KOMPONEN KIMIA MEMBRAN SEL DAN FAKTOR YA

KOMPONEN KIMIA MEMBRAN SEL DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERMEABILITAS
AZKI AFIDATI PUTRI ANFA (1410422025)
KELOMPOK 3B (A)
ABSTRAK
Membran plasma adalah bagian protoplasma yang berbentuk lapisan tipis
dan berfungsi membatasi isi sel dengan lingkungannya. Membran plasma
melindungi sel dari lingkungan dan juga memungkinkan adanya
kompartemen-kompartemen di dalam sel untuk aktivitas metabolik. Untuk
menguji komponen kima membrane sel dan faktor-faktor yang mempengaruhi
permeabilitas sel dilakukan praktikum dengan bahan umbi Daucus carota
yang dilaksanakan pada hari Selasa, 8 September 2015 di Laboratorium
Pendidikan IV Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Andalas, Padang. Tujuan dari praktikum ini yaitu, untuk
melihat dan mengamati pengaruh berbagai perlakuan fisika maupun kimia
terhadap permeabilitas membrane sel. Metode kerja yang dilakukan adalah
pengaruh suhu dan senyawa kimia terhadap permeabilitas sel dengan
memotong Daucus carota sepanjang 1cm sebanyak 10 buah dan diberi
perlakuan berbeda (perlakuan panas dan dingin). Kemudian, metode yang
dilakukan adalah pengaruh senyawa kimia terhadap permeabilitas sel
dengan merendam potongan umbi pada senyawa aseton dan methanol. Hasil

dari praktikum ini yaitu, pada perlakuan panas didapatkan nilai absorban
tertinggi pada suhu 60o dengan nilai absorban 0,017 dan perlakuan pada
senyawa kimia didapatkan hasil aseton mendapatkan nilai absorban
sebanyak 0,33.
Keyword : Absorban, Aseton, Membran Plasma, Methanol, Sel
PENDAHULUAN
Membran
plasma
atau
plasmalemma yang menyelubungi
sel berfungsi sebagai pengatur
keluar masuknya zat, mengantar
atau menerima rangsang, dan
strukturnya terdiri dari dua lapisan
lipoprotein yang diantara molekul
terdapat pori (Yatim, 1987).
Berdasarkan dari komposisi
kimia
membran
dan

pemeabilitasnya terhadap solut
maka dapat disimpulkan bahwa

membran sel terdiri atas lipid dan
protein. Tiga macam lipida polar
yang utama adalah fosfolipida,
glukolipida dan sedikit sulfolipida.
Pada lipida polar, asam lemak
yang hidrofobik berorientasi ke
bagian dalam membran. Variasi
antara
panjang
dan
tingkat
ketidakjenuhan
(jumlah
ikatan
rangkap) dari rantai asam lemak
berpengaruh terhadap titik cair.
Membran sel terdiri atas dua lapis

molekul fosfolipid. Bagian ekor

dengan asam lemak yang bersifat
hidrofobik (non polar), kedua lapis
molekul
tersebut
saling
berorientasi kedalam, sedangkan
bagian kepala bersifat hidrofilik
(polar), mengarah ke lingkungan
yang berair. Pada membran
terdapat lapisan ganda dan
molekul-molekul posfolipid yang
letaknya teratur sedemikian rupa
sehingga ujung karbon yang
hidropobik terbungkus sedemikian
rupa di dalam sebuah lapisan
amorf dalam senyawa lipid.
(Prawiranata, 1981).
Membran plasma memiliki

permeabilitas
selektif,
yakni
membran
ini
memungkinkan
beberapa
substansi
dapat
melintasinya
dengannya
lebih
mudah dari pada substansi yang
lainnya. Kemampuan sel untuk
membedakan
pertukaran
kimiawinya
ini
dengan
lingkungannya merupakan hal

yang mendasar bagi kehidupan,
dan membran plasma inilah yang
membuat keselektifan ini bisa
terjadi. (Campbell, 2002).
Membran bisa berupa satu
lapis bahan yang lebih mampu
melarutkan
pelarut
daripada
partikel
linarut,
sehingga
melewatkan lebih banyak molekul
pelarut daripada partikel linarut.
Selapis udara diantara dua larutan
air merupakan pembatas yang
menahan
sama
sekalim
perpindahan linarut yang tidak


menguap, yang ketiga berupa
saringan (tapis) dengan sejumlah
lubang
berukuran
tertentu
sehingga
molekul
air
dapat
melaluinya, tapi partikel linarut
yang lebih besar tidak. (Salisbury
dan Ross, 1995).
Jaringan
dewasa
mengandung sebuah lapisan tipis
protoplasma yang mengelilingi
vakuola inti yang terletak di dinding
sel. Dinding sel yang mempunyai
banyak pori merupakan suatu

proporsi penting dari sebuah
struktur sel yang tidak hanya
berupa sebuah penghalang dari
larutan yang akan masuk. Batasan
ini merupakan jalur untuk keluar
masuknya larutan ke dalam sel
dan berupa dua lapisan membran.
Membran ini dapat dikenali dengan
mudah karena komponen selektif
permeabelnya. (Bonner, 1961).
Membran mempunyai dua
fungsi yaitu memberikan kerangka
luar dari proses kehidupan dan
pemisahan sitoplasma menjadi
bahang. Membran memisahkan
protoplasma
menjadi
bagianbagian tetapi pemisahan itu
selektif. (Lovelles, 1991).
Adanya sifat hidrofobik di

bagian
tengah
lapisan
lipid
membran plasma menyebabkan
membran tersebut tidak mudah
ditembus oleh molekul polar,
sehingga membran sel mencegah
keluarnya
komponen-komponen
dalam sel yang larut dalam air.

Namun, sel juga memerlukan
bahan-bahan
nutrisi
dan
membuang limbahnya ke luar sel.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, sel
harus
mengembangkan

suatu
sistem/mekanisme khusus untuk
transpor melintasi membran sel.
(Subowo, 1995).
Potensial
osmotik
merupakan potensial kimia yang
disebabkan adanya materi yang
terlarut. Potensial osmotik selalu
memliki nilai negatif, hal ini
disebabkan karena cenderung
bergerak menyebrangi membran
semi permeable dari air murni
menuju air yang mengandung zat
terlarut (Lambers, 1998).
Adapun
tujuan
dari
praktikum yaitu, melihatpengaruh
berbagai perlakuan fisik dan kimia

terhadap permeabilitas dan melihat
pengaruh larutan asam dan basa
terhadap permeabilitas membran
jaringan.
METODA PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada hari
Selasa, 08 September 2015, pukul
14.00-18.00 WIB di Laboratorium
Teaching IV Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas
Andalas, Padang.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah pipet tetes,

tabung
reaksi,
pinset,

alat
pengebor gabus, gelas piala,
penangas air, freezer, akuades,
aseton, methanol, aluminium foil,
gelas
ukur,
spektrofotometer,
termometer, dan kuvet. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah
umbi Daucus carota.
Cara kerja
Pada percobaan pertama, umbi
Daucus carota dibor dengan bor
pemotong
gabus,
kemudian
dipotong sepanjang 1cm sebanyak
12 buah. Tabung reaksi disiapkan
sebanyak 10 buah, dimana 5 buah
untuk perilaku panas, 2 untuk
perilaku dingin, 2 untuk perilaku
senyawa kimia, dan 1 untuk
kontrol.
Pada perlakuan panas,
dimasukkan 10ml akuades ke
dalam tabung reaksi dan diberi
label masing - masing tabung
40oC, 50oC, 60oC, 70oC, dan 80oC.
Disiapkan penangas air, kemudian
gelas
piala
berisi
akuades
dimasukkan ke dalam penangas
air. Masing - masing gelas piala
dimasukkan
potongan
umbi
Daucus carota dan dipanaskan
dengan suhu berbeda, yaitu 40oC,
50oC, 60oC, 70oC, dan 80oC. Umbi
yang sudah dipanaskan kemudian
diangkat dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sesuai dengan label.
Tabung reaksi ditutup dengan
aluminium foil dan diinkubasi
selama 1 jam.

