MAKALAH DAN ORDE DAN BARU.docx

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto
di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno.Salah satu penyebab yang melatarbelakangi
runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan
dalam negeri yang tidak kondusif pada masa Orde Lama. Terlebih lagi
karena adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Hal ini menyebabkan
presiden

Soekarno

memberikan

mandat

kepada


Soeharto

untuk

melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui surat perintah
sebelas maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi
total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde
Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka
waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini
terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini.
Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin
melebar.
Kekuasan Soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya
Surat Perintah SebelasMaret (SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan
Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa
dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan
di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan
rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil memulihkan keamanan
dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS

menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI.
Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden

1

Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden
Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde
Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang penulis buat, maka rumusan masalah
adalah seperti berikut :
a.

Bagaimana sejarah lahirnya Orde Baru ?

b.

Bagaimana kehidupan politik masa Orde Baru?


c.

Apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde Baru?

d.

Bagaimana tindakan sosial pada masa Orde Baru?

1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian yang penulis buat, maka tujuannya adalah seperti
berikut :
a.

Untuk mengetahui sejarah lahirnya Orde Baru

b.

Untuk mengetahui bagaimana kondisi politik masa Orde Baru


c.

Untuk mengetahui apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa
Orde Baru

d.

Untuk mengetahui apa saja tindakan sosial pada masa Orde Baru

e.

Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran PKn Semester 1 di
SMPN 1 Binong Tahun Pelajaran 2016/217

1.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan uraian yang penulis buat, maka manfaatnya adalah
seperti berikut :
a.

Memahami sejarah lahirnya Orde Baru


b.

Memahami kondisi poltik masa Orde Baru

c.

Memahami apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde
Baru

d.

Memahami tindakan sosial atau kehidupan sosial masa Orde Baru

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1


Latar Belakang Lahirnya Orde Baru
Orde baru lahir karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain :
a.

Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.

b.

Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa
Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan
darat yang sudah berlangsunglama..

c.

Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai
600% sedangkanupaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan
kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan
masyarakat.

d.


Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa
pembunuhan besar- besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat
melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi
Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.

e.

Kesatuan

aksi

(KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb)

yang

ada

di


masyarakat bergabungmembentuk Kesatuan Aksi berupa ³Front
Pancasila´ yang selanjutnya lebih dikenaldengan ³Angkatan 66´ untuk
menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30September
19656.
f.

Kesatuan Aksi ³Front Pancasila´ pada 10 Januari 1966 di depan
gedung DPR-GR mengajukan tuntutan’’TRITURA(Tri Tuntutan
Rakyat).

g.

Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan
Pembentukan KabinetSeratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat
sebab rakyat menganggap di kabinettersebut duduk tokoh-tokoh yang
terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.

h.

Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah

upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa

3

Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah
dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub)
i.

Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah
yang

sedang

bergejolak

tak

juga

berhasil.


Maka

Presiden

mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR)
yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah
yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin
kacau dan sulit dikendalikan.
22

Upaya Menuju Pemerintahan Orde Baru
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan
pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945. Penataan dilakukan didalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan
pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya
kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan
keamanan

dan


membubarkan

PKI.

Munculnya

konflik

dualisme

kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat itu
Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi
pelaksana pemerintahan. Konflik Dualisme inilah yang membawa Suharto
mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya Sukarno mengundurkan
diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto.Pada tanggal
23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto
sebagai pejabatPresiden RI.
Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden
Sukarno. Tanggal 12Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai
Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya
kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru. PadaSidang
Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai
Presiden Republik Indonesia.

4

Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata
kehidupan bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945. Sejalan dengan tujuan tersebut maka
ketika kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk melaksanankan
amanat masyarakat maka pemerintah mencanangkan pembangunan nasional
yang diupakan melalui program pembangunan jangka pendek dan
pembangunan jangka panjang.
Pemerintahan Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga konsep
pembangunan nasional yang terkenal dengan sebutan Trilogi Pembangunan,
yaitu : (1) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat; (2) pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi; dan (3) stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
2.3

