PENCARIAN INFORMASI DAN KEPUTUSAN MEMILI

PENCARIAN INFORMASI DAN KEPUTUSAN MEMILIH DALAM PEMILU
LEGISLATIF 2014 DI KALANGAN PEREMPUAN MARGINAL
(Studi Kasus mengenai Pencarian Informasi terkait Kandidat Calon Legislatif
dan Tata Cara Pemilihan dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kalangan
Perempuan Penghuni Bantaran Kali Cipinang Kelurahan
Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur)

Alina Reviananda
Pawito

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract
Women who came from marginalized society have different characteristics
than women from the general population. Marginalized people living below the
poverty line, women from marginalized communities generally have low education,
working in the informal sector, and have an income below the minimum wage
(UMR). This is an effect on access to information sources as well as considerations in
determining choices. The purpose of this research was to find out what kind
information sources who accessed the marginalized women, to find information about

the legislative elections 2014.
However, the resources that have a greater influence on the people decision
to vote, is a source of political socialization / campaign party (42%). Then the inter personal communication by talking with family (24%) , friends, or neighbors (24%)
to add insight about the election. While television media have the least effect (8%) on
the marginal decision of selected women. In the decision to vote, women are not
marginalized subordinated by the father / husband, it can be seen from the freedom to
choose a political candidate.
The researcher suggested widening the area of the research location so that
the probability in findings the higher validity will increase.Should be programs to
educate on the prime time television show, as well as the inclusion of material on
voter education campaign on any party/candidate.
Keywords : Information search, Choosing Decision, Marginally Women

1

Pendahuluan
Pesta demokrasi menuju pemilihan umum 2014 sudah dimulai sejak Agustus
2012, ditandai dengan pendaftaran partai politik (parpol) peserta pemilihan umum
(Pemilu). Pada pemilu 2014 tercatat 15 partai terdaftar sebagai peserta pemilu,
selanjutnya kelima belas partai tersebut akan mendaftarkan kader-kader partainya

untuk mengikuti pemilu legislatif atau calon anggota DPR-RI, DPD, dan DPRD
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jatuhnya rezim orde baru sekaligus merubah sistem
pemilihan proporsional tertutup menjadi terbuka. Sebelum pemilu 2004 pemilu di
Indonesia menggunakan sistem proporsional tertutup dimana para calon anggota
legislatif (caleg) dipilih dan ditetapkan oleh pimpinan partai politik. Masyarakat pada
saat itu cenderung tidak mengenal siapa orang yang akan mewakilinya untuk duduk
di kursi legislatif. Mereka hanya menerima kehendak parpol yang menunjuk
calegnya untuk duduk di kursi legislatif, karenanya hak-hak masyarakat menjadi
terpinggirkan. Maka pada pemilu 2004, sistem proporsional yang tadinya tertutup
tersebut diubah menjadi terbuka, yang diharapkan dapat mewujudkan demokrasi
kedaulatan rakyat secara nyata. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk memilih
parpolnya saja, tetapi juga memiliki hak untuk memilih nama calon anggota yang
akan mewakilinya. Hal ini bertujuan untuk mendekatkan hubungan antara wakil
dengan pihak yang diwakilinya atau keterwakilan politik.1
Perubahan sistem proporsional terbuka ini merubah gaya-gaya berkampanye.
Pada pemilu-pemilu sebelumnya, kampanye lebih banyak dilakukan oleh parpol
dengan membawa massa arak-arakan turun ke jalan ataupun membuat panggung
hiburan untuk mengundang masyarakat luas. Namun tampaknya kampanye saat ini
lebih mengarah kepada komunikasi massa, para caleg maupun parpol mulai
memanfaatkan media seperti internet untuk menjaring massa melalui sosial media

seperti facebook dan twitter . Meskipun media komunikasi massa luar ruang yang

1

Prayudi. 2003. Pemilu 2004 Analisis Politik, Hukum dan Ekonomi. Jakarta: CV Tiga Putra Utama.
Hal : 1.

2

sudah digunakan di pemilu-pemilu sebelumnya, seperti brosur, spanduk, dan iklan
televisi juga masih digunakan.2
Salah satu media yang paling banyak digunakan untuk berkampanye adalah
media televisi, tetapi hanya partai yang memiliki cukup banyak dana yang mampu
beriklan di televisi. Data yang dirilis oleh perusahaan konsultan Sigi Kaca Prawira
menyebutkan bahwa belanja iklan politik sepanjang pemilu terbuka 2014 dihitung
mulai tanggal 16 Maret 2014 sampai 5 April 2014 mencapai Rp 340 miliar dan
belanja tersebut belum termasuk biaya produksi dari iklan-iklan politik itu sendiri.3
Walaupun televisi mampu menjangkau hampir seluruh masyarakat dan diandalkan
tetapi pada kenyataannya efek iklan politik televisi belum tentu berpengaruh besar
terhadap citra partai dan perolehan suara yang didapatkannya. Banyaknya iklan

mungkin berpengaruh pada banyaknya publisitas tetapi belum tentu publisitas
tersebut mengarah kepada munculnya citra positif terhadap obyek yang diiklankan di
masyarakat ataupun pada perolehan suara dalam konteks iklan politik.4
Selain tampil di media massa, para caleg yang sebelumnya hanya di belakang
layar saat ini berbondong-bondong melakukan sosialisasi politik mengikuti kampanye
turun ke masyarakat untuk memperkenalkan dirinya. Dengan cara mendekati tokoh
masyarakat setempat seperti ketua RT/RW, ketua tim penggerak PKK, ataupun ketua
kelompok pengajian, untuk bisa hadir di acara pertemuan warga dan memperkenalkan
dirinya agar dipilih. Bertemu dan berdiskusi langsung dengan masyarakat saat ini
merupakan cara yang cukup populer dilakukan oleh sejumlah politisi. Hal ini terjadi
karena melihat keberhasilan Jokowi melakukan cara tersebut yang disebutnya dengan
”blusukan”, dan mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat. Komunikasi
interpersonal juga menjadi salah satu corong informasi mengenai pemilu legislatif,
para caleg yang melakukan blusukan tersebut juga melakukan pendekatan yang intens
2

