PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP AJARAN KARMAPHALA DALAM TEKS AGASTYA PARWA DI DESA SONGAN KINTAMANI BANGLI

PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP AJARAN KARMAPHALA DALAM TEKS
AGASTYA PARWA DI DESA SONGAN KINTAMANI BANGLI
I Gede Soma Widnyana
Institut Dharma Negeri Denpasar
soma.widnyana@yahoo.com
Abstract
Hindu has wide range of teaching sources including sruti and smrti, and also local
theology in the from of manuscripts which are used as guidance of good actions.Although there
are many holy texts which humans can use as their guidance in life, but not all the humans can
act based on dharma as it is taught in those holy texts. It is proven in a mountain village where
most of the villagers are jero (priests) who should act based on dharma, but in fact there are still
many social deviations and crimes in the village. The most recent case happened a few months
ago where there was a murder done by JeroMangku (Priest).
Based on the explanation above, the problems discussedvin this research are; (1) what is
the structure of Karmaphala teachings in Agastya Parwa Text? (2) what are the functions of
Karmaphala teaching in Agastya Parwa Text? (3) what is the perception of the people in songan
village Kintamani Bangli about the Karmaphala teaching in Agastya P arwa Text? The
theoriesused in this research are structural theory, function theory, and perception theory.
Structural theory refers to the theory introduced by teewu: the basic assumption of structuralism
is; text is the whole complete meaning which has intrinsic coherence. Function theory refers to
the theory introduced by Ratna and Damono, both are combined to figure out the function of

literature in society. The purpose is to find out the function of Agastya Parwa Text. Perception
theory is used to examine the problem related to people’s perception about Agastya Parwa Text.
This a qualitative research using library research and interview and also document study. This
research uses descriptive method, structural understanding and interpretation and the analysis
presentation uses descriptive method.
Structure discussion, in here text structure and Karmaphala teachings structure in
Agastya Parwa Text are discussed. Text structure related to the general description and the points
of the teachings In Agastya Parwa Text. The structure of Karmaphala teaching in Agastya Parwa
Text is broken down into some parts; (1) Sancita Karmaphala (2) Prarabda Karmaphala
(3)Kriyamana Karmaphala, but the explanation of those parts are not done in order. For
example, at the beginning is about Kriyamana Karmaphala, and the Sancita Karmaphala, and the
back again to Kriyamana Karmaphala. The function of Karmaphala in Agastya Parwa Text is;
morality aeducation function, religious function, social funcation, and as a medium of inspiration.
Therefore, people of songan village really believe in the Karmaphala teaching found in Agastya
Parwa Text.
Key word: Karmaphala, Agastya Parwa

448

I. PENDAHULUAN

Agama Hindu memiliki sumber ajaran yang sangat luas baik dari sruti, smerti maupun
teks-teks lokal yang berupa lontar yang dapat menuntun prilaku manusia kejalan yang lebih
baik.Dalam hal ini ajaran karmaphala sangat berperan penting untuk memberikan tuntunan bagi
umat Hindu untuk berbuat yang lebih baik, agar mendapatkan pahala atau hasil yang lebih baik.
Salah satu teks yang mengajarkan tentang karmaphala adalah teks Agastya Parwa. Teks Agastya
Parwadiambil dari nama bagawan agastya yang disebut pada awal pustaka ini. pokok isinya ialah
asal-usul para resi, para raja dan orang-orang terkenal dalam cerita-cerita Hindu. Didalam cerita
asal-usul ini disisipkan bermacam-macam ajran Agama Hindu terutama tentang karmaphala.
Karmaphala itu akibat dari tri kaya yaitu kāyika, vācika, dan manacika.Trikaya inilah yang
menyebabkan seseorang jatuh keneraka atau naik kesurga.Meskipun sudah ada literature berupa
teks/lontar yang dijadikan sebagai penuntun dalam kehidupan manusia, tetapi tidak semua
manusia dapat melaksanakan perbuatan dharma sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam pustaka
suci.Hal ini terbukti di salah satu desa pegunungan yang kebanyakan penduduknya didominasi
oleh jero (orang yang telah dianggap suci) yang seharusnya telah mampu melaksanakan ajaran
dharma, tetapi masih banyak penyimpangan-penyimpangn sosial dan tindakan kriminal yang
terjadi.Terbukti beberapa bulan yang lalu terjadi kasus pembunuhan bahkan pelakunya adalah
seorang jero mangku.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini
adalah (1) Bagaimana struktur ajaran Karmaphala dalam teks Agastya Parwa?(2) Apa fungsi
ajaran karmaphala dalam teks Agastya Parwa.?(3) Bagaimana persepsi masyarakat di desa

