FORMAT DAN LAPORAN DAN PENDAHULUAN

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

A.

Pengertian
Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan
napas. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di
dalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang
cukup bagi bagian tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan
proses inflamasi yang berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam
struktur paru-paru, sehingga aliran udara terhambat secara permanen(itulah sebabnya
disebut “obstruktif kronis”).

B.

Anatomi Fisiologi
1. Rongga Hidung
Hidung


merupakan

organ

utama

saluran

pernapasan yang langsung berhubungan dengan dunia
luar yang berfungsi sebagai jalan masuk dan keluarnya
udara melalui proses pernapasan. Selain itu hidung juga
berfungsi untuk mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk, sebagai
filter dalam membersihkan benda asing yang masuk dan berperan untuk resonansi
suara, sebagai tempat reseptor alfaktorius.
2. Faring
faring merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher.
3. Laring

Laring merupakan saluran pernapasan yang terletak antara orofaring dan
trakea, fungsi dari laring adalah sebagai jalan masuknya udara, membersihkan jalan
masuknya makanan ke esofagus dan sebagai produksi suara.
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :

 Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan
 Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
4. Trakhea
Trakea merupakan organ tabung
antara laring sampai dengan puncak paru,
panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi
servikal 6-torakal 5

Disebut juga batang

tenggorokan Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut
karina
5. Bronkus
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua keparu-paru kanan

dan paru-paru kiri.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar diameternya.Bronkus
kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.
1. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut bronkus lobaris kanan (3
lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus).
Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus
lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental.
Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi subsegmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf.
2. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.
Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas.
3. Bronkiolus Terminalis, Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia).
4. Bronkiolus respiratori, Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus
respiratori. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara
jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
6. Paru Paru


Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
berada pada rongga dada bagian atas, di bagian samping di
batasi oleh otot dan rusuk dan di bagianb bawah di batasi oleh
diafragma yang berotot kuat.
Merupakan organ yang elastis berbentuk
kerucut Terletak dalam rongga dada atau toraks Kedua paru dipisahkan oleh
mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar Setiap
paru mempunyai apeks dan basis Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus
oleh fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus Lobos-lobus
tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
7. Alveolus
Merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan
bertanggung

jawab akan struktur paru-paru yang

menyerupai kantong kecil terbuka pada salah satu sisinya
dan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300
juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan
seluas 70 m2

Fisiologi Sistem Pernafasan
Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen
dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui
trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di
dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler,
yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam
arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen
100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan
setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan
mulut.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan
paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih

banyak darah datang di paru – paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau
sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam
darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk

memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini
mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah
menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari seluruh
tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel
jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen
berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon dioksida.
C.

Penyebab
 Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi:
a. Kebiasaan merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan kebiasaan
yang salah. Namun sebagaian besar perokok tidak mampu menghilangkan
kebiasaan ini. Resiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar bagi
prokok berat atau yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari. Bahkan,
resiko menghadapi kematian mendadak 5 kali lebih besar dari pada orang yang
tidak merokok sama sekali. Namun bagi mereka yang dapat berhenti merokok
sama sekali, resiko ini dapat berkurang hampir sama yang tidak merokok.
Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun bagi tubuh. Nikotin yang

terserap dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan, tetapi tetap
membahayakan jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta mengacaukan
irama jantung.
b. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis (ISPA)
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat
berupa bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa
batuk dan demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada.
Penanganan penyakit ini dapat dilakukan dengan istirahat, pengobatan
simtomatis sesuai gejala atau pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab,
peningkatan daya tahan tubuh dan pencegahan penularan kepada orang sekitar,
antara lain dengan menutup mulut ketika batuk, tidak meludah sembarang.

