MODEL PEMBELAJARAN SOCIAL INTERACTION MO (1)

MODEL PEMBELAJARAN
SOCIAL INTERACTION MODELS :SOCIAL SIMULATION
Initiators : Sarene Boocock & Harold Guetzkow
https://bahrurrosyididuraisy.wordpress.com/

SKENARIO
Siswa pendidikan mengemudi (Driver Education) kelas dua di salah satu sekolah
di Chicago tengah melakukan simulasi mengemudikan mobil. Saat kamera bergambar
menampilkan gambar sebuah jalan yang lurus, masalah-masalah mulai muncul. Seorang
anak melangkah di belakang dua mobil yang tengah parkir; namun pengemudi
menjalankan mobilnya dan meninggalkan anak tersebut. Sebuah palang stop tiba-tiba
muncul diseberang truk yang tengah parkir; serta merta pengemudi menginjak rem.
Setiap siswa kemudian belajar menyetir di bawah kondisi yang sudah dirancang
sedemikian serupa. Dan saat semua menyelesaikan pelajaran mengemudi tersebut,
instruktur dan anggota kelas lain saling bertanya satu sama lain, menanyakan reaksi,dan
trik-trik pertahanan yang diterapkan saat mengemudi.
Cerita yang berbeda datang dari ruang kelas lain di wilayah pinggiran kota Boston.
Para siswa menonton salah satu acara di televisi. Para aktor menggambarkan bahwa
kabinet pemerintahan AS tengah menghadapi krisis. Setelah menelusuri isu yang
berkembang tersebut, siswa pun memperoleh sebuah kesimpulan sementara. Seorang
siswa mengangkat gagang telepon, memencet sejumlah nomor, dan berbicara dengan

para aktor di sebuah televisi tersebut. Siswa menjelaskan bahwa ia dan teman-temannya
akan memainkan peran yang berbeda-beda dalam menanggulangi krisis yang melanda.
Dua puluh lima siswa yang lain dikondisikan untuk terlibat dalam debat yang
memperbincangkan isu yang baru saja dilihat dalam televisi, mereka pun juga
mengomunikasikan pandangan mereka pada para aktor di televisi tadi. Hari selanjutnya,
acara tersebut memaparkan sebuah resume. Dengan cara yang berbeda, para aktor itu
memerankan pandangan atau gagasan yang telah diberikan siswa. Agar kabinet lain
kemudian bereaksi. Dua puluh orang siswa dalam ruang kelas tidak hanya menyaksikan
gagasan mereka ditayangkan di layar kaca, namun juga melihat konsekuensi dari
gagasan yang mereka ajukan.
Di salah satu wilayah padat penduduk di Toronto, beberapa siswa sekolah dasar
juga tengah menonton televisi . penyiar memberitakan sebuah roket yang gagal keluar
dari tarikan gravitasi bulan. Anggota kelas kemudian berperan sebagai kru pesawat ruang
angkasa. Instruksi dari RSCA (Royal Canadian Space Administration) membagi mereka
ke dalam beberapa tim, dan mereka segera bersiap untuk bekerjasama demi
melestarikan sistem dukungan hidup mereka dan mengatur hubungan mereka
sedemikian rupa di dalam roket sehingga berhasil membuat perbaikan. (inilah Operation
Moonshot yang cukup bergengsi).
Di belahan bumi lain, yakni di San antonio, dua kelompok siswa memasuki
sebuah kamar. Satu kelompok mewakili kebudayaan Alpha, dan kelompok yang lain

mewakili kebudayaan Beta. Tugas mereka adalah mempelajari cara berkomunikasi
dengan kelompok lain yang juga telah mendapat pelajaran mengenai aturan dan bentuk
BAHRUR ROSYIDI | MODELS OF TEACHING: SOCIAL SIMULATION