Dikutip dari Analisis Moratorium IklanPolitik. www.sampahvisual.com. diakses 30/10/2014 jam
13.10 Wib.
3
Dikutip dari Iklan Kampanye Partai Di Televisi capai 340 Miliar. www.surabaya.tribunnews.com.

diakses 26/02/2014 jam 13:54 Wib.
4
Dikutip dari Iklan Politik dan Kegagalan Partai Politik. www.journal.tarumanegara.ac.id. diakses
30/10/2014 jam 13.16 Wib.

3

dengan masyarakat sampai dengan membagi-bagikan sembako rumah tangga pada
setiap warga. Komunikasi interpersonal dalam konteks ini juga berupa diskusi atau
berbincang dengan tetangga, teman, keluarga mengenai pemilu legislatif 2014 untuk
menambah

wawasan,

pengetahuan

dan

preferensi


politiknya.Komunikasi

interpersonal merupakan cara yang paling efektif dalam mengubah sikap, pendapat,
dan perilaku seseorang, karena komunikasi interpersonal melibatkan kelima indera
dan emosi manusia yang bisa mempengaruhi daya bujuk komunikator ke
komunikan.5
Pencarian informasi mengenai pemilu legislatif melalui media, sosialisasi
politik, maupun komunikasi antar pribadi merupakan cakupan dari studi komunikasi
tentang khalayak/komunikan. Bagaimana komunikan melakukan pencarian informasi
melalui sumber-sumber tersebut, yang selanjutnya informasi itu mungkin memiliki
pengaruh terhadap keputusan memilihnya. Informasi mengenai pemilu yang berkaitan
dengan keputusan memilih merupakan informasi mengenai kandidat-kandidat yang
terdaftar untuk dijadikan sebagai pilihan, serta informasi mengenai prosedur
pemberian suara agar tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan suara pada kandidat
yang menjadi pilihan.
Keputusan memilih dalam politik seharusnya merupakan keputusan yang
mandiri, namun dalam konteks pemilih perempuan independensinya dalam memilih
dinilai masih kurang.6 Padahal jumlah pemilih perempuan cukup potensial,
Kementrian Dalam Negeri pada 2012 melaporkan sebanyak 49.13 % penduduk
Indonesia adalah perempuan itu artinya perempuan merupakan konsumen politik

potensial. Namun sayangnya pemilih perempuan rentan dimobilisasi dan dipengaruhi
dalam pemilu. Menurut Ikrar Nusa Bakti pada seminar ”Presiden Pilihan
Perempuan”, suara perempuan memang paling potensial namun juga paling rentan.7
Perempuan masih menggunakan perasaannya dibanding logika dalam menentukan
5

Dedy Mulyana. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosadakarya. Hal : 73.
Dikutip dari Pemilih Perempuan Rentan di Pengaruhi di Pemilu . www.republika.co.id. diakses
15/02/2014 jam 13.20 Wib.
7
Ibid. diakses 15/02/2014 jam 13.20 Wib.
6

4

pilihan, karenanya seringkali perempuan dimanipulasi oleh pencitraan yang baik
padahal belum tentu kandidat yang dipilihnya tersebut mampu menyuarakan
aspirasinya. Menurut Nina Akbar Tanjung, tidak sedikit pemilih perempuan yang
bersikap sinis dan pesimis terhadap politik, hal ini menimbulkan kesadaran yang
rendah untuk berperan dalam pemilu. Selain itu adanya kaum perempuan marginal

(ibu rumah tangga, pekerja informal, penyandang cacat, pekerja migrant, pembantu
rumah tangga dan lansia), yang lemah secara pendidikan dan ekonomi serta kurang
mendapatkan pendidikan politik, membuat perempuan sering dijadikan objek untuk
mendulang suara saja. Hal yang juga berpengaruh pada mobilisasi suara perempuan
adalah preferensi politik perempuan yang mengikuti preferensi politik suami ataupun
ayahnya. Tentu saja keputusan ini tidak bisa disalahkan, namun seharusnya keputusan
politik merupakan keputusan yang mandiri.8
Peran perempuan yang belum signifikan dalam pentas politik serta struktur
sosial yang belum mendukung perempuan, menjadi faktor utama mengapa
perempuan harus menjadi prioritas pemilih yang mendapatkan pendidikan politik.Hal
ini untuk menumbuhkan kesadaran politik dan independensi perempuan dalam
memilih, perempuan harus memiliki visi misi baru dalam menentukan kandidat yang
dipilihnya.Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada Pemilu Legislatif
2014, kemudian timbul pertanyaan bagaimanakah keputusan memilih diambil oleh
kalangan perempuan masyarakat marginal ? Berpijak pada pertanyaan tersebut maka
penulis mengambil judul Pencarian Informasi dan Keputusan Memilih dalam Pemilu
Legislatif 2014 di Kalangan Perempuan Marginal (Studi Kasus mengenai Pencarian
Informasi terkait Kandidat Calon Legislatif dan Tata Cara Pemilihan dalam Pemilu
Legislatif 2014 di Kalangan Perempuan Penghuni Bantaran Kali Cipinang Kelurahan
Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur).


