STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA SURAKARTA DALAM OPTIMALISASI PENERIMAAN RETRIBUSI PASAR TAHUN 2011

SKRIPSI

Disusun untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sebelas Maret

Oleh: Julfriner Sitopu

D 0107069

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

MOTTO

 Sebab itu, dengan yakin kita dapat berkata: Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut.

( Ibrani 13:6a )  Perbedaan antara sekolah dan kehidupan ? Di sekolah, kita diajarkan sebuah pelajaran dan diberi tes. Dalam kehidupan, kita diberi tes yang mengajarkan kepada kita sebuah pelajaran. ( Tom Bodett )

 Jadi diri sendiri, tatap masa depan, lakukan yang terbaik. (Penulis)

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada :

 Bapak & Mamak, terimakasih untuk setiap pengorbanan, doa dan nasehat yang telah diberikan, maaf

jika masih sering mengecewakan.  Kakak dan Abangku, untuk setiap

dukungan dan perhatian kalian.  Liza Isnaini, terimakasih untuk

semangat yang diberikan sehingga membuatku

terpacu untuk menyelesaikan karya ini.

 Sahabat- sahabatku “BBB” dan teman-teman Administrasi Negara 2007, hidup di Solo akan berat tanpa

kalian.  Almamaterku

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “ STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA SURAKARTA DALAM OPTIMALISASI

PENERIMAAN RETRIBUSI PASAR TAHUN 2011 ”. Proses Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan,

dorongan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1 Bapak Drs. H. Marsudi, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan dalam menyelesaikan tulisan ini.

2 Bapak Rino A. Nugroho, S.Sos, M.Ti selaku Pembimbing Akademis yang telah memberikan bimbingan akademik kepada penulis selama masa studi.

3 Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4 Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5 Bapak Drs. Subagiyo, MM selaku Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta, terima kasih telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian dan pengumpulan data.

6 Bapak Winoto selaku Kepala Bidang Kebersihan dan Pemeliharaan serta Ibu Ekowati selaku Kepala Bidang Pendapatan, terimakasih atas semua kebaikan

Nanang, Bapak Suhardi, Ibu Tri Astuti, Ibu Tuti, serta seluruh jajaran pegawai DPP Kota Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan wawancara dan penyediaan data yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

8 Bapak Eko Budisantosa selaku Kepala Pasar Ayu, Bapak Sujarwadi selaku Kepala Pasar Gede, Bapak Totok Supriyanto selaku Kepala Pasar Legi, Bapak Nur Rahmadi selaku Kepala Pasar Triwindu, beserta seluruh jajaran pegawai yang ada di masing-masing pasar, terima kasih atas bantuan wawancara dan penyediaan data yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

9 Almamater tercinta, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10 Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan terbuka untuk perbaikan skripsi ini kedepannya. Semoga penulisan skripsi ini berguna untuk pengembangan dan penelitian selanjutnya.

Surakarta, November 2011

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 117

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar :

2.1 Skema Kerangka Pemikiran ......................................................................... 38

3.1 Model Analisis Interaktif ............................................................................. 47

4.1 Struktur Organisasi DPP Kota Surakarta ..................................................... 60

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel :

1.1 Rekapitulasi Retribusi Jasa Umum Kota Surakarta Tahun 2010 ................... 6

1.2 Data Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2009 / 2010 ........................... 7

1.3 Kontribusi Retribusi Pasar Terhadap Total Retribusi Kota Surakarta

Tahun Anggaran 2006 – 2010 ....................................................................... 8

1.4 Target dan Realisasi Retribusi Pasar Tahun Anggaran 2006 – 2010 ............ 9

4.1 Jumlah Pegawai Berdasarkan Status Kepegawaian di DPP Tahun 2011 ...... 58

4.2 Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan di DPP Tahun 2011 ....... 59

4.3 Ketetapan Kelas Pasar dan TNTD Pasar Sekota Surakarta ........................... 69

4.4 Tarif Retribusi Kios dan Los Per M 2 Sekota Surakarta ................................. 70

4.5 Rekapitulasi SHP dan KTPP di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2011 .................................................................................................... 72

4.6 Rekapitulasi Jumlah Kios dan Los di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta

Tahun 2011 .................................................................................................... 74

4.7 Data Infrastruktur di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2011 ......... 75

4.8 Tarif Pengganti Biaya Pembayaran Listrik Dalam Komplek Pasar Di Kota Surakarta .......................................................................................... 77

4.9 Rekapitulasi Jumlah Reklame di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2011 .................................................................................................... 81

4.10 Gabungan Data di 5 Pasar Tradisional Kota Surakarta ............................... 82 4.11Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan Komplek Pasar Kota Surakarta .............................................................................................. 106

ABSTRAK

Julfriner Sitopu, D0107069, Strategi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta Dalam Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pasar Tahun 2011,

Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011.

