TRIKOTOMI SENI DESAIN DAN KRIYA DALAM PA

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya

2001

TR IKOT OMI SE NI, D ES AIN, D AN
KRI YA DALAM PARADIGMA PENDIDIKAN
TINGGI SENI
Dharsono
dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1 Maret 2001

Abstrak
Seni sebenarnya hanyalah satu, yaitu "Art" dengan huruf
besar A, perbedaan di antara semua seni h anyalah
perbedaan fisik yakni perbedaan yang disebabkan
pemakaian material (Susanne Langer). Seni dalam
perjalanannya kemudian dibagi dan dibagi dalam beberapa
wilayah, sub wilayah, dan bagian-subbagian sampai
pada bagian yang spesifik sehingga tidak lagi mampu saling
berhubungan dan pada akhirnya akan muncul dikotomidikotomi yang semakin remit di antara semua seni tersebut.
Belakangan ini ketika Program Seni Rupa pada Perguruan
Tinggi Seni mulai diminati kembali oleh masyarakat sebagai

satu altematif studi perguruan tinggi makes "trikotomi"
antara seni, desain dan kriya yang semakin nyata dan
tajam.

Renesans, kontemporer, tradisi Barat,
terikotomi, seni, desain, kriya, paradigma pendidikan
tinggi, era globalisasi

Kata

Kunci:

Pendahuluan
Keberadaan seni rupa
tidak lepas dari
perjalanan sejarah seni

rupa barat, khususnya
sejak masa Renesans
(NeoKlasik) abad 18

sampai masa kejayaan

1 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya
seni modern abad 20,
dan muncul seni
kontemporer akhir
abad 20. Keberadaan
seni modern mampu
meyakinkan publik
sebagai suatu
paradigma
perkembangan seni
rupa m o d e r n y a n g
mampu menjadi
standarisasi
perkembangan seni rupa
secara universal.

Keberhasilan seni
modern tersebut
membawa perjalanan seni
rupa semakin mantap,
sampai kemudian apa
yang disebut tradisi
"fine art", yang
meliputi trinitas seni
lukis, patung, dan
arsitektur. Perkembangan
seni rupa, kemudian
diukur dari
keberhasilan
mereka dalam
mengembangkan ketiga
seni tersebut. Ketika
itulah muncul dikotomi
dalam seni rupa, perupa
dalam tradisi "fine art"
disebut artist, sedang


2001

para pelaku dalam
katagori "craft" disebut
artisan atau tukang.
Khususnya seni lukis
mendapat posisi
superior, karena
keberhasilan para perupa
barat dalam
mendudukkan seni
lukis sebagai bagian
dari "liberal art" kegiatan
yang
mencerminkan
bagian dari
integtualitas, sedang
"craftmanship" hanyalah
"mechanical art" atau

skill saja (Asmujo, 2000).
Seni lukis dalam
perjalanan
selanjutnya
merupakan barometer
keberhasilan
perkembangan seni
rupa, bahkan dalam
wacana
tradisi
pameran seni rupa,
selalu
dapat
dipastikan
bahwa
pameran seni rupa
identik
dengan
pameran seni lukis,
sedang

pameran

2 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya
pembangunan
pedesaan
identik
untuk
craft
atau
kriya.
Studi
Seni
Lukis
menempati
posisi
sebagai
panglima

dalam
perkembangan
pendidikan seni rupa
saat itu.
Di Indonesia seputar
tahun
1970
s.d
menjelang
akhir
tahun
1990- an
Perguruan
Tinggi
seperti
ISI
Yogyakarta
dan
ITB
Bandung, jurusan Seni

Murni
terutama
program
studi
Seni
Lukis sangat diminati,
bahkan
sebagai
program primadona.

2001

hasil
tangan-tangan
terampil
kriyawan
tersingkir.
Usaha
u ntu k
me ng a ng k at

ke m b al i
da n
keinginan
untuk
mengiteraksikan
antara seni dan skill (art
and craft) sia si a . A p a
y ang
di h asi l ka n
j u s t ru
munculnya
kesadaran
industri,
akan
pentingnya
aspek
pe ran c an g an
(desain).

Program Studi

Desain sebagai
Panglima
Kesuksesan sekolah
Bauhaus menjadi

pengantar bagi boom
desain setelah perang

Setelah
munculnya
revolusi industri, kondisi
kriya
(craftmanship)
semakin
t e r pu r u k .
K e be r a d a an
p r o d u ks i
manual
mulai digantikan oleh
mesin industri. Produk


dunia kedua.
Maka t e r b e n t u k l a h
paradigma desain
sebagai bagian dari
wilayah seni rupa yang

3 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya

2001

beraf il ias i dengan

studi Desain pada

industri. Desain

Perguruan Tinggi Seni

semakin dewasa dan

Rupa, merupakan

kokoh, s e h i n g g a

alternatif yang paling

mampu

menjanjikan hingga

meyakinkan

akhir tahun ini.

masyarakat industri

Terbukti di Bandung ada

sebagai satu kebutuhan

6 Perguruan Tinggi

yang mendesak, bahkan

dan 3 Lembaga

meyakinkan publik

Pendidikan

sebagai salah satu

menyelenggarakan

alternatif yang

Program Studi Desain,

menjanjikan dunia

dan cukup diminati

kerja. Kemudian program

oleh publik.

studi desain menempati

Suatu Kenyataan:

posisi yang penting

Trikotomi Seni,

dalam perjalanan

Desain, dan Kriya

perkembangan

Perkembangan lebih
lanjut, trikotomi, s e ni ,
desain dan kriya,
se m a k i n tampak dan
nyata. Kriya menempati
posisi terbawah, bahkan
direndahkan a t a u
diinf eriorkan oleh
f i n e a r t ataupun
desain. Perjalanan
kriya Indonesia
sebelum krisis

pendidikan seni rupa.
Bahkan mampu
menggeser seni murni
dengan menempati
posisi sebagai panglima
dalam perkembangan
Pendidikan Tinggi Seni
Rupa saat ini. Seputar
tahun 1980-an program

4 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya
ekonomi (1998), hampir
semua industri kecil
yang berbasis
kekriyaan dianggap
marginal terhadap
industri besar ,
bahkan se ring kali
di masu kan ke dalam
sektor non-formal dan
dianggap jalan keluar
untuk mananggulangi
pengangguran.
Akibatnya istilah kriya
dipakai untuk menyebut
semua usaha dan
perusahaan kecil di
masyarakat pedesaan;
kriya tahu, kriya
tempe, dan sebagainya.
Sehingga kriya tidak
saja secara posisioning
terdepak ke bawah,
namun jug a i stil ah
kriy a sendiri semakin
nampak marginal
(kampungan).
Namun apa
kenyataannya?!
Ketika krisis ekonomi
Indonesia 1998, kriya
yang terdepak ke
bawah, kriya yang
terlempar ke lorong

2001

marginal, kenyataannya
justru berperan penting
untuk menciptakan
lapangan kerja dan
bahkan memberikan
andil cukup signifikan
dalam menggerakan roda
ekonomi pada lapisan
"grass root". Bahkan
dengan lumpuhnya
padat mo dal , ju stru
me nyulu t l ahi rny a
usahawan untuk
bergerak dal am
industri yang berbasis
kriya seperti di Jepara,
Cirebon, Surakarta
(Imam, 1999).
Berdasarkan
observasi di daerah
Klaten dan Serenan
Surakarta, industri
kriya mebel (kayu
d a n bambu), mengalami
lonjakan yang me n o nj o l
dan hampir 20 s.d 30
kontainer masuk
pelabuhan Semarang dan
Surabaya. Diikuti
tekstil jadi (garment)
Surakarta, industri
kriya logam dan
perhiasan di daerah

5 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya
Cipego Boyolali dan
Kotagede Surakarta (Sony
Kartika, 1999). Jadi
jangan heran kalau
awal tahun 1999
pelabuhan Tanj u ng
Pri o k Jaka rta se pi
pe ti kemas.
Sudah kami
singgung di atas,
konsepsi seni lukis
sebagai barometer
perjalanan tradisi
modern, dan desain
sebagai panglima
y a n g m u n c u l sebagai
alternatif sesudah
revolusi industri, secara
essensi keduanya
berkiblat pada
basic konsepsi
universal. Pada
akhirnya muncul
dikotomi antara s eni
dan desain
belakangan ini. Para
desainer mulai
mengingkari bagian dari
wilayah seni rupa,
mereka menolak
karena seni su d ah
ti d ak l ag i

2001

me ng i n d ahk an
teknologi, bahkan
cenderung semakin
absurd dan
individualistik.
Masyarakat cenderung
menyekolahkan anaknya
ke desain yang dianggap
lebih menjanjikan
lapangan kerja sebagai
desainer bukan seniman.
Kenyataan ini memang
benar, bahwa
dua tahun terakhir ini
Perguruan Tinggi Seni
Rupa program studi Seni
Murni mulai sepi dan
kurang peminat. Yang
paling ironis, bahwa
anggapan sebagian
masyarakat bahwa
untuk jadi seniman
tidaklah harus masuk
Perguruan Tinggi.
Maka munculah
seniman-seniman
otodidak yang lebih
berani ketimbang
seniman akademik
sendiri.
Apabila konse psi seni
dan desain berangkat
dari basic tradisi

6 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya
barat, m a k a k r iy a
b e r a ng k a t d a r i b a s i c
tradisi etnis.
Paradigma kekriyaan
mulai terangkat
kepermukaan dan
mulai dipertimbangkan
keberadaann y a .
Bahkan muncul
p e r g e s e r a n konsepsi
kekriyaan dari
keterampilan
(craftmanship) menjadi
kemampuan membuah
gubahan atas
mate rial, artinya kriya
tidak dapat dilepaskan
dari basic teknologi
bersifat eksternal dan
menekankan pada
kemampuan
mengutarakan gagasan
lewat desain bersifat
internal.

2001

gagasan kriya seni dan
kriya terap. Konsepsi itu
akan melahirkan kriya
basic seni, desain dan
basic teknologi, dengan
tanpa meninggalkan "seni

kriya tradisi Nusantara"
sebagai r e f e r e n s i
dalam
pengembangan
kreatifitas. Pada
gilirannya Seniman dan
Desainer yang selalu
menganggap k r i y a
sebagai tukang yang
s i a p melayani tuannya,
perlu berfikir dua tiga
kali karena suatu saat is
akan meninggalkan
tuannya.
Terus terang saja, apa
penghargaan
kita
terhadap mereka sebagai
artisan a t a u t u k a n g ,
yang
selama
ini
mengerjakan desain
y a n g k i t a r a nc a ng .
Kita
p e r la k u k a n
m e re k a h a n y a s e b a g a i
pelengkap,
bukan
sebagai bagian yang tak
terpisahkan
antara
desainer
dengan

Trikotomi antara seni,
desain dan kriya, akan
semakin tajam dan
saling menantang. Hasil
rumusan Seminar
Nasional 21 Oktober
2000 di Sekolah Tinggi
Seni Surakarta,
melahirkan konsepsi
7 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya
pendukungnya , namu n
ha nya se ke dar bur uh
atau tenaga lepas yang
tak mengerti arti seni
dan keindahan.

Persoalan:
Menghadapi Pasar
Global
Ada satu pekerjaan
yang harus kita
siapkan dalam
dekade ini, yaitu
menghadapi pasar global.
Menghadapi pasar global
dalam bidang seni rupa,
kita tidak
mampu hanya
me nga nda lk an
k onse psi u nive rsa l
yang berbasic tradisi
barat, te tapi justru
harus mampu
menyodorkan berbagai
alaternatif yang bertolak
dari k o n s e p s i t r a d i s i
etnis dengan
sentuhan modern (atau
sebaliknya). M e n g a p a
tidak, karena
d e n g a n kekuatan
tersebut barulah

2001

mampu bersaing dalam
pasar global. Kriya
yang sementara
diinferiorkan oleh seni
dan desain, jus tru
le bih siap .dan mampu
menjawab konsepsi
tersebut, karena kriya
berangkat dan tradisi
dengan sentuhan
modern. Itulah
mengapa Iwan Tirta
mampu berbicara pada
pasar global ?, karena
Iwan Tirta mencoba

memadukan rancang
busananya dalam
konsepsi modern dalam
sentuhan
tradisi etnis
nusantara. Kain ikat
dari Surakarta y ang
disodorkan sebagai
bentuk sarung pantai
memenuhi pasaran
Yogyakarta dan Bali,
kemudian masuk
pasaran dunia lewat
Jepang, Eropa dan
Canada. Demikian juga
produk garment dari
Bandung, Pekalongan,
Yogyakarta dan Surakarta

8 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya
merupakan alternatif
ekspor untuk
Belanda, Amerika dan
Jepang. Disusul produk
mebeler Jepara, Serenan
Klaten Jawa Teng ah
masu k pasaran
Canada, Swiss,
Belanda dan negara
Eropa l a i n n y a .
Semua adalah
p r o d u k kekriyaan
yang mampu
menopang devisa dalam
perekonomian rakyat,
dalam krisis ekonomi
dewasa ini. Pada era
globalisasi dewasa ini
kita dihadapkan dalam
dua persoalan pokok
dalam persoalan budaya;
satu s i s i k i t a
dituntut untuk
m a j u (progress), satu
sisi kita dituntut
untuk melestarikan
warisan budaya yang
telah mapan (konservatif).
Tidak dapat dipungkiri
bahwa wawasan kita
tentang seni rupa
adalah wawasan seni

2001

rupa modern barat,
karena sistem
pendidikan tinggi
dengan segala
perangkatnya mengacu
pada pendidikan seni
rupa barat. Wawasan
konsepsi tersebut bukan
berarti harus ditolak,
namun justru
marupakan s atu
pe ran g k at y ang
h a ru s ki t a pelajari
sebagai satu dasar
pengkayaan untuk
mengkaji budaya kita
sendiri. Artinya bahwa
kedua k o n s e p s i
tersebut harus
s a l i n g menopang dan
saling sinergi untuk
menambah
pengkayaan wawasan,
sebagai satu
tumpuan untuk
menyongsong era
globalisasi. Sehingga
dibutuhkan satu
Pendidikan Tinggi Seni
Rupa yang mampu
menjawab tantangan
tersebut.

9 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya

Paradigma Pendidikan
Tinggi Mendatang
Bagaimana
pendidikan
seni rupa yang perlu
dipersiapkan,
untuk
memberi
bekal
kemampuan
yang
mampu
me no pa ng
di na mi ka m asy a r ak at
dalam
menghadapi
pasar global kini dan
yang
akan
datang.
Jawabannya
adalah
Pendidikan Seni Rupa
"masa
dep an"
y ang
mampu
memberikan
andil
dalam
pembangunan manusia
seutuhnya. P e n d i d i k a n
T i n g g i ' m as a d e p an "
adalah
merupakan
pendidikan
yang
bertujuan
untuk
mengembangkan i l m u
Dalam bidang seni
berarti
mempelajari
dengan cara menggali
dari
kehidupan
masyarakat,
kemudian
mencoba
mengangkat
nilai esensinya untuk
kemudian menemukan

2001

nilai b a r u s e b a g a i
satu
dinamika.
kehidupan masyarakat.
Berhadapan
dengan
masyarakat maka akan
berhadapan
dengan
potensi etnis yang sudah
berakar secara mapan
sebagai seni tradisi yang
sudah lama diyakini.
Maka
tidak
dapat
dipungkiri
bahwa
pendidikan yang bertolak
dari seni etnis akan
muncul nilai-nilai baru
yang
be rnu ans a
tradisi
dengan
sentuhan
modern.
Maka Program Studi
Seni Rupa dengan basic
seni,
desain
dan
teknologi dengan tanpa
meninggalkan
akar
budayanya
akan
memberikan
jawaban
alternatif
di
atas.
Program
Studi
Kriya
mampu
me mbe rikan
j awaban, kare na i s
berangkat dan tradisi
etnis
dalam
wacana
Pendidikan
Modern.

10 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya
Sekarang
bagaimana
dengan Studi Seni dan
Desain, apakah masih
ingin
berandaiandai,

2001

mimpi dan silau dengan
tradisi
modern
barat

Daftar Pustaka
Buchori Zainudin, Imam (1999), Kriya T r a d i s i d a l a m
W a c a n a Pendidikan Tinggi menghadapi B u d a y a
G l o b a l , M a k a l a h Seminar Nasional Seni Rupa
T r a d i s i N u s a n t a r a K r i y a Indonesia dan
Tantangan Era G l o b a l i s a s i a b a d 2 1 ,
Surakarta: STSI
Bernet Kempers, AJ (1959, Ancient Art, C . . P . J
d e r p e e t , Amsterdam

van

Geertz,

Clifoord
(1973),
The
Interpretation of Culture, New York : Basic Book,
Inc
______________ (1960), The Rel igio n of
Jav a, New York : The Free Press

Irianto, Asmojo J (1999), Kriya Dalam Pendidikan Tinggi,
Makalah Seminar Nasional Seni Rupa Tradisi
Nusantara To pik : Implementasi Konsep
Kriya d a l a m P e n d i d i k a n T i n g g i Surakarta :
STSI
Koentjaraningrat (1985), Javanese Culture. New York :
Oxford University Press
Soedarsono,
RM
(1999),
Seni
Indonesia
(kontinuitas
dan
perubahan),
Terjemahan Clare Holt dalam Art in Indonesian
Continui ties
and
Change.
Co me
:
Unive rsi ty ( 1967) . Yogyakarta : ISI
Sony Kartika (1999), Hasil Observasi P r o f i t K r i y a d i
D a e r a h Surakarta Jawa Tengah
11 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001

Trikotomi Seni, Desain, Dan Kriya

2001

Walker, John (1999), Studi on Master Plan for Design
Promotion in the Republic of Indonesia,
Japan Internasional
c o o p e r a t i o n A g e n s y d a n D e p arte me n
K o pe r asi dan Industri Kecil RI

12 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.1
Maret 2001