8

Dikutip dari Mendampingi Pemilih Perempuan. www.agrakarim.staff.ugm.ac.id. diakses 15/02/2014.
jam 13.50 Wib.

5

Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah pencarian informasi atau sumber informasi apa saja yang diakses
oleh perempuan marginal untuk mengetahui informasi-informasi mengenai
pemilu legislatif 2014 ?
2. Apakah informasi yang diakses melalui sumber-sumber informasitersebut
memiliki pengaruh terhadap keputusan memilih dikalangan perempuan marginal
pada pemilu legislatif 2014?
3. Bagaimana proses pengambilan keputusan memilih pada pemilu legislatif 2014
dilakukan

dan


hal-hal

apa

saja

yang

mempengaruhi

pengambilan

keputusantersebut di kalangan perempuan marginal?

Tujuan
1. Untuk memperoleh gambaran mengenai sumber-sumber informasi apa saja yang
diakses oleh kalangan perempuan marginal untuk mengetahui informasi-informasi
mengenai pemilu legislatif 2014.
2. Untuk memperoleh gambaran dari sumber-sumber informasi yang diakses
mengenai pemilu legislatif 2014, sumber informasi mana yang memiliki

pengaruhterhadap keputusan memilih di kalangan perempuan marginal pada
pemilu legislatif 2014.
3. Untuk memperoleh gambaran mengenai proses pengambilan keputusan memilih
padapemilu legislatif 2014 tersebut dibuat,serta untuk mengetahui hal-hal yang
mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut.

Tinjauan Pustaka
a. Komunikasi
Manusia merupakan pemeran utama dalam proses komunikasi. Menurut
Onong Ucahyana, komunikasi merupakan proses komunikasi penyampaian pesan,

6

pikiran, perasaan, oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).9
Dalam konteks penelitian ini komunikasi yang terjadi adalah komunikasi politik,
komunikasi politik saat ini telah menjadi kajian khusus yang memiliki pengertian
tersendiri dan dapat dipahami menurut berbagai cara. Secara sederhana
komunikasi politik dapat dipahami sebagai komunikasi yang melibatkan pesanpesan politik, peran-peran politik atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan
dan kebijakan pemerintah. Kegiatan-kegiatan politik yang diliput oleh media
selalu

memunculkan

pendapat,

penilaian,

persepsi

dan

sikap-sikap

terhadapnya.Pada masa pemilihan umum baik pemilu legislatif maupun presiden,
komunikasi politik digunakan untuk menarik simpati masyarakat agar dapat
mendulang suara sebanyak-banyaknya pada saat pemungutan suara. Komunikasi
politik untuk menarik simpati masyarakat biasa disebut dengan kampanye,
dimana parpol, caleg, tim sukses maupun relawan yang bertindak sebagai
komunikator politik menyampaikan pesan-pesan politik kepada masyarakat
dengan tujuan mendapat dukungan suara.10

b. Pencarian Informasi
Sebelum melakukan keputusan politik, seseorang melakukan serangkaian
kegiatan komunikasi politik dengan berbagai cara agar dapat meneguhkan
pilihan politiknya. Salah satu rangkaian cara tersebut adalah dengan
menghimpun informasi. Menurut Krikelas,menghimpun atau mencari informasi
merupakan kegiatan dalam menentukan dan mengidentifikasikan pesan untuk
memuaskan kebutuhan informasi yang dirasakan, yang kemudian diasimilasikan
ke dalam struktur pengetahuan seseorang.11 Pencarian informasi dilakukan
9

Burhan Bungin. 2008. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat : Cetakan ketiga . Jakarta: Kencana Predana Media Group. Hal : 31.
10
Firmanzah. 2007. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. Hal : 203.
11
Rosita, Lefie. 2006. Perilaku Pencarian Informasi TenagaKesehatan : Studi Kasus Tentang Perilaku
Penemuan Informasi Tenaga Kesehatan pada Perpustakaan Rumah Sakit Pertamina (RSPP), Hal : 16.

7

karena adanya kebutuhan informasi dan ketidakpastian politik, kebutuhan
informasi tersebut mencakup informasi mengenai kandidat-kandidat yang
terdaftar untuk dijadikan sebagai pilihan, serta informasi mengenai prosedur
pemberian suara agar tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan suara pada
kandidat

yang

menjadi

pilihan.Informasi

berguna

untuk

menghadapi

ketidakpastian, dalam hal ini informasi tersebut berguna untuk menghadapi
ketidakpastian politik.12 Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui
informasi mengenai pemilu legislatif, seperti informasi yang banyak tersaji di
saluran komunikasi massa seperti TV, radio, dan surat kabar, melaui komunikasi
interpersonal atau antarpribadi, ataupun mengikuti sosialisasi politik.

c. Keputusan Memilih
Pada dasarnya keputusan memilih dalam pemilu sama dengan keputusan
memilih konsumen atau pembeli (a voter is a buyer). Keputusan merupakan
pilihan yang dibuat melalui berbagai alternatif pilihan yang ada.Pilihan yang
dibuat merupakan suatu objektif dari pembuat keputusan dengan melihat akibat
dari pilihan yang dibuatnya. Menurut James A.F Stoner keputusan merupakan
pemilihan diantara alternatif-alternatif, pengertian ini mengandung 3 makna
yakni : pertama ada pilihan atas dasar logika dan pertimbangan, kedua ada
beberapa alternatif yang harus dipilih menjadi salah satu yang terbaik, ketiga ada
tujuan yang ingin dicapai dan keputusan itu mendekatkan dengan tujuan
tersebut.13 Dalam mengambil keputusan setiap individu memiliki karakteristik
dan

prosesnya

masing-masing

begitupun

dalam

mengambil

keputusan

politik.Seperti proses keputusan politik yang dikemukakan oleh Firmanzah
(2008: 241) dalam buku Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning

12

Edhy Sutanta. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal : 11.
Dikutip dari Indriani Sinoem. Slideshow Teori Keputusan. www.slideshare.net. diakses 23/02/2014
jam 6.15 Wib.

13

8

Ideologi Politik di Era Demokrasi, yakni proses impresif, proses image dominan,
dan proses proxymity.14

d. Perilaku dan Tipe Pemilih
Perilaku pemilih erat kaitannya dengan partisipasi politik yang
terpengaruh dari faktor eksternal dan internal.Secara eksternal perilaku politik
merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai di lingkungannya, sedangkan secara
internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Menurut Adman Nursal (2014: 54)
ada tiga pendekatan untuk melihat perilaku pemilih yakni pendekatan sosiologis,
pendekatan psikologis, dan pendekatan rasional.15 Setiap pemilih memiliki
karakteristik yang berbeda dalam proses pemberian suara, karakteristik tersebut
juga merupakan tingkat pemahaman dan tingkat partisipasi pemilih terhadap
proses pemilihan. Berikut karakteristik atau tipe pemilih yang dibagi oleh
Firmanzah (2007: 120-124) yakni : pemilih skeptis, pemilih rasional, pemilih
tradisional, pemilih kritis.16

e. Perempuan Masyarakat Marginal
Masyarakat marginal adalah masyarakat yang identik dengan kemiskinan,
mereka adalah kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dan
tidak

diperhitungkan

(terpinggirkan).

17

karena

berada

dipinggir

lingkaran

kehidupan

Masyarakat marginal dalam perspektif politik dijuluki sebagai

massa periferal, yakni masyarakat yang terpinggirkan dalam struktur dan proses

14

Firmanzah . 2008. Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era
Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal : 241.
15
Adman Nursal. 2004. Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu, Sebuah Pendekatan
Baru Kampanye Pemilihan DPD, DPRD. Jakarta: Gramedia Hal : 54-73.
16
Firmanzah. 2007. Op.Cit. Hal : 120-124.
17
Irawati. 2008. Ramadhan di Mata masyarakat marginal Studi: Komunitas Pemulung di Jl. Bulak II
Kelurahan Kedaung Ciputat-Tangerang. Jakarta: UIN Syarifhidayatullah. Hal : 26.

9

kekuasaan. Mereka hanya dijadikan sebagai kelompok sasaran partai politik dan
organisasi massa yang dari segi jumlah kelompok masyarakat ini sangat potensial
dan mampu menjadi tumpuan partai politik dan golongan dalam perolehan
suara.18 Kaum marginal umumnya adalah kaum urban yang memiliki tempat
tinggal yang tidak tetap atau penghuni pemukiman kumuh dan bekerja pada
sektor informal seperti pedagang asongan, buruh, pembantu rumah tangga,
pemulung, pengemis dsb. Mereka datang ke kota secara individual maupun
berkelompok sebagai kaum migran. Pada penelitian ini peneliti memfokuskan
pada kaum marginal perempuan yang menghuni pemukiman di bantaran Kali
Cipinang dengan beragam pekerjaan dan berpenghasilan rendah.

Metodologi
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan sekaligus (kuantitatif dan
kualitatif) atau yang sering disebut dengan multiple methods. Menurut Pawito dalam
buku Penelitian Komunikasi Kualitatif, penggunaan gabungan pendekatan atau
multiple methods dilakukan untuk memperoleh temuan yang lebih memadai dan valid

mengenai gejala atau realitas komunikasi beserta keterkaitannya secara holistik.19
Metode utama yang digunakan adalah dengan melakukan survei dan didukung atau
diperkuat dengan data yang diperoleh dari wawancara mendalam, untuk mendapatkan
data yang lebih jelas dan bermakna. Survei dilakukan terhadap 50 orang responden,
yang merupakan sampel dari populasi kalangan perempuan marginal yang tinggal di
bantaran Kali Cipinang kawasan Halim Perdana Kusuma.Sedangkan wawancara
mendalam dilakukan terhadap 7 orang responden yang merupakan bagian dari 50
orang responden survei.

18

Soegeng Sarjadi. 1994. Kaum Pinggiran dan Kelas Menengah Quo Vadis?. Jakarta: Pt Gramedia.
Hal : 23.
19
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS. Hal : 30.

10

Sajian dan Analisis Data
a. Pencarian Informasi di Kalangan Perempuan Marginal mengenai Pemilu
Legislatif 2014
Pemilu legislatif telah dilaksanakan serentak di Indonesia pada 9 April
2014, pada pemilu legislatif tersebut masyarakat diminta untuk memilih wakil
mereka yang akan duduk di kursi DPR, DPD dan DPRD. Satu partai yang
terdaftar dalam pemilu mengajukan rata-rata 8 nama caleg untuk tiap kursi di
DPR, DPD dan DPRD yang berbeda-beda di tiap daerah pilihannya. Di kawasan
Halim Perdana Kusuma yang merupakan daerah pilihan Jakarta Timur 6,
banyaknya pilihan nama partai/caleg untuk dipilih menimbulkan kebingungan
dalam memilih. Sedangkan untuk memilih partai/caleg yang akan mewakilinya
di legislatif masyarakat harus yakin partai/caleg tersebut mampu mewakili dan
membawa aspirasi mereka saat sudah menduduki kursi wakil rakyat.
Untuk memperoleh keyakinan dalam memilih, masyarakat melakukan
pencarian informasi mengenai pemilu. Televisi menjadi sumber informasi/media
utama bagi responden untuk mendapatkan informasi seputar pemilu legislatif
2014.Selain itu, tokoh masyarakat juga berperan penting dalam hal transfer
informasi di kalangan perempuan marginal.Hal yang menjadi pemberitaan di
media televisi dan hal yang diinformasikan tokoh masyarakat, bisa menjadi
bahan perbincangan dengan teman/tetangga di kalangan mereka untuk
memperkaya informasi. Dapat dikatakan bahwa agenda media menjadi agenda
masyarakat, topik yang diinformasikan oleh media menjadi topik yang
diperbincangkan oleh masyarakat.
Meskipun televisi menjadi sumber informasi yang paling banyak diakses
oleh responden untuk mendapatkan informasi seputar pemilu legislatif, tetapi
informasi mengenai pemilu yang disiarkan oleh televisi tidak semuanya dapat
memberikan gambaran jelas kepada responden mengenai pemilu. Perbedaan
pendapat mengenai televisi memberikan gambaran mengenai pemilu atau tidak
ini, terjadi karena informasi yang menerpa khalayak belum tentu sepenuhnya
11

berhasil diterima oleh khalayak tersebut. Tergantung pada psikologis khalayak
seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan, pola pikir, karakteristik emosi serta
karakteristik sumber informasi: kemudahan akses, kredibilitas, dan saluran
komunikasi.

b. Keputusan Memilih di Kalangan Perempuan Marginal pada Pemilu
Legislatif 2014
Keputusan memilih atau memberikan suara pada partai/caleg tertentu
dalam pemilihan umum merupakan tujuan utama dari serangkaian kegiatan
komunikasi politik. Memilih pada dasarnya merupakan hak bagi warga negara,
hal tersebut diatur oleh Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999, kalangan
perempuan masyarakat marginal telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk
menggunakan hak pilihnya. Dari (n=50), sebanyak 49 orang (98%) menyatakan
memilih/memberikan suara pada pemilu legislatif 2014, hanya 1 orang (2%)
yang tidak memilih dalam pemilu legislatif 2014 dikarenakan terganjal masalah
administrasi. Namanya tidak terdaftar sebagai daftar pemilih tetap di TPS daerah
tempat tinggalnya, setelah diselidiki ternyata ia belum tercatat sebagai warga
setempat karena merupakan warga pendatang dan baru pindah.
Pada pemilu 2014 ini, 12 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh yang
terdaftar sebagai peserta pemilu. Dari 12 partai hanya seperlimanya yang
terhitung partai baru sisanya merupakan pemain lama. Namun tampaknya usia
partai tidak menjamin banyaknya dukungan untuk partai tersebut. Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), merupakan partai yang paling banyak
dipilih oleh responden. Dari (n=50) responden yang di survei, sebanyak 20 orang
menjatuhkan pilihannya pada PDIP. Beberapa dari mereka mengaku memilih
PDIP karena adanya sosok Joko Widodo yang juga merupakan Gubernur DKI
Jakarta. Tidak hanya partai yang sudah lama berdiri yang mampu meraup banyak
suara, contoh partai baru yang cukup banyak pendukungnya di daerah lokasi

12

penelitian (Kampung Baru) adalah Hanura. Hanura yang merupakan partai baru
dan sejak awal telah mengusung Capres dan Cawapresnya dipilih oleh 9 orang
(18%), mengalahkan partai-partai pemain lama. Hal ini dikarenakan salah satu
caleg Hanura untuk kursi DPRD dapil Jakarta Timur yang bernama Ibu Alfiah,
memilih wilayah Kampung Baru Kelurahan Halim PK sebagai daerah sumber
suaranya.
Terjadi perbedaan proses dalam mengambil keputusan antara responden
yang memilih PDIP-proses impresif dengan responden yang memilih Hanuraproses proximity. Hal tersebut terjadi karena, responden yang memilih PDIP
berlokasi di Kampung Sawah, lokasi yang sering dikunjungi oleh Jokowi untuk
melihat ketinggian pintu air Cipinang. Pemberitaan di media massa, tentang
kerja Jokowi yang gemar melakukan blusukan untuk melihat kondisi warga
secara langsung. Tidak hanya mereka lihat di media massa, tetapi juga mereka
rasakan langsung kehadiran Jokowi di tengah-tengah lingkungan mereka.
Kehadiran Jokowi menciptakan kesan positif di masyarakat Kampung Sawah,
dan kesan positif merupakan alasan utama memilih dengan proses impresif.
Namun hal tersebut tidak terjadi di warga Kampung Baru, mereka belum pernah
merasakan kehadiran Jokowi di kampung mereka. Sedangkan Ibu Alfiah yang
merupakan caleg DPRD dapil Jakarta Timur 6, mendatangi mereka lalu menjalin
interaksi hingga menimbulkan kedekatan dengan warga Kampung Baru.
Kedekatan merupakan alasan utama memilih dengan proses proximity.
Kedekatan dengan Ibu Alfiah tidak terjadi di warga Kampung Sawah, karena
lokasi tersebut bukan merupakan lokasi yang dipilih Ibu Alfiah sebagai lokasi
sumber suaranya sehingga Ia tidak pernah datang apalagi menciptakan kedekatan
dengan warga Kampung Sawah.
Selanjutnya partai Golongan Karya (Golkar) dipilih oleh 8 orang
responden (16%), Lalu 5 orang (10%) memilih Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional mendapatkan 2
dukungan suara (4%). Sedangkan untuk partai lainnya seperti Gerindra,
13

Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendapatkan masing
masing 1 suara (2%).

c. Tipe/Karakteristik Pemilih Kalangan Perempuan Marginal pada Pemilu
Legislatif 2014
Pemilih dalam pemilu merupakan semua pihak yang menjadi tujuan utama
para kontestan politik untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan
kemudian memberikan suaranya kepada kontestan politik yang bersangkutan.
Setiap pemilih merupakan manusia yang memiliki karakteristik masing-masing,
karakteristik tersebut yang membedakannya dari manusia lain. Begitupun dalam
hal memilih, setiap pemilih pasti memilki alasan dan sumber referensi tersendiri
dalam menentukan pilihannya. Alasan dan sumber referensi tersebut kemudian
menjadi pembeda/karakteristik setiap pemilih.
Sebanyak 20 orang (40%), merasa yakin dan berharap partai/caleg yang
dipilihnya memang baik dan tepat untuk dipilih sebagai pemimpin atau wakil
rakyat. Alasan tersebut paling banyak diungkapkan oleh responden yang memilih
partai PDIP pada pemilu legislatif 2014. Dapat dikategorikan, pemilih PDIP yang
mengungkapkan alasan yakin dan berharap pada caleg karena melihat adanya
perubahan di lingkungannya (Jakarta) pada masa kepemimpinan Jokowi.
merupakan jenis pemilih yang rasional. Tipe pemilih yang rasional adalah pemilih
yang lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam
program kerjanya. Hal yang terpenting bagi jenis pemilih ini adalah apa yang bisa
(dan yang telah) dilakukan sebuah partai atau seorang kontestan daripada paham
dan nilai partai atau kontestan. Pemilih ini merasakan kinerja yang baik dari
seorang Jokowi yang berasal dari partai PDIP, mereka beranggapan dan menaruh
harapan besar kepada caleg-caleg yang berasal dari PDIP mampu memberikan
kinerja sebaik Jokowi ataupun lebih dari itu.

14

Selanjutnya 10 orang responden (20%), beralasan memilih partai/caleg
karena mereka mengenal caleg tersebut. Mengenal dalam artian pernah bertemu
secara langsung, karena caleg mendatangi daerah tempat tinggal mereka, untuk
berkampanye melakukan sosialisasi politik dan menjalin kedekatan instan dengan
masyarakat. Lalu 9 orang responden (18%), mengaku memilih partai/caleg karena
merupakan pendukung setia partai tersebut. Sejak pemilihan umum langsung
pertama kali diselenggarakan, pilihan partai yang dicoblosnya tidak pernah
berubah. Tipe pemilih jenis ini yang memberikan alasan memilih karena
mengenal caleg dan sudah sejak lama menjadi pendukung partai yang dipilihnya,
merupakan tipe pemilih tradisional. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
tipe pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai,
asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik.
Lalu 4 orang responden (8%), mengaku memilih partai/caleg dalam
pemilu legislatif 2014 karena mengikuti pilihan orang lain seperti suami, ibu, dan
tetangga. Sedangkan alasan memilih karena mendapatkan uang imbalan, memilih
karena mendapatkan bantuan banjir, dan merupakan partisipan partai dipilih
masing-masing oleh 2 orang responden (4%). Pemilih yang memilih dengan
alasan karena mendapatkan uang imbalan ataupun mendapat bantuan banjir, dapat
dikategorikan sebagai tipe pemilih yang skeptis. Pemilih skeptis seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya merupakan pemilih yang kurang memedulikan
platform dan kebijakan sebuah partai politik. Kalaupun ikut berpartisipasi dalam
pemungutan suara biasanya mereka melakukannya secara acak atau random.
Mereka berkeyakinan siapa pun dan partai apa pun yang memenangi pemilu tidak
akan membawa bangsa ke arah perbaikan yang mereka harapkan.
Sumber referensi yang paling banyak berpengaruh terhadap keputusan
memilih responden adalah sumber referensi yang berasal dari kampanye partai
atau caleg. Sebanyak 21 orang (42%) dari (n=50), mengaku mendapatkan
referensi tentang partai/caleg yang dipilihnya karena melihat partai/caleg tersebut
berkampanye. Jika hal ini dikaitkan dengan suatu pendekatan untuk melihat
15

perilaku pemilih, maka sumber referensi dalam pengambilan keputusan yang
bersumber pada kampanye partai/caleg dapat dikaji melalui pendekatan
psikologis. Menurut pendekatan ini, pemilih melakukan pilihan politiknya karena
pengaruh psikologis yang berkembang dalam dirinya berdasarkan hasil dari
proses sosialisasi. Proses sosialisasi itu sendiri akan terbuka jika political
involvement pemilih memang ingin terlibat, keterlibatan tersebut menimbulkan

ikatan psikologis antara pemilih dengan organisasi politik.
Sementara, 12 orang responden (24%), mengatakan sumber referensi yang
berpengaruh terhadap keputusan memilih mereka adalah keluarga. Sedangkan 7
orang responden lainnya (14%) mengaku berbincang dan mendapatkan referensi
tentang partai/caleg yang dipilih dari tetangga. Lalu 5 orang (10%) berbincang
dengan kelompoknya seperti kelompok ibu-ibu pengajian untuk mendapatkan
referensi tentang partai/caleg yang dipilih. Tetangga dan kelompok menjadi
sumber refernsi yang mampu mempengaruhi keputusan memilih responden, hal
tersebut dapat dikaji melalui pendekatan sosiologis. Menurut pendekatan ini,
perilaku memilih dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti : sosial, ekonomi,
afiliasi, etnis, tradisi keluarga, keanggotan dalam organisasi, pekerjaan, jenis
kelamin, maupun lingkungan tempat tinggal. Diskusi dengan tetangga termasuk
dalam konteks komunikasi antar pribadi, komunikasi antar pribadi merupakan
cara komunikasi yang paling efektif dalam merubah sikap/persepsi seseorang.
Hanya 4 orang responden (8%), yang memilih media sebagai sumber referensi
yang berpengaruh terhadap keputusan memilih. Padahal berdasarkan data, media
merupakan sumber informasi yang paling banyak diakses oleh responden untuk
mengetahui informasi mengenai pemilu legislatif 2014. Hal tersebut dapat
dimaknai bahwa informasi yang diakses responden tentang pemilu melalui media
massa, tidak memiliki banyak pengaruh terhadap keputusan memilihnya.

16

d. Pemilih Perempuan Kalangan Masyarakat Marginal
Keluarga menjadi salah satu sumber referensi yang paling berpengaruh
terhadap keputusan memilih setelah kampanye partai, tetapi tidak banyak
keluarga yang mendiskusikan topik politik dalam perbincangan keluarga.
Sebanyak 23 orang (46%) dari (n=50), menjawab tidak berdiskusi dengan ayah
atau suami tentang politik ataupun tentang pemilu. Mereka mengaku hanya
berdiskusi atau berbincang dengan ayah/suami mengenai kehidupan atau
permasalahan sehari-hari. Lalu sebanyak 22 orang (44%) mengaku berdiskusi
dengan ayah/suami mengenai politik/pemilu, biasanya mereka berbincang setelah
sama-sama menonton berita politik atau melihat kampanye partai/caleg.
Sedangkan sebayak 5 orang (10%) tidak memiliki ayah (yatim) ataupun tidak
memiliki suami (janda).
Responden yang merupakan perempuan, memiliki peran dalam rumah
tangga sebagai Ibu/ Istri maupun sebagai anak. Keputusan seorang Ibu/Istri
maupun seorang anak seringkali merupakan keputusan yang merupakan hasil
diskusi dengan ayah/suami ataupun keputusan yang merupakan anjuran dari
ayah/suaminya, termasuk salah satunya dalam keputusan politik. Data pada
menunjukan bahwa sebanyak 22 responden melakukan diskusi dengan
ayah/suami mengenai hal politik/pemilu. Namun dari 22 responden tersebut, tidak
semuanya mengikuti pilihan atau preferensi yang menjadi pilihan ayah/suaminya.
Sebanyak 33 orang (66%) dari (n=50), mengatakan memiliki pilihannya sendiri
bukan mengikuti pilihan orang lain seperti suami/ayahnya. Sedangkan 12 orang
(12%) mengakui bahwa pilihan politiknya tersebut merupakan pilihan yang
dianjurkan atau pilihan yang mengikuti suami/syahnya. Walaupun pilihan
tersebut tidak semuanya merupakan pilihan yang dipaksakan hanya dianjurkan.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai studi tentang
kekuasaan keluarga yang ada, sampai saat ini menunjukan bahwa kekuasaan
keluarga selalu disamakan dengan pengambilan keputusan. Hal itulah yang
menyebabkan perempuan sebagai pemilih politik cenderung tidak bisa bertindak
17

mengambil keputusan berdasarkan kemauannya sendiri melainkan mengikuti
preferensi suami atau ayahnya sebagai laki-laki. Namun, dari data di atas terbukti
bahwa sebagian besar responden yang semuanya merupakan perempuan,
separuhnya tidak mengikuti preferensi keputusan dari ayah/suaminya. Responden
perempuan yang merupakan kalangan marginal ternyata tidak tergantung pada
ayah/suaminya dalam mengambil keputusan mengenai siapa yang dipilih dalam
pemilu legislatif.