Proses Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru
Berkuasanya Orde Baru ternyata menimbulkan banyak perubahan
yang dicapai bangsa Indonesia melalui tahapan pembangunan di segala
bidang. Pemerintahan Orde Baru berusaha meningkatkan peran negara
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga langkah-langkah yang
diambil adalah mencapai stabilitas ekonomi dan politik.
Merujuk hasil Sidang Umum IV MPRS yang mengambil suatu
keputusan untuk menugaskan Jenderal Soeharto selaku pengembang Surat
Perintah Sebelas Maret yang sudah ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS
No. IX/MPRS/1966 untuk membentuk kabinet baru. Kabinet baru diberi
nama Kabinet Ampera yang merupakan singkatan dari Kabinet Amanat
Penderitaan Rakyat selanjutnya diberi tugas untuk menciptakan stabilitas
politik dan ekonomi sebagai persyaratan dalam melaksanakan pembangunan
nasional. Tugas ini yang dikelak terkenal dengan sebutan ”Dwi Darma
Kabinet Ampera”. Sedangkan program kerja terkenal dengan sebutan Catur
Karya Kabinet Ampera, yaitu: (1) memperbaiki kehidupan rakyat terutama
dibidang sandang dan pangan; (2) melaksanakan pemilihan umum dalam
batas waktu seperti yang tercantum dalam ketetapan MPRS No.

5

XI/MPRS/1966 yaitu pada 5 Juli 1968;(3) Melaksanakan politik luar negeri
yang bebas aktif untuk kepentingan nasional, sesuai dengan Tap No.
XI/MPRS/1966; (4) melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan
kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Pada 21 Maret 1968 Jenderal Soeharto selaku Pejabat Presiden
menyampaikan laporan kepada Sidang Umum V MPRS Tahun 1968 tentang
pelaksanaan Dwi Darma dan Catur Karya Kabinet Ampera, yang dilaporkan
pertama kali bahwa telah dilaksanakan usaha mendudukkan kembali posisi,
fungsi, dan hubungan antar lembaga negara tertinggi sesuai dengan yang
diatur dalam UUD 1945.
2.4

Politik Dalam Negeri Era Order Baru
2.4.1 Pembentukan Kabinet Pembangunan Kabinet
Awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah
Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi
Darma Kabinet Amper yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan
ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan
nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya
Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut.
a.

Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan
pangan

b.

Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli
1968.

c.

Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk
kepentingan nasional.

d.

Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya.

2.4.2 Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah
partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga
dilakukan

penggabungan

(fusi)

6

sejumlah

partai.

Sehingga

pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi
atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga
kekuatan sosial-politik, yaitu:
a.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU,
Parmusi, PSII, danPartai Islam Perti yang dilakukan pada
tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam).

b.

Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI,
Partai Katolik, PartaiMurba, IPKI, dan Parkindo (kelompok
partai politik yang bersifat nasionalis).

c.

2.5

Golongan karya (Golkar)

Pemilihan Umum Selama Orde Baru
Pemilihan umum pada masa orde baru diadakan setiap lima tahun
sekali dan telah dilaksanakan sebanyak enamkali. Tujuan pemilu tersebut
untuk memilih anggota MPR, DPR, DPRD 1 dan 11. Keanggotaan MPR,
yaitu seluruh anggota DPR, utusan daerah dan golongan. Setiap lima tahun
sekali MPR mengadakan sidang umum. MPR berwenang memilih dan
mengangkat presiden dan wakil presiden. Presiden dan kabinetnya
berkewajiban

menjalankan

tugasnya

sesuai

dengan

UUD

1945

melaksanakan GBHN, mempertanggungjawabkan tugasnya tersebut pada
akhir

masa

jabatannya.

DPR

bertugas

mengawasi

jalannya

pemerintahan/tugas presiden. Mekanisme tugas dan kerja lembaga negara
lain menyesuikan UUD 1945 dan UU yang mengaturnya.
Pada masa orde baru kehidupan politiknya diatur dalam UU berikut
ini :
a.

UU No.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum.

b.

UU No.2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan MPR dan DPR.

c.

UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya.

d.

UU No.4 Tahun 1985 tentang preferendum.

e.

UU No.5 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas).

7

Sistem politik yang adalah otoriter dan tidak demokratis, dimana
kekuasaan eksekutif terpusat dan tertutup dibawah kontrol lembaga
kepresidenan, dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan ekonomi
banyak terjadi KKN. Pemerintahan orde baru pimpinan soekarto
berlangsung selama 32 tahun namun kehidupan politik pada waktu itu
dinilai gagal. Sistem politik yang berlaku adalah oteriter dan tidak
demokratis dimana kekuasaan eksekutif terpesat dan tertutup dibawah
kontro

lembaga

kepresidenan

dalam

penyelenggaraan

negara

dan

pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN. Selanjutnya pemerintahan orde
baru juga dinilai gagal karena telah menciptakan pemerintahan yang
sentralistik yaitu mekanisme hubungan pusat dan daeraah cenderung
menganut sentralisasi kekuasaan sehingga menyebabkan kesenjangandan
ketidakadilan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
Pemilihan

Umum Selama

masa

Orde

Baru

telah

berhasil

melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan
setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977,1982, 1987, 1992,
dan1997.
1.

Pemilu 1971


Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu
1955 dimana para pejabat negara termasuk perdana menteri
yang berasal dari partai peserta pemilu dapat ikut menjadi calon
partai secara formal.



Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang
pada saat pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di
DPR/DPRD.



Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460
orang anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100
orang diangkat.



Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan
Karya (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai
Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20
8

kursi), Partai Kristen Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3
kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba dan Partai IPKI
(tak satu kursipun).
2.

Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR
mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai
penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2
partai politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977
yang diikuti oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar,
99 kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk PDI.

3.

Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya
perolehan suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal
memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan
Selatan Golkar berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar
berhasil memperoleh tambahan 10 kursi sementara PPP dan PDI
kehilangan 5 kursi.

4.

Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987.
Hasil dari Pemilu 1987 adalah:


PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi
dibanding dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya
larangan penggunaan asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya
ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya lambang
partai dari kabah menjadi bintang.



Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga
menjadi 299 kursi.



PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil
membentuk DPP PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh
Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.

9

5.

Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992
menunjukkan

perubahan

yang

cukup

mengagetkan.

Hasilnya

perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi,
sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56
kursi.
6.

Pemilu 1997
Pemilu ke enam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:


Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai
74,51 % dengan perolehan kursi 325 kursi.



PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 %
dengan perolehan kursi 27 kursi.



PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya
mendapat 11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya
konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI
Megawati Soekarno Putri.

Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu
berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER (Langsung, Umum,
Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu
yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 19711997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat
menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan
DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Soeharto menjadi Presiden
Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap
Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari
pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.

10

2.6

Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat
pada tanggal 2 Agustus 1969
Kebijakan lain yang di ambil pemerintah Orde baru adalah
menetapkan

peran ganda ABRI yang

di

kenal

dengan

Dwifungsi

ABRI.ABRI tidak hanya berperan dalam bidang pertahanan dan keamanan
Negara tetapi juga berperan di bidang politik.Hal terbukti dari banyaknya
anggota

ABRI

walikota,bupati

yang
dan

ternyata

gubenur

memegang

bahkan

ABRI

jabatan

sipil seperti

memiliki

jatah

di

keanggotaan MPR/DPR.Alasan yang mendasari kebijakan tersebut tertuang
dalam pasal 27 ayat (1)UUD 1945. Pasal tersebut mengemukakan bahnwa
“segala warga Negara bersama kedudukankannya di dalam hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.Bukan hanya pada bidang
politik pemerintahan,ternyata kedudkan ABRI dalam masyarakat Indonesia
juga merambat di sector ekonomi.Banyak anggota ABRI menjadi kepala
skepala BUMN maupun komisaris di berbagai perusahaan swasta.
2.7

Upaya-Upaya Pembaruan Politik Luar Negeri
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde
Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri.
Berikut ini upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri.
1.

Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota
PBB. Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah
keluar dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan
ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua
Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

2.

Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina
(RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik
dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI

11

dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu
mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3.

Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan
normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak
tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan
hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni
1966. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh
Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh
Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak.
Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan
Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
a.

Rakyat

Sabah

dan

Serawak

diberi

kesempatan

untuk

menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil
mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
b.

Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan
diplomatik.

c.

Tindakan

permusuhan

antara

kedua

belah

pihak

akan

dihentikan.
4.

Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu
negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia
Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang
disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi
tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.

2.7.1 Dampak Positif Kebijakan Politik Pemerintahan Orde Baru
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi
kekuasaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya
peran Negara dalam masyarakat. Situasi keamanan pada masa ORBA

12

relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu
mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan
dengan Pancasila. Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar
pemerintah dapat mengontrol parpol.
2.7.2 Dampak Negatif dari Kebijakan Politik Pemerintah Orde Baru
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter,
dominatif, dan sentralis.
a.

Otoritarianisme

merambah

segenap

aspek

kehidupan

masyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan
politik yang sangat merugikan rakyat.
b.

Pemerintah

Orde

Baru

gagal

memberikan

pelajaran

berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia.
Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang
diinginkan, sementara 2 paratai lainnya hanya sebagai boneka
agar tercipta citra sebagai Negara demokrasi.
c.

Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng
untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam
setiap pemilihan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.

d.

Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme) sehingga banyak wakil rakyat yang
duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah
yang diwakilinya.

e.

Kebijakn politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan
cenderung KKN.

f.

Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi
kehidupan bebangsa dan benegara bahkan pada bidang-bidang
yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh
personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi
TNI/Polri.

g.

Kondisi politik lebih payah dengan adnya upaya penegakan
hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan

13

untuk keuntungan pemerimtah yang berkuasa sehingga tidak
mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang
rakyat.
2.8

Keadaan Ekonomi Masa Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, Negara bersama aparat ekonominya
mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan
kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru
program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamtan ekonomi nasioanl
terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan
Negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat . Tindakan pemerintah ini
dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang
menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi
penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan
pemerintah.Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut :
1.

Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi
terpimpin, pemerintah menempuh cara:


Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
pembangunan.



MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni
program penylematan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta
program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan

ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi.
Stabilisasi berarti mengendaliakan inflasi agar harga barang-barang
tidak melonjak terus. Sedangkan Rehabilitasi adalah perbaikan secara
fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah
pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya
demokrasi ekonomi kearah terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.Langkah-langakah yang diambil Kabinet pada

14

saat itu yang mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai
berikut:
a.

Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor
yang menyebabkan kemacetan, seperti :


rendahnya penerimaan Negara



tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara



terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank



terlalu banyak tunggakan hutang luar negri



penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang
berorientasi pada kebutuhan prasarana.

b.

Debirokrtisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian

c.

Berorientasi pada kepentingan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut

maka ditempuh cara:
a.

mengadakan operasi pajak

b.

cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan
kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung
pajak orang

c.

penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif
dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara

d.

membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor
Program stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju

inflasi.Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab
harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil
dibendung (pada tahun 1967- awal 1968). Sesudah kabinet
pembangunan dibentuk pada bulan juli 1968 berdasarkan Tap MPRS
NO.XLI/MPRS/1968, kebijakn ekonomi pemerintah dialihkan pada
pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya
sandang, pangan, dan kurs valas. Sejak saat itu kestabilan ekonomi

15

nasional relatif tercapai sebab sejak 1966 kenaikan harga bahan-bahan
pokok dan valas dapat diatasi.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan
kemampuan berproduksi. Selam 10 tahun mengalami kelumpuhan dan
kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan
desa, gerakan koperasi, perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat
kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya
lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan
perbaikan tata hidup masyarakat.
2.

Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia paska Orde Lama

sangat

parah,hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah
Indonesia meminta Negara-negara kreditor untuk dapat menunda
pembayaran

kembali

utang

Indonesia.

Pemerintah

mengikuti

perundingan dengan Negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 1920 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah
Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran
utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan
baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai
kesepakatan sebagai berikut:
a.

Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968
ditunda pembayarannya hingga tahun 1972-1979

b.

Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun1969 dab
1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Kemudian kerundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda

pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan
membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negri serta
kemungkinan

pemberian

bantuan

dengan

syarat

lunak

yang

selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for
Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil

16

mengusahakn

bantuan

luar

negri.

Indonesia

mendapatkan

penangguhan dan keinginan syarat-syarat pembayaran utangnya.
3.

Pembangunan Nasional
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan
tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah
pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasional
adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari
kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan
masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi trilogi
Pembangunan adalah sebagai berikut :
a.

Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

c.

Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Sedangkan pelaksanannya pembanguanan nasional dilakukan

secara bertahap yaitu:
a.

Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun.

b.

Jangka pendek mencakup periode 5 tahun(pelita / pembangunan
lima tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan
jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/
berkesinambunagn.

2.9

Repelita Orde Baru
a.

Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang
menjadi landasan awal pembanguna ORBA. Tujuan Pelita I : untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasardasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran Pelita I :
pangan, sandang, perbaikan prasarana,perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

17

Titik Berat Pelita I : pembanguan bidang pertanian sesuai
dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui
proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa marali (malapetaka limabelas januari) terjadi
pada tanggal 15-16 Januari 1974 bertepatan dengan kedatangan PM
Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan
demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak
melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang
Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan
dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
b.

