Membangun Kawasan Perbatasan Secara Terintegrasi

Secara Terintegrasi

Perkembangan Kebij akan dan Implementasi Kegiatan Pembangunan Kawasan Perbatasan 2005-2007

Konsep dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Sesuai UU no. 26/ 2007 Model-model Pengembangan Kawasan perbatasan

Mayj en TNI Romulo Simbolon : Diperlukan Mekanisme Koordinasi Pembangunan Wilayah Perbatasan Secara Terpadu

Menata Pulau-Pulau Kecil Perbatasan

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

BULLETIN KAWASAN

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

BULLETIN KAWASAN

FOKUS

egara Kesatuan Republik

Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbatasan dengan banyak negara baik di wilayah darat maupun laut. Di wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Nugini (PNG) dan Timor Leste. Kawasan perbatasan darat tersebar di tiga pulau dan empat provinsi yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan di wilayah laut, Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thai- land, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Kawasan perbatasan laut termasuk juga pulau-pulau terluar yang seluruhnya berjumlah 92 pulau.

Mengapa pembangunan kawasan perbatasan negara menjadi isu yang sangat penting? Letak kawasan ini yang berhadapan secara langsung dengan negara lain memang menyebabkan kawasan ini rawan terhadap intervensi dari negara lain baik dalam aspek ekonomi, politik, sosio-kultural, maupun keamanan. Di sisi lain, kawasan ini memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Dengan demikian, disamping memiliki fungsi strategis dalam bidang ekono-mi, kawasan perbatasan juga memiliki fungsi strategis dalam menjamin kedaulatan wilayah negara.

Djalal (2007) menyatakan bahwa perubahan luas wilayah suatu negara disamping dapat terjadi melalui peru-

bahan-perubahan alamiah (accretion), penjualan/pembelian wilayah (purcha- ses), peperangan (conquest), penemu- an (discoveries), suksesi/bubarnya negara (succession), penggabungan negara (federation/integration), mau- pun akibat adanya perkembangan hukum internasional, juga dapat terjadi secara politis, sosio-kultural, dan eko- nomis. Hal tersebut dapat terjadi apa- bila suatu wilayah dan penduduk tidak memperoleh perhatian yang cukup dari pemerintahnya sehingga penduduk di tempat-tempat tersebut tidak lagi merasa ada hubungan hukum, politis, sosio-kultural, maupun ekonomis dengan bagian-bagian lainnya dari negara tersebut. Untuk menghin- darkan “hilangnya” bagian wilayah NKRI tersebut, maka pembangunan kawasan perbatasan negara merupa- kan agenda pembangunan nasional yang sangat penting.

Dengan demikian pembangunan kawasan perbatasan negara memiliki dua tujuan penting yaitu untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; serta untuk meningkatkan kesejahteraan masya-rakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.

Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan keberpihakan pada

pembangunan kawasan perbatasan terus bergulir, baik dari segi kerangka kebijakan maupun kerangka investasi dan kegiatan. Fokus pada bagian perta- ma ini akan memotret perkembangan kebijakan dan pengembangan kawasan perbatasan dalam jangka waktu tiga tahun pelaksanaan RPJM Nasional 2004-2009 dan berbagai permasalahan yang masih dihadapi serta memerlukan tindaklanjut kedepan dalam pembang- unan kawasan perbatasan.

Kebijakan dan Regulasi

Upaya percepatan pembangunan kawasan perbatasan tidak mungkin terwujud tanpa adanya dukungan dan keberpihakan kebijakan. Hingga saat ini, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang diharapkan secara signifikan dapat mendorong pengembangan kawasan perbatasan.

Dalam rangka mewujudkan pem- bangunan yang lebih merata dan berke- adilan di kawasan perbatasan, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasio- nal (RPJP) 2004-2025 telah mengama- natkan bahwa wilayah-wilayah perba- tasan dikembangkan dengan mengu- bah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dila- kukan, selain menggunakan pendekat-

Perkembangan Kebijakan dan Pelaksanaan Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

2 BULLETIN KAWASAN

FOKUS

an yang bersifat keamanan, juga diper- lukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus juga perlu diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004- 2009 sebagai acuan kerja lima tahun bagi Kabinet Indonesia Bersatu juga telah menetapkan pembangunan kawasan perbatasan negara sebagai salah satu agenda prioritas pembang- unan nasional dalam jangka menengah. RPJM Nasional kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun untuk menjadi acuan bagi kementerian dan lembaga serta oemerintah daerah dalam menyusun rencana kerja masing-masing.

Selain kebijakan perencanaan pembangunan nasional, pada tahun 2007, pemerintah telah menetapkan kebijakan spasial yang bersifat makro melalui penerbitan Undang-Undang no.

26 tahun 2007 mengenai Penataan Ruang Nasional. Berdasarkan Undang- Undang ini kawasan perbatasan negara, termasuk pulau-pulau kecil terluar, telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan perta- hanan dan keamanan.

Baru-baru ini pemerintah juga mengeluarkan PP no. 26 tahun 2008 mengenai Rencana Tata Ruang Wila- yah Nasional sebagai turunan dari UU Penataan Ruang Nasional, dimana PP tersebut menetapkan 26 pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), yaitu kawa- san perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara (lihat Kotak 1, hal 8). Kedua regulasi mengenai penataan ruang tersebut secara jelas menunjukan perubahan paradigma dalam pengem- bangan kawasan perbatasan negara sesuai dengan amanat RPJP dan RPJM Nasional. Dengan keluarnya kedua regulasi ini, pengembangan kawasan perbatasan secara “outward looking” telah memiliki landasan makro yang jelas dan kuat dari sisi penataan ruang.

Regulasi lain yang telah dikeluarkan oleh pemerintah adalah Peraturan

Presiden No. 78 mengenai pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Peraturan presiden ini dikeluarkan dengan tujuan untuk memberikan arahan kebijakan operasional dalam mengelola 92 pulau kecil terluar. Selain sebagai penentu batas wilayah NKRI, pulau-pulau kecil terluar memiliki nilai strategis ekonomi yaitu memiliki potensi sumber daya alam serta jasa-jasa lingkungan lainnya yang tinggi, seperti pariwisata dan lain sebagainya. Terdapat 3 misi utama dari Perpres 78/2005, yaitu :

1. Menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan Negara dan bangsa serta mencip- takan stabilitas kawasan

2. Memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan.

3. Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahtera- annya. Dengan prinsip pengelolaan berdasarkan Wawasan Nusantara, berkelan-jutan dan berbasis masyarakat, serta mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah.

Pembiayaan Pembangunan

Keberpihakan pemerintah dalam pembangunan kawasan perbatasan sesuai amanat RPJMN telah diwujud- kan dalam bentuk keberpihakan pem- biayaan pembangunan terhadap daerah-daerah yang berada di kawasan perbatasan negara. Sebagai bentuk afirmasi terhadap pembangunan daerah perbatasan tersebut, sejak tahun 2007 karakteristik wilayah perbatasan telah dijadikan salah satu komponen yang diperhitungkan dalam pengalo- kasian Dana Alokasi Khusus (DAK). Pengalokasian Dana alokasi khusus (DAK) dilakukan melalui tiga kriteria, yaitu kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum memper- timbangkan kemampuan keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dimana jika ada daerah yang APBD-nya kurang maka layak memperoleh DAK. Sedangkan alokasi DAK dengan kriteria khusus adalah dae- rah pesisir kepulauan, daerah perba- tasan, daerah tertinggal, daerah rawan

banjir, dan daerah dalam kategori ketahanan pangan. Upaya ini dimaksud- kan untuk mempercepat pembangunan dan sarana serta prasarana wilayah pada daerah yang masih tergolong tertinggal, termasuk daerah-daerah di kawasan perbatasan.

Penetapan dan Penegasan Batas Negara

Indonesia sudah memiliki perjan- jian batas negara di darat dengan Papua Nugini dan sebagian besar batas darat dengan Malaysia dan Timor Leste. Namun masih terdapat beberapa permasalahan di beberapa segmen garis batas. Untuk menyelesaikan berba- gai permasalahan batas darat antar kedua negara dilakukan upaya survei dan pemetaan, perbaikan tugu batas, serta perundingan-perundingan antara Indonesia dengan negara tetangga.

Sementara untuk batas laut, Indonesia telah menyepakati seluruh batas Landas Kontinen dan Zona Eko- nomi Eksklusif dengan Australia. Kese- pakatan juga sudah tercapai pada sebagian segmen batas laut wilayah dengan Malaysia dan Singapura serta Landas Kontinen dengan India, Thai- land, Malaysia (di selat Malaka dan Laut Cina Selatan), Vietnam dan Papua Nugini. Perundingan penetapan batas laut yang sedang berjalan dalam dua tahun terakhir adalah penetapan batas maritim dengan Malaysia untuk segmen batas laut Sulawesi, Selat Malaka, dan Laut China Selatan; serta perundingan penetapan batas maritim dengan Filipina dan Singapura. Meskipun belum ada kesepakatan baru tentang batas-batas maritim, namun telah terca- pai beberapa “kesepakatan antara” diantara Indonesia dengan Singapura dan Malaysia. Hal ini antara lain dise- babkan karena perundingan-perun- dingan perbatasan maritim memang sangat memerlukan kesabaran dan waktu lama. Untuk menegaskan kehadiran pemerintah di pulau terluar, dilakukan pula upaya-upaya simbolik melalui pemberian nama dan pembang- unan tugu di pulau-pulau kecil terluar, selain juga upaya-upaya untuk

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

BULLETIN KAWASAN

FOKUS

meningkatkan kesejahteraan masya- rakat setempat.

Pengembangan Sarana dan Prasarana pada Exit-Entry Point

Saat ini terdapat 79 Pos Lintas Batas (PLB) di 7 Provinsi, 12 diantaranya meru- pakan tempat perlintasan internasional. Ke-79 PLB internasional dan tradisional yang tersebar di wilayah perbatasan darat dan laut NKRI masih sangat terbatas baik dalam kelembagaan, infrastruktur pelayanan, dan personil. PLB-PLB tersebut perlu ditingkatkan fasilitasnya, dan sedapat mungkin memiliki fasilitas yang memenuhi standar internasional, antara lain terdapat unsur bea cukai, imigrasi, karantina, dan keamanan. Beberapa permasalahan PLB yang memerlukan penanganan secara terkoordinasi antara lain :

1. Jumlah dan kualitas sarana dan prasarana sangat minim dan tidak sesuai dengan peruntukannya

2. Tidak memiliki bentuk fisik bangunan dan tata letak yang sinergis dan representatif sebagai halaman depan negara

3. Personil pelaksana di lapangan sangat minim baik dari sisi jumlah maupun kemampuan

4. Kurangnya partisipasi Pemerintah Daerah terkait dalam penyediaan sarana dan prasarana pendukung

5. Kurangnya dukungan anggaran pelaksanaan program dan kegiatan Untuk meningkatkan kualitas

pelayanan PLB, pada tahun 2007 Departemen Dalam negeri mengelu- arkan Permendagri No.18 Tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana, Prasarana dan Prosedur Pelayanan Lintas Batas Antar Negara, yang antara lain mengatur distribusi kewenangan, tata guna lahan dan bangunan yang akan digunakan, mekanisme koordinasi, prosedur pela- yanan, pembentukan administratur pengelola, monitoring evaluasi, dan pelaporan. Regulasi ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kelancaran, dan kenyamanan bagi para pelintas batas antar negara sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan arus

pelintas batas yang keluar-masuk wilayah NKRI.

Berdasarkan regulasi tersebut, setiap PLB internasional dan PLB tradisional harus memiliki sarana dan prasarana utama dan penunjang. Sarana dan prasarana utama terdiri dari bangunan pos lintas batas, bangunan keamanan, peralatan teknis operasi- onal, pintu gerbang dan pagar. Sarana dan prasarana penunjang terdiri dari jalan, listrik, sanitasi, air bersih, seluran drainase dan telekomunikasi, balai kesehatan, perumahan pegawai, tempat penukaran uang, pertokoan, dan sarana lain sesuai kebutuhan.

Selain mengeluarkan regulasi untuk meningkatkan pelayanan PLB, peme- rintah sejak tahun 2006 telah mengalo- kasikan anggaran bagi pembangunan atau rehabilitasi PLB di seluruh Indonesia melalui dana Tugas Pembantuan (TP). Beberapa PLB yang telah difasilitasi pembangunannya antara lain PLB di Kabupaten Belu, Nunukan, Bengkayang, Sambas, Natuna, Boven Digoel, Pegunungan Bintang, dan Kabupaten Bengkalis.

Pembangunan Infrastruktur Sosial Ekonomi

Pembangunan kawasan perba- tasan tidak terlepas dari penyediaan infrastruktur sosial ekonomi. Selama kurun waktu 2005-2007, pemerintah telah melakukan pembangunan berba- gai jenis infrastruktur di kawasan perba- tasan, meliputi infrastruktur perhubung- an darat, perhubungan laut, perhubung- an udara, telekomunikasi, listrik, air bersih, pendidikan, kesehatan, pasar, dan permukiman.

Dari aspek perhubungan, upaya untuk menghubungkan wilayah-wilayah terisolir termasuk kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar dilakukan melalui pembangunan perhubungan perintis. Untuk angkutan penyeberangan perintis, hingga tahun 2007 telah tersedia 89 lintas penyeberangan perintis di seluruh Indonesia. Dalam jangka panjang, pemerintah berencana akan menyediakan 184 lintas penyebe- rangan perintis. Sedangkan hingga akhir pelaksanaan RPJM Nasional, direnca-

nakan akan terbangun tambahan der- maga perintis sebanyak 45 unit dan kapal perintis sebanyak 20 unit. Secara rutin, dialokasikan dana untuk melakukan subsidi operasi angkutan penyeba- rangan

Untuk angkutan laut perintis, hingga saat ini telah tersedia 52 rute trayek angkutan laut perintis. Pada periode 2005-2007, pemerintah melakukan pembukaan aksesibilitas pulau kecil terluar melalui penyediaan jalur transportasi kapal PELNI, antara lain penyediaan kapal PELNI rute Bitung- Pulau Miangas- Pulau Marore, dan rute Jakarta–Kepulauan Natuna, Jakarta- Sorong-Biak (Gugus Pulau Mapia); serta pemberian alat-alat komunikasi. Untuk memperlancar transportasi antar pulau di kawasan perbatasan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran bagi peningkatan pembangunan pelabu- han-pelabuhan perintis, diantaranya Pelabuhan Nunukan, Tenua (Kupang), Fak-Fak, serta Manokwari. Pemerintah juga membangun Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di pulau kecil terluar.

Untuk penyediaan angkutan udara di kawasan perbatasan, pembangunan/ pengembangan bandara serta subsidi angkutan udara perintis menjadi priori- tas pemerintah. Tujuan diselenggara- kannya angkutan udara perintis adalah guna membuka isolasi dan mengem- bangkan semua daerah. Penyelengga- raanya dilakukan oleh pemerintah deng- an mengikutsertakan perusahaan angkutan udara nasional yang dapat diberi kemudahan tertentu. Meskipun pembukaan rute penerbangan perintis mempunyai demand rendah, namun diharapkan dapat merangsang perkem- bangan ekonomi daerah yang bersang- kutan (trade follows the ship).

Bandara perintis di kawasan perba- tasan yang telah mulai dikembangkan pemerintah pada periode 2005-2007 di- antaranya adalah bandara Jhon Becker (Kisar), Lekunik (Rote), Melonguane (Talaud), Mali (Alor), Naha (Tahuna), Numfor (Biak), Tanah Merah (Papua), Sarmi (Papua), Pangsuma (Putusibau), Nunukan (Kaltim), dan Mopah (Merauke). Pembangunan bandar

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

4 BULLETIN KAWASAN

FOKUS udara di kawasan perbatasan tersebut

diupayakan agar mampu didarati minimal oleh pesawat sekelas F-27.

Selama periode 2005-2007, peme- rintah juga telah melakukan pemeliha- raan, peningkatan, dan pembangunan jaringan jalan di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kabupaten Keulauan Talaud, Maluku Tenggara Barat Halma- hera Utara, dan Papua. Untuk mendu- kung kelancaran arus barang dan orang, telah dibangun beberapa terminal lintas batas antara lain di Motaain (NTT), Singkawang (Kalbar), dan Entrope (Papua).

Penyediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman telah dilaku- kan pemerintah baik di kawasan perba- -tasan darat maupun pulau kecil terluar. Misalnya pemberian bantuan energi alternatif listrik tenaga surya dan alat komunikasi, serta penyediaan air bersih saluran drainase, jalan poros, dan sara- na persampahan di Kalbar, Kaltim, Papua, NTT, Maluku, Sulut, dan Kepri. Untuk mengembangkan kegiatan eko- nomi, pemerintah membangun outlet ekspor, antara lain di Skouw, Entikong, Tarakan, Atambua, Bitung, dan Nunu- kan, serta pembangunan pasar di perba- tasan untuk memfasilitasi perdagangan lintas batas antara kedua negara, antara lain di Sanggau, Sambas, Malinau, Talaud, Jayapura, Sangihe.

Pertahanan dan Keamanan

Dalam upaya meningkatkan pertahanan di kawasan perbatasan TNI secara rutin melaksanakan operasi pengamanan perbatasan, bakti sosial, penyuluhan, serta pengembangan sarana dan prasarana pertahanan mau- pun keamanan, misalnya pos pengama- nan perbatasan. Demikian pula dengan Kepolisian Republik Indonesia yang secara rutin melakukan upaya-upaya penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dalam rangka pemberantasan kegiatan ilegal di kawasan perbatasan. Pembangunan pos-pos pertahanan serta pos polisi di kawasan perbatasan juga dilakukan untuk menciptakan situasi keamanan yang kondusif serta meningkatkan pelayanan terhadap

masyarakat. Namun demikian perlu diakui bahwa penanganan kegiatan ilegal di kawasan perbatasan negara selama tiga tahun terakhir tampaknya masih menghadapi berbagai tantangan karena kegiatan ilegal terutama pembalakan liar, ternyata masih sulit dibendung. Hal ini disebabkan masih lemahnya upaya pencegahan maupun penegakan hukum terhadap kegiatan- kegiatan ilegal yang terjadi di kawasan perbatasan.

Permasalahan Mendasar

Meskipun banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mempercepat pembangunan di Kawa- san Perbatasan, berbagai kalangan menilai bahwa keterbatasan pendanaan masih menjadi persoalan mendasar untuk mempercepat pembangunan kawasan perbatasan. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dirasakan belum sebanding dengan luasnya kawasan perbatasan yang harus ditangani. Selain itu, inefisiensi pelaksanaan kegiatan pembangunan masih sangat menonjol. dimana banyak kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun peme- rintah daerah yang cenderung tumpang tindih dan tidak sinergis satu dengan yang lain. Aspirasi yang sering disuarakan oleh pemerintah daerah adalah perlunya suatu sistem kelembagaan di tingkat pusat yang menangani kawasan perbatasan secara khusus serta perlunya payung hukum yang mampu mendorong keberpihakan dan keterpaduan dalam pembangunan kawasan perbatasan.

Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti

Potret singkat perkembangan kebijakan dan kegiatan pembangunan serta permasalahan yang telah diurai- kan memperlihatkan adanya pening- katan keberpihakan pada pembangu- nan kawasan perbatasan selama tiga tahun terakhir oleh berbagai Kemente- rian/Lembaga di tingkat pusat. Namun tantangan yang harus dijawab adalah bagaimana keberpihakan tersebut dapat semakin meningkat lagi di masa yang akan datang serta diiringi oleh semakin terpadunya sektor-sektor dan

pemerintah daerah dalam upaya pembangunan kawasan perbatasan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah saat ini tengah berupaya menyelesaikan beberapa rancangan regulasi yang lebih bersifat operasional untuk semakin meningkatkan keberpi- hakan dalam pembangunan kawasan perbatasan serta mendorong pengelo- laan kawasan perbatasan secara lebih terintegrasi. Rancangan regulasi yang tengah digodok misalnya regulasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perbatasan, serta Rancangan Inpres Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan dan Pulau Kecil Terluar (lihat : rubrik wawancara).

Terobosan regulasi semacam ini perlu segera diimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan di masa yang akan datang untuk semakin mempercepat pembangunan kawasan perbatasan. Dengan adanya perenca- naan spasial yang lebih rinci, sistematis, berkelanjutan, serta didukung oleh sistem kelembagaan yang terkoordinasi dengan baik, diharapkan ke depannya setiap unsur terkait dapat melakukan perencanaan dan pelaksanaan pro- gram sektoral secara terpadu dengan sektor lain. Selain itu, keberadaan regulasi ini diharapkan dapat lebih mendorong jumlah maupun kualitas pendanaan yang dialokasikan Kemen- terian/Lembaga serta Pemerintah Daerah untuk membangun kawasan perbatasan. Pada gilirannya, dengan adanya stimulasi pendanaan yang memadai dari pemerintah terutama pada sektor infrastruktur serta upaya- upaya untuk memperbaiki iklim usaha, pembangunan kawasan perbatasan diharapkan juga dapat didukung oleh investasi dari sektor swasta.

Cita-cita untuk mewujudkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang NKRI yang bermartabat rasanya bukanlah hal mustahil yang dapat segera terwujud, asalkan ada upaya sungguh-sungguh untuk saling berkolaborasi dan bersinergi dari seluruh pihak terkait (DTO-disunting dari berbagai sumber) .

FOKUS

Konsep dan Strategi Penataan Ruang Kawasan perbatasan Negara Sesuai UU 26/2007 Tentang Penataan Ruang

Oleh : Ir. Iman Soedradjat, MPM*

K negara tetangga dengan fungsi utama alam dan kondisi sosial ekonomi 26 Tahun 2007 tentang Penataan

awasan perbatasan merupakan Pulau Sumatera hingga Pantai Selatan Mengantisipasi pesatnya pem- wilayah yang secara geografis Nusa Tenggara Barat).

bangunan kawasan perbatasan dan berbatasan langsung dengan

Dilihat dari kekayaan sumberdaya paradigma baru, Undang-undang No.

mempertahankan kedaulatan negara masyarakat di kawasan perbatasan, Ruang, menegaskan prioritas penataan dan kesejahteraan masyarakat. Wilayah kondisi kawasan perbatasan di ruang kawasan perbatasan terutama yang dimaksud adalah bagian wilayah Indonesia adalah “paradoks”. Sumber dengan nilai strategis nasional kawasan provinsi, kabupaten atau kota yang daya alam yang berlimpah-limpah baik perbatasan dari sudut kedaulatan NKRI langsung bersinggungan dengan garis di darat (hutan, migas, tambang, dan dan kesejahteraan masyarakat. batas negara (atau wilayah negara) dan/ perkebunan) maupun di laut (migas dan Berbasis RTR Kawasan Perbatasan ini atau yang memiliki hubungan fungsional perikanan) yang seharusnya menjadi diharapkan dapat menjadi alat (keterkaitan). Kawasan perbatasan modal pembangunan kawasan ini, koordinasi pembangunan kawasan negara Indonesia terdiri dari dua matra ternyata justru dieksploitasi secara antar sektor dan antar wilayah. yaitu: kawasan perbatasan negara matra besar-besaran dan dibawa keluar, telah

daratan dan kawasan perbatasan matra menyebabkan masyarakat di kawasan Penataan Ruang Kawasan

laut.

ini relatif tertinggal dan miskin bahkan Perbatasan Negara : Amanat UU no.

Kawasan perbatasan matra laut pada umumnya terisolir.

26 Tahun 2007 tentang Penataan

mengacu pada hukum laut internasional

Kondisi tersebut telah diantisipasi Ruang

berupa titik koordinat batas negara baik oleh Pemerintah dengan adanya peru- Amanat Undang-Undang No. 26 batas laut teritorial, zona ekonomi ekslusif bahan paradigma pembangunan kawa- Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (ZEE), dan batas landas kontinen, yang san perbatasan di Indonesia sesuai menegaskan hal-hal yang terkait dengan masing-masing mempunyai hak dan dengan Undang-undang No. 17 Tahun Penataan Ruang Kawasan Perbatasan, kewajiban. Kawasan perbatasan matra 2007 tentang RPJP dan Peraturan sebagai berikut: laut ini dibatasi pada laut teritorial, Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang

1. Sebagai rencana rinci tata ruang, khususnya pulau-pulau kecil terluar. RPJM, yang menegaskan adanya 5

yang berfungsi sebagai perangkat Kawasan perbatasan matra darat fungsi yang menjadi dasar kebijakan

operasional rencana umum tata mengacu pada peraturan internasional pembangunan kawasan perbatasan,

ruang dalam hal ini rencana tata dan kesepakatan bilateral yang ditandai yaitu: (1) kawasan perbatasan sebagai

ruang wilayah nasional (RTRWN), oleh titik koordinat berupa patok-patok “beranda depan” negara dan pintu ger-

terutama alokasi ruang dari fungsi- batas. Indonesia sebagai negara yang bang internasional ke negara tetangga,

fungsi kedaulatan negara dan luas baik daratan dan laut yaitu hampir 2 (2) kawasan perbatasan menerapkan

beranda depan/pintu gerbang juta km 2 , dikelilingi oleh 10 negara te- keserasian prinsip pembangunan kese-

internasional. tangga (Singapura, Malaysia, Thailand, jahteraan dan pertahanan keamanan,

2. Fungsi dan kedudukan Rencana Brunai, PNG, Palau, Timor Leste, (3) pembangunan kawasan membe-

Tata Ruang Kawasan Perbatasan: Australia, Vietnam, dan Philipina). rikan perlindungan terhadap kawasan

a. Keterpaduan pemanfaatan Rencana Tata Ruang Nasional mengi- konservasi dunia dan kawasan lindung

ruang lintas wilayah dan lintas dentifikasi 10 kawasan perbatasan nasional, (4) pengembangan ekonomi

sektor di kawasan perbatasan; negara, yang terdiri dari 3 kawasan secara selektif sesuai potensi eksternal

b. penyusunan rencana tata perbatasan negara matra darat dan internal kawasan, (5) sebagai kerja

ruang wilayah provinsi dan (Kalimantan, Papua, dan NTT) dan 7 sama ekonomi yang menguntungkan

kabupaten/kota di di kawasan kawasan perbatasan negara matra laut antar negara dengan melibatkan

perbatasan; (NAD-Sumut, Riau-Kep. Riau, Sulut, pemerintah daerah, masyarakat, dan

c. perumusan dan sinkronisasi Malut-Papua, Maluku Tenggara Barat, dunia usaha.

program pemanfaatan ruang di NTT, dan laut lepas mulai dari barat

kawasan perbatasan;

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

BULLETIN KAWASAN

FOKUS

d. pengendalian pemanfaatan

4. Kawasan perbatasan belum meng- ruang di di kawasan

c. Masih banyak titik-titik koordinat

embangkan ekonomi yang mampu perbatasan;

batas yang belum disepakati,

yang dapat berdampak pada

bersaing dengan negara tetangga.

e. acuan spasial dalam penyele-

a. Kondisi sosial ekonomi masya- saian konflik pemanfaatan

“belum pastinya” garis batas antar

rakat yang tinggal di kawasan ruang di di kawasan

negara dan kedaulatan wilayah

perbatasan umumnya lebih perbatasan; dan

Republik Indonesia.

2. Tidak semua kawasan perbatasan

rendah dibandingkan dengan

f. acuan koordinasi dan kerja-

kondisi sosial ekonomi warga di sama pembangunan lintas

terlayani pintu keluar/masuk pada-

negara tetangga (pertumbuhan wila-yah, lintas sektor, dan

hal aktivitas sosial ekonomi

ekonomi Sabah 4,5%/tahun; lintas pemangku kepentingan

berpotensi besar. Kawasan perba-

tasan cenderung memfokuskan

income/kap Sabah $ 3.000/

3. RTR Kawasan Perbatasan ini

hanya pada prinsip-prinsip perta-

bulan).

harus juga menjadi acuan bagi

b. Potensi sumber daya alam di pemerintah Provinsi dan

hanan keamanan, antara lain:

kawasan perbatasan umumnya Kabupaten/Kota untuk

a. Pulau-pulau berukuran kecil yang

belum dikelola dengan optimal membangun kawasan perbatasan

rentan hilang akibat eks-ploitasi

pasir lautnya sehingga dapat

dan rawan terhadap eksploitasi

4. Bentuk legalitas RTR Kawasan

sebanyak-banyaknya oleh pihak Per-batasan adalah Peraturan

mengakibatkan berubah-nya Titik

negara tetangga sehingga tidak Presiden (Perpres)

Dasar/Titik Referensi sebagai

acuan dalam menarik Garis

memberikan kesejahteraan dan

5. Jangka waktu rencana sama

peningkatan taraf hidup bagi dengan waktu RTRWN (2028)

Pangkal Kepulauan Indo-nesia,

masih belum dilindungi secara

masyarakat di kawasan perba-

optimal.

tasan : 10-20 juta m 3 kayu illegal

Permasalahan

diselundupkan ke Malaysia Secara umum, permasalahan

b. Keberadaan penduduk lokal di

setiap tahun, kerugian akibat kawa-san perbatasan adalah relatif

kampung-kampung di kawasan

pencurian ikan + Rp 2 triliun/ tertinggal, terisolir, dan miskin, tetapi

perbatasan harus dapat diper-

tahankan sebagai bagian dari

tahun.

memiliki potensi sumber daya alam

c. Belum berkembangnya kegiatan yang besar dan akses tinggi ke pasar

pertahanan negara, tetapi juga

industri yang mengolah SDA (e.g. negara tetangga tinggi. Beberapa

harus dapat hidup layak dengan

kayu, ikan) menyebabkan permasalahan tersebut dapat

sumber daya yang tersedia.

perdagangan kayu log tanpa digambarkan sebagai berikut:

c. Ketersediaan sumber daya alam

justru tidak dapat dilindungi

diolah (potential loss mencapai

1. Kawasan perbatasan masih

triliunan rupiah). menjadi “daerah belakang” negara,

hanya oleh aparat pertahanan dan

d. Di kawasan perbatasan belum yang mendapat hanya sedikit sekali

keamanan karena jarak yang

terdapat pusat promosi menge- porsi pembangunan, antara lain:

cukup panjang (untuk Kasaba

sepanjang ± 2.000 km).

nai hasil produksi Indonesia

e. Permasalahan berdimensi eko- prasa-rana (transportasi,

a. Pembangunan sarana dan

3. Keberadaan kawasan konservasi

nomi, yaitu belum berkembang- telekomunika-si, listrik, air) di

dunia dan kawasan lindung yang

nya komoditas unggulan yang kawasan perbatas-an masih

strategis berskala nasional, berpo-

sinergis dengan industri pengo- terbatas, baik dengan wilayah

tensi dirusak untuk kepentingan

lahan sehingga mengakibatkan lain maupun dengan negara

individu/kelompok tertentu demi

terjadinya penyelundupan dan tetangga.

kepentingan ekonomi, antara lain:

Suaka Margasatwa Karakelang

pemasaran yang berorientasi ke

b. Fasilitas Custom-Immigration-

luar negeri. Quarantine-Security (CIQS)

Utara dan Selatan dan Tanimbar,

5. Kawasan perbatasan belum menjadi relatif belum lengkap atau

Cagar Alam Nyiut-Penrissen dan

kawasan kerjasama ekonomi yang terba-tas pada beberapa fungsi

Enarotali, Taman Nasional Kayan

saling menguntungkan antar negara saja, akibatnya kawasan

Mentarang dan Kutai (Heart of

yang melibatkan pemerintah daerah, perbatasan rawan terhadap

Borneo), Taman Wisata Alam Laut

masyarakat dan dunia usaha berbagai kegi-atan ilegal,

Pulau Enggano dan Bengkayang,

a. Permasalahan yang berdimensi seperti illegal logging,

Taman Nasional Laut Wasur, dan

regional seperti kesenjangan perdagangan manusia, illegal

Taman Nasional Laut Pulau Weh.

sosial antara penduduk negeri fishing, dan illegal trading.

sendiri dengan penduduk negara 6

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

BULLETIN KAWASAN

FOKUS

Gambar 1. Konsep Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara

kawasan lindung yang strategis berskala nasiona, dengan strategi :

Negara tetangga

a. pengelolaan fungsi kawasan lindung di kawasan perbatas- an, diantaranya : Taman

Grs batas

Nasional Laut Pulau Weh, Suaka Alam Laut Sambas dan

Indonesia

Pulau Sebatik, Suaka Marga- satwa Karakelang Utara dan

Kawasan Lindung Kawasa

Selatan dan Tanimbar, Cagar

Alam Nyiut-Penrissen dan Enarotali, Taman Nasional Kayan Mentarang dan Kutai (Heart of Borneo/HoB), Wasur,

Ke:

Ke

• kawasan andalan

Taman Wisata Alam Laut Pulau

• kawasan andalan

• Pusat Kegiatan Nasional

Enggano dan Bengkayang

• Pusat Kegiatan Nasional

4. Mendorong pengembangan kawa-

Keterangan :

san pengembangan ekonomi

KPE Lokasi SD Alam

Kota utama perbatasan (PKSN)

ekspor

Lokasi pasar di negara tetangga (kota)

PPLB (fasilitas CIQS)

Input dari

secara selektif didukung oleh kegiat-

resources

an ekonomi sesuai potensi internal dan eksternal, dengan strategi:

tetangga, serta pergeseran garis

a. menetapkan komoditas/produk tapal batas;

b. meningkatkan fungsi bea cukai,

imigrasi, karantina, keamanan

unggulan kawasan untuk ekspor,

b. Belum spesifiknya kerja sama

sekaligus pengelolaan kawasan regional seperti BIMP-EAGA,

(Custom-Immigration-

ekonominya sesuai dengan IMS-GT, IMT-GT, dan AIDA dalam

Quarantine-Security/CIQS) di

potensi pengembangannya; mengembangkan kawasan

kota-kota utama pada pintu

b. meningkatkan aksesibilitas perbatasan.

gerbang perbatasan.

c. peningkatan dan pengembang-

dengan membangun sistem ja-

an sarana dan prasarana perko-

ringan transportasi antar-moda;

Kebijakan

c. mengaitkan pengembangan Menghadapi permasalahan yang

taan (jalan, air bersih, hotel,

terminal, dan sebagainya).

pulau terluar dengan kawasan

potensial ekonomi atau kawasan tah melalui UU No 17 Tahun 2007 dan

telah dijabarkan sebelumnya, Pemerin- 2. Pengembangan kawasan perbatas-

andalan terdekat, sesuai potensi Perpres No 7 Tahun 2005 telah menca-

an menerapkan keserasian prinsip

dan peluang nangkan percepatan pembangunan

pembangunan kesejahteraan dan

d. mendorong pertumbuhan kota kawasan perbatasan yang dirinci dalam

pertahanan keamanan, dengan

utama kawasan perbatasan program pembangunan 5 tahun.

strategi:

sebagai pusat pertumbuhan di Dengan pembangunan yang bertahap

a. memberikan fungsi pertahanan

kawasan perbatasan tersebut, kebijakan kawasan perbatasan

dan keamanan negara yang

5. Mendorong kerjasama ekonomi adalah sebagai berikut:

merata, terutama pada

pengelolaan garis batas negara

yang saling menguntungkan antar

1. Mendorong pengembangan kawa-

negara dengan melibatkan peme- san perbatasan sebagai “beranda

dan pengelolaan sumber daya

rintah daerah, masyarakat dan dunia depan” negara dan pintu gerbang

potensial

usaha, dengan strategi: internasional ke negara tetangga,

b. memberdayakan kampung-

a. Memanfaatkan hubungan dengan strategi:

kampung di kawasan perbatas-

an dengan pemanfaatan kawa-

kerja sama di kawasan

a. pengembangan kota utama

perbatasan dengan negara kawasan perbatasan sebagai

san pengembangan ekonomi

tetangga yang saling pusat promosi dan investasi,

yang berfungsi sekaligus menjadi

menguntungkan, dalam pusat pengembangan barang

penjaga wilayah kedaulatan

bidang ekonomi, penyediaan dan jasa yang berorientasi

NKRI

infrastruktur, sosial budaya, ekspor dengan berbasis pada

3. Memberikan perlindungan terhadap

politik, pertahanan dan potensi sumber daya.

kawasan konservasi dunia dan

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

BULLETIN KAWASAN

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

8 BULLETIN KAWASAN

keamanan, misalnya bilateral seperti Sosek Malindo, maupun multilateral seperti kerja sama HoB.

Penataan Ruang Kawasan

Sebagai matra spasial dari kebijak- an pengembangan kawasan perbatas- an, penataan ruang kawasan perbatas- an negara dilakukan secara berhirarki dan terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada tingkat nasional (PP RTRWN) telah dirumuskan hal-hal sebagai berikut :

1. Kebijakan dan strategi pengem- bangan kawasan perbatasan nega- ra. Kebijakan pengembangan kawa- san perbatasan yaitu peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan meliputi :

a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan

b. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan

c. mengembangkan kawasan lin- dung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan ka- wasan strategis nasional dengan kawasan budi daya terbangun.

2. Penetapan Kawasan Strategis Nasi- onal Perbatasan Negara, yaitu : (a) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan negara India/Thailand/Semenan- jung Malaysia (Provinsi NAD dan Sumut); (b) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan Semenanjung Malay- sia/Vietnam/Singapura (Provinsi Riau dan Kepri); (c) Kawasan Perba- tasan Darat RI dengan negara Timor Leste (Provinsi NTT); (d) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan negara Timor Leste/Australia; (e) Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung

Kalimantan (Heart of Borneo) (Kalbar, Kaltim, dan Kalteng); (f) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan negara Philipina (Kaltim, Sulteng, dan Sulut); (g) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan negara Timor Leste/Austra- lia (Provinsi Maluku dan Papua); (h) Kawasan Perbatasan Laut RI deng- an negara Palau (Provinsi Malut, Papua Barat, dan Papua); (i) Kawa- san Perbatasan Darat RI dengan ne- gara Papua Nugini (Provinsi Papua); (j) Kawasan Perbatasan Negara yang berhadapan dengan laut lepas (Provinsi NAD, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, dan NTB).

Pada tingkat kawasan (Raperpres RTR Kawasan Perbatasan), dirumus- kan :

1. alokasi ruang untuk ke-5 fungsi

kawasan perbatasan negara,

2. alokasi infrastruktur yang mendu-

kung fungsi kawasan perbatasan,

3. strategi pelaksanaan/perwujudan

alokasi ruang/infrastruktur pendu- kung 5 tahunan (jangka menengah),

4. kelembagaan.

Pada tingkatan Kawasan Pengem- bangan Ekonomi (KPE), dirumuskan :

1. penetapan komoditas atau produk unggulan ekspor ke negara tetang-

ga, termasuk peluang investasi dan pasar,

2. hubungan input-proses-output dari komoditas atau produk unggulan (kluster industri),

3. alokasi ruang untuk kegiatan input- proses-output produk unggulan,

4. alokasi ruang permukiman dan

perkotaan utama kawasan,

5. alokasi infrastruktur (detail kawasan),

6. tahapan pembangunan tahunan.

Sedangkan pada tingkatan kota utama kawasan perbatasan (PKSN), dirumuskan :

1. alokasi ruang untuk pusat promosi, investasi, kawasan komersial perkantoran, termasuk fasilitas untuk CIQS, dan permukiman

2. alokasi infrastruktur (detail kota)

3. fasilitas perkotaan

4. estetika kota perbatasan sebagai etalase negara

5. tata bangunan dan lingkungan.

