Konsep Perencanaan dan Perancangan Hotel Resort Di Bukit Patuk Gunungkidul Yang Mengangkat Kearifan Lokal
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HOTEL RESORT DI BUKIT PATUK GUNUNGKIDUL YANG MENGANGKAT KEARIFAN LOKAL TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh:
THERESIA EMI RAHAYU
I 0208083
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
ii
HOTEL RESORT DI BUKIT PATUK GUNUNGKIDUL YANG MENGANGKAT KEARIFAN LOKAL
Disusun Oleh:
THERESIA EMI RAHAYU
I 0208083
Menyetujui, Surakarta, Juli 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. HARDIYATI, MT Ir. M. ASRORI, MT
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Arsitektur Ketua Prodi Arsitektur Fakultas Teknik
Fakultas Teknik
DR. Ir. M. MUQOFFA, MT KAHAR SUNOKO, ST, MT
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
NIP. 19561209 198601 2 NIP. 19510602 198903 1
NIP. 19620610 199103 1 NIP. 19690320 199503 1
commit to user
iii
Tugas Akhir ini dipersembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibu yang selalu mendoakan dan mendorong dengan semangat yang tak kunjung habis.
2. Mas Dodi, Mas Andi, dan Mbak Lina yang selalu mendukung.
3. Mas Markus Sukarno Wibowo untuk semua doa, dukungan dan semangat.
4. Semua anggota Arsitektur UNS 2008.
commit to user
iv
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih, atas segala limpahan berkah- Nya, sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat bimbingan dan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. M. Muqoffa, MT. Selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Kahar Sunoko, ST, MT. Selaku Ketua Prodi Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Ir. Hardiyati, MT. Selaku Pembimbing I atas bimbingannya dalam menyelesaikan tugas akhir.
4. Bapak Ir. M. Asrori, MT. Selaku Pembimbing II atas bimbingannya dalam menyelesaikan tugas akhir.
5. Bapak dan Ibu yang telah memberikan doa restu dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Namun demikian besar harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
commit to user
ix
Tabel 1. Jumlah Penduduk DIY Berdasarkan Kelompok Umur............................ III-4 Tabel 2. Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke DIY Tahun 2006- 2010 .......... III-8 Tabel 3. Jumlah tamu menginap pada hotel bintang di provinsi D.I.Yogyakarta
Februari- April 2011 .................................................................................. III-10
Tabel 4. Jumlah tamu menginap pada hotel non- bintang/ akomodasi lain di
Provinsi D.I.Yogyakarta Februari- April 2011......................................... III-11
Tabel 5. Potensi, Problem, dan Prospek Struktur Ruang Kawasan
Patuk Gunungkidul..................................................................................... III-14
Tabel 6. Patuk Sebagai Kawasan Pariwisata........................................................... IV-1 Tabel 7. Patuk Sebagai Sebagai Daerah Dengan Potensi Kearifan Lokal
yang Masih Kental Sebagai Daya Tarik Pariwisata ................................ IV-2
Tabel 8. Patuk Sebagai Kawasan Pemukiman ....................................................... IV-2 Tabel 9. Pola Kegiatan dan Hubungan Ruang ....................................................... IV-9 Tabel 10. Data Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke Kabupaten Gunungkidul
Pada Tahun 2008- 2010 .......................................................................... IV-13
Tabel 11. Analisis Perhitungan Dimensi Ruang .................................................... IV-18 Tabel 12. Perbandingan cara kerja sistem Franklin dan Faraday ......................... IV-60
commit to user
Diagram 1. Penentuan Jenis Fasilitas Hotel Resort ................................................ IV-4 Diagram 2. Fasilitas yang Dapat Disediakan Dalam Hotel Resort
Berdasarkan Motivasi ........................................................................... IV-5 Diagram 3. Fasilitas yang Dapat Disediakan Dalam Hotel Resort Berdasarkan Kebutuhan Lingkungan................................................... IV-5 Diagram 4. Organisasi Ruang ................................................................................. IV-8 Diagram 5. Struktur Organisasi .............................................................................. IV-9 Diagram 6. Prosentase Wisatawan .......................................................................... IV-16 Diagram 7. Sistem Sirkulasi Memusat ................................................................... IV-32 Diagram 8. Sistem Sirkulasi Jalur Tunggal ............................................................ IV-32 Diagram 9. Konsep Sistem Sirkulasi ........................................................................... IV-8
commit to user
xv
Gb. V. 15. Konsep Penzoningan Berdasarkan Faktor Klimatologis .................... V-11 Gb. V. 16. Konsep Penzoningan Dalam Site ......................................................... V-11 Gb. V. 17. Konsep Orientasi Bangunan ................................................................. V-13 Gb. V. 18. Bangunan tradisional Gunungkidul ...................................................... V-14 Gb. V. 19. Kediaman Butet Kertaradjasa, karya Ir. Eko Prawoto ........................ V-15 Gb. V. 20. Rencana Bentuk Bangunan Hotel Resort ............................................. V-15 Gb. V. 21. Pola Peruangan Rumah Tradisional Gunungkidul .............................. V-16 Gb. V. 22. Studio Djaduk Ferianto, Yogyakarta .................................................... V-16 Gb. V. 23. Atap Rumah Tradisional Gunungkidul ................................................ V-18 Gb. V. 24. Konsep Vegetasi .................................................................................... V-19 Gb. V. 25. Konsep Vegetasi Sebagai Penahan Lapisan Tanah ............................. V-19 Gb. V. 26. Konsep Distribusi Listrik di Dalam Site .............................................. V-21 Gb. V. 27. Konsep Pendistribusian Air Bersih ...................................................... V-22 Gb. V. 28. Konsep Aliran Air di Dalam Site ......................................................... V-22
Gb. V. 29. Konsep alur drainase pada site ............................................................. V-22 Gb. V. 30. Konsep Jalur Evakuasi dan Peta Hidrant ............................................. V-23
commit to user
PENDAHULUAN
A. Judul
Hotel Resort di Bukit Patuk Gunungkidul yang Mengangkat Kearifan Lokal.
B. Pengertian Judul
Hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan, berikut makan
dan minum. 1
Resort adalah suatu perubahan tempat tinggal untuk sementara bagi seseorang di luar tempat tinggalnya dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kesegaran jiwa dan raga serta hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga dikaitkan dengan kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olah raga, kesehatan, konvensi,
keagamaan serta keperluan usaha lainnya. 2
Patuk Gunungkidul merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Gunungkidul.
Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Shadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan- gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
1 Surat Keputusan Menteri Perhubungan R.I No. PM 10/PW – 301/Phb. 77, 12 Desember 1977 2 Dirjen Pariwisata , Pariwisata Tanah air Indonesia, hal. 13, November, 1988
commit to user
Mengangkat Kearifan Lokal’ adalah suatu fasilitas akomodasi penginapan sementara di Kabupaten Gunungkidul yang mengangkat kearifan setempat berupa gagasan- gagasan yang bersifat bijaksana dan diikuti oleh anggota masyarakat.
C. Latar belakang
Manusia ditakdirkan untuk memiliki hasrat atau keinginan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer antara lain sandang, pangan, dan papan. Sedangkan kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, rekreasi dan lain sebagainya.
Perkembangan perkotaan yang menuntut masyarakat untuk semakin mengembangkan potensinya menyebabkan tingkat kejenuhan dan stres meningkat. Selain itu situasi perkotaan yang identik dengan kemacetan dan tingkat polusi tinggi memicu penurunan kondisi fisik dan psikologis. Untuk mengatasi hal tersebut, pariwisata menjadi salah satu solusi untuk memulihkan kondisi fisik dan psikologis warga perkotaan dari segala kejenuhan di rutinitas sehari- hari. Tempat tujuan wisata yang dapat memberikan manfaat rekreasi dan relaksasi antara lain daerah pegunungan karena udaranya yang masih bersih, topografi unik dan pemandangan indah yang disuguhkan alam pegunungan dapat memberikan suasana menenangkan.
Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukota Wonosari yang terletak 39 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Wilayah Kabupaten Gunungkidul termasuk daerah beriklim tropis, dengan topografi wilayah yang didominasi dengan daerah kawasan perbukitan karst.
commit to user
Gunungkidul karena wilayahnya yang kaya akan potensi wisata. Untuk itu perlu dibangun fasilitas- fasilitas yang dapat menunjang kegiatan wisata, seperti akses dan akomodasi yang memadai untuk menarik minat wisatawan agar datang berkunjung. Hotel resort dianggap sebagai salah satu sarana yang mampu mewadahi kebutuhan akan rekreasi dan relaksasi tersebut melalui berbagai fasilitas dan potensi alam yang tersedia di daerah pegunungan terutama di daerah Kabupaten Gunungkidul.
D. Permasalahan
Mewujudkan fasilitas akomodasi yang nyaman berupa hotel resort di Bukit Patuk Gunungkidul Yogyakarta, sebagai tempat beristirahat sambil rekreasi dan mendapat manfaat relaksasi dari suasana, kondisi alam berkontur ekstrim, potensi dan kearifan lokal pada ruang dan fisik fasilitas akomodasi tersebut.
E. Persoalan
1. Bagaimana mewujudkan suatu fasilitas akomodasi yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan dan memberikan lapangan pekerjaan baru yang menampilkan kearifan lokal Gunungkidul.
2. Bagaimana menentukan tapak fasilitas akomodasi di Bukit Patuk Gunungkidul yang menjadikan elemen alam sebagai pendukung keberadaan fasilitas akomodasi tersebut dan dapat menampilkan kearifan setempat.
3. Bagaimana menciptakan kenyamanan dan memberikan sentuhan suasana alami dan kedaerahan ke dalam massa bangunan, ruang- ruang, dan hubungan antar ruang yang selaras dengan lingkungan di Gunungkidul.
4. Bagaimana memanfaatkan potensi tapak secara optimal, terutama bagi unit- unit hunian pada fasilitas akomodasi tersebut.
commit to user
bangunan pada fasilitas akomodasi, yang sesuai dengan daerah pegunungan.
F. Tujuan
Menyusun konsep untuk fasilitas akomodasi penginapan berupa fasilitas akomodasi di Gunungkidul, sebagai fasilitas pendukung kegiatan pariwisata di kawasan Bukit Patuk Gunungkidul.
G. Sasaran
1. Mewujudkan suatu fasilitas akomodasi yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan dan memberikan lapangan pekerjaan baru yang menampilkan kearifan lokal Gunungkidul.
2. Menentukan tapak fasilitas akomodasi di Bukit Patuk Gunungkidul yang menjadikan elemen alam sebagai pendukung keberadaan fasilitas akomodasi tersebut.
3. Menciptakan kenyamanan dan memberikan sentuhan suasana alami dan kedaerahan ke dalam massa bangunan, ruang- ruang, dan hubungan antar ruang yang selaras dengan lingkungan di Gunungkidul.
4. Memanfaatkan potensi tapak secara optimal, terutama bagi unit- unit hunian pada fasilitas akomodasi tersebut.
5. Menentukan pemilihan sistem konstruksi dan material serta utilitas bangunan pada fasilitas akomodasi, yang sesuai dengan daerah pegunungan.
H. Batasan Pembahasan
Batasan pembahasan pada permasalahan dan persoalan arsitektural, dengan mempertimbangkan kondisi alam setempat, pengaruh arsitektur lokal, peraturan
commit to user
tujuan dan sasaran.
I. Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan ditekankan pada disiplin ilmu arsitektur, hal- hal lain di luar bidang kearsitekturan jika dianggap masih ada kaitannya maka akan digunakan seperlunya dengan asumsi dan logika sederhana sebatas menunjang dan memberi kejelasan pada pembahasan bangunan dan fungsi fasilitas akomodasi yang direncanakan.
J. Metode Pembahasan
Metoda pembahasan dilakukan dengan menggunakan metoda analisa dengan proses pemikiran deduktif, untuk kemudian ditarik kesimpulan yang ideal, melalui tahap-tahap sebagai berikut :
§ Survey / Observasi
Pengamatan langsung pada objek sasaran secara fisik yaitu fasilitas akomodasi khususnya di Yogyakarta yang dilakukan di beberapa tempat di daerah Gunungkidul. Pengamatan tersebut meliputi studi kegiatan di dalam bangunan dengan mengamati kinerja pengguna serta sirkulasinya, untuk mendapatkan fakta dan fenomena.
§ Studi literatur
Dengan pengambilan informasi berupa sumber-sumber data tertulis dari beberapa buku referensi dan sumber lain seperti situs-situs internet yang terkait dengan judul. Data-data yang didapat dari study literature tersebut antara lain:
- Data standar tentang fasilitas Hotel Resort
- Teori tentang perhotelan dan pariwisata
commit to user
Resort beserta elemen pendukungnya. - Data mengenai kearifan lokal
§ Study komparasi
Untuk lebih mendukung obyek pembahasan, dilakukan juga studi banding dari obyek yang memiliki latar belakang atau pendekatan konsep yang hampir sama dengan obyek perencanaan dan perancangan.
K. Sistematika Pembahasan
TAHAP I
Pendahuluan
Pembahasan mengenai pengertian judul, latar belakang, permasalahan dan persoalan, tujuan dan sasaran, batasan dan lingkup pembahasan, dan metode pembahasan, serta sistematika pembahasan yang menjadi pedoman dan dasar dalam perancangan sebuah bangunan Hotel Resort di Bukit Patuk Gunungkidul.
TAHAP II
Tinjauan Teori
Berisi ulasan informasi teori pendukung yaitu teori tentang perhotelan, pariwisata, dan teori arsitektur yang berhubungan dengan pendekatannya, serta studi banding bangunan lain yang berhubungan dengan obyek yang direncanakan.
TAHAP III
Potensi Wisata Kabupaten Gunungkidul
Memaparkan mengenai potensi wisata di Kabupaten Gunungkidul sebagai lokasi yang akan dipilih sebagai acuan strategi desain untuk bangunan Hotel Resort yang direncanakan dan relevansi fasilitas setara yang berada di wilayah Gunungkidul.
commit to user
Menganalisis permasalahan yang mencakup segala aspek yang nantinya merupakan pedoman untuk merencanakan dan merancang bentuk fisik bangunan Hotel Resort di Bukit Patuk Gunungkidul yang meliputi analisis pola kegiatan, kebutuhan ruang, besaran ruang, organisasi ruang, pola peruangan dalam bangunan lokasi, persyaratan ruang, pencapaian dan site.
TAHAP V
Konsep Perencanaan dan Perancangan
Menyajikan konsep desain, hasil dari pembahasan analisa yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Yang digunakan sebagai dasar perancangan desain fisik bangunan Hotel Resort di Bukit Patuk Gunungkidul yang Mengangkat Kearifan Lokal.
commit to user
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Hotel
Hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan, berikut makan
dan minum. 1
Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta
rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). 2
1. Fungsi hotel
Hotel sebagai fasilitas akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan, penyedia makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnya dimana semua pelayanan itu diperuntukkan bagi masyarakat umum, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun mereka yang hanya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu.
2. Karakteristik Hotel
Perbedaan antara hotel dengan industri lainnya adalah :
a. Industri hotel tergolong industri yang padat modal serta padat karya yang artinya dalam pengelolaannya memerlukan modal usaha yang besar dengan tenaga pekerja yang banyak pula.
b. Dipengaruhi oleh keadaan dan perubahan yang terjadi pada sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, dan keamanan dimana hotel tersebut berada.
1 Surat Keputusan Menteri Perhubungan R.I No. PM 10/PW – 301/Phb. 77, tanggal 12 Desember 1977 2 Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul, Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah
commit to user
dimana jasa pelayanannya dihasilkan.
d. Beroperasi selama 24 jam sehari, tanpa adanya hari libur dalam pelayanan jasa terhadap pelanggan hotel dan masyarakat pada umumnya.
e. Memperlakukan pelanggan seperti raja selain juga memperlakukan pelanggan sebagai partner dalam usaha karena jasa pelayanan hotel sangat tergantung pada banyaknya pelanggan yang menggunakan fasilitas hotel tersebut.
B. Pengertian Resort
Resort adalah suatu perubahan tempat tinggal untuk sementara bagi seseorang di luar tempat tinggalnya dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kesegaran jiwa dan raga serta hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga dikaitkan dengan kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olah raga, kesehatan, konvensi,
keagamaan serta keperluan usaha lainnya. 3
Resort adalah tempat beristirahat, tempat untuk tetirah. 4
Resort adalah tempat wisata atau rekreasi yang sering dikunjungi orang dimana pengunjung datang untuk menikmati potensi alamnya. 5
Resort adalah sebuah kawasan yang terencana yang tidak hanya sekedar untuk menginap tetapi juga untuk istirahat dan rekreasi. 6
3 Dirjen Pariwisata , Pariwisata Tanah air Indonesia, hal. 13, November, 1988 4 John M. Echols, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1987
5 A.S. Hornby, Oxford Leaner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1974 6 Chuck Y. Gee, Resort Development and Management, Watson-Guptil Publication, 1988
commit to user
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hotel resort merupakan hotel yang terletak dikawasan wisata yang menyediakan jasa penginapan, jasa makan dan minum serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial. Umumnya terletak cukup jauh dari pusat kota dan secara total menyediakan fasilitas untuk berlibur, rekreasi dan olah raga. Umumnya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan menginap bagi pengunjung yang berlibur dan menginginkan perubahan dari kegiatan sehari-hari.
1. Karakteristik Hotel Resort
Ada 4 (empat) karakteristik hotel resort sehingga dapat dibedakan menurut jenis hotel lainnya, yaitu:
a. Lokasi
Umumnya berlokasi di tempat-tempat berpemandangan indah, pegunungan, tepi pantai dan sebagainya, yang tidak dirusak oleh keramaian kota, lalu lintas yang padat dan bising, “Hutan Beton” dan polusi perkotaan. Pada hotel resort, kedekatan dengan atraksi utama dan berhubungan dengan kegiatan rekreasi merupakan tuntutan utama pasar dan akan berpengaruh pada harganya.
b. Fasilitas
Motivasi pengunjung untuk bersenang-senang dengan mengisi waktu luang menuntut ketersedianya fasilitas pokok serta fasilitas rekreatif indoor dan outdoor. Fasilitas pokok adalah ruang tidur sebagai area privasi. Fasilitas rekreasi outdoor meliputi kolam renang, lapangan tennis dan penataan landscape.
commit to user
Wisatawan yang berkunjung ke hotel resort cenderung mencari akomodasi dengan arsitektur dan suasana yang khusus dan berbeda dengan jenis hotel lainnya. Wisatawan pengguna hotel resort cenderung memilih suasana yang nyaman dengan arsitektur yang mendukung tingkat kenyamanan dengan tidak meninggalkan citra yang bernuansa etnik.
d. Segmen Pasar
Sasaran yang ingin dijangkau adalah wisatawan yang ingin berlibur, bersenang-senang, menikmati pemandangan alam, pantai, gunung dan tempat-tempat lainnya yang memiliki panorama yang indah.
2. Prinsip Desain Hotel Resort
Penekanan perencanaan hotel yang diklasifikasikan sebagai hotel resort dengan tujuan rekreasi dan relaksasi adalah adanya kesatuan antara bangunan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat diciptakan harmonisasi yang selaras. Disamping itu perlu diperhatikan pula bahwa suatu tempat yang sifatnya rekreatif akan banyak dikunjungi wisatawan pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada hari libur. Oleh karena itu untuk mempertahankan occupancy rate tetap tinggi, maka sangat perlu disediakan pula fasilitas yang dapat dipergunakan untuk fungsi non- rekreatif seperti ruang serbaguna yang dapat disewa oleh pengunjung untuk berbagai keperluan.
Setiap lokasi yang akan dikembangkan sebagai suatu tempat wisata memiliki karakter yang berbeda yang memerlukan pemecahan yang khusus. Dalam
commit to user
berikut.
a. Kebutuhan dan persyaratan individu dalam melakukan kegiatan wisata.
b. Pengalaman unik bagi wisatawan.
c. Menciptakan suatu citra wisata yang menarik.
D. Tinjauan Pariwisata
Pariwisata adalah suatu kegiatan berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi, pelancongan, turisme. Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Pari yang berarti banyak, penuh, atau berputar- putar. Wisata yaitu perjalanan atau dalam bahasa inggris disebut travel. Jadi pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke
tempat lain. 7
Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang
tersebut. 8
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melihat karakteristik daerah tujuan wisata diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sumber daya alam, kebudayaan dan manusianya, apakah memiliki karakteristik yang khas untuk dijadikan daerah tujuan wisata yang potensial atau tidak.
7 Drs. H. Idris Abdurachmat, M. Pd. Geografi Ekonomi, hal. 71, 1998
8 Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Retribusi Izin Usaha Pariwisata
commit to user
untuk menjangkau daerah wisata merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam industri kepariwisataan.
3. Kestabilan politik dan keamanan serta kebijakan pemerintah yang mendukung kelancaran berjalannya industri pariwisata.
4. Akomodasi, sudah barang tentu keberadaan dan kenyamanan akomodasi ini menjadi faktor utama yang dilihat di tempat tujuan wisata sebelum kita melakukan wisata.
5. Pusat kesehatan (jaminan kesehatan), meskipun hanya sebagai fasilitas penunjang saja, akan tetapi fasilitas kesehatan ini sepertinya memang harus ikut diperhitungkan. Hal ini akan memberikan kenyamann tersendiri.
E. Pariwisata DIY
Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Seiring dengan peran sektor pariwisata sebagai salah satu sektor penggerak ekonomi di DIY, dapat dikatakan bahwa industri pariwisata DIY saat ini memiliki prospek yang baik dan memiliki daya tarik yang kompetitif. Banyaknya obyek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan. Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi obyek wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh.
commit to user
Bentuk wilayah atau fisiografi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola kehidupan sosial budaya pada masyarakat. Unsur sosial budaya merupakan salah satu instrumen penting dalam pembangunan, hal ini terkait perencanaan, sasaran, dan capaian target kinerja pembangunan. Karakteristik sosial budaya masyarakat Gunungkidul adalah masyarakat tradisional yang masih memegang teguh budaya luhur warisan nenek moyang. Sehingga dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah berupaya untuk mengadopsi karakteristik sosial budaya agar dapat berimprovisasi dengan kultur masyarakat yang ada.
Masyarakat Kabupaten Gunungkidul secara umum menggunakan bahasa lokal (bahasa jawa) dalam berkomunikasi, sementara bahasa nasional (bahasa Indonesia) secara resmi dipakai dalam lingkungan formal (kantor, pendidikan, fasilitas umum, dan lain-lain). Organisasi kesenian sebagai budaya yang terus dipupuk dan dilestarikan oleh masyarakat berjumlah 1.080 organisasi, dengan tokoh pemangku adat berjumlah 144 orang. Sementara itu desa budaya yang dikembangkan oleh pemerintah untuk menunjang kesejahteraan masyarakat sebanyak 10 desa budaya, cagar budaya yang dimiliki sebanyak 5 buah serta benda cagar budaya sejumlah 378 buah yang tersebar di wilayah Kabupaten Gunungkidul.
Bukit Patuk Gunungkidul terletak di perbatasan antara Kabupaten Gunungkidul dengan Kabupaten Bantul yang memiliki potensi wisata berupa pemandangan ke arah kota Yogyakarta dengan topografi khas pegunungan dengan kontur yang bervariasi, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang
datang berkunjung. 9
Sistem Informasi Profil Daerah Kabupaten Gunungkidul 2010
commit to user
Lokalitas (locality) sebagai konsep umum berkaitan dengan tempat atau wilayah tertentu yang terbatas atau dibatasi oleh wilayah lain. Lokalitas mengasumsikan adanya sejumlah garis pembatas yang bersifat permanen, tegas, dan mutlak yang mengelilingi satu wilayah atau ruang tertentu. Dalam konsep politik, terutama yang berkaitan dengan kekuasaan dan penguasaan wilayah, lokalitas dengan sejumlah garis pembatas yang dimilikinya itu diandaikan pula seperti berhadapan dengan kepungan garis pembatas lain sebagai simbol atau representasi kekuasaan lain dalam posisi yang bisa bersifat arbitrer atau bisa juga dalam posisi yang saling mengancam.
Dalam konteks budaya, lokalitas bergerak dinamis, licin, dan lentur, meski kerap diandaikan tidak dapat dilepaskan dari komunitas kultural yang mendiaminya, termasuk di dalamnya persoalan etnisitas. Secara metaforis, ia merupakan wilayah yang masyarakatnya secara mandiri dan arbitrer bertindak sebagai pelaku dan pendukung kebudayaan tertentu. Atau komunitas itu mengklaim sebagai warga yang mendiami wilayah, dan pemilik- pendukung kebudayaan tertentu. Ia bergerak dalam sebuah komunitas dengan sejumlah sentimen, emosi, harapan, dan pandangan hidup yang direpresentasikan melalui kesamaan bahasa dan perilaku dalam tata kehidupan sehari-hari.
Ada garis imajinatif yang seolah-olah menjadi penanda untuk pembatas relatif berdasarkan garis keturunan, genealogi, atau lingkaran kehidupan sosio-kultural. Oleh karena itu, lokalitas budaya, lantaran sifatnya yang dinamis, licin, dan lentur, dapat ditarik ke belakang yang menyentuh tradisi dan kearifan masyarakat dalam menyikapi masa lalu, ke depan yang mengungkapkan harapan ideal yang hendak dicapai sebagai
commit to user
fenomena yang sedang terjadi, atau bahkan ke segala arah yang menerabas lokalitas budaya yang lain.
Dalam hal itulah, lokalitas budaya tidak bisa direduksi dengan melakukan pembatasan melalui garis geografi atau politik. Bagaimanapun, lokalitas budaya tidak akan pernah sejalan dengan lokalitas dalam pengertian politik pemerintahan yang melihatnya sebagai persoalan kedaerahan dengan batas kewilayahan yang diasumsikan bersifat permanen, tegas, dan mutlak. Maka dalam pengertian politik itu, lokalitas budaya dimaknai sebagai budaya lokal yang lalu diperlakukan sebagai budaya daerah.(Maman S. Mahayana,2008)
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity , identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai
commit to user
cirinya adalah:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar.
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli.
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan.
5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Sejak jaman dulu nenek moyang kita bangsa Indonesia telah terkenal dengan kebudayaannya yang tinggi. Diantara peninggalan kebudayaan mereka adalah bentuk- bentuk rumah tradisional yang terdapat di daerah-daerah Indonesia. Joglo merupakan bentuk rumah tradisional Jawa. Segi-segi artistik dan bersifat religius, mencerminkan perpaduan seni arsitektur dan nilai keagamaan. Sampai sekarang telah banyak mengalami perubahan dan perkembangan, namun masih tetap digemari. Di desa- desa tertentu seperti desa pantai selatan (Parangtritis), lantai- lantai rumah penduduk banyak disebut dari batu pasir. Dan di daerah Gunungkidul jogan rumah- rumah penduduk dibuat dari batu- batu kapur karena daerah tersebut memang mengandung kapur.
Gb. II. 1. Rumah Tradisional Gunungkidul, Semanu Gb. II. 2. Aplikasi Batu Kapur Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012
commit to user
Gunungkidul sudah diperkeras dengan menggunakan semen. Untuk penggunaan batu- batu kapur terbatas pada halaman dan jalan setapak.
Gb. II. 3. Jalan Setapak Gb. II. 4. Pecahan Batu Kapur Sebagai Material Jalan
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012 Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012 Di satu wilayah atap bangunan dibuat dari bahan terakota sementara di
wilayah lain menggunakan sirap dari bahan alang- alang dan sejenisnya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kepercayaan setempat maupun ketersediaan material alam di daerah tersebut.
Gb. II. 5. Rumah Adat Sulawesi Tengah Sumber: rumahadat.blog.com
Lobo, rumah adat Sulawesi Tengah dengan atap sirap berbahan kayu yang dibelah kecil. Hal ini antara lain karena kayu merupakan hasil alam yang cukup mudah didapatkan di Sulawesi Tengah sebelum penebangan liar mulai marak dilakukan oleh masyarakat.
commit to user
Gb. II. 6. Rumah Adat Suku Baduy
Sumber: rumahadat.blog.com Sistem peruangan tidak hanya didasarkan pada efisiensi dan efektivitas
penghuninya, akan tetapi berkait dengan sistem keyakinan dan religiusitas yang melingkupinya. Sistem peruangan ini sekali lagi menunjukkan kemampuan mensintesiskan antara realitas duniawi dan antikodrati, realitas fisik dan metafisik masyarakat Jawa.