1

tingkah laku dari masyarakat yang berbeda. Secara bertahap, mereka mempelajari caracara menguasai bentuk komunikasi. Secara simultan, mereka kemudian menyadari
bahwa, sebagai bagian dari sebuah kebudayaan, mereka memiliki warisan kebudayaan
yang kuat dan juga sangat berpengaruh terhadap kepribadian dan cara mereka
berkomunikasi dengan orang lain.
Semua siswa ini sama-sama terlibat dalam proses simulasi, memainkan peran
sebagai orang yang berpartisipasi aktif dalam upaya mewujudkan cita-cita dalam
kehidupan. Bagian-bagian dalam dunia nyata disederhanakan dan disajikan dalam
sebuah bentuk yang dapat diformat di dalam ruang kelas. Usaha ini dilakukan dalam
rangka memperkirakan kondisi serealistis mungkin sehingga konsep yang dipelajari dan
solusi yang dikembangkan dapat benar-benar dipraktekan dalam dunia nyata.
Untuk mendapatkan kemajuan dalam tugas simulasi ini, siswa haruslah
mengembangkan konsep dan keterampilan yang dibutuhkan untuk kemudian dipraktikan
dalam bidang-bidang tertentu. Pengemudi muda haruslah mengembangkan konsep dan
skill untuk bisa mengemudi secara efektif. Pemburu rusa yang masih junior harus

mempelajari konsep tentang kebudayaan tertentu. Anggota kabinet yang masih muda
harus banyak belajar tentang hubungan internasional dan masalah-masalah dalam
mengatur negara yang besar.
Dalam simulasi, siswa belajar dari konsekuensi tindakan yang mereka ambil.
Pengemudi yang tidak terlalu cepat membelokkan mobilnya untuk menghindari anak
kecil, misalnya, maka dia harus belajar menghindari kecelakaan dengan sedikit lebih
cepat. Namun, jika mobil dibelokan terlalu cepat, maka ia bisa lepas kontrol dan malah
berbalik arah dari jalan yang tengah dilewati. Pengemudi harus mempelajari trik-trik dasar
yang tepat sambil tetap waspada di jalan dan peka terhadap hambatan dan halangan lain
yang ditemui di jalan. Siswa yang kurang berperan dalam perburuan rusa mempelajari
apa yang terjadi jika kebudayaan tidak berfungsi secara efisien, atau jika anggotanya
mengacuhkan prosedur yang harus dijalankan untuk bisa survive.
Dalam chapter ini akan dipaparkan prinsip-prinsip simulasi dan menjelaskan
contoh-contoh dari berbagai hal, seperti permainan, kompetensi, kerjasama, dan
beberapa hal yang dilakukan oleh perseorangan dengan standar mereka pribadi.
Kompetisi sangatlah penting dalam permainan besar, “Monopoli” misalnya, bisa
mensimulasi aktivitas spekulatornya dalam real estate dan menggabungkan beberapa
unsur-unsur spekulasi kehidupan nyata. Pemain yang menang mempelajari “aturanaturan” penanaman modal dan spekulasi yang muncul dalam bentuk permainan. Dalam
simulasi sebuah permainan, katakanlah permainan “Career Life”, permainan berusaha
mencapai tujuan mereka dengan cara yang tidak kompetitif. Tidak ada skor, namun

interaksi yang ada direkam dan kemudian dianalisis. Dalam permainan ini, siswa
memainkan siklus kehidupan manusia: mereka memilih teman, memilih karir,
memutuskan jurusan dalam pendidikan. Mereka bisa belajar dari konsekuensi keputusan
yang mereka buat, bagaimana pilihan-pilihan ini bisa berpengaruh pada kehidupan nyata
mereka. Dalam simulasi komputer, semisal SimCity dan SimEarth, siswa bisa memainkan
peran sendiri atau bersama-sama dengan standar mereka masing-masing untuk
menciptakan hidup yang berkualitas.
Hampir semua simulasi bergantung dan ditentukan oleh software ---yakni, sebuah
permainan yang memiliki ragam aksesoris/perlengkapan. Model simulasi juga bergantung
pada pencampuran simulasi yang sudah dipersiapkan sebelumnya ke dalam kurikulum,
menyoroti, dan memperkuat kepaduan pembelajaran dalam permainan tersebut.
Kemampuan guru untuk membuat setiap aktivitas menjadi sarat makna adalah hal yang
sangat penting. Selain itu, properti instruksi diri dalam simulasi juga merupakan hal yang
vital. Yang jelas, simulasi belum pernah dipublikasikan secara luas sebelum populernya
permainan dalam komputer. Ada banyak ragam simulasi realitas ---yakni kenyataan dunia
BAHRUR ROSYIDI | MODELS OF TEACHING: SOCIAL SIMULATION

