapat terbentuk menjadi diri yang berkepribadian karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor inilah yang menjadi kekuatan psikologis yang membuat masing-masing individu memiliki keunikan tersendiri baik dari perilaku, pikiran, maupun perasaannya.1

Kajian-kajian terkait pribadi seorang manusia tersebut kemudian disebut sebagai psikologi kepribadian.

Pada tahun 1930-an konsep tentang kepribadian modern mulai terbentuk secara formal.2 Kemudian, muncullah berbagai konsep yang meneliti tentang

bagaimana diri (self) seorang manusia dapat terbentuk terkait pola pikir dan perilaku mereka sehari-hari. Kompleksitas manusia serta keunikannya memberi ruang untuk terus menerus dikaji dan diteliti karena kepribadian manusia tidak terbentuk secara instan tanpa melalui proses yang panjang.

Salah satu konsep tentang diri sendiri (self-concept) yang memiliki peran penting dalam kepribadian adalah konsep self-system. Self-system merupakan komponen yang digunakan individu dalam mempersepsi, mengevaluasi, dan meregulasi perilakunya sendiri sesuai dengan lingkungan dan efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan.3 Bandura yang mengenalkan konsep ini

1

Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern

Vol. 1(Jakarta: Erlangga, 2006), 25.

2

Ibid., 10 dan 17.

3


(10)

2

berpendapat bahwa perilaku individu tidak hanya dipengaruhi oleh reinforcement

yang disediakan oleh lingkungan. Akan tetapi, individu tersebut juga dipengaruhi oleh ekspektasi, pikiran, reinforcement, rencana, dan tujuan atau proses internal dari dalam dirinya sendiri.4 Ekspektasi (keyakinan) seorang individu tentang

seberapa jauh dirinya mampu melakukan suatu perilaku oleh Bandura disebut sebagai self-efficacy atau dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai efikasi diri.

Efikasi diri merupakan evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan.5 Dalam hal ini, self-efficacy berperan sebagai wujud ketangguhan seseorang untuk bertahan menghadapi tantangan saat berjuang untuk mencapai tujuannya.6 Self-efficacy pada individu mempunyai dorongan untuk berusaha mengatasi hambatan, mencari informasi sehingga dapat menentukan keputusan dan mencapai hasil yang diinginkan.7

Self-efficacy terbagi menjadi self-efficacy tinggi (positif) dan rendah (negatif). Perbedaan tersebut dipengaruhi seberapa kuat atau tinggi keyakinan seseorang terhadap dirinya dalam mencapai suatu tujuan. Self-efficacy yang tinggi (efikasi positif) menunjukkan individu yang yakin dapat mengerjakan pekerjaan

4

Ibid.,276.

5

Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, Vol. 1(Jakarta: Erlangga, 2003), 183.

6

Nurhida Rahmalia Wibowo, “Hubungan antara Locus Of Control Internal dan Self Efficacy dengan Kepuasan Kerja Karyawan Departemen Spinning PT. Daya Manunggal” (Skripsi tidak diterbitkan, Prodi Psikologi Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010), 6.

7

Luluk Sersiana, Retno Lukitaningsih, et. al., “Hubungan antara Self-Efficacy Karir dan Persepsi terhadap Masa Depan Karir dengan Kematangan Karir Siswa SMK PGRI Wonoasri Tahun Ajaran 2012/2013”, Jurnal BK UNESA, Vol. 03 No. 1, 174.


(11)

3

yang dibebankan kepadanya, sedang self-efficacy yang rendah menunjukkan ketidakyakinan seseorang kepada dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.8

Individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan termotivasi dan terdorong untuk berusaha keras dalam mencapai tujuannya. Dampak dari hal tersebut akan membentuk suatu perilaku positif yang dapat membuat individu merasakan kepuasan terhadap apa yang telah dilakukannya.9 Oleh karena itu, diketahui

bahwa tingkat keyakinan diri memengaruhi motivasi dan usaha yang dilakukan oleh individu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan demikian, semakin tinggi efikasi seseorang, maka akan semakin tinggi pula motivasi yang dimilikinya dan lebih keras untuk berusaha. Sebaliknya, semakin rendah self-efficacy seseorang, maka semakin rendah pula motivasi yang dimilikinya dan usaha yang dilakukannya pun akan rendah.10

Selama ini, kajian tentang self-efficacy banyak dikaji dari perspektif Barat, sedang kajian tersebut masih minim dikaji berdasarkan perspektif Islam. Padahal, kajian tersebut sebenarnya telah diajarkan dalam Islam melalui firman Allah SWT yang termaktub dalam al-Qur’a>n al-Kari>m khususnya dalam ayat-ayat yang menjelaskan tentang keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri. Sebagai contoh, firman Allah dalam surat A<li ‘Imra>n: 139 yang memerintahkan hamba-Nya untuk tidak takut dan bersedih (

َيِنِمْؤُم ْمُتْنُك ْنِإ َنْوَلْعأا ُمُتْ نَأَو اوُنَزََْ اَو اوُنََِ اَو

). Quraish

Shihab memaknai ayat ini sebagai perintah Allah kepada hamba-Nya untuk tidak

8

Miftahul Jannah, “Pengaruh Locus Of Control terhadap Motivasi Kerja melalui Self-Efficacy Petugas Lapangan Keluarga Berencana Pada Badan Kependudukan, KB, dan Catatan Sipil Kabupaten Jember”(Skripsi tudak diterbitkan, Fakultas Ekonomi Universitas Jember, 2007), 9.

9

Nurhida.., “Hubungan antara Locus.., 6.

10


(12)

4

lemah atau bersedih dalam menghadapi musuh-musuh Allah (hal ini dihubungkan dengan kekalahan umat Islam dalam perang Uhud), akan tetapi, kuatkan mentalmu, sebagaimana dalam tafsirnya (Tafsir al-Mishbah).11 Larangan bersikap lemah dan takut tersebut mengisyaratkan akan perintah untuk memupuk keyakinan dan mental yang kuat dalam menghadapi situasi apapun bahkan siatuasi yang menyulitkan sekalipun.

Di samping itu, Nornajihan dalam artikelnya yang berjudul Efikasi Kendiri: Perbandingan antara Islam dan Barat menemukan bahwa pandangan Islam terhadap konsep ini lebih luas dibandingkan pandangan Barat. Hal tersebut dikarenakan Islam mengaitkan konsep ini dengan konsep tauhid ulu>hiyah dan konsep manusia sebagai ahsa>n al-taqwi>m.12 Pendapat ini pun sesuai dengan penggalan ayat berikutnya (

َيِنِمْؤُم ْمُتْنُك ْنِإ َنْوَلْعأا ُمُتْ نَأَو

)13 sehingga seseorang yang beriman kepada Allah maka ia termasuk dalam orang-orang yang tinggi derajatnya di sisi Allah dan ia tak perlu takut ataupun merasa sedih. Dengan demikian, maka manusia tidak perlu merasa lemah saat menghadapi situasi apapun karena manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna dibandingkan yang lain terutama orang-orang yang beriman. Dalam tafsir Fi> Z{ila>l

al-Qur’a>n, Sayid Qut}b menegaskan bahwa “jika kamu benar-benar beriman, maka janganlah kamu merasa lemah dan bersedih hati”. Penjelasan ini

11

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h: Pesan, Kesan dan Kerasian al-Qur’an, Vol. 2(Jakarta: Lentera Hati, 2007), 227.

12Noornajihan J, “Efikasi Kendiri: Perbadingan antara Islam dan Barat”,

GJAT, Vol. 4 Issue 2,

(December 2014), 89.

13

Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman


(13)

5

menunjukkan bahwa keyakinan seseorang pada dirinya dikuatkan dengan kepercayaannya kepada Allah.

Selain memiliki keyakinan yang kuat, seseorang yang efikasinya tinggi juga merupakan pribadi yang tidak mudah putus asa. Individu tersebut akan gigih dalam mencapai sesuatu dikarenakan keyakinan dan harapannya yang tinggi. Seberat apapun kesulitan yang dihadapi, individu yang percaya pada kemampuannya sendiri tidak akan mudah menyerah, bahkan rintangan tersebut dijadikannya sebagai suatu pembelajaran dalam mengembangkan potensi diri.14

Dalam surat Yu>suf: 87 tersurat bahwa Ya’kub memerintahkan kepada anak-anaknya untuk mencari Yusuf dan saudaranya tanpa putus asa terhadap rahmat dan pertolongan Allah. Pesan Ya’kub tersebut mengisyaratkan bahwa dalam menghadapi kesulitan bahkan tertimpa kesusahan pun, seseorang tak perlu berputus asa dari pertolongan. Sebab, yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang kafir (

َنْوُرِفاَكْلا ُمْوَقْلا اإ ِها ِحْوَر ْنِم اْوُسَئْ ياَي َا ُه

نِإ ِها ِحْوَر ْنِم اْوُسَئْ ياَت َاَو

).

Sayid Qut}}b menegaskan ayat ini dengan menafsirkan bahwa orang-orang yang beriman, yang hatinya selalu berhubungan dengan Allah, mereka tidak akan pernah berputus asa dari rahmat Allah walaupun mereka ditimpa kesulitan atau penderitaan yang luar biasa. Meski dalam kesusahan yang menyempitkan, seorang yang beriman akan tetap dalam ketenangan karena ia percaya terhadap Tuhannya.15

14Noornajihan, “Efikasi Kendiri: Perbadingan., 92.

15Sayid Qut}b, Fi> Z{ila>l


(14)

6

Ayat yang disinggung di atas memberikan suatu pemahaman bahwa keyakinan terhadap kemampuan diri baik dalam mencapai suatu tujuan maupun dalam keadaan yang sempit selalu didasarkan atas iman kepada Allah. Hal tersebut dilihat pada perintah untuk tidak bersikap lemah atau sedih dan tidak berputus asa yang dikaitkan dengan keimanan seorang hamba kepada Tuhannya. Konsep inilah yang tidak disinggung dalam pandangan Barat, bahwa keyakinan dalam diri individu terhadap kemampuannya dalam mencapai tujuan atau mengatasi hambatan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah. Maka dari itu, kajian

self-efficacy penting untuk dikaji dikarenakan kontribusinya yang besar dalam pengembangan keilmuan Islam ke depan. Hal tersebut dikarenakan banyaknya ajaran dan nilai-nilai efikasi diri yang terkandung dalam al-Qur’a>n namun hingga saat ini belum dikaji secara spesifik dalam keilmuan Islam. Di samping itu, penelitian ini juga dapat membantu seorang muslim untuk mampu mengaktualisasikan dirinya dalam mengembangkan potensi diri. Hal tersebut mengingat pada kompleksnya tantangan hidup dan persaingan yang ketat di era ini yang menuntut seseorang untuk lebih mempersiapkan diri agar menjadi muslim yang maju dan memberi kemanfaatan bagi orang banyak. Dari kajian inilah, setiap individu muslim dapat memiliki pola pikir yang positif dan kepribadian yang terarah.