Berdasarkan keadaan geografinya dapat dilihat pola perkampungan yang berbeda satu daerah dengan daerah lainnya. Pola perkampungan di daerah perbukitan akan berlainan dengan pola perkampungan di daerah perkotaan yang datar. Misalnya pada perkampungan di daerah perbukitan (hill region) tidak teratur dan menyebar. Sedangkan pola perkampungan di daerah perkotaan dan di daerah pantai (beach region ) berbentuk memanjang.
Gb. II. 7. Hotel Saranam Eco Resort
Sumber: www.hargahotelbali.com
Rumah adat Suku Baduy, beratapkan ijuk atau daun kelapa, karena terdapat kepercayaan bahwa genting yang terbuat dari tanah seakan- akan membuat yang tinggal di dalam rumah tersebut dikubur hidup- hidup.
commit to user
dikelilingi dengan pemandangan sawah bertingkat, 900 meter di atas permukaan laut. Pola peletakan unit hunian tidak teratur dan menyebar menyesuaikan dengan kondisi perbukitan.
Alvin L. Bertrand membedakan 3 bentuk pola perkampungan berdasarkan atas pemusatan masyarakat desa:
1. Pola perkampungan yang penduduknya hidup dan tinggal secara menggerombol membentuk suatu kelompok yang disebut nucleus (The Nucleated Agricultural Village Community)
2. Pola perkampungan yang penduduknya tinggal mengelompok di sepanjang jalur sungai atau jalur lalu lintas yang membentuk sederetan perumahan (The Line Village Community)
3. Pola perkampungan yang penduduknya tinggal menyebar di suatu daerah pertanian (The Open Country) Ketiga pola perkampungan tersebut tadi merupakan gambaran dari pola perkampungan yang terdapat di DIY. Kearifan lokal masyarakat Gunungkidul bersumber pada tradisi dan kebiasaan sehari- hari sejak puluhan tahun lalu yang bertahan menghadapi kondisi lingkungan dan iklim mikro di daerah Gunungkidul yang didominasi oleh lahan kering. Prinsip- prinsip kearifan lokal mereka berbasis pada ekologi dan ekosistem. Meskipun kearifan lokal yang teridentifikasi hanya pada tataran kebiasaan, tetapi ide- ide dan nilai- nilai yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam sudah menampilkan adanya upaya penyelamatan dan pelestarian lingkungan yang dilakukan masyarakat sejak lama.
commit to user
kondisi kekeringan, namun mereka punya cara tersendiri untuk beradaptasi dengan alam di sekitarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk kebutuhan sehari-hari dan lahan pertanian, ini terus berlangsung hingga sampai saat ini walaupun banyak orang yang sudah mulai meninggalkannya untuk mencari penghidupan di tempat lain yang biasanya di kota-kota besar, tetapi masyarakat di Kawasan Karst Gunungkidul tetap melakukan kearifan lingkungan yang sudah menjadi budaya lokal yang masih tetap dikembangkan oleh masyarakat setempat. Banyak kearifan lingkungan di wilayah ini yang menjadi program bagi masyarakat untuk mengelola lingkungan dan sumber- daya air serta untuk mengembangkan pariwisata di kawasan karst baik wisata alam maupun wisata minat khusus gua. (Petrasa Wacana, 2008).
Selain itu konsumsi pangan alternatif juga menjadi bagian dari kearifan lokal yang telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Angka konsumsi beras di Kabupaten Gunungkidul sebesar 90 kg perkapita pertahun, sedangkan angka konsumsi beras yang dihitung pemeritah pusat secara nasional adalah 139 kg perkapita pertahun. Angka konsumsi beras di Kabupaten Gunungkidul lebih rendah dari angka nasional, sehingga dapat dikatakan masyarakat di Kabupaten Gunungkidul mampu mengatasi ketergantungan terhadap konsumsi beras. Konsumsi pangan alternatif seperti singkong berdampak positif pada upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan di negeri ini.
Masyarakat Gunungkidul masih memegang tradisi dan mempertahankan kearifan budaya lokal, melestarikan kesenian tradisional serta menjaga tata dan perilaku hidup. Budaya lokal masih dirasakan dalam kehidupan warga di Gunungkidul, masyarakatnya masih bergotong- royong, bahkan sifat empati dan simpati selalu ditunjukkan dalam kehidupan sehari- hari.
commit to user
membuka kesadaran masyarakat untuk mengakali agar lapisan tanah tidak habis tergerus air hujan, tererosi bersama aliran permukaan air hujan yang jatuh. Terasering/ bentengisasi menggunakan material lokal berupa pecahan batu gamping yang tersedia dalam jumlah hampir tak terbatas, menjadi pilihan yang arif dan efisien. Terasering dibuat mulai dari kaki, pinggang, sampai pucuk perbukitan. Lahan tipis yang tertahan, meskipun bercampur batuan berserak, dipergunakan untuk budidaya tanaman pangan (Padi, jagung, ketela, palawija, dll), sementara garis konturnya (jawa: galengan) ditanami tanaman tahunan seperti jati, srikaya, sirsak, diseling dengan rumput kalanjana untuk pakan ternak. Bentuk kearifan lokal ini ternyata dapat mengendalikan laju erosi mempertahankan lapisan tanah yang ada.
Gb. II. 8. Ladang Lahan Kering Gb. II. 9. Aplikasi Kearifan Lokal Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012
Di Gunungkidul masyarakat sudah hidup selama bertahun-tahun dengan kondisi wilayah yang kekeringan dan kekurangan air walaupun memiliki cadangan air bawah permukaan yang sangat besar jumlahnya, faktor geologis pada wilayah ini sebagai kawasan batu gamping yang mengalami proses pelarutan, mengakibatkan pada bagian permukaan kawasan ini merupakan daerah yang kering, masyarakat memanfaatkan sumber-sumber air dari telaga-telaga karst dan gua-gua yang memiliki sumber-sumber air.
commit to user
lingkungannya dilakukan secara bergotong royong untuk menjaga sumber- sumber air yang ada dengan melakukan perlindungan dan membuat aturan-aturan adat yang memberikan larangan-larangan kepada masyarakat yang memberikan penilaian negatif dari dampak yang akan ditimbulkan bila tidak dilakukan, untuk dapat menjaga dan mengelola sumber-sumber air yang ada.
Proses terbentukan karst juga memunculkan bentang alam berupa cekungan- cekungan. Pada musim penghujan cekungan ini akan berfungsi menjadi tempat parkir air telaga. Telaga inilah yang menjadi andalan simpanan (tandon) air bagi penduduk setempat. Hampir semua kebutuhan air dipenuhi dari telaga tersebut, apalagi pada musim kemarau. Sayangnya karena sifat tanah dan batuan yang porus dan proses penguapan yang berlangsung cepat dan proses sedimentasi yang selalu mengurangi daya tampung telaga, menyebabkan persediaan air di telaga rata-rata hanya bertahan satu atau dua bulan setelah memasuki musim kemarau.
Tindakan yang arif, adalah dengan melakukan pembuatan benteng keliling bibir telaga sesuai dengan kedalaman telaga, menggunakan batu gamping yang banyak tersedia. Dinding telaga dari batu kapur ini berfungsi untuk mengurangi laju sedimentasi untuk mempertahankan umur telaga, dan menjaga volume telaga agar relatif konstan, sekaligus berperan menjadi saringan muatan padat pada aliran air yang masuk telaga.
Gb. II. 10. Telaga Kyai Jonge
Gb. II. 11. Dinding Telaga Dari Batu Kapur Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012 Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012
commit to user
tumbuhan yang besar rimbun dan umurnya mencapai puluhan tahun. tumbuhan seperti ini sebetulnya memiliki kemampuan menyimpan (menahan) air yang meresap ke dalam tanah (memperbaiki fungsi hidrologi). Dalam beberapa kasus, kearifan lokal melahirkan cerita atau mitos yang mengarah pada perlindungan terhadap tumbuhan dimaksud, agar fungsi lingkungannya tetap terjaga, misalnya dengan dikeramatkan. Analogi dengan cerita pohon keramat, berbagai upacara adat, seperti : bersih desa/ nyadran/ mengeramatkan goa atau telaga, adalah sebagai perwujudan dari kearifan lokal yang ditujukan untuk menjaga keselamatan dan kelestarian tempat-tempat (obyek) tersebut. Telaga Kyai Jonge merupakan salah satu telaga yang memiliki mitos yaitu adanya makam Kyai Jonge di tengah telaga. Hal ini memberikan perlindungan pada keberadaan telaga itu sendiri karena warga sekitar mempercayai mitos tersebut.
Pemilihan lokasi permukiman penduduk asli (yang sudah turun –temurun hidup di kawasan karst) yaitu di atas lahan berbatu dengan lapisan tanah yang tipis adalah bentuk pertimbangan kearifan lokal dengan pertimbangan ekonomi sederhana. Karena dengan memilih mendirikan permukiman di lahan berbatu meskipun pencapaian relatif lebih sulit, tetapi tidak mengurangi luasan areal tegal sebagai lahan usaha untuk dibudidayakan sebagai lahan pertanian tanaman pangan yang pada umumnya terdapat di lembah di antara bukit-bukit kerucut (dolina) lembah-lembah tidak teratur yang buntu (blind valley). Resiko kesulitan air di musim kemarau, kadang-kadang menjadi konsekuensi yang sangat mereka sadari, sekaligus menjadi dinamika kehidupan mereka sehari-hari.
commit to user
Gb. II. 12. Puri Bunga Resort & Spa Sumber: pool2deal.com
H. Kearifan Lokal di Kabupaten Gunungkidul yang Dapat Diaplikasikan Pada
Desain
1. Penggunaan material lokal berupa batu kapur pada lantai dan jalan setapak, atap genteng dan dinding anyaman bambu yang bahan bakunya mudah didapatkan di wilayah Gunungkidul dan sekitarnya.
2. Pembangunan dengan mempekerjakan pekerja lokal Gunungkidul dengan cara tradisional yang berlaku di Gunungkidul.
3. Pola perkampungan di daerah Gunungkidul yang berupa perbukitan tidak teratur dan menyebar dengan jarak antar hunian yang cukup jauh menyesuaikan dengan keadaan tanah di daerah perbukitan.
4. Sumber daya air yang terbatas dikelola secara bergotong royong dengan melakukan perlindungan dan membuat aturan- aturan adat.
5. Konsumsi pangan alternatif juga menjadi bagian dari kearifan lokal yang telah bertahan dan terbukti dapat mengatasi ketergantungan pada konsumsi beras.
6. Upaya untuk menjaga agar lapisan tanah di daerah yang berbukit tidak habis tergerus air hujan antara lain dengan betengisasi/ terasering menggunakan pecahan batu gamping yang tersedia melimpah menjadi pilihan yang arif dan efisien. Selain itu pemanfaatan lahan tipis untuk tanaman pangan dan garis
Puri Bunga Resort & Spa yang terletak di Ubud, Bali merupakan salah satu resort dengan konsep alami dan menampilkan kearifan lokal di Ubud dengan potensi pemandangan yang menarik wisatawan karena tidak terdapat di daerah lain.
commit to user
tanaman kalanjana untuk pakan ternak. Kearifan lokal ini terbukti dapat mengendalikan laju erosi mempertahankan lapisan tanah yang ada.
7. Pemukiman cenderung didirikan di lahan berbatu dengan pertimbangan hal ini tidak akan mengurangi luasan areal tegalan sebagai lahan usaha untuk dibudidayakan sebagai lahan pertanian tanaman pangan. Daerah lembah yang dapat ditanami dipertahankan sebagai area pertanian.
8. Bentuk rumah tradisional di Gunungkidul
Gb. II. 13. Rumah Tradisional Gunungkidul Gb. II. 14. Fasad Bangunan Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012
Ciri khas pada rumah tradisional di Gunungkidul antara lain terletak pada tiang- tiang penyangga yang terdapat pada teras bangunan, peletakan toilet dan kamar mandi di luar bangunan utama dan pola peruangan yang tidak sama dengan rumah tradisional lainnya.
KM dan
toilet
Teras dan ruang tamu
Rumah utama, kamar tidur
dan dapur
Gudang
padi
Kandang sapi
Gb. II. 15. Pola peruangan pada rumah tradisional Gunungkidul
Sumber: Analisis Pribadi, 2012
commit to user
POTENSI WISATA PATUK, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
A. Keadaan Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia, dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian Timur laut, tenggara, barat dan barat laut dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa Tengah yang meliputi:
1. Kabupaten Klaten di sebelah Timur Laut;
2. Kabupaten Wonogiri di sebelah Tenggara;
3. Kabupaten Purworejo di sebelah Barat;
4. Kabupaten Magelang di sebelah Barat Laut.
Gb. III. 1. Peta Provinsi DIY
Sumber: Bappeda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
commit to user
1. Pegunungan Selatan (luas: ± 1.656,25 km², ketinggian: 150 – 700 m);
2. Gunung Berapi Merapi (luas: ± 582,81 km², ketinggian: 80 – 2.911 m);
3. Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo (luas; ±215,62 km², ketinggian: 0 – 80 m);
4. Pegunungan Kulon Progo dan Dataran Rendah Selatan (luas; ± 706,25 km², ketinggian: 0 – 572 m); Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7º33’ - 8º12’ Lintang Selatan
dan 110º00’ - 110º50’ Bujur Timur, tercatat memiliki luas 3.185,80 km² atau 0,17 persen dari luas Indonesia (1.890.754 km²), merupakan Provinsi terkecil setelah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang terdiri dari:
1. Kabupaten Kulon Progo, dengan luas 586,27 km² (18,40 persen);
2. Kabupaten Bantul, dengan luas 506,85 km² (15,91 persen);
3. Kabupaten Gunungkidul, dengan luas 1.485,36 km² (46,63 persen);
4. Kabupaten Sleman, dengan luas 574,82 km² (18,04 km²);
5. Kota Yogyakarta, dengan luas 32,50 km² (1,02 persen). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 Kabupaten dan 1 Kota dengan 78
kecamatan dan 438 desa/kelurahan yaitu:
1. Kabupaten Kulon Progo terdiri dari 12 kecamatan dan 88 kelurahan/desa;
2. Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan dan 75 kelurahan/ desa;
3. Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 kelurahan/desa;
4. Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan dan 86 kelurahan/ desa;
5. Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan/desa.
commit to user
Daerah Istimewa Yogyakarta beriklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 0,00 mm – 346,2 mm per hari dengan hari hujan per bulan antara 0,00 – 25,0 kali yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan.
Menurut catatan Stasiun Meteorologi Bandara Adisucipto, suhu udara rata-rata di Yogyakarta tahun 2009 menunjukkan angka 26,66º C lebih tinggi dibandingkan rata-rata suhu udara pada tahun 2008 yang tercatat sebesar 26,11 º C, dengan suhu maksimum 37,9º
C pada bulan Oktober 2009 dan suhu minimum 18,2º C pada bulan Juli 2009. Sedangkan kelembaban udara tercatat 27 – 96 persen, tekanan udara antara 1.006,0 mb – 1.014,8 mb, dengan arah angin antara 60 º - 300º dan kecepatan angin maksimum 43 knot.
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan iklim tropis yang hangat merupakan tempat yang sempurna sebagai tujuan wisata bagi wisatawan mancanegara maupun domestik.
C. Kependudukan
Berdasarkan hasil olah cepat Sensus Penduduk, jumlah penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 3.452.390 orang yang terdiri atas 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan. Dari hasil SP 2010 tersebut tampak bahwa sebagian besar penduduk Provinsi DIY tinggal di Kabupaten Sleman yakni sebesar 31,6 persen. Kota Yogyakarta memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 388.088 orang atau sebesar 11,2 persen.
Dengan luas wilayah Provinsi DIY sekitar 3.185,80 km2 yang didiami oleh 3.452.390 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi DIY adalah sebanyak 1.084 orang per km2. Kota Yogyakarta adalah wilayah dengan tingkat kepadatan paling tinggi yakni sebanyak 11.941 orang per km2 sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Gunungkidul yakni sebanyak 454 orang per km2.
commit to user
usia dewasa/produktif (20 - 59 th) tercatat sebesar 62,29 persen, kemudian penduduk usia sekolah (4 - 19 th) sebesar 18,75 persen, usia tua/lansia (> 60) sebesar 12,88 persen dan usia balita (0 - 4 th) sebesar 6,09 persen. Di tahun 2010, penduduk usia tua dan usia produktif mengalami kenaikan sebesar 0,09 persen dan 0,52 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan penduduk usia balita dan penduduk usia sekolah mengalami penurunan sebesar 0,01 dan 0,59 persen. Hal ini menunjukkan bahwa angka kelahiran sedikit menurun dan usia harapan hidup penduduk DIY meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Tabel 1. Jumlah Penduduk DIY Berdasarkan Kelompok Umur No
Kelompok Usia
3. 20- 59 th 2.051.000 2.085.500 2.124.300 2.163.200 2.201.600 org
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DIY
Jumlah Penduduk menurut kelompok umur merupakan angka proyeksi yang dihasilkan oleh BPS, karena sensus dilakukan 10 tahun sekali secara berulang.