Pada
perlakuan
dingin,
dimasukkan akuades ke dalam
tabung reaksi dan diberi label
masing - masing tabung 0oC dan
5oC.
Dua
potongan
umbi
dimasukkan ke dalam freezer
dengan suhu 0oC dan 5oC.
Kemudian, umbi diangkat dan
dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sesuai dengan label.
Tabung reaksi ditutup dengan
aluminium foil dan diinkubasi
selama 1 jam.
Pada perlakuan dengan
senyawa kimia, disiapkan 2 tabung
reaksi dan diberi label masing masing aseton dan methanol.
Kemudian, aseton dan methanol
dimasukkan ke tabung yang saling
berbeda. Dimasukkan potongan
umbi ke masing - masing tabung
reaksi. Kemudian, tabung reaksi
ditutup dengan aluminium foil dan
diinkubasi selama 1 jam.
Kemudian,
disiapkan
1
tabung reaksi untuk kontrol dan
diberi label. Tabung reaksi diisi
dengan akuades dan potongan
umbi dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Tabung reaksi ditutup
dengan
aluminium
foil
dan
diinkubasi selama 1 jam.
Setelah 1 jam, aluminium
foil dari masing - masing tabung
reaksi dengan berbagai perlakuan
dibuka
dan
potongan
umbi
dikeluarkan
dari
larutannya.
Kemudian, keseluruhan tabung
reaksi dengan perlakuan berbeda

diuji
absorbannya
dengan
spektrofotometer. Kemudian, hasil
uji dicatat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari
praktikum
yang
telah
dilakukan, maka didapatkan hasil
sebagai berikut :
1. Perlakuan panas
Tabel 1. Nilai absorban dari
berbagai suhu panas.
Perlakuan
40oc
50oc
60oc
70oc
80oc

Nilai absorban (525
nm)
0,005
0,011
0,017
0,003
0,007

Dari tabel dapat dilihat
bahwa nilai absorban tertinggi dari
suhu 60oC dimana nilainya adalah
0,017, dan yang terendah dari
suhu 70oc dimana nilainya 0,003.
Berikut adalah gambar hasil dari
praktikum.

Gambar 1.Perlakuan panas

Dari
hasil
praktikum
seharusnya semakin tinggi suhu
yang
diberikan
maka
nilai
absorban akan semakin besar.
Karena suhu terlalu ekstrem bagi
ketahanan membran, akibatnya

membran tidak tahan suhu yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Karena semakin tinggi suhu
mengakibatkan membran semakin
rusak. Akibatnya, semakin banyak
isi sel yang keluar. Jika suhu
terlalu
tinggi,
protein
akan
mengalami
denaturasi
dan
menyebabkan isi dalam sel keluar
karena
protein
penyusun
membransel rusak. Perbedaan
permeabilitas bergantung pada
besar kecilnya molekul yang
melewati dan ditentukan dengan
besarnya pori - pori membran
(Niemetz, 2006).
Menurut
Dwijoseputro
(1994), perbedaan permeabilitas
sangat bergantung pada besar
kecilnya molekul yang lewat dan
ditentukan dengan besarnya poripori membran. Tapi pada membran
plasma sel hidup besarnya molekul
tidak
berpengaruh,
hal
ini
disebabkan adanya kaitan antara
kelarutan zat dalam salah satu
komponen membran.
2. Perlakuan dingin
Tabel 2. Nilai absorban dari
berbagai suhu dingin.
Perlakuan
0oc
5oc

Pada perlakuan dingan,
suhu 0oC nilai absorbannya lebih
kecil dari suhu 5oC. Hal ini berarti
pada
suhu
0oC
membran
mengalami kerusakan yang lebih
parah dibandingkan dengan suhu
5oC. Suhu ini mungkin terlalu
ekstrim bagi ketahanan membran
karena membran tidak tahan
terhadap suhu yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah.
3. Perlakuan dengan senyawa
kimia
Tabel 3. Nilai absorban dari
berbagai senyawa kimia.
Perlakuan
Aseton
Methanol

Nilai absorban
(525 nm)
0,33
0,01

Dari tabel di atas dapat dilihat
bahwa pada perlakuan dengan
pemberian senyawa aseton, nilai
absorban
adalah
0,33
dan
pemberian
dengan
senyawa
methanol nilai absorban adalah
0,01. Berikut adalah gambar hasil
praktikum.

