Perusahaan Gula Praja Mangkunegaran Masa K.G.P.A.A. Mangkunegara VI (1896-1916)

PERUSAHAAN GULA PRAJA MANGKUNEGARAN MASA K.G.P.A.A. MANGKUNEGARA VI (1896-1916) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh : RM. IWAN KRISHNA WARDHANA

C 0504043

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

commit to user

commit to user

commit to user

Nama : RM. IWAN KRISHNA WARDHANA NIM

: C 0504043

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Perusahaan Gula Praja Mangkunegaran Masa K.G.P.A.A. Mangkunegara VI (1896 –1916) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal- hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, April 2012

Yang Membuat Pernyataan

RM. IWAN KRISHNA WARDHANA

C 0504043

commit to user

Karena sesungguhnya sesudah ada kesulitan itu pasti ada kemudahan. (Q.S. Alam Nasyrah : 5)

Rizki kita bukanlah kekayaan yang disimpan, melainkan keuntungan yang disebar untuk dinikmati banyak orang.

(Penulis)

commit to user

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Bapak dan Ibu yang tercinta.

2. Kakak dan Saudara sepupu.

3. Almamater.

commit to user

Segala puji syukur kepada Allah SWT berkat limpahan rahmad serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat selesaikan skripsi. Skripsi ini disusun guna meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Di dalam penyusunan skripsi tersebut, tidak mungkin segala aral melintang yang menghadang bisa dilalui tanpa bantuan dari berbagai pihak. Sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.

2. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah atas bantuan dan pengarahannya untuk segera menyelesaikan skripsi.

3. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Sejarah atas bantuan dan pengarahannya kepada penulis.

4. Dr. Warto, M.Hum., selaku pembimbing utama dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini teramat sabar dan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

5. Drs. Supariadi, M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.

6. Seluruh dosen pengajar Ilmu Sejarah yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

7. Ibu Darweni, Bapak Basuki dan segenap staf perpustakaan Reksopustaka Mangkunegaran yang telah memberikan ijin dan bantuan kepada penulis dalam proses pengumpulan data yang diperlukan.

8. Bapak dan ibu yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tak pernah putus kepada penulis.

9. Bulek Yayuk, Bulek Nunik, Bulek Sumiyati beserta keluarga serta Mbak Dhanik dan Mas Toni yang selalu memberikan doa dan dukungan baik moril maupun materiil.

commit to user

Daryadi, Wasita, Anton, Amin, Arif, Edy, Sapto, Desy dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan semangat yang kalian berikan. Terimakasih pula untuk teman-teman Ilmu Sejarah angkatan atas dan bawah.

11. Keluarga besar Trah Ronggo Sastro Waskithan dan Tondhonegaran, yang senantiasa memberikan pangestu ketika bertemu.

12. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Betapa sadar penulis bahwa isi skripsi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, April 2012

Penulis

commit to user

Tabel 1 Luas Areal dan Produksi Gula Mangkunegaran Akhir Abad ............. 28 Tabel 2 Luas Lahan Tanaman Tebu dan Banyaknya Tebu Hasil Pembelian

dari Pabrik Gula Tasikmadu 1911 – 1917 .......................................... 28 Tabel 3 Jumlah Tebu yang Digiling di Pabrik Gula Tasikmadu 1911 – 1917 32 Tabel 4 Kapasitas Giling Tiap 24 Jam di Tasikmadu 1911 – 1917 ................. 32 Tabel 5 Lahan Sawah di Colomadu yang Ditanami Tebu Tahun 1904 ........... 33 Tabel 6 Produksi Gula dari Industri Gula Mangkunegaran 1899 – 1917

dalam Kuintal ..................................................................................... 42 Tabel 7 Nilai Ekspor Utama (1870 – 1920) (dalam ribuan Gulden) ............... 48 Tabel 8 Persentase Nilai Ekspor ke Berbagai Negara Tahun 1875 – 1930 ..... 49

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Struktur Organisasi Perusahaan Gula Praja Mangkunegaran Tahun

1911 .................................................................................................... 52

commit to user

1. ISTILAH

Acte Van Verband : Piagam pengangkatan

Administrator : Pengurus administrasi; manajer utama dari pabrik

gula

Afdeeling : Wilayah administrasi Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia yang berada di bawah Keresidenan Afgemalen : Habis digiling

Agrarische zaken

: Urusan agraria Ajun kontrolir : Pembantu kontrolir; pembantu pengawas Anggaduh : Meminjam; menyewa

Angger

: Peraturan; hukum

Apanage : Tanah lungguh yang diberikan kepada para bangsawan dan pejabat kerajaan sebagai gaji Bahu suku

: Pembantu; kuli

Bahu

: Ukuran luas sama dengan ¾ hektar

Beenzwart

: Tepung arang tulang

Bekel : Orang yang mendapat wewenang menjaga kebaikan desa; petani penghubung antara pemilik atau penguasa tanah dengan penggarap tanah

Bekel gundul : Bekel yang tidak memiliki petani penggarap atau nara

karya : bekel pacul

Bekel ngiras : Pemegang tanah apanage yang mengawasi

penanaman di lahannya sendiri

Bengkok : Tanah lungguh untuk perangkat desa Bordes : Tempat bor besar untuk menggiling

Bupati patih : Sebutan patih di Praja Magnkunegaran Cacah

: Bahu; karya; luas lahan yang dikaitkan dengan jumlah petani penggarap (nara karya) Carbonatie : Proses pengkarbonan

Commisie van beheer : Komisi penasehat Centrifuge : Mesin pengolah gula; memisahkan dari pusat atau

bagian utama Civiele lijst : Gaji Raja dan kerabatnya Crusher : Mesin penghancur

Cokes

: Batu bara

Cutuurdiensten

: Kerja wajib tanam

Dangir

: Menyiangi rumput pada tanaman

Demang : Secara harfiah berarti pegangan; seseorang yang diberi tugas untuk memegang dan menjalankan segala pekerjaan di pedesaan

De Hersteller : Sang Pembangun Kembali

Dongkelan : Sisa batang tebu yang berhasil dicabut dari tanah Employe

: Pegawai kantor

commit to user

lain; daerah kantong Fabricatie : Pembuatan pabrik Filter pers : Alat penyaring

Garebeg besar : Pesta upacara yang diselenggarakan oleh kerajaan- kerajaan Islam di Jawa Tengah untuk memperingati hari Raya Idul Adha pada bulan Besar (Dzulhijjah) atau bulan kedua belas dalam penanggalan Jawa dan Islam