Adapun ayat-ayat yang akan diteliti terkait persoalan efikasi diri antara lain surah A<li ‘Imra>n: 139, al-Baqa>rah: 250, al-Anfa>l: 12, 65, al-Ra’d: 11, Yu>suf: 87,

al-Tawbah: 51, A<li ‘Imra>n: 122, 159-160, 200, Ibra>hi>m: 7, al-D{uh}a>: 11, dan lain sebagainya. Sedang tafsir yang digunakan dalam menganalisa ayat-ayat di atas


(15)

7

yaitu Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qura>n karangan Sayid Qut}b, Tafsir al-Azhar karangan

Hamka dan Tafsir al-Mishba>h karya M. Quraish Shihab. Tafsir-tafsir tersebut dipilih karena tafsir tersebut relevan dengan kajian terkait. Sebab selain kitab tafsir di atas, penafsiran dari kitab tafsir lain tidak bercorak adabi>-ijtima>‘i> dan belum mengkaji topik efikasi diri tanpa mengesampingkan riwayat sebab turunnya ayat tersebut.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Pada hakikatnya, suatu masalah tidak dapat berdiri sendiri atau terisolasi dari dari faktor-faktor lain. Masalah tersebut tentu memiliki suatu kondisi atau keadaan yang menjadi latar belakang timbulnya masalah tersebut.16 Identifikasi

masalah merupakan tahap permulaan dari penguasaan masalah dimana suatu obyek dapat dikenali sebagai suatu masalah.17 Ayat-ayat tentang efikasi diri

sangat bervariasi. Ayat-ayat tersebut kadang terkait dengan perintah untuk yakin pada kemampuan diri, ada pula yang menjelaskan tentang faktor yang memengaruhi efikasi serta dampak yang ditimbulkannya. Dari topik tersebut, masalah-masalah yang timbul terkait konsep self-efficacy dalam al-Qur’a>n, antara lain:

1. Keterkaitan self-efficacy dengan konsep keimanan dalam al-Qur’a>n yang tidak dijelaskan dalam konsep yang selama ini berkembang

16

Hery Koesnaedi, Tips dan Trik Ampuh Menulis Skripsi, Tesis & Disertasi (Yogyakarta: Araska, 2014), 62.

17


(16)

8

2. Keterkaitan self-efficacy dengan konsep manusia sebagai ah}sa>n al-taqwi>m sebagaimana yang disampaikan oleh Noornajihan dalam artikelnya.

3. Hubungan antara self-efficacy individu dengan konsep tawakkal, sabar dan syukur dalam al-Qur’a>n.

4. Relevansi konsep self-efficacy dengan kalimat ْتِبَ ث ،َت بَ ث dalam ayat-ayat

al-Qur’a>nyang menerangkan tentang konsep self-efficacy.

5. Cakupan self-efficacy seseorang dalam meraih tujuan, menyelesaikan pekerjaan atau tugas tertentu yang diterangkan dalam al-Qur’a>n.

Dari masalah-masalah tersebut, maka penelitian dalam karya tulis ini akan difokuskan pada:

1. Konsep self-efficacy dalam al-Qur’an, yang juga memiliki keterkaitan dengan keimanan kepada Allah berdasarkan penafsiran beberapa mufasir. Keterkaitan tersebut yang tidak dijelaskan dalam konsep Barat yang berkembang selama ini. Konsep yang dikemukakan oleh tokoh Barat hanya fokus pada keyakinan individu sendiri terhadap kemampuannya tanpa menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt. Keimanan tersebut yang selanjutnya memengaruhi sikap seorang individu dalam menyikapi hasil yang diperolehnya.

2. Penafsiran beberapa mufasir terkait hubungan antara self-efficacy dengan tawakkal, sabar dan syukur kepada Allah. Konsep self-efficacy yang selama ini berkembang menjelaskan bahwa pencapaian yang diperoleh individu dapat memberikan efek rasa puas apabila ia berhasil dan mengeluh, bahkan apatis ketika hasil yang diharapkan diperoleh secara maksimal atau sebaliknya. Sedangkan al-Qur’a>n menjelaskan bahwa individu yang beriman akan bersikap


(17)

9

sabar atau syukur kepada Allah atas hasil/prestasi yang dicapai serta selalu bertawakal di setiap usahanya sehingga berdampak pada sikap seseorang.

C. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi dari proposal skripsi ini, maka disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep self-efficacy dalam al-Qur’a>n menurut penafsiran beberapa

mufasir?

2. Bagaimana penafsiran ayat-ayat self-efficacy dalam al-Qur’a>n terkait dengan tawakkal, sabar dan syukur?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang dijabarkan sebelumnya, maka tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari penulisan proposal skripsi ini di antaranya:

1. Untuk mendeskripsikan konsep self-efficacy dalam al-Qur’a>n menurut

penafsiran beberapa mufasir

2. Untuk menganalisis penafsiran ayat-ayat self-efficacy dalam al-Qur’a>n terkait dengan tawakkal, sabar dan syukur


(18)

10

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini mempunyai kegunaan secara teoretis dan praktis. Adapun kegunaan tersebut ialah sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini akan menambah wawasan dalam khazanah ilmu pengetahuan selanjutnya terutama dalam penelitian tafsir yang terkait dengan isu-isu dan fenomena baru seperti konsep self-efficacy ini. Penelitian ini juga akan memberikan pengetahuan baru terkait dengan fokus penafsiran yang dikaitkan dengan bidang Ilmu Psikologi yakni konsep self-efficacy.

2. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam menerapkan konsep self-efficacy pada kehidupan sehari-hari yang berlandaskan ayat-ayat al-Qur’a>n karena konsep tersebut dapat menjadi pondasi dalam membentuk persepsi positif dan pribadi yang tangguh.

F. Kajian Pustaka

Dalam melakukan penelitian tafsir, penulis telah melakukan studi kepustakaan dengan beberapa literatur berupa buku-buku, serta penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian terdahulu terkait konsep efikasi diri banyak dikaji berdasarkan penelitian keilmuan sosial perspektif Barat yang berlatarbelakang Ilmu Psikologi. Sedang penelitian yang dikaitkan dengan Tafsir Al-Qur’a>n baru ditemukan satu artikel dalam Jurnal Universiti Sains Islam Malaysia yang kajiannya fokus pada perbedaan efikasi diri dalam pandangan


(19)

11

Barat dan Islam. Tulisan ini hanya membahas titik-titik persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam konsep efikasi diri menurut pandangan Islam dan Barat. Dari tulisan ini, dapat diketahui bahwasanya konsep efikasi diri dalam Islam memiliki ruang lingkup yang lebih komprehensif serta bersifat holistik dibandingkan konsep efikasi diri perspektif Barat.18 Dengan demikian, penelitian tentang efikasi

diri yang pernah dilakukan dengan menggunakan perspektif Islam sepengetahuan penulis baru ditemukan satu artikel yang telah disinggung di atas.

Tulisan atau penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik self-efficacy antara lain:

1. Artikel tentang “Efikasi Kendiri: Perbandingan antara Islam dan Barat” dalam Jurnal GJAT Fak. Pengajian Quran dan Sunah, Universiti Sains Islam Malaysia yang ditulis oleh Noornajihan, J yang mengkaji konsep efikasi diri menurut perspektif Dunia Barat dan Islam. Kajian ini menitikberatkan pada persamaan dan perbedaan efikasi diri dalam pandangan Islam dan Barat. Meski artikel ini memuat ayat-ayat serta hadis Nabi yang berkaitan dengan konsep efikasi diri, namun tulisan ini tidak menggunakan perspektif dari salah satu tokoh mufasir. Penulis tersebut tidak menganalisis penafsiran tokoh mufasir secara spesifik terhadap ayat-ayat al-Qur’a>n yang berkaitan dengan efikasi diri. Oleh karena itu, artikel ini masih bersifat umum karena cakupan kajiannya meliputi aspek ketauhidan dan sufistik.

2. Skripsi yang berjudul “Hubungan antara Self-Efficacy Academic dengan Penyesuaian Akademik pada Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

18Noornajihan, “Efikasi Kendiri: Perbandingan…,


(20)

12

karangan Elva Sulfiana, yang meneliti tentang bagaimana hubungan antara efikasi diri mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dapat memengaruhi tingkat akademisi mereka.

3. Skripsi Ria Rahmawati yang berjudul “Hubungan Self-Efficacy dengan Kecemasan Berbicara pada Siswa di SMA Walisongo Gempol Pasuruan, Fakultas Psikologi dan Ilmu Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik Random Sampling. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa semakin tinggi self-efficacy siswa maka akan semakin rendah tingkat kecemasan berbicaranya. Sedang sebaliknya, semakin rendah self-efficacy siswa maka tingkat kecemasan berbicaranya akan semakin tinggi.

4. Skripsi Indah Rahma Lathifiyyatin yang berjudul “Terapi Perilaku untuk

Meningkatkan Self Efficacy Siswa (Studi Kasus pada Siswa X di Madrasah

Tsanawiyah Negeri Kepohbaru Bojonegoro)” FITK UIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsi ini menjelaskan hasil yang diperoleh berupa perubahan perilaku siswa yang awalnya memiliki self-efficacy rendah menjadi siswa yang mau berusaha mengerjakan sendiri tugas-tugas yang sulit dan mau berusaha ketika mengalami kegagalan.

5. Skripsi yang berjudul “Self efficacy, Studi pada Pengelola Bank Mini Syariah

Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya”, Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsi ini menemukan bahwa sumber-sumber self-efficacy para subyek pengelola berasal dari pengalaman sukses, pengalaman terdahulu, dan keadaan fisiologis. Sedangkan


(21)

13

faktor yang memengaruhi adanya self-efficacy para subyek ialah sifat tugas yan dihadapi, insentif eksternal, status atau peran individu, dan informasi tentang kemampuan diri. Sumber dan faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnya dan membentuk self-efficacy para subyek pengelola Bank Mini Syariah.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian seperti persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.19 Penelitian ini

dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis penafsiran beberapa mufasir terhadap ayat-ayat efikasi diri sehingga menghasilkan konsep self-efficacy

dalam perspektif Islam.

