KORELASI ANTARA RAHMAT DAN ILMU DALAM AL QUR’AN : STUDI ANALISIS TERKAIT PENAFSIRAN SURAT AL MU'MIN AYAT 7 DAN AL KAHFI AYAT 65.

(1)

KORELASI ANTARA RAHMAT DAN ILMU DALAM AL-QUR’A<N (Studi Analisis Terkait Penafsiran Surat Mu’min ayat 7 dan

Al-Kahfi ayat 65)

SKRIPSI:

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana

Strata Satu (S-1) Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

HAFIDHOTUR ROHMAH NIM: E83212121

JURUSAN ILMU AL QUR

AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Hafidhotur Rohmah Nim : E83212121

Judul : Korelasi antara Rahmat dan Ilmu Dalam Al-Qur’a>n (Studi Analisis Terkait Penafsiran Suratal-Mu’min ayat 7 danal-Kahfi ayat 65) Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana penafsiran para mufassir terhadap surat al-Mu’min ayat 7 dan Teori apa yang dipakai. 2) Bagaimana penafsiran para mufassir terhadap surat al-Kahfi ayat 65 dan Teori apa yang dipakai, 3) Bagaimana korelasi antara rahmat dan ilmu dalam surat

al-Mu’min ayat 7 dan al-Kahfi ayat 65?

Adapun penelitian ini mengunakan model penelitian kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Sumber data primer yang digunakan diantaranya kitab tafsi>r Mafa>tih al-Ghaib, kitab tafsi>r Fi Z{ila>lil Qur’a>n, kitab tafsi>r al-Mis}ba>h serta data sekunder yang berasal dari kitab-kitab tafsir yang lainnya atau buku-buku penunjang yang masih ada kaitannya dengan penelitian ini. Kemudian data yang diperoleh dianalisis berdasarkan prosedur dalam metodemaudhu’i(tematik).

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penafsiran tentang ayat-ayat yang berhubungan antara rahmat dan ilmu dalam surat al-Mu’min ayat 7 dan surat

al-Kahfi ayat 65 tersebut, tampak jelas bahwa terdapat korelasi antara rahmat dan ilmu. Dalam kedua ayat tersebut, Allah Swt ketika menyebutkan rahmat dan ilmu dalam satu ayat, selalu mendahulukan kata rahmat daripada ilmu, ini menunjukkan bahwa makna rahmat disitu lebih bersifat umum daripada ilmu. Ilmu dikatakan khusus karena ilmu merupakan cakupan dari rahmat Allah, dan ilmu hanya diberikan kepada manusia saja. Sedangkan rahmat Allah bersifat umum, karena rahmat Allah Swt meliputi seluruh makhluk-Nya. Ini berarti, dapat dikatakan bahwa rahmat adalah asas yang mendahului ilmu, yaitu dimana kondisi dan lingkungan yang sesuai untuk mendapat manfaat ilmu, kebaikan, dan berkahnya. Ilmu yang disertai dengan rahmat Allah akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik dan akan membuat ia semakin tunduk dan takut kepada Allah Swt. Akan tetapi, apabila rahmat dicabut dari ilmu dan tidak mendahuluinya, tidak menjadi fasilitator atas asasnya, maka ilmu itu akan menjadi buruk, merusak, dan menghancurkan, dan ilmu itu tidak memberikan kebahagiaan dan manfaat bagi dirinya dan orang lain. Tetapi ilmu yang dimilikinya menjadikan sebab terjadinya kekejaman, ketakutan, kecemasan, ancaman, kepedihan dan kehancuran bagi umat manusia.


(7)

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... i

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PEGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kajian Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ILMU, RAHMAT DAN TEORI PENAFSIRAN AL-QUR’AN A. Term Ilmu ... 15

1. Makna Ilmu dan Bagian-bagiannya... 15

2. Objek Ilmu ... 18

3. Sarana atau Alat Untuk Mencari Ilmu ... 20

4. Cara Memperoleh Ilmu ... 22


(8)

1. Makna Rahmat ... 23

2. Macam-Macam Rahmat ... 31

3. Cara Memperoleh Rahmat Allah Swt ... 32

C. Asba>b al-Nuzu>l ... 36

1. Pengertian Asba>b al-Nuzu>l ... 36

2. Manfaat Mengetahui Asba>b al-Nuzu>l ... 37

3. Hubungan Sebab Akibat Dalam Kaitannya Dengan Asba>b Al- Nuzu>l ... 38

D. Muna>sabah ... 40

1. Pengertian Muna>sabah ... 40

2. Manfaat Mengetahui Muna>sabah ... 42

BAB III DATA PENAFSIRAN SURAT AL-MU’MIN: 7 DAN AL -KAHFI: 65 SERTA ANALISIS TERHADAPNYA A. Penafsiran Terhadap Surat al-Mu’min ayat 7 ... 44

1. Penafsiran Al-Ra>zi>... 46

2. Penafsiran Sayyid Qut}b ... 47

3. Penafsiran M. Quraish Shihab ... 48

B. Penafsiran Terhadap Surat al-Kahfi ayat 65 ... 51

1. Penafsiran Al-Ra>zi>... 51

2. Penafsiran M. Quraish Shihab ... 53

C. Analisis Terhadap Penafsiran Surat al-Mu’min ayat 7 dan al -Kahfi ayat 65 ... 57

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk Allah yang lainnya. Kebenaran tersebut seperti halnya yang tercantum dalam al-Qur’a>n surat at-T{i>n ayat 4:1

)

(

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.2

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa manusia diciptakan berbeda dengan makhluk Allah lainnya, perbedaan tersebut terletak pada kepemilikan akal pada manusia. Dengan akal itulah, manusia dapat berfikir. Dengan berfikir manusia dapat bertanya. Dengan bertanya, manusia dapat mencari jawaban. Dan dengan pencarian jawaban tersebut itulah, manusia dapat memperoleh ilmu tentang kebenaran-kebenaran dalam mengali tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.3

Sehingga dengan ilmu yang ia peroleh manusia mampu berfikir untuk memilih, mempertimbangkan, menentukan jalan pikirannya menuju ke arah yang lebih baik dan dapat menilai mana yang benar dan yang salah. Dan dengan ilmu

1

Arham Hikmawan,A kal dan W ahyu Menurut Harun Nasution dan M. Quraish Shihab; Studi Perbandingan, Fakultas Agama Islam, Jurusan Perbandingan Agama, Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009; 1.

2

Departemen Agama RI, Mus}haf A l-Qur’a>n dan Terjemah (Semarang: Karya Toha Putra, 2002), at-T{i>n: 1.

3


(10)

2

yang ia miliki tersebut, manusia juga dapat memahami ayat-ayat al-Qur’a>n yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw.4

Terkait dengan ilmu pengetahuan itulah, Allah Swt telah mencantumkan di dalam ayat al-Qur’a>n yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah Saw, ini menunjukkan bahwasanya pentingnya akan suatu ilmu pengetahuan. Dan Allah Swt memerintahkan kepada Rasulullah Saw membaca, karena membaca adalah kunci ilmu pengetahuan.

Membaca merupakan salah satuwahana dalam menambah ilmu, dan islam telah sejak awal menekankan akan pentingnya membaca. Sebagaimana firman Allah Swt yang pertama kali turun yaitu QS. al-‘Alaq ayat 1-5, sebagai berikut:

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.5

Ayat di atas tampak jelas merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca dan membaca. Ilmu adalah sisi yang paling mulia dalam diri manusia. Allah Swt sendiri telah mengkhususkan manusia dari sekian makhluk-makhluk-Nya, dengan keajaiban-keajaiban yang Allah letakkan dalam dirinya. Ayat-ayat-Nya selalu menunjukkan

4

Arham Hikmawan,A kal dan W ahyu., 1.

5


(11)

3

akan sifat rububiyah-Nya, kekuasan-Nya, ilmu-Nya serta kesempurnaan rahmat-Nya.6

Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. al-Mu’min ayat 7:

)

(

(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan Malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yangberiman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.7

Menurut Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat di atas, para malaikat

berkata bahwa, “Tuhan kami, Engkau telah meliputi segala sesuatu, rahmat dan ilmu”. Disini mereka menyebut rahmat lebih dulu daripada ilmu, karena dengan rahmat-Nya, Allah Swt membagi anugerah kepada makhluk-Nya. Dan dengan ilmu-Nya pula Dia menganugerahkan setiap makhluk sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan masing-masing.8

Rahmat dan ilmu yang meliputi segala sesuatunya, mencakup segala sesuatu yang ada dalam kehidupan di dunia ini, bahkan sampai di akhirat kelak. Segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti membutuhkan rahmat-Nya, seperti halnya manusia dan bahkan binatang, tumbuh-tumbuhan serta benda-benda yang tidak bernyawa sekalipun. Karena dalam mewujudkan benda-benda tersebut,

6

Yu>suf Qard{awi,A l-Qur’a>n.., 91.

7

Departemen Agama RI,Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah..,al-Mu’min: 7.

8

M. Quraish Shihab,Tafsi>r al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian A l-Qur’a>n, V ol 12


(12)

4

merupakan bagian dari rahmat-Nya, dan manusia dituntut untuk mencurahkan

rahmat dan kasih sayangnya kepada benda-benda tersebut dengan

memfungsikannya sesuai dengan tujuan penciptaannya.9

Oleh sebab itu, dalam pencapaian ilmu tidaklah dapat dilepaskan dari rahmat Allah Swt. Karena proses tersebut memiliki muatan makna yang identik dengan suatu alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai. Sehingga konsep intelek dalam termenologi Islam berbeda dengan reason, karena intelek dalam pengertian Islam tidak semata-mata hanya berkaitan dengan rasionalisme saja, akan tetapi berhubungan erat juga dengan persoalan wahyu, sehingga bagi seorang muslim kegiatan ilmiah tidaklah harus menjauhkan diri dari ibadah dan Tuhan. Sebagaimana terdapat dalam hadis Rasulullah Saw yang sedikit menyinggung tentang hubungan rahmat Allah dengan proses perolehan ilmu:10

Tidakkah aku memberi tahu kalian mengenai orang faqih yang sebenarnya? Ia adalah orang yang tidak membuat manusia putus harapan terhadap rahmat Allah, orang yang tidak membuat mereka merasa aman dari siksa-Nya, orang yang tidak memberi kelonggaran kepada mereka untuk maksiat kepada-Nya, orang yang tidak meninggalkan al-Qur’a>n

9

M. Quraish Shihab,Tafsi>r al-Mis}ba>h, V ol. 12..,290.

10

Alfatih Suryadilaga,Konsep Ilmu Dalam Kitab Hadis; Studi atas Kitab al-Kafi>Karya al-Kulaini>(Yogyakarta: TERAS, 2009), 108-109.


(13)

5

karena tidak menyenanginya dan menyenangi yang lainnya. Ingatlah tidak ada kebaikan pada ilmu tanpa upaya pemahaman, tidak ada kebaikan pada pembacaan tanpa memikirkan, tidak ada kebaikan pada ibadah tanpa memikirkan. Dalam riwayat lain dikatakan tidak ada kebaikan dalam ilmu tanpa upaya pemahaman, tidak ada kebaikan pada pembacaan tanpa upaya memikirkan, tidak ada kebaikan dalam ibadah yang tanpa fiqh/ilmu, tidak ada kebaikan pada ibadah tanpa terjaga dari maksiat dan subhat.

Dalam hadis di atas, dikemukakan bahwa orang yang berilmu adalah mereka yang faqih atas faham terhadap persoalan-persoalan yang menjadi tanggung jawab seorang muslim di hadapan Allah. Persoalan yang harus dipahami adalah senantiasa berpegang teguh atas rahmat Allah dan senantiasa takut atas siksa Allah jika tidak berbuat baik. Selain itu, sebagai ciri orang yang faqih atau berilmu adalah berpagang teguh atas al-Qur’a>n, memahaminya, memikirkannya dan melaksanakannya. Ibadah yang tanpa disertai ilmu maka tidak ada nilainya. Hal ini juga didukung dengan hadis lain yang mengatakan bahwa ibadahnya orang bodoh seribu kali dibandingkan dengan orang yang berilmu yang tidur adalah lebih baik tidurnya orang yang berilmu.11

Bahkan di dalam al-Qur’a>n sendiri, Allah Swt mangatakan bahwa Allah akan menempatkan orang-orang yang berilmu itu kepada derajat tinggi.12 Dalam QS. al-Muja>dilah ayat 11 yang diturunkan di Madinah, Allah Swt berfirman:

)

(

Wahai orang-orang beriman! Apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi 11

Alfatih Suryadilaga,Konsep Ilmu Dalam Kitab Hadis.., 109-110.

12


(14)

6

kelapangan untukmu. Dan apabiladikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.13

Oleh karena itu, dalam Islam cakupan ilmu tidaklah hanya sekumpulan pengetahuan secara material saja. Melainkan ilmu juga identik dengan ibadah, hikmah, khilafah, dan akhirat.14

Hal ini sesuai dengan ayat al-Qur’a>n yang mengisahkan seorang hamba yang sholeh (yaitu nabi Khidir) yang telah mendapat rahmat dari ilmunya. Allah Swt telah memujinya dengan rahmat yang Dia anugerahkan kepadanya, dan ilmu yang Dia ajarkan kepadanya.15 Maka, dengan ilmu yang dimilikinya yang telah mengandung rahmat Allah Swt itulah dapat bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah Swt QS. al-Kahfi ayat 65, yang berbunyi:

)

(

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.16

13

Departemen Agama RI,Mus{hafal-Qur’a>ndan Terjemah..,al-Mujadilah:11.

14

Alfatih Suryadilaga,Konsep Ilmu Dalam Kitab Hadis.., 103.

15

Ibid., 106.

16


(15)

7

Dengan demikian, latar belakang penulis mengambil judul Relasi Rahmat dan Ilmu dalam al-Qur’a>n ini sebenarnya karena rahmat adalah asas yang mendahului ilmu, yaitu kondisi dan lingkungan yang sesuai untuk mendapat manfaat ilmu, kebaikan, dan berkahnya. Apabila rahmat dicabut dari ilmu dan tidak mendahuluinya, tidak menjadi fasilitator atas asasnya, maka ilmu itu akan menjadi buruk, merusak, dan menghancurkan.17

Fokus pembahasan pada skripsi ini, tertitik dan tertuju pada ayat-ayat yang berhubungan antara rahmat dan ilmu dalam al-Qur’a>n, yakni surat al-Mu’min ayat 7 dan Kahfi ayat 65. penulis hanya mengambil surat Mukmin ayat 7 dan al-Kahfi ayat 65 karena hemat penulis hanya dua surat ini dalam al-Qur’a>n yang secara spesifik menggandengkan lafazh rahmat dan ilmu dalam satu ayat. Dan fokus penelitian ini juga tertuju kepada penafsiran tiga mufassir yaitu Fakhruddi>n al-Razi>, Sayyid Qut}b mewakili penafsiran ijtihadi dan ra’yi, dan M. Quraish Shihab yang mewakili penafsiran al-Adabi>al-Ijtima>’i> (sosial kemasyarakatan).

B. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi dari proposal skripsi ini, maka disusun beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran para mufassir terhadap surat al-Mu’min ayat 7 dan Teori apa yang dipakai?

2. Bagaimana penafsiran para mufassir terhadap surat al-Kahfi ayat 65 dan Teori apa yang dipakai?

17


(16)

8

3. Bagaimana korelasi antara rahmat dan ilmu dalam surat al-Mu’min ayat 7 dan al-Kahfi ayat 65?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang dijelaskan diatas, maka tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari penulisan proposal skripsi ini, diantarnya:

1. Untuk mengatahui penafsiran para mufassir terhadap surat al-Mu’min ayat 7

dan Teori yang dipakai

4. Untuk mengatahui penafsiran para mufassir terhadap surat al-Kahfi ayat 65 dan Teori yang dipakai

5. Untuk mengatahui korelasi antara rahmat dan ilmu dalam surat al-Mu’min

ayat 7 dan al-Kahfi ayat 65

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang relasi rahmat dan ilmu dalam al-Qur’a>n. Dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dalam rangka pengembangan khazanah keilmuan khususnya ilmu al-Qur’a>n dan Tafsir yang nantinya juga bisa dijadikan sebagai pijakan terhadap penelitian yang lebih lanjut mengenai permasalahan yang sama.

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam menerapkan hakikat ilmu yang di rahmat Allah Swt pada kehidupan


(17)

9

sehari-hari yang berlandaskan ayat-ayat al-Qur’a>n. Karena dengan mengetahui hakikat ilmu-Nya yang di rahmati Allah Swt, maka umat manusia akan selalu mengingat Allah yang berarti rasa takut kepada Allah itulah yang akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keorisinilan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, setelah dilakukan telaah pustaka oleh penulis, maka di temukan beberapa karya yang membahas masalah yang serupa dengan penelitian ini, diantaranya yaitu:

1. Membumikan Rahmat Allah, sebuah buku karya Yusuf Mansur, terbit tahun 2007 oleh Dzikrul Hakim di Jakarta. Buku ini mengupas tentang gambaran problematika manusia di dunia yang merupakan sebab dari ulah manusia yang kebanyakan telah berpaling dari Rahmat Allah Swt. Buku ini juga berisikan nasihat-nasihat bagaimana manusia dapat menggapai rahmat Allah Swt dengan cara mengatur pola gaya hidup manusia.

2. Konsep Rahmat di Dalam A l-Qur’a>n, yang merupakan karya Fauzan Azima. Skripsi ini menggunakan metode semantik untuk menemukan konsep rahmat di dalam al-Qur’a>n yang dijelaskan mulai dari makna pra al-Qur’a>n sampai pasca al-Qur’a>n, dan sampai akhirnya pada sudut pandang dimana kata rahmat dalam al-Qur’a>n dipahami pada saat ini.

3. Relasi Rahmat dan Berkah dalam A l-Qur’a>n, karya Uswatun Khasanah. Karya ini merupakan skripsi pada jurusan Ilmu al-Qur’a>n dan Tafsir Fakultas


(18)

10

Ushuluddin dan Pemikiran Islam tahun 2016. Karya ini mengulas mengenai makna rahmat dan berkah dalam al-Qur’a>n, relasi rahmat dan berkah dalam al-Qur’a>n serta urgensi rahmat dan berkah bagi kehidupan.

4. Meta Puspita, “Ayat-Ayat Tentang Ilmu Pengetahuan Dalam A l-Qur’a>n; Studi atas Penafsiran Ibn Jari>r A l-T{abari” (Skripsi ini tidak diterbitkan,

Jurusan Ilmu Qur’a>n dan Tafsi>r Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, 2015). Fokus pembahasan dalam skripsi ini lebih ditekankan kepada makna kalimat ilmu dalam al-Qur’a>n menurut Jarir at-Tabari, dan metode yang dipakai dalam penelitian tersebut adalah metode diskriptif analitis.

Adapun dari beberapa karya di atas, menunjukkan bahwasannya belum ada yang membahas penelitian yang terkait Korelasi A ntara Rahmat dan Ilmu Dalam al-Qur’a>n (Studi A nalisis Terkait Penafsiran Surat A Mu’min ayat 7 dan A l-Kahfi ayat 65). Dan dalam menganalisis penelitian ini, penulis menggunakan penafsiran dari beberapa ulama tafsir.

F. Metode Penelitian 1. Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif, yaitu yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang kerangka ideologis, epistimologis, dan asumsi-asumsi metodologis pendekatan terhadap kajian tafsir dengan menelusuri secara langsung pada literatur yang terkait.18

18

Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) 2.


(19)

11

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang menitik beratkan pada literatur yang berkaitan dengan objek penelitian baik dari sumber data primer maupun sekunder.19

3. Sumber Data

Berdasarkan sifatnya, sumber data diklasifikasikan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder :

a. Sumber data primer merupakan rujukan data utama dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1) Mus{haf A l-Qur’a>n dan T erjemahDepartemen Agama RI

2) Kitab Tafsi>r Mafa>tih al-Ghaib, karya Muh{ammad Fakhruddi>n al-Ra>zi>.

3) Kitab Tafsi>r Fi Z{ila>lil Qur’a>n; Di bawah Naungan A l-Qur’a>n,karya Sayyid Qutb{.

4) Kitab Tafsi>r al-Misba>h; Pesan, Kesan, dan Keserasian A l-Qur’a>n, karya M. Quraish Shihab.

b. Sumber data sekunder, merupakan referensi pelengkap sekaligus sebagai data pendukung terhadap sumber data primer. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1) Membumikan Rahmat Allah, karya Yusuf Mansur.

2) Kisah-Kisah A l-Qur’a>n; Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu jilid 2, karya S{alah Al-Khalidi>.

19


(20)

12

3) A l-Qur’a>n Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, karya Yusuf Qardhawi.

4) Wawasan A l-Qur’a>n, karya M. Quraish Shihab. 5) Wawasan Baru Ilmu Tafsir, karya Nashruddin Baidan. 6) Metodologi Tafsir A l-Qur’a>n, karya Nasruddin Baidan. 7) Dan lain-lainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yakni mencari data mengenai ha-hal atau variabel berupa catatan, buku, transkrip,surat kabar, majalah, dan sebagainya yang mempunyai keterkaitan dengan objek penelitian.20

5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh baik dari data primer maupun skunder dianalisis berdasarkan sub bahasan masing-masing. Setelah itu dilakukan telaah mendalam terkait ayat-ayat yang telah dihimpun dalam suatu tema relasi rahmat dan ilmu dengan menggunakan prosedur dalam metode tafsir maudhui, dengan mengkaji kosa kata dari ayat-ayat tersebut kemudian menganalisis korelasi antara ayat-ayat tentang rahmat dan ilmu berdasarkan penafsiran dari beberapa para mufassir. Metode maudhu’i

(tematik), yaitu metode yang membahas satu judul atau tema tertentu secara

20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 200.


(21)

13

mendalam dan tuntas, sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dijadikan pegangan.21

Menurut al-Farmawi, dalam penerapan metode ini terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan olehmufassir, diantaranya adalah:

a. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).

b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.

c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuanasba>b al-nu>zu>lnya.

d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing. e. Menyusun pembahasan dalam kerangkan yang sempurna (outline). f. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok

pembahasan.

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antar ‘am (umum) dan kha>s (khusus), mutlak dan

muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.22

21

Nasruddin Baidan, W awasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) 383.

22

Nasruddin Baidan, Metode Tafsir al-Qur’a>n (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) 72-73.


(22)

14

G. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini akan disusun dalam beberapa bab dan sub bab sesuai dengan keperluan kajian yang akan dilakukan. Bab pertama adalah pendahuluan yang mana membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian serta sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah tinjauan umum tentang ilmu, rahmat dan teori penafsiran al-Qur’an yang mana membahas tentang term ilmu yang terdiri dari makna ilmu dan bagian-bagiannya, objek Ilmu, sarana atau alat untuk mencari ilmu, cara memperoleh ilmu. Term rahmat yang terdiri dari makna rahmat, macam-Macam rahmat, cara memperoleh rahmat Allah Swt. Asba>b al-Nuzu>l yang terdiri dari pengertian asba>b al-nuzu>l, manfaat mengetahui asba>b al-nuzu>l, hubungan sebab akibat dalam kaitannya dengan asba>b al-nuzu>l. Dan muna>sabah yang terdiri dari pengertian muna>sabah, manfaat mengetahui muna>sabah.

Bab ketiga adalah data penafsiran surat al-Mu’min: 7 dan al-Kahfi: 65 serta analisis terhadapnya yang mana membahas tentang penafsiran terhadap surat al-Mu’min ayat 7 yang terdiri dari penafsiran al-Ra>zi>, penafsiran Sayyid Qut}b, penafsiran Quraish Shihab. Penafsiran terhadap surat al-Kahfi ayat 65 yang terdiri dari penafsiran al-Ra>zi>, penafsiran Quraish Shihab. Dan analisis terhadap penafsiran surat al-Mu’minayat 7 dan al-Kahfi ayat 65.


(23)

15

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ILMU, RAHMAT

DAN TEORI PENAFSIRAN AL-

QUR’A<

N

A. Term Ilmu

1. Makna Ilmu dan Macam-macamnya

Pengertian tentang ilmu dalam al-Qur’a>n, tidaklah cukup hanya dengan mencari kata-kata yang berasal dari kata i-l-m (yang artinya tahu) karena makna “tahu” itu tidak hanya diwakili oleh kata tersebut. Misalnya beberapa kata lain yang mengandung pengertian “tahu”, diantaranya: ‘arafa, dara, khabara, sha’ara, ya’isa, ankara, bas{irah,danhaki>m.1

Dalam al-Qur’a>n banyak sekali pengungkapan kata ilmu dengan berbagai bentuk kata dan kejadiannya. Adapun kata-kata tersebut diantaranya:

‘ilm (105), ‘alima (35), ya’lamu (215), i’lam (31), yu’lamu (1), ‘ali>m (35),

‘alim (18), ma’lum (13), ‘alamin (73), ‘alam (3), a’lam (49), ‘al>im atau

‘ulama (163), ‘allam (4),‘allama (12), yu’allimu (16), ‘ulima (3), mu’allam (1), dan ta’allama (2).2 Dari kata-kata tersebut timbul berbagai pengertian, diantaranya: mengetahui, pengetahuan, orang yang berpengetahuan, yang tahu, terpelajar, paling mengetahui segala sesuatu, lebih tahu, sangat mengetahui, cerdik, mengajar, belajar, orang yang diajari dan mempelajari.3

1

Khusnul Khotimah, “Paradigma Dan Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Al-Qur’a>n”, Jurnal IA IN Tulung A gung,Vol. 9, No. 1 (Juni, 2014), 70-71.

2

Ibid., 70. 3


(24)

16

Sedangkan menurut Quraish Shihabdalam buku Wawasan al-Qur’a>n mengatakan bahwa ‘ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Berarti, Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Namun, kata ini berbeda dengan ‘arafa (mengetahui), a’ri>f (yang mengetahui), dan ma’a>rif

(pengetahuan).4

Allah Swt tidak dinamakan a’ri>f, melainkan ‘ali>m yang berkata kerja

ya’lam (Dia mengetahui), dan biasanya al-Qur’a>n menggunakan kata itu -untuk Allah- dalam hal-hal yang diketahui-Nya, walaupun gaib, tersembunyi atau dirahasiakan. Misalnya, ya’lamu ma>yusirru>n (Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan), ya’lamuma>fi al-arha>m (Allah mengetahui sesuatu yang berada dalam rahim), ma>tahmil kullu untsa>(apa yang dikandung oleh setiap betina/perempuan), ma>fi>anfusikum (yang didalam dirimu), ma>fi as-samawa>t wa ma> fil ard{(yang ada di langit dan di bumi), khainat al-‘ayun wa ma>tukh fi ash-shudu>r (kedipan mata dan apa yang disembunyikan dalam dada). Demikian juga ‘ilm yang disandarkan kepada manusia, semua mengandung makna kejelasan.5

Menurut Imam Raghib al-As{fahani>mengatakan bahwa, “Ilmu adalah mengetahui sesuatu yang sesuai dengan hakikatnya.” Ia terbagi menjadi dua macam, diantaranya adalah:6

4

M. Quraish Shihab,W awasan al-Qur’a>n; Tafsir Tematik A tas Pelbagai Persoalan Umat

(Bandung: Mizan, 2014), 571.

5

Quraish Shihab,W awasan al-Qur’a>n., 571-572.

6

Yu>suf Qard{awi>, A l-Qur’a>n Berbicara Tentang A kal dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gema Insani, 2001), 88.


(25)

17

a. Mengetahui inti sesuatu itu (oleh ahli logika dinamakan tas{awwur). Menurut al-As{fahani>, kata ini adalah kata kerja yang mempunyai satu objek

b. Menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada, atau menafikkan sesuatu yang tidak ada (oleh ahli logika dinamakan tas{diq, maksudnya yaitu mengetahui hubungan sesuatu dengan sesuatu). Kata ini adalah kata kerja yang membutuhkan dua objek

Raghib al-As{fahani>juga melihat dari sisi lainnya dan membagi ilmu menjadi dua macam lagi, yaitu:7

a. Ilmu teoretis, adalah ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya. Apabila telah diketahui maka telah sempurna, seperti ilmu tentang keberadaan dunia.

b. Ilmu Aplikatif, adalah ilmu yang tidak sempurna apabila tidak dipraktikkan. Seperti, ilmu tentang ibadah, akhlak, dan lain-lainnya.

Selanjutnya Raghib menjelaskan kembali ilmu dalam sudut pandang lainnya, dan ia membaginya atas dua macam pula, yaitu:

a. Ilmu rasional, adalah ilmu yang didapat dengan akal dan penelitian. b. Ilmu doktrinal, adalah ilmu yang didapatkan dengan pemberitaan wahyu

dan nabi.

Az-Zubaidi menjelaskan didalam kamus Tajul-‘A ru>s bahwa, “Ilmu

adalah yang paling tinggi, karena itulah mereka perkenankan untuk

7


(26)

18

dinisbatkan kepada Allah Swt.”8 Sedangkan al-Manawi berkata dalam kitab

at-Tauqi>f bahwa, “Ilmu adalah keyakinan kuat yang tetap sesuai dengan

realita. Bisa juga berarti sifat yang membuat perbedaan tanpa kritik, atau ilmu

adalah tercapainya bentuk sesuatu dalam akal.”9

Dengan demikian, apa pun definisi ilmu dan perbedaan pendapat orang-orang yang memberikan definisi istilah diatas, dapat ditarik makna umum dari ilmu yang sebagaimana telah disebutkan oleh Imam Rahgib al-As{fahani>bahwa, ilmu adalah mengetahui sesuatu secara hakikat. Seluruh pengetahuan tentang sesuatu yang tidak diketahui, jenis apa pun ia dan dalam bidang apa pun ia, hingga hakikatnya diketahui dengan jelas oleh manusia, maka ia termasuk dalam ruang lingkup term “Ilmu” yang telah disebutkan

didalam al-Qur’a>n.10 2. Objek Ilmu

Menurut ulama salaf, objek ilmu dibagi menjadi dua bagian, diantaranya: a. Syahid yaitu tampak, yang diketahui secara dharuri.

b. Gaib yaitu tidak nampak, yang dapat diketahui melalui yang tampak. Berdasarkan al-Qur’a>n, secara garis besar objek ilmu dibagi menjadi dua bagian pokok, diantaranya adalah:

a. Alam materi.11 Al-Qur’a>n memberikan bermacam-macam nama kepada alam yang menjadi objek kajian ilmu, di antaranya adalah:

1) A >lami>n, yang berarti alam semesta

8

Yu>suf Qard{awi,A l-Qur’a>n.., 88.

9

Ibid., 89.

10

Ibid., 90.

11


(27)

19

2) A s Samawa>t wa al A rdl, yang artinya langit dan bumi. 3) Kull syai’in,yang artinya segala sesuatu.

4) Makhlu>q (kholq),yang artinya yang diciptakan, atau ciptaan.

b. Alam non-materi. Mengenai adanya alam non materi ini, sebagaimana telah ditegaskan dalam QS. al-Ha>qqah ayat 38-39 yang diturunkan di Makkah:

)

(

)

(

Maka aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.12

Dengan demikian, objek kajian ilmu menurut pandangan al-Qur’a>n sangatlah luas sekali, tidak sempit seperti pandangan sains modern yang cenderung berkutat pada alam materi yang bisa diuji oleh panca indra manusia. Objek ilmu menurut mereka hanya mencakup sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas, dan pengalihan antarbudaya. Inilah yang membedakan pandangan antara sains modern dan al-Qur’a>n mengenai objek ilmu.13 Oleh karena itu, sebagian ilmuwan Muslim -khususnya kaum sufi melalui ayat-ayat al-Qur’a> n-memperkenalkan ilmu yang mereka sebut al-had{arat al-Ilahiyah al-khams (lima kehadiran Ilahi) untuk menggambarkan hierarki keseluruhan realitas wujud. Kelima hal tersebut adalah:14

12

Departemen Agama RI, Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah (Semarang: Karya Toha Putra, 2002), al-Ha>qqah: 38-39.

13

Quraish Shihab,W awasan al-Qur’a>n., 436.

14


(28)

20

a. Alam nasut(alam materi) b. Alam malaku>t(alam kejiwaan) c. Alam jabaru>t(alam ruh)

d. Alam lahu>t(sifat-sifat Ilahiyah) e. Alam hahu>t(wujud zat Ilahi)

3. Sarana atau Alat Untuk Mencari Ilmu

Ada tiga syarat pokok dalam mencari ilmu, sebagaimana banyak disebutkan dalam ayat al-Qur’a>n, yaitu sebagai berikut:15

1. As-sam’u yaitu pendengaran, merupakan asas ilmu dan digunakan baik pada masa penurunan wahyu, penyampaiannya kepada sahabat, maupun pada saat ini.

2. Al-bashar yaitu penglihatan, merupakan asas ilmu yang sangat dibutuhkan untuk mengamati sesuatu dan mencobanya.

3. Al-fuad yaitu hati, merupakan asas ‘aqli yang harus dimiliki pencari ilmu.

Allah Swt berfirman dalam QS. an-Nahl ayat 78 yang diturunkan di Makkah, yang berbunyi:

)

(

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.16

15

Yu>suf Qard{awi>,A l-Qur’a>n.., 260.

16


(29)

21

Manusia telah dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui ilmu apa pun. Ilmu yang diperoleh hanya dengan belajar dan belajar menggunakan sarana-sarana yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya. Karunia ini berupa pendengaran, penglihatan, dan hati yang berfungsi sebagaimana jendela untuk melihat, mendengar dan merasakan alam sekitarnya. Allah Swt telah mengisyaratkan sarana-sarana ini dengan tabir nafidzah(jendela) dalam beberapa surat yang ada dalam al-Qur’a>n sebagai nikmat yang wajib disyukuri.17 Allah Swt berfirman dalam QS. al-Mu’minu>n ayat 78 yang diturunkan di Makkah:

)

(

Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur.18

Dalam QS. al-Mulk ayat 23 yang diturunkan di Makkah Allah Swt juga telah menyebutkan bahwa:

)

(

Katakanlah: “Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu

pendengaran, penglihatan dan hati”. (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur.19

Salah satu nasihat dalam al-Qur’a>n yang telah menerangkan tentang pertanggung jawaban manusia atas karunia yang diberikan kepadanya, berupa

17

Yu>suf Qard{awi>,A l-Qur’a>n.., 260-261.

18

Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini ialah menggunakan alat-alat tersebut untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan keesaan Tuhan, yang dapat membawa mereka beriman kepada Allah s.w.t. serta taat dan patuh kepada-Nya. kaum musyrikin memang tidak berbuat demikian. Departemen Agama RI, Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah.., al-Mu’minun: 78.

19


(30)

22

organ-organ tubuh yang masing-masing akan menyampaikan segala apa yang pernah diperbuatnya di dunia. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. al-Isra>’ ayat 36, yang berbunyi:

)

(

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.20

4. Cara Memperoleh Ilmu

Menurut al-Qur’a>n, cara memperoleh ilmu dalam pandangan al-Qur’a>n sebagaimana diisyaratkan dalam wahyu pertama QS. al-Alaq 4-5, sebagai berikut:

a. Ilmu Ladunni

Ilmu ladunni adalah ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia.21 Sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’a>n surat al-Kahfi ayat 65:

)

(

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.22

b. Ilmu Kasbi

Ilmu kasbi adalah ilmu yang diperoleh dengan usaha manusia itu sendiri.23 Sebagaimana Sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’a>n tentang ilmukasbi, diantaranya disebutkan di dalam QS. al-Baqarah ayat 31:

20

Departemen Agama RI,Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah.., al-Isra’: 36.

21

Quraish Shihab,W awasan al-Qur’a>n., 573.

22


(31)

23

)

(

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:

“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yangbenar!”24

Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan pada ayat di atas, bahwa Adam diajari tentang nama-nama benda menunjukkan proses belajar menghafal, dilanjutkan dengan proses mengingat dengan menyebutkan kembali nama-nama tersebut. Metode ini telah dibuktikan oleh para ahli terutama di bidang ilmu jiwa melalui beberapa uji coba sehingga ditemukan bahwa proses terjadinya ilmu pengetahuan melalui tahapan kognisi-afeksi-psikomotorik.25

B. Term Rahmat

1. Makna Rahmat

Berdasarkan buku Fath al-Rahmankata “rahmat” di dalam al-Qur’a>n terdapat 320 ayat. Ini selain kataal-Rahma>ndanal-Rahi>m yang terdapat pada 113 pemisah surah dalam al-Qur’a>n. Sedangkan kata rahmat sendiri terdiri dari kata rahmatun, rahmati, rahmata, al-rahmat, rahmati, rahmatahu, rahmatuka, rahmatunayang berjumlah 113 kali.

23

Quraish Shihab,W awasan al-Qur’a>n., 573.

24

Departemen Agama RI,Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah.., al-Baqarah: 31.

25


(32)

24

Rahmat sering diartikan pengampunan. Rahmat terkait erat dengan pengampunan, pengampunan terjadi berkat rahmat Allah, tetapi rahmat lebih umum dari sekedar pengampunan. Rahmat adalah memberi yang terbaik berupa hidayah setelah seseorang diampunkan-Nya. Disebutkan janin ibu dengan perkataan al-rahi>m karena di janin itu ibu menyayangi dan mengasihani anaknya. Allah berfirman pada Hadis Qudsi:26

Aku adalah Rahman, Kuishtiqaq-kanrahim wanita dengan nama-Ku. Maka barang siapa yang menyambung tali silaturahim Aku akan menyambungkannya untuk dia. Dan orang yang memutuskannya tentu kecelakaan dan kemurkaan menantinya.

Pembahasan selanjutnya, apakah rahmat Allah itu hakiki atau majaz? Menurut al-Zamakhshari yang beraliran Muktazilah berpedapat, bahwa makna Allah disifatkan dengan rahmat adalah majaz atas nikmat Allah

kepada hamba-Nya, karena bila raja mengasihani rakyatnya dan

menyayanginya maka dia akan memberikan nikmat dan kurnia, dan tidak boleh menamakan Tuhan dengan nama yang disebutkan kepada makhluk, karena dapat menyebabkan tashbih perserupaan Tuhan dengan makhluk. Sunni dari Al-Ash’aridan Salafi berpendapat bahwa nama Allah di antaranya rahmat adalah hakiki bukan majaz, karena ia datang dari al-Qur’a>n.27

Kedua pendapat di atas dapat disatukan, dalam arti bila rahmat itu diartikan dengan majaz berupa kenikmatan dunia dan akhirat yang harus disyukuri dan disebar luaskan, maka rahmat Allah berupa nikmat itu tidak

26

Zainal Arifin Zakaria, Konsep Rahmat A llah dalam A l-Qur’a>n: Studi A nalisis dari Perspektif Pemikiran Islam (Medan: Duta Azhar, 2014), 26.

27


(33)

25

dapat dihitung. Ini baru terkait dengan rahmat dalam arti nikmat secara majaz, maka bagaimana pula menghitung rahmat Allah di dunia dan di akhirat dalam arti kasih dan sayang-Nya secara hakiki. Rahmat-Nya begitu luas karena Dia adalah Rahma>n/Maha Pemurah dan Rahi>m/Maha Mengasihani. Untuk itu, ditemukan bahwa hidup tanpa rahmat Allah dalam arti kasih dan sayang-Nya adalah sangat merugikan, walaupun berlimpahan harta benda. Bahkan, tercegah dari musibah dan bahaya merupakan bentuk rahmat Tuhan yang besar bagi umat Islam. Allah berfirman dalam QS. al-Mu’min ayat9:28

)

(

Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu Maka Sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan Itulah

kemenangan yang besar”.29

Rahmat Allah hakiki atau majaz adalah perbedaan khilafiah yang furuk, rahmat dalam bidang akidah tidak harus menyebabkan muslim yang satu mengkufurkan muslim yang lain. Hujjahnya adalah bahwa perbedaan ini dan perbedaan-perbedaan khilafiah furuk yang lain adalah (1) bagian ijtihad dan (2) pentafsiran ayat yang dibolehkan, (3) ia bagian dari khilafiah furuk yang tidak merusak asas akidah.

Menurut al-Qarad{awi>, walaupun hadis “perbedaan umatku adalah rahmat” d{a’i>f/lemah, tapi ia didukung dengan hadis-hadis yang lain hingga dapat dijadikan hujjah, disokong dengan Surah Hu>d (11): 118-119. Dia juga membagi perbedaan ke dalam akidah dan fikih. Lebih jauh lagi, al-Imam al

28

Zakaria,Konsep Rahmat A llah..,27.