Besarnya kontribusi retribusi pasar terhadap total penerimaan retribusi Kota Surakarta secara keseluruhan tidak terlepas dari semakin banyaknya pasar tradisional. Namun ternyata dalam 5 tahun terakhir realisasi retribusi pasar tidak selalu memenuhi target yang telah ditentukan, hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran pedagang untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar retribusi. Oleh karena itu, hendaknya Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) memiliki strategi yang tepat agar penerimaan retribusi pasar dapat mencapai hasil yang optimal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi yang dilakukan oleh DPP dalam mengoptimalkan penerimaan retribusi yang berasal dari pasar tradisional, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih optimal pula terhadap jumlah PAD yang digunakan sebagai sumber pembiayaan dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan di Kota Surakarta.

Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Untuk menguji validitas data digunakan teknik triangulasi data, sedangkan dalam analisis data digunakan teknik analisis interaktif.

Hasil dari penelitian ini, strategi yang digunakan DPP dalam optimalisasi penerimaan retribusi pasar meliputi, pertama, memperluas basis penerimaan. Ini dilakukan dengan pendataan terhadap potensi seluruh pasar di Kota Surakarta. Pendataan dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari 4 kelompok, yang masing- masing tugasnya adalah pendataan optimalisasi lahan, pendataan penggunaan listrik, pendataan reklame dan penggabungan data. Strategi yang kedua ialah meningkatkan pengawasan. Pengawasan di sini secara umum dibagi menjadi 2 sisi, (i) pengawasan pengelolaan retribusi, yang dilakukan kepada pedagang dan petugas terkait pembayaran serta pemungutan retribusi pasar, dan (ii) pengawasan yang terkait dengan fasilitas yang ada di pasar, dilakukan dengan pemeliharaan pasar, peremajaan instalasi listrik dan pengelolaan kebersihan pasar. Strategi ketiga ialah memperkuat proses pemungutan. Ini dilakukan dengan program Diklat terhadap petugas pemungut retribusi. Melalui diklat tersebut diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan wawasan petugas dalam hal pembuatan laporan serta dalam berhadapan dengan para pedagang.

Beberapa saran yang penulis coba berikan dari hasil penelitian ini yaitu: sebaiknya petugas lebih mendekatkan diri kepada para pedagang, menambah jumlah petugas kebersihan atau menambah sif kerja kebersihan, serta

Julfriner Sitopu, D0107069, The Surakarta City Market Management Service’s Strategy in Optimizing the Market Retribution Revenue in 2011,

Thesis, Administration Science Department, Social and Political Sciences Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta, 2011.

The contribution of market retribution to the total retribution revenue of Surakarta City is entirely not independent of the increasing number of traditional markets. However, in the last five years the realization of market retribution does

not always fulfill the predetermined target; it occurs because of the sellers’ less awareness of fulfilling their obligation of paying retribution. For that reason, the Surakarta City Market Management Service (DPP) should have appropriate strategy so that the market retribution revenue can achieve the optimum result.

The objective of research is to find out the strategy the DPP conducts in optimizing the retribution revenue deriving from traditional market; thus it is expected to give more optimum contribution to the PAD amount used as the expense source in running the government and development wheels in Surakarta, as well.

The research type used was a descriptive qualitative one. Techniques of collecting data used were interview, documentation, and observation. The sample was taken using purposive sampling. In order to validate the data, the data triangulation was used, while the data analysis was done using an interactive analysis technique.

From the result of research, it can be seen that the strategy used in DPP to optimizing the market retribution revenue includes: firstly, to expand the revenue base. It’s done by registering the potential of all markets in Surakarta City. The registration is done by a team composed of 4 groups, whose tasks are registration of land optimization, registration of electricity use, advertisement registration, and data integration. The second strategy is to improve the supervision. The supervision here is divided into two sides: (i) retribution management supervision, committed to the sellers and the officers related to the payment as well as collection of market retribution, and (ii) the supervision related to the facility existing in the market, conducted by market maintenance, electricity installation rejuvenation and market cleanliness management. The third strategy is to strengthen the collection process. It’s done by the Short Course program for the retribution collecting officers. This short course is expected to improve the officers’ competency and insight in the term of report writing and in dealing with

the sellers. Some suggestions that the author is trying to give from the results of this research are: officers should get closer to the sellers, increase the number of janitors or increase the cleanliness of work shifts, and adjust the short course program with the officers schedule.