Penutup

Penataan ruang kawasan perbatas- an, hingga pengaturan ruang detail Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) dan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) mendesak disiapkan dan dilegalkan agar dapat menjadi acuan spasial bagi pembangunan antar sektor maupun daerah. Upaya penataan ruang ini diharapkan dapat didorong dengan perangkat pengendalian pe- manfaatan ruang, antara lain perizinan, insentif-disinsentif, dan sanksi yang te- gas agar secepatnya kawasan ini dapat mengejar ketertinggalannya (DTO)

* Direktur Penataan Ruang Nasional, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum

FOKUS

KOTAK 1

PP 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah telah menetapkan sebanyak 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di kawasan perbatasan negara. PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara, seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini.

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

BULLETIN KAWASAN

FOKUS

Model-Model Pengembangan Kawasan Perbatasan

P engembangan kawasan

perbatasan pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan

dan meningkatkan kegiatan ekonomi dan perdagangan antara kedua negara yang akan memberikan dampak bagi peningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan peningkatkan pendapatan negara nelalui kegiatan ekspor dan impor. Beberapa model pengembangan wilayah yang dapat dikembangkan di kawasan perbatasan meliputi : (1) model pusat pertumbuhan; (2) model transito; (3) model stasion riset dan wisata ekologi; (4) model kawasan agropolitan; dan (5) model kawasan perbatasan laut. Setiap model pengembangan kawasan perbatasan tersebut memiliki komponen pembentuk masing-masing yang sesuai dengan sifat (karakteristik) dan kebutuhan pengembangannya. Pengembangan model-model kawasan tersebut pada pelaksanaanya perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing lokasi serta kebijakan pemerintah setempat.

Model Pusat Pertumbuhan

Pengembangan pusat pertumbuhan di kawasan perbatasan perlu dilakukan secara bertahap, mulai dari usaha perdagangan dan jasa, pergudangan, industri, sampai kegiatan prosesing yang menggunakan bahan baku dari kedua negara, sehingga dibutuhkan suatu kawasan berikat dan pelabuhan bebas (dry port). Pengembangan kawasan perbatasan menjadi pusat-pusat pertumbuhan sangat dibatasi oleh faktor alam dan perlu disesuaikan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang ada di negara tetangga. Pusat-pusat pertumbuhan baru ini diharapkan menjadi kota-kota perbatasan yang maju dengan tingkat kemakmuran yang lebih baik dibandingkan dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Sistem kota-kota di perbatasan yang terbentuk ini diharapkan dapat mengefisienkan berbagai pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan. Beberapa

komponen yang membentuk model ini terdiri dari Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB), kawasan berikat, kawasan industri, pelabuhan darat, welcome plaza, dan kawasan permukiman.

Setiap kawasan perbatasan darat dilengkapi oleh pintu perbatasan (border gate) resmi yang digunakan sebagai satu-satunya sarana akses keluar dan masuk bagi orang maupun barang. Di wilayah pintu perbatasan tersebut perlu dilengkapi dengan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB). Fungsi PPLB pada dasarnya adalah untuk memeriksa setiap kegiatan, baik orang maupun barang, yang melintasi perbatasan negara. Dengan meningkatnya aksi terorisme internasional dan berbagai kegiatan ilegal seperti penyelundupan kayu dan tenaga kerja ilegal, PPLB saat ini dituntut tidak hanya mengurusi permasalahan bea cukai, imigrasi, dan karantina (CIQ), tetapi juga keamanan atau security.

Kawasan berikat mempunyai fungsi sebagai kawasan pengolahan produk untuk tujuan ekspor yang memanfaatkan banyak bahan baku maupun bahan penolong dari luar negeri dengan tujuan untuk diekspor kembali. Kawasan ini umumnya berada dekat dengan kawasan pelabuhan bebas. Pengembangan kawasan berikat di kawasan perbatasan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja, serta menahan keinginan TKI untuk bekerja di negara tetangga (misalnya di Malaysia) melalui

Gambar 1. Model Pusat Pertumbuhan

Perkebunan Perkebunan

Welcome

Plaza

Pos keamanan

Kota Lama

Batas Negara

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

10 BULLETIN KAWASAN

FOKUS

Gambar 2. Model Kawasan Transito

Welcome

Plaza

Pos keamanan

Kota Lama

PPLB

Batas Negara

Rumah Sakit Hotel

penyediaan fasilitas dan gaji yang memadai. Karena letaknya yang strategis, diharapkan investor dari negara tetangga akan banyak yang menanamkan modalnya mengingat fasilitas tenaga kerja yang berlimpah. Perbedaaan pengembangan kawasan berikat di kawasan perbatasan dan di luar kawasan perbatasan adalah : (i) Di kawasan perbatasan, pembangunan kawasan berikat ditujukan untuk memberikan fasilitas kerjasama terutama antar dua negara untuk dapat berkompetisi di pasar global, sedangkan untuk kawasan berikat di luar kawasan perbatasan umumnya adalah untuk menarik modal investasi dan kerjasama dari berbagai negara untuk menghasilkan barang yang akan diekspor kembali; (ii) Karena kerjasama investasi terbatas pada investor dari dua negara, maka produk yangd ihasilkan juga sangat terbatas dan merupakan gabungan kompetensi dua negara yang berbatasan, sedangkan untuk kawasan berikat di luar kawasan perbatasan umumnya merupakan gabungan investasi dari berbagai negara; (iii) Untuk kawasn berikat di dalam kawasan perbatasan, pasar yang dibidik lebih terbatas dibandingkan kawasan berikat di luar kawasan perbatasan.

Kawasan industri merupakan kawasan yang dikhususkan untuk

mengolah bahan baku menjadi bahan yang siap dipasarkan. Oleh karena itu keberadaan kawasan industri di kawasan perbatasan akan sangat menguntungkan bagi kegiatan perdagangan dan ekspor komoditi yang memerlukan proses pengolahan. Selain itu, kawasan industri di perbatasan juga bertujuan untuk menarik investasi dari negara tetangga dengan berbagai fasilitas yang menarik serta tenaga kerja yang berlimpah, selain lokasinya mudah dimonitor dari negara tetangga. Pengembangan kawasan industri di kawasan perbatasan secara terlokalisir akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang, memudahan interaksi antar industri, serta meminimalkan dan mengendalikan dampak negatif lingkungan yang akan terjadi. Selain itu, dengan melokalisir berbagai industri dalam suatu kawasan, investasi infrastruktur yang ada akan lebih murah daripada harus membangun sendiri-sendiri.

