MASALAH SOSIAL DALAM MASYARAKAT Peneliti

MASALAH SOSIAL DALAM MASYARAKAT
[ Penelitian di Desa Sukaresik ]

Bahasa Indonesia dan Sosiologi
Diajukan untuk Memenuhi Ujian Praktik

Disusun oleh :
Rudi Indra Gunawan
XII IIS 4
Kementrian Agama Republik Indonesia
Madrasah Aliyah Negeri 3 Tasikmalaya
Jl. Panumbangan 33
2018/2019

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh Yang Maha Esa, yang atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, sehingga laporan yang berjudul; ‘’ Masalah sosial yang ada di
lingkungan masyarakat’’ ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

ABSTRAK


BAB I
PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
Sosiologi terutama menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma,
kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyrakatan, proses sosial, perubahan sosial
dan kebudayaan, serta perwujudannya. Tidak semua gejala tersebut berlangsung secara norml
sebagaiman dikehendaki masyarakat bersangkutan. Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan
gejala abnormal atau gejala-gejala patologis. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan
penderitaan. Gejala-gejala abnormal tersebut dinamkan maslah-masalah sosial.
Maslah-masalah sosial tersebut berbeda dengan problema-problema lainya di dalam masyarakat
karena masalah-masalah sosial tersebut berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial dan lembagalembaga kemasyarakatan. Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan
antarmanusia dan di dalam kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normatif. Hal ini dinamakan
masalah karena bersnagkut-paut dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan dalam
masyarakat.
Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat,
yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau, menghambat terpenuhinya keinginankeinginan pokok warga kelompok sosial tersebut sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.
Dalam keadaan normal terdapat integrasi serta keadaan yang sesuai pada hubungan-hubungan antar
unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat. Apabila antar unsur-unsur tersebut terjadi bentrokan,
maka hubungan-hubungan sosial akan terganggu sehingga mungkin terjadi kegoyahan dalam

kehidupan kelompok.

2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah masalah sosial ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.

Menjelaskan apa yang dimaksud dengan masalah sosial
Menjelaskan tentang kemiskinan sebagai masalah sosial
Menjelaskan tentang kesenjangan sosial sebagai masalah sosial
Menjelaskan tentang kriminalitas sebagai masalah sosial
Menjelaskan tentang ketidakadilan sebagai masalah sosial

2. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah siswa mengerti dan memahami pengertian masalah sosial,
kemiskinan, kriminalitas, kesenjangan sosial, kriminalitas, ketidakadilan sebagai masalah sosial.


BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Masalah Sosial
Istilah masalah sosial mengandung dua kata, yakni masalah dan sosial. Kata “sosial” membedakan
masalah ini dengan masalah ekonomi, politik, fisika, kimia, dan masalah lainnya. Meskipun bidangbidang ini masih terkait dengan masalah sosial. Kata “sosial” antara lain mengacu pada masyarakat,
hubungan sosial, struktur sosial, dan organisasi sosial. Sementara itu kata “masalah” mengacu pada
kondisi, situasi, perilaku yang tidak diinginkan, bertentangan, aneh, tidak benar, dan sulit.
Adanya berbagai pandangan para tokoh sosiologi tentang masalah sosial. Pandangan itu antara lain,
sebagai berikut :
1) Arnold Rose mengatakan bahwa dapat didefinisikan sebagai suatu situasi yang telah memengaruhi
sebagian besar masyarakat sehingga meraka percaya bahwa situasi itu adalah sebab dari kesulitan
mereka situasi itu dapat diubah.
2) Raab dan Selznick berpandangan bahwa masalah sosial adalah masalah hubungan sosial yang
menentang masyarakat itu sendiri atau menciptakan hambatan atas kepuasan banyak orang.
3) Richard dan Richard berpendapat bahwa masalah sosial adalah pola perilaku dan kondisi yang tidak
di inginkan dan tidak dapat diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.
Ada 2 elemen penting terkait dengan definisi masalah sosial. Elemen yang pertama adalah elemen
objektif. Elemen objektif menyangkut keberadaan suatu kondisi sosial. Kondisi sosial disadari melalui
pengalaman hidup kita, media dan pendidikan, kita bertemu dengan peminta-peminta yang terkadang
datang dari rumah ke rumah. Kita menonton berita tentang peperangan, kemiskinan, dan human

trafficking atau perdagangan manusia. Kita membaca diberbagai media, surat kabar, bagaimana orang
kehilangan pekerjaannya.
Sementara itu elemen subjektif adalah masalah sosial menyangkut pada keyakinan bahwa kondisi sosial
tentu berbahaya bagi masyarakat dan harus diatasi. Kondisi sosial seperti itu antara lain adalah
kejahatan, penyalahgunaan obat, dan polusi. Dan kondisi ini tidak dianggap oleh masyarakat tentu
sebagai masalah sosial tetapi bagi masyarakat yang lain, kondisi itu dianggap sebagai kondisi yang
mengurangi kualitas hidup manusia.

2. Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial
Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai
dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun
fisiknya dalam kelompok tersebut. Tingkat kemiskinan di masyarakat dapat diukur melalui berbagai
pendekatan, yaitu:
1.

Secara absolut, artinya kemiskinan tersebut dapat diukur dengan standar tertentu. Seseorang
yang memiliki taraf hidup di bawah standar, maka dapat disebut miskin. Namun, jika seseorang
yang berada di atas standar dapat dikatakan tidak miskin.
2.
Secara relatif, digunakan dalam masyarakat yang sudah mengalami perkembangan dan

terbuka. Melalui konsep ini, kemiskinan dilihat dari seberapa jauh peningkatan taraf hidup
lapisan terbawah yang dibandingkan dengan lapisan masyarakat lainnya.
Selain itu, kemiskinan juga dapat dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang
melatarbelakangi adanya sumber masalah kemiskinan, yaitu:

3. Faktor Biologis, Psikologis, dan Kultural

Kondisi individu yang memiliki kelemahan biologis, psikologis, dan kultural dapat dilihat dari
munculnya sifat pemalas, kemampuan intelektual dan pengetahuan yang rendah, kelemahan fisik,
kurangnya keterampilan, dan rendahnya kemampuan untuk menanggapi persoalan di sekitarnya.
1.

Faktor Struktural

Kemiskinan struktural biasanya terjadi dalam masyarakat yang terdapat perbedaan antara orang yang
hidup di bawah garis kehidupan dengan orang yang hidup dalam kemewahan. Ciri-ciri masyarakat
yang mengalami kemiskinan struktural, yaitu:
1) Tidak adanya mobilitas sosial vertikal.
2)Munculnya ketergantungan yang kuat dari pihak orang miskin terhadap kelas sosial-ekonomi di
atasnya.


4. Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial
Kriminalitas berasal dari kata crime yang artinya kejahatan. Kriminalitas adalah semua perilaku
warga masyarakat yang bertentangan dengan norma-norma hukum pidana. Kriminalitas yang terjadi
di lingkungan masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun luar
individu. Tindakan kriminalitas yang ada di masyarakat sangat beragam bentuknya, seperti pencurian,
perampokan, pembunuhan, dan lain sebagainya. Tindakan kriminalitas yang terjadi di masyarakat
harus menjadi perhatian aparat polisi dan masyarakat sekitar. Ada beberapa tindakan yang dapat
dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah kriminalitas di lingkungan masyarakat, antara lain:
1.
2.

Peningkatan dan pemantapan aparatur penegak hukum.
Adanya koordinasi antara aparatur penegak hukum dengan aparatur pemerintah lainnya yang
saling berhubungan.
3.
Adanya partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan
kriminalitas.
4.
Membuat undang-undang, yang dapat mengatur dan membendung adanya tindakan kejahatan.


5. Kesenjangan Sosial Sebagai Masalah Sosial
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidakseimbangan sosial yang ada di masyarakat yang
menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok
dari berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa terjadi. Antara orang kaya dan miskin
sangatlah dibedakan dalam aspek apapun, orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak
dari hal ini, memang benar kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya, yang miskin makin
miskin”. Adanya ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangan yang terlalu
mencolok antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang memandang rendah kepada
golongan bawah, apalagi jika ia miskin dan juga kotor, jangankan menolong, sekedar melihatpun
mereka enggan.
Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya tempat tinggal dan tidur dijalanan, namun masih
banyak orang yang berleha-leha tidur di hotel berbintang , banyak orang diluar sana yang kelaparan
dan tidak bisa memberi makan untuk anak-anaknya tapi lebih banyak pula orang kaya sedang asyik
menyantap berbagai makanan enak yang harganya selangit. Disaat banyak orang-orang miskin
kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai, namun banyak orang kaya yang berlebihan
membeli pakaian bahkan tak jarang yang memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta,
dengan harga sebanyak itu seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang
kelaparan.
Kesenjangan sosial yang terjadi diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :

1.

Kemiskinan

Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun
lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat
kondisi:
1.
2.
3.
4.
5.

Sistem ekonomi uang, buruh upah dan sistem produksi untuk
keuntungan tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah
pengangguran bagi tenaga tak terampil
Rendahnya upah buruh
Tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan
organisiasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas
prakarsa pemerintah

Sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
Kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang
menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan
mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa
rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidaksanggupan pribadi atau
memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.

Budaya
kemiskinan bukanlah hanya
merupakan adaptasi terhadap
seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali
budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari
generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya
kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang
berlapis-lapis rusak atau berganti, Budaya kemiskinan juga merupakan akibat
penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi didobrak, sedangkan
status golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh
dalam proses penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh
masyarakat serta sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga
korban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.

Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan
kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam
situasi tersebut memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai salah satu
bentuk adaptasi yang realistis.
Beberapa ciri kebudayaan kemiskinan adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Fatalisme,
Rendahnya tingkat aspirasi,
Rendahnya kemauan mengejar sasaran,
Kurang melihat kemajuan pribadi ,
Perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,

Perasaan untuk selalu gagal,
Perasaan menilai diri sendiri negatif,
Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
Tingkat kompromis yang menyedihkan.

Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi, maka suatu usaha yang
sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak diinginkan ini
menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai golongan kelas menengah,
dengan menggunakan metode-metode psikiater kesejahteraan sosialpendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha untuk
secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan,
pekerjaan, perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup
partisipasi sosial dan peyaluran kekuatan sosial) akan cendrung gagal.
Budaya kemiskinan bukannya berasal dari kebodohan, melainkan justru

berfungsi bagi penyesuaian diri. Kemiskinan struktural menurut Selo
Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan
masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut
menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.
Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu
masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan
oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam
masyarakat itu sendiri.
1.

Lapangan Pekerjaan

Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
perekonomian masyarakat, sedangan perekonomian menjadi fartor terjadinya
kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan
pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan merupakan pekerjaan bagi
pemerintah saat ini.

6. Ketidakadilan Sebagai Masalah Sosial
Menurut kamus umum bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, kata
adil berarti tidak berat sebelah atau memihak manapun dan tidak sewenangwenang. Sedangkan menurut istilah keadilan adalah penagkuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan menurut
Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia, ada tiga macam
keadilan menurut Aristoteles, yaitu :
1.

Keadilan distributif, yaitu memberikan sama yang sama dan
memberikan tidak sama yang tidak sama
2. Keadilan kommutatif, yaitu penerapan asas proporsional, biasanya
digunakan dalam hal hukum bisnis
3. Keadilan remedial, yaitu memulihkan sesuatu ke keadaan semula,
biasanya digunakan dalam perkara gugatan ganti kerugian.
Keadilan juga dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu:
1.

Keadilan restitutif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses litigasi di
pengadilan dimana fokusnya adalah pelaku
2. Keadilan restoratif, yaitu keadlian yang berlaku dalam proses
penyelesaian sengketa non-litigasi dimana fokusnya bukan pada pelaku,
tetapi pada kepentingan “victims” (korban).
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan
kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum
Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di
negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang
memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan
bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat
kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat
mereka dengan tuntutan hukum. Ini jelas merupakan sebuah ketidakadilan.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai
kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan.
Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar.
Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya
melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke

penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang
negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya
Sebagai salah satu contoh lagi ketidakadilan di negara ini adalah budaya
hakim sendiri. Budaya tersebut dilakukan bila terjadi tindakan kejahatan dan
menangkap basah pelaku kejahatan tersebut. Pelaku kejahatan biasanya akan
babak-belur atau bahkan meninggal jika polisi tidak langsung menanganinya
langsung. Budaya tersebut sebaiknya tidak dilakukan oleh masyarakat,
seharusnya masyarakat menyerahkan pelaku kejahatan kepada aparat hukum
dan membiarkan aparat hukum yang menindak langsung terhadap tindak
kejahatan. Tetapi apakah fenomena budaya hakim sendiri terjadi karena
ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat hukum dan hukum yang
berlaku di Indonesia? Mungkin saja fenomena hakim sendiri lahir karena
aparat hukum yang tidak menegakkan hukum. Banyak juga kita lihat di
televisi aparat-aparat hukum yang berlaku tidak adil, sebagai contoh kita
ambil kasus korupsi simulator SIM petinggi POLRI. Seharusnya aparat hukum
yang menegakkan hukum, tetapi pada kenyataannya adalah aparat hukum
tersebut yang melanggar hukum. Atau bahkan seorang hakim yang
seharusnya jadi pengadil di negeri ini malah disuap. Harus kemanakah
mencari keadilan di negeri ini?

BAB III
PENUTUPAN
1.KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah masalah sosial ini adalah :
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.

Masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah
tersebut merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang
inmoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak.
Tingkat kemiskinan di masyarakat dapat diukur melalui berbagai
pendekatan, yaitu: secara absolut dan secara relatif
Faktor-faktor
yang
melatarbelakangi
adanya
sumber
masalah
kemiskinan, meliputi: Faktor Biologis, Psikologis, dan Kultural dan Faktor
Struktural
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya
masalah kriminalitas di lingkungan masyarakat, antara lain: Peningkatan
dan pemantapan aparatur penegak hukum, Adanya koordinasi antara
aparatur penegak hukum dengan aparatur pemerintah lainnya yang
saling berhubungan, Adanya partisipasi masyarakat untuk membantu
kelancaran pelaksanaan penanggulangan kriminalitas, Membuat undangundang, yang dapat mengatur dan membendung adanya tindakan
kejahatan.
Kesenjangan sosial yang terjadi diakibatkan beberapa hal yaitu :
Kemiskinan dan Lapangan pekerjaan.
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan
manusia, ada tiga macam keadilan menurut Aristoteles, yaitu : Keadilan
distributif, Keadilan kommutatif, dan Keadilan remedial.
Keadilan dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu: Keadilan restitutif
dan Keadilan restoratif.

2. SARAN

Dengan adanya makalah ini diharapakan siswa telah mengerti dan memahami
masalah sosial, sehingga dapat menerapkan nya dalam kehidupan
masyarakat dan mengurangi tingkat permasalahan sosial yang terjadi dalam
masyarakat itu sendiri.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….. 1
1. Latar Belakang…………………………………………………………….. 1
2. Rumusan Masalah………………………………………………………… 1
3. Tujuan………………………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….. 2
1. Pengertian Filsafat…………………………………………………………. 2
2. Pengertian Pendidikan…………………………………………………… 4
3. Pengertian Filsafat Pendidikan……………………………………….. 4
4. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan………………………………… 7
BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSATAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, karena sejarah
filsafat erat kaitannya dengan sejarah manusia pada masa lampau. Filsafat
yang dijadikan sebagai pandangan hidup, erat kaitannya dnegan nilai-nilai
tentang manusia yang dianggap benar sebagai pandangan hidup oleh suatu
masyarakat atau bangsa untuk mewujudkannya yang terkandung dalam
filsafat tersebut. Oleh karena itu suatu filsafat yang diyakini oleh suatu
masyarakat atau bangsa akan berkaitan erat dengan sistem pendidikan yang
diraaskan oleh masyarakat dan bangsa tersebut.
Filsafat pendidikan ini sebagai usaha untuk mengenalkan filsafat pendidikan
dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu. Adapun filsafat pendidikan
adalah disiplin ilmu yang mempelajari dan berusaha mengungkap masalahmasalah pendidikan yang bersifat filosofis. Agar pendidikan mempunyai arti
jelas, karena pendidikan sangat pesar peranannya dalam membna kemajuan
suatu bangsa sesuai dengan filsafat yang diyakini.

2. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Pengertian Filsafat
Pengertian Pendidikan
Pengertian Filsafat Pendidikan
Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan

3. Tujuan
1.

Untuk memberikan dorongan kepada peserta didik agar tercapainya
tujuan filsafat yang diyakini
2. Sebagai pandangan hidup akan menjadi tolak ukur bagi nilai-nilai
tentang kebenaran yang harus dicapai
3. Untuk memecahkan masalah pendidikan dalam aspek kehidupan
manusia

BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Filsafat
Filsafat dan filosof berasal dari kata Yunani, yaitu Philosophia dan
philosophos. Menurut bentuk kata, seorang philosophos adalah seorang
pencinta kebijaksanaan. Pendapat lain mengatakan bahwa filsafat menurut
asal katanya adalah “cinta akan kebenaran”, yang berasal dari bahasa Yunani

philos (cinta) dan shopia (kebenaran). Ada juga yang berpendapat bahwa,
kata falsafah berasal dari bahasa Yunani Kuno, apabila diterjemahkan secara
bebas berarti “cinta akan hikmah”. Dengan demikian falsafat itu sendiri
bukanlah hikmah; tetapi filsafat adalah cinta terhadap hikmah dan selalu
berusaha untuk mendapatkan hikmah. Oleh karena itu, seorang filosof atau
orang yang mencintai hikmah akan berusaha mendapatkannya, memusatkan
perhatian kepadanya dan menciptakan sikap yang positif terhadapnya. Di
samping itu, dalam mencari hakekat sesuatu, akan berusaha menentukan
sebab akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pengertian filsafat
itu berbeda-beda sesuai dengan pandangan masing-masing. Berikut ini
adalah beberapa pendapat tentang pengertian filsafat dari beberapa ahli :

1) Menurut Muhammad Noor Syam, istilah filsafat mengandung
pengertian sebagai berikut :
a) Filsafat sebagai aktivitas pikir mumi (reflective-thinking), atau kegiatan
akal manusia dalam usaha untuk mengerti secara mendalam tentang segala
sesuatu.
b) Filsafat sebagai hasil kegiatan berpikir mumi mengandung pengertian
bahwa filsafat merupakan wujud suatu “ilmu” sebagai hasil pemikiran dan
penyelidikan berfilsafat itu. Juga merupakan suatu bentuk perbendaharaan
yang terorganisir dan memiliki sistematika tertentu, atau merupakan suatu
bentuk ajaran tentang segala sesuatu sebagai satu ideologi.
Dari pengertian tersebut kita memperoleh penjelasan bahwa filsafat bukan
sekedar suatu aktivitas berpikir, suatu usaha dan suatu proses, melainkan
mengandung kedua-duanya, yaitu sebagai aktivitas berpikir dan sebagai
perbendaharaan hasil aktivitas berpikir tersebut. Bahkan sejalan dengan
perkembangan peradaban manusia, filsafat telah terwujud sebagai suatu ilmu
yang sangat berpengaruh, juga merupakan suatu falsafah negara yang akan
selalu dijungjung tinggi.
Setiap uraian tentang pengertian filsafat akan selalu mencakup kedua makna
tersebut, sebab keduanya memiliki hubungan yang erat antara aktivitas
dengan produknya.

2) Menurut W H. Kilpatrick,
filsafat adalah pembahasan secara kritis tentang nilai-nilai kehidupan yang
berlawanan, sedapat mungkin berusaha untuk mendapatkan cara bagaimana
mengelola kehidupan sekalipun bertentangan.
Pandangan ini, filsafat berusaha mengarahkan suatu pengertian yang cukup
dan paham kehidupan yang meliputi suatu kehidupan yang ideal. Maka
berfilsafat berarti memikirkan atau merenungkan nilai-nilai yang terbaik dan
ideal.

3) Menurut Charles Gore,

filsafat ialah hasil usaha akal budi atau berpikir manusia secara mendalam.
Hal itu mengingat bahwa tidak ada batasan tertentu tentang mendalamnya
suatu usaha berpikir, karena sifatnya kualitatif dan dihayati sehingga dapat
dibedakan mana yang filsafat dan mana yang bukan. Disamping itu, ilmu
pengetahuanpun sangat besar peranannya terhadap pemahaman filsafat itu.

4) Menurut Brubacher,
filsafat berasal dari perkataan Yunani Kuno, yaitu filos dan sofia yang berarti
cinta kebijaksanaan atau belajar ilmu pengetahuan. Atau diartikan pula
sebagai cinta belajar. Dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu pengetahuan
(Sciences) hanya ada di dalam filsafat. Maka filsafat pun dikatakan sebagai
induk atau ratu ilmu pengetahuan.
1. Pengertian Pendidikan
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa filsafat itu bisa juga dikatakan sebagai
pandangan hidup. Dalam dunia pendidikanpun filsafat mempunyai peranan
yang sangat besar, karena filsafat yang merupakan pandangan hidup ikut
menentukan arah dan tujuan proses pendidikan. Oleh karena itu, filsafat dan
pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat.

1.

Menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan
makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan
biasa atau pergaulaan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula
terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan
kesinambungan ini.
2. Menurut Frederick J Mc Donald, pendidikan adalah suatu proses atau
suatu kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat manusia

2. Pengertian Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan menururt Al-Syaibany (19?9:30) adalah :
“Pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang
pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi darisegi pelaksanaan
falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip prinsip dan
kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis”.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum.
Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan kasakter filsafat.
Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat
umum, seperti :
1. Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk
mencapainya
2. Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima
pendidikan
3. Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasamya merupakan
suatu proses sosial
4. Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk
tercapainya
Selanjutnya Al Syaibany (1979) berpandangan bahwa filsafat pendidikan,
seperti halnya filsafat umum, berusaha mencari yang hak dan hakikat serta
masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan. Filsafat pendidikan
berusaha untuk mendalami konsep-konsep pendidikan dan memahami sebabsebab yang hakiki dari masalah pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha juga
membahas tentang segala mungkin mengarahkan proses pendidikan.
Pada bagian lain Al Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa tugas yang diharapkan dilakukan oleh seorang filsof pendidikan,
diantaranya :
1. Merancangkan dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan
usaha-usaha pendidikan pada suatu bangsa
2. Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman
kepada Tuhan dengan segala aspeknya
3. Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat dan mengubah
cara-cara hidup mereka ke arah yang lebih baik
4. Mendidik akhlak, perasaan seri dan keindahan pada masyarakat, dan
menumbuhkan pada diri mereka sikap menghormati kebenaran, dan
cara-cara mencapai kebenaran tersebut. Filosof menyeluruh tentang
wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhan, kemanusiaan,
pengetahuan kealaman dan pengetahuan sosial. Filsof pendidikan harus
pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada
nilai-nilai kebaikan, keindahan dan kebenaran.
Menurut Kneller (1971), filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam
lapagnan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan daapt
dikatakan spekulatif, preskriptif dan analitik.
Filsafat pendidikan dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teoriteori hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat dunia, yang sangat
bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil hasil penelitian sains
yang berbeda.
Filsafat pendidikan dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan
menentukan tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan
menentukan cara-cara yang tepat dan benar untuk digunakan dalam

mencapai tujuan tersebut. Karena secara tersurat menentukan tujuan
pendidikan yang akan dicapai.
Filsafat
pendidikan
dikatakan
analitik,
apabila
filsafat
pendidikan
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Misalnya
menguji rasinalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan
pendidikan dan menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain.
Misalnya kita memperkenalkan konsep “Cara Belajar Siswa Aktif”. Filsafat
pendidikan analitik menguji logis konsep-konsep pendidikan, seperti apa yang
dimaksud dengan : “Pendidikan Dasar 9 Tahun”, “Pendidikan Akademik”,
“Pendidikan Seumur Hidup” dan sebagainya
Peranan-peranan filsafat tersebut sangat besar dalam mendasari berbagai
aspek pendidikan bagi pembinaan pedagogik.

3. Peranan filsafat dalam pendidikan
Setelah kita mempelajari arti filsafat dan pendidikan dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendidikan itu adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus
menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta
pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di
dalam masyarakatnya.
Peranan filsafat pendidikan menurut para ahli
1. Brauner dan Burn berpendapat bahwa pendidikan dan filsafat tidak
dapat dipisahkan, karena tujuan pendidikan sama dengan tujuan filsafat.
Kebijaksanaan dan jalan yang ditempuh oleh filsafat sama dengan yang
ditempuh oleh pendidikan.
2. Kupatrick mengemukakan bahwa berfilsafat dan mendidik adalah
memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih
baik, sedangkan mendidik adalah usaha untuk merealisasikan nilai-nilai
dan cita-cita tersebut di dalam kehidupan dan kepribadian manusia.
3. Prof. Brameld berpendapat bahwa untuk mengatasi persoalanpersoalan pendidikan secara efisien kita harus membawa filsafat.
Filsafat selain digunakan untuk mengatasi persoalan pendidikan dengan
efisien jelas dan sistematis, juga berfungsi sebagai alat analisa, untuk
sinthesis dan penialain.

4. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan

Sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab terdahulu mengenai pengertian
filsafat, maka pengertian filsafat pendidikan pun tidak jauh berbeda. Filsafat
pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah-masalah
pendidikan secara mendalam, sistematis dan menyeluruh. Baik yang
menyangkut asas tujuannya maupun mengenai masalah-masalah yang
menyangkut dengan kurikulum, metode, alat, faktor pendidikan dan usaha
mengintegrasikan semua ilmu pengetahuan yang menjadi dasar pembantu
serta cabang-cabang ilmu pendidikan lainnya.
Sedangkan Filsafat Pendidikan Islam adalah ilmu yang membahas tentang
segala persoalan yang menyangkut dengan pendidikan Islam, dengan maksud
untuk memperoleh jawaban dari segala permasalahan yang berhubungan
dengan pendidikan Islam.
Mengenai ruang lingkup Filsafat Pendidikan, sebenamya sangat luas dan
dalam. Namun demikian, dapat disimpulkan menjadi dua bagian, yaitu dasardasar pembahasan filsafat pendidikan dan sasaran filsafat pendidikan.

5. Dasar-dasar Pembahasan Filsafat Pendidilsan
Dasar utama dari pembahasan filsafat pendidikan adalah Al Qur’an dan
Sunnah Rasul, baik secara teoritis maupun, praktis, yang harus diterapkan
dalam pendidikan, serta yang harus menjawab dari segala permasalahan
pendidikan. Sesuai dengan ruang lingkup filsafat umum, pembahasan filsafat
pendidikan pun dibagi menjadi beberapa bidang penelitian filsafat, yaitu
bidang metafisika (ontologi), bidang epistemologi dan bidang aksiologi. Inilah
pokok-pokok pembahasan filsafat pendidikan.

1) Metafisika (Ontologi)

Bidang ontologi ini bertugas mencari hakekat segala sesuatu yang dihadapi,
terutama tentang Sang Maha Pencipta (Khalik), Makhluk dan alam
semesta. Dalam upaya mencari hakekat sesuatu ini, lahirlah ilmu pengetahuan di bidang keagamaan atau ketuhanan, yang berhubungan dengan
masalah “apa’. Di dalam agama Islam terdapat Ilmu Tauhid dan Ilmu Kalam,
dasamya adalah akidah Islamiyah. Upaya mencari hakekat kebenaran yang
didasari akidah dapat menu.nj ang keteguhan iman dan menuju kepada
ketakwaan.
Dasar-dasar pembahasan metafisika meliputi Khalik, yaitu Allah Sang Maha
Pencipta, yang menciptakan alam beserta isinya. Kemudian mencari hakekat
manusia sebagai makhluk Allah yang dibeban’x kewajiban di dalam hidup
yang bermakna dan bermanfaat. Sebagai bahan dan alat untuk kehidupan
telah disediakan oleh Allah serba lengkap. Selanjutnya, metafisika ini
membahas pula tentanghakekat alam semesta, sebagai bahan dan alai yang
dikaruniakan oleh Allah kepada manusia, untuk bekal dunia maupun akhirat.
Agar semua ini bermanfaat, maka manusia berkewajiban untukmengolahnya.

2) Epistemologi
Bidang ini mempelajari tentang hakekat ilmu pengetahuan, sekaligus
memahami pengertiannya, bahwa dengan ilmu pengetahuan manusia akan
memperoleh kemajuan dan peningkatan kesej ahteraan hidup, baik lahir
maupun batin.
Dalam hat ini diyakini bahwa Allah telah mendidik manusia tentang apa-apa
yang telah diketahuinya. Juga Al Qur’an telah mengajaskan kepada umat
manusia untuk berpikir, menggunakan akal sesuai dengan fungsinya, untuk
mencapai pengetahuan yang benar. Dalam hat ini, mencari ilmu tersebut
wajib hukumnya bagi umat Islam. Manusia diberi kemampuan untuk berpikir
dan menilai sesuatu berdasarkan ilmu yang dimilikinya dari hasil penggunaan
akal pikiran. Dengan demikian ilmu akan berfungsi untuk :
a) Mengetahui kebenaran dengan menggunakan dasar wahyu atau ilmu
pengetahuan, atau kedua-duanya.
b) Menjelaskan ajaran dan aqidahIslamiyah.
c) Menguasai alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan umat
manusia.
d) Meningkatkan kebudayaan dan peradaban Islamiyah.

3) Aksiologi.

Bidang ini membahas tentang nilai. Ilmu pengetahuan yang diperoleh harus
memiliki nilai, dan nilai itu harus berasaskan keagamaan, karena ilmu
pengetahuan yang dikuasai oleh seseorang akan mempengaruhi watak dan
sikap tingkah laku terhadap yang menguasainya. Hal ini erat hubungannya
dengan masalah etika.

6. Sasaran Filsafat Pendidikan
1) Tujuan Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan. Karena bersifat
filosofis, maka hakekatnya adalah penerapan suatu analisa filosofis terhadap
lapangan pendidikan. Sasaran utamanya adalah tujuan pendidikan, sebagai
jawiban dari pertanyaan “Untuk apa sekolah ini diadakan?; Ke arah mana
pendidikan ini akan dibawa?”. Untuk menentukan tujuan pendidikan itu,
filsafat mengadakan tinjauan yang luas dan mendalam mengenai realita,
dikupaslah pandangan tentang dunia dan pandangan hidup manusia. Akhimya
konsep-konsep dari semua itu dijadikan landasan penyusunan konsep tujuan
pendidikan. Kemudian, dikupas pula mengenai pengalaman pendidik dalam
mengembangkan dan menumbuhkan anak yang berhubungan dengan realita.
Semua ini akan dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan
diri. Di samping itu dikaji pula pandangan mengenai hakekat Khalik, makhluk,
alam semesta, pengetahuan dan nilai-nilai. Semuanya dipadukan dalam
menentukan kurikulum.

2) Metode

Apabila tujuan telah dirumuskan sesuai dengan tujuan filsafat yang dianut,
langkah selanjutnya adalah mengupas tentang cara-cara menerapkan aspekaspek pendidikan yang terkandung dalam tujuan pendidikan. Filsafat akan
mengadakan pembahasan tentang aku (ego) dan tujuan, lalu dibahas pula
metode apa yang tepat bagi pribadi yang bersangkutan. Misalnya,
berdasarkan ilmu jiwa kepribadian, aliran monisme faham Materialisme
menganggap bahwa manusia adalah makhluk reaksi, pola reaksinya
disampaikan sebagai stimulus response. Untuk meningkatkan efektivitas
tingkah laku manusia hanya dibutuhkan pengalaman atau latihan (drill).
Sedangkan menurut aliran monisme faham Idealisme memandang bahwa
manusia itu asas primemya adalah jiwa, karena jasmani tanpa jiwa tidak akan
berdaya. Maka pendidikan harus dilaksanakan berdasarkan kodrat dan
kebutuhan asas roldaani, untuk membina rasio, perasaan, kemauan dan spirit
manusia.
Dari kedua faham tersebut bisa melahirkan beberapa metode yang bisa
digunakan dalam proses pendidikan, misalnya metode latihan, metode
penugasan, metode ceramah dan sebagainya. Jadi memilih metode pun harus
mengacu kepada tujuanberdasarkan kajian filsafat.

3) Alat Pendidikan
Yang dimaksud dengn alat pendidikan ialah segala sesuatu apa yang
dipergunakan dalam usaha mencapai pendidikan. Pendidikan pun merupakan
alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan fungsinya, alat-alat pendidikan dapat dibedakan atas tiga jenis,
yaitu :

Alat sebagai perlengkapan.

Alat sebagai pembantu dalam mempermudah usaha pencapaian tujuan.

Alat sebagai tujuan.
Dalam memikirkan alat-alat yang akan dipakai dalam pendidikan, fungsi
setiap alat sebaiknya diperhitungkan. Antara lain soal kematangan anak-anak
untuk menerima pendidikan itu, dan soal ruangan serta waktunya. Jadi
pemilihan alat harus disesuaikan dengan hal-hal tersebut.
Berdasarkan taraf-taraf perkembangan anak, alat-alat pendidikan terbagi
atas :

Alat-alat yang memberi perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan
pengetahuan hapalan. Alat ini dapat disebut sebagai alat pembiasaan.

Alat-alat untuk memberi pengertian, membentuk sikap, minat dan caracara berpikir.

Alat-alat yang membawa ke arah keheningan bathin, kepercayaan dan
penyerahan diri kepada Tuhan.
Selain pembagian tersebut, alat-alat pendidikan dapat pula dibedakan atas :

Alat-alat langsung, yaitu alat-alat yang bersifat menganjurkan sej alan
dengan maksud usaha.

Alat-alat tidak langsung; yaitu alat-alat yang bersifat pencegahan dan
pembasmian hal-hal yang bertentangan dengan maksud usaha.
Alat-alat langsung disebut juga alat positif, misalnya segala jenis anjuran,
perintah, keharusan. Sedangkan alat-alat tidak langsung disebut alat negatif,
misalnya larangan-larangan, peringatanperingatan dan sejenisnya dengan
segala akibatnya,. Pembagian yang lain adalah si terdidik dan pendidik.
Disamping ketiga hal tersebut, yang termasuk sasaran Filsafat Pendidikan
adalah faktor-faktor pendidikan, dan usaha-usaha mengintegrasikan ilmu
pengetahuan yang mendukung usaha pendidikan.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seseorang mengenai
pendidikan yang merupakan kumpulan dari prinsip yang membimbing
tindakan profesional seseorang. Lebih jauh lagi filsafat pendidikan berkaitan

dengan “Penetapan hakekat dari tujuan, alat pendidikan, dan menerjemahkan
prinsip-prinsip ini dalam kebijakan-kebijakan untuk mengimplementasikan.
Maka dengan memahami ilmu filsafat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan
akan lebih efektif dan efisien lebih mengarah kepada sasaran yang akan di
capai sehingga mempercepat tercapainya tujuan pendidikan.

DAFTAR PUSATAKA
Uyoh Sadulloh. Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta CV. Bandung. 2008
HA Yunus. Filsafat Pendidikan CV. Citra Sarana Grafika. Bandung. 1999
Radja Mudya Hardjo. Filsafat Ilmu Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2004

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan merupakan sektor sangat menentukan kualitas suatu bangsa. Kegagalan
pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa, keberhasilan pendidikan juga
secara otomatis membawa keberhasilan sebuah bangsa. Pada dunia pendidikan,
hendaknya memperhatikan unsur pendidikan, yang diantaranya: peserta didik, pendidik,
software, manajemen, sarana dan prasarana dan stake holder. Aset yang diperlukan dalam
pendidikan adalah sumber daya manusia yang bekualitas. Sumber daya yang berkualitas
dapat berupa dari siswa, masyarakat, maupun dari pendidik.
Pelaksanaan suatu pendidikan mempunyai fungsi, antara lain: inisiasi, inovasi, dan
konservasi. Inisiasi merupakan fungsi pendidikan untuk memulai suatu perubahan.
Inovasi merupakan wahana untuk mencapai perubahan. Konservasi berfungsi untuk
menjaga nilai-nilai dasar. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki kehidupan suatu bangsa,
harus dimulai penataan dari segala aspek dalam pendidikan. Salah satu aspek yang
dimaksud adalah manajemen pendidikan.
Tujuan dari pendidikan yang diharapkan adalah menciptakan out come pendidikan yang
berkualitas sesuai dengan harapan dari berbagai pihak. Dalam hal ini, manajemen
pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Manajemen yang bagus (good
management) dalam dunia pendidikan di Indonesia sangat diharapkan oleh seluruh warga
Indonesia. Manajemen pendidikan yang bagus dapat diciptakan dan dapat dilaksanakan
oleh manajer pendidikan yang berkualitas. Manajer dalam dunia pendidikan salah
satunya adalah guru. Tugas guru selain mengajar, juga menjadi seorang manajer
pendidikan. Seorang guru harus dapat merencanakan manajemen yang baik. Manajer
pendidikan yang bagus adalah seseorang yang mau merencanakan manajemen
pendidikan dimasa yang akan datang.
Kenyataan yang ada sekarang adalah masih buruknya manajemen pendidikan yang ada.
Buruknya manajemen pendidikan disebabkan oleh berbagai faktor. Para manajer
pendidikan tidak mau merencanakan manajemen dimasa yang akan datang. Para manajer
pendidikan hanya masih berorientasi pada acuan manajemen lama. Masih jarang sekali
yang ingin merencanakan sesuatu yang baru. Hal ini dikarenakan para manajer
pendidikan tidak mau mengambil resiko pada dirinya dan pada pendidikan. Dengan
adanya pandangan yang selalu kebelakang maka manajemen tidak akan maju, tapi malah
mengalami kemunduran. Fakta menunjukan bahwa dulu Negara Malaysia banyak yang
belajar di Indonesia, tapi sekarang kenyataannya pendidikan di Indonesia sudah tertinggal
dari Negara Malaysia. Salah satu faktor utamanya adalah manajemen yang kurang siap

menghadapi masa depan. Pada kesempatan ini, penulis akan memaparkan suatu
manajemen pendidikan dimasa depan, guna mendapatkan hasil pendidikan yang
diharapkan.
B. Perumusan Masalah
1. Apa yang harus direncanakan untuk menyusun manajemen pendidikan dimasa depan?
2. Mengapa manajemen pendidikan disusun?
3. Siapa yang menjadi pemimpin masa depan?
4. Kapan manajemen pendidikan dilaksanakan?
5. Dimana manajemen pendidikan dimasa depan dilaksanakan?
6. Bagaimana cara menyusun manajemen dimasa depan?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk menyusun manajemen pendidikan di masa akan datang
2. Mengetahui alasan penyusunan manajemen pendidikan
3. Mengetahui Ciri-ciri pemimpin masa depan
4. Mengetahui kapan menyusun manajemen pendidikan
5. Mengetahui tempat menyusun manajemen pendidikan
6. Mengetahui cara menyusun manajemen pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Pendidikan Dimasa Depan
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses yang merupakan daur (siklus)
penyelenggaraan pendidikan yang dimulai dari perencanaan, diikuti oleh
pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian tentang usaha
sekolah untuk mencapai tujuannya (Suryosubroto, 2004: 27). Selain itu manajemen
pendidikan juga didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang
berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam
organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
sebelumnya, agar efektif dan efisien (Suharsimi Arikunto & Lia Yuliana, 2008: 14). Dari
dua pandangan tentang manajemen pendidikan, dapat disimpulkan bahwa manajemen
pendidikan merupakan suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang merupakan daur
(siklus) penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan sebelumnya agar efektif dan efisien.
Masa depan merupakan zaman yang akan datang atau belum terjadi (Poerwadarminta,
1984: 634). Masa depan pendidikan perlu diperhatikan oleh para pendidik. Dimasa yang
akan datang, telah terpampang cita-cita dan harapan dari suatu pendidikan. Cita-cita dan
harapan pendidikan dapat terwujud jika sudah ada gambaran yang ada dimasa yang akan
datang.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pendidikan
dimasa depan merupakan manajemen pendidikan yang dirancang atau disusun untuk
menghadapi tantangan masa depan. Manajemen pendidikan mempunyai fungsi yang
harus dipahami oleh para manajer pendidikan masa depan. Fungsi tersebut antara lain:
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian. Perencanaan
pendidikan merupakan suatu proses mempersiapkan serangkaian keputusan untuk
mengambil tindakan pendidikan dimasa depan yang diarahkan kepada tercapainya
tujuan-tujuan dengan sarana yang optimal. Pengorganisasian pendidikan merupakan
usaha bersama oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah

ditetapkan sebelumnya, dengan mendayagunakan sumber-sumber yang ada agar dicapai
hasil yang efektif dan efisien. Pengarahan pendidikan merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh pimpinan pendidikan untuk memberikan penjelasan pendidikan, serta
bimbingan kepada para orang-orang yang ada dibawahnya sebelum dan selama
melaksanakan tugas. Pengkoordinasian dalam pendidikan merupakan suatu usaha yang
dilakukan pimpinan untuk mengatur, menyatukan, menserasikan, mengintegrasikan
semua kegiatan yang dilakukan bawahannya dalam dunia pendidikan.
Yang harus direncanakan pada penyusunan manajemen pendidikan adalah hasil yang
ingin dicapai dari pendidikan dan bagaimana kegiatan pendidikan tersebut dapat berjalan
dengan lancar tanpa adanya halangan suatu apapun.
B. Alasan Penyusunan Manajemen Pendidikan Masa depan
Manajemen pendidikan disusun untuk menghadapi tantangan pendidikan dimasa depan.
Dalam hal ini manager pendidikan atau gurulah yang mendapatkan tantangan tersebut.
Tantangan guru dimasa depan bangsa, antara lain untuk menghadapi: era globalisasi, era
informasi, era IPTEK, dan era perubahan cepat.
Guru sebagai manajer pendidikan harus selalu siap menghadapi tantangan tersebut. Salah
satunya adalah dengan menyusun serta merencanakan manajemen dimasa depan. Hal ini
perlu dilakukan guna meningkatkan mutu pendidikan yang ada.
C. Pemimpin Masa Depan
Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang siap menghadapi tantangan pendidikan
dimasa depan. Yang menjadi pemimpin masa depan adalah diri kita sendiri. Kita harus
siap menjadi seorang pemimpin dimasa depan.
Setiap orang berkompetensi untuk menjadi seorang pemimpin. Untuk menjadi seorang
pemimpin harus mempunyai bekal yang banyak. Bekal tersebut berupa cara membuat
manajemen yang bagus, mempunyai jiwa kepemimpinan, wawasan yang luas, serta
mempunyai hubungan sosial yang baik.
D. Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Masa depan
Pelaksanaan manajemen pendidikan harus dimulai dari sekarang. Istilah penundaan
pelaksanaan haruslah dihilangkan. Kita sebagai calon pemimpin masa depan harus
melaksanakan manajemen pendidikan dimasa depan dari sedini mungkin.
E. Tempat Pelaksanaan Manajemen Pendidikan
Tempat pelaksanaan manajemen pendidikan dimasa depan adalah ditempat yang kita
pijak saat ini. Kita bekerja di instansi pendidikan yaitu di sekolah dasar. Kita harus
melaksanakan pendidikan tersebut dimana kita mengajar.
F. Cara Menyusun Manajemen Pendidikan Dimasa Depan
Penyusunan manajemen pendidikan di masa depan harus memperhatikan: 1) intake, 2)
proses, 3) instrumental input, 4) environmental input, 5) out put, 6) out come. Intake
dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik. Intake dapat dilihat sejak adanya kegiatan
penerimaan murid baru. Pengadaan murid baru dilaksanakan dengan seleksi murid.
Seleksi murid tidak berdasarkan martabat serta status ekonomi siswa, tetapi berdasarkan
criteria umur. Dalam hal ini, juga harus menetapkan kapasitas atau jumlah calon yang
diterima. Pengumuman hasil seleksi dibuat sedemikian rupa sehingga bisa diketahui oleh
masyarakat luas.

Karakteristik dari intake harus diperhatikan. Intake yang ada diselidiki keadaannya, baik
dari segi ekonomi keluarga, rata-rata pendidikan di keluarga, gaya hidup keuarga, serta
persepsi keluarga terhadap pendidikan. Hal ini perlu dilaksanakan agar supaya intake
dapat diproses dengan mudah.
Suatu proses pendidikan dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor instrumental input dan
factor environmental input. Factor instrumental input mencakup beberapa unsur penting,
diantaranya adalah peserta didik, pendidik, kurikulum, manajemen, sarana dan prasarana,
serta stake holder atau komponen pendukung. Unsur peserta didik harus disusun
manajemennya dengan sebaik mungkin. Peserta didik dimanage sesuai dengan taksonemi
perkembangan anak, yang mencakup: ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Kurikulum merupakan suatu program pendidikan. Didalam kurikulum terdapat organisasi
kurikulum. Organisasi kurikuum merupakan pola atau bentuk penyusunan bahan
pelajaran yang akan disampaikan pada murid-muridnya. Kurikulum di Indonesia
sebenarnya sudah bagus, baik segi materi, serta tujuan yang ingin dicapai. Hanya saja
pelaksana dari kurikulum yang masih belum bisa menanggapinya dengan baik. Sebagai
calon pemimpinan masa depan, sebaiknya kita dapat melaksanakan kurikulum yang ada
dengan bagus dan syukur dengan menambahkan apa yang masih kurang pada kurikulum,
dan membuang unsur yang sia-sia atau muspro.
Pendidik merupakan faktor penentu berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan.
Memanage pendidik bukanlah hal yang mudah. Hal ini diakibatkan setiap pribadi
mempunyai perbedaan. Memanage pendidikan dimulai dari diri sendiri. Hal-hal yang
belum dilaksanakan dalam pendidikan adalah meningkatkan kualitas pendidik dengan
membuang hal-hal yang masih dianggap sia-sia.
Sarana dan prasarana serta komponen pendukung harus diperhatikan dengan jeli. Sarana
dan prasarana yang belum ada dilengkapi dengan meminta bantan baik kepada
pemerintah maupun kepada masyarakat sekitar.
Faktor environmental input pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi proses
pendidikan. Faktor environmental merupakan faktor yang berasal dari luar. Faktor itu
berupa lingkungan rumah siswa maupun lingkungan sekolah siswa.
Proses pendidikan yang dipengaruhi oleh instrumental input dan environmental input
yang bagus akan mempengaruhi output dari pendidikan. Dari output tersebut akan
mempengaruhi outcome. Sebagai seorang manajer pendidikan dimasa depan kita harus
memperhatikan hal-h