Songan Kintamani Bangli terhadap ajaran karmaphala dalam teks Agastya Parwa?
II. PEMBAHASAN
2.1 Struktur Ajaran Karmaphala Dalam Teks Agastya Parwa
Sesuai teori struktur Teeuw (1982) bahwa masing-masing bagian membangun suatu
kesatuan yang utuh, dan masing-masing bagian tidak dapat dipisahkan, analisis structural pada
prinsipnya bertujuan untuk membongkar dan memaparkan keterkaitan serta keterjalinan secara
keseluruhan aspek-aspek suatu karya sastra, bermaksud menghasilkan karya utuh maka dalam
pembahasan tentang kesatuan ajaran karmaphala dalam teks Agastya Parwa, bagi-bagian yang
membangun ajaran karmaphala dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagin sesuai dengan
waktu penerimaan phalakarma perbuatan.
Jenis-jenis karmaphalayang didasarkan pada waktu karma dibuat dan waktu karma itu
diterima merupakan jenis karma yang sangat luas dikenal oleh masyarakat. Jenis karmaphalaini
ada tiga macam yaitu: (1) sancita adalah semua timbunan karma masalalu, atau kumpulan karma
yang akan dialami pada kehidupan-kehidupan mendatang (2) prarabdaadalah penyuburan karma
dari kehidupan yang lampau, yang mempengaruhi atau dijalani dalam kehidupan sekarang ini, (3)
kriyamana atau agami adalah karma yang sekarang dibuat bagi masa depan, karma yang dibuat
sekarang di dunia tapi hasilnya diterima kemudian, pada kelahiranya yang akan datang (Anandas
2007: 51).
Dalam teks Agastya Parwa pembagian struktur ajaran karmaphala tidak dijelaskan secara
berurutan, misalnya pada bagian awal dijelaskan tentang sancita karmaphla kemudian prarabda

dan yang terahir kriyamana karmaphala, melainkan dijelaskan secara acak, bisa saja pada bagian
awal dijelaskan tentang kriyamana karmaphala kemudian sancita dan kembali ke kriyamana
karmaphala. hal ini dismping karena teks Agastya Parwa tidak diberikan penomoran juga
dikarenakan ajaran karmaphla dari segi penerimaan Phalakarmanyamerupakan suatu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan dan saling berkaitan. Secara keseluruhan Ketiga bagian ajaran
karmaphala yang terdapat dalam teks Agastya parwa dituangkan menjadi 42 halaman. Dimana
449

ajaran yang paling banyak dibahas yaitu tentang sancita karmaphala yang terdiri dari 31 halaman,
kemudian kriyamana dibahas dalam 8 halaman dan prarabda karmaphala dituangkan kedalam 3
halaman.Dilihat dari segi waktu penerimaan phalakarma perbuatan, bentuk ajaran karmaphala
yang terdapat dalam teks Agastya Parwa lebih banyak dituangkan dalam bentuk sancita
karmaphala. Ajaran karmaphalayang dituangkan dalam teks Agastya Parwa adalah sebagai
berikut:
2.1.1.Sancita Karmaphala Dalam Teks Agastya Parwa
Ajaran karmaphala dalam bentuk sancita karma dalam teks Agastya Parwa dijelaskan
dalam 31 halaman. Sancita karma atau di kenal sebagai timbunan karma, atau kumpulan karma
yang akan dialami dalam kehidupan-kehidupan mendatang(Wulandari, 2016: 25). Dengan
demikian Sancita atau timbunan karma masalalu adalah semua bekas atau sisa perbuatan yang
belum habis dinikmati pada kehidupan terdahulu sehingga harus dinikmati pada kehidupan

sekarang. Perbuatan baik berupa pikiran, perkataan, maupun tingkah laku yang telah dilakukan
pada kehidupan terdahulu akan dinikmati hasilnya pada kehidupan sekarang.
2.1.2 Prarabda karmaphala dalam teks Agastya Parwa
Ajaran karmaphala dalm bentuk Prarabda dalam teks Agastya Parwa dijelaskan paling
sedikit yaitu 3 halaman.Prarabda karma atau penyuburan karma sesungguhnya karma dari
kehidupan yang lampau, yang mempengaruhi atau dijalani dalam kehidupan sekarang(Wulandari,
26:2016). Prarabda ini merupakan karmaphala cepat, dalam artian kalau kita berkarma baik
sekarang, maka phalanya akan dapat dinikmati sekarang juga. Jadi tidak perlu menunggu
kelahiran yang akan datang. Perbuatan baik maupun buruk akan diterima hasilnya sebagai phala
baik dan buruk sekarang juga. Jadi phalanya tidak bisa ditunda sampai datangnya kehidupan yang
akan datang.
2.1.3 Kriyamana atau Agami Karmaphla Dalam Teks Agastya Parwa
Ajaran karmaphala dalam bentuk kriyamana karma dijelaskan dalam teks Agastya Parwa
dalam 8 halaman.Kriyamana karma, agami karma atau wartamana karma, adalah karma yang
terkumpul akibat perbuatan dalam kehidupan sekarang ini (Wulandari, 26:2016). Kriyamana
karma,phalanya diterima belakangan, phalanya diterima pada masa kehidupan yang akan datang.
Saat ini kita berbuat baik atau buruk, maka phalanya akan diterima pada waktu kita lahir kembali
dimasa yang akan datang. Oleh karena itu agama menyarankan agar manusia selalu berkarma baik
dan jangan sekali-kali mengharapkan phala atau hasilnya.Sebab phala atau hasilnya pasti diterima.
Kapan akan diterima ditentukan oleh Tuhan. Yang terpenting diperhatikan oleh manusia adalah

selalu berbuat baik. Karma baik akan dapat mengendalikan tri guna , sebaliknya orang yang
selalu berkarma buruk akan semakin sukar menahan gejolak tri gunayang akan menyeretnya pada
perbuatan yang bertentangan dengan dharma. Dengan berbuat baik sekarang kita akan dapat
memperbaiki karma, dan akan menabung karma kita untuk dinikmati pada kehidupan mendatang,
entah itu esok hari, lagi setahun ataupun pada kehidupan kita yang akan datang. Hal ini sama
dengan menabung karma atau bisa dikatakan sebagai investasi karma.
2.2 Fungsi Ajaran Karmaphala Dalam Teks Agastya Parwa

fungsi Ajaran karmaphala dalam teks Agastya Parwa adalah sebagai fungsi religius
dalam artian ajaran karma phala yang tertuang dalam taks agastya parwa memberikan tuntunan
kepada Umat Hindu di desa Songan untuk lebih meningkatkan bakti terhadap Tuhan Hyang Maha
Esa. Kemudian fungsi pendidikan moralitas yang dapat memberikan tuntunan bagi umat untuk
lebih menghormati orang tua, serta lebih pandai dalam memilih pergaulan yang baik.Dan fungsi
Sosial yaitu manfaat suatu teks bagi kehidupan sosial masyarakat.Dari teks ini masyarakat dapat
mengambil hikmah dan pelajaran yang berguna dalam kehidupannya.Serta sebagai hiburan bagi
masyarakat, yang dapat dilihat dari keindahan atau seni, karya sastra teks Agastya Parwa.
450

2.2.1 Persepsi Umat Hindu Di Desa Songan Kintamani Bangli Terhadap Ajaran
Karmaphala Dalam Teks Agastya Parwa

karmaphala memang kalimat yang tidak asing lagi kita dengar terutama bagi Umat
Hindu. Karmaphala berasal dari dua suku kata yaitu karma yang artinya perbuatan, dan phala
yang artinya buah atau hasil jadi karmaphala artinya hasil dari pada perbuatan, atau hukum sebab
akibat, hukum aksi reaksi, hukum hasil dari suatu usaha. Hukum ini berlaku pula bagi semesta,
tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun manusia, ketika hukum ini ditunjukan kepada manusia,
hukum ini disebut hukum karma, ketika ditunjukan kepada semesta disebut hukum Rta. Meskipun
masih sering terjadi penyimpangan sosial di desa Songan, sesuai dengan hasil wawancara
tersebuat secara umum Masyarakat desa Songan meyakini ajaran karmaphala yang terdapat dalam
teks Agastya Parwa.ajaran karmaphala yang terdapat dalam teks Agastya Parwa sangat
bermanfaat bagi kita semua untuk berbenah ke arah yang lebih baik dalam menampaki setiap
jengkal langka menuju kamoksatam jagat hita, pada akhir langkah/perjalanan kita nanti. Dengan
pengimplementasian ajaran karmaphala dalam teks Agastya Parwa dapan menjaga keharmonisan,
kedamaian, serta ketentraman dalam masyarakat, kususnya dalam hal ini di desa Songan, dan
Umat Hindu secara umum.
III. SIMPULAN
Berdasakan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut.Terkait dengan struktur teks Agastya Parwa yang dibangun dengan mengkaji
unsur intrinsik penyusunnya dapat dilihat melalui gambaran umum teks agastya parwa, serta
keseluruhan makna ajaran karmaphala yang terdapat dalam teks Agastya Parwa.Ajaran
karmaphala dalam teks Agastya Parwa secara keseluruhan diuraikan menjadi 42

halaman.Pembahasan tentang ajaran karmaphala dalam teks Agastya Parwa lebih banyak
dituangkan dalam bentuk sancita karmaphala. Struktur ajaran karmaphala dalam teks ini
dituangkan dalam 3 jenis dari segi penerimaan phalakarma yaitu: (1) sancita karmaphala (2)
prarabda karmaphala dan (3) kriyamana karmaphala. namun ketiga jenis ajaran tersebut dijelaskan
tidak berurutan, misalnya pada bagian awal dijelaskan tentang kriyamana karmaphala kemudian
sancita dan pada pembahasan berikutnya kembali ke kriyamana karmaphala hal ini juga
dikarenakan bahwa ketiga jenis ajaran karmaphala ini meskipun dibedakan dari segi waktu
penerimaan phalakarmanya namun sesungguhnya adalah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.dengan mengimplementasikan ajaran karmaphala dalam teks ini terciptalah
keharmonisan, ketentraman, dan kedamaian serta kebaikan dalam masyarakat. Karmaphala itu
diibaratkan sebagai sebuah teori pesawat yang pasti melewati awan, semakin cepat pesawat itu
melintasi awan maka semakin cepat pesawat itu menemukan cahaya yang terang. Namun untuk
bisa melewati awan tersebut badan pesawat harus dilindungi dan diisi bahan bakar, dalam hal ini
bahan bakar dan pelindung karma adalah sadhana atau disiplin sepiritual.
Fungsi ajaran karmaphala dalam teks Agastya Parwa adalah sebagai fungsi religius
dalam artian ajaran karmaphala yang tertuang dalam taks agastya parwa memberikan tuntunan
kepada umat Hindu di Desa Songan untuk lebih meningkatkan bakti terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Kemudian fungsi pendidikan moralitas yang dapat memberikan tuntunan bagi umat untuk
lebih menghormati orang tua, serta lebih pandai dalam memilih pergaulan yang baik.Dan fungsi
Sosial yaitu untuk menjaga tatanan keharmonisan masyarakat.Serta sebagai media hiburan atau

wahana pemberi inspirasi yang dapat dilihat dari keindahan atau seni karya sastra teks Agastya
Parwa. Ajaran karmaphala yang terdapat dalam teks Agastya Parwa sangat bermanfaat bagi kita
semua untuk berbenah ke arah yang lebih baik dalam menampaki setiap jengkal langka menuju
kamoksatam jagat hita, pada akhir langkah/perjalanan kita nanti.Oleh karena itu masyarakat desa
Songan meyakini dan mempercayai ajaran karmaphala yang terdapat dalam teks Agastya Parwa.
451

DAFTAR PUSTAKA
Arimbawa, I Komang Suastika. 2014. Kajian Struktural Kelepasan Dalam Teks Sanghyang
Mahajnana. Denpasar: Skripsi Fakultas Brahma Widya Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar.
Badung, I Ketut. 2010. Implementasi Nilai-Nilai Ajaran Karma Phala Dalam Membentuk Prilaku
Suputra Siswa di SD Negeri 5 Ban Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem. Tesis.
Budiasa, I Made, Dkk. 1997. Konsep Budaya Bali Dalam Geguritan Sucita Subudi.Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Cudamai. 1999. Karmaphala dan reinkarnasi. Paramita: Surabaya.
Departemen Kementrian Nasional, 2015, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Endrawan, Suwardi. 2008 Metodologi penelitian sastra: Epistimologi, Model, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Media Pressindo.

Jendra, I Wayan, 2004.Karmaphala.Deva: Denpasar
Jendra, I Wayan.2006. Karmaphala Pedoman dan Tuntunan Moral, Hidup Sejahtra, Bahagia,
dan Damai.Panakom: Denpasar
Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: paradigm.
Kaelan, 2010.Metode Penelitian Agama Kualitatip Interdisipliner.Yogyakarta: paradigm.
Kinten, I Gede. 2005. Konsep Ketuhanan Dalam Teks Ganapati Tattwa. Denpasar: Tesis Program
Pascsarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Kirk j. & miler M.L. 1986.Reliability and Validity In Qualitive Research Beverly. hills: sage
publications, inc.
Kotler, Phillip. 1995.Marketing Management Analysis, Planning, Implementation& Control.
Prentice Hall Int.
Luxemburg, Jan Van, dkk. 1987. Tentang Sastra, Terjemahan Oleh Akhadiati Ikram. Jakarta:
Intermasa.
Miles, Matthew B. dan Michael Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjejep RR.
Jakarta: UI press.
Mulyana, dedy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigm Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Social Lainnya. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Narayana, Ida Bagus Udara, dkk. 1992. Kajian Nilai dan Terjemahan Geguritan Cupak
Gerantang.Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Balai Tradisional Bagian Proyek Penelitian,

Pengkajian, dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Bali.
Nasution. 2002. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: bumi akasa.
Nawawi, H. Hadari. 1993. Metodelogi Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gajah Mada
University press.
Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fisik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Pandit, Bansil. 2006. Pemikiran Hindu, Pokok-Pokok Pikiran Agama Hindu dan Filsafatnya
untuk Semua Umur. Terjemahan Oleh IGA Dewi Paramita. Paramita: Surabaya.
Poniman, 2010.Konsep Wiku Sejati Dalam Teks Tattwa Dhangdang Bang Bunghalan (Persepektif
Teologi) Tesis Program Pasca Sarjana.Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Ra, Anandas. 2004. Hukum Karma:Butir-butir Mutiara Indah Wacana Bhagawan Sri Satya Sai
Baba. Surabaya: Paramita.
Ra, Anandas. 2009.Melalui Kematian Kita Lahir Kembali. Surabaya: Paramita.
Rai, Sudharta. 2009. Sarasamusccaya Semerti Nusantara. Surabaya: Paramita.
Redi, I Wayan, 2004.Analisis Konvensi Kekawin Aji Palayon.
452

Rifai, Muhamad. 2000. Peranan Pendidikan Agama Hindu Dalam Menangggulangi Kenakalan
Remaja.Jakarta: Kanisius.
Ratna, Nyoman Kutha.2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: Dari Strukturalisme
Hingga Postrukturalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sanjaya, Gede Oka. 2001. Garuda Purana. Paramita: Surabaya
Saparini, I Ketut. 2009. Ajaran karmaphalasrada Dalam Geguritan Brahmasvarga; Sebuah
Kajian Hermeneutik. Dalam jurnal Sphatika Volume 3. No. I. Denpasar. Fakultas Brahma
Widya.
Sarna.2001. Aktualisasi Nilai Tri HIta Karana Dalam Era Globalisasi.Tesis.
Sudarsana, I. K. (2017). Interpretation Meaning of Ngaben for Krama Dadia Arya Kubontubuh
Tirtha Sari Ulakan Village Karangasem District (Hindu Religious Education Perspective).
Vidyottama Sanatana: International Journal of Hindu Science and Religious Studies, 1(1),
1-13.
Sudarto, 2002.Metodologi penelitian Filsafat.Jakarta: PT. Grafindo persada.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Cv. Alpa Beta.
Suhardana, Komang. 2010. Karmaphala: Menciptakan Nama Baik Menurut Kitab Suci Hindu.
Surabaya: Paramita.
Suharsini-Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sukada, I Made, 1983. Unsur Insiden dan Perawakan dalam Fiksi.Denpasar: Majalah Widya
Pustaka, Fakultas sastra Universitas Udayana
Sukada, I Made, 1986. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisis Struktur
Fiksi.Denpasar: Fakultas sastra Universitas Udayana
Sumaryono, E. 1999.Hermeneutik sebuah metode filsafat. Yogyakarta: kanisius.
Sura, I Gede, Dkk. 1985 Pengendalian Diri dan Etika Dalam Ajaran Agama Hindu.Denpasar:
Ditjen Bimas Hindu & Budha, Dep. Agama RI.
Swastika, I Ketut Pasek. 2012. Dharma Kahuripan: Grha Paramita Santi Lan Jagadhita SatyamSivam-Sundaram. Pustaka Bali Post: Denpasar.
Titib, I Made. 2003. Teologi & Simbol-simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Wisman, J.M. 1996. Asas-asas Penelitian Ilmu Social. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Wisarja, I Ketut, dan I Ketut Donder. 2011. Teologi Sosial: Persoallan Agama dan Kemanusiaan
Persepektif Hindu Surabaya: Paramita.
Wulandari, I G.A.A Manik. 2016. Karma & Reinkarnasi;Sebuah Harapan Baru. Denpasar:
Ashram Gandhi Puri Indra Udayana Institute of Vedanta
Zamroni.1992. pengantar pengembangan teori social. Yogyakarta: tiara wacana.

453