Adapun jenis penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan) dengan cara mengumpulkan data dan informasi tertulis dari beberapa literatur yang terkait baik berupa buku, artikel, penelitian, dan sebagainya.

19


(22)

14

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang bersumber dari catatan tertulis seperti kitab, buku, artikel, hasil penelitian dan sebagainya yang memiliki relevansi dengan topik yang sedang diteliti. Adapun sumber data tersebut:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang menjadi rujukan utama dalam penelitian. Adapun data primer dalam penelitian ini antara lain:

1) Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qura>n karangan Sayyid Qut}b, 2) Tafsir al-Azhar karangan Hamka dan

3) Tafsiral-Mishba>h karya M. Quraish Shihab b. Data Sekunder

Data sekunder yang menjadi referensi pelengkap terhadap data primer di atas antara lain:

1) Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m karangan Ibnu Kathi>r,

2) al-Kashsha>f (al-Zamakhshari>),

3) Tafsir al-Mara>ghi> karangan Must}afa> al-Mara>ghi>,

4) Self-efficacy: The Exercise of Control karangan Albert Bandura

5) Artikel-artikel tentang self-efficacy, seperti Negative Self-Efficacy and Goal Effects Revisited karangan Albert Bandura dan Edwin A. Locke,

Perceived Self-Efficacy in Cognitive Development and Functioning


(23)

15

Mechanisms Governing the Motivational Effects of Goal Systems

karya Albert Bandura dan Daniel Cervone.

6) Buku-buku pendukung teori efikasi diri seperti Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern karangan Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Psikologi Pendidikan karangan Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Sosial karangan Robert A. Baron dan Donn Byrne, dan lain sebagainya.

7) Buku-buku tentang metode dan kaidah penafsiran seperti Metodologi Penafsiran al-Qur’an karangan Nashruddin Baidan, Kaidah Tafsir

karya M. Quraish Shihab, Metodologi Ilmu Tafsir karya Abd. Muin Salim, Mutiara al-Qur’an karangan Imam Musbikin, dan Pengantar Ilmu Tafsir karangan Samsurrohman.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah literatur. Teknik tersebut yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan topik penelitian berupa sumber-sumber atau literatur tertulis sebagaimana sumber data di atas.

4. Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh, kemudian diolah dengan menggunakan prosedur dalam metode mawd}u>‘i> (tematik) yakni mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep self-efficacy dalam al-Qur’an, mengkaji


(24)

16

kosakata dari ayat-ayat tersebut kemudian menganalisis korelasi antar ayat berdasarkan penafsiran beberapa mufasir. Kemudian, ayat-ayat tersebut dideskripsikan dalam bahasan yang komprehensif sehingga terbentuk konsep baru tentang sel-efficacy yang utuh berdasarkan penafsiran beberapa mufasir. Adapun langkah-langkah dalam metode mawd}u>‘i> (tematik) diantaranya:

a. Mengumpulkan ayat-ayat yang membahas topik self-efficacy sesuai dengan kronologi urutan turunnya,

b. Menelusuri asba>b al-nuzu>l ayat dan kosakata dalam ayat self-efficacy secara tuntas,

c. Mengkaji korelasi antar ayat-ayat tersebut

d. Mengkaji ayat-ayat self-efficacy secara objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu‘tabar disertai argumen pendukung baik dari al-Qur’an, hadis Nabawi atau fakta-fakta lain yang dapat mendukung penelitian terhadap self-efficacy.

e. Menganalisis ayat-ayat di atas secara keseluruhan dalam kesatuan yang utuh.20

H. Sistematika Pembahasan:

HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN 20

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’a>n (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 152-153.


(25)

17

MOTTO

PERSEMBAHAN ABSTRAKSI

KATA PENGANTAR

PEDOMAN TRANSLITERASI DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian F. Telaah Pustaka G. Metode Penelitian H. Sistematika Pembahasan

BAB II: TINJAUAN UMUM TEORI Self-Efficacy

A. Pengertian Self-Efficacy

B. Sumber-sumber Self-Efficacy

C. Hubungan antara Self-efficacy dengan Outcome Expectancy

D. Proses Self-Efficacy

E. Dampak dari Self-efficacy


(26)

18

A. Ayat-ayat Self-efficacy dalam Al-Qur’a>n B. Substansi Self-efficacy dalam Al-Qur’a>n C. Konsep Self-efficacy dalam Al-Qur’a>n

D. Hubungan Self-efficacy dengan Tawakkal, Sabar dan Syukur 1. Hubungan Self-efficacy dengan Tawakkal

2. Hubungan Self-efficacy dengan Sabar 3. Hubungan Self-efficacy dengan Syukur 4. Hikmah Self-efficacy dalam Al-Qur’a>n BAB IV: PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA


(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI

SELF-EFICACY

A.Pengertian Self-Efficacy

Terminologi self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh seorang tokoh behavioris bernama Albert Bandura pada tahun 1981 (Bandura, 1983). Konsep

self-efficacy merupakan suatu pandangan yang mengarah pada ranah kognitif dan merupakan komponen kunci self system.1 Dalam Kamus Ilmiah Populer, kata efikasi (efficacy) diartikan sebagai kemujaraban atau kemanjuran. Maka secara harfiah, efikasi diri (self-efficacy) berarti kemujaraban diri. Sedangkan secara konseptual, Bandura menyatakan efikasi diri sebagai berikut:

The belief in one’s capabilities to organize and excute the courses of action required to produce given attainmens.2

Perceived self-efficacy is a judgment of one’s ability to organize and execute given types of performances.3

Konsep tersebut merupakan suatu pandangan seseorang yang terkait dengan internal konsistensi yang dapat menjadi sarana motivasi dan keyakinan diri terkait dengan suatu fenomena atau objek tertentu. Self-efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan.4 Dengan kata lain, efikasi diri

1

Galuh Budi Hadaning, “Hubungan Efikasi Diri dalam Perspektif Gender dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA al-Azhar Menganti Gresik”, (Skripsi tidak diterbitkan, FTIK UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), 28.

2

Albert Bandura, Self-Efficacy: The Exercise of Control (New York: W. H. Freeman and Company, 1997), 3.

3

Ibid., 21.

4


(28)

20

merupakan suatu keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu untuk melakukan suatu hal dalam situasi tertentu dengan berhasil.5 Keyakinan tersebut terkait

seberapa jauh seseorang mampu melakukan suatu perilaku dalam satu situasi tertentu.6

Bandura (1983) menegaskan bahwa self-efficacy merupakan penilaian seseorang yang spesifik terkait kemampuannya untuk menyusun tindakan dalam rangka menyelesaikan tugasnya. Definisi tersebut dengan jelas menyatakan bahwa

self-efficacy merupakan suatu keyakinan diri seseorang yang mengarahkan mereka agar fokus dan semangat untuk mencapai tujuannya. Dalam ranah teori motivasi, self-efficacy merupakan bagian dari internal motivasi, karena orang tersebut melakukan sesuatu karena didorong oleh dirinya-sendiri bukan karena ada faktor eksternal yang dapat menjadi stimulus.7 Tanpa self-efficacy, orang bahkan enggan untuk mencoba melakukan sesuatu. Dengan kata lain, jika seseorang yakin bahwa dirinya tidak memiliki kekuatan apapun untuk mencapai suatu keberhasilan, maka tidak akan mencoba untuk membuat hal tersebut terjadi.8 Itulah mengapa self-efficacy memiliki pengaruh yang kuat dalam mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Menurut Bandura (Howard: 2008), self-efficacy menentukan apakah seseorang akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa ia bertahan saat

5

Hadi Warsito, “Hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Akademik dan Prestasi Akademik”, PEDAGOGI Universitas Negeri Surabaya, Vol. IX, No. 1, (April 2009), 32.

6

Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern

(Jakarta: Erlangga, 2008), 283.

7

Albert Bandura dan Daniel Cervone, “Self-Evaluative and Self-Efficacy Mechanisms The Governing Motivational Effects of Goal Systems”, Journal of Personality and Social Psycologhy,

8


(29)

21

menghadapi kesulitan, dan bagaimana kesuksesan dan kegagalan dalam tugas tertentu memengaruhi perilakunya di masa yang akan datang.9 Selain itu,

keyakinan efikasi individu akan memberikan efek yang bermakna. Sebab, keyakinan tersebut akan memengaruhi rangkaian tindakan yang diambil oleh seseorang untuk mencapai sesuatu, seberapa besar usaha yang ia lakukan, seberapa lama ia akan gigih dalam menghadapi rintangan dan kegagalan atau ketabahannya dalam menghadapi kemalangan, apakah pola pikirnya menghalangi diri atau membantu dirinya sendiri, serta tingkat prestasi yang ia capai.10 Hal ini

dikarenakan self-efficacy dalam diri individu akan memprediksi rangkaian tujuan bagi dirinya serta kinerja dalam mencapai tujuan tersebut.11

Bandura (1983) menyatakan bahwa semakin kuat dan positif self-efficacy

seseorang maka akan semakin semangat untuk mencapai tujuannya. Hal tersebut karena efikasi seseorang akan memengaruhi rangkaian tindakan yang akan diambilnya. Self-efficacy sebagai konsep diri seseorang yang akan mengarahkan seseorang agar tetap semangat untuk mencapai suatu yang telah diyakini. Oleh karena itu, individu yang sudah yakin terhadap kemampuan mereka maka mereka akan berusaha dengan penuh semangat.12

Efikasi diri juga mengacu pada pengetahuan seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk melakukan tugas tertentu tanpa perlu membandingkan dengan kemampuan orang lain. Dengan kata lain, efikasi diri

9

Howard dan Miriam, Kepribadian: Teori.., 283.

10

Bandura, Self-Efficacy: The Exercise.., 3.

11

Ibid., 11.

12


(30)

22

tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki. Konsep dasar teori ini adalah pada masalah adanya keyakinan bahwa setiap individu mempunyai kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilakunya. Dengan demikian efikasi diri merupakan masalah perspektif subyektif. Efikasi diri tidak selalu menggambarkan kemampuan yang sebenarnya, tetapi terkait dengan keyakinan yang dimiliki individu.13 Maka dari

itu, terkadang beberapa individu dengan kemampuan yang sama namun tingkat efikasi yang berbeda akan menghasilkan perilaku yang berbeda pula.