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sejak merdeka tahun 1945, pada pasal 1 UUD 1945 sudah dinyatakan bahwa Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kemudian pada pasal 18 UUD 1945 pasca amandemen dijelaskan bahwa Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah propinsi itu dibagi lagi atas kabupaten dan kota. Setiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Dengan berdasarkan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun Indonesia memiliki pemerintahan daerah, namun bukan berarti pemerintahan daerah dapat sepenuhnya berjalan sendiri tanpa adanya campur tangan dari pemerintah pusat. Untuk itulah maka dirasa perlu dibuat undang- undang yang berfungsi sebagai alat pemerintah pusat untuk mengatur dan mengontrol pemerintahan daerah. Selama perjalanan ketatanegaraan Indonesia, telah diterbitkan beberapa kali UU tentang pemerintahan daerah, adapun yang terakhir diterbitkan adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (pembaharuan UU No. 22 Tahun 1999). Dengan UU tersebut, daerah diberikan keleluasaan untuk menjalankan urusan rumah tangganya sendiri, juga diberikan keleluasaan untuk menggali dan mendayagunakan potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini dikarenakan setiap daerah dirasa lebih mengenal potensinya, Dengan berdasarkan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun Indonesia memiliki pemerintahan daerah, namun bukan berarti pemerintahan daerah dapat sepenuhnya berjalan sendiri tanpa adanya campur tangan dari pemerintah pusat. Untuk itulah maka dirasa perlu dibuat undang- undang yang berfungsi sebagai alat pemerintah pusat untuk mengatur dan mengontrol pemerintahan daerah. Selama perjalanan ketatanegaraan Indonesia, telah diterbitkan beberapa kali UU tentang pemerintahan daerah, adapun yang terakhir diterbitkan adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (pembaharuan UU No. 22 Tahun 1999). Dengan UU tersebut, daerah diberikan keleluasaan untuk menjalankan urusan rumah tangganya sendiri, juga diberikan keleluasaan untuk menggali dan mendayagunakan potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini dikarenakan setiap daerah dirasa lebih mengenal potensinya,

Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan otonomi, akan membuat pemerintahan daerah memiliki semakin banyak kewajiban/ fungsi yang harus dijalankan. Tentu saja untuk menjalankan kewajiban/ fungsi tersebut dengan kinerja optimal, dibutuhkan dukungan sumberdaya keuangan yang lebih memadai. Oleh karena itu pemerintah daerah haruslah diberikan hak untuk mengatur keuangannnya dan juga diberikan sumber-sumber penerimaan yang cukup. Pasal

1 ayat 13 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sistem pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dilakukan secara adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggungjawab, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Sedangkan pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan hak-hak daerah dalam menjalankan otonomi, beberapa diantaranya termasuk hak dalam: mengelola kekayaan daerah, memungut pajak daerah dan retribusi daerah, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah, dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

Selain hak-hak diatas, daerah juga diberikan kewenangan melakukan Selain hak-hak diatas, daerah juga diberikan kewenangan melakukan

PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah melalui sumber-sumber penerimaan yang terdapat di daerah. PAD dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, dimana kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap total APBD. Menurut Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004, PAD berasal dari sumber- sumber dibawah ini :

1. Hasil pajak daerah

2. Hasil retribusi daerah

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang meliputi :

4.1. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan

4.2. Jasa giro

4.3. Pendapatan bunga

4.4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

4.5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

PAD, yaitu retribusi. Kewenangan daerah untuk memungut retribusi daerah diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan peraturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah (PP) No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Berdasarkan PP itu, daerah diberi kewenanan untuk memungut 27 jenis retribusi, di mana keseluruhan retribusi tersebut nantinya akan disetorkan kepada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di masing-masing wilayah yang berfungsi sebagai pemegang kas daerah. Selain jenis retribusi tersebut, dalam pasal 6 juga menjelaskan tentang kewenangan yang diberi kepada daerah untuk memungut jenis retribusi lain sesuai kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan dalan undang-undang.

Dalam PP tersebut, retribusi pasar merupakan salah satu yang menjadi penyumbang PAD. Keberadaaan retribusi pasar tentu saja tidak terlepas dari eksistensi dari pasar tradisional. Pasar tradisional saat ini dihadapkan pada dinamika ekonomi yang semakin global dan kompetitif. Ini ditandai dengan semakin menjamurnya pasar-pasar modern yang memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam pelayanannya. Kondisi tersebut ditengarai membuat pasar tradisional mengalami stagnasi dalam perkembangannya sehingga tidak mampu mengimbangi irama perjalanan perubahan. Namun demikian, keberadaan pasar tradisional tampaknya tidak akan mudah menghilang dari persaingan dengan pasar-pasar modern. Karena kondisi perekonomian sebagian besar masyarakat

Indonesia masih berada pada kelas menengah kebawah, sehingga tidak semua

golongan mampu berbelanja di pasar modern dikarenakan harganya yang

pekerjaan dan ketidakmampuan memenuhi persyaratan-persyaratan untuk bekerja di sektor formal juga membuat masyarakat bekerja di sektor-sektor informal yang tidak memerlukan keterampilan tinggi, salah satunya adalah berdagang di pasar tradisional. Pada pasar tradisional juga terjadi interaksi antara pembeli dan penjual baik untuk menentukan kesepakatan harga dengan tawar-menawar atau sekedar untuk berkomunikasi. Kondisi ini merupakan cerminan dari masyarakat Indonesia yang memiliki rasa solidaritas dan nilai-nilai kekeluargaan yang tinggi. Hal ini tidak ditemukan pada pasar modern biasanya daftar harga sudah terpasang pada setiap produk-nya. Oleh karena itulah, masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang sampai saat ini masih mempertahankan dan melestarikan pasar tradisional.

Kota Surakarta (Solo) merupakan salah satu daerah yang masih melestarikan pasar tradisional. Bahkan beberapa pasar tradisional yang ada di Surakarta sudah ada sejak jaman Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran, yaitu

Pasar Klewer dan Pasar Legi. Sebagai kota yang hanya memiliki luas + 44 Km 2 ,

maka Surakarta tidak memiliki banyak lahan pertanian yang cukup untuk dikelola, sehingga roda perekonomiannya yang utama berasal dari perdagangan. Tentu saja sebagai daerah yang mengutamakan perdagangan, Surakarta haruslah memiliki pasar-pasar tradisional yang berfungsi sebagai tujuan akhir dari pendistribusian barang-barang dagangan sebelum ditawarkan kepada pembeli/konsumen. Kondisi demikian membuat perputaran uang di pasar-pasar tradisional Surakarta bisa mencapai milyaran rupiah setiap harinya. Tentunya keberadaan pasar tradisional ini memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi peningkatan PAD Surakarta maka Surakarta tidak memiliki banyak lahan pertanian yang cukup untuk dikelola, sehingga roda perekonomiannya yang utama berasal dari perdagangan. Tentu saja sebagai daerah yang mengutamakan perdagangan, Surakarta haruslah memiliki pasar-pasar tradisional yang berfungsi sebagai tujuan akhir dari pendistribusian barang-barang dagangan sebelum ditawarkan kepada pembeli/konsumen. Kondisi demikian membuat perputaran uang di pasar-pasar tradisional Surakarta bisa mencapai milyaran rupiah setiap harinya. Tentunya keberadaan pasar tradisional ini memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi peningkatan PAD Surakarta

Tabel 1.1 Rekapitulasi Retribusi Jasa Umum Kota Surakarta Tahun 2010

No

Jenis

Jumlah (Rp)

1 Retribusi Pelayanan Kesehatan 2.960.931.315

2 Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan 3.852.678.142

3 Retribusi Penggantian Biaya KTP dan Akte Catatan Sipil

4 Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat

5 Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 1.933.245.000

6 Retribusi Pelayanan Pasar 12.356.083.491

7 Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 1.127.585.000

8 Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 82.000.000

9 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 627.575.431

10 Retribusi Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Hewan dan Ikan

(Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kota Surakarta)

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa retribusi pelayanan pasar menjadi jenis retribusi jasa umum yang mampu memberikan kontribusi yang paling besar dibandingkan retribusi lainnya. Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi pasar, Pemerintah Kota Surakarta mengaturnya dalam Perda No 8 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar. Perda tersebut berisi tentang besaran tarif, tata cara pemungutan, dan juga pemberian sanksi. Retribusi pasar di Kota Surakarta terdiri dari: retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dan retribusi pelayanan pasar. Keseluruhan retribusi pasar tersebut dikelola dan ditarik oleh petugas Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Surakarta. DPP kemudian menyetorkan hasil penarikan retribusi pasar Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa retribusi pelayanan pasar menjadi jenis retribusi jasa umum yang mampu memberikan kontribusi yang paling besar dibandingkan retribusi lainnya. Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi pasar, Pemerintah Kota Surakarta mengaturnya dalam Perda No 8 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar. Perda tersebut berisi tentang besaran tarif, tata cara pemungutan, dan juga pemberian sanksi. Retribusi pasar di Kota Surakarta terdiri dari: retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dan retribusi pelayanan pasar. Keseluruhan retribusi pasar tersebut dikelola dan ditarik oleh petugas Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Surakarta. DPP kemudian menyetorkan hasil penarikan retribusi pasar

Tabel 1.2 Data Pasar Tradisional Kota Surakarta Tahun 2009 / 2010

Luas (M 2 )

4.900 26 Ayu Balapan

16 PKL Jebres

1.536 38 Mojosongo P

17 Kadipolo

149,6 39 Ngumbul

18 Tanggul

2.400 40 Bambu

19 Depok

4.480 41 Besi

(Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sampai dengan tahun 2010 DPP Kota Surakarta sudah memiliki 43 pasar tradisional, dimana beberapa diantaranya

berukuran cukup luas. Dengan luas kota yang hanya sekitar 44 Km 2 , bisa dikatakan bahwa hampir dalam setiap 1 Km 2 terdapat 1 pasar tradisional.

Banyaknya area pasar yang berukuran luas tentu saja dapat menampung semakin banyak pedagang, sehingga jumlah penerimaan retribusi juga semakin banyak.

Retribusi pasar di Kota Surakarta yang terdiri dari (i) retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dan (ii) retribusi pelayanan pasar, mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total retribusi di Kota Surakarta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1.3

Kontribusi Retribusi Pasar Terhadap Total Retribusi Kota Surakarta Tahun Anggaran 2006-2010

Tahun Anggaran

Retribusi Pasar

(Rp)

Total Retribusi

(Rp)

Presentase Kontribusi

(Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar dan DPPKA Kota Surakarta)

Dapat dilihat bahwa kontribusi retribusi pasar di Kota Surakarta sejak tahun 2006 sampai 2010 dapat mencapai sekitar 30% dari total retribusi kota Dapat dilihat bahwa kontribusi retribusi pasar di Kota Surakarta sejak tahun 2006 sampai 2010 dapat mencapai sekitar 30% dari total retribusi kota

Tabel 1.4 Target dan Realisasi Retribusi Pasar Kota Surakarta Tahun Anggaran 2006-2010

Tahun Anggaran

(Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta)

Uraian tabel diatas menunjukkan bahwa dari tahun ketahun jumlah target retribusi pasar meningkat secara perlahan. Ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kegiatan ekonomi yang berlangsung dipasar-pasar tradisional, sehingga membuat Pemerintah Surakarta merasa yakin untuk meningkatkan target. Namun ternyata, realisasi penerimaan retribusi pasar tersebut masih belum memenuhi target yang telah ditentukan oleh pemerintah di awal tahun anggaran. Contohnya saja pada tahun 2007, dimana realisasi retribusi pasar kurang Rp. 230.102.232 dari target, atau sekitar 2,19 %. Tahun 2009 realisasinya kurang Rp. 1.100.578.860 (8,83 %), dan tahun 2010 realisasinya kurang Rp. 856.041.509

pedagang yang menunggak pembayaran retribusi, adanya kios-kios yang tidak ditempati pedagang sehingga dinas kesulitan dalam penarikannya. Berdasarkan beberapa alasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab tidak tercapainya target Dinas Pengelolaan Pasar dalam penerimaan retribusi adalah karena rendahnya kesadaran pedagang dalam memenuhi kewajibannya membayar retribusi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang harus diperhatikan adalah bagaimana strategi dari Dinas Pengelolaan Pasar agar penerimaan retribusi pasar dapat optimal.

Menurut Coulter (2002) yang dikutip Mudrajad Kuncoro (2005 : 12), strategi adalah sejumlah keputusan dan aksi yang ditujukan untuk mencapai tujuan (goal) dan menyesuaikan sumber daya organisasi dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam lingkungan industrinya. Dalam menghadapi permasalahan, organisasi sebaiknya membuat pilihan-pilihan jelas yang dapat dijadikan sebagai strategi utama tentang bagaimana cara terbaik untuk mengejar misinya. Sedangkan yang dimaksud dengan optimalisasi menurut Gibson dalam Sinta Tri Kumilausari (2009 : 17-18) adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan yang paling diinginkan diantara kriteria kreativitas atau dengan kata lain upaya untuk memaksimalkan sumber-sumber yang telah dimiliki untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Sesuai dengan definisi strategi dan optimalisasi diatas, hendaknya DPP memiliki strategi yang tepat, agar penerimaan retribusi pasar dapat mencapai hasil yang optimal. Sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi yang optimal Sesuai dengan definisi strategi dan optimalisasi diatas, hendaknya DPP memiliki strategi yang tepat, agar penerimaan retribusi pasar dapat mencapai hasil yang optimal. Sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi yang optimal

Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian yang berjudul Strategi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dalam Optimalisasi Penerimaan Retribusi Pasar Tahun 2011. Peneliti tertarik untuk memperoleh informasi dan gambaran lebih jauh lagi mengenai strategi-strategi tersebut dan bagaimana pelaksanaannya dilapangan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana strategi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dalam optimalisasi penerimaan retribusi pasar tahun 2011?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

C.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk memperoleh informasi dan gambaran mengenai strategi yang dilakukan Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dalam optimalisasi penerimaan retribusi pasar tahun 2011.

b. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Program Studi

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Memberikan masukan kepada Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta berupa saran-saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi pasar di Kota Surakarta.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan awal untuk melakukan penelitian sejenis dikemudian hari secara lebih mendalam.

c. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan berdasarkan pengalaman apa yang ditemui di lapangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

Penggunaan teori sangat penting sebagai dasar ataupun titik tolak dalam sebuah penelitian. Seperti yang dinyatakan oleh Kerlinger (1973) dalam Sugiyono (2010: 25), teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.

