BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Penerapan Model Make A Match Berbantuan Puzzle pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Watuagung 01 Kecamatan Tuntang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  Teori yang akan dikaji dalam penelitian ini diantaranya adalah Hasil belajar, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), model Make A Match, dan Puzzle dimana tiap-tiap teori akan dikaji secara lebih terperinci didalam pembahasan berikut.

2.1.1 Pengertian Hasil Belajar

  Terdapat beberapa pengertian mengenai hasil belajar. Pengertian hasil belajar yang sering kita dengar yaitu adanya perubahan tingkah laku setelah seseorang belajar. Hasil belajar menurut Hamalik (2003) dalam Jihad (2012:15) adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya. Sedangkan menurut Sudjana (2004) dalam Jihad (2012:15) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2014:6), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

  Hasil belajar menurut Suprijono (2013:5) adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan- kerampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa: a.

  Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

  b.

  Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan anlitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan aktivitas kognitif bersifat khas. c.

  Strategi kognitif yaitu cakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah pemecahan masalah.

  d.

  Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

  e.

  Sikap adalah kemampuan menerima dan menolak objek berdasarkan penilain terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan keterampilan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

  Dari pengertian mengenai hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan adanya perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan setelah belajar. Hasil belajar juga dapat dilihat dari meningkatnya nilai yang diperoleh siswa setelah dilakukan tes.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Pendapat yang dikemukakan oleh Wasliman dalam Suprihatiningrum (2014:15), hasil belajar yang dicapai peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal.

  Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal sebagai berikut: a.

   Faktor internal

  Merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

b. Faktor eksternal

  Merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

2.1.3 Ranah Hasil Belajar

  Benyamin S.Bloom dalam Suprijono (2011:6-7) yang secara garis besar mengungkapkan tiga tujuan pembelajaran yang merupakan kemampuan seseorang harus dicapai dan merupakan hasil belajar kemudian membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

  2.1.3.1 Ranah Kognitif

  Krathwohl dalam Haryati (2007:35) mengemukakan ada lima tingkatan ranah afektif, yaitu; a.

  Pengetahuan (knowledge) Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali atau mengenali kembali tentang nama-nama, struktur, bentuk, dan sebagainaya. Ini merupakan berpikir paling rendah b. Pemahaman (comprehension)

  Kemampuan pesesrta didik untuk mengerti atau memahami sesuatu yang telah diketahui atau diingat.

  c.

  Penerapan (application) Kemampuan siswa untuk menerapkan atau menggunakan sesuatu yang telah diketahui ke dalam situasi yang kongkrit.

  d.

  Analisis (analysis) Kemampuan seseorang untuk memadukan elemen-elemen dan bagian-bagian yang kecil ke dalam satu bentuk yang utuh.

  e.

  Evaluasi (evaluation) Kemampuan seseorang untuk memberikan pertimbangan nilai dari situasi tertentu untuk tujuan tertentu.

  2.1.3.2 Ranah Afektif

  Krathwohl dalam Haryati (2007:36) mengemukakan ada lima tingkatan ranah afektif, yaitu; a.

  Receiving/attending (menerima) Siswa memiliki keinginan untuk memperhatikan suatu fenomena khusus (stimulus).

  b.

  Partisipasi aktif siswa, yaitu sebagai bagian dari perilakunya.

  c.

  Valuing (menilai) Melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen.

  d.

   Organization (organisasi)

  Mengaitkan nilai satu dengan yang lain dan menyelesaikan komflik antarnilai, serta mulai membangun sistem nilai internalyang konsisten.

  e.

   Characterization (karakteristik)

  Siswa memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada suatu waktu tertentu hingga terbentuk pola hidup.

2.1.3.4 Ranah Psikomotor

  Ranah psikomotor berkaitan dengan gerakan tubuh mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Perubahan gerakan tubuh ini merupakan kemampuan-kemampuan motorik yang mengaitkan dan mengkoordinasikan gerakan.