2

yang tampak--- dan dipraktikan serta digunakan. Hal yang tidak banyak diketahui adalah

bahwa fiksi yang disajikan dalam permainan selalu menggunakan lukisan realitas yang
nyata. Beberapa orang menempuh cara demikian, namun beberapa yang lain tidak.
Kelompok kedua hanya memiliki fiksi realis dan tipe-tipe lain, termasuk yang hampir
berupa fantasi murni.
ORIENTASI MODEL
Prinsip Sibernetik
Prinsip Sibernetik telah lama digunakan dan dikembangkan dalam dunia pendidikan
selama tiga puluh tahun terakhir. Simulasi yang dioperasikan dengan komputer,
dikembangkan pertama kali oleh Richard Wing dalam salah satu pusat layanan regional
di New York. Namun, model simulasi tersebut tidak berasal dari bidang pendidikan.
Latihan tersebut merupakan aplikasi dari dari prinsip sibernetik, satu cabang dalam
psikologi. Ahli psikologi sibernetik membuat analogi antara manusia dan mesin,
mongonseptualisasi pembelajar sebagai sebuah sistem respon balik pengaturan-diri.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, sibernetik digambarkan sebagai studi mekanisme kontrol
manusia, dan sistem-sistem elektronik, seperti komputer. Fokus utama dalam teori ini
adalah munculnya kesamaan antara mekanisme kontrol timbal balik dari sistem elektronik
dengan sistem-sistem manusia. “sistem kontrol timbal balik memiliki tiga fungsi utama:
menghasilkan pergerakan/perpindahan sistem tersebut menuju sasaran atau metode
yang jelas, membandingkan pengaruh-pengaruh dari tindakan ini dengan metode yang
tepat, dan menggunakan sinyal kesalahan untuk mengarahkan kembali sistem tersebut”.

Misalnya, pilot otomatis sebuah perahu terus menerus membetulkan kemudi kapal
dengan bergantung pada petunjuk arah/kompas. Ketika perahu tersebut berlayar ke arah
tertentu dan kompas menunjukkan angka yang melebihi jumlah tertentu, motor akan
nyala dan kemudi secara otomatis berpindah. Ketika kapal kembali pada keadaannya
yang semula, kemudi akan tegak lurus dan kapal akan berjalan seperti sedia kala. Pilot
otomatis pada esensinya melakukan praktik operasi yang sama seperti yang dilakukan
pilot manua. Keduanya sama-sama menggunakan kompas, sama-sama memindahkan
kemudi ke arah kiri dan kanan tergantung apa yang terjadi pada saat itu . keduanya
sama-sama memulai tindakan dengan tujuan tertentu (seperti, “mari kita ke arah utara”),
bergantung pada respons balik atau sinyal kesalahan, serta sama-sama mengarahkan
kembali tindakan semula. Sistem mekanik pengaturan diri yang sangat rumit telah lama
dikembangkan untuk mengontrol alat-alat, seperti misal, garis samudera, dan satelit.
Ahli psikologi sibernetik memandang manusia sebagai sistem kontrol yang dapat
menghasilkan arah tujuan kemudian mengarahakan langsung atau membenarkan
tindakan dengan sarana respon balik. Ini bisa menjadi proses yang sangat rumit ---seperti
ketika sekretaris negara mengevaluasi kembali kebijakan asing—atau bahkan menjadi
sangat sederhana, seperti saat kita memerhatikan ketika perahu layar yang kita tumpangi
terlalu menghadap ke arah angin. Saat menggunakan analogi sistem mesin sebagai
kerangka rujukan dalam menganalisis manusia, ahli psikologi memiliki mesin sebagai
kerangka rujukan dalam menganalisis manusia, ahli psikologi memiliki gagasan performa