Self-efficacy akan berkontribusi pada peningkatan keterampilan seseorang (Collin, 1982 dalam Bandura, 1993). Berdasarkan pada pandangan tersebut maka

self-efficacy dapat mendorong seseorang semakin terampil dan skillful. Keyakinan diri yang sudah terbangun dalam kognitif seseorang akan membuat mereka terus mengeksplorasi seluruh kemampuan dan potensi dirinya.14

Efikasi diri menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tujuan seseorang. Efikasi diri memberikan pengaruh terhadap pilihan, tingkat kesulitan dan komitmen dalam mencapai tujuan. Efikasi diri memiliki hubungan yang sangat kuat dan berkelanjutan dengan pengaruhnya terhadap penetapan tujuan. Meningkatnya efikasi diri menyebabkan penetapan tujuan yang lebih menantang, sedangkan menurunnya efikasi diri menyebabkan penetapan tujuan yang lebih

13

Farida Hanun, “Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Kepala Madrasah (Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)”, Jurnal ANALISA, Vol. 20, No. 01, (Juni 2013), 103.

14


(31)

23

sederhana.15 Sehingga, seseorang akan menetapkan tujuan yang lebih tinggi bagi

dirinya ketika dia memiliki tingkat efikasi diri yang tinggi di bidang tersebut.16

Dengan demikian, semakin tinggi self-efficacy individu, maka semakin tinggi pula penetapan tujuan atau cita-cita yang diinginkan.

B.Sumber-sumber Self-Efficacy

Keyakinan seseorang terkait efikasinya didasari oleh aspek utama yaitu aspek pengetahuan diri yang ia peroleh. Keyakinan tentang self-efficacy dibangun atas empat sumber informasi dasar. Sumber-sumber informasi yang mempengaruhi self-efficacy antara lain mastery experience yang menjadi indikator kemampuan seseorang, vicarious experience yang dapat mengubah keyakinan efikasi seseorang melalui transmisi kompetensi dan perbandingan dengan pencapaian orang lain, verbal persuasion dari orang lain bahwa individu tersebut memiliki kemampuan tertentu, dan physiological and affective states dari orang-orang yang menilai kemampuan, kekuatan, dan mudahnya mereka terganggu.17

1. Mastery experience (Pengalaman keberhasilan)

Seseorang lebih mungkin untuk yakin bahwa mereka dapat berhasil dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas apabila mereka pernah berhasil pada tugas yang sama atau mirip di masa lalu.18 Hal ini dikarenakan

kesuksesan-kesuksesan yang pernah dicapai membentuk sebuah keyakinan yang kuat

15

Ibid, hlm. 33.

16

Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Vol. 2 (Jakarta: Erlangga, 2008), 22.

17

Bandura, Self-Efficacy: The Exercise.., 79.

18


(32)

24

dalam personal efikasi individu.19 Sehingga, prestasi yang pernah dicapai di

masa lalu dapat meningkatkan efikasi diri seseorang. Sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi diri terutama apabila kegagalan tersebut terjadi sebelum efikasi seseorang benar-benar kuat.20 Namun, ketika efikasi seseorang

mencapai tingkat yang tinggi, kegagalan yang terjadi sesekali tidak mungkin dapat menurunkan optimismenya yang besar.21 Pencapaian keberhasilan akan

memberi dampak efikasi diri yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya:

a) Keberhasilan menyelesaikan tugas dengan tingkat kesulitan yang tinggi akan membuat efikasi diri semakin tinggi.

b) Kemandirian dalam menyelesaikan tugas lebih meningkatkan efikasi diri dibandingkan kerja kelompok maupun dibantu orang lain.

c) Kegagalan setelah merasa sudah berusaha sebaik mungkin dapat menurunkan efikasi diri.

d) Kegagalan yang terjadi ketika kondisi emosi sedang tertekan dapat lebih banyak pengaruhnya menurunkan efikasi diri, dibandingkan bila kegagalan terjadi ketika individu dalam kondisi optimal.

e) Kegagalan sesudah individu memiliki efikasi kuat, dampaknya tidak akan seburuk ketika kegagalan tersebut terjadi pada individu yang efikasi dirinya belum kuat.

19

Bandura, Self-Efficacy: The Exercise.., 80.

20

Ibid., 80.

21


(33)

25

f) Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak memengaruhi efikasi dirinya.22

2. Vicarious experience (pengalaman orang lain)

Banyak individu yang menilai kemampuan dirinya dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain yang serupa dengan orang tersebut.23

Mereka mempertimbangkan kesuksesan dan kegagalan orang lain yang memiliki kemampuan setara dalam menilai peluang kesuksesan mereka sendiri.24 Oleh karena itu, efikasi diri akan meningkat ketika mengamati

keberhasilan orang lain. Akan tetapi, efikasi diri akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya hampir sama dengan dirinya ternyata gagal. Ketika mengamati figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tersebut tidak mau mengerjakan apa yang pernah dikerjakan oleh figur yang diamatinya dalam jangka waktu yang lama.25 Peningkatan efikasi juga dapat terjadi ketika

pengamatan terhadap kesuksesan orang lain disampaikan secara verbal dengan cara membandingkannya dengan seseorang yang berkemampuan sama dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Akan tetapi, pengamatan secara langsung terhadap kesuksesan orang lain lebih mungkin dapat meyakinkan seseorang akan kemampuannya. Sebagai contoh, ketika siswa secara nyata menyaksikan kesuksesan orang lain dengan usia dan kemampuan yang setara dengannya, mereka akan lebih mungkin mengembangkan self-efficacy yang lebih besar

22

Galuh.., “Hubungan Efikasi Diri..,35.

23

Ormrod, Psikologi Pendidikan.., 26.

24

Ibid., 26.

25


(34)

26

dibandingkan menyaksikan guru mereka yang mencontohkan perilaku tertentu.26

3. Verbal persuasion (persuasi verbal)

Bentuk persuasi bersifat verbal berupa pujian, dorongan, dan sejenisnya dapat meningkatkan self-efficacy dengan cara menunjukkan secara eksplisit hal-hal yang telah mereka dengan baik sebelumnya atau hal-hal yang sedang mereka lakukan saat ini dengan baik.27 Seorang individu mendapat bujukan atau

sugesti untuk percaya bahwa ia dapat menyelesaikan sesuatu atau mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Sugesti yang diberikan tersebut terkadang memiliki tujuan untuk menyemangati atau malah menjatuhkan performa seseorang.28 Efek dari sumber ini terbatas, namun pada kondisi yang

tepat persuasi dari orang sekitar akan memperkuat efikasi diri seseorang. Kondisi ini adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan dukungan realistis dari apa yang dipersuasikan.29 Persuasi verbal yang disampaikan

secara tidak langsung juga dapat memberi dampak pada self-efficacy. Hal ini dapat dicontohkan pada saran atau masukan yang diberikan pada seseorang yang sedang berusaha keras menyelesaikan suatu tugas yang sulit ia kerjakan. Dengan kata lain, orang tersebut sebenarnya mengomunikasikan bahwa kesulitan yang dialami seseorang dapat diperbaiki dengan sedikit ketekunan dan perbaikan saja melalui masukan yang diberikan.30 Selain persuasi verbal

tidak langsung, ada pula persuasi yang diberikan dalam bentuk tindakan berupa

26

Ormrod, Psikologi Pendidikan.., 26.

27

Ibid.,25.

28

Howard dan Miriam W. Schustack, Kepribadian: Teori, 283.

29

Ibid.,hlm. 36

30


(35)

27

bantuan kepada seseorang yang sedang berjuang dalam menyelesaikan suatu tugas. Persuasi dalam bentuk bantuan dengan cara mengajaknya mengerjakan bersama tugas yang sulit dikerjakannya sendiri dapat meningkatkan self-efficacy seseorang dengan memberinya bantuan dalam bentuk tindakan.31 4. Emotional state (keadaan emosi)

Keadaan emosi yang mengikuti suatu perilaku akan memengaruhi efikasi diri pada situasi itu. Emosi takut, cemas, dan stres yang kuat dapat memengaruhi efikasi diri. Namun, bisa juga terjadi peningkatan emosi (yang tidak berlebihan). Pada saat seorang individu berada dalam kondisi tertekan, kondisi emosionalnya dapat memengaruhi pengharapan individu terhadap hasil yang diharapkan. Sehingga, rasa takut atau cemas akan kegagaan dapat membuat individu tidak yakin dalam tugas yang dihadapinya.32 Selain aspek emosional,

Bandura juga menyebut physiological and affective state sebagai sumber informasi perkembangan self-efficacy. Seorang individu akan menjadikan keadaan fisiologisnya sebagai acuan dalam menilai apakah suatu pekerjaan dapat ia selesaikan dengan baik atau tidak.33 Dengan demikian, keadaan

fisiknya dapat menjadi sumber penilaian atas kemampuannya dalam menyelesaikan tugas tertentu. Ketika terlibat dalam aktivitas yang membutuhkan stamina kuat, namun tubuh merasa mudah lelah, nyeri, pegal dapat melemahkan efikasi diri karena merasa fisik tidak mendukung lagi.34

31

Ibid., 25.

32

Ria Rahmawati, “ Hubungan Self-efficacy dengan Kecemasan Berbicara pada Siswa di SMA Walisongo Gempol Pasuruan,” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), 23.

33

Ibid.,23.

34


(36)

28

Dari empat sumber informasi di atas, pengalaman keberhasilan sendirilah yang menjadi sumber informasi terpenting. Sumber dari pengalaman keberhasilan di masa lalu yang lebih banyak memengaruhi tingkat self-efficacy seseorang dibandingkan kektiga sumber lainnya. Hal itu dikarenakan pengalaman tersebut yang paling banyak memberikan informasi otentik terkait kemampuan seseorang apakah ia dapat mengerahkan hal-hal yang dapat membuatnya berhasil.35 Setelah

itu, secara berurutan setelah mastery experience adalah vicarious experience,

persuasi verbal dan reaksi emosional.36

C.Hubungan Self-Efficacy dengan Outcome Expectancy

Selain keyakinan efikasi, faktor lain yang ikut memengaruhi tindakan seseorang dalam berperilaku adalah harapan. Teori psikologi mengemukakan bahwa harapan-harapan tersebut memengaruhi beberapa tindakan yang difokuskan terhadap hasil yang diharapkan.37 Dengan demikian, kinerja seseorang

dipengaruhi oleh harapannya, sedang di sisi lain hasil (outcome) timbul/dihasilkan oleh tindakan tersebut.38 Tolman (1932, 1951) menginterpretasikan terkait

perkembangan harapan bahwa perilaku akan menghasilkan hasil-hasil tertentu. Hubungan antara outcome expectancy dengan self-efficacy ditentukan oleh bagaimana lingkungan seseorang dapat memberikan respon yang positif atau negatif. Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi dalam suatu lingkungan yang responsif, akan memberikan prestasi yang bernilai berupa aspirasi,

35

Bandura, Self-Efficacy: The Exercise.., 80.