Garebeg Maulud : Pesta upacara yang diselenggarakan oleh kerajaan- kerajaan Islam di Jawa Tengah untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad S.A.W pada bulan Maulud atau bulan ketiga dalam penanggalan Islam

Garebeg puasa : Pesta upacara yang diselenggarakan oleh penguasa beragama Islam untuk menyongsong datangnya bulan puasa atau Ramadhan

Giet cokes : Batu bara cair

Glebagan

: Bergantian, bergiliran

Gubernemen

: Pemerintah Kolonial Belanda

Gugur gunung : Kerja wajib yang dilakukan oleh penduduk desa dalam mengatasi peristiwa-peristiwa besar di desanya seperti bencana alam banjir, tanah longsor dan sebagainya

Gunung

: Polisi; pejabat keamanan

Heerendiensten

: Kerja wajib tidak dibayar Hoofd suiker : Gula kualitas baik / gula murni

Interandiensten : Kerja wajib yang dilakukan petani penggarap untuk kepentingan pabrik gula di sekitar pabrik gula Ipeng

: Jembatan kecil

Jaya ayeran : Jaga patuh; kewajiban yang dikenakan kepada para petani penggarap untuk menjaga rumah kepala desa dalam suau hari tertentu

Jaga larakan

: Jaga di pos desa

Jaga patrol

: Ronda malam di pedukuhan

Jaga playangan : Kegiatan mengantor surat dari desa ke kecamatan dan

sebaliknya

Jajar : Petugas yang menerima perintah dari bekel Java gas cokes : Batu bara padat Jawa

Jung Satuan luas sekitar 4 bahu atau 28.386 m 2 Kabekelan : Wilayah kekuasaan bekel

Kapanewonan : Wilayah administrasi dengan luas wilayah sebesar seribu bahu atau karya dan dipimpin oleh seorang panewu

Kalk oven : Oven gamping

commit to user

bersumber pada modal pribadi atau dari perusahaan swasta dengan ciri persaingan di pasar bebas

Kareteg

: Jembatan besar

Karya : Jumlah kuli yang terlibat dalam pengolahan lahan; kesatuan luas sekitar 7.069 m 2 ; satu bahu; ¾ hektar Kemantren gunung : Kecamatan; onderdistrict

Klep plaat : Tempat katup

Kliwon : Pejabat yang menerima perintah dari bupati; pejabat

yang menguasai tanah 2.000 karya

Krigan : Sama dengan kerig-aji; kerja bakti bersama untuk

kepentingan praja Kolonial verslag : Laporan tanah jajahan

Kondensator central : Kondensasi pusat

Kookpan : Panci besar untuk memasak Kuli kenceng : Petani penggarap dengan penguasaan tanah sawah

minimal seluas 0,5 hektar ditambah tanah pekarangan dan tegalan

Legiun : Pasukan bersenjata; angkatan perang Lungguh

: Duduk; tanah jabatan

Macadam : Makadam; jalan yang diperkeras dengan batu Mandor

: Orang yang mengepalai beberapa orang atau kelompok dan bertugas mengawasi pekerjaan mereka; karyawan biasa yang tugasnya sama dengan tugas karyawan dan merangkap tugas pengawasan atas rekan-rekannya

Mangkunegaran : Nama praja atau wilayah kekuasaan Mangkunegara Mantri gunung

: Pejabat kepolisian di bawah wedana gunung Missive

: Surat dinas Molen : Alat penggilingan

Multiple effect : Efek atau akibat yang luas atau banyak Nara karya

: Petani penggarap tanah yang disertai dengan kewajiban-kewajiban kepada desa dan praja Nglaci

: Membuat parit Onderneming : Perusahaan; perkebunan

Onderafdeeling : Wilayah administrasi Kolonial Belanda di bawah

Afdeeling

Onderdistrict : Wilayah administrasi di bawah distrik; kecamatan Onderregentscahp

: Wilayah administrasi setingkat kabupaten, di atas

Pasang rahan

: Peristirahatan

Panewu gunung : Penguasa pemerintahan pada setingkat distrik Panganyar -anyar

: Uang yang diberikan oleh seorang pejabat baru

kepada pejabat yang membawahinya

commit to user

Patuh : Lurah patuh; pemegang tanah jabatan yang ditunjuk

oleh raja/adipati

Pemalik rahi : Uang pengganti kepada pemilik atau pemakai lama Penemu

: Camat; kepala pemerintahan di atas kepala desa dan di bawah wedana; penguasa 1.000 karya tanah Pepanci

: Bagian yang diberikan kepada seseorang karena

memang menjadi haknya; jatah gaji

Piagem

: Surat tanda perjanjian

Pituwas

: Penghargaan; tanah pensiun

Praja

: Kerajaan; wilayah kerajaan

Pranatan

: Peraturan; tatanan

Priayi : Kerabat atau keluarga raja; bangsawan; aristokrat; pejabat pemerintahan di Jawa; elite terpelajar di Jawa Proef station : Balai percobaan / penelitian

Putra Sentana

: Anak keturunan dan kerabat raja Quadruple effect : Mesin penggiling berlipat empat

Rambanan

: Bahan pakan ternak

Rangga

: Kepala desa yang berasal dari priayi

Rembang

: Panen tebu

Reorganisasi : Pengorganisasian kembali; pembaharuan Reynoso

: Teknologi penanaman tebu Rendement : Hasil laba / sisa

Rijksblad : Lembaran praja; terbitan praja yang berisi informasi tentang peraturan-peraturan kerajaan Ru (roede)

: Ukuran panjang sekitar 12 kaki; satu tombak; 3,77 m Self supporting : Sistem ekonomi yang mandiri / berdikari

Sereh : Jenis hama yang menyerang tanaman tebu Sikepan

: Berpakaian dengan menggunakan sikep (jenis pakaian

Jawa)

Station : Setasiun; tempat menjalankan mesin-mesin pabrik Stroop suiker : Gula cair kualitas baik / gula sirup Superintendent : Pimpinan administrasi yang mengatur badan usaha

milik seseorang atau badan Triple effect : Mesin penggiling berlipat tiga

Toeslag

: Tambahan biaya, tambahan gaji Vacuum pan : Ruang hampa udara Verdamping : Sistem penguapan

Verslaag

: Laporan

Wedana gunung : Penguasa wilayah pemerintahan setingkat kabupaten Wingewest

: Daerah yang menguntungkan

Wissel gronden : Tanah yang dikerjakan secara bergantian atau bergiliran antara tanaman tebu dengan tanaman padi; glebagan

Woeste gronden

: Tanah liar Zak suiker : Gula kualitas sedang / gula karung

commit to user

2. SINGKATAN BB : Binnenlandch Bestuur (Pemerintahan Dalam Negeri) B.R.Aj.

: Bandara Raden Ajeng

B.R.M.H.

: Bandara Raden Mas Harya

G.R.M.

: Gusti Raden Mas

K.G.P.A.A. : Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria K.P.A.

: Kanjeng Pangeran Arya

MN

: Mangkunegara / Mangkunegaran

PG

: Pabrik Gula

VOC : Vereenigde Oost Indische Compagnie (Persekutuan Perusahaan-perusahaan Hindia Timur Belanda)

3. UKURAN

1 jung

: 4 cacah

4 karya

: 4 bahu

4 cacah

: 4 karya

4 bahu

: 2,8 ha

4 karya

: 7.096,5 m 2

4 bahu

: 28.386 m 2

1 ru

: 4m 2

commit to user

Gambar 1 : Peta Wilayah Mangkunegaran ....................................................... 88 Gambar 2 : K.G.P.A.A. Mangkunegara VI ....................................................... 89 Lampiran 1 : Turunan Surat tentang masalah keuangan Mangkunegaran harus

diketahui Residen dan akan mengikuti segala saran-saran Residen tentang Pemerintahan, tanpa tahun. MN VI No. 190 ..................... 90

Lampiran 2 : Laporan tahunan keuangan Mangkunegaran tahun 1912. MN VI

No. 184 ........................................................................................... 91

commit to user

RM Iwan Krishna Wardhana, C 0504043, 2012, Perusahaan Gula Praja

Mangkunegaran Masa K.G.P.A.A. Mangkunegara VI (1896 – 1916), Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini membahas tentang manajemen atau pengelolaan perusahaan gula pada masa pemerintahan Mangkunegara VI. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana manajemen atau pengelolaan perusahaan gula pada masa Mangkunegara VI dan bagaimana Mangkunegara VI melakukan pembaharuan/ perubahan manajemen perusahaan perkebunan Praja Mangkunegaran.

Penelitian ini menggunakan penelitian sejarah dengan tehnik pengumpulan data menggunakan studi dokumen atau arsip dan studi pustaka. Data yang diperoleh kemudian dikritik secara intern dan ekstern dipadukan dengan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta sejarah. Fakta tersebut kemudian dianalisis dengan tehnik analisis diskriptif kualitatif dan disusun dalam sebuah historiografi.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tugas berat di awal pemerintahan Mangkunegara VI membuatnya melakukan politik penghematan dan melakukan perubahan manajemen atau pengelolaan perusahaan gula Colomadu dan Tasikmadu, memperbaiki dan memperbarui mesin-mesin pabrik untuk meningkatkan produksi gula serta memisahkan kas Praja dengan kas perusahaan milik Praja Mangkunegaran dan mengumpulkan dana cadangan untuk memperkuat keuangan Praja. Semua usahanya itu bertujuan untuk menyelamatkan negara dari beban hutang yang besar yang ditinggalkan oleh Mangkunegara V, usahanya tersebut ternyata membuahkan hasil. Praja Mangkunegaran mampu melunasi semua hutangnya pada Pemerintah Hindia Belanda. Selain itu, mulai tahun 1899 Praja Mangkunegaran memperoleh kembali hak otonominya dalam bidang keuangan.

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah perkembangan perkebunan di negara berkembang, termasuk Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi. Di negara-negara berkembang, pada umumnya perkebunan hadir sebagai perpanjangan dari perkembangan kapitalisme agraris Barat yang diperkenalkan melalui sistem perekonomian kolonial. Perkebunan pada awal perkembangannya hadir sebagai sistem perekonomian baru yang semula belum dikenal, yaitu sistem perekonomian pertanian komersial (commercial agriculture) yang bercorak kolonial.

Sistem perkebunan yang dibawa oleh pemerintah kolonial atau yang didirikan oleh korporasi kapitalis asing itu pada dasarnya adalah sistem perkebunan Eropa (European plantation), yang berbeda dengan sistem kebun (garden system) yang telah lama berlaku di negara-negara berkembang pada masa pra-kolonial. Sebagai sistem perekonomian pertanian baru, sistem perkebunan telah memperkenalkan berbagai pembaharuan dalam sistem perekonomian pertanian yang membawa dampak perubahan penting terhadap kehidupan masyarakat tanah jajahan atau negara-negara berkembang. Karena itu

commit to user

proses modernisasi. 1

Dalam catatan sejarah Indonesia selama masa kolonial Belanda berkuasa, terjadi beberapa kali pergantian haluan politik. Pertama politik kolonial konservatif, terutama dijalankan pada masa tanam paksa pada tahun 1830-1870. Pada masa politik kolonial konservatif masalah-masalah politik, hukum, dan perekonomian dikuasai dan dikendalikan oleh negara kolonial. Tidak mengherankan apabila hasil dari kegiatan ekonomi pada masa itu sebagian besar

dinikmati oleh negara Belanda. 2 Kedua adalah politik kolonial liberal yang dijalankan tahun 1870-1900. Dalam politik kolonial ini peranan negara hanya terbatas pada persoalan menjaga ketertiban hukum keteraturan masyarakat, sedangkan urusan ekonomi dijalankan oleh swasta yang kemudian mendorong tumbuhnya berbagai perusahaan swasta di Indonesia. Baik politik kolonial konservatif maupun politik kolonial liberal dianggap tidak ada bedanya, karena hasil dari kedua kebijaksanaan politik tersebut tidak dapat dinikmati oleh penduduk pribumi.

Awal abad XX, kebijakan penjajahan Belanda mengalami perubahan arah yang paling mendasar. Eksploitasi terhadap Indonesia mulai berkurang sebagai pembenaran utama kekuasaan Belanda, digantikan dengan pernyataan-pernyataan keprihatinan atas kesejahteraan bangsa Indonesia. Dalam hal ini muncul

1 Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, 1991, Sejarah Perkebunan di Indonesia (Kajian Sosial Ekonomi) (Yogyakarta : Aditya Media), hlm. 3.