2.1.4 Pengertian IPS

  Nama Ilmu Pengetahuan Sosial dalam dunia pendidikan dasar muncul bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum SD tahun 1975. Menurut Trianto (2010:171) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya.

  Djahiri dan Ma’mun dalam Gunawan (2011:17) menyebutkan bahwa IPS atau studi sosial konsep-konsepnya merupakan konsep pilihan dari berbagai ilmu lalu dipadukan dan diolah secara didaktis-pedagogis sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Pendapat lain dari Somantri dalam Gunawan (2011:17) mengatakan bahwa istilah IPS merupakan subprogram pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, maka lahirlah nama Pendidikan IPS (dan Pendidikan IPA). Sedangkan dalam dokumen Permendiknas (2006) dikemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

  Dari beberapa pendapat tentang pengertian IPS yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa IPS adalah integrasi dari berbagai ilmu-ilmu sosial yang dipadukan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa yang mengkaji peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

  2.1.5 Tujuan Pembelajaran IPS

  Mata pelajaran IPS menurut Sapriya (2011:194) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : a.

  Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

  b.

  Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

  c.

  Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

  d.

  Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional, dan global.

  2.1.6 Ruang Lingkup IPS

  Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD menurut Sapriya (2011:218) meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a.

  Manusia, tempat, dan lingkungan.

  b.

  Waktu, keberlanjutan, dan perubahan.

  c.

  Sistem sosial dan budaya.

  d.

  Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

  2.1.7 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS

  Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas 4, semester II mata pelajaran IPS di sekolah dasar yang akan dijadikan acuan oleh peneliti adalah sebagai berikut (KTSP, 2006) dalam Sapriya (2011:198) :

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas 4 Sekolah Dasar Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

  

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  2. Mengenal sumber daya alam,

  2.3 Mengenal perkembangan kegiatan ekonomi dan kemajuan teknologi produksi, komunikasi dan teknologi di lingkungan kabupaten / transportasi serta pengalaman kota dan provinsi. menggunakannya.

  Penelitian ini akan dilakukan dengan mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS sesuai dengan yang disajikan dalam tabel. Pengembangan materi yang dilakukan yaitu dalam penyampaian materi akan dilakukan dengan model pembelajaran make a match berbantuan puzzle sehingga pembelajaran akan disajikan secara menarik dan dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam mengikuti pembelajaran.

2.1.8 Model Pembelajaran Make A Match

  Model pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Langkah-langkah model pembelajaran make

  a match yang ditulis Kesuma (2013:16) sebagai berikut: a.

  Guru menyiapkan beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi tinjauan (review), satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

  b.

  Setiap siswa mendapat satu kartu yang bertuliskan soal/jawaban.

  c.

  Tiap siswa memikirkan soal/ jawaban dari kartu yang dipegang.

  d.

  Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya, pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa Latin (ilmiah).

  e.

  Setiap siswa yang mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi point.

  f.

  Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman g.

  Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

  h.

  Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. i.

  Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan tehadap materi pelajaran.

  Menurut Huda (2014:252), langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model make a match sebagai berikut: a.

  Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah.

  b.

  Siswa dibagi ke dalam dua kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B.

  Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

  c.

  Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B.

  d. menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus Guru mencari/mencocokkan kartu yang dipegang kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka.

  e.

  Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.

  f.

  Jika waktu sudah habis, mereka harus diberi tahu bahwa waktu sudah habis.

  Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.

  g.

  Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

  h.

  Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan tentang pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi. i.

  Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

  Berdasarkan beberapa langkah-langkah model pembelajaran make a match di atas, langkah-langkah make a match dapat disimpulkan sebagai berikut : a.

  Guru menentukan materi yang akan dipelajari.

  b.

  Siswa dibagi menjadi dua kelompok.

  c.

  Guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban.

  d.

  Setiap siswa dari kelompok I mendapatkan satu kartu soal dan setiap anggota dari kelompok II mendapatkan satu kartu jawaban.

  e.

  Kelompok I yang memegang kartu soal memikirkan jawaban sedangkan kelompok II yang memegang kartu jawaban memikirkan soal yang sesuai.

  f.

  Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal maupun jawaban).

  g.

  Setelah menemukan pasangan dari kartu-kartu yang dipegang, siswa memberikan pasangan kartu kepada guru.

  h.

  Guru mencatat nama-nama siswa yang sudah menemukan pasanganya. i.

  Setelah waktu untuk mencari pasangan selesai, guru meminta siswa yang sudah menemukan pasangannya untuk presentasi di depan kelas. j.

  Siswa yang tidak menemukan pasangan akan diberi hukuman. k.

  Siswa lain memberi komentar tentang kebenaran antara soal dan jawaban yang sudah dipasangkan. l.

  Apabila ada kesalahan dalam mencocokkan kartu, Guru meluruskan jawaban yang benar. m.

  Membuat kesimpulan .

  Model pembelajaran IPS memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan model pembelajaran make a match adalah sebagai berikut:

  Kelebihan model make a match a.

  Dapat meningkatkan antusias belajar siswa,baik secara kognitif maupun fisik.

  b.

  Karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan.

  c.

  Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

  d. e.

  Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

  Kekurangan model make a match a.

  Jika model pembelajaran ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.

  b.

  Pada awal-awal penerapan model make a match, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

  c.

  Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.

  d.

  Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.

  e.

  Menggunakan model pembelajaran ini terus akan menimbulkan kebosanan.

  Untuk menghindari kekurangan dari pembelajaran dengan menggunakan model make a match, maka solusi yang diberikan adalah: a.

  Guru harus mempersiapkan dengan baik pembelajaran yang menggunakan model make a match.

  b.

  Guru harus memberi pengertian kepada siswa untuk siswa yang berpasangan dengan lawan jenis.

  c.

  Guru mengarahkan siswa dengan baik agar siswa memperhatikan pada saat presentasi.

  d.

  Gunakan model pembelajaran lain agar siswa tidak merasa bosan dengan model pembelajaran yang sama.

2.1.9 Pengertian Puzzle

  Kata puzzle berasal dari bahasa Prancis Kuno

  “Aposer”. Kata tersebut

  dalam bahasa Inggris kuno menjadi

  “Pose” lalu berubah menjadi “Pusle” dengan

  arti membingungkan atau mengacaukan. Sedangkan kata puzzle sebagai kata benda merupakan turunan dari kata kerja tersebut menjadi posisi potongan- potongan yang harus diatur menjadi suatu kesatuan bentuk. Puzzle merupakan teka teki dan tidak utuh, dalam hal ini media puzzle berbentuk gambar yang terpotong-potong, yang kalau digabungkan menjadi sebuah gambar yang utuh. (http://www.wikipedia.org)

  Puzzle secara bahasa Indonesia diartikan sebagai tebakan. Tebakan adalah

  sebuah masalah atau "enigma" yang diberikan sebagai hiburan; yang biasanya ditulis, atau dilakukan. Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya. Menurut Putra (2013:52), puzzle adalah salah satu mainan yang dapat mengasah rekonstruksi anak.

  Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa puzzle merupakan suatu tebakan yang harus disusun sehingga membentuk suatu gambar yang utuh.

  Keuntungan yang bisa didapatkan anak dari bermain puzzle yang dikutip dari Parents Zone, berikut ini: a.

  Melatih Memecahkan Masalah Permainan ini membantu anak untuk berpikir secara berbeda agar dapat menyelesaikan potongan demi potongan puzzle. Selain itu, puzzle juga dapat membantu anak mencapai tujuan dan memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan, sehingga membuatnya ingin menyelesaikan lebih banyak puzzle lagi. Hal ini juga akan membuat anak lebih tertarik untuk belajar di sekolah.

  b.

  Mengembangkan Kordinasi Mata dan Tangan Anak akan dilatih untuk meletakkan potongan puzzle dengan bentuk yang berbeda pada tempat yang tepat. Cara ini dapat membuat anak belajar melibatkan gerakan dan konsentrasi serta mengenali apa yang terlihat pada waktu bersamaan.

  c.

  Pengembangan Keterampilan Motorik Bukan hanya melatih gerakan dasar, puzzle juga akan membantu anak mengontrol gerakan dan meletakkan sesuatu sesuai tempatnya. Pengembangan keterampilan motorik ini juga akan melatih anak melakukan hal-hal dasar seperti menulis dan makan dengan baik.

  Ketika bermain puzzle, anak akan mengenal bentuk dan ukuran serta warna berbeda pada objek. Hal ini akan membantu anak belajar untuk meletakkan segala sesuatu secara bersamaan dan harmonis, yang secara otomatis membuat keterampilan kognitif anak terlatih. Permainan ini juga akan membantu anak dengan dasar-dasar yang diperlukan untuk sekolah dan kehidupannya nanti, termasuk alfabet, berhitung dan mengenal nama-nama objek.

2.1.10 Pembelajaran IPS dengan Model Make a Match Berbantuan Puzzle

  Mata pelajaran IPS biasanya kurang diminati oleh siswa, karena dalam penyampaian materinya kebanyakan guru hanya ceramah. Guru tidak menggunakan model pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat menarik minat siswa untuk belajar sehingga pembelajaran terkesan monoton dan membosankan. Dengan diterapkannya model pembelajaran make a match berbantuan puzzle dalam pembelajaran IPS, maka diharapkan pembelajaran akan lebih menarik. Model pembelajaran make a match ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif, dimana dalam pembelajaran ini siswa di minta untuk mencari pasangannya. Make a match adalah suatu pembelajaran dimana siswa akan aktif dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan teman.

  Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model make a

  match berbantuan puzzle adalah sebagai berikut: a.

  Guru menentukan materi yang akan dipelajari.

  b.

  Siswa dibagi dalam dua kelompok.

  c.

  Guru menyediakan dan membagikan puzzle sebanyak jumlah siswa.

  Kelompok I mendapat puzzle yang membentuk kalimat (soal) dan kelompok II mendapat puzzle yang membentuk gambar (jawaban).

  d.

  Setelah siswa mendapat puzzle, siswa ditugaskan menyusun puzzle dengan tepat.

  e.

  Guru berkeliling untuk mengontrol siswa dalam menyusun puzzle.

  f.

  Siswa yang sudah selesai menyusun puzzle dengan benar, maka puzzlenya akan ditukar dengan kartu yang memperjelas puzzle hasil susunannya. Hal ini ditujukan agar saat mencari pasangan, kartu yang dipegang tidak berceceran.

  g.

  Setelah siswa menukar puzzlenya dengan kartu, maka selanjutnya tugas siswa adalah memikirkan soal atau jawaban dari kartu yang dipegangnya.

  h.

  Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal maupun jawaban). Waktu untuk mencari pasangan adalah 1 menit. i.

  Setelah menemukan pasangan dari kartu-kartu yang dipegang, siswa memberikan pasangan kartu kepada guru. j.

  Guru mencatat nama-nama siswa yang sudah menemukan pasanganya. k.

  Setelah waktu untuk mencari pasangan selesai, guru meminta siswa yang sudah menemukan pasangannya untuk presentasi di depan kelas. l.

  Bagi siswa yang tidak mendapat pasangan dalam waktu yang sudah ditentukan, maka siswa tersebut akan mendapat hukuman (hukuman sudah disepakati pada awal pembelajaran). m.

  Siswa lain memberi komentar tentang kebenaran antara soal dan jawaban yang sudah dipasangkan. n.

  Apabila ada kesalahan dalam mencocokkan kartu, guru meluruskan jawaban yang benar. o.

  Membuat kesimpulan.

  Pada penerapan model make a match berbantuan puzzle, diharapkan dalam pembelajaran IPS siswa dapat berpikir kritis ketika menyusun puzzle sehingga

  

puzzle dapat tersusun dengan benar, dapat memupuk kerja sama siswa dalam

  menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, serta siswa aktif pada saat mencari pasangan kartunya masing-masing.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

  Hasil penelitian yang sama dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Titik Wijayanti (2012) dengan judul “Upaya Meningkatkan

  Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPS dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Karanganyar 03 Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

  ” Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal siswa yang nilainya memenuhi KKM terdapat 10 siswa (43,47%). Siklus I menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe make a match terjadi peningkatan cukup signifikan yaitu terdapat 16 siswa memenuhi KKM (69.56%). Pada siklus II terdapat 20 siswa memenuhi KKM (86,95%). Sedangkan peningkatan motivasi belajar siswa pada pembelajaran motivasi siswa pada kondisi awal yang sangat tinggi dan tinggi ada 10 siswa (43,47%), siklus I ada 18 siswa ( 78,26%), pada siklus yang ke II ada 20 siswa (86,95%), motivasi belajar sedang dan rendah pada kondisi awal ada 13 siswa (56,52%), pada siklus I ada 5 siswa (21,73%), pada siklus II ada 3 siswa (13,04%), sedangkan motivasi siswa yang sangat rendah tidak ada. Jadi peningkatan motivasi belajar siswa dari yang sangat tinggi dan tinggi dari kondisi awal 43,47% menjadi 78,26% pada siklus I, sedangkan oada siklus II motivasi belajar meningkat lagi menjadi 86,95%. Disimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe make a match pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV Semester II SD Negeri Karanganyar 03 Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan.

  Penelitian juga dilakukan oleh Lilis Setyaningsih (2012) dengan judul penelitian “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Melalui

  Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas IV di SD Negeri Kaliwungu 04 Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. ” Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nampak ada peningkatan ketuntasan belajar, yakni dari 40% sebelum siklus, meningkat menjadi 71,67% pada siklus I dan 100% pada siklus II. Peningkatan nilai terendah dari 40 sebelum tindakan, menjadi 55 pada siklus I, dan menjadi 70 pada siklusII. Peningkatan nilai tertinggi dari 85 sebelum tindakan, menjadi 90 pada siklus I, dan menjadi 100 pada siklus II. Terjadi peningkatan rata-rata kelas dari 63,33 sebelum tindakan, meningkat menjadi 71,67 pada siklus I dan menjadi 84 pada siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran make a match pada mata pelajaran IPS pokok bahasan koperasi dan perkembangan teknologi bagi siswa kelas IV SD Negeri Kaliwungu 04 semester II tahun pelajaran 2011/2012 dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV.

  Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Danang Sucahyo (2012) dengan ju dul “Penggunaan Media Puzzle untuk Meningkatan Hasil Belajar di Sekolah D asar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase aktivitas guru mengalami peningkatan 71,8% pada siklus I dan menjadi 88% pada siklus II. Aktivitas siswa mengalami peningkatan 73,2% pada siklus I dan menjadi 89,2% pada siklus II. Hasil tes menulis puisi mengalami peningkatan 63% pada siklus I dan menjadi 88% pada siklus II. Hasil tes tentang jenis pekerjaan mengalami peningkatan 63% pada siklus I dan menjadi 88% pada siklus II. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media puzzle pada pembelajaran tematik tema pekerjaan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 SDN Sembung, Sukorame Lamongan.

  Penelitian juga dilakukan oleh Ni Luh Riniasih, A. A. Gede Agung, Putu Rahayu Ujianti (2014) dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran

  

Make a Match Berbantuan Media Puzzle untuk Meningkatkan Kemampuan

  Kognitif”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan media puzzle dapat meningkatkan hasil belajar kemampuan kognitif anak kelompok B TK Kecubung Patas tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rerata hasil belajar kemampuan kognitif anak pada siklus I adalah 63,60% yang berada pada kategori rendah. Rerata hasil belajar pada siklus II sebesar 82,40% dengan kriteria tinggi. Jadi, terjadi peningkatan belajar sebesar 18,80%.

2.3 Kerangka Berpikir

  Dalam pembelajaran guru masih menggunakan model pembelajaran monoton yaitu guru ceramah di depan kelas dan siswa hanya pasif mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru sehingga hasil belajar siswa rendah. Agar pembelajaran berhasil guru harus membimbing siswa, sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan struktur pengetahuan bidang studi yang dipelajarinya. Untuk mencapai keberhasilan itu guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk dapat diterapkan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, perlu diadakannya tindakan yaitu menggunakan model pembelajaran make a match berbantuan puzzle dalam pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran make a match berbantuan puzzle, diharapkan pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa menjadi aktif, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Berdasakan uraian di atas, maka secara sistematis dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka peneliti merumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: a.

  Penerapan Model Make A Match berbantuan Puzzle akan dapat meningkatkan proses pembelajaran meliputi aktivitas guru dan aktivitas siswa pada saat

  pelajaran IPS kelas 4 SD Negeri Watuagung 01 Tuntang secara signifikan Menerapkan model pembelajaran make a match berbantuan

  puzzle pada mata pelajaran IPS 1.

  Model Make A Match membuat siswa semangat belajar.

  2. Puzzle membuat pembelajaran menjadi menarik.

  3. Dengan mencocokkan kartu siswa dapat berperan aktif sehingga terjadi interaksi dengan siswa lain.

  4. Presentasi dapat melatih rasa percaya diri siswa.

  

Pembelajaran berlangsung secara konvensional dan berpusat pada guru

Siswa kurang aktif dan tidak ada interaksi dalam mengikuti pembelajaran

  Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS rendah (dibawah KKM)

Siswa merasa

bosan dan tidak

tertarik dalam

mengikuti pembelajaran

  Pembelajaran berlangsung secara menarik dan menyenangkan

  

Siswa lebih aktif

dalam mengikuti

pembelajaran Hasil belajar siswa mata

  pelajaran IPS meningkat (lebih dari KKM).

2.4 Hipotesis Penelitian

  dengan menerapkan langkah-langkah model pembelajaran Make A Match berbantuan Puzzle sebagi berikut:

  1. Siswa dibagi dalam dua kelompok.

  2. Guru membagikan puzzle dan siswa menyusun puzzle.

  3. Setelah puzzle selesai disusun, guru menggantinya dengan kartu soal dan kartu jawaban.

  4. Siswa mencocokkan kartu soal maupun jawaban yang sudah didapat.

  5. Setelah kartu berhasil dicocokkan, dilanjutkan dengan presentasi dan siswa lain memberi komentar.

  6. Guru dan siswa menyimpukan hasil pembelajaran.

  b.

  Penerapan model Make A Match berbantuan Puzzle dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas 4 SD Negeri Watuagung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II tahun ajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament untuk Meningkatkan Kemampuan Kerjasama dan Hasil Belajar Matem

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament untuk Meningkatkan Kemampuan Kerjasama dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Negeri Kutowinangun 11 Kecamatan Ti

0 0 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament untuk Meningkatkan Kemampuan Kerjasama dan Hasil Bela

0 0 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aplikasi Informasi Kuliner Kabupaten Semarang Berbasis Android dengan Memanfaatkan Google Maps API

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Perilaku Pembayaran Anggota Pusat Kebugaran Silver Sport Club Salatiga dengan Clustering Data Mining

0 1 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Offensive Volleyball Menggunakan Finite State Automata

2 3 26

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Belajar Penemuan (Disco

0 0 9

3.2. Karakteristik Subjek Penelitian dan Seting Penelitian 3.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Belaj

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Belajar Penemuan (Discovery Learning) pada Siswa Kelas 5 Semester II SD Negeri Bergas Lor 01 Tahun Ajaran

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Belajar Penemuan (Discovery Learning) pada Siswa Kelas 5 Semester II SD Negeri Bergas Lor 01 Tahun Ajaran

0 0 88