KAIDAH DASAR MORAL DAN TEORI ETIKA DALAM

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

1

KAIDAH DASAR MORAL DAN TEORI ETIKA DALAM
MEMBINGKAI TANGGUNGJAWAB PROFESI
KEDOKTERAN
Agus Purwadianto
Pendahuluan
Etika merupakan bagian flsafat yang meliputi hidup baik,
menjadi orang yang baik, berbuat baik dan menginginkan hal baik
dalam hidup.1 Etika, sebagaimana metoda flsafat, mengandung
permusyawaratan dan argumen eksplisit untuk membenarkan
tindakan tertentu (etika praktis). Juga membahas asas-asas yang
mengatur karakter manusia ideal atau kode etik profesi tertentu (etika
normatif).2 Etika adalah pedoman berbuat sesuatu dengan alasan
tertentu. Alasan tersebut sesuai dengan nilai tertentu dan
pembenarannya. Etika penting karena masyarakat selalu berubah,
sehingga kita harus dapat memilih dan menyadari kemajemukan
(norma) yang ada (flsafat praksiologik). Jadi etika juga adalah alasan
untuk memilih nilai yang benar ditengah belantara norma (flsafat

moral). 3
Perbedaan etika dengan moralitas, bahwa moralitas adalah
pandangan tentang kebaikan/kebenaran dalam masyarakat. Suatu
hukum dasar dari masyarakat yang paling hakiki dan amat kuat. 4 Juga
suatu perbuatan benar atas dasar suatu prinsip (maxim). Ia merujuk
pada perilaku yang sesuai dengan "kebiasaan atau perjanjian rakyat
yang telah diterima", sesuai nilai dan pandangan hidup sejak masa
kanak-kanak, tanpa permusyawaratan.5
Ciri khusus moralitas :
1. Norma sangat penting (prinsipiil, kekuatannya "lebih bernilai"
mengatasi segala pertimbangan). Esensiil bagi kebahagiaan
masyarakat. Esensiil bagi tradisi budaya.
Makalah Penyegaran Etika Kedokteran, FKUI dalam rangka Modul EPC II, Jakarta, 18
Februari 2003. Penulis adalah Ketua PDFI Pusat, Sekretaris MKEK Pusat IDI, Ketua Bagian

1

Robert C. Solomon. Etika, Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta, 1984. hal 2
Webster's New Dictionary of Synonyms. Springfield, MA : Merriam-Webster, 1984, p. 547.
3

Bandingkan batasan etika (Ki Hajar Dewantoro, 1962) : “ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan
(dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan
rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat
merupakan perbuatan”.
4
Robert C. Solomon, loc.cit. hal 7.
5
Webster's New Dictionary, loc.cit.
2

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

2

Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal FKUI/RSCM, Sekjen Jaringan Bioetika & Humaniora
Kedokteran Indonesia.

2. Hukum universal (berlaku prinsip "dimana saja, kapan saja, siapa

saja”). Tatabahasa perintahnya universal.6 Mengikat (ada katakata : "harus"). Terjadi, harus terjadi dan dapat diaplikasikan secara
universal.
3. Normal rasional (ada alasan masuk akal) dan obyektif
(kebenarannya melingkupi seluruh masyarakat). Dasarnya adalah
penalaran, tidak memihak, merupakan kebijakan akhir, prinsipnya
benar, oleh pelaku otonom, dapat dibenarkan.
4. Menyangkut (kebahagiaan) orang lain (misal : Golden Rule 7).
Memberi perhatian pada orang lain (altruisme), kasih/simpati,
harapan timbal balik, perhatian berdasar maksud baik terhadap
orang lain dan tindakan penghasil kebaikan orang lain.
Karena tanpa permusyawaratan, maka semua orang mempunyai
moralitas. Contoh moralitas :
a. norma agama non-samawi. Norma yang ada pada "kepercayaan"
dan atau "agama kuno" seperti Hindu, Buddha, Kong Hu Cu,
Kejawen. Isinya antara lain ajaran agar manusia menjadi bijaksana
atau mengerti (etika kebijaksanaan). Itu sama dengan etis. Disini
belum ada "kewajiban".
b. Norma yang ada pada agama samawi. Orang harus berbuat baik
dan adil, bukan buruk atau zalim, sesuai perintah Allah (etika
teonom). Disini sudah ada unsur kewajiban (menuruti perintah

tersebut).
Etika merupakan pemikiran atau refeksi atas moralitas. Dengan
demikian tidak semua orang beretika. Ia adalah refeksi 8 flosofs yang
sesungguhnya. Ia dimunculkan oleh para flsuf dan berlaku universal
karena tak memandang masyarakat tertentu saja. Dokter melanggar
janji datang tepat waktu, ia tidak etis. Bila meracuni pasiennya, ia
tidak bermoral.
Dalam etika isinya adalah alasan yang deskriptif ("is") bercampur
preskriptif ("ought"). Isi etika juga merupakan pengecualian yang baik
terhadap prinsip-prinsip yang baik. Juga merupakan penentuan
pemenang nilai-nilai yang saling bersaing, penentu hirarki nilai yang
tepat dan terpertanggungjawabkan.

