Makalah Bank Syariah Umum docx

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Melakukan kegiatan ekonomi adalah merupakan tabiat manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Dengan kegiatan itu ia memperoleh rizki, dan dengan rizki ia dapat
melangsungkan kehidupannya. Bagi orang Islam, Al Qur’an adalah petunjuk untuk memenuhi
kebutuhn hidupnya yang berkebenaran absolute. Sunnah Rasulullah Muhammad SAW berfungsi
menjelaskan kandungan Al Qur’an. Terdapat banyak ayat Al Qur’an dan hadits Nabi yang
merangsang manusia untuk rajin bekerja dan mencela orang menjadi pemalas. Tetapi tidak setiap
kegiatan ekonomi dibenarkan oleh Al Qur’an. Apabila kegiatan itu punya watak yang merugikan
banyak orang dan menguntungkan sebagian kecil orang pasti akan ditolak seperti halnya riba.
Al Qur’an telah jelas melarang riba. Selain itu juga agama –agama lainpun melarangnya,
bukan hanya etika agama yang mengutuknya, tetapi juga etika filosofis, seperti filsafat yunani.
Dengan demikian, disamping diketahui bahwa al Qur’an tidak sendirian dalam menampilkn
sikap kerasnya terhadap riba.
Salah satu lembaga perekonomian yang sampai saat ini menggunakan system riba ialah
bank. Menurut catatan sejarah, usia perbankan sudah dikenal kurang lebih 2500 SM dalam
masyarakat Mesir Purba dan Yunani Kuno, kemudian masyarakat Romawi. Istilah perbankan

dalam masyarakat modern pada umumnya disebut dengan bank konvesional. Bank konvensional
melaksanakan pembagian keuntungan dengan system bunga (persentase) tetap. Bank tidak mau
melihat, apakah wiraswastawan peminjam mendapat kerugian atau laba. Hal ini membuat
sekelompok orang islam untuk mendirikan bank islam dengan ciri tanpa bunga yang disebut
dengan bank syari’ah, seperti apakah bank syari’ah? Berikut akan diulas dalam makalah ini.
B.

RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah, adapun rumusan masalah dalam

pembahasan ini adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan bank syari’ah?
2.
Bagaimana filosofi operasional bank syari’ah?
3.
Apa saja prinsip-prinsip bank syari’ah?
4.
Apa saja dasar hukum bank syari’ah di Indonesia?
5.

Apa saja produk-produk Bank Syari’ah?
6.
Bagaimana pandangan para ulama’ mengenai bank syari’ah?
C.

TUJUAN

Dari rumusan masalah diatas dapat dirumuskan beberapa tujuan pembahasan. Adapun
tujuannya yakni sebagai berikut:
1.
Mengetahui pengertian bank syari’ah
2.
Mengetahui falsafah operasional bank syari’ah
3.
Mengetahui prinsip-prinsip bank syari’ah
4.
Mengetahui dasar hukum bank syari’ah di Indonesia
5.
Mengetahui produk-produk bank syari’ah
6.

Mengetahui berbagai macam pandangan ulama’ mengenai bank syari’ah

BAB II
PEMBAHASAN

A.

PENGERTIAN BANK SYARI’AH
Bank syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan operasionalissinya

pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank tanpa bunga, adalah lembaga
keuangan/perbangkan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al
Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran
serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari’at Islam.
Antonio dan perwataadmadja membedakannya menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam
dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariat Islam. Bank Syari’ah adalah
1)
2)


Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’at Islam
Bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentun Al qur’an dan Hadits
Sementara Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’ah Islam adalah Bank yang
dalam operasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syari’at Islam, khususnya yang menyangkut
tata cara bermuamalah secara Islam. Dikatakan lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalah itu
harus dijahui oleh hal-hal dan praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsure riba
untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan.
B.

FALSAFAH OPERASIONAL BANK SYARI’AH
Setiap lembaga keuangan syari’ah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah SWT

untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat . Oleh karena itu , setiap kegiatan lembaga
keuangan yang di khawatirkan menyimpang dari tuntutan agama , harus di hindari.
a. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya:
1) Menghindari penggunaan system yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu
usaha (QS. Luqman, ayat: 34)
2) Menghindari penggunaan system prosentasi untuk pembebanan biyayaa terhadap hutang atau
pemberian imbalan terhdap simpanan yang mengandung unsure meliputi gandakan secara

otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS. Al Imron: 130)
3) Menghindari penggunaan system perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan
barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR.
4)

Muslim Bab Riba No.1551 s.d 1567)
Menghindari penggunaan system yang menetapkan di muka tambahan atas hutang yang bukan
atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No.1569 s.d

b.