Faktor berkumpulnya banyak orang misalnya di tempat pengungsian tempat
korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering tergenang
banjir. Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki lain. Pada musim
banjir, maka masala utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik.
Seperti ISPA, maka faktor berkumpulnya banyak orang berperan dalam
penularan infeksi kulit. Penyakit saluran cerna lain, adalah demam tifoid, yang
juga terkait dengan faktor kebersihan makanan. Upaya untuk mengatasi tentu

saja dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan
c. Polusi udara
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran
udara kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai
andil sangat besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan )
oleh kendaraan bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin
bertambah besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai
sumber pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi gas buah
dari cerobong asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari
sumber pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah,
kebakaran hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO
( word helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di anggap
serius. Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, serta
mudah merusak harta benda adalah partikulat yang mengandung partikel
( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida.
Kesemuanya di emisikan oleh kendaraan bermontor.
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah
menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermontor, se3dangkan 10%

sisannya menghirup udara yang bersifat” marjinal”. Akibat menghirup udara
yang tidak bersih ini lebih fatal pada bayi dan anak-anak. Demikian pula pada
orang dewasa yang beresiko tinggi, misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta
orang yang telah memiliki riwayat penyakit paru dan saluran pernapasan
menaun. Celakanya, para penderita maupun kelurganya tidak menyadari bahwa

berbagai akibat negatif tersebut berasal dari pencemaran udara akibat emisi
kendaraan bermontor semakin memperhatinkan.

D.

Manifestasi klinik.
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata

g. Deformitas toraks

E.

Patofisiologi
Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan
kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen
bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini menimbulkan
dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan bronkielus
berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan
akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama
disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak,
biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi
yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi (napas
lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan
hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya meningkat).
Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik
jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan bagian bawah paru
akan tertutup. Pada penderita COPD saluran saluran pernapasan tersebut akan lebih
cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup

serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak
seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun
aliran darah ke alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak
sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.
Perjalanan klinis penderita PPOK terbentang mulai dari pink puffers sampai blue
bloaters adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang
berarti. Biasanya dispnea mulai timbul antara usia 30 sampai 40 tahun dan semakin

lama semakin berat. Pada penyakit lanjut, pasien mungkin begitu kehbisan napas
sehingga tidak dapat makan lagi dan tubuhnya tampak kurus tak berotot. Pada
perjalanan penyakit lebih lanjut, pink puffers dapat berlanjut menjadi bronktis kronis
sekunder. Dada pasien berbentuk tong, diafragma terletak rendah dan bergerak tak
lancar. Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan, sedangkan kor pulmonal (penyakit
jantung akibat hipertensi pulmonal dan penyakit paru) jarang ditemukan sebelum
penyakit sampai pada tahap terakhir. Gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi
minimal, sehingga dengan hiperventilasi penderita pink puffers biasanya dapat
mempertahankan gas-gas darah dalam batas normal sampai penyakit ini mencapai
tahap lanjut. Paru biasanya membesar sekali sehingga kapasitas paru total dan volume
residu sangat meningkat.
Pada keadaan PPOK ekstrim yang lain didapatkan pasien-pasien blue bloaters
(bronchitis tanpa bukti-bukti emfisema obstuktif yang jelas). Pasien ini biasanya
menderita batuk produktif dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang dapat
berlangsung selama bertahun-tahun sebelum tampak gangguan fungsi. Akan tetapi,
akhrnya timbul gejala dipsnea pada waktu pasien melakukan kegiatan fisik. Pasienpasien ini memperlihatkan gejala berkurangnya dorongan untuk bernapas; mengalami
hipoventilasi dan menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Rasio ventilasi/perfusi juga
tampak sangat berkurang. Hipoksia yang kronik merangsang ginjal untuk memproduksi
eritrropoetin, yang akan merangsang peningkatan pembentukan sel-sel darah merah,
sehingga terjadi polisitemia sekunder. Kadar hemoglobin dapat mencapai 20gram/ 100
ml atau lebih, dan sianosis mudah tampak karena Hb dapat tereduksi mudah mencapai
kadar 5 gram/100ml walaupun hanya sebagian kecil Hb sirkulasi yang berada dalam
bentuk Hb tereduksi. Pasien-pasien ini tidak mengalami dispnea sewaktu istirahat
sehingga mereka tampak sehat. Biasanya berat tubuh tidak banyak menurun dan bentuk
tubuh normal. Kapasitas paru total normal dan diafrgma berada pada posisi normal.
Kematian biasanya terjadi akibat kor pulmonal atau akibat kegagalan pernapasan.
Perjalanan klinis PPOK yang khas berlangsung lama, dimulai pada usia 20-30
tahun dengan batuk “merokok”, atau “pagi” disertai pembentukan sedikit sputum
mukoid. Infeksi pernapasan ringan cenderung berlangsung lebih lama dari biasanya
pada pasien-pasien ini. Meskipun mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja
fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka
waktu lama. Akhirnya, serangan bronchitis akut makin sering timbul terutama pada
musim dingin dan kemampuan kerja pasien berkurang, sehingga waktu mencapai usia
50-60an pasien mungkin harus berhenti bekerja. Pada pasien dengan tipe emfisema tosa
yang mencolok perjalanan klinis tampaknya tidak begitu lama yaitu tanpa riwayat batuk