2 Sartono Kartodirjo, 1999, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional (dari Kolonialisme sampai Nasionalisme) Jilid 2, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama),

hlm. 38.

commit to user

politik kewajiban moril memperhatikan kepentingan pribumi dan membantu Indonesia dalam kesulitan. Politik etis mengubah pandangan dalam politik kolonial yang beranggapan Indonesia tidak lagi sebagai wingewest atau daerah yang menguntungkan. Indonesia diubah menjadi daerah yang perlu dikembangkan, melalui tiga prinsip dasar, yaitu pendidikan, perpindahan

penduduk dan pengairan. 3

Perusahaan gula di Praja Mangkunegaran mulai ada sejak masa pemerintahan Mangkunegara IV (1853 – 1881), yang melatarbelakangi Mangkunegara IV dalam membangun perusahaan gula ialah gula merupakan produk ekspor yang pada saat itu sedang naik daun dipasarkan baik di dalam negeri maupun luar negeri, tanaman tebu sudah terbiasa ditanam di sejumlah tempat di wilayah Surakarta termasuk Mangkunegaran, sumber pendapatan Praja

secara tradisional melalui pajak dan persewaan tanah dirasa tidak mencukupi. 4

Dengan dibangunnya dua pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu maka pendapatan Mangkunegaran meningkat serta dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar pabrik dengan bekerja di pabrik maupun di perkebunan tebu.

Masa Mangkunegara IV merupakan masa kejayaan perekonomian Mangkunegaran khususnya di sektor perkebunan yaitu kopi dan gula yang pada saat itu sedang naik daun di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut berubah setelah meninggalnya Mangkunegara IV dan digantikan

3 Marwati Djoened Poesponegoro, et.al, 1993. Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), hlm 37.

4 Wasino, 2008, Kapitalisme Bumi Putra : Perubahan Masyarakat Mangkunegaran, (Yogyakarta : LKIS), hlm 47.

commit to user

wabah penyakit sereh yang menyerang tanaman kopi dan tebu mengakibatkan pendapatan Praja menurun sehingga harus berhutang kepada pemerintah Kolonial Belanda untuk memenuhi kebutuhan praja. Sehingga mulai saat itu masa Mangkunegara V (1881 – 1896) keuangan Praja Mangkunegaran diawasi langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam hal ini Residen Surakarta dengan dibentuk suatu Dewan Komisi yang bertugas mengawasi keuangan Praja.

Praja Mangkunegaran mengalami perubahan dalam bidang politik dan ekonomi. Hal ini ditandai dengan Mangkunegara I sebagai pendiri Praja Mangkunegaran, Mangkunegara II sebagai peluas daerah Praja Mangkunegaran, Mangkunegara III sebagai peletak dasar sistem ketataprajaan atau pemerintahan di Mangkunegaran, Mangkunegara IV merupakan peletak dasar sistem perkebunan modern di Jawa, yang berhasil membangun sistem ekonomi Praja Mangkunegaran. Pada masa Mangkunegara IV inilah puncak kejayaan Mangkunegaran di bidang ekonomi dengan membawa Praja Mangkunegaran menuju ke arah kemakmuran rakyat dengan mengusahakan peningkatan pertanian dan perkebunan.

Pada akhir masa pemerintahan Mangkunegara IV, perekonomian Mangkunegaran mulai goyah. Apalagi setelah Mangkunegara IV meninggal dan digantikan oleh keturunannya, yaitu Mangkunegara V. Keuangan Praja benar- benar mengalami kebangkrutan bahkan mencapai tingkat defisit sehingga terlibat hutang yang banyak terhadap Pemerintah Kolonial Belanda. Kebangkrutan keuangan tersebut, selain karena rusaknya tanaman kopi dan tebu juga adanya

commit to user

yang ikut menentukan hancurnya keuangan Praja Mangkunegaran yaitu adanya krisis ekonomi dunia (1875-1890) yang melanda pada saat itu. Sebagai akibat dari situasi keuangan tersebut, pengelolaan keuangan Praja diambil alih oleh Residen Surakarta.

Akibat krisis ekonomi dunia tahun 1880-an, terjadi proteksi terhadap gula bit di Eropa yang mengakibatkan peredaran gula dalam negeri menjadi lebih besar karena tidak dapat diserap dalam pasaran Eropa yang selama itu menjadi pasar utama produksi gula dari Jawa. Oleh karena penawaran lebih besar dari permintaan maka harga gula mengalami kerugian karena laba dari penjualan gula tidak seimbang dengan biaya produksi. Selain itu di Jawa juga sedang berjangkit penyakit sereh yang melanda kebun-kebun tebu, termasuk kebun-kebun tebu Mangkunegaran, baik di sekitar Colomadu maupun Tasikmadu. Akibatnya, jumlah tebu yang dihasilkan tiap hektar menurun drastis dan kualitas gula yang dihasilkan tidak baik. Peristiwa ini merupakan pukulan berat bagi kelangsungan industri gula Mangkunegaran.

Pukulan ekonomi terhadap industri gula Mangkunegaran ini membawa dampak pada perekonomian Mangkunegaran yang ketika itu telah memasuki jalur kapitalisme industri. Guncangan terhadap kaum kapitalis dunia yang ketika itu berpusat di Eropa juga berpengaruh terhadap denyut nadi ekonomi Praja Mangkunegaran. Kerajaan kecil yang baru mulai bangkit membangun kekuatan

commit to user

ini terpaksa harus mengalami ujian yang berat. 5

Perusahaan gula masa Mangkunegara VI di sini menarik untuk dikaji karena dengan kegigihannya berhasil meningkatkan perekonomian Praja Mangkunegaran khususnya di bidang produksi gula. Manajemen dan mesin-mesin pabrik diperbaiki dan diperbarui untuk meningkatkan hasil produksi gula. Mesin-mesin yang telah rusak diganti dengan mesin-mesin baru yang didatangkan dari Eropa, sehingga produksi gula meningkat dan hasil penjualan meningkat. Perusahaan gula merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar sejak masa Mangkunegara

IV dengan dibangunnya 2 pabrik gula di Colomadu dan Tasikmadu.

Pada masa Mangkunegara IV inilah perekonomian Mangkunegaran mengalami masa kejayaannya, namun setelah digantikan puteranya Mangkunegara V perekonomian Mangkunegaran mengalami masa kemunduran dan meninggalkan banyak hutang. Tugas berat di awal pemerintahan

Mangkunegara VI membuatnya melakukan politik penghematan dan

meningkatkan produksi gula untuk menunjang perekonomian. Cita-cita Mangkunegara VI ingin mengembalikan masa kejayaan perusahaan gula yang pernah dialami oleh ayahnya Mangkunegara IV.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan beberapa perumusan masalah sebagai berikut :

5 Wasino, Op. Cit., hlm 55.

commit to user

Mangkunegara VI ?

2. Bagaimana Mangkunegara VI melakukan pembaharuan/perubahan manajemen perusahaan perkebunan Praja Mangkunegaran ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui manajemen atau pengelolaan perusahaan gula pada masa Mangkunegara VI.

2. Untuk mengetahui Mangkunegara VI melakukan pembaharuan/perubahan manajemen perusahaan perkebunan Praja Mangkunegaran.

D. Manfaat Penelitian

1. Perkembangan ilmu sejarah sendiri sebagai bahan acuan bagi sejarawan yang ingin memperdalam dan meneliti masalah ini.

2. Mengetahui peranan Mangkunegara VI terhadap perkembangan perusahaan gula di Praja Mangkunegaran tahun 1896 – 1916.

E. Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini digunakan literatur yang relevan dengan permasalahan. Literatur-literatur tersebut sangat membantu dalam melengkapi kekurangan- kekurangan yang ada pada sumber data. Literatur-literatur yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : Buku karya Th. M. Metz judul asli Mangkoenegaran : Analyse van een Javaansch Vorstendom yang diterjemahkan Muhammad Husodo

commit to user

(1939), yang berisi mengenai sejarah berdirinya Kadipaten Mangkunegaran, gambaran umum Praja Mangkunegaran meliputi jalannya pemerintahan mulai dari K.G.P.A.A. Mangkunegara I hingga VII, wilayah dan penduduk Mangkunegaran juga keadaan perekonomian. Di dalam buku ini juga dibahas mengenai melemahnya perekonomian Mangkunegaran pada masa Mangkunegara V akibat adanya krisis ekonomi dunia (1875-1890) dan adanya kesalahan manajemen pengelolaan keuangan.

Pada masa Mangkunegara VI keadaan perekonomian yang buruk berangsur- angsur membaik dengan dijalankannya politik penghematan dan perbaikan pengelolaan keuangan perusahaan maupun kas Praja Mangkunegaran. Di dalam buku ini dijelaskan usaha-usaha Mangkunegara VI dalam memulihkan perekonomian dengan dijalankannya politik penghematan dengan dikuranginya gaji para pegawai dan kerabat Mangkunegaran, mengurangi pengeluaran yang tidak perlu yaitu dengan penyederhanaan pesta-pesta kerajaan serta perbaikan manajemen perusahaan juga mengenai pemisahan keuangan perusahaan dengan keuangan Praja Mangkunegaran.

Buku karya Mr. RM. A.K. Pringgodigdo yang berjudul Sejarah Perusahaan-perusahaan Kerajaan Mangkunegaran , (1976) terjemahan R.T. Muhammad Husodo Pringgokusumo, merupakan pustaka yang sangat membantu untuk mengungkap kepemimpinan Mangkunegara IV di dalam memimpin Praja Mangkunegaran dan pengelolaan perusahaan gula di pabrik Colomadu dan

commit to user

ke 19 hingga abad ke 20 awal. Pada bagian pertama menguraikan tentang pertumbuhan Praja Mangkunegaran dengan menjelaskan proses politik sehubungan dengan lahirnya Praja Mangkunegaran. Pada bagian kedua membahas secara garis besar tentang perusahaan milik Praja Mangkunegaran dari pertengahan abad XIX hingga awal abad XX. Karya ini hanya memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan keberadaan perusahaan perkebunan gula di Mangkunegaran dari masa pertumbuhan, perkembangan dan hancurnya perkebunan gula tersebut pada masa Mangkunegara V.

Buku karangan Dr. S. Mansfeld yang diterjemahkan oleh Muhammad Husodo Pringgokusumo berjudul Sejarah Milik Praja Mangkunegaran (1986) yang berisi pada bab I tentang lahirnya Praja Mangkunegaran, bab II tentang Sri Mangkunegara IV sebagai peletak dasar milik Praja Mangkunegaran, bab III mengenai kemunduran pada zaman Sri Mangkunegara V, pada bab IV berisi campur tangan pemerintah Hindia Belanda, bab V mengenai Sri Mangkunegara

VI berhasil melepaskan campur tangan pemerintah Hindia Belanda dan pada bab

VI berisi penggunaan dana Praja Mangkunegaran oleh Sri Mangkunegara VII (sampai tahun 1925). Pada bab ke V ini yang berisi mengenai Sri Mangkunegara VI berhasil melepaskan campur tangan Pemerintah Hindia Belanda khususnya di bidang perekonomian dengan usahanya yaitu politik penghematan, perbaikan manajemen pengelolaan pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu serta pemisahan keuangan kas

commit to user

membantu di dalam penulisan ini karena berisi usaha-usaha yang dilakukan Mangkunegara VI dalam memperbaiki keadaan perekonomian di Praja Mangkunegaran khususnya di sektor perusahaan gula tahun 1896 – 1916.

Buku karya R.S.S. Sidamukti yang berjudul Sri Paduka K.G.P.A.A Mangkunegara VI (1965) dalam rangka peringatan meninggalnya Mangkunegara

VI ke-40 tahun / 5 windu berisi riwayat hidup dari Mangkunegara VI dari kecil, dewasa hingga memegang tampuk pimpinan di Praja Mangkunegaran dengan keberhasilannya dalam membangun kembali perekonomian yang pada masa Mangkunegara V mengalami kemunduran. Buku ini sangat membantu dalam penulisan ini karena berisi riwayat hidup Mangkunegara VI khususnya usaha- usahanya dalam membangun kembali perekonomian di Praja Mangkunegaran yaitu dengan memperbaiki manajemen pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu.

Mengadakan politik penghematan mulai dari gaji pegawai sampai pada masalah penyederhanaan pesta-pesta kerajaan serta pemisahan keuangan kas Praja dengan keuangan perusahaan milik Mangkunegaran sehingga perekonomian Praja Mangkunegaran mulai membaik. Praja Mangkunegaran mampu melunasi semua hutang-hutangnya dan diberikan hak otonomi untuk mengurusi keuangan di Mangkunegaran kembali setelah sebelumnya sejak masa pemerintahan Mangkunegara V keuangan Praja diawasi oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Buku karangan Wasino yang berjudul Kapitalisme Bumi Putra; Perubahan Masyarakat Mangkunegaran (2008). Buku ini memaparkan mengenai kekayaan- kekayaan yang dimiliki oleh Praja Mangkunegaran yang berupa tanah,

commit to user

kesuksesan dalam bidang perekonomian. Buku ini lebih menitikberatkan mengenai perkebunan tebu atau pabrik gula sebagai salah satu bagian dari kesuksesan perekonomian Praja Mangkunegaran. Di samping itu juga membicarakan mengenai usaha yang dilakukan Mangkunegara VI dalam meningkatkan pendapatan Praja Mangkunegaran. Secara keseluruhan, buku ini sangat bagus sebagai penunjang penelitian ini, karena dengan buku ini sedikit banyak dapat diketahui seberapa besar peranan Mangkunegara VI dalam meningkatkan pendapatan di Praja Mangkunegaran.