1572)
Menetapkan system bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada Al Qur’an surat Al
Baqqrah ayat 275 dan An Nisa’ ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syari’ah harus
dilandasi atas dasar system bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya
pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan mu’amalah berlaku prinsip ada

barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong
kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi.
C.


PRINSIP-PRINSIP BANK SYARI’AH
Prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak

lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
sesuai dengan syari’ah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syari’ah antara lain


Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai
pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.



Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai
akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.



Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang

hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena
tidak memiliki nilai intrinsik.



Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua
belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka
peroleh dari sebuah transaksi.

diharamkan dalam islam. Usaha

minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan
bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya
D.

DASAR HUKUM BANK SYARI’AH DI INDONESIA
Bank syari’ah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi

sector perbankan pada tahun 1983. Kemudian posisi perbankan syari’ah semakin pasti setelah

disahkan UU Perbankan Indonesia No.7 tahun 1992, dimana bank diberikan kebebasan untuk
menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga ataupun keuntungankeuntungan bagi hasil.
Dengan terbitnya PP No. 72 tahun 1992 tentang bank bagi hasil yang secara tegas
memberikan batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak
berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga) sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak
berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip bagi hasil” (pasal 6), maka jalan bagi operasional perbankan syari’ah semakin luas.kini

titik kulminasi telah tercapai dengan disahkannya UU No.10 Thn 1998 tentang perbankan yang
membuka kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syari’ah maupun yang ingin
mengkonfersi dari system konvensional menjadi system syari’ah
UU No.10 ini sekaligus menghapus pasal 6 pada PP No 72/1992 yang melarang dual `
system. Dengan tegas pasal 6 UU No10/1998 membolehkan bank umum yang melakukan
kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syari’ah.[9] .Selain itu dasar perbankan syari’ah juga
terdapat dalam UU Perbankan No 10 thn 1998 ( pasal 1 ayat 12,13; pasal 6 huruf m dan pasal 13
huruf c) yang merupakan UU Perbankan No 7 Tahun 1992.
Untuk menjalankan undang-undang tersebut selanjutnya dikeluarkan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat tahun 1999
dilengkapi bank umum berdasarkan prinsip syari’ah dan bank perkreditan rakyat berdasarkan
prinsip syariah. Aturan yang berkaitan dengan Bank Umum berdasarkan prinsip syari’ah diatur

dalam Surat Keputusan direksi bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tgl. 12 Mei 1999.[10]
E.

PRODUK -PRODUK BANK SYARI’AH
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi

menjadi

tiga

bagian

besar

yaitu

produk

penyaluran


dana,

produk

penghimpunan dana dan produk jasa.
1)

Produk Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk

pembiayaan

syariah

terbagi

kedalam

tiga


kategori

yang

dibedakan

berdasarkan tujuan penggunaan yaitu:
 Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang yang dilakukan
dengan prinsip jual beli.
 Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan
dengan prinsip sewa.
 Transaksi pembiyaan untuk usaha kerja sama yang dituju guna mendapatkan
sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan
didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk
yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan
prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna serta produk yang
menggunakan prinsip sewa atau ijarah. Sedangkan kategori ketiga, tingkat
keuntungan bank ditentukan dari besarnya usaha sesuai dengan prinsip bagi
hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil

yang

disepakati

dimuka.

Produk

perbankan

yang

termasuk

kedalam

kelompok ini adalah musyarakah dan mudhrabah.
 Prinsip jual beli (Ba’i)
Prinsip jual beli diadakan sehubung diadanya perpindahan kepemilikan
barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu
penyerahan barang seperti :
a) Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli, dimana bank mendapat sejumlah
keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan nasabah menjadi
pembeli. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
b) Salam
Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada, sehingga
barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh.
Dalam transaksi ini, bank menjadi pembeli dan nasabah menjadi penjual.
c) Istishna
Alur trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja dalam Istishna, Bank
dapat membayar harga pembelian dalam beberapa kali termin pembayaran.
Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan
manufaktur dan konstruksi.
 Prinsip Sewa (Ijarah)
Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual beli. Hanya saja yang
menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat. Pada akhir
masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya
selama masa sewa akan dijual belikan antra Bank dan nasabah yang
menyewa