produktif dan dalam beberapa tahun timbul dipsnea yang membuat pasien menjadi
sangat lemah. Bila timbul hiperkapnia, hipoksemia dank or pulmonal prognosisnya
buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbul penyakit.
Gabungan gagal napas dan gagal jantung yang dipercepat oleh pneumonia merupakan
penyebab kematian yang lazim.
F.

Patways

G.

Pemeriksaan Penunjang
1. Tes fungsi paru menunjukkan obstruksi aliran nafas dan menurunnya pertukaran
udara akibat destruksi jaringan paru. Kapasitas total paru bisa normal atau
meningkat akibat udara yang terperangkap. Dilakukan pemeriksaan reversibilitas
karena 20% pasien mengalami perbaikan dari pemberian bronkodilator.
2. Foto toraks bisa normal, namun pada emfisema, akan menunjukkan hiperinflasi
disertai hilangnya batas paru serta jantung tampak kecil.
3. Computed tomography bisa memastikan adanya bula emfisematosa.
4. Analisa gas darah harus dilakukan jika ada kecurigaan gagal nafas. Pada hiposemia
kronis kadar hemoglobin bisa meningkat. (Patrick Davey. 2005)

H.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat
perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar tidak
terjadi hipoksia.pendekatan terapi mencakup :
1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas.
2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi
pernapasan yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.
Jenis obat yang diberikan:
1. Bronkodilators.
2. Terapi aerosol.
3. Terapi infeksi.
4. Kortikostiroid.
5. Oksigenasi.

I.

Fokus pengkajian keperawatan
A. Pengkajian
1.
Biodata
a.
Identitas Pasien
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis
kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi,
pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam
masuk Rumah Sakit.
b.
Identitas penanggung jawab
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
status bangsa, status perkawinan, hubungan dengan klien dan alamat.
2.
Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Bronkhitis biasanya mengeluh
adanya sesak nafas.
3.
Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami
pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.
4.
Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Bronkhitis
atau penyakit menular yang lain.
5.
Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada
yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang
lain yang ada di dalam keluarga.
6. Pola fungsi kesehatan
Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut
Gordon :
a.
Persepsi terhadap kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan
perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
b.
Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitis
mengalami keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas
gangguan karena adanya dispnea yang dialami.
c.
Pola istirahat dan tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya
adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi
fowler.Sedangkan pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat
karena untuk mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas
yang berlebih.
d.
Pola nutrisi-metabolik.
Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah
pada pasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi
pada tubuh yang berakibat adanya penurunan BB dan penurunan
massa otot.
e.
Pola eliminasi.
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan
pada kebiasaan BAB dan BAK.
f.
Pola hubungan dengan orang lain.
Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan
mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.
g.
Pola persepsi dan konsep diri.
Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif
untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi
(Body Image, identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).
h.
Pola reproduksi dan seksual.
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah
akan mengalami perubahan.
i.
Pola mekanisme koping.
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani
pengobatan yang intensif.
j.
Pola nilai dan kepercayaan.
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah
yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan
akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.
7.
Pemeriksaan Fisik

1)

2)

3)

4)

5)

6)

Paru-paru :
Adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi ronchi,
hipersonor atau bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa
didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia.
Kardiovaskuler :
TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat,
akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi,
kadang terjadi anemia, nyeri dada.
Neuromuskular :
Perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke apatis,somnolen
hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya kelemahan anggota
badan dan terganggunya aktivitas.
Perkemihan :
pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan eliminasi seperti
retensi urine ataupun inkontinensia urine.
Pencernaan
Inspeksi : kaji adanya mual,muntah,kembung,adanya distensi
abdomen dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi.
Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus.
Perkusi : kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya
kembung.
Palpasi : kaji adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi
adanya infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada abdomen.
Bone :
adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanyasianosis.
Integumen turgor kulit menurun, kulit kering.