Untuk itu, dibawah ini peneliti akan menguraikan toeri-teori yang mendukung dalam penelitian, meliputi :

I. Strategi

Strategi berasal dari bahasa Yunani “stratego”, yaitu gabungan dari kata stratos yang berarti tentara dan ego yang berarti pemimpin (Bryson, 2003 : 25). Selama masa perang dan berkembang dalam manajemen ketentaraan, strategi diartikan sebagai taktik atau cara bagi seorang pemimpin perang dalam memobilisasi pasukannya untuk memenangkan peperangan. Namun konotasi definisi tersebut sudah tidak relevan lagi dengan jaman sekarang. Dewasa ini, strategi sudah digunakan oleh semua jenis organisasi, dan ide-ide pokok yang terdapat dalam pengertian semula yang di Strategi berasal dari bahasa Yunani “stratego”, yaitu gabungan dari kata stratos yang berarti tentara dan ego yang berarti pemimpin (Bryson, 2003 : 25). Selama masa perang dan berkembang dalam manajemen ketentaraan, strategi diartikan sebagai taktik atau cara bagi seorang pemimpin perang dalam memobilisasi pasukannya untuk memenangkan peperangan. Namun konotasi definisi tersebut sudah tidak relevan lagi dengan jaman sekarang. Dewasa ini, strategi sudah digunakan oleh semua jenis organisasi, dan ide-ide pokok yang terdapat dalam pengertian semula yang di

Dilihat dari sudut etimologis (asal kata), pengertian strategik menurut Hadari Nawawi (2005:147-148) sebagai berikut :

“ Strategik adalah kiat, cara dan taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang

terarah pada tujuan strategik organisasi.” Sedangkan definisi strategi dari Coulter (2002) yang dikutip oleh

Mudrajad Kuncoro (2005:12) sebagai berikut : “Strategi adalah sejumlah keputusan dan aksi yang ditujukan untuk

mencapai tujuan (goal) dan menyesuaikan sumber daya organisasi dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam lingkungan industrinya.”

Berbeda dengan definisi dari Hadari Nawawi dan Coulter, yang menyatakan bahwa strategi adalah keputusan, cara atau usaha organisasi untuk mencapai tujuannya, menurut J. Salusu (2003:101) strategi adalah seni dalam mencapai tujuan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut ini :

“Strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling

menguntungkan.” Hax dan Majluf (1991) dalam J. Salusu (2003:100-101) mencoba

menawarkan rumusan komprehensif tentang strategi sebagai berikut : menawarkan rumusan komprehensif tentang strategi sebagai berikut :

b. Menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian sasaran jangka panjang, program bertindak dan prioritas alokasi sumber daya.

c. Menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan digeluti organisasi

d. Mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya.

e. Melibatkan semua tingkat hierarki dari organisasi. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah

cara, tindakan atau kebijakan yang diambil oleh suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal.

Menurut Higgins (1985) dalam J. Salusu (2003:101-104) menjelaskan adanya empat tingkatan strategi sebagai berikut :

a. Enterprise Strategy Strategi ini berkaitan dengan respon masyarakat. Setiap organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat, dimana mereka mempunyai interes dan tuntutan yang sangat bervariasi terhadap organisasi, sehingga perlu diberi perhatian oleh para penyusun strategi. Strategi juga menunjukkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan kebutuhan

Strategi ini berkaitan dengan misi organisasi, sehingga sering disebut grand strategy yang meliputi bidang apa yang digeluti oleh suatu organisasi.

c. Business Strategy Strategi ini mnejelaskan bagaimana merebut pasaran ditengah masyarakat atau bagaimana cara organisasi untuk meraih keunggulan komparatif. Strategi ini dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan strategik yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik.

d. Functional Strategy Srategi ini merupakan pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada 3 strategi fungsional yaitu :

1 Strategi fungsional ekonomi, yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat.

2 Strategi fungsional manajemen, yaitu mencakup fungsi-fungsi manajemen.

3 Strategi isu strategik, fungsi utamanata ialah mengontrol lingkungan, baik lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau selalu berubah.

senada dengan yang diungkapkan oleh Kooten dalam J. Salusu (2003: 104- 105). Kooten menjelaskan tentang tipe-tipe strategi, antara lain sebagai berikut:

a. Corporate Strategy (strategi organisasi) Berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan inisiatif- inisiatif stratejik yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan, yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa.

b. Program Strategy (strategi program) Lebih memberi perhatian pada implikasi-implikasi stratejik dari suatu program tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila suatu program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi.

c. Resource Support Strategy (strategi pendukung sumber daya)

Memusatkan perhatian pada memaksimalkan pemanfaatan sumber- sumber daya esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan sebagainya.

d. Institusional Strategy (strategi kelembagaan) Fokusnya ialah mengembangakan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif stratejik.