Dari karya-karya di atas, maka dicoba untuk mengungkap lebih lengkap lagi mengenai kebangkitan kembali ekonomi di Praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VI, yang mengantarkan ekonomi di Praja Mangkunegaran mencapai zaman kejayaan kembali sehingga mendapat julukan De Hersteller atau Sang Pembangun Kembali. Sudah banyak penelitian mengenai Praja Mangkunegaran, tetapi hanya sedikit yang khusus mengkaji mengenai masa Mangkunegara VI. Penelitian mengenai ekonomi di Praja Mangkunegaran antara lain berjudul Era Kebangkitan Ekonomi di Praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara IV, Perusahaan Perkebunan Kopi pada masa Mangkunegara IV (1853-1881) dan Krisis Ekonomi pada masa Mangkunegara V (1881-1896).

F. Metode Penelitian

Suatu penulisan yang bersifat ilmiah mustahil dilakukan tanpa didukung dengan keberadaan fakta-fakta. Apalagi penelitian sejarah keberadaan fakta sangat

commit to user

lampau sedangkan fakta tidak mungkin ditemukan tanpa tersedianya data. Berasal dari data-data itulah fakta dapat ditemukan setelah melalui proses interpretasi sedangkan data baru dapat ditemukan setelah melakukan penelusuran terhadap

sumber-sumber sejarah. 6

Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Menurut Louis Gottschalk yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari pengalaman

masa lampau. 7 Metode sejarah ini terdiri dari 4 tahap yang saling berkaitan antara

yang satu dengan yang lainnya, yaitu : heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.

1. Heuristik Heuristik merupakan proses pengumpulan sumber-sumber tertulis baik studi dokumen berupa arsip, surat keputusan, laporan-laporan maupun studi pustaka berupa hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan. Arsip tersebut berasal dari perpustakaan Reksopustaka Mangkunegaran karena sebagian arsip atau dokumen sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Adapun arsip yang digunakan antara lain : Surat Residen Surakarta kepada Asisten Residen Surakarta dan Superintenden Urusan Mangkunegaran tanggal 28 Desember 1894 no. 6901/38 dalam Arsip P 1760, Surat Superintenden kepada Residen Surakarta tanggal 25 Januari 1895 no. MN 738 dalam Arsip YN 992, surat jawaban

6 Sartono Kartodirdjo, 1992, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah, (Jakarta : PT. Gramedia), hlm. 90.

7 Louis Gottschalk, 1986, Mengerti Sejarah, Edisi Terjemahan Nugroho Notosusanto, (Jakarta : UI Press), hlm. 32.

commit to user

Oktober 1895 dalam Arsip P 1760 dan YN 992, babad dan serat-serat mengenai Mangkunegara VI serta dokumen lainnya.

2. Kritik Sumber Kritik ini bertujuan untuk mencari otensitas atau keaslian data-data yang diperoleh melalui kritik intern dan kritik ekstern. Dalam hal ini data yang diperoleh harus diuji, baik secara intern maupun ekstern. Data yang diperoleh dari arsip Mangkunegaran, buku-buku dan sumber lain seperti koran, majalah yang ada di Monumen Pers kemudian dikritik sesuai dengan permasalahan yang dikaji.

3. Interpretasi Usaha ini merupakan penafsiran terhadap fakta-fakta yang diperoleh dari data-data yang telah diseleksi dan telah dilakukan kritik sumber. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analitis yaitu menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Selain itu tehnik yang digunakan untuk menganalisa data penelitian ini adalah tehnik analisis dengan tehnik diskriptif kualitatif, yaitu untuk mencari hubungan sebab akibat dari suatu fenomena historis pada ruang dan waktu tertentu. Tujuan dari tehnik ini adalah agar penelitian ini tidak hanya menjawab apa, kapan dan di mana peristiwa ini terjadi tetapi juga menjelaskan gejala sejarah sebagai kausalitas.

4. Historiografi Historiografi merupakan penulisan sejarah dengan merangkaikan fakta- fakta menjadi kisah sejarah berdasarkan data-data yang sudah dianalisa. Di sinilah

commit to user

sejarah yang menarik dan logis serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya kemudian disajikan dalam bentuk penulisan diskriptif.

G. Sistematika Skripsi

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri atas : Bab I yang berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II berisi tentang gambaran umum Praja Mangkunegaran yang meliputi wilayah Praja Mangkunegaran masa Mangkunegara VI dan figur Mangkunegara VI sebagai pemimpin.

Bab III mendiskripsikan tentang manajemen atau pengelolaan perusahaan gula pada masa Mangkunegara VI yang berisi sistem produksi gula, distribusi pemasaran serta organisasi perusahaan.

Bab IV berisi tentang pembaharuan manajemen perusahaan yang meliputi kontrak baru atau sewa tanah, pemisahan keuangan Praja dengan keuangan perusahaan, efisiensi atau penghematan dan perbedaan masa pemerintahan Mangkunegara V dengan Mangkunegara VI.

Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan.

commit to user

MANAJEMEN ATAU PENGELOLAAN PERUSAHAAN GULA PADA MASA MANGKUNEGARA VI

A. Sistem Produksi Gula

Perusahaan gula di Praja Mangkunegaran mulai ada sejak masa pemerintahan Mangkunegara IV (1853 – 1881), pabrik gula pertama yang dibangun adalah pabrik gula Colomadu, peletakan batu pertama dilakukan pada hari Minggu tanggal 8 Desember 1861 dan pada tahun 1862 pabrik gula itu sudah siap untuk dioperasikan, biaya pembangunan pabrik mencapai f 400.000. Keberhasilan pabrik gula Colomadu mendorong Mangkunegara IV membangun pabrik gula kedua, yaitu pabrik gula Tasikmadu. Pabrik gula kedua ini letaknya di desa Sandakara, Distrik Karanganyar. Wilayah ini merupakan daratan rendah yang terletak di sebelah barat lereng Gunung Lawu dan sebelah timur Kota Solo, tepatnya di tepi jalan Solo – Karangpandan.