B. Klasifikasi data
Ø Data Subyektif :
KLien mengatakan sesak napas
Klien
mengatakan
batuknya
berdahak
Klien mengatakan berat badannya
menurun,
Klien mengatakan kurang nafsu
makan
Klien mengatakan tidak bisa
beraktivitas
Klien mengatakan sesak bertambah
saat beraktivitas
Klien mengatakan cemas
Klien selalu bertanya tentang
penyakitnya

Ø Data Obyektif :
Suara paru ronkhi
Klien nampak batuk berdahak
Frekuensi napas cepat
Klien bernapas menggunakan otot
otot pernapasan
Klien nampak batuk
Porsi makan tidak dihabiskan
Badan tampak kurus
Berat badan menurun
Nampak aktivitas dibantu
Klien
nampak
sesak
saat
beraktivitas
Klien nampak gelisah
Klien selalu bertanya.

J.

Fokus Intervensi Keperawatan

No.
4.

Diagnosa keperawatan
(NANDA)
Intoleransi aktifitas b.d
ketidakseimbagan
antara suplai dan
kebutuhan oksigen.












5.

Risiko tinggi
penyebaran infeksi
yang b.d penyakit
kronis .

Tujuan (NOC)
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai peningkatan darah,
nadi dan RR.
Mampu melakukan aktivitas seharihari (ADLs) secara mandiri.
Tanda-tanda vital normal.
Energi psikomotor.
Level kelemahan.
Mampu berpindah: dengan atau
menggunakan alat.
Status kardiopulmoari adekuat.
Sirkulasi status baik.
Status respirasi: pertukara gas da
vetilasi adekuat.

 Tidak muncul tanda tanda infeksi
sekunder.
 Klien dapat mendemonstrasikan
kegiatan untuk menghindarkan
infeksi.

Perencanaan
Intervensi (NIC)
 Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
merencanaakan program terapi yang tepat
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan.
 Bantu utuk memilih aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan fisik, sosial dan psikologi.
 Bantu utuk mengidetifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu klien untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien membuat jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik,emosi, sosial dan spiritual.
 Monitor vital sign, terutama pada proses terapi.
 Demonstrasikan teknik mencuci yang benar.
 Ubah posisi dan berikan pulmonari toilet yang baik.
 Batasi pengunjung atas indikasi.
 Lakukan isolasi sesuai dengan kebutuhan individual.
 Anjurkan untuk istirahat secara adekuat sebanding
dengan aktifitas, tingkatkan intake nutrisi secara
adekuat.

Rasional
Mengurangi stres dan stimulasi yang berlebihan,
meningkatkan istirahat
Klien mungkin merasa nyaman dalam kepala dalam
keadaan evalasi, tidur di kursi atau istiirahat pada
meja dengan bantuan bantal
Meminimalkan
kelelahn
dan
menolong
menyeimbangkan suplai oksigen dan kebutuhan.

Selama peride ini, potensial berkembang menjadi
komplikasi yang lebih fatal( hipotensi / shock ).
Sangat efektif untuk mengurangi penyebaran
infeksi .
Meningkatkan ekspektorasi, membersihkan dari
infeksi.
Mengurangi paparan dengan organisme patogen
lain.
Isolasi mungkin dapat mencegah penyebaran
atau memproteksi klien dari proses infeksi
lainya.
Memvasilitasi
proses
pengembuhan
dan
meningkatkan pertahanan tubuh alami.

K. Daftar Pustaka
Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.2009.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Herdman,T. Heather.2012.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC
Huda Nurarif,Amin dan Hardi kusuma.2015.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf