KEARIFAN TRADISIONAL DAN KEBIASAAN KEB

II. PEMBAHASAN

A. Kearifan Tradisional Masyarakat Adat
Masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat atas Kawasan Taman Nasional Wasur
Merauke, mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam dalam hubungannya
dengan tradisi adat dan budayanya memiliki kearifan-kearifan tradisional yang telah
dilakukan secara turun-temurun, T.S. Rahardjo (2008). Apabila ditelusuri kearifankearifan tradisional tersebut dari sector perikanan, terdapat beberapa jenis satwa
aquatik yang digunakan sebagai Totem. Totem bagi masyarakat adat merupakan
symbol dari marga tertentu dari suku tertentu pula, dimana jenis-jenis satwa/tumbuhan
yang digunakan sebagai totem ini dipercaya oleh masyarakat sebagai leluhur dari
marga tersebut. Bahkan diyakini oleh masyarakat adat bahwa jenis-jenis satwa yang
menjadi Totem ini dapat menyembuhkan penyakit apabila salah seorang anggota dari
marga dengan Totem tertentu mengalami sakit penyakit, hanya dengan mendekatkan
orang yang sakit tersebut dengan jenis satwa yang menjadi Totem dari orang tersebut.
Hasil penggalian kearifan tradisional masyarakat adat dalam kawasan Taman Nasional
Wasur, mendapatkan jenis-jenis satwa aquatic yang merupakan Totem dari masyarakat
adat dalam kawasan, sebagaimana tersaji pada Tabel 1., dibawah ini :
Tabel 1. Jenis Satwa Aquatik sebagai Totem Masyarakat Adat.
No.

Sub Suku


1.

Marori Men-gey

2.

Kanume

3.

Malind Mbuti

Nama Lokal
Mosor
Anda
Waf
Palala
Akakap lati
Ikan Kotif

Koumbow
Merju
Kiva/Kaloso
Keware
Olip Mbangom
Nambim
Koloso
Kepiting
Parara
Katif
Saleh
Mumu
Anda

Jenis
Nama Ina
Ikan gabus putih
Ikan kaca kecil
Ikan duri warna coklat
Udang rawa

Ikan kakap laki
Ikan Mata Bulan
Ikan Sumpit
Arwana
Arwana
Ikan Gabus
Arwana
Ikan kakap
Udang
Semua jenis ikan di laut
Siput laut
Ikan Sembilan

Nama latin
Oxyeleotris herwerdini
Ambassis agrammus
Arius carinatus
Lafes calcarifer bloch
Megalops cyprinoids
Mogurnda mogurnda

Toxotes lorentzi
Scerolopages jardinii
Scerolopages jardinii
Oxyeleotris sp.
Scerolopages jardinii
Lafes calcarifer bloch
Mogurnda mogurnda
Arius carinatus.

4

Rakum
No.

4.

Sub Suku

Yeinan


Nama Lokal
Ndamin ndamin
Nggus
Falat
Kabo-kabo
Ndua
Mosor
Maupang
Tung
Boboy
Pidercur
Koraw
Patel/Watenang
Kaloso
Billem gulalejro
Diblang

Ikan Sembilan rawa
Arius sp.
Jenis

Nama Ina
Nama latin
Ikan warna kuning di laut
Kepiting besar
Kepiting besar warna hijau Kepiting kecil sungai
Kepiting batu
Ikan kaca kecil
Ambassis agrammus
Ikan sumpit
Toxotes lorentzi
Ikan Gurame
Ikan kakap yang besar
Lafes sp.
Ikan kakap yang sedang
Lafes sp.
Ikan duri
Arius sp.
Ikan cucut
Arwana
Scerolopages jardinii

Arwana sisik merah
Scerolopages sp.
Udang Batu
-

Sumber : TS. Rahardjo (2008).

Dalam pengelolaan dan pemanfaatan jenis-jenis satwa yang merupakan Totem marga
tersebut, terdapat aturan-aturan adat yang wajib dipatuhi oleh seluruh masyarakat adat.
Aturan-aturan adat ini antara lain mengatur mengenai :
1. Waktu Pemanfaatan
Waktu pemanfaatan dari satwa ini dapat dimanfaatkan sepanjang tahun baik
dimusim panas maupun hujan, pada hak ulayat dari masing-masing marga dalam
masing-masing suku. Namun terdapat suatu kearifan tradisional dari masyarakat
yang dinamakan Sasi. Sasi adalah tindakan penutupan dusun berupa kebun, dusun
sagu, rawa atau lapang milik suatu marga dari suku tertentu terhadap kegiatan
pemanfaatan. Sasi ini bagi masyarakat adat dilakukan apabila ada anggota keluarga
dari marga pemegang hak ulayat dari dusun tersebut yang meninggal dunia, dimana
sasi dilaksanakan selama 1-2 tahun.


Gambar 1. Ikatan Alang-alang sebagai tanda adanya sasi
5

Biasanya sasi suatu dusun ditandai dengan adanya ikatan alang-alang pada sebatang
kayu atau pohon seperti terlihat pada Gambar 1. Pelepasan ikatan alang-alang
tersebut dilaksanakan dengan suatu acara adat buka sasi, dimana semua anggota
dari suku hadir dan diundang oleh marga yang bersangkutan untuk secara bersamasama memanen hasil dari tempat yang disasi misalnya memanen ikan dari rawa.
Kegiatan adat sasi ini memberikan dampak yang positif bagi alam, dimana alam
dapat melakukan peremajaan, sehingga pada saat sasi dibuka, daerah tersebut telah
memiliki stok yang pangan yang baik baik kualitas maupun kuantitasnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka tradisi sasi adat ini dapat dikatakan sebagai suatu
bentuk tindakan konservasi alam secara tradisional. Kegiatan adat Sasi dari
masyarakat adat dalam kawasan pernah didokumentasikan dalam bentuk film
documenter yang dibuat dan disutradai oleh seorang sutradara film Indonesia
terkenal yaitu Garin Nugroho dan ditayangkan di salah satu TV swasta Nasional
dengan judul Kawan ku di Rawa Biru.
2. Cara Pemanfaatan
Aturan mengenai cara pemanfaatan terhadap jenis-jenis satwa Totem ini antara lain
mengatur mengenai:
a. Peralatan dan bahan yang dapat digunakan, misalnya penangkapan ikan dengan

menggunakan jareing atau pancing, atau dengan tuba kemudian baru dipanah
atau ditumbak. Pada saat menjaring harus ditunggui. Akar tuba yaitu akar dari
tuba yang

digunakan untuk membuat pusing ikan disungai sehingga ikan

yang pusing-pusing mudah untuk ditangkap dan dimakan oleh masyarakat.
b. Dalam penggunaannya harus mendapat ijin dari marga pemilik Totem dan tidak
boleh digunakan dengan sembarangan agar ikan tidak mati dan keracunan dan
manusia juga tidak ikut keracunan
c. Jumlah dan ukuran satwa yang diambil, misalnya pada waktu/musim kering
tertentu jumlah pengambilan dikurangi dengan tujuan untuk memberikan
kesempatan kepada alam untuk tumbuh kembali, atau jumlah ikan yang diambil
secukupnya, hanya untuk kebutuhan hari itu saja.
d. Ikan dapat digoreng, direbus atau dibakar, dimana Ikan yang mati atau busuk
harus dikubur atau dibakar hingga hangus.

6

3. Pemanfaat atau Pengguna

Aturan bagi yang memanfaatkan yang berlaku dimasyarakat, misalnya anak kecil
tidak boleh makan ikan/satwa yang masih muda (anakan). Atau misalnya pula ada
beberapa jenis ikan yang tidak boleh dimakan atau diambil dari sungai atau rawa
oleh perempuan yang sedang menstruasi.
4. Sanksi Bagi Pelanggaran
Hukuman atau sanksi bagi yang melanggar aturan tersebut dibedakan atas dua
bagian yaitu:
a. Hukuman langsung berupa denda yang dibayarka secara adat dengan babi atau
dengan wati sejenis tumbuhan adat untuk keperluan upacara adat, atau
hukuman cambuk.
b. Hukuman tidak langsung yaitu hukuman berupa kutukan tanah leluhur yaitu
yang bersangkutan akan menderita sampai mati atau salah satu turunannya akan
sakit, menderita dan akhirnya akan mati.
5. Tempat Hidup/Habitat Satwa Totem
Terdapat pula aturan-aturan terhadap habitat atau tempat hidup dari satwa Totem,
misalnya bunga Teratai pada rawa tidak boleh diambil sembarangan, hanya dapat
diambil untuk keperluan perlengkapan dalam upacara adat. Karena selain teratai
juga merupakan totem, bunga ini berguna menjaga rawa tidak cepat kering dan
menjadi pelindung bagi ekosistem satwa-satwa aquatic yang menjadi Totem.
B. Kebiasaan-kebiasaan Harian Masyarakat Adat

Kebiasaan-kebiasaan masyarakat adat dalam Kawasan Taman Nasional Wasur yang
dalam kehidupannya sehari-harinya di bidang perikanan lebih banyak ditemui sebagian
besar pada kampung-kampung di bagian selatan kawasan yang merupak sector pantai.
Kebiasaan masyarakat di bidang perikanan yang ditemui adalah adanya usaha-usaha
pembuatan ikan asin kering, dimana masyarakat menangkap ikan baik dari rawa-rawa
dalam kawasan maupun dari laut, yang tetap mengacu kepada aturan-aturan adat yang
berlaku.
Jenis-jenis ikan yang diambil sebagai bahan baku pembuatan ikan asin kering adalah
sebagian besar merupakan jenis-jenis ikan eksotik yang berbahaya bagi kawasan,
yaitu : ikan Gastor/Gabus Toraja (Channa striata), Ikan Betok (Anabas testudineus)
7

dan ikan Mujair (Oreochromis mossambica). Ikan asin kering hasil industry rumah
tangga dari masyarakat adat dari kawasan Taman Nasional Wasur kemudian dipasarkan
langsung ke Kota Merauke atau dijual kepada para pembeli/penampung hasil yang
datang ke kampung-kampung pemukiman masyarakat tersebut.

Gambar 2. Jenis ikan Betik (Invasif eksotik berbahaya) dan usaha ikan asin kering
Melihat kepada jenis-jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembauatan ikan
asin kering tersebut, maka kebiasaan masyarakat ini telah turut membantu
mengendalikan invasi dari jenis-jenis ikan eksotik invasive berbahaya tersebut. Dimana
disatu sisi, masyarakat mendapatkan penghasilan dengan adanya pengembangan usaha
tersebut, dan di sisi lain masyarakat turut mengendalikan gangguan serta mengurangi
ancaman terhadap keseimbangan ekosistem dalam kawasan Taman Nasional Wasur.

8