Nilai absorban (525
nm)
0,002
0,005

Dari tabel dapat dilihat
bahwa nilai absorban pada suhu
0oC adalah 0,002 dan nilai
absorban dari suhu 5oC adalah
0,005.

Gambar 2. Perlakuan dengan senyawa
kimia

Pada perlakuan dengan
aseton, absorban yang didapat
cukup besar karena sel mengalami
difusi ke luar sel. Terjadinya difusi
dari dalam ke luar sel ini
disebabkan karena membran sel
mengalami kerusakan yang lebih
parah
dibandingkan
dengan
perlakuan yang lain. Kerusakan ini
disebabkan karena membran sel
tidak tahan terhadap aseton.
Tabel 4. Nilai absorban (525nm)
dengan perilaku kontrol.
Kontrol
0
Dari tabel dapat dilihat
bahwa nilai kontrol yang berisi air
murni memiliki absorban 0.
Menurut Wilkins (1984),
ketika
selaput
semipermeabel
memisahkan air murni dari larutan,
hanya air yang bisa masuk lewat
pori dan larutan akan keluar. Difusi
air terjadi karena perbedaan
potensial
kimia.
Menciptakan
penekanan yang menghasilkan
adanya aliran massa di sepanjang
pori selaput tersebu.
Air murni sebagai kontrol
absorbannya
lebih
kecil
dibandingkan dengan perlakuan
lainnya karena belum adanya
tambahan perlakuan. Dalam hal ini
diketahui permeabilitas membran
sel
memberikan
pengaruh
berbeda-beda akibat perlakuan
yang diberikan, baik perlakuan
panas, perlakuan dingin, ataupun
perlakuan dengan senyawa kimia.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat
dari praktikum ini yaitu, pada
perlakuan panas didapatkan nilai
absorban tertinggi yaitu pada suhu
dari suhu 60oC dimana nilainya
adalah 0,017, dan yang terendah
dari suhu 70oc dimana nilainya
0,003. Pada perlakuan dingin
didapatkan nilai absorban dari
suhu 0oC adalah 0,002 dan nilai
absorban dari suhu 5oC adalah
0,005.Pada perlakuan dengan
pemberian
senyawa
kimia,
senyawa aseton nilai absorban
adalah 0,33 dan pemberian
dengan senyawa methanol nilai
absorban adalah 0,01. Dan kontrol
didapatkan nilai absorban adalah
0.
Saran
Adapun
saran
yang
dari
pelaksanaan praktikum ini yaitu,
diharapkan kepada praktikan untuk
lebih serius dalam menjalani
praktikum ini agar dapat terlaksana
dengan baik dan praktikan untuk
dapat memahami prosedur kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Bonner,J. 1961. Principles of Plant
Physiology.
Canada
:
Pasadena.
Campbell, Neil. 2002. Biologi.
Jakarta : Erlangga.
Dwijoseputro, A. 1994. Pengantar
Fisiologi
Tumbuhan.

Jakarta:Gramedia.
Lambers, H.F.S Chapia and
T.LPons.
1998.
Physiology. New
York
:Ecology Springer.
Lovelles. 1991. Prinsip-Prinsip
Biologi
Tumbuhan
Untuk
Daerah
Tropika.
Bandung:Gramedia.
Niemetz, Christa. 2006. Plasma
Membran of Beta vulgaris
Storage roots Shows High
Water
Channel
Activity
Regulated by pH. Journal of
Experimental Botany 57 : 3.
Prawiranata, W. 1981. Dasar dasar Fisiologi Tumbuhan.
Bandung :
ITB.
Salisbury, J.W. dan Ross. 1995.
Fisiologi Tumbuhan Jilid I.
Bandung : ITB.
Subowo.
1995.
Biologi
Sel.
Bandung : Angkasa.
Wilkins. 1984. Fisiologi Tanaman
II.
Bandung : Bina Angkasa.
Yatim, W. 1987. Embriology.
Semarang : CV Tarsito