Pelabuhan darat (dry port) merupakan terminal barang dan peti kemas. Kegiatan bongkar-muat dan pergudangan serta terminal baik terminal penumpang maupun terminal penumpukan peti kemas/barang dilayani di kawasan ini seperti halnya di bandara atau pelabuhan laut, pengurusan administrasi untuk keperluan ekspor dan

impor antar negara. Keberadaan pelabuhan darat di kawasan perbatasan sangat dibutuhkan mengingat lalu lintas barang yang dibawa melalui kendaraan darat seperti truk, kontainer, dan kendaraan besar lainnya perlu ditampung terlebih dahulu sebelum didisteribusikan ke tempat lain. Dengan adanya pelabuhan darat di kawasan perbatasan, usaha-usaha jasa ekspedisi pengangkutan, freight forwarder, serta jasa-jasa lain akan tumbuh sebagai pendukung usaha kepelabuhanan. Demikian pula usaha-usaha jasa seperti pos, perbankan, air bersih, listrik, transportasi, jasa bongkar muat, peti kemas, pergudangan, bengkel, rumah makan, penginapan, serta usaha-usaha pendukung lainnya akan berkembang sejalan dengan perkembangan kegiatan di pelabuhan darat. Di dalam pelabuhan darat atau pelabuhan bebas ini berbagai fungsi PPLB, seperti bea cukai, karantina, dan keamanan, perlu dikembangkan di dalamnya.

Kawasan perbatasan yang merupakan tempat persinggahan atau transit orang yang masuk maupun keluar dari Indonesia, perlu dilengkapi dengan kawasan yang dapat menyediakan berbagai benda yang dibutuhkan oleh pelintas batas yang dapat disebut dengan istilah welcome plaza. Dengan adanya usaha industri dan

pengangkutan barang serta perpindahan penumpang di kawasan perbatasan yang ramai dengan pelintas batas, maka berbagai jasa dan kegiatan komersial akan tumbuh di kawasan ini. Usaha jasa yang dapat tumbuh antara lain toko cindera mata, tourist information center, perbankan dan penukaran mata uang, perhotelan dan restoran, toko, supermarket, pasar tradisional, tempat-tempat hiburan, telekomunikasi, listrik dan air bersih, serta usaha dan jasa perdagangan lainnya.

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008 BULLETIN KAWASAN

11

FOKUS

Gambar 3. Model Kawasan Agropolitan

Pusat Pelayanan Agropolitan

PPLB

Batas Negara

Desa Kebun Desa Kebun

Desa Kebun

Penduduk di kawasan perbatasan pada umumnya hidup terpencar-pencar dengan jarak yang berjauhan, maka perlu dilakukan permukiman kembali untuk mengefisienkan pembangunan prasarana dan sarana permukiman yang dibutuhkan. Dengan dibangunnya berbagai kawasan industri, maka dibutuhkan sarana dan prasarana permukiman yang layak bagi tenaga kerja. Pembangunannya perlu dikendalikan dengan ketat jika kawasan ini berdekatan dengan kawasan lindung. Kawasan permukiman yang dibangun dapat ditata lebih baik dengan fasilitas yang memadai jika para pekerja industri di perbatasan dapat menerima gaji yang layak. Ruang terbuka, taman, sekolah, dan supermarket harusnya dapat berkembang dengan baik disini, karena selain usaha-usaha industri yang ada, lokasinya juga sangat strategis sebagai lintasan barang dan orang.

Model Transito

Model Transito adalah pengembangan kawasan perbatasan dengan fungsi yang dititikberatkan sebagai tempat transit para pelintas batas Indonesia dari dan ke negara tetangga. Pengembangan kawasan transito di perbatasan sangat

dimungkinkan karena adanya interaksi antara pusat pertumbuhan di kedua negara yang berbatasan, sehingga dapat menciptakan berbagai kegiatan perjalanan antar negara. Di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia misalnya, banyak orang pontianak yang berbelanja ke Kuching melakukan transit di Entikong/Tebedu, atau TKI dari Jawa dan Sulawesi yang akan bekerja di Serawak dan Sabah melakukan transit dulu di Entikong dan Nunukan atau pintu perbatasan lain yang akan dibuka. Dalam model ini tidak diperlukan dryport atau terminal, karena dapat dibangun di pusat pertumbuhan negara masing- masing. Untuk keperluan mempercepat proses dan keamanan lintas barang dan orang, selain PPLB sebagai fasilitas standar di perbatasan, dalam model ini juag perlu dikembangkan beberapa fasilitas lain seperti welcome plaza dan kawasan permukiman yang pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan .

Sebagai kawasan yang difungsikan sebagai lokasi transit, perli disediakan suatu welcome plaza yang terdiri dari fasilitas pelayanan jasa dan komersial, terutama perbankan, money changer, perhotelan, kesehatan, rumah makan, pos dan telekomunikasi, cindera mata, industri kecil, bengkel dan usaha

bongkar muat barang, serta jasa-jasa lainnya.

Pengembangan kawasan transito harus disesuaikan dengan kondisi daerah yang berbatasan. Selain menjual berbagai jasa dan pelayanan para pelintas batas, kawasan transit ini juga dapat difungsikan sebagai ruang

pamer produk, sebagai etalase daerah untuk memperkenalkan produk-produk unggulannya. Selain itu pusat bisnis dapat dibangun dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan. Seberapa besar fasilitas yang

dibutuhkan oleh kawasan transit ini sangat tergantung pada

aktivitas ekonomi kedua wilayah yang membangkitkan perjalanan antar negara. Jika interaksi antarnegara yang terjadi hanya sebatas aliran tenaga kerja, maka fasilitas penginapan serta fasilitas kesehatan yang cukup modern harus tersedia disini. Namun jika interaksi di perbatasan sudah masuk pada skala industri dengan pertukaran modal, bahan baku, teknologi, dan tenaga kerja terlatih, maka diperlukan infrastrukur bisnis yang cukup besar dan berskala internasional.

Berkembangnya sektor jasa di kawasan transito akan membawa pengaruh pada pengembangan sektor- sektor pendukungnya yang berada di belakang (backward linkage). Salah satunya adalah penyediaan prasarana perumahan dan permukiman bagi orang-orang yang bekerja di kawasan ini. Perbedaan kawasan permukiman pada model kawasan perbatasan transito dengan model lainnya adalah dalam hal kapasitas perumahan penduduk yang lebih sedikit. Meski demikian, jika kegiatan ekonomi pada kawasan transito berkembang pesat, maka kawasan permukiman yang ada perlu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.

EDISI NOMOR 21 TAHUN 2008

12 BULLETIN KAWASAN

FOKUS

Gambar 4. Model Kawasan Perbatasan Laut

Batas Negara

PPLB

Pelabuhan

Kawasan Wisata

Kawasan Akuakultur

Kawasan berikat

Kawasan industri

Kawasan Permukiman

PPLB

PPLB

Model Stasiun Riset dan Wisata Lingkungan