ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR PRODUK TEKSTIL PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 1987 - 2009

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR PRODUK TEKSTIL PROPINSI JAWA TIMUR

TAHUN 1987 - 2009

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada Universitas Sebelas Maret Surakarta

Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Oleh :

AGUNG NUGROHO K.M

F 1104016

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

Skripsi ini telah di setujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Persetujuan Pembimbing :

Pembimbing Utama

Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si. NIP. 195601181986011001

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari

Tim Penguji Skripsi : Nama Terang

Tanda Tangan

Ketua : Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si. …………………….

Sekretaris : Drs. Supriyono, M.Si …………………….

Anggota : Dwi Prasetyani, SE, M.Si. …………………….

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka

Surakarta, 2 Juni 2011

AGUNG NUGROHO K.M

F 1104016

commit to user

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan iu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari pekerjaan atau tugas, kerjakanlah yang lain dengan sungguh.

(Q.S. Al Nasyirah : 6-7)

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu ’.

(Q.S. Al-Baqarah : 45)

commit to user

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT, hormat dan terima kasih kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Bapak dan Ibu tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya.

2. Saudara-saudaraku yang telah memberikan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Sahabat dan teman-teman yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

4. Almamater

commit to user

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan, rahmat, berkat hidayah dan inayah-Nya, serta dengan usaha yang sungguh-sungguh akhirnya penulis dapat menyesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis haturkan kepada:

1. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala perijinannya sebagai persyaratan pelaksanaan penelitian.

2. Ketua Jurusan Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas perijinan terhadap penelitian ini.

3. Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si., selaku Pembimbing Utama yang dengan arif dan bijaksana yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta pada umumnya, dan pada khususnya Staf Pengajar di Jurusan Studi Pembangunan yang telah memberikan pengetahuan sehingga membantu dalam penulisan skripsi ini.

commit to user

khususnya di Fakultas Ekonomi yang membantu dalam segala hal yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan segala do’a dan kasih sayangnya selama ini.

7. Saudara-saudaraku yang selalu memberikan support, doa dan kasih sayangnya selama ini.

8. Teman-teman semua di IESP ’04, terima kasih atas saran dan perhatiannya.

9. Sobat-sobat semua: terima kasih atas perhatian dan keceriaannya.

10. Semua pihak-pihak yang bersangkutan dalam membantu penulisan dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, maka segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun dalam perbaikan skripsi ini sangatlah penulis harapkan. Wassalaamu’alaikum Wr. Wb..

Surakarta, 2 Juni 2011

Penulis

commit to user

A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................

30

B. Data dan Sumber Data ...........................................................

30

C. Metode Pengumpulan Data ....................................................

30

D. Model dan Alat Analisis .........................................................

31

E. Pengujian Statistik...................................................................

34

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ...................................

43

A. Deskripsi Data Variabel yang Diteliti .....................................

43

B. Model Analisis .......................................................................

48

C. Hasil Analisis ..........................................................................

49

D. Pengujian Asumsi Klasik .......................................................

50

1. Uji Multikolinieritas ..........................................................

50

2. Uji Heteroskedastisitas ......................................................

51

3. Uji Autokorelasi ................................................................

52

E. Pengujian Kriteria Statistik ....................................................

54

1. Uji secara individual (t – test) ............................................

54

2. Uji secara Keseluruhan (Uji F) ..........................................

57

3. Koefisien Determinasi (R 2 ) ................................................

58

F. Interpretasi Ekonomi ..............................................................

59 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................

62

A. Kesimpulan ..............................................................................

62

B. Saran ........................................................................................

63 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user

commit to user

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Ekspor Produk Tekstil

Propinsi Jawa Timur Tahun 1987-2009.

AGUNG NUGROHO K.M.

NIM. F1104016 .

Perdagangan internasional menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang bagi setiap negara untuk mengekspor barang-barang yang diproduksinya. Dari ekspor, maka negara memperoleh keuntungan, pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Tekstil sebagai komoditi ekspor non migas diharapkan menjadi andalan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui pengaruh produksi tekstil, harga tekstil di pasar ekspor, investasi pada industri tekstil, dan kurs dollar US$ terhadap pertumbuhan ekspor produk tekstil Jawa Timur tahun 1987 – 2009; 2) Untuk mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor produk tekstil Jawa Timur tahun 1987 – 2009.

Variabel dalam penelitian ini adalah ekspor tekstil sebagai variabel dependen (Y) dan variabel independen yang terdiri dari produksi tekstil (X 1 ), harga tekstil luar negeri (X 2 ), investasi pada industri tekstil (X 3 ), kurs valuta asing (X 4 ) dan ekspor tekstil 1 tahun sebelumnya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan model Partial Adjustment Model (PAM) kemudian dilanjutkan dengan uji kepenuhan asumsi klasik.

Berdasarkan hasil analisis data diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil pengujian koefisien (uji t) menunjukkan bahwa ada tiga variabel berpengaruh terhadap ekspor tekstil dan dua variabel yang lain tidak berpengaruh. Variabel yang berpengaruh adalah harga tekstil luar negeri (a=1%), investasi pada industri tekstil (a=5%), ekspor tekstil 1 tahun lalu (a=1%), sedangkan variabel yang tidak berpengaruh adalah produksi teksil dan kurs valuta asing pada taraf signifikansi hingga 10% (a=10%); 2) Hasil analisis menunjukkan bahwa harga tekstil luar negeri berpengaruh dominan terhadap ekspor tekstil. Hal ini terbukti dari hasil koefisien beta variabel harga tekstil luar negeri (0,588) lebih besar dari koefisien beta variabel lainnya. Artinya peningkatan harga tekstil luar negeri sebesar 1%, dalam jangka panjang dipastikan akan meningkatkan jumlah ekspor tekstil sebesar 1,050%; 3) Koefisien penyesuaian terbukti lebih meningkatkan ekspor tekstil dalam jangka panjang jika terjadi peningkatan pada setiap variabel.

Kata kunci: produksi tekstil, harga tekstil, investasi pada industri tekstil, kurs valuta asing, pertumbuhan ekspor produk tekstil

commit to user

ABTRACT

Analysis Of Factors Affecting The Value Of Export Of Textile Products East

Java Province Year 1987 – 2009.

Agung Nugroho K.M.

NIM. F1104016. International trade creates benefits by providing opportunities for each country to

export goods produced. Of exports, the country benefited, rising national income, which in turn increase the amount of output and economic growth. Textiles as a non-oil commodity exports are expected to be a mainstay in the enhancement of economic growth in East Java Province. The purpose of this study were: (1) To determine the influence of textile production, textile prices in export markets, investment in the textile industry, and the dollar exchange rate of U.S. $ against the growth of exports of textile products in East Java in 1987 to 2009; 2) To determine the most dominant factor effect on export growth of textile products in East Java in 1987 to 2009.

The variables in this study is the export of textiles as the dependent variable (Y) and independent variables consisting of textile production (X 1), the price of foreign textiles (X 2), investment in the textile industry (X 3), foreign exchange

rates (X 4 ) and exports of textiles a year earlier. The types of data used in this

research is secondary data. Methods of data analysis used is multiple regression analysis model with Partial Adjustment Model (PAM) followed by a test of the fullness of classical assumptions.

Based on the analysis of data drawn conclusions as follows: 1) The coefficient test (t test) showed that three variables affect the exports of textiles and the other two

variables have no effect. Variables that influence the price of foreign textiles (a = 1%), investment in the textile industry (a = 5%), exports of textiles a year ago (a = 1%), while variables that do not affect the production of textiles and foreign exchange rates at up to 10% significance level (a = 10%); 2) The analysis showed that the price of foreign textiles dominant effect on exports of textiles. This is evident from the results of the beta coefficient of the variable rates of foreign textiles (0.588) greater than beta coefficients of other variables. That is an increase in overseas textile prices by 1%, in the long run will certainly increase

the amount of textile exports at 1.050%, 3) the adjustment coefficient prove to further enhance textile exports in the long run if there was an increase in each variable.

Key words: textile production, textile prices, investment in the textile industry, foreign exchange rates, export growth of textile products

commit to user

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan mengandung arti suatu usaha atau serangkaian usaha yang pada hakekatnya merupakana suatu proses perubahan yang bersifat terus menerus dan melakukan perbaikan serta peningkatan yang menuju ke arah tujuan yang dicapai yaitu dari keadaan tertentu. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan pemerintah bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil maupun spirituil. Pembangunan suatu negara bisa dikatakan berhasil bila ditunjang dengan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang baik dan berkualitas. Kegiatan ekonomi diantaranya adalah kegiatan pada sektor industri yang senantiasa terus bertambah produktif dengan pertumbuhan yang lebih cepat diikuti sektor-sektor lain yang tumbuh.

Pembangunan sektor perdagangan sangat penting dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan usaha, dan memperluas kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Sejalan dengan laju pertumbuhan dan perubahan struktural ekonomi nasional, maka penting pula peranan sektor perdagangan dengan cara memperlancar arus barang dan jasa dan mengusahakan dan menjaga tingkat harga menjadi relatif stabil.

commit to user

kebutuhannya tanpa kerja sama dengan negara lain. Adanya kemajuan teknologi yang sangat cepat dapat membantu mengatasi adanya kebutuhan tersebut. Di sisi lain semakin meningkatnya produksi barang-barang dan jasa- jasa yang dibutuhkan tersebut memerlukan distribusi dan regulasi untuk ekspor atau impor. Barang-barang yang tidak dapat diperoleh di dalam negeri akan semakin meningkatkan perdagangan antar negara dengan cepat.

Perdagangan internasional dirasakan semakin sangat berarti bagi pembangunan di setiap negara di dunia. Setiap negara telah mengakui bahwa perdagangan internasional itu menguntungkan dan meningkatkan pembangunan nasional melalui proses peningkatan pertumbuhan ekonomi. Seperti yang dikemukakan oleh Haberier, bahwa perdagangan internasional telah memberikan sumbangan luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi di negara kurang berkembang di abad ke 19 dan 0, selain itu dapat diharapkan pertumbuhan tersebut akan sama di masa yang akan datang dan bahwa perdagangan bebas dengan sedikit perbaikan atau penyimpangan tidak mendasar atau marginal adalah kebijaksanaan yang terbaik dilihat dari sudut pembangunan ekonomi (Jhingan, 1993 : 263-264).

Perdagangan internasional menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang bagi setiap negara untuk mengekspor barang-barang yang diproduksinya menggunakan sumber daya yang langka di negara tersebut. Dari perdagangan luar negeri, maka negara memperoleh keuntungan, pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan

commit to user

setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan.

Ekspor non migas yang menjadi unggulan Indonesia adalah industri tekstil, pakaian jadi dan kulit, dimana sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar 29,3%, diikuti sektor bahan galian non logam, serta makanan dan minuman (Indonesian Textile Magazine, 25 November 2002). Tekstil sebagai komoditi ekspor non migas menjadi andalan perekonomian Indonesia. Produk tekstil Indonesia telah menembus pasar Eropa dan Amerika. Nilai ekspor komoditi tekstil dari tahun ke tahun semakin meningkat. Komoditi Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) meliputi produk serat, kain lembaran, pakaian jadi dan produk tekstil lainnya merupakan salah satu komoditi yang diandalkan untuk memberikan kontribusi sebagai penyumbang devisa terbesar dari ekspor non migas dan membantu mengatasi masalah penyerapan tenaga kerja.