Strategi penting dipahami oleh setiap eksekutif, manajer, kepala atau ketua, direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah dan Strategi penting dipahami oleh setiap eksekutif, manajer, kepala atau ketua, direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah dan

Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Hassan Danaee Fard, Asghar Moshabbaki, Tayebeh Abbasi dan Akbar Hassanpoor dalam International Journal of Public Administration Reviews (Strategic Management in the Public Sector: Reflections on It’s Applicability to Iranian

Public Organizations) sebagai berikut : “...successful implementation of strategic management in public

organizations depends upon the presence of a strong leadership. Finally, whether members of the organization clearly understand the procedures for implementation is also a key component for a successful strategic management system.” (2010:2)

Dalam kutipan jurnal diatas dikemukakan bahwa kunci keberhasilan suatu strategi ditentukan oleh kepemimpinan yang kuat, apakah pemimpin mampu mengkomukasikan bagaimana prosedur dalam pelaksanaan strateginya kepada bawahannya, yang pada akhirnya dimengerti oleh seluruh bawahan.

Para eksekutif perlu menjamin bahwa strategi yang mereka susun dapat berhasil dengan meyakinkan. Bukan saja dipercaya oleh orang lain, tetapi memang dapat dilaksanakan. Untuk itu Hatten dan Hatten (1988) dalam J. Salusu (2003:108-109) memberi beberapa petunjuk bagaimana suatu strategi dibuat sehingga ia bisa sukses, yaitu :

Jangan membuat strategi yang melawan arus. Ikutilah arus perkembangan dalam masyarakat, dalam lingkungan yang memberi peluang untuk bergerak maju.

b. Setiap organisasi tidak hanya membuat satu strategi Tergantung pada ruang lingkup kegiatannya. Apabila ada banyak strategi yang dibuat maka strategi yang satu haruslah konsisten dengan strategi yang lain. Jangan bertentangan atau bertolak belakang. Semua strategi hendaknya diserasikan satu dengan yang lain.

c. Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua

sumber daya tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain.

Persaingan tidak sehat antar berbagai unit kerja dalam suatu organisasi sering kali mengklaim sumber dayanya, membiarkannya terpisah dari unit kerja lainnya sehingga kekuatan-kekuatan yang tidak menyatu itu justru merugikan posisi organisasi.

d. Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya.

Selain itu, hendaknya juga memanfaatkan kelemahan pesaing dan membuat langkah-langkah yang tepat untuk menempati posisi kompetitif yang lebih kuat.

e. Sumber daya adalah sesuatu yang kritis. Mengingat strategi adalah sesuatu yang mungkin, jadi harus membuat sesuatu yang memang layak dan dapat dilaksanakan.

Memang setiap strategi mengandung risiko, tetapi haruslah berhati- hati sehingga tidak menjerumuskan organisasi kedalam lobang yang besar. Oleh sebab itu, suatu strategi harusnya dapat selalu dikontrol.

g. Strategi hendaknya disusun di atas landasan keberhasilan yang telah dicapai, jangan menyusun strategi di atas kegagalan.

h. Tanda-tanda dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak yang terkait, dan terutama dari para eksekutif, dari semua pimpinan unit kerja dalam organisasi.

Suatu strategi hendaknya mampu memberikan informasi agar lebih mudah dipahami oleh setiap individu dalam suatu instansi atau organisasi seperti Dinas Pengelolaan Pasar, sebagai sebuah instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pengelolaan pasar. Menurut Donelly dalam J. Salusu (2004 : 109), ada enam informasi yang tidak boleh dilupakan dalam strategi, yaitu : (1) Apa, apa yang dilakukan; (2) Mengapa demikian, suatu uraian tentang alasan yang dipakai dalam menentukan apa diatas; (3) Siapa yang bertanggung jawab untuk atau mengoperasionalkan strategi; (4) Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menyukseskan strategi; (5) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasionalisasi strategi tersebut; (6) Hasil apa yang diperoleh dari strategi itu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 602), definisi optimal adalah tertinggi, paling baik, sempurna; terbaik, paling menguntungkan. Mengoptimalkan adalah menjadikan sempurna, menjadikan paling tinggi, menjadikan maksimal. Sedangkan optimalisasi adalah pengoptimalan

Optimalisasi menurut WJS Poerwadarminta dalam Istilamah Laili (2000: 8) berasal dari kata optimum yang berarti yang terbaik, paling menguntungkan. Dalam hal ini, optimalisasi membuat sesuatu menjadi, lebih baik lagi, sedangkan optimum adalah tingkatan yang sangat menguntungkan dalam batas-batas tertentu dan pengoptimalan merupakan penyempurnaan suatu sistem supaya berprestasi sebaik-baiknya atas dasar kriteria-kriteria tetentu.

Optimalisasi (optimalization) menurut Gibson dalam Sinta Tri Kumilausari (2009: 17-18) adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan yang paling diinginkan diantara kriteria kreativitas atau dengan kata lain upaya untuk memaksimalkan sumber-sumber yang telah dimiliki untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Dengan demikian, definisi optimalisasi dapat disimpulkan sebagai upaya untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik dengan memanfaatkan sumber-sumber yang dimiliki dalam rangka mencapai tujuan yang sesuai batas-batas dan kriteria tertentu.