Pelita II
Pelita II dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret
1979. Sasaran Utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,
perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil,
pertimbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7 % per tahun. Pada awal
pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60 % dan pada akhir
Pelita I laju inflasi turun menjadi 47 %. Selanjutnya pada tahun
keempat Pelita II, inflasi menjadi 9,5 %.

c.

Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret
1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi
Pembangunan

dengan

penekanan

lebih

menonjol

pada

segi

pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:


Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya
sandang, pangan, dan perumahan



Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan.



Pemerataan pembagian pendapatan



Pemerataan kesempatan kerja
18



Pemerataan kesempatan berusaha



Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan.



Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah
air.


d.

Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan

Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31
Maret 1989. titik beratnya adalah sektor pertanian menuju
swasembada

pangan

dan

meningkatkan

industri

yang

dapat

menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun
1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah
akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga
kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
e.

Pelita V
Pelita V dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret
1994. Titik beratnya pada sektor pertnian dan industri. Indonesia
memiliki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ratarata 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negri memperlihatkan
gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik
dibanding sebelumnya.

f.

Pelita VI
Pelita VI dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31
Maret 1999. Titik beratnya pada pembangunan pada sektor ekonomi
yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembanguan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda Negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan
peristiwa plitik dalam negri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

19

2.10 Kebijakan Ekonomi Orde Baru
1.

Dampak Positif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
a.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program
pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya
pun dapat dilihat secara konkrit.

b.

Indonesia mengubah ststus dari Negara pengimpor beras
terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras
sendiri (swasembada beras).

c.

Penurinan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan
kesejahteraan rakyat.

d.

Penurunan angka kematian

bayi dan angka partisipasi

pendidikan dasar yang semakin meningkat.
2.

Dampak Negatif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
a.

Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan summer
daya alam.

b.

Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan,
antar kelompok dalam masyarakat tersa semakin tajam.

c.

Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (marginalisasi sosial)

d.

Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

e.

Pembangunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati
oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan
cenderung terpusat dan tidak merata.

f.

Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi
tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dam sosial yang
demokratis dan berkeadilan.

g.

Meskipun pertumbuhan

ekonomi meningkat

tapi

secara

fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
h.

Pembangunan tidak merata, tampak dengan adanya kemiskinan
disejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa
terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah

20

yang

selanjutnya

ikut

menjadi

penyebab

terpuruknya

perekonomian nasional Indonesia menkelang akhir tahun 1997.
2.11 Keadaan Masyarakat Masa Orde Baru
1.

Pendidikan dan Kesehatan

Orde Baru harus mengahadapi masalah-maslah sosial yang lebih
besar daripada yang dihadapi para reformis dimasa politik Etis. Hal ini
terjadi sebagian karena Belanda gagal menyelesaikan masalahmasalah ini beberapa dekade sebelumnya, dan sebagian lagi karena
berlalunya waktu dan pergolakan yang terjadi sejak penahlukan
Jepang membuat masalah tersebut kin kompleks. Belanda gagal
memenuhi kesejahteraan bangsa yang pada tahun 1930 berpenduduk
60,7 juta. Karena kelalaian selama beberapa dekade lalu dan
mndesaknya kebutuhan untuk lebih dahulu mengendalikan ekonomi
bangsa ditahun-tahun setelah 1965, maka mungkin tak mengejutkan
jika pemerintahan Orde Baru awalnya tidak mampu berkontribusi
banyak dalam memenuhi kesejahteraan penduduknya, yang pada
sensus tahun 1971 telah mencapai 119,2 juta jiwa dan 147,3 jutapada
tahun 1980.
Standar kesehatan dan pendidikan masih rendah, tetapi jauh
lebih baik daripada di zaman Belanda. Pada tahun 1974, trdapat 6.221
dokter. Di Jawa terdapat satu dokter untuk setiap 21,7 ribu penduduk
dan diluar pulau Jawa terdapat satu dokter untuk setiap 17,9 ribu
( angka ini tidak berarti akses untuk mendapatkan dokter lebih mudah
disana, karena penduduk tersebar ditempat yang saling berjauhan).
Sensus tahun 1971 menunjukkan bahwa tingkat melek huruf bagi anak
yang berusia 10 tahun adalah 72% dikalangan laki-laki dan 50,3%
pada perempuan. Tetapi secara umum kualitas sistem sekolah telah
menurun sejak tahun 1950-an, sehingga angka melek huruf ini tidak
bisa dianggap sebagai bukti bhwa pendidikan formal sudah cukup
tersedia. Pada tahun 1973, walaupun 57% (11,8 juta) dari penduduk

21

yang berusia 7-12 tahun duduk disekolah dasar, namun masih tersisa
sekitar 8.9 juta dalam kelompok ini ynag tidak berpendidikan. Pada
tingat perguruan tinggi, pemerintahan ndonesia mampu melampaui
rekor yang dicapai Belanda. Namun, pada tahun 1973, hanya sekitar
seperempat dari 1% penduduk (329.300) yang terdaftar dilembaga
perguruan tinggi negeri dan swasta, 117.600 diantaranya terdaftar di
Universitas atau lembaga perguruan tinggi negeri. Jumlah ini agak
rendah, tetapi jumlah lulusannya lebih banyak daripada yang bisa
dipekerjakan negara, kerena faktanya tingkat pengangguran bagi
lulusan kian bertambah. Kualitas pendidikan pada tingkat perguruan
tinggi ini juga menuai kririk. Pemerintah baru mampu membuat
kemajuan besar dibidang kesehatan dan pendidikan dipertengahan
tahun 1970-an.
3.

Sosial Budaya
Masalah sosial bangsa semakin rumit dengan berlanjutnya
urbanisasi. Pada ahun 1971, sebanyak 17,3% dari penduduk Indonesia
tinggal dikota bandingkan dengan 14,8% Pada tahun 1962 dan 3,8%
pada tahun 1930/. Pada tahun 1971,penduduk Jakarta sudah
melampaui 4,5 juta jiwa. Jawa tetap tecatat sebagai pulau dengan
jumlah populasi tersebar di Indonesia (60,4% pada ahun 1971). Orde
Baru, seperti juga Belanda, gagal memindahkan penduduk dipulau
Jawa keluar pulau dalam proporsi yang signifikan. Kebijakan
memindahkan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang
jarang ini kini disebut dengan “transmigrasi”.
Masa Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam
proses untuk mewujudkan cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial
budaya, masyarakat dapat digambarkan dari berbagai sisi. Selama
dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,3%
setiap tahun. Dalam tahun tahun awal 1990-an angka tadi dapat
diturunkan menjadi sekitar 1,6% setiap tahun. Jika awal tahun 1970an penduduk Indonesia mempunyai harapan hidup rata-rata sekitar 50

22

tahun maka pada tahun 1990-an harapan hidup lebih dari 61 tahun.
Dalam kurun waktu yang sama angka kematian bayi menurun dari 142
untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1000
kelahiran

hidup.

Hal

ini

antara

lain

dimungkinkan

makin

meningkatnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh
adanya Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan
Terpadu sampai di tingkat desa atau RT.
Dalam himpunan Tap MPR Tahun 1993 di bidang pendidikan,
fasilitas pendidikan dasar sudah makin merata. Pada tahun 1968
fasilitas sekolah dasar yang ada hanya dapat menampung sekitar 41%
dari seluruh anak yang berumur sekolah dasar. Fasilitas sekolah dasar
yang telah dibangun di pelosok tanah air praktis mampu menampung
anak Indonesia yang berusia sekolah dasar. Kondisi ini merupakan
landasan kuat menuju pelaksanan wajib belajar 9 tahun di tahun-tahun
yang akan datang. Sementara itu, jumlah rakyat yang masih buta huruf
telah menurun dari 39% dalam tahun 1971 menjadi sekitar 17% di
tahuan1990-an. Dampak dari pemerataan pendidikan juga terlihat dari
meningkatnya tingkat pendidikan angkatan kerja. Dalam tahun 1971
hampir 43% dari seluruh angkatan kerja tidak atau belum pernah
sekolah. Pada tahun 1990-an jumlah yang tidak atau belum pernah
sekolah menurun menjadi sekitar 17%. Dalam kurun waktu yang sama
angkatan kerja yang berpendidikan SMA ke atas adalah meningkat
dari 2,8% dari seluruh angkatan kerja menjadi hampir 15%.
Peningkatan mutu angkatan kerja akan mempunyai dampak yang luas
bagi laju pembangunan di waktu-waktu yang akan datang.
Pemerintah Orde Baru mendefinisikan kebudayaan nasional
sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah. Dengan demikian,
kebudayaan daerah yang dianggap bertentangan atau membahayakan
kebudayaan nasional akan dihapus atau dilarang. Pemerintah juga
mengontrol kerja dan produksi kebudayaan. Seniman tidak bisa
seenaknya mengahasilkan karya seni. Karya seni yang membahayakan

23

Pancasila dan UUD akan dilarang. Demikian pula dengan pementasan
drama atau teater. Semuanya harus ada izin tertulis dari aparat
keamanan. Selain itu isi pementasan atau isi puisi harus dikontrol.
4.

Ekonomi
Untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang kacau sebagai
peninggalan masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah menempuh cara:
1.

Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.

2.

MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni
program penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta
program pembangunan. Langkah-langkah yang diambil Kabinet
AMPERA mengacu pada TapMPRS tersebut adalah sebagai
berikut:
a.

Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektorsektor yang menyebabkan kemacetan.

b.

Debirokratisasi

untuk

memperlancar

kegiatan

perekonomian.
c.

Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk
melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut
maka ditempuh cara:


Mengadakan operasi pajak



Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan
perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak
sendiri dan menghitung pajak orang.



Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran
konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi
bagi perusahaan negara.



Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit
impor. Seluruh perencanaan dan pembangunan
ekonomi dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah.
Masyarakat
24

tidak

pernah

dilibatkan

dalam

perencanaan pembangunan. Rakyat hanya menjadi
objek atau sasaran pembangunan. Untuk memajukan
perekonomian
memajukan

nasional,

pembangunan

pemerintah
di

berbagai

terus
sektor,

termasuk sektor pertanian. Kebijakan modernisasi
pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan
sebutan Revolusi Hijau. Revolusi Hijau merupakan
perubahan cara bercocok tanam daricara tradisional
ke cara modern. Revolusi Hijau (Green Revolution)
merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari
hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih
unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi,
dan jagung yang mengakibatkan tingginya hasil
panen komoditas tersebut. Upaya yang dilakukan
pemerintah Indonesia untuk menggalakkan revolusi
hijau ditempuh dengan cara:
d.

Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan
nama Panca Usaha Tani yang meliputi:

e.



Pemilihan bibit unggul



Pengolahan tanah yang baik



Pemupukan



Irigasi



Pemberantasan hama

Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan
tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan lahan-lahan
baru.

f.

Diversifikasi Pertanian
Usaha penganeka-ragaman jenis tanaman pada suatu
lahan pertanian melalui sistem tumpang sari.
25

g.

Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber
daya pertanian yang kritis, yang membahayakan kondisi
lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.

5.

Pertahanan dan Keamanan
Guna

menciptakan

stabilitas

politik

maka

pemerintah

menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam
dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI.
Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah
tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam
pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka
mendapat

jatah

kursi

dengan

pengangkatan.

Pertimbangan

pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
Peran dan kedudukan ABRI semacam tidak hanya mengukuhkan
kekuatan pengaruh ABRI dalam penyelenggaraan Negara, tetapi juga
mengamankan kekuasaan Orde Baru itu sendiri. Tentara selama masa
Orde Baru adalah sebagai alat kekuasaan bagi pemerintah Orde Baru.
6.

Agama
Selama masa Orde Baru, hanya 5 agama saja yang
diperbolehkan hidup dan berkembang di kalangan masyarakat
sedangkan agama-agama lain dilarang. Orang yang tidak beragama
pun dilarang, jadi semua orang harus beragama, tetapi agamanya
harus salah satu dari kelima agama yang diperbolehkan. Pemerintah
juga mengawasi praktik-praktik keagamaan setiap agama. Praktik
keagamaan yang membahayakan keamanan atau bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945 akan ditindak dengan keras.

26

2.12 Jatuhnya Orde Baru
Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan
beberapa kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur. Kasus-kasus korupsi tidak
pernah mendapat penyelesaian hukum secara adil. Pembangunan Indonesia
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidak
adilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi
kesenjangan pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot
ke pusat. Akhirnya, muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di
Aceh dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk
lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh tunjangan
pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah
kesenjangan sosial. Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan
dalam bidang sosial dan politik.
Pemerintah melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan
rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan koran
maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau mengatasi kelompok
separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata. Misalnya, program
”Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM).
Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997–1998.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis
moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus
memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan
terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat
terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok
menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah
perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei
1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat
mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan.

27

Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut
kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi
reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet
Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi.
Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas
menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan
DPRD, UUAnti monopoli, dan UU Anti korupsi. Dalam perkembangannya,
Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk
diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya
kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya
kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

28

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Lahirnya orde baru dilatarbelakangi oleh terjadinya G30S 1965,
diikuti dengan kondisi politik, keamanan dan ekonomi yang kacau (inflasi
tinggi). Wibawa presiden Sukarno semakin menurun setelah gagal
mengadili tokoh-tokoh yang terlibat G30S. Presiden mengeluarkan
SUPERSEMAR 1966 bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang
dianggap perlu untuk memperbaiki keadaan negara. Akhirnya Presiden
Sukarnomengundurkan diri dan digantikan oleh Presiden Suharto.
Perkembangan politik pada masa orde baru diawali dari penataan
politik dalam negeri yaitu setelah sidang MPRS 1968 menetapkan Suharto
sebagai presiden dan dibentuklah Kabinet Pembangunan, penyederhanaan
dan pengelompokan partai politik, pemilihan umum serta mengadakan
Perpera di Irian Barat pada 2 Agustus 1969. Kedua, melakukan penataan
politik luar negeri yaitu dengan kembali menjadi anggota PBB serta
normalisasi hubungan dengan beberapa negara.
Pada masa awal Orde Baru pembangunan ekonomi di Indonesia maju
pesat

mulai

dari

pendapatan

perkapita,

pertanian,

pembangunan

infrastruktur dll. Upaya pembangunanekonomi dilaksanakan melalui
REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yangdimulai pada
tanggal 1 April 1969. Namun pada akhir tahun 1997 Indonesia dilandakrisis
ekonomi. Kondisi kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela.
Dalam bidang social budaya pada masa orde baru telah mengalami
kemajuan. Antara lainmakin meningkatnya pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dan fasilitas pendidikan dasar sudah makin merata dengan
adanya program wajib belajar 9 tahun. Ditetapkan tentang P-4 yaitu
Pedoman

Penghayatan

dan

Pengamalan

Pancasila

(Eka

Pancakarsa)untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.

29

Parasetia

3.2

Saran
Dengan permasalahan yang dialamai oleh pemerintahan pada masa
Orde Baru, seperti dengan banyaknya uatang luar negri bangsa indonesia
untuk pembangunan, meskipun pembangunan berjalan dengan lancar, tapi
inonesia menanggung utang yang begitu banyak. Selain itu, pemerintah
pada zaman tersebut terjadi sentralisasi dalam pemerintahan dan kegiatan
ekonomi.
Oleh karena itu penulis memberikan salah terhada permasalah
tersebut. Yaitu lakukan otonomi daerah kepada seluruh propinsi,sehingga
potensi-potensi yang ada pada dareah tersebut bisa dioptimalkan dengan
seefisien mungkin. Harus terjadi transparansi dalam sistem keuangan
sehingga masyarakat bisa mengerti.

30

DAFTAR PUSTAKA

As’ad Djamhari, Saleh. 1979. Ikhtisar Sejarah Perjuangan ABRI (1945
Sekarang).Cet. Ke-2. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI
Notosusanto, Nugraha. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 6, Jakarta : Balai
Pustaka.
M.C Rickleft, 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2400. Jakarta : Serambi
Ilmu Semesta.

Rina, 2008. Dinamika Kehidupan Poltik, Ekonomi, Sosial masa Orde Baru .
[serial on line]. http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesiamasa-orde-baru/. [13 Agustus 2016]

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
bahwasannya atas limpahan rakhmat dan karuniaNya, kami telah diberikan
kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas karya tulis ini dalam bentuk
makalah dengan judul “ MASA ORDE BARU (1966-1998)”.
Adapun tujuan penulisan makalah ini, adalah untuk memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan tugas semester ganjil mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan tahun pelajaran 2016/2017 di SMPN 1 Binong.
Makalah ini memuat tentang segala peristiwa dan penyebab yang terjadi
pada masa Orde Baru, yang disajikan secara sistematis berdasarkan literatur dari
beberapa sumber. Terimakasih disampaikan kepada Bapak/ Ibu guru mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membimbing dan memberikan
materi demi lancarnya tugas ini.
Namun demikian, penulis dalam hal ini sangat menyadari, bahwa
penulisan makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, ibarat
tiada gading yang tak retak, tentunya masih banyak kekurangan yang terdapat
pada penulis, dengan segala kerendahan hati dan segenap kemampuan yang kami
miliki, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca.
Teriring harapan, sudilah kiranya para pembaca memberikan kritik serta saran
yang membangun, demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Binong, Agustus 2016
Penulis

i

HALAMAN JUDUL

ii

KATA PENGANTAR.......................................................................