Peletakan batu pertama pembangunan bangunan pabrik dilakukan tanggal

11 Juni 1871. Pabrik gula diselesaikan pembangunannya tahun 1874. Selain itu Praja Mangkunegaran juga mendirikan pabrik beras Polokarto di wilayah Honggobayan Kecamatan Jatisrono pada tahun 1882, pabrik gula Kemiri tahun 1883 yang dibeli oleh Mangkunegara V beserta dengan areal perkebunan tebunya. Pabrik tersebut diberi nama Madu Renggo karena sulitnya transportasi dan rendahnya jumlah produksi akhirnya pada tahun 1886 pabrik gula Kemiri atau Madu Rengga ditutup dan digabungkan dengan pabrik gula Tasikmadu,

commit to user

tembakau sangat tergantung dengan iklim yang sulit dikontrol juga faktor pemeliharaan yagn masih sangat tradisional dan bibit yang mempunyai produktivitas yang sangat rendah serta perkebunan teh kemuning yang pengelolaannya kemudian diserahkan kepada pihak swasta Belanda.

1. Bahan Baku

a. Pada Pabrik Gula Colomadu Dalam proses penanaman tebu diperlukan adanya sejumlah faktor pendukung, antara lain : bibit, pengolahan, pemupukan dan pemanenan atau rembang. Untuk memenuhi persediaan bibit, industri gula Mangkunegaran mengadakan penanaman sendiri di kebun bibit yang terletak pada lahan yang mudah perolehan airnya. Lahan yang digunakan untuk kebun bibit bisa berasal dari tanah persewaan maupun tanah di wilayah pabrik gula sendiri. Kebun bibit di tanah sewa sudah berlangsung sejak akhir abad XIX hingga tahun 1924. Kebun bibit hasil sewa lahan dari pabrik gula Colomadu berasal dari Ampel, suatu lahan bibit di wilayah sunan yang disewa oleh pabrik gula ini. Untuk mengangkut bibit yang jaraknya cukup jauh itu digunakan jasa kereta api. Sementara itu, kebun bibit di lahan sendiri berada di sekitar pabrik gula Colomadu. Pengangkutannya

menggunakan gerobag atau cikar. 1

b. Pada Pabrik Gula Tasikmadu Berbeda dengan di Colomadu, bibit tebu untuk perkebunan tebu Tasikmadu terutama dipenuhi dari kebun bibit dari wilayah Tasikmadu sendiri.

1 Warsino, 2008, Kapitalisme Bumi Putra : Perubahan Masyarakat Mangkunegaran, (Yogyakarta : LKIS), hlm 79.

commit to user

tahun 1912 terdapat tambahan kebun bibit di Triagan. Kebun bibit Triagan ini tanahnya diperoleh dengan menyewa kepada Sunan karena meskipun letaknya masih dalam areal Tasikmadu, tanah itu merupakan milik Sunan.

Jenis bibit tebu yang ditanam berubah-ubah. Perubahan jenis bibit yang ditanam mengikuti perkembangan inovasi bibit tebu yang dikembangkan pusat penelitian di Pasuruan. Kebun tebu Mangkunegaran yang termasuk dalam kelompok perkebunan tebu Solo sangat dipengaruhi oleh inovasi-inovasi tersebut. Dalam kelompok Solo ini terdapat jaringan antara perkebunan yang difasilitasi oleh penasihat tanaman tebu dan pabrik gula Solo. Sampai dengan tahun 1920-an,

jenis tebu yang ditanam adalah DI 52, EK 2 dan 247 B. 2

Waktu penanaman tebu yang ideal adalah pada bulan Juni dan Juli. Secara teoritis tanaman yang ditanam pada bulan-bulan itu akan memperoleh hasil tebu yang paling maksimal dibandingkan dengan bulan-bulan sebelum atau sesudahnya. Semakin maju atau semakin mundur dari bulan tanam itu, produksi

gulanya semakin rendah. 3 Ada beberapa faktor penyebab keterlambatan dalam

penanaman tebu di perkebunan tebu Mangkunegaran. Faktor utama adalah keterlambatan penyerahan lahan tebu dari petani akibat sistem glebagan. Selain itu juga faktor ketersediaan tenaga kerja serta kesiapan bibit. Untuk mengantisipasi menumpuknya pekerjaan pada bulan Juni dan Juli, sebagian tanaman tebu untuk daerah tertentu ditanam pada bulan-bulan sebelumnya. Dengan demikian, penanaman tebu dapat berlangsung empat sampai enam bulan.

2 Ibid, hlm 81.

3 Rapport Tjolo Madoe dalam bundel L 378, (Surakarta : Reksopustaka).

commit to user

Pertama-tama dibuat stelsel got yang rasional, yakni dengan kedalaman 12 inci. Tanahnya diangkat ke permukaan membentuk pematang. Tanaman tebu ditanam dengan alur (larik) model h.e.h. Pemupukan merupakan tahap berikutnya setelah kegiatan penanaman tebu dilakukan. Pemupukan dilakukan selama 2 kali, yakni sekitar 20 hari setelah tunas tebu ditanam dan beberapa bulan setelah tebu tumbuh besar. Sebagaimana yang berlaku umum di Jawa selama itu, cara pemupukan dilakukan dengan cara menanam pupuk dalam lubang yang dibuat di sekitar tanaman tebu. Cara seperti ini sejak tahun 1920-an diganti dengan cara yang baru, yakni dengan memberikannya di permukaan tanah di sekitar tanaman tebu. Dengan cara seperti ini diharapkan dapat mengurangi jumlah pupuk yang digunakan.

Selain pupuk kandang, pada abad XX digunakan pupuk buatan. Pupuk buatan berupa ammonia cair atau Z.A dan dubbele superpospat atau enkele superpospat . Persediaan pupuk ditampung di los-los sekitar perkebunan yang rentan terhadap pencurian. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penggunaan pupuk buatan terutama Z.A sekitar 5 sampai dengan 6 pikul per bahu untuk tanah- tanah yang subur. Sementara itu untuk tanah-tanah yang tandus diberikan pupuk

hingga 7 pikul per bahu. 4

Sejalan dengan membaiknya kinerja manajemen industri gula Mangkunegaran, luas lahan dan produksi gula yang dihasilkan juga mengalami peningkatan. Lahan yang digunakan untuk perkebunan tebu tidak hanya pada

4 Surat dari Groep Adviseur Voor Solo kepada Superintendent der Mangkonegorosche Zaken te Solo bijlage V dalam bundel L378 (Surakarta : Reksopustaka).

commit to user

lahan. Misalnya, pada tahun 1912 wilayah kebun tebu Triagan disewa oleh Manajemen Pabrik Gula Tasikmadu.

Peningkatan areal tanam didorong oleh membaiknya kinerja pabrik gula akibat harga gula yang kompetitif di pasaran. Selain itu, penyakit tebu mulai dapat diatasi karena pemilihan bibit varietas unggul. Besarnya permintaan bahan dasar tebu untuk digiling di pabrik gula Tasikmadu juga menjadi faktor peningkatan luas areal tanam. Untuk wilayah Tasikmadu data luas lahan ditemukan untuk tahun 1911 – 1917. Selain tebu yang ditanam sendiri, juga terdapat tebu hasil pembelian. Tabel 1 memberikan gambaran tentang luas lahan tebu Tasikmadu pada periode awal ketika industri gula kembali dikelola oleh Praja Mangkunegaran.

Tabel 1 Luas Areal dan Produksi Gula Mangkunegaran Akhir Abad XIX

Tahun

Luas areal (ha)

Produksi gula (kuintal)

Tasikmadu Colomadu Jumlah Tasikmadu Colomadu

Sumber : A.K. Pringgodigdo, 1976, Sejarah Perusahaan-perusahaan Kerajaan

Mangkunegaran, Terj. Maryono Taroeno, (Surakarta : Reksopustaka Mangkunegaran), hlm 103.

Catatan : Ttd : Tidak tersedia data

Tabel 2 Luas Lahan Tanaman Tebu dan Banyaknya Tebu Hasil Pembelian dari Pabrik Gula Tasikmadu 1911 – 1917

Tahun

Tebu tanaman sendiri

Banyak tebu pembelian (kuintal)

Jumlah tebu yang digiling (kuintal)

Luas areal (hektar)

Hasil tebu

(kuintal)

Rata-rata hasil tebu/ha

1911

693

523.159

754

28.001 551.160

commit to user

Sumber : A.K. Pringgodigdo, 1976, Sejarah Perusahaan-perusahaan Kerajaan

Mangkunegaran, Terj. Maryono Taroeno, (Surakarta : Reksopustaka Mangkunegaran), hlm 127.

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa luas areal tanaman tebu sendiri wilayah Tasikmadu terus mengalami perkembangan yang signifikan. Pada tahun 1911 luas lahan tebu sudah mencapai 693 hektar, padahal pada akhir abad XIX ketika masih dikelola oleh residen luas aeral tertinggi hanya 373 hektar (tahun 1895). Dengan demikian, selama 16 tahun mengalami kenaikan luas lahan tebu 86%. Dari tahun 1911 sampai dengan tahun 1917 luas lahan tanaman tebu cenderung mengalami kenaikan.

Luas lahan tanaman terendah terjadi pada tahun 1911 (693 hektar) dan luas lahan tanam tertinggi untuk jangka waktu itu terjadi pada tahun 1916, yakni 1.040 hektar. Perkembangan luas lahan diikuti pula dengan peningkatan hasil tebu dalam kuintal. Pada tahun 1911 hasil tebu dari tanaman sendiri sebesar 523.159 kuintal yang ditanam dalam lahan seluas 693 hektar sehingga hasil tebu per hektar sebesar 754 kuintal. Hasil itu terus mengalami kenaikan dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1916, yaitu sebesar 1.386.163 hektar yang ditanam dalam lahan tebu seluas 1.040 hektar sehingga hasil tebu per hektar sebesar 1.332 kuintal.

commit to user

Perkembangan jumlah tebu yang digiling di pabrik gula Tasikmadu juga didorong oleh kemampuan gilingnya. Pada perempat kedua abad XX, kemampuan giling pabrik gula ini meningkat pesat. Perkembangan kemampuan giling ini disebabkan oleh perbaikan teknologi dan sarana pendukung dari pabrik gula itu. Setelah berakhirnya musim giling tanggal 23 Desember 1912, pabrik gula ini mengalami pembangunan secara besar-besaran. Kecuali penempatan mesin penggiling dengan kualifikasi multiple effect, semua bagian pabrik dibongkar dan dibangun lagi. Pada bekas gedung tempat mengolah tebu menjadi gula dibuat bangunan besar dengan atap besi. Di samping atau di sebelah pabrik baru ini dibangun bangsal penumbukan yang baru beratap besi. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan pembangunan bagian-bagian lain dari pabrik itu.

Di dalam bangunan-bangunan baru itu berbagai sentral pabrikasi dibentuk dengan menggunakan alat-alat baru. Mesin-mesin pabrik Tasikmadu yang sudah tua memang masih dipergunakan, tetapi dilengkapi dengan mesin-mesin lain yang diambil dari pabrik gula Triagan. Selain itu juga ditambah dengan mesin-mesin baru di Eropa, seperti bor besar. Untuk meningkatkan daya tampung tebu yang telah digiling, juga dibeli panci penampung gula olahan, satu untuk Tasikmadu

dan dua untuk Triagan. 5

Secara teknis pabrik gula yang diperbarui tahun 1912 itu sangat bagus. Kedua penguapan dalam 7 panci penampung dipindahkan oleh pompa udara yang basah untuk dapat bekerja secara lebih ekonomis agar dapat memindahkan air

5 Arsip P. 1760 : Laporan Superintendent der Mangkoenegaran Zaken 1915, W.G.W. Haag, (Surakarta : Reksopustaka).

commit to user

Sebaliknya, bor dipasang dalam posisi centrifugal dilengkapi dengan filter. Dalam pembaruan mesin pabrik ini, carbonage sama sekali diperbarui dan kapasitas

giling ditingkatkan mulai dari 18.000 pikul. 6

Molen-molen diperluas dengan sebuah crusher yang bekerja dengan baik, demikian pula Verdampingnya (penguapannya) tetapi kondensasi sentral tidak sesuai harapan karena kondensator model baru masih dalam pengiriman. Penggunaan kondensator lama sering menghambat proses produksi kaerna uap- uap carbonatie tidak semuanya bisa dikondensasi dan disedot oleh pompa udara kering sehingga banyak uap yang ikut tersedot ke dalam pompa. Kinerja pompa yang demikian itu bisa berbahaya karena tekanan di dalam pompa meningkat seharusnya ruangan di dalam pompa itu hampa udara. Hal ini berakibat pompa tersebut harus terus dihentikan untuk mengosongkan pompa dan mengganti klep plaat atau tempat katup karena uap tersebut mengakibatkan pipa-pipa penyedot atau zuiger stang berkerut dan tiap hari klepnya harus diganti.