36

Howard dan Miriam W. Schustack, Kepribadian: Teori .., 283.

37

Bandura, Self-Efficacy: The Exercise.., 19.

38


(37)

29

produktivitas dalam aktivitas, dan rasa pemenuhan.39 Hal tersebut dikarenakan

lingkungan tersebut memberikan respon yang positif terhadap seseorang sehingga memberikan hasil yang diharapkan. Hal ini sedikit berbeda ketika seseorang dengan efikasi yang tinggi berada dalam lingkungan dengan tingkat respon yang rendah. Individu dengan self-efficacy tinggi yang tidak mampu mencapai hasil yang bernilai melalui prestasi diri tidak akan berhenti mencoba.40 Berbeda halnya

dengan individu yang berefikasi rendah. Mereka akan cepat menyerah ketika usaha mereka gagal dalam mencapai hasil yang diinginkan.

Di sisi lain, seseorang dengan efikasi tinggi dalam lingkungan yang tidak responsif akan menghasilkan kebencian, sikap protes, dan usaha kolektif dalam mengubah tatanan kebiasaan yang telah ada. Sehingga, orang-orang akan meninggalkan lingkungan yang tidak responsif terhadap usaha mereka dan malah mengejar aktivitas mereka di tempat lain.41 Selain itu, orang-orang yang

keyakinan efikasinya rendah dan tidak banyak melakukan usaha, sedang orang lain seperti mereka memeroleh hasil yang bernilai, maka orang-orang tersebut akan bersikap apatis dan pasrah pada kehidupannya. Jika tidak ada orang yang sukses, orang-orang tersebut akan bertambah yakin terhadap ketidakmampuannya dalam memperbaiki kondisi manusia. Alhasil, mereka tidak akan berusaha keras untuk menghasilkan sebuah perubahan.42

Maka dari itu, self-efficacy memengaruhi pilihan tindakan seseorang yang akan berpengaruh terhadap kinerjanya dalam mencapai sesuatu. Sebab, seseorang

39

Ibid., 20-21.

40

Ibid., 21.

41

Ibid., 21.

42


(38)

30

yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mencurahkan segala usaha dan perhatiannya untuk mencapai sesuatu sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan dalam situasi tertentu.43 Dalam hal ini, self-efficacy menggerakkan motivasi seseorang melalui pembentukan aspirasi-aspirasi, serta mendorong pencapaian hasil yang diharapkan.44 Sehingga, kinerja yang dilakukan seseorang sangat

menentukan perolehan hasil yang diharapkan. Dengan demikian, hasil yang diperoleh individu bergantung pada bagaimana penilaian seberapa mampu individu tersebut mencapai sesuatu dalam situasi yang dihadapi. Penilaian tersebut nantinya yang akan mendorong usaha yang lebih maksimal dan akhirnya memberikan hasil yang maksimal pula.45

D.Proses Self-Efficacy

Secara langsung, proses efikasi diri dimulai sebelum individu memilih pilihan mereka dan mengawali usaha mereka. Secara umum, Bandura menjelaskan bahwa keyakinan efikasi orang-orang memengaruhi hampir segala hal yang mereka lakukan, yakni bagaimana mereka berpikir (kognisi), memotivasi diri mereka sendiri (motivation), bagaimana perasaan mereka (afeksi), dan bagaimana mereka berperilaku (dengan menyeleksi tindakan-tindakan yang akan

43

Cecilia Engko, “Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Individual dengan Self-Esteem dan

Self-Efficacy sebagai Variabel Intervenig,” Simposium Nasional Akuntansi Padang, Universitas

Pattimura, (23-26 Agustus 2006), 4.

44

Ibid., 35.

45


(39)

31

diambil).46 Dengan demikian, self-efficacy mengatur manusia melalui empat proses utama, yaitu:47

1. Proses Kognitif

Efikasi diri mempengaruhi proses berpikir yang dapat meningkatkan atau mempengaruhi performa dan bisa muncul dalam berbagai bentuk, antara lain:48

a. Konstruksi Kognitif b. Menyimpulkan 2. Proses Motivasional49

Kemampuan untuk memotivasi diri dan melakukan tindakan yang memiliki tujuan berdasarkan pada aktvitas kognitif. Mereka membentuk keyakinan bahwa diri mereka bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan

outcome positif dan negatif, dan mereka menetapkan tujuan dan merencanakan tindakan yang dibuat untuk merealisasikan nilai-nilai yang diraih di masa depan dan menolak hal-hal yang tidak diinginkan.50

3. Proses Afektif

Keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya dipengaruhi seberapa banyak tekanan yang dialami ketika menghadapi situasi yang mengancam. Reaksi-reaksi emosional tersebut dapat memengaruhi tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pengubahan jalna pikiran. Orang percaya bahwa dirinya dapat mengatasi situasi yang mengancam, menunjukan kemampuan oleh karena itu tidak merasa cemas atau terganggu oleh

46

Bandura, Self-Efficacy: The Exercise.., 19.

47

Galuh, “Hubungan Efikasi Diri..,37.

48

Ibid., 37.

49

Ibid., 37.

50


(40)

32

ancaman yang dihadapinya. Sedangkan orang yang merasa bahwa dirinya tidak dapat mengontrol situasi yang mengancam akan mengalami kecemasan yang tinggi.51

4. Proses Seleksi

Dengan menyeleksi lingkungan, orang mempunyai kekuasaan akan menjadi apa mereka. Pilihan-pilihannya dipengaruhi oleh keyakinan kemampuan personalnya. Orang akan menolak aktivitas-aktivitas dan lingkungan yang mereka yakini melebihi kemampuan mereka. Tetapi siap untuk melakukan aktivitas dan memilih lingkungan sosial yang mereka nilai dapat mereka atasi semakin tinggi penerimaan efikasi diri, semakin menantang aktivitas yang mereka pilih.52

Dari keempat proses di atas, seseorang dapat menampilkan sebuah kinerja dalam mencapai sesuatu atau menyelesaikan tugas yang dibebankan, dan mengatasi hambatan yang sedang dihadapi. Kinerja yang ditampilkan dapat berupa pola perilaku yang merujuk pada seberapa tinggi self-efficacy yang dimiliki individu. Berikut pola perilaku yang ditampilkan oleh individu dengan

self-efficacy tinggi maupun rendah.

Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi, merupakan individu yang cenderung:53

1. Aktif memilih peluang terbaik

2. Mampu mengelola situasi dan menetralisir hambatan 3. Menetapkan tujuan

51

Ibid., 39.

52

Ibid., 39.

53


(41)

33

4. Merencanakan, persiapan dan praktek 5. Bekerja keras

6. Kreatif dalam memecahkan masalah 7. Belajar dari kegagalan

8. Memvisualisasikan keberhasilan 9. Membatasi stres

Sedangkan individu yang efikasi diri yang rendah, ialah individu yang:54

1.Pasif

2.Menghindari tugas yang sulit

3.Memiliki aspirasi dan komitmen yang lemah 4.Fokus pada kekurangan pribadi

5.Tidak mengupayakan apapun 6.Berkecil hati karena kesulitan

7.Menganggap nasib buruk sebagai penyebab dari kegagalan 8.Memaklumi kegagalan

9.Mudah khawatir, stres dan menjadi depresi

E.Dampak dari Self-Efficacy

Self-efficacy pada individu akan memengaruhi perilaku dan kognisi seseorang. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa persepsi individu terhadap kemampuannya memengaruhi empat hal utama yaitu, pola pikir, motivasi, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian, self-efficacy individu dalam

54


(42)

34

menyelesaikan atau mencapai sesuatu akan berdampak atau berpengaruh pada beberapa hal berikut ini:

1. Pilihan tindakan/aktivitas

Seorang individu cenderung memilih tugas dan aktivitas yang mereka yakin akan berhasil dibandingkan aktivitas yang mereka tidak yakin dapat berhasil mencapainya. Selain itu, individu tersebut juga cenderung menghindaritugas dan aktivitas yang mereka yakin akan gagal.55 Tingkat efikasi seseorang akan

memengaruhi tindakan atau aktivitas yang akan dipilihnya sesuai dengan persepsinya terhadap kemampuannya.

2. Tujuan

Seseorang akan menetapkan tujuan yang lebih tinggi bagi diri mereka sendiri ketika mereka memiliki self-efficacy yang tinggi di bidang tersebut.56 Hal tersebut dikarenakan tujuan yang ditetapkan akan disesuaikan dengan tingkat efikasi yang dimiliki seseorang.

3. Usaha dan persistensi

Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan lebih mengerahkan usahanya dalam mencapai atau menyelesaikan sesuatu dibandingkan individu yang memiliki self-efficacy yang rendah. Orang dengan self-efficacy yang tinggi tersebut akan lebih gigih dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi rintangan dalam proses pencapainnya tersebut.57

4. Prestasi dan pembelajaran

55

Ormrod, Psikologi Pendidikan.., 21.

56

Ibid., 22.

57


(43)

35

Self-efficacy yang tinggi dalam persepsi seseorang akan membuatnya lebih banyak belajar dan berprestasi dibandingkan orang yang berefikasi rendah.58

Hal tersebut karena individu yang yakin dapat melakukan suatu tugas lebih mungkin menyelesaikan tugas tersebut dengan sukses dibandingkan individu yang tidak yakin, meski keduanya memiliki kemampuan yang sama. Dengan demikian, individu tersebut akan lebih banyak belajar melalui proses-proses kognitif yang dialaminya dalam proses penyelesaian tugasnya itu.

58


(44)

BAB III

SELF-EFFICACY

DALAM

AL-QUR’A<

N

A. Ayat-ayat Self-Efficacy Dalam Al-Qur’a>n

Self-efficacy berkenaan dengan penilaian seseorang terhadap kemampuan yakni seberapa besar keyakinannya terhadap kapasitas dan kompetensi yang dimilikinya untuk bisa menyelesaikan pekerjaan dengan sukses. Konsep yang dikemukakan oleh Prof. Albert Bandura tersebut sebenarnya telah dijelaskan dalam al-Qur’a>n dan berkaitan dengan konsep keimanan.1 Keterkaitan tersebut

kemudian yang memengaruhi kondisi mental seseorang sehingga dapat membentuk pribadi yang sabar, senantiasa bersyukur dan bertawakkal kepada Allah. Selain itu menurut Noornajihan, efikasi diri (self-efficacy) dalam Islam tidak hanya berkenaan dengan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam hal-hal tertentu saja, melainkan self-efficacy dalam Islam mencakup berbagai bidang. Hal tersebut berbeda dengan konsep yang berkembang di Barat yang menurut Bandura bersifat subjektif dan spesifik pada hal tertentu saja.2

Dalam al-Qur’a>n, Allah berfirman dalam berbagai surah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa yakin, teguh, dan tidak bersikap lemah dalam menyelesaikan tugas atau mencapai sesuatu. Keyakinan tersebut disandarkan kepada keimanan seseorang kepada Allah serta mengharap pertolongan dari-Nya. Dalam ayat-ayat yang lain juga, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berserah

1

Noornajihan, J, “Efikasi Kendiri: Perbandingan antara Islam dan Barat”, GJAT, Vol. 4, Issue 2,

Fakulti Pengajian Quran dan Sunah, Universiti Sains Islam Malaysia, (December 2014), 89.

2


(45)

37

diri, pasrah pada ketentuan yang ditakdirkan oleh Allah bersyukur atas kesuksesan yang diperoleh dan bersabar terhadap kegagalan yang didapat.

Terkait dengan konsep self-efficacy dalam al-Qur’a>n, ayat-ayat yang akan diteliti terkait konsep keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tugas tertentu sebatas pelacakan penulis adalah berjumlah empat ayat. Adapun ayat-ayat tentang sikap tawakkal seseorang dalam usaha mencapai tujuannya dijelaskan dalam berbagai surah dalam al-Qur’a>n dan penulis membatasi penelitian ini terhadap beberapa surah.surah-surah tersebut antara lain surah al-Anfa>l: 2, A<li ‘Imra>n: 159-160, al-Tawbah: 51, dan al-Ma>’idah: 23. Sedangkan ayat-ayat al-Qur’a>n yang menjelaskan tentang sabar dan memiliki hubungan dengan self-efficacy seseorang dalam mencapai suatu tujuan, juga dijelaskan dalam berbagai surah. Penulis membatasi kajian penelitian ini terhadap beberapa ayat-ayat saja. Adapun ayat-ayat tersebut ialah al-Tawbah: 51, A<li ‘Imra>n: 200, al-Anfa>l: 65-66, dan al-A‘ra>f: 128. Di sisi lain, self-efficacy individu yang beriman juga berhubungan dengan sikap syukurnya kepada Allah Swt. Syukur tersebut dijelaskan dalam al-Qur’a>n yaitu pada surah Ibra>hi>m: 7, al-D{uh}a>: 11, al-Naml: 40 dan Luqma>n: 12. Demikian, jumlah ayat yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah 16 ayat dan akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.

B. Substansi Self-Efficacy Dalam Al-Qur’a>n

Konsep self-efficacy yang dijelaskan dalam al-Qur’a>n memiliki substansi yang komprehensif dan bersifat umum. Sebagaimana yang telah disampaikan


(46)

38

sebelumnya bahwa, konsep self-efficacy dalam al-Qur’a>n memiliki keterkaitan dengan konsep ulu>hi>yah dan konsep manusia sebagai konsep manusia sebagai ahsa>n al-taqwi>m.3 Demikian, substansi dalam konsep self-efficacy yang akan dibahas oleh penulis ialah konsep keimanan atau ulu>hi>yah yang memiliki keterkaitan dengan self-efficacy. Hal-hal yang terkandung dalam konsep keimanan pada self-efficacy meliputi:

1. Keyakinan seseorang kepada Allah dan harapannya terhadap rahmat pertolongan-Nya,

2. Adanya keterlibatan Allah dalam usaha manusia, serta 3. Keberhasilan yang semata-mata berasal dari Allah Swt.

Hal-hal tersebut dijelaskan dalam al-Qur’a>n berkenaan dengan keyakinan individu dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Adanya keimanan dalam efikasi seseorang tersebut kemudian melahirkan sikap-sikap terpuji yakni sikap tawakkal kepada Allah dalam segala upaya-upayanya, sabar (konsisten) dalam rintangan kesulitan bahkan kegagalan serta bersyukur terhadap keberhasilan yang diperoleh. Hal-hal tersebut bertolak belakang dengan konsep yang selama ini berkembang di Barat yang tidak mengaitkan konsep keimanan dengan self-efficacy seseorang. Ketiadaan keimanan dalam konsep tersebut berdampak pada ketiadaan ekspektasi (harapan) seseorang terhadap rahmat dan pertolongan Allah. Selain itu, ketiadaan keimanan dalam konsep Barat tersebut juga berdampak pada tidak adanya keterlibatan Allah dalam usaha manusia.

3

Noornajihan J, “Efikasi Kendiri: Perbadingan antara Islam dan Barat”, GJAT, Vol. 4 Issue 2, (December 2014), 89.


(47)

39

Hal tersebut kemudian yang mendasari konsep di Barat bahwa kinerja seseorang dalam mengupayakan tujuan yang diinginkan menentukan hasil yang diperoleh. Menurut konsep di Barat, hasil tersebut timbul dari usaha yang dilakukan. Sedang al-Qur’a>n menjelaskan secara eksplisit bahwa kemenangan murni berasal dari Allah termasuk keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuan yang diharapkan atau dalam tugas yang dibebankan kepadanya. Berikut akan penulis paparkan mengenai konsep self-efficacy yang diterangkan dalam al-Qur’a>n.

C. Konsep Self-Efficacy Dalam Al-Qur’a>n

Self-efficacy berkaitan dengan persepsi seseorang tentang kemampuanya dalam menyelesaikan tugas atau mencapai tujuannya berpengaruh pada motivasi seseorang yang kemudian akan mendorong individu tersebut berusaha yang lebih keras. Allah Swt berfirman:

ﺸﻮﺴِ ﺎﺴ ُﺮﱢـﺴُـ ﺴ ﺒ نِﺐ ِ ﺒ ِﺮﺸﺴأ ﺸ ِ ُﺴﻮُﻈﺴﺸﺴ ِِﺸﺴ ﺸ ِﺴو ِﺸﺴﺪﺴ ِﺸﲔﺴـ ﺸ ِ ﺲتﺎﺴﱢﺴُ ُﺴ

ﺒوُﺮﱢـﺴُـ ﱴﺴ ﺳم

ﺳمﺸﻮﺴِ ُ ﺒ ﺴﺚﺒﺴﺜﺴأ ﺒﺴﺛِﺐﺴو ﺸ ِﻬِ ُﺸـﺴﺄِ ﺎﺴ

ﱡ ﺳلﺒﺴو ﺸ ِ ِِوُﺚ ﺸ ِ ﺸُﺴﳍ ﺎﺴﺴو ُﺴ ﺚﺴﺮﺴ ﺴ ﺒًﺌﻮُ

١١

(

3F 4

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Surah al-Ra‘d ayat 11 yang turun di Makkah tersebut mengisyaratkan bahwasanya manusia diberi kesempatan untuk mengubah kondisinya dengan cara

4


(48)

40

mengubah keadaan dalam diri mereka. M. Quraish Shihab menafsirkan kalimat (

ﺎﺴ

ﺸ ِﻬِ ُﺸـﺴﺄِ

) sebagai ‘sisi dalam’ atau kondisi kejiwaan manusia, sedang Hamka menyebutnya sebagai kekuatan dan akal budi yang dianugerahkan Allah kepada manusia sehingga manusia dapat bertindak sendiri dan mengendalikan dirinya sendiri di bawah naungan Allah.4 F

5

Dengan demikian, manusia berkuasa atas dirinya selama masih dalam batas-batas ketentuan Allah dengan mengandalkan sisi dalam atau akal budi mereka.5 F

6

Perubahan yang terjadi karena sebab perubahan ‘sisi dalam’ ( ﺳمﺸﻮﺴِ ﺎﺴ) menurut Shihab adalah perubahan dalam bentuk apa saja, baik perubahan dari hal yang positif menjadi negatif ataupun sebaliknya (dari negatif berubah positif).6F

7

Terkait hal tersebut, Bandura menyatakan bahwasanya self-efficacy yang dimiliki seseorang akan mementukan apakah orang tersebut akan menampilkan perilaku tertentu atau tidak. Kinerja pencapaian yang dilakukan seseorang dipengaruhi oleh tingkat keyakinannya. Tanpa adanya self-efficacy,seseorang bahkan akan enggan untuk mencoba sesuatu karena individu tersebut sudah tidak yakin terhadap kemampuannya.7F

8

Meski perubahan yang dimaksud dalam surah al-Ra‘d ialah perubahan sosial dengan melihat kata qawm yang menunjuk pada kelompok masyarakat. Akan tetapi, perubahan sosial dapat bermula dari individu dalam masyarakat yang

5

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ 13 Surat 13 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 73.

6

Ibid., 73.

7

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 568.

8

Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Kepribadian; Teori Klasik dan Riset Modern,


(49)

41

kemudian menyebar ke masyarakat luas berupa ide-ide atau gagasan yang ia sampaikan. Shihab menjelaskan bahwa sesuatu yang menular dari perseorangan kepada masyarakat ialah pola pikir dan sikap perorangannya yang memengaruhi masyarakat luas.8F

9

Demikian, perubahan dalam masyarakat yang bermula dari individu dipengaruhi oleh pola pikir perseorangan yang terdapat dalam sisi dalam mereka ( ﺸ ِﻬِ ُﺸـﺴﺄِ ﺎﺴ).

Pentingnya perubahan ‘sisi dalam’ karena ‘sisi dalam’ tersebutlah yang akan melahirkan aktivitas-aktivitas baik yang bersifat positif ataupun negatif dalam berbagai bentuk dan sifatnya. Shihab berpendapat bahwa sisi dalam manusia meliputi nilai-nilai yang dianut dan dihayati, tekad dan kemauan keras, serta kemampuan.9F

10

Nilai yang dianut oleh manusia dapat berupa nilai yang positif maupun negatif. Nilai tersebut yang akan mendorong gerak langkah dan melahirkan aktivitas-aktivitas tertentu baik berupa aktivitas yang positif maupun negatif. Oleh karena itu, nilai tersebut harus jelas dan kuat sehingga dapat mengarahkan dan memotivasi aktivitas guna menghasilkan sesuatu pada sisi luar manusia. Dengan demikian, nilai yang dianut oleh seseorang berpengaruh pada usaha yang dilakukannya.

