UPAYA PENERAPAN KONSISTENSI DALAM MENDID
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karakter adalah perwujudan dari membangun karakter bangsa. Karakter sendiri dari segi
pandangan islam didasarkan atas tiga hal yakni; ihsan, iman dan islam. Tidak ada pemisahan
dalam kegiatan antara amal, ilmu dan kehidupan melainkan semuanya mesti terjadi dan
dilalui oleh manusia secara terintegrasi. Ketika kita pisahkan spiritual dengan kehidupan
duniawi, maka karakter kita akan menyebabkan beribadah hanya pada waktu-waktunya.
Karakter dimaknai sebagai sebuah dimensi yang positif dan konstruktif. Jika dilihat dari
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), karakter bersifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sehingga dapat dikemukakan bahwa
karakter anak yang diharapkan adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi
pekerti yang merupakan kepbribadian khusus yang harus melekat kepada anak-anak bangsa
ini.
Dari hari pertama anak dilahirkan, dia mulai belajar tentang dunia sekitarnya. Anak
tersebut mulai belajar apa yang bisa ia percayai dan apa yang tidak. Seiring petumbuhan,
otaknya terus memproses ulang pesan-pesan yang dia terima. Agar pesan-pesan itu bisa
diterima akalnya, harus ada konsistensi dalam pesan-pesan itu.
Dalam mendidik anak khusunya usia 4 – 6 tahun yang dalam masa peralihan menuju
pendidikan sekolah dasar diperlukan adanya suatu konsistensi baik dari pendidik maupun
orang tua. Jika konsistensi ini tidak diterapkan, maka informasi-informasi baik berupa aturan,
ketrampilan hidup dan lai sebagainya tidak akan berjalan maksimal, bahkan dapat berbalik
arah ke pendidik atau orang tua jika salah dalam pengenalan konsep. Upaya penerapan
konsistensi dalam mendidik anak usia 4 – 6 tahun akan dibahas secara rinci dalam makalah
ini.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mendidik ?
2. Apa tujuan mendidik ?
3. Bagaimana karateristik aspek moral, social emosional dan bahasa anak usia 4-6 tahun
?
4. Apa yang dimaksud dengan konsistensi ?
5. Bagaimana hubungan antara konsistensi dan mendidik ?
6. Bagaimana upaya penerapan konsistensi dalam mendidik anak usia 4 – 6 taun ?
7. apa manfaat adanya konsistensi dalam mendidik anak usia 4 – 6 tahun ?
1.3 Metode Pemecahan Masalah
Metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif.
1.4 Tujuan Makalah
-
Memberikan informasi kepada tenaga pendidik mengenai penerapan konsistensi dalam
mendidik anak usia dini usia 4 – 6 tahun.
-
Memberikan informasi mengenai dampak yang akan terjadi atas didikan yang tidak
terlaksana dengan konsisten.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Mendidik, Peserta Didik dan Pendidikan
Jauh sejak pendiri Republik ini memancangkar sendi-sendi normative kehidupan bangsa,
mereka mencanangkan bahwa satu cita-cita kemerdekaan adalah “mencerdaskan kehidupan
bangsa” yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini secara eksplisit diemukakan
dalam Pembukaan UUD 1945 yang diperjelas dalam Pasal 31 : “Tiap-tiap warga Negara
berhak mendapatkan pengajaran”. Pertanyaan yang muncul adalah, kehidupan bangsa yang
cerdas itu yang bagaimana ? secara harfiah, cerdas berarti pandai, berpikiran tajam dan
berwawasan luas. Jadi konotasinya lebih pada aspek kognitif-intelektual. Tetapi kita percaya,
bukan itu saja yang dimaksud oleh the founding fathers negeri ini. “cerdas” hanyalah satu
istilah yang mewakili berbagai pengertian yang amat luas, meliputi aspek-aspek kognitif,
afektif dan keterampilan sekaligus.
Bahwa dalam rumusan Pembukaan UUD 1945 itu tidak dikemukakan, misalnya
“manusia yang berakhlak”. Dalam UU No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, ditegaskan bahwa kecerdasan meruapakan salah satu dari difat manusia Indonesia
yang berkualitas. Usaha untuk menciptakan manusia macam itu dipercayakan kepada
pendidikan.
UNESCO menyebutkan bahwa: “education is now engaged is preparinment for a life
Society which does not yet exist” atau bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk
mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep system
pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan
nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat
dilepaskan dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa
lalu,sekarang,dan masa yang akan datang.
2.2 Tujuan mendidik dan pendidikan
Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis. Beberapa hal di bawah ini yang
dapat kita jelaskan untuk membantu peserta didik memahami Enam Pilar Pendidikan
Berkarakter, yaitu sebagai berikut :
3
1. Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal – melakukan apa yang anda
katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar,
bangun reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
2. Recpect (Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk,
pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang
lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
3. Responsibility (Tanggung jawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak
– mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
4. Fairness (Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan
orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain
sembarangan.
5. Caring (Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur,
maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
6. Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri
dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan,
menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
4
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
2.3 Pencapaian perkembangan anak usia 4 – 6 tahun
Setelah anak memasuki usia prasekolah dan taman kanak-kanak, meeka mulai
menjelajahi dunia melalui pengalaman tidak langsung, seperti cerita, gambar dan televise.
Pada tahap ini kegiatan bermain membantu anak untuk mengembnagkan pengetahuan
mereka dan pemahaman tentang dunia. Namun, dewasa ini jalur pembelajaran normal
adakalanya diselewengkan pula oleh orang tua, seperti keinginan orang tua yang menggebu
untuk melihat anaknya sukses. Hal ini sejalan dengan umur yang “golden age” diaman lebih
cepat dalam mempelajari apapun yang dilihat dan didengar oleh anak. Tindakan orang tua
yang overstimulasi, tanpa disadari membebabani secara berlebihan dan merampoknya dari
masa kecil normal yang bahagia.
Berasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2009 Tentang Sistem Pendidikan Anak Usia Dini Tahun 2009, Tingkat Pencapaian
Perkembangan kelompok usia 4-6 tahun adalah sebagai berikut :
Lingkup perkembangan
I.
Tingkat Pencapaian Perkembangan
Usia 4 -
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karakter adalah perwujudan dari membangun karakter bangsa. Karakter sendiri dari segi
pandangan islam didasarkan atas tiga hal yakni; ihsan, iman dan islam. Tidak ada pemisahan
dalam kegiatan antara amal, ilmu dan kehidupan melainkan semuanya mesti terjadi dan
dilalui oleh manusia secara terintegrasi. Ketika kita pisahkan spiritual dengan kehidupan
duniawi, maka karakter kita akan menyebabkan beribadah hanya pada waktu-waktunya.
Karakter dimaknai sebagai sebuah dimensi yang positif dan konstruktif. Jika dilihat dari
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), karakter bersifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sehingga dapat dikemukakan bahwa
karakter anak yang diharapkan adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi
pekerti yang merupakan kepbribadian khusus yang harus melekat kepada anak-anak bangsa
ini.
Dari hari pertama anak dilahirkan, dia mulai belajar tentang dunia sekitarnya. Anak
tersebut mulai belajar apa yang bisa ia percayai dan apa yang tidak. Seiring petumbuhan,
otaknya terus memproses ulang pesan-pesan yang dia terima. Agar pesan-pesan itu bisa
diterima akalnya, harus ada konsistensi dalam pesan-pesan itu.
Dalam mendidik anak khusunya usia 4 – 6 tahun yang dalam masa peralihan menuju
pendidikan sekolah dasar diperlukan adanya suatu konsistensi baik dari pendidik maupun
orang tua. Jika konsistensi ini tidak diterapkan, maka informasi-informasi baik berupa aturan,
ketrampilan hidup dan lai sebagainya tidak akan berjalan maksimal, bahkan dapat berbalik
arah ke pendidik atau orang tua jika salah dalam pengenalan konsep. Upaya penerapan
konsistensi dalam mendidik anak usia 4 – 6 tahun akan dibahas secara rinci dalam makalah
ini.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mendidik ?
2. Apa tujuan mendidik ?
3. Bagaimana karateristik aspek moral, social emosional dan bahasa anak usia 4-6 tahun
?
4. Apa yang dimaksud dengan konsistensi ?
5. Bagaimana hubungan antara konsistensi dan mendidik ?
6. Bagaimana upaya penerapan konsistensi dalam mendidik anak usia 4 – 6 taun ?
7. apa manfaat adanya konsistensi dalam mendidik anak usia 4 – 6 tahun ?
1.3 Metode Pemecahan Masalah
Metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif.
1.4 Tujuan Makalah
-
Memberikan informasi kepada tenaga pendidik mengenai penerapan konsistensi dalam
mendidik anak usia dini usia 4 – 6 tahun.
-
Memberikan informasi mengenai dampak yang akan terjadi atas didikan yang tidak
terlaksana dengan konsisten.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Mendidik, Peserta Didik dan Pendidikan
Jauh sejak pendiri Republik ini memancangkar sendi-sendi normative kehidupan bangsa,
mereka mencanangkan bahwa satu cita-cita kemerdekaan adalah “mencerdaskan kehidupan
bangsa” yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini secara eksplisit diemukakan
dalam Pembukaan UUD 1945 yang diperjelas dalam Pasal 31 : “Tiap-tiap warga Negara
berhak mendapatkan pengajaran”. Pertanyaan yang muncul adalah, kehidupan bangsa yang
cerdas itu yang bagaimana ? secara harfiah, cerdas berarti pandai, berpikiran tajam dan
berwawasan luas. Jadi konotasinya lebih pada aspek kognitif-intelektual. Tetapi kita percaya,
bukan itu saja yang dimaksud oleh the founding fathers negeri ini. “cerdas” hanyalah satu
istilah yang mewakili berbagai pengertian yang amat luas, meliputi aspek-aspek kognitif,
afektif dan keterampilan sekaligus.
Bahwa dalam rumusan Pembukaan UUD 1945 itu tidak dikemukakan, misalnya
“manusia yang berakhlak”. Dalam UU No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, ditegaskan bahwa kecerdasan meruapakan salah satu dari difat manusia Indonesia
yang berkualitas. Usaha untuk menciptakan manusia macam itu dipercayakan kepada
pendidikan.
UNESCO menyebutkan bahwa: “education is now engaged is preparinment for a life
Society which does not yet exist” atau bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk
mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep system
pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan
nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat
dilepaskan dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa
lalu,sekarang,dan masa yang akan datang.
2.2 Tujuan mendidik dan pendidikan
Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis. Beberapa hal di bawah ini yang
dapat kita jelaskan untuk membantu peserta didik memahami Enam Pilar Pendidikan
Berkarakter, yaitu sebagai berikut :
3
1. Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal – melakukan apa yang anda
katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar,
bangun reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
2. Recpect (Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk,
pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang
lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
3. Responsibility (Tanggung jawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak
– mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
4. Fairness (Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan
orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain
sembarangan.
5. Caring (Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur,
maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
6. Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri
dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan,
menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
4
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
2.3 Pencapaian perkembangan anak usia 4 – 6 tahun
Setelah anak memasuki usia prasekolah dan taman kanak-kanak, meeka mulai
menjelajahi dunia melalui pengalaman tidak langsung, seperti cerita, gambar dan televise.
Pada tahap ini kegiatan bermain membantu anak untuk mengembnagkan pengetahuan
mereka dan pemahaman tentang dunia. Namun, dewasa ini jalur pembelajaran normal
adakalanya diselewengkan pula oleh orang tua, seperti keinginan orang tua yang menggebu
untuk melihat anaknya sukses. Hal ini sejalan dengan umur yang “golden age” diaman lebih
cepat dalam mempelajari apapun yang dilihat dan didengar oleh anak. Tindakan orang tua
yang overstimulasi, tanpa disadari membebabani secara berlebihan dan merampoknya dari
masa kecil normal yang bahagia.
Berasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2009 Tentang Sistem Pendidikan Anak Usia Dini Tahun 2009, Tingkat Pencapaian
Perkembangan kelompok usia 4-6 tahun adalah sebagai berikut :
Lingkup perkembangan
I.
Tingkat Pencapaian Perkembangan
Usia 4 -