Peningkatan nilai ekspor TPT yang merupakan komodtas andalan ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan antara lain dengan mengoptimalkan penggunaan kuotanya. Dalam rangka optimalisasi penggunaan kuota untuk meningkatkan perolehan devisa dan dalam rangka pelaksanaan Undang- undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah dilakukan penyempurnaan terhadap SK. Menperindag No. 02/MPP/Kep/1/2001 tangaal

4 Januari 2001 dengan SK yang baru yaitu tertuang dalam SK Menperindag No. 311/MPP/Kep/10/2001 tanggal 30 Oktober 2001 tentang ketentuan Kuota Ekspor Textile dan Produk Textile dan Keputusan Direktur Jendral

commit to user

2001 dan No. 03/DJPLN/KP/XI/2002 sebagai petunjuk pelaksanaannya (Indonesian Textile Magazine, 25 November 2002).

Industri tekstil yang menghasilkan devisa ekspor sangat bermanfaat bagi pembiayaan kelangsungan pengembangan perekonomian bagi negara berkembang seperti Indonesia, industri tersebut masih merupakan industri yang mendapatkan prioritas untuk dikembangkan. Hal tersebut sangat beralasan, mengingat industri jenis ini pada umumnya masih bersifat padat karya sehingga mampu menyerap angkatan kerja dalam jumlah cukup banyak. Dilain pihak ketidakstabilan sektor moneter dan lembaga perbankan disertai dengan tingginya tingkat bunga mengakibatkan terganggunya akumulasi modal kerja dalam melakukan kegiatan perdagangan internasional. Pembiayaan ekspor sebagai bagian dari ongkos produksi menjadi meningkat tinggi dan tidak lancar. Hal ini akan menjadikan daya saing produk tekstil di pasar ekspor semakin menurun.

Menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), sepanjang 2002 terdapat sekitar 76 pabrik TPT yang diragukan aktivitasnya alias berhenti berproduksi atau beralih komoditas. Sebagian lainnya bahkan resmi menyatakan gulung tikar. Tidak jarang pabrik yang mulai oleng usahanya beralih menjadi trader dengan mengimpor produk dari luar negeri dan menjualnya di pasar lokal karena dinilai lebih menguntungkan. Kondisi ini tentu saja diikuti dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran di industri ini (Purwoko, 2003).

commit to user

ada 64 perusahaan yang melakukan PHK sebanyak 19.038 pekerja. Tutupnya pabrik TPT selama 2002 terjadi akibat a.l. kenaikan beban biaya produksi yang semakin berat seperti kenaikkan BBM, TDL, Terminal Handling Charge (THC), pajak, pungutan daerah (retribusi) yang makin hari makin mencekik leher. Dari sisi ekspor, ternyata lebih parah lagi. Kinerja TPT nasional dalam tiga tahun terakhir, sejak 1999 hingga 2001 naik turun tanpa pola. Pada 1999 nilai ekspor TPT nasional sebanyak 1.642 ton atau senilai US$7,2 miliar naik menjadi 1.734 ton atau US$8,2 miliar pada 2000. Namun turun kembali menjadi hanya 705 ton atau senilai US$7,6 miliar pada 2001. Angka ekspor tidak pernah lagi menyentuh angka US$8 miliar. Tahun 2002 kinerja ekspor TPT tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan, bahkan cenderung stagnan pada nilai ekspor 2001. Hingga Agustus 2002, ekspor TPT nasional hanya 1.187 ton senilai US$4,6 miliar. Padahal dalam periode sama sebelumnya, ekspor TPT sebanyak 2.092 ton. Salah satu sebab stagnasi ekspor TPT 2002 adalah banyaknya masalah yang kurang mendukung peningkatan ekspor (Purwoko, 2003).

Indonesia adalah salah satu negara bekembang pengekspor TPT yang tergabung dalam kelompok organisasi International Textile and Clothing Bureau (ITCB), bersama negara-negara berkembang lain untuk memperjuangkan masa proses integrasi Multi Fibre Arrangement (MFA) ke dalam ketentuan GATT/WTO dalam waktu 10 tahun (sejak diberlakukannya Persetujuan Pembentukan WTO). Pengaturan TPT berbeda dengan pada masa

commit to user

berdirinya WTO ini, terhadap pengaturan TPT dilakukan proses integrasi yaitu memasukan TPT terikat ke dalam kelompok Multilateral Trade in Goods

yaitu dalam Agreement on Textiile and Clothing (ATC). Sebagai negara pengekspor tektil dunia, tahun 1996 Indonesia menempati posisi ke 10 dengan ekspor sebesar US$6,8 milyar, sementara pada tahun 2000 berada pada posisi ke 17 niai ekspor sebesar US$ 8,3 milyar. Posisi ekspor tekstil Nasional di pasar dunia menunjukan penurunan tingkat daya saing. Hal ini perlu dicermati bahwa Indonesia tidak dapat mengharapkan pertumbuhan ekspor yang tinggi hanya dengan bertahan pada produk bernilai tambah yang rendah (Purwoko, 2003).

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia Tahun

1999-2001

Tahun

Jumlah Ekspor Kuota

(dalam US$)

Jumlah Ekspor Non Kuota (dalam US$) 1999

2,36

7,2 milyar - 2000

7,65 milyar -6,73% Kontribusi

46%

54% Sumber: Indonesian Textile Magazine, 25 November 2002

Perkembangan nilai ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)

commit to user

dengan tahun 1999, yaitu mengalami peningkatan sebesar dari US$ 7,2 milyar pada tahun 1999 menjadi 8,2 milyar pada tahun 2000. Perkembangan nilai ekspor TPT kuota dan nonkuota tahun 2001 dibandingkan tahun 2000 mengalami penurunan sebesar 6,73% dari US$ 8,20 milyar menjdai US$7,65 milyar (Indonesian Textile Magazine, 25 November 2002).

Sektor industri tekstil sebagai penghasil komoditas ekspor di Indonesia masih dihadapkan kepada permasalahan-permasalahan yang bersifat klasik dan dinamis yaitu daya saing, mutu dan biaya operasional perusahaan yang tinggi. Dilain pihak ketidakstabilan sektor moneter dan lembaga perbankan disertai dengan tingginya tingkat bunga mengakibatkan terganggunya akumulasi modal kerja dalam melakukan kegiatan perdagangan internasional. Pembiayaan ekspor (pre-ship-ment & post shipment) sebagai bagian dari ongkos produksi menjadi meningkat tinggi dan tidak lancar. Masalah lain yang diakibatkan ketidakstabilan sector moneter dan perbankan adalah tingkat kepercayaan bank mitra dagang asing yang semakin menurun; system pembayaran luar negeri dalam bentuk L/C menjadi sulit dilaksanakan, karena persyaratan margin deposit yang sangat tinggi. Sektor industri tekstil semakin sulit untuk berkompetisi karena ongkos produksi melambung tinggi. Dibanding beberapa negara Asia lain yang menjadi pesaing Indonesia di pasar tekstil dunia, ongkos produksi untuk komponen BBM dan listrik sangat tinggi sehingga kehilangan daya saingnya karena harga yang tinggi. Meski perdagangan tektil dalam negeri dalam tiga tahun terakhir menunjukkan angka peningkatan namun pelaku usaha di sektor ini mengklaim tidak menikmati pertumbuhan pasar domestik karena menurunnya ekspor.

commit to user

Timur Tahun 1987-2009

Produksi

Peningkatan / Periode

Production (juta rupiah)

3,88 Sumber: BPS Jawa Timur

Jawa Timur Dalam Angka (1987-2009)

Untuk total pakaian jadi di pasar Amerika misalnya, sampai dengan Juni 2004 Cina telah menguasai pasar pakaian sebesar 12,98% padahal sampai dengan tahun 2000 pangsa pasarnya baru mencapai 7,86%. Sementara untuk

commit to user

merebut pangsa pasar negara lain secara signifikan. Angka ini masih terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Sebagai contoh untuk kategori 239 (pakaian anak-anak) sebelum kuotanya dibebaskan pangsa pasar Cina baru mencapai 6,97%. Akan tetapi setelah kuotanya dibebaskan langsung menggeser posisi dan merebut pangsa pasar negara lain dengan menguasai pasar 51,71% sampai dengan Juni 2004. Dalam beberapa tahun terakhir investasi besar-besaran terus mengalir ke Cina dan saat ini menjadi importer mesin tekstil terbesar dunia dari berbagai jenis dan merek. Kapasitas produksinya telah mencapai lebih dari 60% dari total kapasitas produksi TPT dunia dengan kemampuan produksi berbabagai jenis dan tingkatan mutu dengan harga murah. Kondisi ini akan terus menjadi ancaman negara lain khususnya Indonesia yang juga merupakan negara pengekspor produk tekstil (Bisnis Indonesia, 20 September 2004).

Sektor industri tekstil semakin sulit untuk berkompetisi karena ongkos produksi menjadi melambung tinggi. Bahkan di pasar dalam negeri sekalipun mereka sulit bersaing dengan barang impor yang diyakini masuk secara ilegal. Dibanding beberapa negara Asia lain yang menjadi pesaing Indonesia di pasar tekstil dunia, ongkos produksi untuk komponen BBM dan listrik sangat tinggi sehingga kehilangan daya saingnya. Meski perdagangan tektil dalam negeri dalam tiga tahun terakhir menunjukkan angka peningkatan namun pelaku usaha di sektor ini mengklaim tidak menikmati pertumbuhan pasar domestik (Ariwibowo, 2003).

commit to user

terhadap komoditi TPT dan tetap melaksanakan komitmen untuk mengintegrasikan TPT dalam persetujuan yang telah disepakati. Manajemen kuota TPT di Indonesia dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan N0. 311/MPP.Kep/10/2001 tanggal 30 Oktober 2001 tentang Ketentuan Kuota Ekspor Textile dan Produk Textile dan Keputusan

Direktur Jenderal

perdagangan

Luar Negeri No. 11/DJPLN/KP/XI/2001 tanggal 13 Nopember 2001 dan 03/DJPLN/KP/ II/2002 sebagai petunjuk pelaksanaannya. Perusahaan yang dapat melakukan ekspor TPT kuota adalah perusahaan yang telah mendapatkan pengkuan sebagai Ekspor Terdaftar Textile dan Produk Textile (ETTPT).

Propinsi Jawa Timur sebagai daerah penghasil TPT diharapkan dapat mengikuti perkembangan produksi dan perdaganganya di pasar international. Memang setiap perekonomian akan selalu dihadapkan pada permasalahan, produksi, distribusi dan konsumsi. Permasalahan distribusi sejalan dengan permasalahan sektor perdagangan. Aktivitas sektor perdagangan merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai kegiatan dalam pengeluaran barang dan bahan dari sektor produksi sampai konsumen. Dengan demikian sektor perdagangan berperan menyalurkan sesuai dengan keinginan konsumen untuk memperoleh barang pada saat tepat dengan harga terjangkau.

Perekonomian di Jawa Timur pada tahun 2008, menurut Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 1993 digunakan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 23,86%, diikuti

commit to user

20,23% sedangkan sektor-sektor yang kontribusinya kecil adalah sektor penggalian sebesar 1,52% sektor listrik dan air minum sebesar 1,20% dan sektor angkutan dan komunikasi sebesar 5,25%. Hal ini menjadi sinyal positif terhadap perkembangan perekonomian dan investasi di Jawa Timur.

Investasi pada sektor industri di Propinsi Jawa Timur lebih diarahkan pada sektor-sektor dan kelompok-kelompok masyarakat yang diharapkan dapat memberikan profitabilitas yang tinggi. Sektor industri yang modern yang umumnya berada di perkotaan dijadikan sebagai sektor unggulan dan kelompok pemilik modal besar dijadikan sebagai agen utama penggerak roda pembangunan. Pembangunan sektor perdagangan di Jawa Timur juga sangat penting dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam penciptaan lapangan usaha serta perluasan kesempatan kerja dalam peningkatan pendapatan. Sejalan dengan laju pertumbuhan dan perubahan struktural ekonomi, maka penting pula peranan sektor perdagangan antara lain memperlancar arus barang dan jasa, mengusahakan dan menjaga tingkat harga menjadi relatif stabil dan peningkatan nilai tambah yang dihasilkan serta kemampuannya menyerap tenaga kerja yang cukup besar.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul: "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR PRODUK TEKSTIL PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 1987 - 2009”.

commit to user

1. Apakah faktor-faktor nilai produksi tekstil, harga tekstil di pasar ekspor, investasi pada industri tekstil, dan kurs dollar US$ berpengaruh terhadap nilai ekspor produk tekstil Jawa Timur tahun 1987 – 2009 ?

2. Faktor-faktor manakah yang paling dominan dalam mempengaruhi nilai ekspor produk tekstil Jawa Timur tahun 1987 – 2009 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai produksi tekstil, harga tekstil di pasar ekspor, investasi pada industri tekstil, dan kurs dollar US$ terhadap nilai ekspor produk tekstil Jawa Timur tahun 1987 - 2009.

2. Untuk rnengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap

nilai ekspor produk tekstil Jawa Timur tahun 1987 - 2009.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam memberikan gambaran mengenai nilai ekspor tekstil Jawa Timur tahun 1987 - 2009.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian sejenis

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Industri Tekstil

1. Definisi Industri Istilah industri mempunyai dua arti, pertama dapat berarti himpunan-himpunan perusahaan yang sejenis seperti industri kosmetik, industri tekstil dan sebagainya. Kedua, dapat pula sebagai suatu hal ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi maupun barang setengah jadi, kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat maksimal, elektrikal atau bahkan manual (Dumairy, 1997: 227).

Ditinjau dari sudut luasnya, pada dasarnya industri dibagi tiga golongan yaitu:

a. Industri Kecil

b. Industri Menengah

c. Industri Besar Dilihat dari klasifikasi industri, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (Arsyad, 1992 : 34). Pertama, pengelompokan industri yang dilakukan pleh Departemen Perindustrian dan perdagangan, industri di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan hubungan Arus Produknya menjadi:

commit to user

1) Industri Kimia Dasar

2) Industri mesin, Logam Dasar dan Elektronika

b. Industri Hilir, yang terdiri atas:

1) Aneka Industri

2) Industri Kecil Kedua, penggolongan industri dengan pendekatan besar kecilnya skala usaha yang dilakukan oleh beberapa lembaga dengan kriteria tertentu.

Peranan tenaga kerja juga sangat besar dalam menentukan tingkat efisiensi perusahaan. Untuk itu, sektor industri dapat dikelompokkan menurut tenaga kerja (BPS, 1996-2000 : 12):

a. Industri Rumah Tangga, yaitu usaha industri yang memiliki jumlah tenaga kerja 1 – 4 orang.

b. Industri Kecil, yaitu usaha industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang.

c. Industri sedang, yaitu industri yang memiliki jumlah tenaga kerja 20 –

99 orang.

d. Industri Besar, yaitu industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih.

Mulai tahun 1995 penetapan jenis-jenis industri berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 75/M/1995, tentang penetapan jenis-jenis industri dalam pembinaan masing-masing Direktorat Jendral dan kewenangan pemberian ijin usaha industri dan ijin usaha kawasan

commit to user

industri sebagai berikut:

a. Industri Logam, Mesin dan Elektronika (ILME)

b. Industri Kimia (INKIM)

c. Industri Aneka (IA)

d. Industri Hasil Pertanian Penggolongan industri yang telah dilakukan ileh organisasi industri pada PBB (UNIDO) dikenal dengan nama International Standart Industrial Classification (ISIC). Penggolongan terbesar dengan kode satu digit untuk sektor industri pengolahan dan manifaktur sektor tiga, selanjutnya terbagi lagi ke dalam dua digit sebagai berikut:

31 = Kelompok industri makanan, minuman dan tembakau

32 = Kelompok industri tekstil, pakaian jadi dan kulit

33 = Kelompok industri bambu, rotan, kayu dan barang-barang dari

kayu, termasuk alat-alat rumah tangga dari kayu

34 = Kelompok industri kertas, barang-barang dari kertas, percetakan

dan penerbitan

35 = Kelompok industri kimia, barang-barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan barang-barang dari plastik

36 = Kelompok industri barang-barang galian bukan logam kecuali

minyak bumi dan batu bara

37 = Kelompok industri logam dasar

commit to user

perlengkapannya

39 = Kelompok industri pengolahan lainnya

2. Industri Tekstil Komoditi Tekstil dan Produk (TPT) yang meliputi produk serat, kain lembaran, pakaian jadi dan produk tekstil lainnya merupakan salah satu komoditi yang diandalkan untuk memberikan kontribusi sebagai penyumbang devisa terbesar dari ekspor non migas dan membantu mengatasi masalah penyerapan tenaga kerja.

Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) diharapkan menjadikan sektor tambang devisa nonmigas. Kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) bisa digenjot sampai US$12 miliar setahun pada tahun 1996. Karenanya, pada masa itu, industri ini menjadi anak kesayangan dan memperoleh perhatian serius pemerintah. Apalagi industri ini mampu memberikan lapangan kerja kepada sekitar 1,2 juta pekerja yang menggantungkan nafkah pada industri ini. Kini keadaan berubah. Sejak krisis 1997 yang menghancurkan struktur ekonomi nasional, industri ini masih mencoba bertahan dengan melakukan berbagai efisiensi.

Meski keadaan yang tidak menguntungkan itu telah menyebabkan tutupnya sedikitnya 64 pabrik orienstasi ekspor, industri ini sampai sekarang masih eksis. Namun, keadaan menjadi semakin buruk setelah awal Januari lalu pemerintah menaikkan harga BBM, tarif listrik dan

commit to user

untuk berkompetisi karena ongkos produksi menjadi melambung tinggi. Bahkan di pasar dalam negeri sekalipun mereka sulit bersaing dengan barang impor yang diyakini masuk secara ilegal.

Di banding beberapa negara Asia lain yang menjadi pesaing Indonesia di pasar TPT dunia, ongkos produksi untuk komponen BBM dan listrik terlihat kedodoran hingga kehilangan daya saingnya. Meski perdagangan TPT dalam negeri dalam tiga tahun terakhir menunjukkan angka peningkatan namun pelaku usaha di sektor ini mengklaim tidak menikmati pertumbuhan pasar domestik.

Komoditi Tekstil dan Produk (TPT) yang meliputi produk serat, kain lembaran, pakaian jadi dan produk tekstil lainnya merupakan salah satu komoditi yang diandalkan untuk memberikan kontribusi sebagai penyumbang devisa terbesar dari ekspor non migas dan membantu mengatasi masalah penyerapan tenaga kerja.

Nilai ekspor no migas Indonesia pada tahun 2001 sebesar US$43,41 milyar sedangkan nilai ekspor migas pada tahun 2000 periode yang sama sebesar US$ 47,76 milyar, terjadi penurunan sebesar 9,11%. Sebagai negara pengekspor TPT dunia, tahun 1996 Indonesia menempati posisi ke 10 dengan ekspor sebesar US$6,8 milyar, sementara pada tahun 2000 berada pada posisi ke 17 niai ekspor sebesar US$ 8,3 milyar. Posisi ekspor TPT Nasional di pasar dunia menunjukan penurunan tingkat daya

commit to user

pertumbuhan ekspor yang tinggi hanya dengan bertahan pada produk bernilai tambah yang rendah. Industri TPT dapat tetap berkembang dalam jangka panjang pasca MFA sangat bergantung pada peningkatan qualitas produk dan kemampuan daya saing dalam mendapatkan pasar-pasar baru.

B. Ekspor Tekstil

1. Kebijakan Ekspor Ekspor mempunyai peran yang sangat penting dan besar bagi perekonomian suatu negara. Menurut pandangan Merkantilisme, untuk menjadi kaya sebuah negara harus mengekspor lebih banyak daripada mengimpor. Kelebihan ekspor dinyatakan antara lain dengan emas dan perak (Lincolin, 1992: 67). Bagi negara berkembang, ekspor dapat menciptakan kesempatan kerja, menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk mengimpor berbagai macam produk luar negeri yang belum diproduksi di dalam negeri dan juga dapat memiliki teknologi yang belum tersedia di dalam negeri.

Ekspor suatu negara merupakan impor bagi negara lain. Impor luar negeri sangat tergantung pada kegiatan perekonomian di luar negeri dan harga relatif barang-barang luar negeri. Faktor penentu ekspor dapat dijelaskan melalui persamaan di bawah ini :

X = X (Y * , Î )

commit to user

diproduksi di luar negeri). Peningkatan pendapatan luar negeri akan mengakibatkan peningkatan permintaan dari luar negeri terhadap produk

barang dan jasa dari dalam negeri. Î adalah nilai tukar riil. Semakin

tinggi nilai riil mata uang luar negeri menyebabkan harga relatif produk luar negeri menjadi tinggi, sehingga produk dalam negeri akan lebih murah. Hal ini berakibat pada peningkatan nilai ekspor.

Sedangkan menurut teori Heckser-Ohlin, negara-negara akan mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang melimpah secara intensif (Djoyohadikusumo, 1993: 183).

Menurut ahli-ahli klasik, terdapat dua kemungkinan lain dengan mengadakan hubungan dengan ekonomi dengan negara-negara lain yang memungkinkan perluasan pasar dan memungkinkan diperkenalkannya teknologi yang lebih baik yang ada di dalam negeri. Adam Smith merupakan ahli ekonomi klasik yang pertama kali menunjukkan tentang kemungkinan memperoleh dua keuntungan ini pada hakekatnya ia berpendapat bahwa :

a. Dengan adanya perdagangan luar negeri, suatu negara dapat menaikkan produksi barang-barang yang sudah tidak dapat dijual lagi dalam negeri tetapi masih dapat dijual di luar negeri.

b. Menjelaskan bahwa perluasan pasar yang terjadi akan mendorong sektor produktif untuk mengadakan teknik produksi yang lebih tinggi produktifitasnya.(Sukirno, 1981: 228)

commit to user

dengan daya saing internasional yang kuat maka strategi tersebut secara pelan-pelan akan bergeser ke strategi promosi ekspor, terutama untuk komoditas non migas. Apalagi setelah kita dihadapkan pada kenyataan bahwa penerimaan devisa dari migas tidak selamanya dapat diharapkan baik karena cadangan migas kita relatif terbatas maupun karena fluktuasi harga migas dipasar Internasional yang sering tidak menentu.

Ada empat faktor yang dapat menerangkan mengapa strategi industrialisasi promosi ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat ketimbang strategi subsitusi ekspor. Keempat faktor tersebut adalah pertama kaitan sektor pertanian dengan industri, kedua skala ekonomis, ketiga dampak persaingan atas prestasi perusahaan dan keempat dampak kekurangan devisa atas pertumbuhan ekonomi.

2. Ekspor Produk Tekstil

Kebijakan ekspor Indonesia dalam pelaksanaannya hampir seluruh barang sudah tidak memiliki pembatasan (barang bebas) kecuali beberapa komoditi yang pengaturannya dapat dibedakan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu: barang yang dilarang di ekspor, barang yang diawasi ekspornya dan barang yang diatur ekspornya.

Ekspor TPT ke negara tradisonal (Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Turki dan Norwegia) mulai dikenakan kuota oleh negara pengimpor sejak sekitar tahun 1980 dibawah kerangka kesepakatan Multi Fibre Arrangements (MFA). Dengan telah disepakatinya hasil Putaran

commit to user

Tekstil dan Pakaian Jadi sesuai kesepakatan GATT segera diimplementasikan bersamaan dengan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Prinsip Utama dari isi perjanjian Tekstil Pakaian Jadi adalah bahwa perdagangan TPT dunia yang selama ini diatur dalam MFA yang memperkenankan adanya pembatasan impor melalui system kuota akan dikembalikan ke dalam aturan GATT dengan masa peralihan selama 10 tahun sejak tahun 1994 dan terbagi dalam 4 tahap.

Indonesia adalah salah satu negara bekembang pengekspor TPT yang tergabung dalam kelompok organisasi International Textile and Clothing Bureau (ITCB), bersama negara-negara berkembang lain untuk memperjuangkan masa proses integrasi Multi Fibre Arrangement (MFA) ke dalam ketentuan GATT/WTO dalam waktu 10 tahun (sejak diberlakukannya Persetujuan Pembentukan WTO). Pengaturan TPT berbeda dengan pada masa GATT dimana MFA berada di luar pengaturan GATT, maka pada masa berdirinya WTO ini, terhadap pengaturan TPT dilakukan proses integrasi yaitu memasukan TPT terikat ke dalam kelompok Multilateral Trade in Goods yaitu dalam Agreement on Textiile and Clothing (ATC).

3. Kuota Ekspor TPT Peningkatan nilai ekspor TPT yang merupakan komodtas andalan ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan antara lain dengan

commit to user

penggunaan kuota untuk meningkatkan perolehan devisa dan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah dilakukan penyempurnaan terhadap SK. Menperindag No. 02/MPP/Kep/1/2001 tangaal 4 Januari 2001 dengan SK yang

baru yaitu tertuang

dalam SK

Menperindag No. 311/MPP/Kep/10/2001 tanggal 30 Oktober 2001 tentang ketentuan Kuota Ekspor Textile dan Produk Textile dan Keputusan Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri No. 11/DJPLN/KP/XI/2001 tanggal 13 Nopember 2001 dan No. 03/DJPLN/KP/XI/2002 sebagai petunjuk pelaksanaannya.

Sektor Industri penghasil komoditas ekspor di Indonesia masih dihadapkan kepada permasalahan-permasalahan yang bersifat klasik dan dinamis yaitu daya saing, mutu dan biaya operasional perusahaan yang tinggi. Dilain pihak ketidakstabilan sector moneter dan lembaga perbankan disertai dengan tingginya tingkat bunga mengakibatkan terganggunya akumulasi modal kerja dalam melakukan kegiatan perdagangan internasional. Pembiayaan ekspor (pre-ship-ment & post shipment) sebagai bagian dari ongkos produksi menjadi meningkat tinggi dan tidak lancar. Masalah lain yang diakibatkan ketidakstabilan sector moneter dan perbankan adalah tingkat kepercayaan bank mitra dagang asing yang semakin menurun; system pembayaran luar negeri dalam bentuk L/C menjadi sulit dilaksanakan, karena persyaratan margin depost yang sangat tinggi (100% - 130%).

commit to user

ditawarkan pemerintah atas hasil kerjasama bilateral, masih belum dapat menolong, karena negara penjamin menghendaki criteria white list dan produk yang akan diimpor dari negara penjamin (yang pada umumnya adalah produk pertanian), tidak sesuai dengan yang dibutuhkan industri dalam negeri (bahan baku dan penolong).

Sementara itu, perubahan lingkungan perdagangan internasional yang mengarah ke ekonomi global mengakibatkan Indonesia dihadapkan kepada berbagai masalah pengembangan ekspor, yang sekaligus merupakan tantangan untuk dapat memanfaatkan peluang dalam era globalisasi tersebut. Suksesnya penurunan tarif dan penghapusan hambatan non tarif di negara-negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang yang mencapai angka rata-rata 0,5%, mengakibatkan persaingan sangat ditentukan oleh kualitas, harga, deliveri dan berbagai macam services lainnya.

Di sisi lain, sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor yang lampirannya beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 557/MPP/Kep/VII/2002, pemerintah juga tetap memperhatikan serta mempertahankan kepentingan-kepentingan nasional antara lain menjamin kelangsukan pasokan bahan baku industri kecil dan memberikan perhatian terhadap lingkungan serta pengelolaan pelestarian kesinambungan

commit to user

melalui berbagai perundingan multilateral, regional maupun bilateral antara lain CITES (Konvensi Internasional Perdagangan Jenis Hewan dan Tumbuh-tumbuhan Langka).

Perkembangan nilai ekspor TPT kuota dan non kuota tahun 2000 dibandingkan dengan tahun 1999 mengalami peningkatan sebesar 13,89% dari US$ 7,2 milyar pada tahun 1999 menjadi 8,2 milyar pada tahun 2000. Peningkatan nilai ekspor tersebut, untuk TPT kuota 17,50% sedangkan untuk TPT non kuota mengalami peningkatan sebesar 10,17% dengan kotribusi nilai ekspor TPT sebesar 44% dan non kuota sebesar 56% pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 kontribusi nilai ekspor kuota sebesar 46% dan non kuota sebesar 54%.

Sedangkan perkembangan nilai ekspor TPT kuota dan nonkuota tahun 2001 dibandingkan tahun 2000 mengalami penurunan sebesar 6,73% dari US$ 8,20 milyar menjdai US$7,65 milyar. Untuk nilai ekspor TPT kuota menurun sebesar 3,72% dari US$ 3,62 milyar menjadi US$ 3,62 milyar dan nilai ekspor TPT non kuota menurun sebesar 9,23% dari US$ 4,44 milyar menjadi US$4,03 milyar. Kontribusi nilai ekspor TPT kouta sebesar 47% dan non kuota sebesar 53% pada tahun 2001.

4. Infant Industri Tekstil Masalah proteksi industri di Indonesia, kali ini diberikan kepada industri tekstil. Diadakannya kebijakan ini merupakan rencana pemerintah

untuk memberikan proteksi kepada produk industri. Alasan pemberian

commit to user

alias industri bayi (infant industry). Industri serupa di negara lain juga diproteksi melalui pengenaan bea masuk tinggi atas impor produk serupa. Indonesia harus berhati-hati dalam memberi proteksi kepada industri tekstil, sebab hal itu akan mempengaruhi daya saing ekonomi secara keseluruhan (Sobri, 1986: 157).

Pemerintah dalam memberikan proteksi tidak menetapkan batas waktu tertentu pemberian proteksi tersebut. Dengan demikian walaupun sudah sekitar 20 tahun diproteksi, industri-industri yang terus menikmati proteksi ini karena masih terus dianggap industri bayi, disamping ada pokok yang menakut-nakuti: kalau proteksi ini dicabut, industri yang diproteksi ini akan gulung tikar, sehingga akan sia-sialah investasi yang bermiliar-miliar rupiah atau dollar itu. Juga ada semacam justifikasi bahwa masyarakat harus membayar mahal industrialisasi.

Sebuah contoh, Korea Selatan memproteksi sejumlah industrinya. Tetapi proteksi ini diberikan sejak pertama rencana pembangunan industri bersangkutan. Industri yang bersangkutan berusaha keras dari pembangunan fisik proyeknya, untuk bekerja seefisien mungkin baik dari segi biaya dan waktu. Sebab waktu proteksi tidak lama dan industri itu harus bersaing baik di dalam negeri atau secara internasional. Bangsa Korea selalu bangga akan industri galangan kapalnya. Galangan kapal yang semula diproteksi tersebut bekerja dengan sangat efisien, baik dari segi waktu dan biaya, mampu mengalahkan industri galangan kapal Jepang ketika proteksi itu dicabut.

commit to user

waktu yang jelas dan tegas. Untuk industri tekstil, pemerintah memberikan proteksi 3 sampai 5 tahun. Akan tetapi konsekuensinya, tentu industri yang lain akan meminta proteksi.

C. Investasi

Investasi daerah merupakan sejumlah dana atau modal yang disetorkan ke daerah oleh pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah untuk pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Investasi merupakan salah satu indikator penentu dalam kegiatan perekonomian daerah dan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Pengertian investasi atau penanaman modal adalah penggunaan uang bagi peningkatan asset kapital (DJ. A. Simarnata, 1984:155). Apabila dilihat berdasarkan sudut pandang ekonomi makro, maka investasi atau penanaman modal merupakan pengeluaran yang menambah modal bagi masyarakat. Modal tersebut dapat berupa penambahan sejumlah uang yang diinvestasikan maupun penambahan pada faktor-faktor produksi.

Pengertian investasi daerah adalah semua pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Pembelian barang dan jasa yang dimaksud adalah pembelian barang atau jasa pada tahun yang bersangkutan. Sehingga pembelian yang dilakukan pada tahun sebelumnya bukan merupakan pengeluaran pembangunan. Kemudian barang atu jasa tersebut merupakan barang atau jasa hasil proses produksi dan bukannya barang atau jasa sebagai faktor produksi. Artinya bahwa pengeluaran pemerintah daerah tersebut

commit to user

tergambar dalam APBD pada sisi pengeluaran pembangunan (Boediono, 1994:50).

Penggunaan uang yang berasal dari penerimaan negara atau penerimaan daerah merupakan pengeluaran pemerintah. Salah satu jenis pengeluaran pemerintah adalah pengeluaran pembangunan yang juga merupakan investasi daerah.

D. Kurs Valutas Asing

Apabila jumlah uang disuatu negara mengalami perubahan naik atau berkurang akan mempengaruhi pula terhadap perbandingan harga uang dari dua jenis mata uang yang bersangkutan. Kurs tersebut adalah stabil selama permintaan dan penawaran kedua jenis uang tersebut tetap seimbang. Jika permintaan uang suatu negara lebih kuat dari negara lain maka akan menguatkan nilai uang tersebut dan nilai uang negara lain akan menjadi lemah.