Di samping itu, Shihab juga menegaskan bahwa ira>dah (tekad dan kemauan keras) lahir dari nilai-nilai yang ditawarkan dan diseleksi oleh akal dan dapat menghasilkan aktivitas bila disertai dengan kemampuan. Selaras dengan hal tersebut, Bandura mengatakan bahwa keyakinan (self-efficacy) individu akan memberikan efek pada diri individu tersebut. Keyakinan seseorang akan

9

Ibid.,569.

10


(50)

42

memengaruhi rangkaian tindakan yang diambil untuk mencapai sesuatu dan seberapa besar usaha yang ia lakukan. Di samping itu, keyakinan seseorang akan memengaruhi seberapa lama ia akan gigih dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, atau ketabahannya dalam menghadapi kemalangan. Keyakinan tersebut juga terkait bagaimana pola pikir seorang individu menghalangi diri atau membantu dirinya sendiri, serta tingkat prestasi yang ia capai.11 Hal tersebut

terjadi karena keyakinan self-efficacy dalam diri individu akan memprediksi rangkaian tujuan bagi dirinya serta kinerja dalam mencapai tujuan tersebut.12

Dari pemaparan di atas maka nilai-nilai yang dimaksud Shihab (yang dapat melahirkan perilaku tertentu dalam rangka merubah nasib seseorang) juga terkait dengan persepsi seseorang terhadap kompetensi yang dimilikinya (self-efficacy). Hal tersebut (sebagaimana pendapat Hamka) karena Allah tidak akan merubah nasib seseorang jika individu tersebut tidak berusaha merubah nasibnya.13 Sedang usaha yang dilakukan seseorang bergantung pada seberapa

besar keyakinannya terhadap kemampuannya. Keyakinan yang dimiliki individu terkait kemampuannya dalam mencapai suatu tujuan akan memengaruhi usaha yang dilakukannya. Semakin kuat keyakinan seseorang terhadap kemampuannya, maka akan semakin besar usaha yang dilakukannya. Sebaliknya, semakin rendah

self-efficacy seseorang, maka akan semakin kecil usaha yang dilakukannya. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Bandura (1983) bahwa semakin kuat

self-efficacy (positif) seseorang maka akan semakin semangat untuk mencapai

11

Albert Bandura, Self-Efficacy: The Exercise of Control, (New York: W. H. Freeman and Company, 1997), 3.

12

Ibid., 11.

13


(51)

43

tujuannya, begitu juga sebaliknya. Self-efficacy sebagai konsep diri seseorang akan mengarahkan seseorang tersebut agar tetap semangat untuk mencapai suatu yang telah diyakini. Oleh karena itu, individu yang sudah yakin terhadap kemampuannya, maka ia akan berusaha dengan penuh semangat. Dengan demikian, individu yang memiliki self-efficacy tinggi merupakan individu yang memiliki keinginan yang kuat dan tidak mudah putus asa dalam mencapai tujuannya.14

Konsep keyakinan seseorang dalam mencapai suatu tujuan banyak dijelaskan dalam al-Qur’a>n dan selalu dikaitkan dengan keimanan kepada Allah. Allah Swt berfirman:

ﺴﱃِﺐ ﺴ ﺴﺜ ِﻮُ ﺸﺛِﺐ

ﺴ ﺸﺮﺒ ﺒوُﺮﺴﺴ ﺴ ِﺬﺒ ِبﻮُُـ ِﰲ ِﺸُﺄﺴ ﺒﻮُﺴآ ﺴ ِﺬﺒ ﺒﻮُﱢﺴﺴـ ﺸ ُ ﺴﺴ ﱢﱐﺴأ ِﺔﺴِ ﺴﺸﺒ

ﱡ ﺳنﺎﺴﺴـ ُ ﺸ ُﻬﺸـِ ﺒﻮُِﺮﺸﺿﺒﺴو ِﺨﺎﺴﺸﻷﺒ ﺴﺨﺸﻮﺴـ ﺒﻮُِﺮﺸﺿﺎﺴ

١ﺻ

(

14F

15

12. (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.

Surah al-Anfa>l: 12 tersebut merupakan surah dalam al-Qur’a>n yang turun di Madinah pada saat terjadi perang Badar antara kaum mukminin dengan kaum Quraisy Makkah. Ayat tersebut menerangkan tentang pentingnya keteguhan pendirian umat Islam pada saat menghadapi perang Badar. Dalam ayat tersebut, Allah berfirman kepada para malaikat untuk meneguhkan pendirian orang-orang beriman yang pada saat itu akan menghadapi kaum Quraisy dalam perang Badar. Dalam menafsirkan ayat ini, (“Sesungguhnya Aku bersamamu”) Shihab

14

Noornajihan, J, “Efikasi Kendiri:.., 92.

15


(52)

44

berpendapat bahwa Allah mengetahui keadaan kamu dan mendukung kamu.Oleh karena itu, yakinlah akan kemenangan karena siapapun yang ditemani Allah pasti akan menang. Maka teguhkanlah (hati dan pendirian) orang-orang yang telah berimandengan berbagai cara.”16 Dengan demikian, kaum muslimin pasti dibantu

oleh Allah dan mereka mendapat ketetapan hati karena mereka adalah orang-orang yang beriman.17

Dalam mencapai suatu tujuan atau prestasi, seseorang memiliki dua bentuk ekspektasi dalam dirinya. Ekspektasi tersebut ialah ekspektasi hasil di samping efikasi ekspektasi atau self-efficacy. Ekspektasi hasil terkait dengan perkiraan atau harapan atas hasil yang dapat diperoleh seseorang dari perilaku yang dilakukannya. Sedangkan di lain sisi, usaha seseorang didorong oleh harapan dan persepsinya terhadap dirinya bahwa dia memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan yang diharapkan dalam pencapaian tujuannya (self-efficacy).18 Konsep tersebut tidak mengaitkan adanya harapan seseorang kepada tuhannya. Sedang dalam al-Qur’a>n surah Yu>suf: 87, al-Qur’a>n menjelaskan secara eksplisit tentang perintah untuk mengharap pertolongan Allah yang diwujudkan dalam perkataan Ya‘qu>b kepada anak-anaknya dalam pencarian Yu>suf. Dengan demikian, konsep ulu>hi>yah yang dijelaskan dalam al-Qur’a>n terkait ketidakputusasaan seorang yang beriman kepada Allah tidak dijelaskan dalam konsep self-efficacy di Barat.

Ekspektasi/harapan seseorang terhadap pertolongan dan rahmat Allah dalam al-Qur’a>n surah Yu>suf: 87, menunjukkan adanya bentuk ekspektasi lain

16

Shihab, Tafsir al-Mishbah; Vol. 4 ed. baru (Ciputat: 2009),479.

17

Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ 9.., 264.

18


(53)

45

selain ekspektasi hasil serta keyakinan self-efficacy. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa, individu yang memiliki self-efficacy tinggi tidak akan mudah putus asa karena keyakinan dan semangatnya yang kuat, maka dalam al-Qur’a>n keyakinan tersebut selalu disandarkan pada harapan terhadap rahmat Allah. Demikian, tidak putus asanya seseorang mukmin dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya ialah tidak berputus asa dari rahmat Allah tersebut. Firman Allah Swt dalam surah Yu>suf:

ِﺘﺸوﺴﺜ ﺸ ِ ُ ﺴﺸﺴـ ُ ِﺐ ِ ﺒ ِﺘﺸوﺴﺜ ﺸ ِ ﺒﻮُ ﺴﺄﺸﺴـ ﺴو ِ ِﺴأﺴو ﺴ ُﻮُ ﺸ ِ ﺒﻮُ ﺴ ﺴﺴـ ﺒﻮُﺴﺸﺛﺒ ِﲏﺴ ﺎﺴ

ِ ﺒ

ﱡ ﺴنوُﺮِﺎﺴ ﺸﺒ ُمﺸﻮﺴﺸﺒ ِﺐ

٨٧

(

18F 19

Hai anak-anakku, Pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".

Surah Yu>suf merupakan salah satu surah makki>yah yang diturunkan di Makkah pada saat tahun-tahun kesedihan umat Islam karena meninggalnya Khadi>jah dan pamannya Abu> T{alib, bai‘at ‘aqa>bah pertama dan kedua.19 F

20

Surah ini merupakan satu-satunya surah yang turun pada masa sulit tersebut dalam sejarah kehidupan Rasulullah di Makkah. Qut}b menyatakan bahwasanya surah ini merupakan surah makki>yah karena secara keseluruhan surah ini memiliki identitas yang jelas sebagaimana ciri-ciri dari surah-surah makki>yah. Hal tersebut dapat dilihat dari topiknya, nuansa, bayangan dan arahannya.20 F

21

19

Al-Qur’a>n, 12: 87

20

Sayyid Qut}b, Tafsir fi Zhilalil Qur’an: di Bawah Naungan al-Qur’an Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 302.

21


(54)

46

Kata ﺒﻮُ ﺴﺴ berasal dari kata ُ ﺴ ﺴﺴـ - ﺴ ﺴﺴ yaitu dari kata ﺴ yang artinya indera tersebut bermakna upaya sungguh-sungguh dalam mencari sesuatu baik sesuatu tersebut berupa berita atau barang, secara terang-terangan maupun sembunyi, bahkan untuk kebaikan maupun keburukan.21F

22

Firman Allah dalam surah Yu>suf tersebut menunjukkan adanya keimanan dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan atau menyelesaikan tugas yang diberikan, yakni harapan terhadap pertolongan Allah. Perkataan Ya‘qu>b dalam surah Yu>suf kepada anak-anaknya merupakan tugas yang dibebankan kepada anak-anaknya untuk mencari tahu keberadaan Yusuf dan saudaranya (Benyamin). Lalu, terkait tugas yang diberikan Ya‘qu>b kepada anak-anaknya tersebut, ia berpesan untuk tidak berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah. Ya‘qu>b juga menegaskan perlunya tidak berputus asa dari rahmat Allah karena hanyalah orang-orang kafir yang berputus asa dari rahmat Allah.

Larangan Ya‘qu>b kepada anak-anaknya untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah dapat dipahami sebagai perintah untuk selalu yakin pada rawh} (rahmat, kemudahan dan pertolongan) Allah. Penggalan ayat ُمﺸﻮﺴﺸﺒ ِﺐ ِ ﺒ ِﺘﺸوﺴﺜ ﺸ ِ ُ ﺴﺸﺴـ ُ ِﺐ ﺴنوُﺮِﺎﺴ ﺸﺒ mengisyaratkan bahwasanya orang yang beriman selalu bersikap optimis dan tidak putus berusaha selama masih ada peluang yang tersedia.22 F

23

Bahkan, Shihab juga menegaskan bahwa keputusasaan identik dengan kekufuran yang besar. Hal tersebut dikarenakan apabila kekufuran seseorang belum sampai pada tingkat kekufuran yang tinggi, maka dia tidak akan kehilangan harapan.

22

Shihab, al-Mishba>h: Pesan, Vol. 6.., 513.

23


(55)

47

Sebaliknya, semakin kuat keimanan seseorang, maka semakin besar juga harapannya.24 Dengan demikian, al-Qur’a>n menegaskan bahwasanya dalam

mencapai sesuatu yang diinginkan, seseorang yang beriman akan yakin pada kemampuannya serta pada pertolongan Allah. Sebab, orang yang tidak yakin pada kemampuannya, ia akan mudah putus asa terutama putus asa terhadap rahmat dan pertolongan Allah. Keputusasaan tersebut mengindikasikan kurangnya keimanan dalam diri individu sehingga menyebabkan mudahnya ia putus asa.

Pada situasi yang berbeda, al-Qur’a>n juga menceritakan kisah tentang pasukan T{a>lu>t yang hendak berperang melawan tentara Ja>lu>t dalam surah al-Baqarah: 250 yang turun di Madinah dengan mengutip doa mereka kepada Allah:

ﺴﺸﺮُ ﺸﺒﺴو ﺎﺴﺴﺒﺴﺪﺸﺴأ ﺸ ﱢﺴـﺴو ﺒًﺮﺸـﺴ ﺎﺴﺸـﺴﺴ ﺸغِﺮﺸﺴأ ﺎﺴـﺴﺜ ﺒﻮُﺎﺴ ِِﺚﻮُُ ﺴو ﺴتﻮُﺎﺴِ ﺒوُزﺴﺮﺴـ ﺎ ﺴﺴو

ﺴ ِﺮِﺎﺴ ﺸﺒ ِمﺸﻮﺴﺸﺒ ﻰﺴﺴ ﺎ

)

ﺻ٥٠

(

24F

25 250. Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: "Ya Tuhan Kami, tuangkanlah kesabaran atas diri Kami, dan kokohkanlah pendirian Kami dan tolonglah Kami terhadap orang-orang kafir."

Permohonan doa tentara T{a>lu>t tersebut menunjukkan adanya harapan kepada Allah dengan memohon dilimpahkan kemantapan dan kekuatan pendirian serta memohon pertolongan Allah dalam menghadapi orang-orang kafir. Terkait ayat tersebut, al-Zamakhshari> dalam tafsirnya (al-Kashsha>f) menafsirkan bahwasanya, mereka berdoa, “Limpahkanlah kepada kami kemantapan dalam memerjuangkan kemerdekaan berupa kekuatan hati serta serta ketakutan dalam hati musuh.”25F

26

24

Ibid., 514.

25

Al-Qur’a>n, 2: 250.

26

Ima>m Abi>al-Qa>sim Ja>r Alla>h Mah}mu>d bin ‘Umar bin Muh}ammad al-Zamakhshari>, al-Kashsha>f ‘an Haqa>iq Ghiwa>mid} al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi>Wuju>h al-Ta’wi>l Ju>z, 3 (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah, 1995), 292.


(1)

84

menyikapi keberhasilan atau kegagalannya. Hal tersebut dikarenakan

tawakkal merupakan bentuk implementasi dari keimanan seseorang dan sikap

sabar serta syukur merupakan sikap yang lahir dari sikap tawakkal seseorang.

Al-Qur’a>n telah menjelaskan ketiga hal tersebut terkait dengan upaya

seseorang dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam hal ini, Allah Swt

memerintahkan orang-orang mukmin untuk senantiasa bertawakkal

kepada-Nya setelah berusaha secara maksimal. Dengan demikian, mukmin yang

beriman tidak semata-mata mengandalkan kemampuannya saja, melainkan

akan menyerahkan segala urusannya kepada Allah (tawakkal). Selanjutnya,

Allah Swt memerintahkan mukmin tersebut untuk mensyukuri keberhasilan

yang diperolehnya serta bersabar apabila ia mengalami kegagalan dalam

usahanya. Dengan demikian, self-efficacy yang terkait dengan keimanan

dalam al-Qur’a>n juga berhubungan dengan sikap tawakkal, sabar dan syukur

seorang mukmin.

B. Saran

Penelitian ini hanya fokus mengkaji konsep self-efficacy dalam al-Qur’a>n

yang terkait dengan outcome expectancy (ekspektasi hasil) yang berhubungan

dengan sikap individu terhadap hasil yang diperolehnya, serta konsep dasar

self-efficacy dalam Islam yang masih terkait dengan keimanan. Oleh karena itu,

penelitian yang akan datang hendaknya juga melihat kaitan self-efficacy dengan


(2)

85

samping itu, penelitian berikutnya dapat juga memfokuskan self-efficacy pada


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. Bandung: Penerbit Dipenegoro, 2010.

Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press, 2011.

Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2012.

Bandura, Albert. Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H.

Freeman and Company, 1997.

Baron, Robert A. dan Donn Byrne. Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta: Erlangga,

2003.

Dimashqi> (al), ‘Ima>d al-Di>n Abi>al-Fida>’ Isma>‘i>l bin ‘Umar bin Kathi>r. Tafsi>r

al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, Vol. 8. Riya>d}: Da>r T{ayyibat li al-Nashr wa al-Tawzi>‘.

1999.

Engko, Cecilia. “Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Individual dengan

Self-Esteem dan Self-Efficacy sebagai Variabel Intervenig,” Simposium

Nasional Akuntansi Padang, Universitas Pattimura, (23-26 Agustus 2006). Friedman, Howard S. dan Miriam W. Schustack. 2006. Kepribadian: Teori Klasik

dan Riset Modern Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Hadaning, Galuh Budi. “Hubungan Efikasi Diri dalam Perspektif Gender dengan

Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA al-Azhar Menganti Gresik”,


(4)

87

. Tafsir al-Azhar Vol. 9. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982. . Tafsir al-Azhar, Vol. 13. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.

. Tafsir al-Azhar, Vol. 14. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.

. Tafsir al-Azhar Vol. 30. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.

Hanun, Farida. “Pengaruh Efikasi Diri, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi

terhadap Kinerja Kepala Madrasah (Survey di Madrasah Ibtidaiyah Kota Bekasi)”. Jurnal ANALISA, Vol. 20, No. 01. Juni 2013.

Jannah, Miftahul. “Pengaruh LOCUS OF CONTROL terhadap Motivasi Kerja

melalui SELF-EFFICACY Petugas Lapangan Keluarga Berencana Pada

Badan Kependudukan, KB, dan Catatan Sipil Kabupaten Jember”. Skripsi

tidak diterbitkan (Jember: Fak. Ekonomi Universitas Jember, 2007).

Koesnaedi, Hery. 2014. Tips dan Trik Ampuh Menulis Skripsi, Tesis & Disertasi.

Yogyakarta: Araska

Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Peneitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Naysa>bu>ri> (al), Ima>m Muslim bin al-H{ajja>j al-Qushayri>. S{ah}i>h}Muslim ma‘a

Sharh}ihi al-Musamma> Ikma>l al-Kama>l al-Mu‘àllim, Vol. 4. Beiru>t: Da>r

al-Kutub al-‘Ilmi>yah, 1971.

Noornajihan, J. “Efikasi Kendiri: Perbandingan antara Islam dan Barat”. GJAT,


(5)

88

Ormrod, Jeanne Ellis. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan

Berkembang, Vol. 2. Jakarta: Erlangga, 2008.

Qut}b, Sayyid. Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Vol. 6. Depok: Gema Insani Press, 2003.

. Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Vol. 5. Depok: Gema Insani Press, 2003.

. Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Vol. 12. Depok: Gema Insani Press, 2003.

. Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Vol. 2. Depok: Gema Insani Press, 2003.

Rahmawati, Ria. “ Hubungan Self-efficacy dengan Kecemasan Berbicara pada

Siswa di SMA Walisongo Gempol Pasuruan”, Skripsi tidak diterbitkan

(Surabaya: Jurusan Psikologi UIN Sunan Ampel, 2014).

Sersiana, Luluk dan Retno Lukitaningsih, dkk. “Hubungan antara

SELF-EFFICACY Karir dan Persepsi terhadap Masa Depan Karir dengan

Kematangan Karir Siswa SMK PGRI Wonoasri Tahun Ajaran 2012/2013”,

Jurnal BK UNESA, Vol. 03 No. 1, t.t.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishba>h: Pesan, Kesan dan Kerasian al-Qur’an,

Vol. 2. Jakarta: Lentera Hati, 2007.

. Tafsir al-Mishba>h: Pesan, Kesan dan Kerasian al-Qur’an, Vol. 4. Jakarta: Lentera Hati, 2007.

. Tafsir al-Mishba>h: Pesan, Kesan dan Kerasian al-Qur’an, Vol. 5. Ciputat: Lentera Hati, 2009.

. Tafsir al-Mishba>h: Pesan, Kesan dan Kerasian al-Qur’an, Vol. 6. Jakarta: Lentera Hati, 2007.


(6)

89

. Tafsir al-Mishba>h: Pesan, Kesan dan Kerasian al-Qur’an, Vol. 15. Jakarta: Lentera Hati, 2007.

Warsito, Hadi. “Hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Akademik dan Prestasi Akademik”, PEDAGOGI Universitas Negeri Surabaya, Vol. IX, No. 1.

2009.

Wibowo, Nurhida Rahmalia. “Hubungan antara LOCUS OF CONTROL

INTERNAL dan Self Efficacy dengan Kepuasan Kerja Karyawan

Departemen Spinning PT. DAYA MANUNGGAL”. Skripsi tidak

diterbitkan (Surakarta: Prodi Psikologi Universitas Sebelas Maret, 2010).

Zamakhshari> (al), Abu> al-Qa>sim Ja>r Alla>h Mah}mu>d bin ‘Umar bin Muh}ammad.

Al-Kashsha>f ‘an H{aqa>’iq Ghiwa>mid} al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi>