KEBEBASAN BERAGAMA DAN HAK MINORITAS DI

M. SUBHI AZHARI

PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang sangat

plural dengan lebih dari 400 suku, adat
istiadat dan bahasa daerah.
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai
masyarakat religius. Religiusitas itu
ditunjukkan dalam konstitusi, UUD 1945,
yang meletakkan “Ketuhanan” sebagai
aspek dasar dari negara.
Konstitusi menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya

Menurut BPS tahun 2010, komposisi penduduk

Indonesia berdasar agama yaitu Islam 207,176,162
(87.18%), Kristen Protestan 16,528,513 (6.96%)
Katolik 6,907,873 2.91%, Hindu 4,012,116 1.69%,

Budha 1,703,254 (0.72%), Konghucu 117,091
(0.05%), Lainnya 299,617 0.13%.
Mayoritas umat Muslim adalah penganut Sunni.
Mereka terhimpun dalam beberapa Ormas Islam
seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al
Washliyah, Al Khairat, Al Irsyad, DDI dan Nahdlatul
Wathan.
Terdapat juga minoritas Syiah (1 – 3 juta) yang
terbagi dalam Ormas Ikatan Jamaat Ahlul Bait
Indonesia (IJABI) dan Ahlul Bait Indonesia ( ABI).
Sementara minoritas Ahmadiyah (500 – 800 ribu)
yang terbagi dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI) dan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI)

KEBEBASAN BERAGAMA
Kebebasan beragama atau berkeyakinan

(selanjutnya disebut kebebasan beragama)
merupakan salah satu rumpun dalam hak
asasi manusia (HAM) sebagaimana termaktub

dalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM)

8 PRINSIP KEBEBASAN
BERAGAMA
1. Kebebasan internal (Forum Internum)
Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut
atau menetapkan agama atau kepercayaan atas
pilihannya sendiri, termasuk untuk berpindah
agama atau kepercayaannya.
2. Kebebasan eksternal (Forum Externum)
Kebebasan ini menegaskan, setiap orang
memiliki kebebasan, secara individu atau dalam
masyarakat, secara publik maupun pribadi, untuk
memanifestasikan agama dan kepercayaannya
dalam pengajaran, pengamalan dan
peribadatannya.

8 PRINSIP KEBEBASAN
BERAGAMA
3. Tidak ada paksaan (non-Coersion)

Tidak seorang pun dapat dipaksa yang akan
mengurangi kebebasannya untuk memiliki
atau menganut suatu agama atau
kepercayaan yang menjadi pilihannya.
4. Tidak diskriminatif (non-Discrimination)
5. Hak dari orang tua dan wali

KEBEBASAN BERAGAMA
6. Kebebasan lembaga dan status legal
Mencakup mendirikan lembaga keagamaan,
mendirikan rumah ibadah, mendirikan lembaga
amal.
7. Pembatasan yang diijinkan pada kebebasan
eksternal
Hanya dapat dibatasi oleh undang-undang dan
kepentingan melindungi keselamatan dan
ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum
dan hak-hak dasar orang lain.
8. Tidak dapat dikurangi (Nonderogability)


3 KEWAJIBAN NEGARA
1. MENGHORMATI
Negara tidak melakukan tindakan yang
dilarang oleh-- atau bertentangan dengan
norma-norma dan standar hak-hak asasi
2. MELINDUNGI
Secara umum, negara menjamin agar hak-hak
dan kebebasan dasar tidak dilanggar oleh pihak
ketiga (melalui hukum dan peradilan)
3. MEMENUHI
Negara mengambil langkah-langkah
programatis yang diperlukan bagi terwujudnya
hak-hak manusia (kebebasan beragama dan
berkeyakinan)

KEBEBASAN BERAGAMA
Kebebasan ini termasuk juga kebebasan

untuk mendirikan tempat ibadah, kebebasan
untuk menggunakan simbol-simbol agama,

hak kebebasan untuk merayakan hari besar
agama, hak kebebasan untuk menetapkan
pemimpin agama, hak untuk mengajarkan
dan menyebarkan ajaran agama, hak orang
tua untuk mendidik agama kepada anaknya,
hak untuk mendirikan dan mengelola
organisasi keagamaan.

JAMINAN KBB PASCA REFORMASI
Pada 1999-2002, berlangsung amandemen

konstitusi yang memasukkan prinsip HAM
universal termasuk jaminan KBB bagi warga
negara (Pasal 28E, Pasal 28I, Pasal 29).
Pasal 28E ayat 1 menyatakan : “Setiap orang
berhak memeluk agama dan beribadah
menurut agamanya…”
Pasal 28E ayat 2 menyatakan: “Setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap

sesuai dengan hati nuraninya.

JAMINAN KBB PASCA REFORMASI
Pasal 28I ayat 1 menyatakan : “Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak untuk beragama… adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun”.
Pasal 28I ayat 2 menyatakan: “Setiap orang berhak
bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan
terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
Pasal 29 ayat 2 menegaskan: “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agama dan kepercayaannya itu”.

JAMINAN KBB PASCA REFORMASI
Tahun 1999 lahir UU No. 39 tahun 1999


tentang HAM.
Pasal 22 ayat 1 menyatakan: Setiap orang
bebas memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”.
Pasal 22 ayat 2 menyatakan: “Negara
menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

JAMINAN KBB PASCA REFORMASI
Pasal 55 menyatakan: “Setiap anak berhak
beribadat menurut agamanya, berpikir dan
berekspresi sesuai dengan tingkat
intelektualitas dan usianya di bawah
bimbingan orang tua dan atau wali”.
Pada tahun 2005 Pemerintah Meratifikasi
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.

JAMINAN KBB PASCA REFORMASI

Pasal 18 ayat 1 Kovenan menegaskan: “Setiap orang berhak

atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak
ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima
suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan
kebebasan baik secara individu atau bersama-sama dengan
orang lain, baik di tempat umum atau tertutup untuk
menjalankan agamaatau kepercayaannya dalam kegiatan
ibadah , ketaatan, pengamalan dan pengajaran.
Pasal 18 ayat 2 menyatakan:”Tidak seorangpun boleh
dipaksa sehingga mengganggu kebebasannya untuk
menganut atau menerima suatu agama atau
kepercayaannya sesuai dengan pilihannya”.

PELANGGARAN KEBEBASAN
BERAGAMA

Pelanggaran kebebasan beragama” di sini

kemudian dirumuskan sebagai setiap

perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian yang
secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
kebebasan dasar seseorang atau kelompok
orang untuk menikmati dan menjalankan hakhak fundamental kemerdekaan beragama

BENTUK PELANGGARAN KBB
Pemaksaan dengan intimidasi atau ancaman fisik
Pemaksaan ancaman sanksi hukum
Kriminalisasi keyakinan
Pemaksaan dengan kebijakan
Pembatasan ibadah
Pelarangan Ibadah
Pembiaran
Pembatasan aktivitas keagamaan
Pelarangan aktivitas keagamaan
Penyegelan tempat ibadah


JAMINAN KBB PASCA REFORMASI
Pada saat amandemen konstitusi, muncul aspirasi

dari sejumlah partai Islam untuk memasukkan
tujuh kata Piagam Jakarta “…kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemelluknya”, namun mayoritas anggota MPR
menolak dan tetap mempertahankan Pancasila
sebagai dasar negara.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik
Indonesia juga telah menegaskan empat pilar
hidup berbangsa dan bernegara. Yakni Pancasila,
Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

JAMINAN KBB PASCA REFORMASI
Pemerintahan Gus Dur pada tahun 2000

mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang
melarang pementasan kebudayaan Tionghoa.
Dengan pencabutan tersebut, segala bentuk

diskriminasi terhadap warga Tionghoa
dihilangkan. Agama Konghucu diakui dan
Perayaan Imlek menjadi salah satu hari libur
nasional.

PROBLEM JAMINAN KBB
Laporan KBB The Wahid Institute menemukan

trend peningkatan intoleransi sejak tahun 20082012. Selama lima tahun terakhir, total jumlah
kasus-kasus pelanggaran atau intoleransi
beragama di Indonesia selama lima tahun
berjumlah 1095 kasus atau rata-rata 219 kasus
pertahun.
Otonomi daerah telah disalahgunakan oleh
sejumlah Pemerintah Daerah untuk menerapkan
sejumlah peraturan daerah (Perda) bernuansa
syari’at Islam yang cenderung diskriminatif
terhadap agama minoritas dan perempuan.

PROBLEM JAMINAN KBB
 Inkonsistensi negara dalam perlindungan KBB.
1. Telah ada jaminan konstitusi, Ratifikasi Kovenan
2.
3.
4.
5.

Hak Sipil dan Politik dan UU No. 39 tentang
HAM yang menjamin KBB bagi warga negara.
Namun Pemerintah masih memberlakukan UU
No. 1 PNPS tahun 1965 tentang Larangan
Penodaan Agama.
Pemerintah juga masih mempertahankan
keberadaan BAKOR PAKEM di Kejaksaan.
Pada tahun 2008 Pemerintah menerbitkan SKB
pelarangan aktifitas Ahmadiyah di ruang publik.
Pada tahun 2010, sekitar 13 Pemerintah Daerah
(provinsi dan kabupaten) menerbitkan SK
Pelarangan Ahmadiyah.

PROBLEM JAMINAN KBB
 Semakin biasnya peran Pemerintah Daerah

dan aparat penegak hukum.
 Pemerintah Pusat yang cenderung lepas
tangan. Meskipun UU menyatakan
pengaturan masalah agama menjadi
kewenangan Pusat, SBY sering melempar
tanggungjawab terkait konflik antar agama
kepada Pemerintah Daerah, seperti pada
kasus Syiah Sampang dan GKI Yasmin Bogor.
 Semakin pesatnya perkembangan dan aksiaksi Ormas intoleran.

HARAPAN
Munculnya Civil Society kritis terhadap

lemahnya peran Pemerintah.
Munculnya Pemimpin inspiratif dan
melindungi minoritas.
Munculnya gerakan menolak kekerasan
termasuk terhadap Ormas pelaku kekerasan.

TERIMA KASIH