PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHA

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP EARNING
MANAGEMENT
(Pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI)

Disusun oleh:
Arjuna Mahameru F.S.S
142100197

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS
YOGYAKARTA
2014

PEMBANGUNAN

NASIONAL

”VETERAN”

1.


Latar belakang penellitian
Di era globalisasi saat ini berbagai skandal dan kecurangan akuntansi terkait

manipulasi sangat marak terjadi pada badan usaha go public. Berbagai skandal
seperti Enron, Merck, World Com, mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat
(Cornett, Marcuss, Saunders dan Tehranian, 2006), Kejadian yang sama juga
terjadi di Asia pada tahun 1997, banyaknya perusahaan yang bangkrut memicu
terjadinya krisis ekonomi yang diyakini karena kegagalan sistem tata kelola
perusahaan, krisis tersebut juga dialami di Indonesia yang menjadikan Corporate
Governance sebagai sebuah isu penting dikalangan para eksekutif, konsultan
korporasi, akademis dan regulator (pemerintah) di berbagai dunia (Purwantini,
2011). Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia mengenai kegagalan mekanisme
Good Corporate Governance: PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga
melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari

terdeteksi adanya manipulasi (Gideon, 2005).Skandal dan kecurangan yang
terjadi diyakini karena adanya sistem pengelolaan (corporate governance) yang
masih lemah pada badan usaha. Corporate governanace merupakan salah satu
elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi
serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para

pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga
memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari
suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring
kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004).
Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International
Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep Good
Corporate Governance sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat. Penelitian
yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab
krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah (1) mekanisme
pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit
committe) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi
kepentingan pemegang saham dan (2) pengelolaan perusahaan yang belum
profesional. Dengan demikan, penerapan konsep Good Corporate Governance di
Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kualitas kinerja perusahaan dan
meningkatkan kesejahteraan pemegang saham (Sutedi, 2011). Terzaghi (2012)
menjelaskan bahwa Corporate Governance muncul karena terjadi pemisahan
antara pemilik dengan pengendalian perusahaan. Adanya pemisahan kepemilikan

oleh principal dengan pengendalian oleh agent dalam sebuah organisasi
cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara principal dengan agen.

Teori keagenan dari Michael C. Jensen dan William H. Meckling (1976)
menyatakan hubungan keagenan atau agency relationship muncul ketika satu
atau lebih individu (principal) menggaji individu lain (karyawan atau agen)
untuk bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk membuat
keputusan kepada agen atau karyawannya. Pemisahan yang terjadi antara
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan menimbulkan suatu konflik yang
disebut dengan agency conflic (Ahmad dan Septriani, 2008). Biasanya ada tiga
jenis konflik keagenan yang sering terjadi, yaitu: (1) Konflik antara pemegang
saham dengan manajemen, (2) Konflik antara pemegang saham dengan
pemegang hutang, dan (3) Konflik antara pemegang saham mayoritas dengan
minoritas (Purwantini, 2011).
Manajemen laba merupakan masalah keagenan yang seringkali dipicu oleh
adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham
dengan manajemen perusahaan (Iqbal, 2007). Kedua pihak tersebut berupaya
untuk lebih mengutamakan kepentingannya masing-masing daripada kepentingan
perusahaan. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab untuk mengoptimalkan
laba para pemilik (prinsipal). Namun dilain pihak, manajer juga mempunyai
kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.
Manajer yang bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi-informasi yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup


perusahaan, baik informasi internal maupun prospek perusahaan di masa yang
akan datang bila dibandingkan dengan pemegang saham. Oleh karena itu,
manajer berkewajiban untuk menyampaikan kondisi perusahaan kepada
pemegang saham. Akan tetapi, informasi yang disampaikan terkadang tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kondisi ini sering disebut
sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information
asymetric). Asimetri informasi dapat terjadi karena manajer lebih mengetahui
informasi perusahaan dibandingkan dengan pemilik atau pemegang saham,
sehingga manajemen akan berusaha memanipulasi kinerja perusahaan yang
dilaporkan untuk kepentingannya sendiri (Herawaty, 2008).
Tindakan manajemen laba didasari oleh adanya dua perilaku manajer, yaitu
perilaku oportunistik dan efficient contracting. Kedua hal tersebut dapat
mempengaruhi laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan, sehingga dapat
menyesatkan para pemakai laporan keuangan dalam mengambil keputusan.
Komponen dari laporan keuangan yang sering digunakan oleh para pemegang
saham dalam mengambil keputusan investasi adalah informasi tentang laba. Hal
ini dikarenakan laba merupakan indikator yang sering digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan kinerja operasional perusahaan. Menurut IAI
(2009) informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumberdaya

ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus
kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang
efektivitas

perusahaan

dalam

memanfaatkan

tambahan

sumber

daya.

Berdasarkan informasi laba, para pengguna laporan keuangan baik internal

perusahaan maupun eksternal perusahaan akan menggunakan informasi tersebut
sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang menyangkut perusahaan.

Pada umumnya cara yang digunakan perusahaan untuk mempermainkan
besar kecilnya laba, yaitu dengan mengubah atau mengganti metode akuntansi
yang digunakan. Manajer mempunyai kebebasan untuk melakukan hal tersebut.
Jika manajer ingin membuat labanya menjadi lebih besar dari nilai yang
sesungguhnya pada suatu periode tertentu, maka banyak kemungkinan yang
dapat dilakukannya. Misalnya, dengan mengubah estimasi usia ekonomis aktiva
tetap menjadi lebih besar, mengganti metode depresiasinya menjadi garis lurus,
mengecilkan persentase biaya kerugian piutang, dan sebagainya. Sedangkan jika
manajer ingin membuat labanya menjadi lebih kecil dari nilai yang
sesungguhnya, maka manajer dapat mengubah estimasi usia ekonomis aktiva
tetap menjadi lebih kecil, mengganti metode depresiasinya menjadi saldo
menurun, membesarkan persentase biaya kerugian piutang, dan lain-lain.
Meskipun mempunyai kebebasan untuk mengubah atau mengganti metode
akuntansi

yang

digunakan,

perusahaan


mempunyai

kewajiban

untuk

mengungkapkan semua metode yang dipakai dalam laporan keuangan. Hal itu
dilakukan karena upaya mengungkapkan perubahan metode akuntansi akan
membuat perusahaan terbebas dari pelanggaran standar akuntansi (Sulistyanto,
2008). Oleh karena itu, informasi laba harus mencerminkan kondisi perusahaan
yang sebenarnya.