“bahwa performa dan pembelajaran harus dianalisis untuk mengontrol hubungan antara
seorang manusia yang bertindak sebagai operator dan situasi instruksional”. Yakni
bahwa, pembelajaran dipahami untuk bisa ditentukan oleh masing-masing individu secara
alamiah, sebagaimana juga desain situasi pengajaran.
Berangkat dari pendirian ini, perilaku ini, perilaku manusia melibatkan pola gerakan
yang dapat dirasakan. Hal ini mencakup perilaku yang tersembunyi, semisal berpikir dan
perilaku yang sifatnya simbolik, serta tindakan yang sangat terang-terangan. Di beberapa
situasi, masing-masing individu mengubah perilaku mereka berdasarkan respons balik
BAHRUR ROSYIDI | MODELS OF TEACHING: SOCIAL SIMULATION

3

yang mereka terima dari lingkungan. Mereka mengatur perubahan perilaku mereka
berdasakan umpan balik ini. Oleh karena itulah, kemampuan motorik mereka membentuk
dasar sistem umpan balik mereka. Kemampuan untuk menerima umpan balik ini
merupakan mekanisme sistem manusia dalam menerima dan mengirim informasi. Saat
manusia bisa mengembangkan kemampuan linguistik yang lebih baik, mereka juga bisa
menggunakan umpan balik ini secara tidak langsung, dengan cara mengembangkan
kontrol mereka terhadap lingkungan fisik dan sosial. Artinya, mereka memiliki
ketergantungan yang kecil terhadap realitas-realitas konkret dalam lingkungan mereka,

sebab mereka bisa menggunakan representasi simboliknya. Pada intinya, psikologi
sibernetik adalah prinsip umpan balik yang berorientasi pada perasaan yang bersifat
intrinsik pada masing-masing individu (seseorang merasakan pengaruh keputusan orang
lain) dan merupakan dasar bagi pilihan-pilihan koreksi diri. Masing-masing individu bisa
merasakan efek dari keputusan sebab lingkungan akan merespons dengan sepenuhnya,
tidak hanya mengatakan, “benar” atau “salah”, atau “cobalah lagi”. Hal ini menunjukkan
bahwa konsekuensi lingkungan dari pilihan mereka diterima kembali oleh mereka yang
membuat keputusan. Pembelajaran dalam konsep sibernetik adalah pengalaman
inderawi terhadap konsekuensi yang muncul dalam lingkungan sebagai akibat dari
perilaku seseorang dan keterlibatan dalam perilaku koreksi diri. Instruksi dalam konsep
sibernetik dirancang untuk membuat dan menciptakan sebuah lingkungan bagi
pembelajar yang di dalamnya penuh dengan umpan balik.
Simulasi Dalam Pendidikan
Aplikasi prinsip sibernetik terhadap prosedur pendidikan terlihat sangat dramatis
dan jelas, utamanya dalam pengembangan simulator. Simulator adalah alat dan
perangkat latihan yang mempresentasikan realitas dengan sangat dekat namun disajikan
dengan kejadian rumit yang masih bisa dikontrol. Misalnya otomibil yang tersimulasi akan
dikontruksi agar pengemudi dapat melihat jalan, memiliki roda yang bisa diputar, setir dan
kopling yang bisa dioperasikan, roda gigi, dan semua alat-alat otomobil modern.
Pengemudi bisa mengemudikan otomobil yang tersimulasi tersebut dengan memutar

kunci sehingga mendengar bisingnya suara mesin motor. Sang pengendara menekan
akselerator, maka suara bising tersebut akan semakin kencang, sehingga pengemudi
memiliki sensasi karena telah menghasilkan arus gas mesin yang benar-benar naik. Saat
ia tengah mengemudi, ia melihat ada sebuah tikungan; ia pun kemudian memutar roda,
hingga mengalami sebuah ilusi otomobil yang tengah berbelok. Simulator bisa
menyajikan tugas-tugas pembelajaran yang bisa direspons siswa, namun respons di sini
tidak memiliki konsekuensi yang sama saat mereka berada dalam situasi kehidupan yang
sebenarnya----sebab otomobil tersimulasi tidak menabrak sesuatu, walaupun ia tampak
seperti tengah menabrak sesuatu dari pandangan pengemudi. Dalam konteks psikologi
latihan, tugas yang disajikan dapat dibuat tidak begitu rumit dibanding apa yang akan
dihadapi pengemudi dalam dunia nyata. Misalkan saja, dalam simulator mengemudi,
siswa bisa mempraktikan bagaimana cara menginjak rem, memutar roda, dan semua hal
yang bisa mengembangkan perasaan saat otomobil merespons hal-hal yang dilakukan
pengemudi.
Simulator memiliki beberapa kelebihan. Sebagaimana yang telah disebutkan
sebelumnya, tugas pembelajaran simulasi dapat dibuat tidak begitu rumit daripada yang
ada dan terjadi pada dunia nyata, sehingga siswa bisa memiliki kesempatan untuk
menguasai skill yang akan terasa sangat sulit saat mereka coba kuasai dalam dunia
nyata. Misalnya, belajar bagaimana cara menerbangkan pesawat terbang tanpa bantuan
simulator dapat membuka kemungkinan munculnya kesalahan. Siswa yang bertindak

sebagai pilot harus melakukan segala hal dengan cukup baik pada masa-masa awal jika
BAHRUR ROSYIDI | MODELS OF TEACHING: SOCIAL SIMULATION

4

tidak ingin mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam penerbangan. Dengan menggunakan
simulator, latihan-latihan yang dijalaninya dapat dijadikan tahapan. Siswa yang dilatih
bisa diperkenalkan dengan tugas sederhana dan kemudian disusul dengan tugas yang
lebih rumit hingga dia bisa membuat repertoar keterampilan yang cukup memadai untuk
ukuran seorang pilot pesawat. Selain itu, kesulitan-kesulitan seperti angin topan dan
masalah-masalah teknis bisa disimulasikan, dan siswa pun bisa belajar cara
menanggulangi kesulitan-kesulitan tersebut. Oleh karena itulah, saat siswa mulai benarbenar terbang, sebuah repertoar mengenai skill yang dibutuhkan tadi bisa segera
digunakan.
Keuntungan kedua pada simulator adalah bahwa keberadaannya yang
memudahkan siswa mempelajari umpan balik yang dikembangkan oleh siswa itu sendiri.
Saat siswa yang berperan sebagai pilot membelokkan setir pada arah kiri, misalnya,
maka ia akan merasakan pesawat menepi dan pelan-pelan kehilangan kecepatan dalam
beberapa saat. Dengan kata lain, siswa yang dilatih bisa mempelajari perilaku korektik
yang dibutuhkan melalui makna yang mereka rasakan saat mengemudi dari pada hanya
diberikan deskripsi verbal. Dalam simulasi mengemudi, jika pengemudi mengarah pada

tikungan yang tajam dengan terlalu keras dan harus segera menginjak rem untuk
menghindari jalan, maka respons balik ini mengajarkan pengemudi untuk mengemudi
dengan hati-hati saat mendekati tikungan tajam di jalan raya. Ahli psikologi dalam bidang
sibernetik merancang simulator sedemikian rupa sehingga umpan balik mengenai
konsekuensi perilaku memudahkan pembelajar untuk membuat respons mereka sendiri
dan mengembangkan repertoar tentang perilaku yang sesuai.
Peran Guru
Ahli psikologi bidang sibernetik mengemukakan bahwa simulasi pendidikan
memudahkan siswa untuk mempelajari pengalaman yang tersimulasi (simulated
experience) yang dirancang dalam bentuk permainan dari pada dalam bentuk penjelasan
atau ceramah dari guru. Namun, karena keterlibatannya yang intens, siswa mungkin tidak
akan selalu menyadari apa yang mereka pelajari dan apa yang mereka alami. Oleh
karena itulah, guru memiliki tugas penting untuk memainkan perannya dalam
membangkitkan kesadaran siswa tentang konsep dan prinsip yang merupakan fondasi
simulasi dan reaksi mereka sendiri. Guru juga memiliki peran fungsional yang cukup
penting. Empat peran guru dalam model simulasi, yaitu:
a. Menjelaskan
Untuk mengadakan pembelajaran berdasarkan simulasi, para pemain harus
memahami aturan-aturan yang cukup memadai untuk bisa melaksanakan aktivitasaktivitas simulasi. Namun, bukanlah hal yang penting untuk membuat siswa memiliki
pemahaman penuh tentang simulasi pada waktu-waktu awal. Sebagaimana dalam
kehidupan nyata, beberapa aturan menjadi relevan hanya pada saat aktivitas proses, dan
bukan pada tahap awal.
b. Mewasiti
Simulasi yang diterapkan dalam ruang kelas dirancang untuk bisa memberikan
keuntungan dalam pendidikan. Guru harus mengontrol partisipasi siswa dalam permainan
untuk memastikan keuntungan simulasi benar-benar didapatkan. Sebelum permainan
dimulai, guru harus menugaskan siswa dalam bentuk tim (jika permainannya dalam
bentuk tim kerja) serta menyesuaikan masing-masing siswa dengan peran yang akan
dimainkan dalam simulasi untuk menjamin adanya partisipasi aktif dari semua siswa.
Siswa yang agresif dan pemalu, misalnya, harus disebar/dicampur aduk dalam setiap tim.
Kesalahan yang harus yang harus dihindari guru adalah menugaskan peran yang tampak
BAHRUR ROSYIDI | MODELS OF TEACHING: SOCIAL SIMULATION

5

sulit bagi siswa yang lebih pandai serta peran yang lebih pasif terhadap siswa yang
kurang berbakat dalam aspek akademik.
Guru juga harus memandang simulasi sebagai keadaan yang menuntut partisipasi
aktif siswa dan sebab itulah, ada kebebasan untuk berubah, dan siswa diberikan lebih
banyak kesempatan untuk berbicara. Guru harus bertindak sebagai wasit yang melihat
apakah peraturan benar-benar diikuti dan ditaati. Namun guru, atau siapa pun yang
melakukan ini, seharusnya tidak terlalu ikut campur dalam aktivitas permainan.
c. Melatih
Guru harus bertindak sebagai pelatih ketika dibutuhkan, memberikan nasihat pada
pemain untuk memudahkan mereka dalam bermain dengan lebih baik ---yakni untuk
memaksimalkan kemungkinan-kemungkinan simulasi secara penuh. Sebagai seorang
pelatih, guru haruslah menjadi penasihat yang sportif, bukan seorang pendakwah atau
seorang ahli disiplin ilmu. Dalam simulasi, siswa berpotensi melakukan kesalahan dan
menerima konsekuensi dari segala hal yang dilakukannya. Yang tidak kalah penting,
siswa bisa belajar banyak hal dari simulasi ini.
d. Mendiskusikan
Setelah melewati beberapa sesi, diperlukan diskusi yang membahas hal-hal berikut,
seperti bagaimana eratnya kaitan simulasi tersebut dengan dunia nyata, kesulitan dan
pandangan apa yang dimiliki siswa, dan hubungan apa yang bisa ditemukan antara
simulasi dengan materi yang dipelajari.
MODEL PENGAJARAN
a. Struktur
Model simulasi memiliki empat tahap, yaitu: orientasi, latihan partisipan, simulasi
itu sendiri dan wawancara (Tabel 17.1). pada tahap pertama, yakni orientasi, guru
menyampaikan topik yang akan dibahas dan konsep yang akan digunakan dalam
aktivitas simulasi. Selain itu, guru juga memberikan penjelasan mengenai simulasi jika
saat itu adalah pertama kali siswa melakukan simulasi. Guru juga perlu menyajikan
ikhtisar dari permainan. Tahap pertama ini tidak boleh memakan waktu yang lama
meskipun tahapan tersebut merupakan konten yang penting bagi siswa dalam menjalani
aktivitas pembelajaran simulasi.
Pada tahap kedua, siswa mulai msauk pada tahap simulasi. Pada tahap ini, guru
menyusunsebuah skenario yang memaparkan peran, aturan, proses, skor, jenis
keputusan yang akan dibuat, dan tujuan simulasi. Guru mengatur siswa pada peran yang
bermacam-macam dan memimpin praktik dalam jangka waktu yang singkat untuk
memastikan
bahwa
siswa
telah
memahami
semua
arahan
dan
bisa
melaksanakanperannya masing-masing.
Tahap ketiga adalah partisipasi dalam simulasi. Siswa berpartisipasi dalam
permainan atau simulasi, dan guru juga memainkan perannya sebagai wasit dan pelatih.
Secara periodik, permainan simulasi bisa dihentikan sehingga siswa dapat menerima
umpan balik, mengevaluasi performa dan keputusan mereka, dan mengklarifikasi
kesalahan-kesalahan konsepsi.
Tahap terakhir, yakni tahap keempat, adalah wawancara partisipan. Berdasarkan
hasil yang diperoleh, guru dapat membantu siswa fokus pada hal-hal berikut: (1)
Menggambarkan kejadian dan persepsi serta reaksi mereka, (2) Menganalisis proses, (3)
Membandingkan simulasi dengan dunia nyata, (4) Menghubungkan aktivitas dengan
materi pelajaran, dan (5) Menilai serta merancang kembali suatu simulasi.

BAHRUR ROSYIDI | MODELS OF TEACHING: SOCIAL SIMULATION

6

Tabel 17.1 Struktur Pengajaran Model Simulasi
Tahap pertama: Orientasi
Menyajikan
topik
luas
mengenai simulasi dan konsep
yang akan dipakai dalam
aktivitas simulasi.
- Menjelaskan
simulasi
dan
permainan.
- Menyajikan ikhtisar simulasi
Tahap ketiga: Pelaksanaan Simulasi
-

-

Memimpin aktivitas permainan
dan administrasi permainan.
Mendapatkan umpan balik dan
evaluasi (mengenai penampilan
dan pengaruh keputusan).
Menjelaskan
kesalahan
konsepsi.
Melanjutkan simulasi.

Tahap kedua: laihan partisipasi
Membuat skenario (aturan, peran,
prosedur, skor, tipe keputusan yang
akan dipilih, dan tujuan).
- Menugaskan peran.
- Melaksanakan praktik dalam jangka
waktu yang singkat.
-

Tahap keempat: wawancara partisipan
(satu atau semua aktivitas berikutnya)
- Menyimpulkan kejadian dan persepsi.
- Menyimpulkan
kesulitan
dan
pandangan-pandangan
- Menganalisis proses
- Membandingkan aktivitas simulasi
dengan materi pelajaran.
- Menilai dan kembali merancang
simulasi

b. Sistem Sosial
Karena guru telah memilih aktivitas simulasi dan dengan cermat mengarahkan
siswa pada aktivitas yang telah digambarkan, sistem sosial dalam simulasi sangat kental.
Namun, dalam sistem yang terstruktur ini, lingkungan pembelajaran dengan interaksi
kooperatif bisa, dan seharusnya, berkembang. Kesuksesan terakhir dalam simulasi,
sebenarnya, juga ditentukan oleh kerja sama dan kemauan untuk berpartisipasi dalam diri
siswa. Dengan bekerja sama, siswa bisa saling membagi gagasan, saling mengevaluasi
antarteman sebaya, namun tidak dengan evaluasi guru. Sistem sosial ini seharusnya
menyenangkan dan penuh dengan kerja sama.
c. Peran/Tugas Guru
Peran guru tidak jauh berbeda dengan fasilitator. Selama proses simulasi, ia harus
menekankan perilaku yang tidak evaluatif namun tetap supportif. Guru, disini bertugas
untuk menyajikan, lalu memfasilitasi pemahaman dan penafsiran tentang aturan dalam
aktivitas simulasi. Selain itu, untuk dapat membuat aktivitas semenarik mungkin dan
mendapat perhatian serta fokus pada isu yang tidak relevan, guru harus langsung
menghampiri kelompok yang memenangkan permainan.
d. Sistem pendukung
Ada banyak sumber dalam hal ini. Misalkan saja, Social Science Education
Consortium Data Book yang menyajikan lebih dari lima puluh simulasi yang cocok
digunakan dalam studi sosial. Secara reguler, simulasi-simulasi di-review dalam jurnal
social education.

BAHRUR ROSYIDI | MODELS OF TEACHING: SOCIAL SIMULATION

7

PENERAPAN
Simulasi bisa menstimulasi pembelajaran mengenai (1), kompetisi; (2) kerjasama;
(3) empati; (4) sistem sosial; (5) konsep; (6) skill; (7) kemanjuran; (8) menjalani hukuman;
(9) peran kesempatan/peluang; (10) kemampuan berpikir kritis (menguji strategi alternatif
dan mengantisipasi hal-hal lain) dan membuat keputusan.
DAMPAK-DAMPAK INSTRUKSIONAL DAN PENGIRING
Model simulasi, melalui aktivitas nyata dan diskusi di awal permainan, menuntun
pada hasil-hasil akademik, seperti konsep dan skill; kerja sama dan persaingan;
pemikiran kritis dan pembuatan keputusan; pengetahuan sistem politik sosial, dan
ekonomi; efektivitas; kesadaran terhadap masing-masing peran, dan menerima
konsekuensi dari tindakan yang akan dilakukan (Gambar 17.1).

BAHRUR ROSYIDI | MODELS OF TEACHING: SOCIAL SIMULATION

8

SIMPULAN
1. Struktur
Tahap Pertama: Orientasi
- Menyajikan topik luas mengenai simulasi dan konsep yang akan dipakai dalam
aktivitas simulasi.
- Menjelaskan simulasi dan permainan.
- Menyajikan ikhtisar simulasi
Tahap Kedua: Latihan Partisipasi
- Membuat skenario (aturan, peran, prosedur, skor, tipe keputusan yang akan
dipilih, dan tujuan).
- Menugaskan peran.
- Melaksanakan praktik dalam jangka waktu yang singkat.
Tahap Ketiga: Pelaksanaan Simulasi
- Memimpin aktivitas permainan dan administrasi permainan.
- Mendapatkan umpan balik dan evaluasi (mengenai penampilan dan pengaruh
keputusan).
- Menjelaskan kesalahan konsepsi.
- Melanjutkan simulasi.
Tahap Keempat: Wawancara Partisipan (Satu atau Beberapa Aktivitas Berikutnya)
- Menyimpulkan kejadian dan persepsi.
- Menyimpulkan kesulitan dan pandangan-pandangan
- Menganalisis proses
- Membandingkan aktivitas simulasi dengan materi pelajaran.
- Menilai dan kembali merancang simulasi
2. Sistem Sosial
Sistemsosial disusun oleh guru dengan cara memilih materi dan mengarahkan
simulasi. Lingkungan kelas yang inetraktif, bagaimanapun, seharusnya
menyenangkan dan penuh dengan kerja sama. Guru memiliki perandalam
mengatur simulasi (memerhatikan masalah logistik dan organisasi), menjelaskan
permainan, mengukuhkan aturan, melatih (menawarkan nasihat), dan memimpin
diskusi wawancara.
3. Peran/Tugas Guru
Guru harus memainkan peran supportif, yaitu mengamati dan membantu siswa
dalam menghadapi masalah yang muncul.
4. Sistem Pendukung
Simulasi membutuhkan sumber daya material yang terstruktur dengan hati-hati.
DAFTAR RUJUKAN
Joyce, B. & Weil, M. 1980. Models of Teaching (2nd). USA: Prentice-Hall, Inc.
Joyce, B. dkk. 2009. Models of Teaching (Edisi kedelapan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

BAHRUR ROSYIDI | MODELS OF TEACHING: SOCIAL SIMULATION

9

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

MODEL KONSELING TRAIT AND FACTOR

0 2 9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2 5 46

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

11 75 34

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62