Dalam kaitannya dengan retribusi daerah, maka pemerintah daerah dirasa perlu melakukan upaya untuk optimalisasi pemungutan retribusi Dalam kaitannya dengan retribusi daerah, maka pemerintah daerah dirasa perlu melakukan upaya untuk optimalisasi pemungutan retribusi

a. Memperluas basis penerimaan Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain mengidentifikasi pembayar retribusi baru/potensial dan jumlah seluruh pembayar retribusi, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian dan menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

b. Memperkuat proses pemungutan Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, antara lain mempercepat penyusunan perda dan mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM.

c. Meningkatkan pengawasan Meningkatkan pengawasan dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak retribusi/pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan pembayaran retribusi dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.

Dalam hal ini yang dilakukan adalah memperbaiki prosedur administrasi retribusi, melalui penyederhanaan administrasi retribusi dan meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.

e. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik Hal yang dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.

III. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Retribusi Daerah dan Retribusi Pasar

3.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dijelaskan definisi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai berikut :

“Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan

Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan.”

Lebih lanjut pada pasal 3 ayat 1 disebutkan pula bahwa tujuan dari Pendapatan Asli Daerah adalah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.

Faktor keuangan dalam pelaksanaan otonomi dinilai penting, karena uang merupakan hal pokok yang diperlukan oleh daerah untuk Faktor keuangan dalam pelaksanaan otonomi dinilai penting, karena uang merupakan hal pokok yang diperlukan oleh daerah untuk

Pentingnya posisi keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut mendorong pemerintah daerah untuk membuat alternatif cara untuk mendapatkan pembiayaan daerah melalui berbagai sumber sesuai dengan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Hal ini tampak dalam penjelasan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 21 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa:

“Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak: mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;

memilih pimpinan daerah; mengelola aparatur daerah; mengelola kekayaan daerah; memungut pajak daerah dan retribusi daerah; mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam Peraturan perundang-undangan. ”

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menggali potensi daerah sebagai sumber-sumber penerimaan daerah dengan tetap mengacu kepada undang-undang. Sumber pendapatan daerah dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, sebagai berikut:

1 Pajak Daerah;

2 Retribusi Daerah;

3 Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

4 Lain-lain PAD yang sah.

b. Dana Perimbangan

1 Dana Bagi Hasil;

2 Dana Alokasi Umum; dan

3 Dana Alokasi Khusus.

c. Lain-lain Pendapatan Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat.

Dari penjabaran tersebut dapat diketahu bahwa, pendapatan asli daerah bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Dengan demikian, dapat disimpulan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan rutin yang bersumber dari pemanfaatan seluruh potensi daerah, untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Dalam pelaksanaan otonomi, Pemerintah Daerah diberi keleluasaan dalam kewenangan, penataan organisasi dan pengelolaan keuangan, termasuk dalam hal ini kewenangan dalam pengelolaan retribusi daerah. Retribusi termasuk ke dalam salah satu sumber penerimaan daerah dari sisi Pendapatan Asli Daerah.

Pengertian retribusi daerah menurut Rohmat Sumitro dalam Adrian Sutedi (2008:74) adalah sebagai berikut :

“Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan, atau jasa yang diberikan daerah baik secara

langsung maupun tidak langsung.” Hal tersebut senada dengan definisi retribusi daerah yang

dinyatakan oleh Panitia Nasri dalam Adrian Sutedi (2008:84) sebagai berikut :

“Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan usaha, atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung.”

Sedangkan pengertian retribusi daerah menurut UU No. 28 Tahun 2009 adalah sebagai berikut :

“Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

Badan.” Badan.”

a. Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah

b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan pemerintah daerah yang langsung dapat ditunjuk

c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan jasa yang disediakan pemerintah daerah.

Berdasarkan beberapa definisi dan ciri diatas, dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah yang dibebankan kepada masyarakat secara perseorangan maupun badan usaha yang memanfaatkan jasa yang diberikan pemerintah daerah secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Kesit Bambang Prakosa (2003:41) dalam prakteknya, pemungutan retribusi langsung atas konsumen biasanya dikenakan karena satu atau lebih pertimbangan-pertimbangan berikut ini :

a. Apakah pelayanan tersebut merupakan barang-barang publik atau privat. Jasa yang disediakan dianggap dapat memberikan keuntungan umum ataukah keuntungan pribadi.

b. Suatu jasa yang melibatkan suatu sumberdaya yang langka atau mahal dan perlunya disiplin masyarakat untuk mengkonsumsinya.

c. Ada beberapa jenis konsumsi yang dinikmati oleh individu bukan karena kebutuhan pokok sehingga merupakan pilihan daripada c. Ada beberapa jenis konsumsi yang dinikmati oleh individu bukan karena kebutuhan pokok sehingga merupakan pilihan daripada

e. Retribusi dapat mengetahui atau menguji arah dan skala dari permintaan masyarakat akan jasa.