(Ijarah

muntahhiyah

bittamlik/sewa

yang

diikuti

dengan

berpindahnya kepemilikan)
 Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan dengan prinsip bagi hasil
adalah :
a) Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kerjasama ini
para pihak secara bersama-sama memadukan sumber daya baik yang
berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi modal proyek kerjasama,
dan secara bersama-sama pula mengelola proyek kerjasama tersebut.

b) Mudarabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan
bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib (pengelola).
Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah
atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut
digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil
usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
 Akad Pelengkap
Untuk memudahkan pelaksanan pembiyaan, biasanya diperlukan juga
akad pelengkap. Akad pelengkap ini
keuntungan,

namun

ditujukan

tidak

untuk

ditujukan untuk

mempermudah

mencari

pelaksanaan

pembiyaan. Meskipu tidak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad
pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya biaya pengganti ini
sekedar untuk menutupi biaya yang benar benar timbul.
a) Hiwalah (Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi pengalihan utang piutang.

Dalam

praktek

perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya, sedangkan
bank mendapat ganti biaya atas jasa.
b) Rahn
Rahn, dalam bahasa umum lebih dikenal dengan Gadai. Tujuan akad Rahn
adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam
memberikan pembiayaan.
c) Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Misalnya dalam hal seorang calon haji
membutuhkan dana pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran
biaya perjalanan haji. Bank memberikan pinjaman kepada nasabah calon haji
tersebut dan si nasabah melunasinya sebelum keberangkatan Hajinya.
d) Wakalah
Wakalah

dalam

memberikan

praktek

kuasa

Perbankan

kepada

bank

syariah

untuk

terjadi

mewakili

apabila
dirinya

nasabah

melakukan

pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
e) Kafalah
Kafalah dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah Bank Garansi, yang
ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank
dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk

fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan
prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang
diberikan.
2)
Produk Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana dibank

syariah

dapat

berupa

giro,

tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah wadi’ah dan mudharabah.
a) Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan dalam Perbankan syariah adalah Wadiah Yad
Dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Dalam konsep
Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat mempergunakan dana yang dititipkan,
akan tetapi bank bertanggung jawab penuh atas keutuhan dari dana yang
dititipkan.
b) Mudharabah

Mudarabah Mutlaqah
Mudarabah Mutlaqah adalah

Mudarabah

yang

tidak

disertai

dengan

pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal.

Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet
Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet adalah Aqad Mudarabah yang
disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal untuk
investsi-investasi tertentu.

Mudarabah of Balance Sheet
Dalam Mudarabah of Balance Sheet, Bank bertindak sebagai arranger, yang
mempertemukan nasabah pemilih modal dan nasabah yang akan menjadi
mudharib.
Wakalah

c)

Wakalah dalam praktek perbankan syariah dilakukan apabila nasabah
memberikan

kuasa

kepada

bank

untuk

mewakili

dirinya

melakukan

pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
3)
Produk Jasa
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan
kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan.
Jasa perbankan tersebut antara lain berupa :
a) Sharf (jual beli valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip Sharf,
sepanjang dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil
keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b) Ijarah (Sewa)

Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit
box)

dan

jasa

tata-laksana

administrasi

dokumen

(custodian).

Bank

mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.[11]
F.
1)

PANDANGAN ULAMA’ MENGENAI BANK SYARI’AH
Majlis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
Majlis Tarjih Muhammadiyah pada tahun 1968 memutuskan bahwa

bunga bank milik pemerintah termasuk masalah shubhat dan bahkan pada
tahun 2006 memutuskan fatwa haram. Adapun masalah keputusan Tarjih
sebagai berikut;
1. Hasil keputusan hukum harus ditaati namun keputusan masalah sosial
ekonomi, Majlis Tarjih harus melibatkan pada para ekonom supaya hasilnya
bisa membumi dan fatwa haramnya bunga bank tidak perlu ditanfidh.
2.
Bank dibutuhkan dalam dunia perekonomian, berfungsi sebagai
intermediary tetapi tidak setuju dengan sistem bunga karena riba dan
menimbulkan eksploitasi. Sedangkan adanya bank syari’ah sangat ditunggu
umat Islam untuk menghindari bunga.
3. Masih dibolehkannya menjadi nasabah bank konvensional selama bank
syari’ah belum benar-benar siap dan dengan dasar keterpaksaan/dharurat.
[12]
2)

Nahdlatul Ulama’
Dalam musyawarah nasional alim ulama NU pada 1992 di Lampung,

para ulama NU tidak memutus hukum bunga bank haram mutlak. Memang
ada

beberapa

ulama

yang

mengharamkan,

tetapi

ada

juga

yang

membolehkan karena alasan darurat dan alasan-alasan lain. Namun
demikian, dalam Munas saat itu, ulama NU sudah merekomendasikan
kepada negara agar segera memfasilitasi terbentuknya perbankan syariah
atau perbankan yang menggunakan asas-asas dan dasar hukum Islami
dalam bertransaksi.
3)

Majlis Ulama’ Indonesia
MUI mengharamkan bunga bank sejak th 2003, Menurut Kiai Ma'ruf,

agar masyarakat terhindar dari hukum haram bunga bank, sementara tetap
bisa menyimpan uangnya dengan aman, bank syariah bisa menjadi
solusinya. Sebab, hukum keharaman bunga bank itu tidak sekedar adanya
timbal-balik dari simpanan kita, tetapi juga dana yang kita simpan di bank
yang juga digunakan untuk upaya riba. "Dulu, sebelum ada bank syariah,

kita menyimpan dana di bank karena alasan darurat. Kalau hukumnya ya
tetap saja sama, bunga bank itu ya haram. Kalau sekarang, setelah ada bank
syariah, harus dipindahkan ke bank syariah, bank tanpa bunga," terangnya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1) Bank Syari’ah merupakan implementasi dari Bank Islam dengan ciri tanpa bunga/riba
2) Bank Syari’ah sebenarnya sama dengan Bank Konvensional pada umumnya, yang
membedakannya kalau Bank Syari’ah memakai system bagi hasil sedangkan bank Konvensional
memakaisistem bunga.
3) Dasar hukum Bank syari’ah di Indonesia:
 UU Perbankan Indonesia No.7 tahun 1992
 Pasal 6 PP No. 72 tahun 1992 yang kemudian dihapus oleh pasal 6 UU No.10 Thn 1998
 UU Perbankan No 10 thn 1998 ( pasal 1 ayat 12,13; pasal 6 huruf m dan pasal 13 huruf c)
 Surat Keputusan direksi bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tgl. 12 Mei 1999.
4) Produk yang ditawarkan perbankan syariah banyak sekali, secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu produk penyaluran dana, produk
penghimpunan dana dan produk jasa.
5) MUI dan Muhammadiyah mengharamkan adanya bunga bank karena hal ini
sama dengan riba sedangkan NU masih khilafiyah, ada sebagian yang
membolehkan dengan alasan dharurat ada juga yang mengharamkannya,
akan tetapi semuanya mendukung adanya bank syari’ah sebagai lembaga
perekonomian yang berdasarkan syari’at Islam (tidak ada unsur riba di
dalamnya)
B. SARAN

“Setelah kita semua mengetahui apa itu bank syari’ah, bagaimana system, prinsip dan
falsafah operasional bank syari’ah, diharapkan agar kita lebih memilih menggunakan jasa bank
syari’ah dan alangkah baiknya yang sudah menggunakan bank konvensional pindah ke bank
syari’ah”

DAFTAR PUSTAKA
 Al Khotib, Muhammad ‘Ajaj. 1989. Ushul Al Hadits Wa Musthalahu. Beirut:
Dar al Fikri
 Al Zuhaili, Wahbah. 1985. Al Fiqih Al Islami wa Adillatuh. Beirut: Dar Al Fikri
 American Institute of banking. 1960. Principle of Bank Operation. New York:
AIB
 Muhammad.

2005.

Konstruksi

Mudharabah

Dalam

Bisnis

Syari’ah.

Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
 Sadeli, Hasan. (ed). Ensiklopedia Indonesia
 Zuhri, Muh, Dr. 1996. Riba dalam al- Qur’an dan Masalah Perbankan. Jakarta:





PT. Raja Grafindo Persada
www.voa-islam.com/news/indonesia/2010/04/05/4722
Http://Hasanismilr.blogspot.com/2009/06/produk-produk-bank-syari’ah
Http://eprints.sunan-ampel.ac.id/id/eprint/54
Http://ekiszone.co.cc/category/perbankan-islam