Kesimpulan
Penelitian ini seperti yang telah dikemukakan di awal hendak mengetahui
pencarian informasi dan keputusan memilih di kalangan perempuan marginal yang
tinggal di bantaran kali Cipinang kawasan Halim Perdana Kusuma. Dengan bertolak
dari temuan data serta analisis, maka dapat dibuatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Televisi menjadi media/sarana utama yang digunakan oleh perempuan marginal
dalam mencari informasi mengenai pemilu legislatif 2014. Selain informasi yang
diperoleh responden dengan mendatangi tokoh masyarakat ketua RT/RW,
maupun sosialisasi politik yang diadakan oleh partai/caleg di lingkungan RT/RW.
Kemudian informasi tersebut, dijadikan sebagai bahan perbincangan dengan
teman atau tetangga guna memperkaya informasi tentang pemilu maupun tentang
pilihan orang lain.
2. Informasi yang berpengaruh terhadap keputusan memilih responden adalah
informasi yang mereka peroleh dari bertemu langsung dengan caleg yang datang
berkampanye ke lingkungan mereka dan menemui mereka. Selain itu, informasi
yang mereka dapatkan dari sumber komunikasi interpersonal, seperti berdiskusi
dengan keluarga maupun tetangga juga memiliki pengaruh. Sedangkan informasi
yang diperoleh dari televisi memilki pengaruh yang paling kecil terhadap
keputusan mereka dalam menentukan pilihan.

18

3. Dalam proses menentukan pilihan kalangan perempuan marginal sudah memiliki
kesadaran yang tinggi untuk menggunakan hak pilih. Berkaitan dengan tipe
pemilh, pemilih yang merasa yakin dan berharap bahwa partai/calegnya baik,
merupakan pemilih tipe rasional. Sedangkan pemilih yang memilih karena unsur
kedekatan dan telah lama menjadi pendukung partai, dapat dikategorikan sebagai
tipe pemilih tradisional. Kedudukan perempuan marginal dalam keluarga tidak
lagi tersubordinasi oleh ayah/suami. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya
kebebasan untuk menentukan pilihan politiknya.

Saran
1. Keterbatasan penelitian ini adalah lokasi penelitian yang masih sempit, karena
dua kampung yakni Kampung Baru dan Kampung Sawah yang menjadi lokasi
penelitian masih dalam satu kawasan Halim Perdana Kusuma. Selain itu sampel
yang diambil untuk diteliti dapat diperbanyak, agar mendekati karakteristik
populasi. Bagi peneliti selanjutnya disarankan, melakukan penelitian dalam
lingkup area yang lebih luas dan mengambil lebih banyak sampel. Dengan
demikian diharapkan kesimpulan yang diambil lebih tepat dan terhindar dari bias
akibat tidak terwakilinya karakteristik populasi.
2. Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa kampanye partai/caleg menjadi
sumber informasi yang paling berpengaruh terhadap keputusan pemilihan,
terutama pemilih yang memilih dengan proses proximity. Fenomena ini menjadi
perhatian khusus peneliti dan dapat dijadikan tema penelitian bagi peneliti yang
berminat mengkaji hubungan antara kampanye partai dan keputusan pemilihan.
3. Bagi partai maupun calon legislatif yang mencalonkan diri pada pemilu legislatif
selanjutnya, agar lebih memperhatikan isi/materi kampanye

yang dilakukan.

Sebaiknya partai/caleg tidak hanya memberikan informasi tentang partai/caleg itu,
tetapi juga memberikan pendidikan pemilih agar menjadi pemilih yang cerdas.

19

Daftar Pustaka
Bungin. Burhan. (2008). Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat : Cetakan ketiga . Jakarta : Kencana
Predana Media Group.
Firmanzah. (2007). Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Firmanzah. (2008). Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning Ideologi
Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Irawati. (2008). Ramadhan di Mata masyarakat marginal Studi: Komunitas
Pemulung di Jl. Bulak II Kelurahan Kedaung Ciputat-Tangerang. Jakarta:
UIN Syarifhidayatullah.
Mulyana. Dedy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosadakarya.
Nursal. Adman. (2004). Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, Sebuah
Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPD, DPRD. Jakarta: Gramedia.
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS.
Prayudi. (2003). Pemilu 2004 Analisis Politik, Hukum dan Ekonomi. Jakarta: CV
Tiga Putra Utama.
Rosita, Lefie. (2006). Perilaku Pencarian Informasi Tenaga Kesehatan : Studi Kasus
Tentang Perilaku Penemuan Informasi Tenaga Kesehatan pada Perpustakaan
Rumah Sakit Pertamina (RSPP).
Sarjadi. Soegeng. (1994). Kaum Pinggiran dan Kelas Menengah Quo Vadis?.
Jakarta: Pt Gramedia.
Sutanta. Edhy. (2003). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dikutip dari Analisis Moratorium IklanPolitik. www.sampahvisual.com. diakses
30/10/2014 jam 13.10 Wib.
Dikutip dari Iklan Kampanye Partai Di Televisi capai 340 Miliar.
www.surabaya.tribunnews.com. diakses 26/02/2014 jam 13:54 Wib.
Dikutip
dari
IklanPolitikdanKegagalanPartaiPolitik.
www.journal.tarumanegara.ac.id. diakses 30/10/2014 jam 13.16 Wib.
Dikutip dari Pemilih Perempuan Rentan di Pengaruhi di Pemilu .
www.republika.co.id. diakses 15/02/2014 jam 13.20 Wib.
Dikutip dari Mendampingi Pemilih Perempuan. www.agrakarim.staff.ugm.ac.id.
diakses 15/02/2014. jam 13.50 Wib.
Dikutip dari Ir. Indriani Sinoem MS. Slideshow Teori Keputusan.
www.slideshare.net. diakses 23/02/2014 jam 6.15 Wib.

20