29


(34)

26

Ghazali setelah mengkaji tentang Muktazilah dan Mushabbihah serta mazhab takwil, berpendapat bahwa semua itu dalam (1) lingkaran ijtihad, dan (2) muslimin jangan tergesa-gesa dalam mengkafirkan mereka, menghalalkan darah orang yang salat menghadap kiblat dan mengucapkan syahadat. (3) Kesalahan dalam takwil tidak menyebabkan kekufuran, kecuali terdapat dalil.30

Menurut penulis perbedaan di dalam akidah dan fiqh dapat dibagi

menjadi dua, rukun dan furu’. Artinya di dalam fiqih pun ada rukun yang tidak boleh terjadi perbedaan di dalamnya, seperti salat subuh dua rakaat, begitu juga di dalam Akidah terdapat furuk yang dibolehkan terjadi perbedaan didalamnya, seperti perbedaan apakah rahmat Allah itu hakiki atau majaz.31

Makna rahmat yang disandarkan kepada Allah menurut al-Qur’a>n dapat dibagi menjadi dua bagian. (1) dalam wujud sandaran objek kepada subjek, (2) dalam wujud sifat kepada pemilik sifat (Allah). Berkait rapat dengan sandaran objek kepada subjek makna rahmat memiliki enam makna.

Pertama, bermakna kenabian, seperti Nabi Saleh. Akan dikaji lebih lanjut

pada “Rahmat Allah kepada Nabi-Nabi” dalam penelitian ini. Allah berfirman

dalam Surah Hu>d ayat 63:

)

(

30

Zakaria,Konsep Rahmat A llah..,27.

31


(35)

27

Shaleh berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai

bukti yang nyata dari Tuhanku dan diberi-Nya aku rahmat (kenabian) dari-Nya, Maka siapakah yang akan menolong aku dari (azab) Allah jika aku mendurhakai-Nya. sebab itu kamu tidak menambah apapun kepadaku selain daripada kerugian.32

Kedua, surga. Akan dikaji lebih dalam pada kajian Sunnatullah di Hari

Pembalasan. Surga itu sendiri lebih rahmat dari dunia, lihat judul “Rahmat Allah bagi Mukminin di Akhirat” dalam penelitian ini. Allah berfirman Surah al-Nisa>’ ayat 175:33

)

(

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. dan menunjuki mereka kepada jalan yang Lurus (untuk sampai) kepada-Nya.34

Ketiga, makna rahmat di dalam al-Qur’a>n adalah kitab suci atau al-Qur’a>n itu sendiri atau surah al-Fatihah. Akan dikaji lebih dalam pada

pembahasan tentang “Al-Qur’a>n dan al-Fatihah bukti Rahmat Allah” Allah

berfirman Surah al-Isra>’ ayat 82:35

)

(

Dan Kami turunkan dari al-Qur’a>n suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’a>n itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.36

32

Departemen Agama RI,Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah.., Hu>d: 63.

33

Zakaria,Konsep Rahmat A llah..,28.

34

Departemen Agama RI,Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah.., al-Nisa>’: 175.

35

Zakaria,Konsep Rahmat A llah..,29.

36


(36)

28

Keempat, rahmat dalam al-Qur’a>n dapat di artikan dengan agama Islam. Akan dibahaskan tentang peraturan Islam adalah rahmat pada bab kelima dari penelitian ini. Allah Swt berfirman dalam QS. Yu>nus ayat 58:37

)

(

Katakanlah (wahai Muhammad) “Kedatangan al-Qur’a>n itu adalah semata-mata dengan limpah kurnia Allah danrahmatNya, maka dengan isi kandungan al-Qur’a>n itulah hendaknya mereka bersukacita (bukan dengan yang lainnya), karena ia lebihbaik dari apa yang mereka himpunkan dari segala benda dan perkara yang tidak kekal).38

Menurut Ali>as-S{a>bu>ni>, fadilah Allah pada ayat ini artinya al-Qur’a>n dan rahmat-Nya adalah Islam. Berbagialah dengan keduanya, sebab datang dari Allah. Al-Qur’a>n dan Islam lebih baik dari apa yang manusia himpunkan dari benda dunia yang tidak kekal.

Kelima, perkataan rahmat dalam al-Qur’a>n juga berarti rezeki. Akan dikaji lebih jauh dalam asma Allah Razzaq dan konsep Rezeki. Allah Swt berfirman dalam QS. al-Isra>’ ayat 28:39

)

(

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas.40

Keenam, rahmat dalam bentuk yang lebih khusus dan terkaiterat dengan rezeki dunia yaitu, hujan, siang dan malam. Penjelasan tentang

37

Zakaria,Konsep Rahmat A llah..,29.

38

Departemen Agama RI,Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah.., Yu>nus: 58.

39

Zakaria,Konsep Rahmat A llah..,30.

40


(37)

29

perkara ini dapat dilihat pada bab empat. Allah Swt berfirman dalam QS. a l-Furqa>n ayat 48:41

)

(

Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat bersih.42

Keenam dari bagian rahmat yang disebutkan diatas tersebuat ada keterkaitan yang erat dengan kehidupan di dunia dan di akhirat. Yaitu dengan menurunkan (1) nabi, (2) agama Islam yang diredai-Nya, (3) al-Qur’a>n berupa petunjuk, (4) surga di akhirat, agar muslim dapat menggunakan (5) rezeki/rahmat-Nya di antaranya (6) hujan. Dari keenam makna rahmat ini tercermin jelas rahmat yang disandarkan kepada Allah dalam wujud objek kepada subjek. Contohnya, rahmat surga dan Muhammad bagian dari rahmat Allah.

Rahmat yang disandarkan kepada Allah bagian kedua adalah disandarkan sifat kepada pemilik sifat (Allah), yaitu rahmat dalam arti kasih dan sayang-Nya. Menurut al-Razi dari aliran Ash’ariyah, berdasarkan Allah Swt bersifat al-Rahma>n dan al-Rahi>m, ditambah lagi dengan al-Rahmah/Pemilik Rahmat, A rha>m al-Ra>himi>n, dan Khair al-Ra>himi>n, maka rahmat tidak dimiliki kecuali oleh Allah. Berkat takdir Allah sebagian makhluk memiliki rahmat, itu merupakan rahmat, tapi rahmat Allah itu lebih sempurna dari rahmat makhluk-Nya. Allah adalah rahmat secara mutlak. Dia

41

Zakaria,Konsep Rahmat A llah..,30.

42


(38)

30

Tuhan yang Maha mengasihani dari segala yang lain yang mengasihani. Dia sangat mencintai orang-orang yang mengasihani sesama hamba-Nya. Ringkasnya bahwa Allah Swt adalah sumber, Pemberi dan Penahan rahmat. Allah SWT berfirman dalam QS. Fa>t}ir ayat 2:43

)

(

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha bijaksana.44

Kedua rahmat Allah dalam arti majaz berupa nikmat atau rahmat dalam arti hakiki berupa kasih sayang yang saling terkait dan ditemukan di dalam al-Qur’a>n. Contoh rahmat dalam arti majaz yaitu, Allah yang memberi rahmat dalam arti majaz berupa rezeki kehidupan manusia masing-masing, Dia telah menetapkan dan mentakdirkannya, dan tidak membuat setiap orang mendapatkan rezeki yang sama dengan orang lain. Tetapi sebagian mendapatkan rezeki lebih dari yang lain. Di antara mereka ada yang kuat, lemah, kaya, miskin, majikan pelayan, agar sebagian dapat menggunakan sebagian yang lain dalam memenuhi keperluan kehidupannya. Rahmat Allah maksudnya adalah Islam yang mengantar manusia kepada kejayaan yang lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. Allah Swt telah memutuskan bahwa perbendaharaan rahmat itu hanya milik-Nya, bukan milik makhluk. Perbendaharaan rahmat adalah khairat al-dunya/kebaikan dunia semenjak

43

Zakaria,Konsep Rahmat A llah..,31.

44


(39)

31

dari zaman Nabi Adam sampai hari kiamat. Semua perbendaharaan rahmat itu telah ada pada sisi Allah bi al-fi’il, ia akan terwujud saat diperlukan. Allah Swt berfirman dalam QS. S{a>d ayat 9:45

)

(

Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Tuhanmu yang Maha perkasa lagi Maha pemberi?

Sementara rahmat-Nya dalam makna hakiki yaitu kasih sayang-Nya maka walaupun al-Qur’a>n telah menyebutkannya sebagaimana penulis menyatakan bahwa manusia tidak dapat mengenal hakikat Allah, maka manusia tidak dapat juga mengenal hakikat bagaimana kasih dan sayang-Nya, karena (1) apa yang terbayang oleh manusia tentang Allah maka Dia bukan demikian, (2) karena kasih sayang sesuatu yang abstrak, yang tidak dapat diuraikan dengan pasti. Walau demikian perkaranya, bukan berarti manusia tidak dapat merasakan kasih dan sayang-Nya, karena kasih sayang Allah meliputi segala sesuatu, dan semuanya terjadi berkat kasih dan sayang-Nya, lebih jauh lagi Dia telah menetapkan kepada diri-Nya kasih dan sayang, sehingga manusia sangat memerlukan kasih dan sayang-Nya.46

2. Macam-Macam Rahmat

Secara garis besar rahmat Allah Swt terbagi menjadi 2 mcam. Yaitu Rahmat yang bersifat umum dan rahmat yang bersifat khusus.47

45

Zakaria,Konsep Rahmat A llah.., 31-32.

46

Ibid., 32.

47

https://rohissmpn14depok.wordpress.com/2013/07/18/cara-mendapatkan-rahmat-allah-swt/ Cara Mendapatkan Rahmat Allah SWT diakses pada tanggal 20 Agustus 2016.


(40)

32

a. Rahmat yang bersifat umum

Rahmat ini akan dinikmati semua makhluk-Nya dan tak satupun dari mereka yang tidak mendapatkannya. Rahmat ini meliputi manusia, hewan, teman dan musuh, mukmin dan kafir, orang yang baik dan orang yang buruk. Sebagai contohnya, hujan yang biasa kita saksikan, di manapun tempat mendapati rahmat itu. Selain itu, rezeki-rezeki Allah Swt turun di semua tempat dan semua manusia menikmati karunia ini. b. Rahmat yang bersifat khusus

Rahmat ini hanya diberikan bagi makhluk dan hamba-hamba Allah Swt yang shaleh dan taat. Seperti halnya yang diberikan kepada para Rasul dan Nabi serta bagi orang-orang mukmin yang mendapatkan nikmat pahala atas keimanan dan amal saleh mereka.

3. Cara Memperoleh Rahmat Allah Swt

Seorang muslim pasti mengharapkan rahmat dari Allah Swt, sehingga mereka selalu berdoa agar memperoleh rahmat Allah Swt. Orang yang mendapat rahmat Allah Swt tergolong ke dalam kelompok orang yang beruntung. Allah Swt berfirman dalam QS. al-Baqarah ayat 64:

)

(

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.48

Bahkan keuntungan orang yang mendapat rahmat Allah itu akan dijauhkan dari azab-Nya. Allah Swt berfiman dalam QS. al-An’a>m ayat 16:

48


(41)

33

)

(

Barang siapa yang dijauhkan azab dari padanya pada hari itu, Maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. dan Itulah keberuntungan yang nyata.49

Adapun di dalam al-Qur’a>n mengemukakan kiat-kiat memperoleh rahmat Allah Swt, diantaranya yaitu:50

a. Tolong menolong dalam kebaikan, sebagaimana Allah Swt berfirman dalam QS. at-Taubah ayat 71:

)

(

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka

menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.51

b. Melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar, sebagaimana pada QS. at-Taubah ayat 71 diatas, yang menjelaskan bahwa amar ma’ruf dan nahi

munkar meruakan salah satu faktor dalam memperoleh rahmat Allah. c. Mendirikan shalat, sebagaimana pada QS. at-Taubah ayat 71 diatas pula

bahwa shalat yang dikerjakan dengan baik dan benar akan memberi pengaruh yang besar pada diri seseorang, ia akan menghindari perbuatan

49

Departemen Agama RI,Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah.., al-An’a>m: 16. 50

http://www.rohmadi.info/web/read/kiat-meraih-rahmat-ilahi/ Sepuluh Kiat Meraih Rahmat Ilahi diakses pada tanggal 21 Agustus 2016.

51


(42)

34

keji dan munkar. Karena itu, seorang muslim yang mendirikan shalat, berarti ia telah memperoleh rahmat dari Allah Swt.

d. Menunaikan zakat, sebagaimana pada QS. at-Taubah ayat 71 diatas yang disebutkan bahwa orang yang menunaikan zakat membuktikan bahwa ia selalu mengingat Allah Swt dalam kaitan dengan harta yang diperolehnya, karenanya ia mengeluarkan zakat. Maka perbuatan yang ia lakukan termasuk kedalam perbuatan yang memperoleh rahmat dari-Nya. e. Taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Ketaatan merupakan bukti dari keimanan. jika seseorang sudah mentaati Allah Swt dan Rasul-Nya, maka berarti ia telah membuktikan kebenaran imannya dan pantas mendapatkan rahmat Allah Swt, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. A<li Imra>n ayat 132:

)

(

Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat.52

f. Teguh dalam iman. Istiqomah dalam keimanan merupakan sesuatu yang

sangat ditekankan, sehingga kesusahan hidup tidak membuatnya lupa diri. Orang seperti ini akan memperoleh rahmat dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam QS. an-Nisa>’ ayat 175:

)

(

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. dan

52


(43)

35

menunjuki mereka kepada jalan yang Lurus (untuk sampai) kepada-Nya.53

g. Mengikuti petunjuk di dalam al-Qur’a>n dan selalu bertakwa. Al-Qur’a>n merupakan petunjuk bagi manusia yang akan membawa pada ketakwaan, jika manusia mengikuti petunjuk yang terdapat di dalam al-Qur’a>n, maka dia akan selalu bertakwa kepada Allah dan akan memdapatkan rahmat-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-An’a>m ayat 155:

)

(

Dan al-Qur’a>n itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah Dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.

h. Berbuat baik. Yakni perbuatan apa saja yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang datang dari Allah Swt dan Rasul-Nya serta tidak mengganggu orang lain, maka dengan kebaikan yang dilakukannya, amat dekat baginya memperoleh rahmat Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-A’ra>f ayat 56:

)

(

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.54

i. Senang mendengarkan bacaan al-Qur’a>n. Seorang muslim yang senang mendengarkan al-Qur’a>n yang dibaca, ini akan membuatnya memperoleh

53

Departemen Agama RI,Mus{haf al-Qur’a>n dan Terjemah.., an-Nisa>’: 175.

54


(44)

36

rahmat Allah Swt, sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-A’ra>f ayat 204:

)

(

Dan apabila dibacakan al-Qur’a>n, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.55

j. Taubatan nasukhah, yaitu taubat dari segala dosa akan membuat manusia mendapat rahmat Allah SWT, hal ini karena tobat berarti kembali kepada Allah yang membuat rahmat-Nya semakin dekat. sebagaimana firman-Nya dalam QS. an-Naml ayat 46:

)

(

Dia berkata: “Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan? hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat”.

C. Asba>b al-Nuzu>l

1. PengertianAsba>b al-Nuzu>l

Menurut Manna’ al-Qat{t{an, Asba>b an-Nuzu>l adalah sesuatu yang karenanya al-Qur’an diturunkan, sebagai penjelas terhadap apa yang terjadi,

baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.56 Sedangkan menurut S{ubhi al-S{ali>h, Sebab al-Nuzul adalah sesuatu yang oleh karenanya turun satu ayat atau beberapa ayat yang mengandung peristiwa tersebut atau menjawab

55

Departemen Agama RI,Mus{haf al-Qur’a>n dan Terjemah.., al-A’ra>f: 204.

56

Manna’ al-Qat{t{an, Pengantar Studi al-Qur’a>n, terj. Aunur Rafiq El-Mazni (Jakarta: Pustaka al-Kauthar), 95.


(45)

37

pertanyaan darinya atau juga menjelaskan hukum yang terjadi pada zamannya.57Adapun menurut al-Zarqani>, Asba>b nuzul al-Qur’a>n adalah:

Sebab al-Nuzul adalah sesuatu yang turun satu ayat atau beberapa ayat yang berbicara tentangnya (sesuatu itu) atau menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum yang terjadi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut.58

Dikarenakan Asba>b al-Nuzu>l erat kaitannya dengan keadaan yang berkenaan dengan turunnya ayat, maka al-Qasimi> mengatakan, bahwa pengetahuan sebab turunnya ayat adalah pengetahuan yang berkenaan dengan keadaan atau situasi dan kondisi ketika ayat tersebut turun. Oleh karena itu, untuk mengetahui sebab turunnya suatu ayat, maka terlebih dahulu harus diketahui situasi dan kondisi ketika turunnya ayat tersebut.59

Dengan demikian, dari berbagai definisi Asba>b nuzu>l al-Qur’a>n diatas tampak jelas bahwa tidak berbeda jauh dari yang dikemukakan oleh al-Zarqani. Artinya secara substansial, mereka sepakat bahwa yang dimaksud dengan Asbab nuzul al-Qur’a>n adalah sesuatu yang menjadi latar belakang turunnya suatu ayat baik berupa peristiwa atau dalam bentuk pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.60

2. Manfaat MengetahuiAsba>b al-Nuzu>l

Pengetahuan tentang Asba>b al-Nuzu>l sangatlah penting, karena terdapat banyak manfaat dalam mengetahuinya, diantaranya adalah:

57

Nasiruddin Baidan, W awasan Baru Ilmu Tafsi>r, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 135.

58

Baidan,W awasan Baru Ilmu Tafsi>r., 132-133.

59

Ibid., 135.

60


(46)

38

a. Memberikan petunjuk tentang hikmah yang dikehendaki Allah Swt atas apa yang telah ditetapkan hukumnya.

b. Memberikan petunjuk tentang adanya ayat-ayat tertentu yang memiliki kekhususan hukum tertentu. Hal ini lebih dirasakan perlunya oleh golongan yang bepegangan pada kaidah:

(Yang menjadi ibrat (pegangan) adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafal).

c. Merupakan cara yang efisien untuk memahami makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’a>n.

d. Menghindarkan keraguan tentang ketentuan pembatasan (al-hashr) yang terdapat dalam al-Qur’a>n.

e. Menghilangkan kemusykilan memahami ayat.

f. Membantu memudahkan penghafalan ayat dan pengungkapan makna

yang terkandung di dalam ayat.61

Dikarenakan begitu besar manfaat dan kedudukan pengetahuan tentang Asba>b al-Nuzu>l, maka ada beberapa ulama yang memasukkannya ke

dalam salah satu bagian dari ‘Ulu>m al-Qur’a>n.62

3. Hubungan Sebab Akibat Dalam Kaitannya DenganAsba>b Al- Nuzu>l

Ulama telah membahas tentang hubungan antara sebab yang terjadi, dengan ayat yang turun. Hal seperti ini dianggap penting karena sangat erat

61

Baidan,W awasan Baru Ilmu Tafsi>r., 138-139.

62


(47)

39

kaitannya dengan penerapan hukum. Adanya perbedaan pemahaman tentang suatu ayat berlaku secara umum berdasarkan bunyi lafalnya, atau terkait sebab turunnya, mengakibatkan lahirnya dua kaidah antara lain:63

a. Kaidah al-Ibrah bi Umu>m al-Lafd{i La>Bikhus{u>s{As-Saba>b

(yang menjadi ibrah atau pegangan dalam memahami makna ayat ialah lafazhnya yang bersifat umum bukan sebabnya).64

b. Kaidah al-Ibrah bi Khus{u>s{As-Saba>b La>bi Umu>m al-Lafd{i

(yang menjadi ibrah atau pegangan dalam memahami makna ayat adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafad).65

Dalam konteks pemahaman makna ayat-ayat dikenal kaidah yang menyatakan:

Patokan atau yang menjadi pegangan dalam memahami makna ayat ialah lafazhnya yang bersifat umum bukan sebabnya.

Setiap peristiwa memiliki atau terdiri dari unsur-unsur yang tidak dapat dilepaskan darinya, yaitu waktu, tempat, situasi tempat, pelaku, kejadian, dan faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa itu.

Kaidah di atas menjadikan ayat tidak terbatas berlaku terhadap pelaku, akan tetapi bagi siapapun selama redaksi yang digunakan ayat bersifat umum. Perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan Khusu>s al-Saba>b adalah sang

63

Baidan,W awasan Baru Ilmu Tafsi>r..,146.

64

Ibid.

65


(48)

40

pelaku saja, sedang yang dimaksud dengan redaksinya yang bersifar umum harus dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi, bukannya terlepas dari peristiwanya.66

Dalam konteks pemahaman makna ayat-ayat dikenal kaidah yang menyatakan:

Pemahaman ayat ialah berdasarkan sebabnya bukan redaksinya, kendati redaksinya bersifat umum.67

D. Muna>sabah

1. PengertianMuna>sabah

Muna>sabahsecara bahasa berarti kedekatan/kesesuaian.68 Oleh karena itu,tana>subdanmunasabatberasal dari akar kata yang sama, yaitu ﺐ ﺴ ﻧ yang mengandung arti berdekatan/bermiripan.69 Seperti dikatakan fula>n yuna>sib fula>n (si fulan itu sesuai/mirip dengan fulan yang lain), maksudnya bahwa ia mendekati dan menyerupai si fulan itu.70

Dari pengertian lughawi diatas dapat diperoleh gambaran bahwa

tana>sub dan muna>sabat itu terjadi minimal antara dua hal yang mempunyai pertalian; baik dari segi bentuk lahir, atau makna yang terkandung dalam

66

Baidan,W awasan Baru Ilmu Tafsi>r..,239.

67

Ibid.

68

Manna’ al-Qat{t{an,Pengantar Studi al-Qur’a>n., 119.

69

Baidan,W awasan Baru Ilmu Tafsi>r., 183.

70


(49)

41

kedua kasus tersebut. Maka,al-Muna>sabat fi al-‘illatdalam kajian ushul fikih (qiyas) adalah titik kemiripan atau kesamaan dua kasus dalam suatu hukum. Oleh sebab itu, munasabah seperti yang digambarkan diatas tersebut bisa dalam bentuk konkret (hissi) ataupun bisa pula dalam bentuk abstrak (’aqli

ataukhayali).71

Menurut al-Alma’i mendefinisikan al-muna>sabat adalah “pertalian antara dua hal dalam aspek apa pun dari berbagai aspeknya”. Inilah yang

dimaksudkan pula oleh Manna’ al-Qat{t{an bahwa munasabah adalah aspek yang mengandung hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat-ayat lain, atau antara satu surat dengan surat yang lain. Sama halnya dengan al-Suyu>ti{yang menemukan munasabah tersebut tak kurang dari tigabelas aspek, karenanya ia mengatakan

bahawa al-muasabat adalah al-munsyakalat dan al-muqarabat yaitu

bermiripan dan berdekatan. Sehubungan dengan itu maka al-munasabat menyangkut ayat-ayat al-Qur’a>n yang dapat dilihat dari dua segi, yaitu: 1) dari segi makna seperti makna ‘amdankhasatau‘aqli, hissi, ataukhayali. 2) dari segi kepastian ada hubungan dalam pemikiran, seperti sebab dan akibat (kuasalitas), ‘illat dan ma’ful atau dua hal yang serupa dan dua hal yang berlawanan.72

Dengan demikian, dari berbagai definisi tentang munasabah diatas tampak jelas bahwa pada hakikatnya tidaklah berbeda jauh antara satu dengan lainnya. Dari kesemua pendapat diatas, nampak ditemukan kesamaan yang

71

Baidan,W awasan Baru Ilmu Tafsi>r., 183.

72


(50)

42

mengacu pada tiga kata kunci, yaitu: al-muqarabat (berdekatan), al-musyakalat (bermiripan), dan al-irtiba>t{(bertalian). Oleh sebab itu, tertib al-Qur’a>n dalam mushaf yang ditemukan sekarang merupakan susunan yang mempunyai pertalian yang demikian kuatnya sehingga ayat-ayat dan surat-surat didalamnya tampak jelas hubungan antara satu dengan yang lainnya.73 2. Manfaat MengetahuiMuna>sabah

Pengetahuan tentang munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami dan merasakan secara mendalam bahwa al-Qur’a>n merupakan satu kesatuan yang utuh dalam untaian kata-kata yang indah dan harmonis dengan makna yang kokoh, tepat dan akurat sehingga sedikit pun tak ada cacat.74

Seperti yang telah ditegaskan Allah Swt dalam firman-Nya QS. az-Zumar ayat 23, yang berbunyi:

)

(

Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’a>n yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.75

Dengan dikuasainya ilmu tana>sub (muna>sabah) ini, maka akan semakin jelas baginya bahwa al-Qur’a>n itu benar-benar kalam Allah Swt,

73

Baidan,W awasan Baru Ilmu Tafsi>r..,185.

74

Ibid., 199.

75


(51)

43

bukan hanya teksnya, tapi susunan dan urutan ayat-ayat dan surat-suratnya pun atas petunjuk-Nya. Oleh karena itu, dengan dikuasainya ilmu tanasub inilah, seseorang akan merasakan suatu mukjizat yang sangat luar biasa dalam memahami susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’a>n. Seseorang akan mengatahui betul tentang ketepatan dan keakuratan dalam penempatan kata atau kalimat dalam untaian ayat-ayat al-Qur’a>n, baik dari segi susunan dan uslub, maupun makna dan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.76

Oleh karena itu, Ibn al-‘Arabi menyatakan bahwa kajian muna>sabah

adalah suatu ilmu yang besar dan mulia, yang hanya orang-orang tertentu yang dapat menggalinya. Bahkan al-Zarkashi juga mengakui akan pentingnya ilmu ini dengan menyatakan secara tegas bahwamuna>sabahadalah ilmu yang amat mulia yang dapat memelihara dan meluruskan pola pikir serta mengenal kadar kemampuan seseorang dalam berbicara.77

76

Baidan,W awasan Baru Ilmu Tafsir., 199-200.

77


(52)

BAB III

DATA PENAFSIRAN SURAT AL-

MU’MIN:

7

DAN AL-KAHFI: 65 SERTA ANALISIS TERHADAPNYA

A. Penafsiran Terhadap Surat al-Mu’min ayat 7

Surat al-Mu’min ini termasuk surat yang ke-40, yang terdiri dari 85 ayat. Surat ini dapat juga disebut dengan surat al-Ghafi>r. Surat al-Mu’min adalah termasuk surat Makkiyah, karena ayat ini diturunkan di Makkah sebelum hijrah dan ayat ini pada saat itu merupakan seruan yang ditujukan kepada penduduk Makkah.1

Adapun karakteristiknya makkiyah secara umum diantaranya adalah: 1. Setiap surat yang di dalamnya mengandung “ayat-ayat sajdah” adalah

Makkiyah.

2. Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makkiyah kecuali al-Baqarah.

3. Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan iblis adalah Makkiyah, kecuali al-Baqarah.

4. Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf muqatha’ah atau hija’i seperti

A lif La>m Mi>m, A lif La>m Ra>, H{a>Mi>m dan lain-lainnya, adalah Makkiyah,

1

Syaikh Manna’ al-Qat{t{an, Pengantar Studi al-Qur’a>n, terj. Aunur Rafiq El-Mazni (Jakarta: Pustaka al-Kauthar, 2005), 73-74.


(53)

45

kecuali al-Baqarah dan Ali Imra>n. Adapun surat ar-Ra’ad masih

diperselisihkan, dan karakteristik- karakteristik yang lainnya.2 Adapun dari segi ciri tema dan gaya bahasa, diantaranya adalah:

1. Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, Hari Kiamat dan kedahsyatannya, neraka dan siksanya, surga dan kenikmatannya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayatkauniyah.

2. Peletakkan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak yang mulia yang dijadikan dasar terbentuknya suatu masyarakat; pengambilan sikap tegas terhadap kriminalitas orang-orang musyrik yang telah banyak menumpahkan darah, memakan harta anak yatim secara zhalim, dan tradisi-tradisi buruk lainnya.

3. Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran, sehingga mengetahui nasib orang sebelum mereka yang mendustakan rasul, sehingga hiburan bagi Rasulullah Saw sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan mereka dan yakin akan kemenangannya.

4. Kalimat yang singkat, padat disertai kata-kata yang mengesankan sekali, ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hati, dan maknanya pun menyakinkan dengan didukung oleh lafazh-lafazh sumpah, seperti surat-surat yang pendek-pendek, kecuali sedikit yang tidak.3

2

Manna’ al-Qat{t{an,Pengantar Studi al-Qur’a>n.., 75-76.

3


(54)

46

Adapun penafsiran para mufassir terhadap surat al-Mu’min ayat 7 adalah

sebagai berikut:

1. PenafsiranAl-Ra>zi>

)

(

(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan Malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.4

Dalam berdo’a untuk semua urusan kebanyakan menyebut atau menggunakan lafazhﺎَﻨﱠﺑَر, ini menunjukkan bahwa para malikat ketika berdo’a

mereka mengucapkan lafazhﺎَﻨﱠﺑَر dengan berdalih kepada ayat ini. Begitu pula Adam ketika ia berdo’a mengucapkan ﺎﻨﺴ ﻔﻧأ ﺎﻨﻤ ﻠظ ﺎﻨﺑر, dan Nuh juga ketika ia

berdo’a menggunakan lafazh dan juga

menggunakan lafazh ي ﺪﻟاﻮ ﻟو ﻰ ﻟ ﺮ ﻔﻏ ا ب ر. Maka disunnahkan pula ketika memulai berdo’a dengan memuji Allah Swt, dan para Malaikat pun ketika mereka hendak berdo’a untuk memohonkan ampunan atas orang mukmin, mereka mengawali do’anya dengan memuji Allah Swt. Dan para Malaikat telah menyifati Allah Swt dengan tiga sifat yaitu Rububiyah, Rahmat dan

4

Departemen Agama RI, Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah (Semarang: Karya T{oha Putra, 2002), al-Mu’min: 7.


(55)

47

Ilmu. Adapun Rububiyah ialah menunjukkan kepada kesungguhan dan pengerjaan yang sempurna.5

Adapun lafadﺎًﻤْﻠِﻋ َو ًﺔ َﻤ ْﺣ َر ٍء ْﻲ َﺷ ﱠﻞ ُﻛ َﺖ ْﻌ ِﺳ َو ﺎَﻨﱠﺑَر di sini dijelaskan bahwa Ilmu mencakup segala sesuatu, dan Rahmat ialah yang menjadi wasilah atau perantara terhadap segala sesuatu itu. Disitu juga malaikat dalam memohon kepada Allah dengan mendahulukan menyebut kata rahmat daripada ilmu, karena permohonan mereka adalah bermaksud untuk tercapainya rahmat-Nya atau memperoleh rahmat dari-Nya. Maka didahulukan zat yang mempunyai rahmat dalam penyebutannya. Mereka (malaikat) memohonkan ampun atas dosa-dosa manusia yang telah melampaui batas. Allah Swt adalah tempat untuk meminta, karena Dia yang mempunyai rahmat. Ilmu disini adalah sebagian sifat Allah Swt (maha mengetahui) sedangkan Rahmat adalah termasuk Zat Allah yaitu zat yang merahmati. Ketika Malaikat memohon maka memuji zatnya terlebih dahulu (zat yang merahmati) yang mana rahmat bagian dari zat Allah Swt.6

2. PenafsiranSayyid Qut}b

)

(

(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan Malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya

mengucapkan): “Ya Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan

5

Muh{ammad Fakhruddi>n al-Ra>zi>,Tafsi>r Mafa>tih al-Ghaib,Juz. 27(Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), 27.

6


(56)

48

mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.7

Masalah yang bertalian dengan hakikat yang ditegaskan oleh redaksi surat ini adalah bahwa terdapat sejumlah hamba yang dekat dengan Allah Swt. Mereka bertasbih dengan memuji-Nya dan beriman kepada-Nya. Bahkan al-Qur’a>n menegaskan atas keimanan mereka. Ini merupakan isyarat akan hubungan antara pemikul ‘Arsy dan kaum mukminin. Itulah hamba -hamba yang telah didekatkan Allah, yang telah menyucikan Allah. Mereka mendoakan kaum mukmin dengan kebaikan-kebaikan, seperti yang biasa dilakukan di antara sesama mukmin.8

Mereka memulai doanya dengan kesantunan. Mereka berkata: “...Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu ...”. Sebelum memohon limpahan rahmat bagi manusia, mereka menyatakan bahwa dirinya hanya mengambil rahmat Allah Swt yang meliputi segala sesuatu. Mereka tidak melakukan apapun di hadapan-Nya, sebab rahmat itu hanyalah rahmat dan ilmu-Nya. Mereka hanya mengambil dari keduanya; hanya bersandarkan kepada keduanya.9

3. Penafsiran M. Quraish Shihab

)

(

7

Departemen Agama RI,Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah., al-Mu’min: 7.

8

Sayyid Qut}b, Tafsi>r Fi Z{ila>lil Qur’a>n; Di bawah Naungan A l-Qur’a>n, V ol. 10, terj. As’ad Yasin, dkk. (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 105.

9


(1)

74

ilmu adalah bagian rahmat Allah dan selalu berkaitan dengan rahmat Allah Swt, dan kata rahmat juga selalu disebut lebih dahulu daripada ilmu karena semestinya ilmu itu digunakan untuk sesuatu yang mendatangkan rahmat dan ke-ridha>-an Allah Swt bukan malah mendatangkan kemurkaan Allah sehingga ilmu yang demikian tersebut menjadi identitas untuk orang-orang yang beriman.


(2)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari bebarapa uraian tentang pembahasan mengenai rahmat dan ilmu beserta korelasinya yang berkaitan dengan penafsiran dan kandungan pada surat al-Mu’min ayat 7 dan al-Kahfi ayat 65, penulis ingin menyimpulkan ke dalam beberapa kesimpulan, yang mana dari beberapa kesimpulan ini akan berusaha menjawab atau memberikan gambaran terhadap rumusan masalah yang penulis bangun dari latar belakang masalah. Diantaranya adalah:

1. Dalam menafsirkan surat al-Mu’min ayat 7 para mufassir yang diantaranya yaitu al-Ra>zi, Sayyid Qut}b dan Quraish Shihab mereka sepakat bahwa rahmat dan ilmu Allah Swt meliputi segala sesuatunya. Dan ilmu Allah Swt tidak dapat dilepaskan dari rahmat Allah Swt itu sendiri, sehingga dalam kalimat tersebut terdapat wau at}af antara kalimat ًﺔ َﻤ ْﺣ َر dan ﺎًﻤْﻠِﻋ yang mempunyai ketersambungan dan keterikatan antara keduanya. Akan tetapi, makna lafazh rahmat disitu lebih bersifat umum daripada ilmu. Ilmu dikatakan khusus karena ilmu merupakan cakupan dari rahmat Allah, dan ilmu hanya diberikan kepada manusia saja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan masing-masing. Sedangkan rahmat Allah bersifat umum, karena rahmat Allah Swt meliputi seluruh makhluk-Nya. Rahmat Allah Swt meliputi semua manusia (baik muslim ataupun kafir) bahkan binatang, tumbuh-tumbuhan serta benda-benda yang tidak bernyawa sekalipun mendapatkan rahmat-Nya.


(3)

76

Karena dalam mewujudkan benda-benda tersebut, merupakan bagian dari rahmat-Nya.

2. Dan dalam menafsirkan surat al-Kahfi ayat 65 para mufassir yang diantaranya yaitu al-Ra>zi dan Quraish Shihab sepakat bahwa makna dari rahmat disitu adalah nubuwah, akan tetapi terdapat perbedaan kaidah yang mereka pakai dalam menafsirkan ayat tersebut. Al-Ra>zi>memakai kaidah munasabah antar surat, sedangkan Quraish Shihab memakai kaidah kebahasaan serta kaidah munasabah kalimat antar kalimat dalam satu surat. Pada ayat ini dikisahkan tentang nabi Khidir yang telah dianugerahi Allah Swt Rahmat dan Ilmu-Nya. Dengan rahmat dan ilmu yang diberikan oleh Allah Swt kepadanya itu, ilmu nabi khidir telah mengandung rahmat dan orang lain mendapatkan rahmat dari ilmu yang ia miliki. Maka ilmu inilah yang merupakan jalan menuju ilmu yang hakiki dan pengetahuan yang bercahaya (yang diliputi oleh rahmat Allah Swt).

3. Melihat dari beberapa penafsiran mengenai ayat-ayat yang berhubungan antara rahmat dan ilmu dalam surat al-Mu’min ayat 7 dan surat al-Kahfi ayat 65 tersebut, tampak jelas bahwa terdapat korelasi antara rahmat dan ilmu. Dalam kedua ayat tersebut, Allah Swt ketika menyebutkan rahmat dan ilmu dalam satu ayat, selalu mendahulukan kata rahmat daripada ilmu, ini menunjukkan bahwa ilmu merupakan cakupan dari rahmat Allah. Ini berarti, dapat dikatakan bahwa rahmat adalah asas yang mendahului ilmu, yaitu dimana kondisi dan lingkungan yang sesuai untuk mendapat manfaat ilmu, kebaikan, dan berkahnya. Ilmu yang disertai dengan rahmat Allah akan


(4)

77

melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik dan akan membuat ia semakin tunduk dan takut kepada Allah Swt. Akan tetapi, apabila rahmat dicabut dari ilmu dan tidak mendahuluinya, tidak menjadi fasilitator atas asasnya, maka ilmu itu akan menjadi buruk, merusak, dan menghancurkan, dan ilmu itu tidak memberikan kebahagiaan dan manfaat bagi dirinya dan orang lain. Tetapi ilmu yang dimilikinya menjadikan sebab terjadinya kekejaman, ketakutan, kecemasan, ancaman, kepedihan dan kehancuran bagi umat manusia.

B. Saran

Sebagai umat Islam, hendaknya dalam mempelajari ilmu menyertakan selalu rasa takut kepada Allah Swt supaya ilmu yang dipelajari dapat bermanfaat di dunia dan di akhirat. Jikalau ilmu yang dimiliki bermanfaat bagi dunia dan akhirat serta berguna bagi orang lain pula, maka dada anda akan dilapangkan oleh rahmat-Nya, sehingga segala jenis syahwat dan maksiat yang menutupinya akan lenyap. Apalagi, jika ilmu itu di gunakan selalu untuk melakukan kebaikan-kebaikan di dunia ini. Maka kelak di akhirat, pasti akan mendapatkan surga-Nya yang penuh dengan segala kenikmatan, yang luasnya melebihi langit dan bumi. Amin...

Dan telah disadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penelitian ini disebabkan keterbatasan dalam upaya meneliti. Oleh karena itu, penulis memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun, demi kesempurnaan karya-karya ilmiah selanjutnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agama RI, Departemen. 2002. Mus{haf A l-Qur’a>n dan Terjemah. Semarang: Karya Toha Putra.

al-Ra>zi>, Muh{ammad Fakhruddi>n. 1981.Tafsi>r Mafa>tih al-Ghaib,Juz. 27. Beirut: Da>r al-Fikr.

_____________. 1981.Tafsi>r Mafa>tih al-Ghaib,Juz. 21.Beirut: Da>r al-Fikr. Qut}b, Sayyid. 2003.Tafsi>r Fi Z{ila>lil Qur’a>n;Di bawah Naungan A l-Qur’a>n, V ol.

10. Terj. As’ad Yasin, dkk. Jakarta: Gema Insani Press.

Shihab, Quraish. 2007. Tafsi>r al-Mis}ba>h; Pesan, Kesan, dan Keserasian A l-Qur’a>n, Vol 12. Jakarta: Lentara Hati.

_____________. 2007. Tafsi>r aMisbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian A l-Qur’a>n, Vol 6. Jakarta: Lentara Hati.

Shihab, Quraish. 2014. Wawasan al-Qur’a>n; Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat.Bandung: Mizan.

al-Qat{t{an, SyaikhManna’. 2005.Pengantar Studi al-Qur’a>n, terj. Aunur Rafiq El-Mazni. Jakarta: Pustaka al-Kauthar.

Qard{awi>, Yu>suf. 2001.A l-Qur’a>n Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan

Jakarta: Gema Insani.

Hikmawan, Arham. “Akal dan Wahyu Menurut Harun Nasution dan M. Quraish Shihab; Studi Perbandingan”, (Surakarta: Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Agama IslamUniversitas Muhammadiyah Surakarta, 2009). Ash-Shiddieq, Aep Kusnawan. 2007.Doa-Doa Sukses. Bandung: Mizan.


(6)

Suryadilaga, Alfatih. 2009.Konsep Ilmu Dalam Kitab Hadis; Studi atas Kitab al-Kafi Karya al-Kulaini. Yogyakarta: TERAS.

Moleong, Lexy J. 2002 Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hadi, Sutrisno. 2004.Metodologi Reseach. Yogyakarta: Andi Offset.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik

Jakarta: Rineka Cipta.

Baidan, Nasruddin. 2011. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baidan, Nasruddin. 2002.Metode Tafsir al-Qur’a>n.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Khusnul Khotimah. “Paradigma Dan Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam

Al-Qur’an”,Jurnal IAIN Tulung Agung. Nomor 1 Vol. 9. Tulung Agung, Juni 2014.

http://www.gurusejarah.com/2015/07/peristiwa-pengeboman-hiroshima-dan.html

https://rohissmpn14depok.wordpress.com/2013/07/18/cara-mendapatkan-rahmat-allah-swt/