BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Mutu Terpadu 2.1.1. Mutu Pendidikan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program MMT (Manajemen Mutu Terpadu) dalam Peningkatan Hasil Belajar di SMA N 2 Salatiga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Mutu Terpadu

2.1.1. Mutu Pendidikan

  Kualitas secara umum didefinisikan sebagai ukuran umum relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian, dimana kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk dan suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Menurut ISO 9000 kualitas adalah perbedaan anatara karakteristik dan ciri-ciri (features) yang ditentukan pada tingkat yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen.

  Quality and effectiveness are concerned with harnessing and developing the inbuilt potentials and qualities people in an institution prossess. Change, development, and effectiveness come from within rather than from without, leading to and building on the empowerment of all participants in an institution. Quality assurance is concerned with people and individual needs (Pineda APM,2013).

  Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut: a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.

  c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). Kualitas merupakan hal yang penting pada setiap subjek dan objek dalam memberikan kepuasan terhadap setiap menggunakan.Kualitas memiliki dua kemungkinan yang mengikat yakni baik dan buruk, sehingga ada sebuah pengertian telah banyak makna dan definisi-definisi mengenai kualitas. Diantaranya menurut (Goesth dan Davis yang dikutip Tjiptono,2004:51) mengemukakan bahwa kualitas diartikan “sebagai suatu kondisi dinamis dimana yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

  Kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara, seperti 1) meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan pengetahuan, memperbaiki tes bakat

  

(Scholastic AptitudeTest), sertifikasi kompetensi dan profil

  portofolio (portofolio profile), 2) membentuk kelompok sebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif (cooperative learning), 3) menciptakan kesempatan belajar baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada jam-jam libur, 4) meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi (mastery learning) dan penghargaan atas pencapaian pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan keterampilan memperoleh pekerjaan, bertindak sebagai sumber kontak informal tenaga kerja, membimbing peserta didik menilai pekerjaan-pekerjaan, membimbing peserta didik membuat daftar riwayat hidupnya dan mengembangkan portofolio pencarian pekerjaan ( Bishop, dlm Nurkolis, 2003: 78-79).

  Kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan menerapkan

  

Total Quality Management (TQM).TQM pertama kali

  dikemukakan dan dikembangkan oleh Deming, Paine, dkk 2004:198).TQM dalam pendidikan adalah filosofi perbaikan terus-menerus di mana lembagapendidikan menyediakan seperangkat sarana atau alat untuk memenuhi bahkan melampaui kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan saat ini dan di masa mendatang. TQM Merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untukmemaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk,jasa, manusia, proses dan lingkungan. Namun pendekatan TQM hanya dapat dicapaidengan memperhatikan karakteristiknya, yaitu : 1) fokus pada pelanggan baik internal maupun eksternal, 2) memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas, 3) menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, 4) memiliki komitmen jangka panjang, 5) membutuhkan kerja-sama tim (team

  

work), 6) memperbaiki proses secara berkesinambungan, 7)

  menyelenggarakan pendidikan dan latihan, 8) memberikan kebebasan yang terkendali, 9) memiliki kesatuan tujuan, dan 10) adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

  Strategi untuk meningkatkan mutu dengan menggunakan TQM pada mutu peserta didik merupakan sebuah rangkaian sistem.Sistem perbaikan membutuhkan sebuah evaluasi. Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Suharsini Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009: 5), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), evaluasi program adalah upaya pengambil keputusan. Evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan.

  Secara terminologi Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik.Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama dari strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh (Heizer, 2010:159). Selain itu kualitas adalah kecocokan untuk pemakaian berorientasi pada pelanggan terkait kepuasan dan harapan pelanggan (M Lai-Kow Chan, Ming-Lu Wu,2002:463-497). Kualitas adalah tingkatan dimana suatu produk atau jasa dapat memenuhi harapan pelanggan yang menggunakannya (Montgomery, 2005:266).

  Manajemen Mutu Terpadu (MMT) merupakan sebuah kelanjutan dalam perjalanan konsep manajemen untuk memperbaiki kualitas produk dan memberi kepuasan pada konteks pendidikan quality control mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai standar, standar kualitas sebagai tolak ukur dalam mengetahui kondisi sekolah. Sedangkan quality assurance merupakan pekerjaan yang harus segera dilanjutkan dengan demikian diharapkan proses dapat menghasilkan output yang memenuhi standar. Dengan demikian dibutuhkan mekanisme kontrol (checking) agar semua kegiatan yang dilakukan sekolah terkondisi dengan baik sesuai standar proses yang ideal. Quality assurance dapat menyakinkan selalumemberikan pelayanan maksimal kepada seluruh peserta didik untuk mendapatkan hasil terbaik.

  TQM major constant imperative is a concern for

  standard achievment. TQM is identified as one of the best means in effectively achieving educational goals and objectives. Even those schools that adopted the TQM practices are still faces with challenges such as absence of guiding TQM framework, inadequate human resource and resources, lack of leadership, perception of TQM as a program instead of a culture of continous improvement (Sallis at Suleiman Aden Jamaa;2010:25).

  Menurut Saleh (2004:60) menambahkan benchmaking dalam implementasi TQM merupakan kegiatan untuk menetapkan standar, baik proses maupun hasil yang akan dicapai pada periode-periode tertentu. Hal ini sebagai praktis standar yang direfleksikan dari realitas pada perilaku mengajar guru, standar yang ditetapkan dengan merefleksikan seorang yang dikenal baik dalam mengajar (internal benchmaking) dan refleksi dengan sekolah menengah yang baik (ekternal benchmaking).

2.2.2 Manajemen Mutu Pendidikan

  Prosedur MMT berdasarkan pemaparan Sallis (1993:48-49) langkah-langkah penting dalam implementasi MMT di sekolah yakni sebagai berikut:

  1. Rumuskan tujuan yang konstan untuk perbaikan dalam produk, layanan dengan tujuan agar menjadi kompetitif.

  2. Gunakan filosofi baru. Sekolah tidak akan mampu berkompetisi jika terus menerima dan memaafkan keterlambatan, kesalahan atau melahirkan hasil

  3. Berhenti menggunakan pengawasan publik dalam mencapai kualitas karena pengawasan publik dilakukan oleh unit inspeksi tidak menjamin kualitas.

  4. Tingkatkan terus kualitas pelayanan dan produk layanan

  5. Lakukan on the job training

  6. Tugas manajemen adalah memimpin bukan mengawasi, pemimpin mendorong kemajuan dalam proses pelaksanaan pekerjaan agar menghasilkan layanan dan produk terbaik.

  7. Hindari rasa takut bahwa produktivitas pegawai dipengaruhi oleh perasaan aman ditempat kerja.

  8. Atasi kendala antara unit atas departemen

  9. Posisikan setiap orang dalam institusi bekerja dan melaksanakan transformasi.

  Menurut Deming (1998) dalam Bonsting (2002:15) teori scientific management merupakan pekerjaan yang dimulai dengan plan, do, check atau study , action (PDCA).

Gambar 2.1 Siklus PDCA

  Sistem manajemen dimulai dengan suatu perencanaan (plan) yang ditetapkan masing-masing bagian yang memuat program yang akan dilaksanakan. Pelaksanaan program mengacu pada perencanaan yang telah dibuat. Agar semua program dapat berjalan dengan baik dan hasilnya sesuai yang sudah ditargetkan maka pada pelaksanaan program dilakukan chek (kontrol). Kontrol dilakukan pada saat pelaksanaan program sehingga apabila terjadi penyimpangan akan segera diketahui untuk kemudian dilakukan tindakan selanjutnya (action). Penerapan hasil dari kontrol (pengawasan) sangat perlu dilakukan dalam sistem manajemen supaya program yang telah disusun dapat tercapai hasilnya.

  Konsep MMT sebagai konsep sistem manajemen yang terintegrasi sebagai sebuah fungsi tujuan dalam sebuah organisasi dengan mensinergikan secara heuristik dan holistik meliputi perpaduan konsep kualitas, team work, produktivitas dan kepuasan pelanggan. Orientasi MMT adalah customer needs dan kepuasan kebutuhan pasar. perbaikan terus-menerus (continous improvement) atas jasa yang telah diberikan kepada pengguna (customer). MMT membutuhkan komitmen total dari seluruh stakeholder dalam sebuah organisasi sehingga sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia. Dalam penerapan MMT membutuhkan beberapa pedoman penduku yang dapat diterapkan dalam sebuah satu kesatuan sistem MMT dalam sebuah intitusi pendidikan.MMT sebagai langkah untuk menilai kondisi sekolah dan sejauh mana program dijalankan dan apakah tujuan yang hendak dicapai. klasifikasi hasil belajar dari Bloom (Sudjana, 2006:24) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yakni gerakan reflex, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Kualitas dalam sistem pendidikan pada lingkup sekolah merupakan terserapnya pembelajaran terhadap peserta didik didik dengan menghasilkan potensi peserta didik didik yang memiliki kualitas sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan nasional.

  Kualitas pembelajaran menurut Danim (2008:53) mengandung makna bahwa kemampuan sumber daya sekolah mentransformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu dari peserta didik. Mutu pendidikan dipandang berkualitas jika mampu melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.

  Beberapa komponen dalam membentuk sistem pendidikan yakni sebagai berikut: Danim (2008:53) meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial efektif dan peer group.

  2. Instrumental input meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan (kurikulum), personal (kepala sekolah, guru, TU) sarana dan prasana fasilitas, media dan biaya.

  3. Environmental input meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga sosial, unit kerja.

  4. Komponen proses meliputi pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi, ekstrakurikuler dan pengelolaan.

  5. Output meliputi pengetahuan, kepribadian, performansi.

  Sistem pendidikan terbentuk dari adanya raw

  input (peserta didik) yang mempunyai kemampuan

  intelektualitas, fisik, kesehatan dan kehidupan sosial, yang oleh lembaga pendidikan terdiri dari penyelenggara pendidikan meliputi Kepala Sekolah,

  instrumental input, didukung dengan adanya environmental input yaitu lingkungan sekolah,

  lingkungan masyarakat, lingkungan sosial, kemudian diberikan pengajaran, pembimbingan, kegiatan ekstrakurikuler untuk menghasilkan out put atau lulusan yang mempunyai pengetahuan, kepribadian yang sesuai diharapkan.

  Instrumental Input: Kebijakan pendidikan Program pendidikan (kurikulum) Personil (kepala sekolah, guru, TU, orang tua, pemerintah)

  Sarana fasilitas Biaya Proses pendidikan Pengajaran

  Pembimbingan Evaluasi Ekstrakurikuler Pengelolaan

  Environmental Input: Lingkungan sekolah Lingkungan keluarga Masyarakat

  Lembaga kerja Raw input: Intelek Fisik Sosial Peer group

  Output (lulusan): Pengetahuan Kepribadian Performansi

Gambar 2.2 Komponen sistem pendidikan

  Perbaikan kualitas yang dilakukan oleh sebuah organisasi pendidikan adalah meningkatkan daya saing peserta didik pada kebutuhan dan persaingan global.Peran perbaikan kualitas diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik dan kompetensinya. Perbaikan kualitas merupakan kunci utama dalam memberikan parameter pokok pada proses dan output dari sebuah kinerja. Perbaikan kualitas dengan MMT merupakan cara untuk memberikan nilai tambah pada sebuah hasil melalui proses kegiatan KBM.

  Sistem manajemen kualitas (Quality Management

  

System) merupakan sekumpulan prosedur

  terdokumentasi dan praktek praktek standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang dan atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Sedangkan Manajemen strategis (Strategic Management) tindakan untuk mencapai prestasi jangka panjang dari suatu instansi perusahaan.Setiap keputusan yang diambil dapat dikatakan sebagai Keputusan Strategis suatu perusahaan (Strategic Decisson) (Nih Luh ITS ;2001:1-10)

  Mutu menjadi parameter pengendali akan sebuah sistem yang dijalankan. Dalam meningkatkan mutu yang baik terdapat empat usaha yang sangat mendasar dan harus dilakukan dalam sebuah lembaga pendidikan (Menurut Slamet, 1999 dalam Rajagukguk, 2009 :25) adalah :

  1. Menciptakan situasi win solution dan bukan situasi kalah menang diantara pihak yang berkepentingan dalam lembaga pendidikan (stakeholder).

  2. Motivasi intrinsik pada setiap stakeholder yang terlibat dalam proses mencapai mutu yang meningkat terus-menerus sesuai kebutuhan dan harapan pelanggan.

  3. Pemimpin berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang serta konsisten terus-menerus dijalankan.

  4. Kerjasama antar unsur pelaku proses menghasilkan mutu yang saling berorganismik dan tersistem. Manajemen pengembangan mutu terpadu dalam usaha pendidikan merupakan usaha memberikan pelayanan kepada pelanggan utama yakni peserta didik dalam lembaga pendidikan tersebut.pelanggan atau pengguna jasa a. Peserta didik sebagai klien primer penerima jasa pendidikan.

  b. Orang tua peserta didik sebagai klien sekunder yang telah mengirimkan anaknya untuk mengikuti kegiatan proses belajar mengajar.

  c. Lapangan kerja sebagai penerima output dari peserta didik didik untuk bekerja.

  d. Hubungan kelembagaan Beberapa teknik dalam menyusun program peningkatan mutu sekolah adalah sebagai berikut( menurut

  Sallis;2008:115):

  a. School Review meliputi proses evaluasi dan menilai efektifitas sekolah dan mutu sekolah yang dilakukan oleh seluruh stakeholder lembaga pendidikan untuk menghasilkan rumusan kelebihan, kelemahan, informasi, prestasi sekolah dan rekomendasi jangka menengah.

  b. BenchmakingKegiatan menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu . Dapat diaplikasikan untuk individu, kelompokatau lembaga.

  c. Quality Assurance :teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagaimana mestinya. Deteksi penyimpangan yang terjadi pada proses . Menekankan pada teknik monitoring yang berkesinambungan, melembaga, dan menjadi sub sistem sekolah dalam menghasilkan umpan balikdanJaminan pelayanan terbaik pada stakeholder. penyimpangan kualitas output dari standar. Manajemen mutu terpadu sebagai konsep sebuah sistem pendukung dalam sistem pendidikan maka mampu mensinergikan komponen yang terkait didalamnya. Dengan demikian tujuan yang hedak dicapai dari program tersebut dapat dilaksanakan dan dilakukan review untuk dilakukan perbaikan. Komponen tersebut merupakan standarisasi kualitas dengan benchmaking yang berada disekitarnya dan kebijakan pendidikan nasional.

2.3 Evaluasi Program

  Evaluasi merupakan sebuah penilaian dan mengumpulkan informasi tentang bekerjasanya sesuatu yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.Evaluasi berguna dan bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur serta alternatif strategi yang diajukan dalam mencapai proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan (Suharsini;2009 :34) Menurut Isaac dan Michael (1999) sebuah program garus diakhiri dengan evaluasi. Hal ini dikarenakan kita akan melihat apakah program tersebut berhasil menjalankan fungsi sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dimana terdapat tiga tahapan evaluasi program yaitu: (1) menyatakan pertanyaan serta mencari data yang relevan dengan penelitian dan (3) menyediakan informasi yang dibutuhkan pihak pengambil keputusan untuk melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan program tersebut. Model-model evaluasi program yang digunakan dalam program pendidikan memiliki berbagai model dimana penjelasannya pada sub bab berikut ini.

2.3.1 Goal Oriented Evaluation

  Goal Oriented Evaluaionmenurut Jenifer

  (2011:1-24) adalah merupakan model yang paling awal muncul yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai berkesinambungan, terus menerus, mencek sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program.

  Model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Tyler. Tyler(1978) mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Model ini dibangun atas dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajarn dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Dasar pemikiran yang kedua bahwa seorang evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah apa yang terjadi pada peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu.

  Penggunaan model ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran.Model ini mensyaratkan pada validitas diperkukan adanya kontrol dengan menggunakan desain eksperimen.Model ini disebut juga model black box yang menekankan pada hasil yang telah dicapai dari tes awal dan tes akhir.

  Tiga langkah yang djalankan pada metode ini adalah sebagai berikut: a. Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dievalusi.

  b. Menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan.

  c. Menentukan alat evaluasi yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik.

2.3.2 Goal Free Evaluation Model

  Model ini disebut evaluasi lepas dari tujuan tetapi bukannya lepas sama sekali dari tujuan tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya program bukan secara rinci perkomponen. Mendesain suatu program tidak terlepas dari tujuan.Dalam pendidikan, kurikulum, pembelajaran dikenal dengan tujuan pendidikan yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Model evaluasi ini menggunakan tujuan sebagai kriteria dalam menentukan keberhasilan.Model ini sangat praktis dalam mendesain dan mengembangkan suatu program karena dalam menentukan hasil yang Evaluasi ini terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukuran hasil.Tujuan model ini membantu guru dalam merumuskan tujuan yang dapat diukur, hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukuran hasil. Rumusan program dapat diobservasi dan dapat diukur maka kegiatan evaluasi akan menjadi lebih praktis dan simpel. Hasil evaluasi akan menggambarkan rencana pelaksanaan suatu program dengan peises pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung pada tujuan yang ingin diukur.Hasil evaluasi menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program berdasarkan pada kriteris khusus.Kelebihan model ini terletak pada hubungan anatara tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalamprogram.Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.

  2.3.3 Formatif-summatif Evaluation Model

  Evaluaasi formatif secara prinsip merupakan evaluasi yang dilaksanakan ketika program masih berlangsung atau ketika program masih dekat dengan permulaan kegiatan. Tujuan evaluasi model ini adalah mengetahui sejauh mana program yang dirancang dapat berlangsung sekaligus mengidentifikasi hambatan. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir yang mengukur ketercapaian program.

  Model ini membandingkan performance dari berbagai kriteria baik yang sifatnya mutlak dan relatif. Model ini menekankan pada sistem sebagai suatu keseluruhan ini merupakan bagian dari penggabungan beberapa model. Sehingga obyek evaluasinya diambil dari model countenance (Stake) yang meliputi keadaan sebelum kegiatan berlangsung, kegiatan yang terjadi dan saling mempengaruhi, hasuk yang diperoleh (outcome).Kedua adalah model CIPP meliputi Context, Input, Proses, Product.Ketiga merupakan model evaluation dan cosequential evaluation. Keempat adalah model provus yang meliputi design operation program, interim products, terminal products.

  2.3.4 Countenance Evaluation Model

  Model ini menekankan pada pelaksanaan dua hal pokok yaitu deskripsi dan perimbangan seta membdedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program yaitu (1) antesden, (2) transaksi, (3) keluaran.Model ini menitikberatkan pada evaluasi dua memuat pada tiga dimensi yaitu antecedets (context), proses, outcomes.Deskripsi terdiri dari dua aspek yaitu intents (goals) dan observation (effect).Sedangkan judgement terdiri dari standard dan judgement.Model evaluasi ini membandingkan antara satu program dengan program yang lainnya. Model ini memuat beberapa hal diantara: rasional, antecedents (kondisi sebelum kegiatan pelatihan), transaksi, output, prosedur, tujuan yang diharapkan, observasi, standard.

   CIPP Evaluation Model

  Model ini merupakan strategi evaluasi melalui tahapan kontek program, input, proses, product. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Stufflebeam yang dikenal dengan CIPP Evaluation

  

Model.CIPP merupakan singkatan dari Context, Input,

Process and Product. Dalam buku Riset Terapan oleh

  Endang Mulyatiningsih (2011: 126), mengemukakan bahwa evaluasi CIPP dikenal dengan nama evaluasi formatif dengan tujuan untuk mengambil keputusan dan perbaikan program.

  Komponen evaluasi meliputi:

  a. Context Orientasi utama dari evaluasi konteks adalah mengidentifikasilatar belakang perlunya mengadakan perubahan atau munculnya program dari beberapa subjek yang terlibat dalam pengambilan keputusan atau kebijakan (Mulyatiningsih, 2011: 127). b. Input Evaluasi input dilakukan untuk mengidentifikasi dan menilai kapabilitas sumber daya bahan, alat, manusia dan biaya, untuk melaksanakan program yang telah dipilih (Mulyatiningsih, 2011: 129) c. Proses

  Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasi atau memprediksi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kegiatan atau implementasi program. Evaluasi dilakukan dengan mencatat atau pelaksanaan kegiatan, memonitor kegiatan-kegiatan yang berpotensi menghambat dan menimbulkan kesulitan yang tidak diharapkan, menemukan informasi khusus yang berada diluar rencana; menilai dan menjelaskan proses secara aktual. Selama proses evaluasi, evaluator dituntut berinteraksi dengan staf pelaksana program secara terus-menerus (Mulyatiningsih, 2011: 130-131)

  d. Product Tujuan evaluasi produk adalah untuk mengukur, mengintepretasikan dan memutusakan hasil yang telah dicapai oleh program.Apakah telah memenuhi kebutuhan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

2.3.6 CSE-UCLA Evaluation Model

  Lima tahapan dalam model ini adalah sebagai berikut: a. Needs Assessment

  b. Program Planning

  c. Formative Evaluation. d.Summative Evaluatio

2.4 Manajemen Sekolah

  Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikanotonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorongpartisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutusekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang- undanganyang berlaku (Nurkolis,2003:107, Depdiknas, berbasis sekolah (MBS).MPMBS lebih difokuskan padapeningkatan mutu pendidikan (Depdiknas,2002:3-4).

  Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Sedangkan pengambilan keputusan partisipatif adalah cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik di mana warga sekolah didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Sehingga diharapkan sekolah akan menjadi mandiri dengan ciri- ciri sebagai berikut: tingkat kemandirian tinggi, adaptif, antisipatif, dan proaktif, memiliki jiwa kewirausahawan yang tinggi, bertanggung-jawab terhadap kinerja sekolah, memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya, memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja, komitmen yang tinggi pada

  Tujuan MPMBS adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan (Depdiknas,2002:4). Menurut Sudjana (2011:70) menyatakan bahwa pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi terhadap suatu situasi yang berada disekitar individu.Sejalan dengan konsep tersebut merupakan modifikasi dan memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Sedangkan menurut Slameto (2010:12) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang dalam memperoleh tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

  Menurut Lawler (1986;2000:32) keterlibatan tinggi dalam manajemen di sektor swasta menyangkut empat hal, yaitu: informasi, penghargaan, pengetahuan dan kekuasaaan.Informasi memungkinkan para individu berpartisipasi dan mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memahami lingkungan organisasi, strategi, sistem kerja, persyaratan kerja dan tingkat kerja.Pengetahuan dan keterampilan diperlukan untuk meningkatkan kinerja pekerjaan dan kontribusi efektif atas kesuksesan organisasi.Penghargaan untuk menyatukan kepentingan pribadi karyawan dengan keberhasilan organisasi.Secara tradisional empat hal proses kerja, prekatek keorganisasian, kebijakan dan strategi. Dalam MBS menggambarkan pertukaran dua arah dalam empat hal tersebut.Alur dua arah memberikan pengaruh yang salingnmenguntungkan secara terus-menerus antara pemerintah daerah dengan sekolah dan sebaliknya (Nurkolis : 2003:110).

  Gagasan lain tentang MBS yang ideal adalah menerapkan pada keseluruhan aspek pendidikan melalui pendekatan sistem. Konsep ini didasarkan pada pendekatan manajemen sebagai suatu sistem (Kambey, dikembangkan oleh Slamet P.H terdiri dari output, proses

  daninput (Nurkolis, 2003: 111). Output sekolah diukur

  dengan kinerja sekolah, yaitupencapaian atau prestasi yang dihasilkan oleh proses sekolah. Kinerja sekolah dapatdiukur dari efektivitas, kualitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, moral kerja. Prosessekolah adalah proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaanprogram, dan belajar-mengajar. Input sekolah antara lain visi, misi, tujuan, sasaran,struktur organisasi, input manajemen, input sumber daya.

2.5Stakeholder Peningkatan Mutu Peserta didik

A. Peran Dinas Pendidikan

  Peran dan fungsi Departemen Pendidikan di Indonesia di era otonomi daerah sesuai dengan PP No.25 thn 2000 menyebutkan bahwa tugas pemerintah pusat antara lain menetapkan standar kompetensi peserta didik dan warga, peraturan penetapan pedoman pelaksanaan pendidikan, penetapan pedoman pembiayaan pedidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi peserta didik, warga belajar dan mahapeserta didik, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu, menjaga kesetaraan mutu antara daerah kabupaten/kota dan antra daerah provinsi agar tidak terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga keberlangsungan pembentukan budi pekerti, semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme melalui adalah menfasilitasi dan membantu staf sekolah atas tindakannya yang akan dilakukan sekolah, mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja peserta didik dan seleksi karyawan. Dalam kaitannya dengan kurikulum, menspesifikasi tujuan, sasaran, dan hasil yang diharapkan dan kemudian memberikan kesempatan kepada sekolah menentukan metode untuk menghasilkan mutu pembelajaran. Pemerintah kabupaten/kota menjalankan tugas dan fungsi : 1) memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta; 2) memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh aset atau sumber daya pendidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana dan sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan dan sebagainya; 3) melaksanakan pebertugas mbinaan dan pengurusan atas tenaga pendidik yang bertugas pada satuan pendidikan. Selain itu dinas kab/kota bertugas sebagai evaluator dan inovator, motivator,

standarisator, dan informan, delegator dan koordinator.

B. Peran Sekolah

  Dewan sekolah (komite sekolah) memiliki peran: menetapkan kebijakankebijakan yang lebih luas, menyatukan dan memperjelas visi baik untuk pemerintah daerah dan sekolah itu sendiri, menentukan kebijakan sekolah, visi dan misi sekolah dengan mengacu kepada ketentuan nasional dan melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat, menyatukan seluruh komponen sekolah.

  Pengawas sekolah berperan sebagai fasilitator antara kebijakan pemda kepada masing-masing sekolah antara lain menjelaskan tujuan akademik dan anggarannya serta memberikan bantuan teknis ketika sekolah menghadapi masalah dalam menerjemahkan visi pemda. Mereka memberikan kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme staf sekolah, melakukan eksperimen metode pengajaran, bertindak sebagai model dalam melaksanakan MBS dengan cara melakukannya sendiri dan menciptakan jalur komunikasi sekolah dengan dinas.

C. Peran Kepala Sekolah

  Pada tingkat sekolah, peran kepala sekolah sangat sentral sebagai figur pengambil kebijakan dan keputusan strategis dalam pengembangan sekolah.Untuk itu dalam kerangka MBS integritas dan Untuk itu peran kepala sekolah memiliki banyak fungsi antara lain :Pertama, sebagai evaluator melakukan pengukuran seperti kehadiran, kerajinan dan pribadi para guru, tenaga kependidikan, administrasi sekolah dan peserta didik. Kedua, sebagai manajer memahami dan mampu mengaplikasikan fungsi-fungsi manajerial (planning,

organizing, actuating, dancontroling (lih. juga Ernie T.

Sule dan Kurniawan Saefullah, 2005:6).Ketiga, sebagai administrator bertugas, sebagai pengendali struktur melaksanakan administrasi substantif (kurikulum, peserta didik, personalia, keuangan, sarana, humas dan administrasi umum).Keempat, sebagai supervisor (memberikan pembinaan atau bimbingan kepada para guru dan tenaga kependidikan). Kelima, sebagai leader (mampu menggerakkan orang lain agar melakukan kewajibannya secara sadar dan sukarela). Keenam, sebagai inovator (cermat dan cerdas melakukan pembaharuanpembaharuan dan inovasi-inovasi baru).Ketujuh, sebagai motivator (memberikan semangat dan dorongan kepada para guru dan staf untuk bergairah dalam pekerjaan).Di samping enam fungsi di atas Wohlstetter dan Mohrman mengatakan bahwa kepala sekolah adalah sebagai designer,

  

motivator, fasilitator dan liasion. Sebagai designer

  membuat rencana dengan memberikan kesempatan untuk terciptanya suasana produktif (secara demokratis) menyangkut isu-isu dan permasalahan di seputar sekolah dengan tim pengambil keputusan pengembangan kemampuan seluruh staf dan mampu menyediakan dan mempergunakan semua sumber daya untuk pengembangan sekolah. Sebagai liasion atau penghubung sekolah dengan dunia di luar sekolah, membawa ide-ide baru, gagasan-gagasan baru dan hasil-hasil penelitian di sekolah dan mampu mengkomunikasikan kinerja dan hasil sekolah kepada stakeholder di luar sekolah (Nurkolis, 2003: 119-122). Dari fungsi-fungsi di atas E, Mulyasa (2005:97) menambahkan satu fungsi lagi, yakni sebagai pembinaan (mental, moral, fisik dan artistik) kepada para guru dan staf serta para peserta didik.

D. Peran Guru

  Pedagogi reflektif menunjuk tanggung-jawab pokok pembentukan moral maupun intelektual dalam sekolah terletak pada para guru. Karena dengan dan melalui peran para guru hubungan personal autentik untuk penanaman nilai-nilai bagi para peserta didik berlangsung (Paul Suparno, dkk, 2002:61-62). Untuk itu guru yang profesional dalam kerangka pengembangan MBS perlu memiliki kompetensi antara lain kompetensi kepribadian (integritas, moral, etika dan etos kerja), kompetensi akademik (sertifikasi kependidikan, menguasai bidang tugasnya dan belajar belajar) dan kompetensi kinerja (terampil dalam pengelolaan pembelajaran).Pemberdayaan dan akuntabilitas para guru adalah syarat penting dalam menjalankan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah).

  Upaya profesionalisme guru yang akuntabel dapat dilakukan sebagai berikut: (a) Pola rekruitmen yang berstandar dan selektif, (b) Pelatihan yang terpadu, berjenjang danberkesinambungan (long life

  eduction), (c) Penyetaraan pendidikan dan

  membuatstandarisasi mimimum pendidikan, (d) Pengembangan diri dan motivasi riset, (e) Pengayaan kreatifitas untuk menjadi guru karya (Guru yang bisa menjadi guru).

  Skill dan keahlian guru dalam sistem

  a. Memiliki kemampuan intelektual yang memadai

  b. Kemampuan memahami visi dan misi

  c. Pendidikanpendidikan Keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau metodelogi pembelajaran d. Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan e. Kemampuan mengorganisir dan problem solving

  f. Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik E.

   Peran orang tua

  Karakteristik yang paling menonjol dalam konsep MBS adalah pemberdayaan partisipasi para orang tua dan masyarakat.Peran orang tua dan masyarakat secara kelembagaan adalah dalam dewan sekolah atau komite sekolah.Filosofi yang menjadi landasan bahwa pendidikan yang pertama dan utama adalah dalam keluarga (orang tua) dan masyarakat adalah pelanggan pendidikan yang perkembangannya dipengaruhi oleh kualitas para lulusan.Sekolah ada pada orang tua (Piet Go, 2000: 46).Untuk itu orang tua dan masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah.

  Menurut Cheng (1989) dalam (Nurkolis, 2003:126) ada dua bentuk pendekatan untuk mengajak orang tua dan masyarakat berpartisipasi aktif dalam pendidikan.Pertama, pendekatan school-based dengan cara mengajak orang tua peserta didik datang ke skolah melalui pertemuan-pertemuan, konferensi, diskusi guru-orang tua dan mengunjungi anaknya

  

home-based, yaitu orang tua membantu anaknya

  belajar di rumah bersama-sama dengan guru yang berkunjung ke rumah.

  Sedangkan peran masyarakat bukan hanya dukungan finansial, tetapi juga dengan menjaga dan menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib serta menjalankan kontrol sosial dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Peran tokoh- tokoh masyarakat dengan jalan menjadi penggerak (menggerakkan masyarakat supaya berpartisipasi dalam pendidikan), menjadi informan dan penghubung (menginformasikan harapan dan kepentingan masyarakat kepada sekolah, dan menginformasikan sekolah kepada masyarakat), koordinator (mengkoordinasikan kepentingan sekolah dengan kebutuhan bisnis di lingkungan masyarakat, misalnya praktek, magang, dsb), pengusul (mengusulkan kepada pemerintah daerah agar ada kebijakan, mis. pajak pendanaan).

2.6 Peserta Didik

  Peserta didik istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Peserta didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, peserta didik dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: pendekatan sosial, pendekatan psikologis,

  Menurut Sanjaya (2008:17) dimensi proses pembelajaran yang dapat dilihat dari aspek peserta didik meliputi:

  1. Latar belakang siswa meliputi jenis kelamin, tempat kelahiran, tingkat sosial ekonomi keluarga, kepribadian.

  2. Sifat yang dimiliki oleh peserta terkait kemampuan pengetahuan dan sikap. Kemampuan dan tingkat kecerdasan setiap siswa berbeda-beda.

  Peserta didik atau anak didik adalah organisme yang unuk dapat berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya.

2.7 Kerangka Berpikir

  Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.7 Kerangka Berpikir

  

Kerangka berpikir menjelaskan bahwa kondisi SMA

  Negeri 2 Salatiga saat ini menunjukkanmasih rendahnya hasil UN dan minimnya para lulusan diterima di PTN dan PTS Terakreditasi,karena itulah maka program MMT harus dievaluasi agar tercapai tujuan yang sudah direncanakan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan Goal Oriented (GO) yaitu suatu model evaluasi yang berorientasi pada tujuan .Evaluasi dilakukan pada bidang kurikulum,kesiswaan, humas, sarpras, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan serta pembiayaan . Model ini mempunyai beberapa tahap, meletakkan tujuan yang akan dicapai jauh diawal program .

  Rendahnya hasil UN dan minimnya lulusan yang diterima PTN dan PTS Evaluasi MMT dengan model Goal Oriented

  Kurikulum Kesiswaan Humas Sarpras Tendik Pembiayaan

  Hasil MMT (Manajemen Mutu Terpadu) adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Beberapa karakteristik MMT adalah sebagai berikut : (1) Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal; (2) Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas; (3) Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah; (4) Memiliki komitmen jangka (5) Memperbaiki proses secara berkesinambungan; (6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, memberikan kebebasan yang terkendali; (7) Memiliki kesatuan tujuan; dan (8) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

  Prosedur MMT berdasarkan pemaparan Sallis (1993:48-49) menawarkan langkah-langkah penting dalam implementasi MMT di sekolah yakni sebagai berikut: (1) Rumuskan tujuan yang konstan untuk perbaikan dalam produk, layanan dengan tujuan agar menjadi kompetitif. (2) Gunakan filosofi baru. Sekolah tidak akan mampu berkompetisi jika terus menerima dan memaafkan keterlambatan, kesalahan atau melahirkan hasil yang tidak tepat. (3) Berhenti menggunakan pengawasan publik dalam mencapai kualita karena pengawasan publik dilakukan oleh unit inspeksi tidak menjamin kualitas. (4) Tingkatkan terus kualitas pelayanan dan produk layanan, (5) Lakukan on

  

the job training, (6) Tugas manajemen adalah memimpin dalam proses pelaksanaan pekerjaan agar menghasilkan layanan dan produk terbaik. (7) Hindari rasa takut. (8) Atasi kendala antara unit atas departemen, (9) Posisikan setiap orang dalam institusi bekerja dan melaksanakan transformasi.

  Mutu menjadi parameter pengendali akan sebuah sistem yang dijalankan. Dalam meningkatkan mutu yang baik terdapat empat usaha yang sangat mendasar dan harus dilakukan dalam sebuah lembaga pendidikan (Menurut Slamet, 1999 dalam Rajagukguk, 2009:16) Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikanotonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorongpartisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutusekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang- undanganyang berlaku (Nurkolis, 2003:107, Depdiknas, 2002:3).Sekolah diberi wewenang untuk mengatur sendiri tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kebijakan.

2.8 Penelitian Terdahulu

  Ahmad Darmadji Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam FIAI UII Yogyakarta dalam Implementasi TQM (2010) sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan di MAN Model Yogyakarta. Hasil penelitian yang didapat bahwa implementasi prinsip TQM di MAN Model tercermin dari proses bertahap dan terus-menerus dalam pelanggan internal maupun eksternal melalui dukungan partisipasi aktif dan dinamis dari sejumlah pihak. TQM memberikan manfaat bagi MAN Model sebagai institusi dalam perannya sebagai leader of change.Kebersamaan dan kerjasama seluruh komponen MAN Model Yogyakarta menjadi prasyarat implementasi TQM yang efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sejumlah hambatan yang ada dapat terpecahkan dengan mengkomunikannya dan mempertinggi komitmen semua komponen untuk bersama-sama menuju pada kualitas

  Kritianty dalam peningkatan mutu pendidikan terpadu cara Deming (2012) meneliti bahwa terdapat empat belas butir pemikiran tentang peningkatan mutu suatu organisasi yang diusulkan. Deming diterapkan dalam upaya peningkatan mutu manajemen pendidikan di Indonesia. Implementasi konsep peningkatan mutu cara deming dalam pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut: Ciptakan tujuan yang mantap demi perbaikan produk dan jasa, adopsi filosofi baru, hentikan ketergantungan pada inspeksi masal, akhiri kebiasaan melakukan hubungan bisnis berdasarkan biaya, perbaiki sistem produksi dan jasa secara konstan dan terus menerus, melembagakan metode pelatihan yang modern di tempat kerja, lembagakan kepemimpinan.

  T Sudha dalam penelitian mengenai TQM (Total

  

Quality Management) In Higher Education Institutions

  (2013) menyatakan bahwa kualitas pada pendidikan tinggi menjadi sebuah konsentrasi ilmu. Beberapa siswa dan laporan dari instansi menyatakan hal yang sama dan peningkatan. Pendidikan tinggi merupakan sarana untuk meningkatkan kemampuan manusia sehingga membutuhkan manajemen kualitas. Perbaikan secara terus menerus di semua bidang penting untuk dilakukan guna peningkatan mutu pada pendidikan tinggi. SDM adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan pada perubahan ini, karena tidak mudah melakukan perubahan hingga diperoleh hasil yang diharapkan. Selain SDM faktor yang penting lainnya adalah pengelolaan sarana prasarana sebagai pendukung

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Komik Interaktif Berbasis Discovery Learning untuk Pembelajaran Materi Pecahan Siswa Kelas V Sekolah Dasar

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alternatif Strategi Peningkatan Daya Saing SMA Kristen 2 Salatiga

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alternatif Strategi Peningkatan Daya Saing SMA Kristen 2 Salatiga

0 0 17

KUESIONER PENELITIAN TUGAS AKHIR “Alternatif Strategi Peningkatan Daya Saing SMA Kristen 2 Salatiga”

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Kunjungan Kelas untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru SDN Cukil 01 Tengaran Kabupaten Semarang

0 1 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Kunjungan Kelas untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru SDN Cukil 01 Tengaran Kabupaten Semarang

0 0 27

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Kunjungan Kelas untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru SDN Cukil 01 Tengaran Kabupaten Semarang

0 0 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Kunjungan Kelas untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru SDN Cukil 01 Tengaran Kabupaten Semarang

0 0 42

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Kunjungan Kelas untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru SDN Cukil 01 Tengaran Kabupaten Semarang

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program MMT (Manajemen Mutu Terpadu) dalam Peningkatan Hasil Belajar di SMA N 2 Salatiga

0 0 10