6

Misalnya jangan membunuh.
Hukum Talmud orang Ibrani. “Do unto others as you would have them do unto you” atau "Apa yang
menyakitkan bagi kamu, jangan lakukan terhadap sesamamu". Robert M. Veatch. Medical Ethics, Jones &
Bartlett Publ. Boston, 1989. hal. 34, selanjutnya disingkat ME.
8

Termasuk disini adalah didebat dan didukung sehingga terjadi pengurangan, penambahn atau repetisi.
7

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

3

Bioetika.
Bioetika (F. Abel) adalah studi interdisipliner tentang problem
yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu
kedokteran, pada skala mikro maupun makro, termasuk dampaknya
terhadap masyarakat luas serta sistem nilainya, kini dan masa
mendatang.
Bioetika merupakan pandangan lebih luas dari etika kedokteran karena
begitu saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungan hidup.
Bioetika merupakan ”genus”, sedangkan etika kedokteran merupakan
”spesies”.
Unsur etika

1. Nilai :
 Pra-moral : tidak/belum merujuk pada suatu norma konkrit
perilaku manusia; misal : kesehatan, kehidupan, integritas fsik,
seksualitas.
 Moral : mengharuskan manusia melakukan/merujuk sesuatu
tindakan konkrit pada suatu norma konkrit; misal : kesetiaan
yakni utk menepati janji, keadilan yakni kesediaan menghargai
hak orang lain.
2. Norma = prinsip dasar :
 Proposisi (“dalil”) pemindah nilai ke tingkat kehidupan konkrit,
baik fungsi positif atau negatif.
 Ungkapan teknis pengalaman etis manusia
 Generalisasi relevan tentang apa yang secara normal relevan.
Pembagian teori etika.
Ditinjau dari segi inti :
1. Etika kebijaksanaan :
a. Dasar agama/kepercayaan : moralitas agama non-samawi.
b. Dasar flsafat : etika kebahagian (Yunani).
2. Etika kewajiban :
a. Dasar agama : moralitas agama samawi (etika teonom)

b. Dasar flsafat : Immanuel Kant (etika otonom).
Ditinjau dari segi metodologisnya :
1. Etika Substantif
Dasarnya etika kebijaksanaan atau etika kewajiban.
2. Etika Prosedural :
a. Dasar Keadilan : contoh John Rawls
b. Dasar Komunikasional : contoh Juergen Habermas
Ditinjau dari segi subyek pelaksananya :

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

4

1. Etika maksim (prinsip subyektif bertindak, sikap dasar hati
nurani ketika bersikap-tindak-perilaku-konkrit).
Misalnya etika kebijaksanaan. Bisa dilihat konteksnya,
keterarahan pada maksim tertentu yang merangkai dalam satu
jalinan makna (seperti tanggungjawab), dapat memperlihatkan

watak seseorang dan dapat membedakan antara legalitas dan
moralitas.
2. Etika norma-norma
Dasarnya ialah peraturan-peraturan (hukum) sehingga tak bisa
membedakan legalitas - moralitas.
Teori hidup baik (bermakna)
Teori ini mendasari nilai-nilai kenapa manusia berbuat sesuatu yang
dipandang etis. Hidup baik dapat menurut pasien (masuk dalam
“patients preferences” dan “quality of life” 9) namun dalam hal ini
ditujukan pada diri dokter sebagai mahluk otentik yang eksis dalam
dirinya di tengah perubahan cepat masyarakat dan ilmu-pengetahuanteknologi kedokteran di dunia (relevan mendasari “contextual
features”)10. Hidup baik atau bermakna bila terdapat :
1. Mencapai rasa nikmat (hedonisme egois – bagian dari egoisme
etis)11
2. Cinta menyatu ke Illahi (Plato, sufsme Islam, Kejawen) atau
Cinta kepada Tuhan (Agustinus)12
3. Kebahagiaan (eudemonia – bagian dari egoisme etis)13
4. Kebajikan/keutamaan (virtue) Aristoteles14
5. Hindari perasaan sakit (Epikurus).
6. Rela menyatukan diri dengan (hukum) alam sebagai sunatullah

(Stoa).15

Lihat sistematika pembahasan etik klinik menurut Jonsen dkk. Lihat Jonsen, A.R., Siegler, M, Winslade,
W.J. (2002). Clinical Ethics. A Practical Approach to Ethical Decisions in Clinical Medicine. McGrawHill. New York.
10
Jonsen dkk, ibid.
11
Bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau mencapai jumlah nikmat terbesar atau sedapat-dapatnya
menghindari segala macam rasa sakit. Frans von Magnis. Etika Umum, Kanisius, Jakarta. 1984
(selanjutnya disingkat EU), hal. 82
12
Hanya Allah Swt yang bebas berkehendak, sementara manusia tidak, sehingga semua perintah Tuhan
tidak perlu diuji lagi kemasuk-akalannya. Teori teonom murni ini kadang-kadang menimbulkan
irasionalisme. EU, hal. 99.
13
Setiap tindakan ditujukan utnuk mencapai kebahagiaan sebagai tujuan primer pada diri tujuan itu sendiri
(bukan sekunder mencapai tujuan lain). EU, hal 84.
14
Tekad untuk mengembangakn semua bakat manusia mencapai kesempurnaan dengan condong berbuat
baik, tidak semata-mata mencari nikmat karena itu juga terjadi pada hewan.

15
Mengikuti hokum alam seperti hewan/tumbuh2an, dengan menekan semua tindakan biadab yang khas
manusia.
9

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

5

7. Mengikuti hukum kodrat (cinta kepada Tuhan plus keutamaan Aquinas)16
8. Not having, but being (Erich Fromm).
9. Kebebasan/otonomi subyek sebagai sumber moralitas (Kant)
10.
Pandangan dunia/lebenswelt (Habermas)

Kaidah dasar Moral :
1. Tindakan berbuat baik (benefienie)17
 General benefcence18 :

o melindungi & mempertahankan hak yang lain
o mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
o menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,
 Specifc benefcence19 :
o menolong orang cacat,
o menyelamatkan orang dari bahaya.
 Mengutamakan kepentingan pasien20
 Memandang
pasien/keluarga/sesuatu
tak
hanya
sejauh
21
menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain
16

Mencapai kodrat yakni mengembang-sempurnakan semua kemampuan manusia sekaligus bahagia dan
memenuhi kehendak Tuhan. Kodrat manusia sama sekali tidak terimbas keduniawian karena tujuan akhir
manusia adalah berada di sisi Tuhan. EU, hal. 100 – 101. Kelemahannya ialah egoisme etis (subyektif).
17
“Refers an action done for the benefits of others. Jadi tindakan positif. Harus dibedakan dengan
benevolence (character trait or virtue of being dispose to act …). Tom L. Beauchamp & James F. Childress.
Principles of Biomedical Ethics. Oxford University Press. Oxford. 1994 (selanjutnya disingkat PBE), hal
260. Beneficence > luas daripada non-maleficence karena mencakup prevensi penyebab kerugian dan
penghilangan kondisi perugi pasien.
18
Berbuat baik kepada siapapun – termasuk “yang tidak kita kenal” (impartially), merupakan etika
normative. PBE hal. 263 – 265. Contoh : zakat 2,5%
19
Bermoral bila tindakan baik ditujukan pada pihak khusus “yang kita kenal” : pasien, anak-anak, temanteman. PBE, hal. 263. Hal ini menimbulkan kewajiban “mutlak” profesi, khususnya secara psikologis.
20
Setiap tindakan ditujukan demi memajukan kepentingan penting dan sah pasien. Dasar utama dari
altruisme (pengorbanan diri demi melindungi, menyelamatkan pasien) dan “roh” profesionalisme (“janji”
atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpercaya. Misal memilihkan keputusan terbaik pada
pasien yang tidak otonom ( kurang mampu memutuskan bagi dirinya), seperti anak, gangguan jiwa, gawat).
Positive beneficence mempersyaratkan indicator tunggal : keuntungan pasien (mahluk individu). Beda
dengan utility : boleh ada kerugian, asal seimbang dengan keuntungan (konteks mahluk social).
Utilitarianisme memperluas beneficence menjadi : boleh pandang bulu (impartial obedience) asal
bermanfaat atau boleh menghukum bila seseorang melanggar aturan.
21

Istilah beneficence lainya : bermurah hati; kewajiban atau tugas untuk menyebarkan kebaikan,
meningkatkan minat yg benar dari seseorang, dan mencegah atau mengatasi keburukan. Dokter berlaku
profesional, bersikap jujur dan luhur pribadi (integrity), menghormati pasien, peduli pada kesejahteraan
pasien, kasih sayang, dedikatif memperthankan kompetensi pengetahuan dan ketrampilan teknisnya.

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

6

 Maksimalisasi akibat baik22 (termasuk jumlahnya
> akibat23
buruk)
 Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita
bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada yg hidup).24
2. Tidak merugikan atau nonmalefienie /primum non noiere25
 Sisi komplementer benefienie dari sudut pandang pasien,
seperti :
 Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm)
pasien26
 Minimalisasi akibat buruk27
 Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :
- Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko
hilangnya sesuatu yang penting
- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami
risiko minimal).
 Norma tunggal, isinya larangan.28
3. Keadilan
22

Dasarnya adalah uraian William Frankena. Apapun situasinya (dalam etika situasi ketika menghadapi
kasus individual konkrit yang sering tidak menjamin keberlakuan etika umum-abstrak yang memakai
kaidah deontologi peraturan), diupayakan memunculkan akibat baik, apapun bentuknya (hal ini pada
akhirnya dikenal sebagai utilitarianisme). EU, hal 102 – 103. Sejalan dengan kewajiban beneficence : “one
ought to do or promote good”, selain prevent evil/harm dan remove evil/harm. PBE, hal. 190.
23
Prinsip utilitarian. Banyak berguna untuk penelitian teknik/obat baru. Lihat kriteria proporsionalitas atau
asas ganda.
24
Pasien sebagaimana flora dan fauna serta benda (alam keseluruhan non manusia) merupakan suatu being
(ada), yang dengan ‘ada”nya saja patut dihormati dengan sikap baik. EU, hal. 108. Dasar hubungan
dokter-pasien sebagai fduiiary relationship akibat keterbatasan diri pasien.(misal
akalnya belum/tidak berfungsi baik, pada kasus anak-anak, orang gawat/tidak sadar,
jompo, dll).
25
Berupa indicator tunggal : menghilangkan derita dengan aturan : larangan untuk berbuat sesuatu, dipatuhi
secara imparsial (tanpa pandang bulu), memberikan dasar alasan “perilaku melarang” tertentu.
26
Kewajiban nonmaleficence : “One ought not to inflict evil or harm”. PBE, hal 192. Tidak melakukan
malpraktek etik baik sengaja ataupun tidak, seperti dokter tak mempertahakan kemampuan ekspertisnya
atau menganggap pasien sebagai komoditi.Tindakan nomaleficence antara lain menghentikan pengobatan
yang sia-sia/, atau pengobatan luar biasa (tidak menawarkan harapan layak dari nikmat/keuntungan) yakni
pengobatan yang tak bias diperoleh atau digunakan tanpa pengeluaran amat banyak, nyeri berlebihan, atau
ketidaknyamanan lainnya. Juga membiarkan mati (letting die), bunuh diri dibantu dokter, euthanasia,
sengaja malpraktek etis.
27

Tidak menambah kerentanan pasien dalam hal dependensi, minimnya inisiatif, hilangnya persistensi dan
turunnya kapasitas mentalnya.Dokter tidak boleh inkompeten dalam ketrampilan teknis medis dan
komunikasi. Mencegah perlakuan buruk pada orang lain.
28

Misalnya 10 perintah Tuhan yang sebenarnya sifatnya larangan berbuat jahat/membuat derita orang lain
seperti “Jangan membunuh”, dll. Terhadap pasien : jangan membunuh, jangan menyebabkan nyeri atau
menderita, jangan menahan (membuat inkapasitas), jangan mengawali menyerang, jangan menghalangi
nikmat untuk hidupnya. PBE, hal. 194.

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

7

 Treat similar iases in a similar way = justiie within morality.29
 Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai
fairness)30 yakni :
a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan
diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan
sesuai
kebutuhan
pasien
yang
31
memerlukan/membahagiakannya)
b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan
kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan
kemampuan pasien).
 Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi
(bermartabat)32, khususnya : yang-hak dan yang-baik33
 Jenis keadilan :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima) 34
b. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan
sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama 35, dengan
cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat
perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada36 :
 Setiap orang andil yang sama
 Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya
 Setiap orang sesuai upayanya.
 Setiap orang sesuai kontribusinya
 Setiap orang sesuai jasanya
29

Ketidakadilan = memperlakukan berbeda (satu baik, satu buruk) pada orang dengan situasi-kondisi yang
mirip sama. Keadilan = kewajiban prima facie untuk memberi perlakuan sama terhadap orang lain,
khususnya dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan orang lain tersebut dalam mencapai harkat
kebahagiaan dirinya. Ketidakadilan hanya dibenarkan bila berdasarkan beneficence atau jangka panjang
secara utilitarian menghasilkan keadilan yang lebih besar. EU, hal. 104 - 105.
30
John Locke menyebut the just society sebagai jaminan bahwa tak ada individu dibawahkan dan terpuruk
(subordination or subjection). Aspek fairness ialah penyama-rataan, kesetaraan (equality, the just person is
one who treats all person as equal), accessibility to health care. Ian Kerriidge, Michael Lowe & Hohn
McPhee. Ethics and Law for the Health Professions. Social Science Press, Australia, 2003, hal. 77.
31
Keadilan = tidak menuntut semua orang sama-sama bahagia, namun menciptakan syarat-syarat (situasikondisi) agar orang lain dapat bahagia. Contoh : syarat penghentian alat Bantu napas/jantung untuk
mencegah futility (kesia-siaan medik)
32
Manusia satu-satunya mahluk berakal budi, bukan mesin biologis atau suatu shell berisi penuh artificial
intelligent. Berakal budi artinya otonom, berkehendak bebas secara sadar, tanpa tekanan apapun.
33
Keadilan hanya berlaku bagi manusia sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), beda dengan
beneficence yang berlaku terhadap apa saja (termasuk hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda). Keadilan dan
beneficence merupakan dua sejoli yang saling komplementer dan saling membatasi dalam fungsinya (bila
satu muncul, yang lain menjadi syaratnya). EU, hal. 106 – 107.
34
Kebutuhan penerima dianggap petunjuk imparsial. Keadilan bukan atas dasar selera (favouritism) atau
diskriminasi. Disini jelas tidak adanya penyamarataan buta. Contoh : triage dalam kegawatan, dimana
orang yang gawat karena kebutuhannya untuk diselamatkan nyawanya atau dihindarkan cacatnya, walau
datangnya belakangan, toh ditolong lebih dahulu (tidak urut nomor/sesuai kaidah fairness semata-mata,
karena ini menjadi penyamarataan buta).
35
Mempertimbangkan cost – benefit ratio pengobatan = membagikan yang-baik dan yang-buruk = berlaku
adil.
36
PBE, hal 330.

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

8

 Setiap orang sesuai bursa pasar bebas
c. Sosial
:
kebajikan
melaksanakan
dan
memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan bersama37 :
 Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik
dengan strategi menekankan efsiensi social dan
memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.38
 Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social –
ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil
substantif/materiil).39
 Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas
tertentu40
 Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam
hidup
yang dianggap bernilai oleh setiap individu
rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan
dan kesamaan).41
d. Hukum (umum) :
 Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan
hak-hak kepada yang berhak.
 pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk
kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan
umum.42
4. Otonomi (self-determination)43

Melatarbelakangi teori pendukung keadilan distributive, PBE , hal 324
Contoh : menetapkan alokasi anggaran kesehatan dengan prioritas tertentu seperti QALY (quality
adjusted life-years), berdasarkan usia, dll. Contoh lain : penetapan perlakuan pasien pada kelangkaan
sumber-sumber (meliputi tahap-tahap standar substansi dan aturan prosedural, skrining awal resipien
potensial, factor konstituen, prospek sukses, seleksi final pasien, pemanfaatan medik, mekanisme
impersonal kesempatan dan antri, kemanfaatan social dll).
39
Pokok utama adalah kebebasan memilih (individual) dan privatisasi (kepemilikan) melalui jaminan
berlangsungnya prosedur adil (dalam pemerolehan, pemindahan dan pembayaran ganti rugi). Lihar Robert
Nozick, PBE, 336 – 337.
40
Mementingkan nilai dan standar tradisional “yang-baik” masyarakat, pluralitas dan solidaritas (kebajikan
kepedulian individual bersama moralitas sosial).
41
Adalah rasional dan dipilih oleh siapapun, bahwa adil = prinsip memaksimalkan batas (plafon) minimum
nikmat primer demi menjamin kepentingan vital pada situasi yang memburuk. Implikasi teori John Rawls.
Kesamaan fair terhadap peluang sehat namun mengatasi ketidaksamaan genetis/kodrati. Misal alokasi dana
puskesmas lebih besar untuk menyehatkan masyarakat miskin/paling tertinggal supaya sama peluang
sehatnya dengan masyarakat kaya = adil. Kepemilikan utama primer seperti jender, ras, IQ, keturunan, asal
muasal kebangsaan, status social tak bias menjadi factor alas an pembagi. “Kepada setiap orang sesuai
dengan jenis kelaminnya ……”, jelas tidak adil. PBE, hal. 340 – 341.
42
Criminal justice (penjatuhan sanksi pidana bagi terpidana) dan rectificatory justice (pemberian
kompensasi pelanggaran transaksi/kontrak, melalui hokum perdata). PBE , hal 327.
43
Kepustakaan lain menyebut kaidah ini lebih luas sebagai “preferences of patients” yang melihat pasien
sebagai sosok manusia otentik dengan rasionalitas tertentu Lihat Jonsen, A.R., Siegler, M, Winslade, W.J.
(2002). Clinical Ethics. A Practical Approach to Ethical Decisions in Clinical Medicine. McGraw-Hill.
New York.
37
38

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

9

 Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni :
kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan
diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang
ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campurtangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam
berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia.44
 Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi
individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan
(merealisasikan keputusan dan kemampuan melaksanakannya),
hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.45
 Menghendaki,
menyetujui,
membenarkan,
mendukung,
membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom
(sebagai mahluk bermartabat).46
 Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya
tinggi47.
 Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi
liyan, lindungi informasi konfidensial, mintalah consent untuk
intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan
penting.
 Erat terkait dengan doktrin informed-consent48, kompetensi
(termasuk untuk kepentingan peradilan), penggunaan teknologi
baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau dampak tak
laik-bayang (foreseen effeits), letting die.
Pada etika teonom, yang mewajibkan adanya perintah Tuhan, ada nilai
dasar moral utama yakni : ketuhanan (tidak diakui/dieksplisitkan bagi
penganut pandangan sekuler)
 Dasar dan sekaligus tujuan seluruh etika (bagi pandangan
teologis/non-sekuler)
 Menempatkan EK sebagai tuntutan (postulat) kodrat. Melanggar
EK = memperkosa kodrat manusia.
 Menuju nilai kebenaran kedokteran yakni pengakuan :
44

Ciri khusus ialah kesukarelaan, tanpa paksaan atau manipulasi.
Ciri khusus ialah memahami perspektif pasien, menolong ia bermusyawarah, mencoba mempersuasi
pasien, negosiasi rencana terapi timbal balik, terpaut dalam diskusi dengan pasien, mempersilahkan pasien
memutuskan.
46
Pembuatan testamen/wasiat : jangan coba resusitasi (DNAR), jangan resusitasi (do not resusitate)
47
Prinsip ini oleh Engelhardt dianggap lebih didahulukan dibandingkan sikap berbuat baik. Robert Veatch.
Medical Ethics. hal 37.
48
Beberapa pengertian : persetujuan terhadap anjuran dokter, kekuasaan menolak intervensi, kekuasaan
memilih diantara alternatif-alternatif dan saling andil dalam pembuatan keputusan (shared decision
making). Penolakan informed consent pada : pasien tidak memahami informasi, tidak mau memutuskan,
memilih keputusan berlawanan dengan kepentingan terbaiknya. Perkecualian : dibawah pengampuan,
implied consent pada gawat darurat, therapeutic privilege (menahan informasi demi mencegah perburukan
pasien), waiver (menyerahkan hak ke dokter).
45

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

10

a. Adanya Tuhan : perintah menjalankan EK adalah “perintah
Tuhan” /habbluminnallah.
b. Adanya kebebasan kehendak
c. Adanya keabadian jiwa
Selain 4 prinsip atau kaidah dasar moral tersebut, dikenal prinsip
"turunan"nya49 dengan nilai-nilai seperti :
1. Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth telling50
2. Kesetiaan (fdelity) : keep promise
3. Privacy (dari otonomi dan beneficence)51
4. Konfdensialitas.52
5. Menghormati kontrak (perjanjian)
6. Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan informasi kepada
pasien atau pihak ketiga seperti perusahaan asuransi,
pemerintah, dll.
7. Menghindari membunuh
Derajat ketegaran kaidah dasar moral
KDM dapat merupakan suatu hal tersendiri (disebut tegar), namun
dapat saling bertukar sehingga dapat pula merupakan suatu
kesinambungan (tidak tegar). Ketegaran tersebut bergantung pada :
1. Legalisme (prinsip moral tergantung pada hukum/nilai utama
lainnya)
2. Absolut
3. Prima facie (prinsip harus dipatuhi, namun dapat bertukar sejauh
ada kepentingannya seperti prinsip lain yang lebih kuat atau ada
alasan kuat untuk pengecualiannya53)
4. Relatif
5. Antinomianisme
(prinsip
moral
tidak
tergantung
pada
hukum/nilai utama lainnya)
Keberlakuan etika kedokteran sebagai norma :

49

Beauchamp & Childress (1994),. Principles of Medical Ethics.
Derivat otonomi. Misal : mencegah penyesatan terhadap pasien
51
Selain melindungi hal-hal yang bersifat pribadi yang unik/otentik dari pasien, juga lebih mengutamakan/
memenangkan pasien dalam menjaga rahasianya atau ketika berkonflik akan membuka informasi dirinya
kepada pihak lain.
52
Menghormati privasi pasien. Ciri lain : menyembunyikan identitas pada presentasi kasus, tidak bergosip,
membuka sebagian rahasia kepada orang yang peduli seperti anggota keluarga, sahabat/kerabat, pers;
membiarkan informasi peka pada catatan medik, membuka demi pihak ketiga, peringatan kepada partner
(kewajiban atau harus minta ijin terlebih dahulu). dll
53
Bernard Lo. Resolving Ethical Dilemmas. A Guide for Clinicians. Williams & Wilkins. Baltimore. 1995.
hal. 20
50

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

11

1. Bersyarat (hipotetis) = teleologis54
 betul tidaknya tindakan bergantung pada akibat-akibatnya.55
o bila akibat baik : wajib;
o bila buruk
: haram.
 hendak dicapai tujuan kedokteran tertentu namun tetap dalam
bingkai “mempertahankan martabat kemanusiaan” (bukan
tujuan asal-asalan).
 dasar : pengalaman (efektif – efsien).
 Kelemahan : menghilangkan dasar pembawa kepastian etis,
tidak berketegasan, pemicu “tujuan menghalalkan cara”.
2. Tidak bersyarat (kategoris) = deontologis 56
 Tidak bergantung pada tujuan tertentu
 Betul tidaknya tindakan bergantung pada perbuatan/cara
bertindak itu sendiri, bukan pada akibat tindakan.57
 Dasar : kewajiban/keharusan mutlak/absolut atau “kewajiban
demi kewajiban”.58
 Kelemahan : pemicu fanatisme buta, tidak luwes dalam
perkembangan jaman, tidak mampu memecahkan dilema etis.
Doktrin Efek Ganda
Efek buruk terkadang secara moral dapat diterima ketika akan
memunculkan efek baik. Namun memerlukan sederet alasan tertentu.
Hal ini berguna untuk etika teleologis.
Contoh : Anakku perlu sekolah, istriku perlu bersolek, suamiku perlu
berkarir. Semua perlu duit. Sementara mencapai “ftrah” tadi,
bolehkah melanggar EK (“pasien diobyekin”)?
Jawaban : “Azas Akibat Rangkap / Prinsip Ganda” sebagai
patokan yang tak boleh dilanggar, yakni :
 akibat buruk tersebut tidak diinginkan (bukan maksud / tujuan yang
pokok);
 perbuatan itu sendiri secara intrinsik tak boleh bersifat buruk/jahat
(karena berbuat buruk manapun tak pernah ditolerir).
 akibat baik tak boleh diperoleh dari sebab yang buruk/jahat (akibat
buruk tak boleh menjadi sarana mencapai efek baik), karena
dengan sendirinya yang buruk dikehendaki secara langsung demi
54

(telos /Y= tujuan)
Contoh : tujuan menyelamatkan nyawa ibu hamil gawat dengan melakukan terminasi kehamilan
janinnya.
56
(deon /Y = yang diwajibkan)
57
Contoh : dokter harus menghormati manusia sejak saat pembuahan.
58
Tradisi etika kewajiban Kantian. Bandingkan dengan istilah Driyarkara : “ikatan yang
membebaskan” (kewajiban tadi bila dikerjakan, dokter akan merasa “lega/plong” dan
terbebas dari beban apapun).
55

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

12

ke yang baik. Tujuan baik tidak membenarkan cara-cara (sarana)
jahat.
 Alasan kuat (proporsional) bahwa akibat baiknya lebih kuat/penting
daripada akibat buruk (harus melewati permenungan lebih dulu)
bila tak ada cara lain yang lebih tepat. Manfaat > mudharatnya.
Kriteria Proporsionalias Richard Mc Cormik (proporsional tak sama
dengan aritmetika) :
 Nilai berperanan minimal sama penting dengan nilai yang telah
dikorbankan.
 Tak ada cara yang kurang/tidak merugikan untuk mencapai efek
baik dimaksud.
 Cara mencapai nilai termaksud tidak boleh merusak nilai awal di
kemudian hari.
Kesadaran moral dan tanggungjawab
Kesadaran moral atau kesadaran akan kewajiban mutlak dan
tanpa syarat adalah suara hati (insan kamil) yang muncul/tampak atau
menyatakan diri secara unik/khas dokter sebagai orang per orang.
Melalui “jembatan” rasionalitas (kemasuk-akalan), suara hati dokter
dapat berubah menjadi tanggungjawab.
Unsur kesadaran moral dokter adalah sebagai berikut 59:
 Kewajiban mutlak yang membebani dokter
 Pelaksanaan kewajiban mengikat setiap dokter
 Kewajiban tersebut masuk akal dan layak disetujui
 Mengambil keputusan melaksanakan kewajiban tadi atau tidak
adalah tanggung jawab dokter tersebut
 Dokter tadi sekaligus kemudian menentukan nilai dirinya sendiri
Struktur kesadaran moral dokter ialah :
 Kewajiban moral bersifat mutlak
 Rasionalitas
 Tanggungjawab subyektif dokter tersebut
Dengan demikian, ketika suara hati dokter mempertimbangkan suatu
pernyataan moral (atas dasar kenyataan obyektif yang disuarakan
dalam hati/internalisasi sebagai omongan “saya” atau “orang
pertama”) tertentu60 dengan memutuskan secara benar (= bertindak
etis) atau keliru (= ada kemungkinan bertindak tidak etis, tergantung
situasinya), disitu otomatis melekat tanggungjawab dari dokter
tersebut. Demikian pula ketika suara hati dokter tadi menilai perilaku
(professional conduct/misconduct) sejawat lainnya sebagai baik-buruk,
59

Frans Magnis Suseno. Etika Umum. Kanisius. Jakarta, hal 22 – 24.
Pernyataan moral adalah obyek etika yang berisi evaluasi kesesuaian norma tadi dengan norma moral.
Pernyataan moral umumnya berisi pernyataan kewajiban. EU, hal 15.
60

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

13

jahat-suci, bertanggungjawab-biadab, pantas-layak ditegur, dll
sebagai penilaian moral tertentu, cocok atau tidak dengan nilai-nilai
yang dianutnya (termasuk nilai umum profesi).61
Norma dalam etika kedokteran (EK) :
 Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari norma
hukum dan norma sopan santun (pergaulan)62
 Fakta fundamental hidup bersusila :
Etika mewajibkan dokter secara mutlak, namun sekaligus tidak
memaksa. Jadi dokter tetap bebas,. Bisa menaati atau masa bodoh.
Bila melanggar : insan kamil (kesadaran moral = suara hati)nya
akan menegur sehingga timbul rasa bersalah, menyesal, tidak
tenang.
Sifat EK :
1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)
2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).
3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfmposed,
zelfoplegging)
4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah
norma-norma yang seringkali mendasar dan mengandung 4 sisi
kewajiban = gesinnung yakni diri sendiri, umum, teman sejawat
dan pasien/klien & masyarakat khusus lainnya)
5. Etika profesi (biasa):
 bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggungjawab
profesi
 bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, normanorma/kewajiban-kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral
 Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak kebebasan untuk
menyimpan
rahasia
pasien/rahasia
jabatan
(versihoningsreiht)
 Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan &
pengalaman profesi kedokteran.
 Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori);
karena telah berabad-abad, yang-baik & yang-buruk tadi

61

Penilaian perilaku manusia tertentu sebagai baik-buruk masuk dalam obyek etika sebagai penilaian
moral. EU, hal . 15.
62
Etika sebagai hokum alam/kodrat merupakan “puncak segitiga” tatanan hokum (Hans
Kelsen), karena merupakan sumber material hokum. Tradisi Hippocrates yang ribuan
tahun silam merupakan sumber hukum kedokteran. Hukum kedokteran yang
bertentangan dengan etika akan kehilangan nilai-nilai hukumnya (“cacat moral”).
Pandangan etikolegal memberi legitimasi dokter berhak membahas hokum
kedokteran kontemporer.

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

14

dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau
moralitas profesi)
 Isi : 2 norma pokok :
 sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak
praktek profesi bagi orang lain;
 bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
6. Etika profesi luhur/mulia :
Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan :
 Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter < kepentingan
pasien) = altruisme.
 Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan cita-cita
luhur/etos profesi = l’esprit de corpse pour ofcium nobile
7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis moral
akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran.

Kesimpulan :
Bioetika kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan
etika sosial dalam kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik
(praktis) dan flsafat moral (normatif) yang berfungsi sebagai pedoman
(das sollen) maupun sikap kritis refektif (das sein), yang bersumber
pada 4 kaidah dasar moral beserta kaidah turunannya. Kaidah dasar
moral bersama dengan teori etika dan sistematika etika yang memuat
nilai-nilai dasar etika merupakan landasan etika profesi luhur
kedokteran. Pemahaman awal kaidah dasar moral akan menimbulkan
kesadaran moral, yang dengan latihan dan paparan terhadap kasuskasus kedokteran yang sebelumnya dan berkembang di masa
mendatang diharapkan akan membekali kemampuan refektif-analitik
dokter, termasuk mahasiswa kedokteran, yang dengan mekanisme
pendidikan dalam rangka saling mengingatkan terus menerus dan
mencegah penyimpangan (amar ma’ruf – nahi mungkar) antar anggota
profesi pada akhirnya akan menumbuhkan tangungjawab etis sesuai
dengan moralitas profesi kedokteran. Tanggungjawab etis yang
merupakan suara hati seorang dokter akan mempertahankan perilaku
etis seluruh anggota profesi agar korps dokter ke depan tetap
merupakan profesi mulia dengan setiap anggotanya masing-masing
memiliki kesucian hati nurani.
Kepustakaan :
1. Beauchamp, T.L.
& Childress, J.F (1994),. Principles
Biomedical Ethics. Oxford University Press. Oxford.

of

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003

Kaidah Dasar Moral – Agus Purwadianto

15

2. Jonsen, A.R., Siegler, M, Winslade, W.J. (2002). Clinical Ethics. A
Practical Approach to Ethical Decisions in Clinical Medicine.
McGraw-Hill. New York.
3. Lo, B. (1995). Resolving Ethical Dilemmas. A Guide for Clinicians.
Williams & Wilkins. Baltimore. .
4. Robert C. Solomon. (1984). Etika, Suatu Pengantar. Erlangga.
Jakarta.
5. Robert Veatch. (1989) Medical Ethics. Jones & Bartlett Publisher.
Boston.
6. Suseno, F.M. Mimeograf Kuliah Etika. Program Pascasarjana
Filsafat UI. 2000.
7. von Magnis, F.M (1984). Etika Umum. Kanisius. Jakarta.
8. Webster's New Dictionary of Synonyms. (1984). Springfeld, MA :
Merriam-Webster.

Bahan ajar tutor/pengajar etika kedokteran FKUI 2003