BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Payudara 2.1.1 Anatomi Payudara - Karakteristik Gambaran Histopatologi Kanker Payudara berdasarkan Umur di Kota Medan periode 2010-2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Payudara

2.1.1 Anatomi Payudara

Gambar 2.1 Anatomi Payudara Perempuan

  Sumber : Medscape, 2013 Payudara lazimnya terletak pada kosta ke 2 atau ke 3 sampai ke tulang rawan iga ke 7, dan dari garis aksilla depan sampai ke pinggir sternum, akan tetapi tidak jarang sampai ke m. latissimus dorsi (Djamaloeddin, 2009).

  Fungsi kelenjar payudara adalah untuk sintesis, sekresi, dan ejeksi susu; fungsi-fugsi ini yang disebut laktasi, berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Produksi susu distimulasi secara dominan oleh hormon prolaktin dari hipofisis anterior, dengan kerjasama oleh progesteron dan estrogen. Ejeksi susu distimulasi oleh oxytocin, yang dihasilkan dari hipofisis posterior sebagai respon menghisap oleh bayi pada puting susu ibu (Tortora, 2009)

  Payudara terdiri dari jaringan lemak dan jaringan penghasil susu berbentuk glandular. Perbandingan jaringan lemak dan jaringan glandular bervariasi pada setiap orang.Seiring bertambahnya usia, jaringan lemak semakin banyak dan jaringan penghasil susu tersebut akan berkurang (Gabriel, 2013).

  Struktur payudara laki-laki hampir identik dengan yang ada pada payudara wanita, kecuali bahwa jaringan payudara laki-laki tidak memiliki lobulus khusus, karena tidak ada kebutuhan fisiologis untuk produksi susu oleh payudara laki-laki. Seiring waktu, laki-laki tidak memiliki pertumbuhan dan perkembangan payudara kompleks yang sama seperti perempuan . Pada masa pubertas, tingkat testosteron yang tinggi dan tingkat estrogen yang rendah menghentikan perkembangan payudara pada laki-laki. Beberapa saluran susu ada, tetapi mereka tetap tidak berkembang dan lobulus yang paling sering absen. Namun, masalah payudara, termasuk kanker, dapat terjadi pada pria (Komen, 2013).

Gambar 2.2 Anatomi Payudara Laki-Laki

  Sumber : American Cancer Society, 2013 Perkembangan payudara dimulai pada embrio sekitar 6 minggu, ketika prekursor dari kelenjar susu terbentuk di lapisan ectodermal dari permukaan ventral embrio. Beberapa pasang tunas biasanya hilang selama bulan ketiga kecuali untuk dua tunas payudara di daerah dada yang akhirnya berkembang menjadi kelenjar susu. Saat lahir, payudara manusia berkembang dan identik pada pria dan wanita. Kelenjar payudara dalam banyak askpek adalah organ embrio karena mengalami diferensiasi utama setelah lahir (Brenner, 2005).

Gambar 2.3 Penampang Payudara Pria dan Wanita Potongan Sagital

  Sumber : American Cancer Society, 2013 Jaringan payudara teraba pada bayi baru lahir dianggap fisiologis dan terutama terkait dengan paparan hormon ibu dalam rahim atau melalui menyusui.Hal ini secara signifikan lebih pada anak perempuan daripada anak laki- laki, yang mungkin menunjukkan bahwa jaringan payudara sensitif terhadap steroid seks. Faktor-faktor lain seperti nutrisi atau hormon eksternal juga dapat mempengaruhi ukuran jaringan payudara postnatal (Brenner, 2005).

  Ada perbedaan gender dalam tingkat serum estradiol, sensitivitas jaringan payudara terhadap steroid seks, dan ukuran payudara. Histologi jaringan payudara pada anak di bawah usia 2 tahun mirip dengan kelenjar nifas dari perempuan dewasa, dan pada usia 2 tahun pola payudara manusia dan reseptor estrogen sudah terbentuk. Kadar hormon seks pada awal kehidupan dapat mempengaruhi perkembangan patologi payudara. Sebagai contoh, wanita terkena peningkatan kadar estradiol serum ibu selama kehidupan janin memiliki peningkatan risiko mengembangkan kanker payudara di masa dewasa . Di sisi lain, preeklamsia ibu, ditandai dengan kadar estrogen yang rendah, memiliki efek perlindungan terhadap kanker payudara di masa dewasa (Brenner, 2005).

Gambar 2.4 Kelenjar Payudara

  Sumber : American Cancer Society, 2012 Selama pubertas, yang dimulai pada usia 10-12 tahun, hipofisis mensekresikan follicle- stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone

  (LH), menyebabkan pematangan folikel ovarium, yang kemudian mengeluarkan estrogen.Hormon-hormon ini menyebabkan pertumbuhan dan pematangan payudara dan organ genital. Estrogen mendorong pertumbuhan epitel duktal pada payudara. Duktal terminal juga membentuk umbi dari Krause. Ada juga kelenjar keringat apokrindan sebasea tetapi tidak folikel rambut. Areola melingkar dan berpigmen, berukuran 15-60 mm. Di pinggiran ada tuberkel Morgagni yang dibentuk oleh kelenjar Montgomery, yang merupakan kelenjar yang sebaceous mampu mensekresi susu (Brenner, 2005).

  Payudara melekat pada otot pektoralis mayor di antara iga ke dua dan ke enam. Kelenjarnya melekat ke fascia otot pektoralis mayor dengan ligamen Cooper. Ligamen ini melekatkan jaringan parenkim payudara ke fascia otot pektoralis mayor sampai ke kulit bagian dermis. Ligamen ini tidak kaku sehingga payudara dapat bergerak dengan alami. Ligamen ini akan semakin mengendur seiring berjalannya usia (Gabriel, 2013).

  Suplai darah ke kulit payudara berasal dari pleksus subdermal, yang berhubungan langsung dengan pembuluh darah yang lebih dalam di parenkim payudara. Suplai darah tersebut bersumber dari : a.

  Pembuluh darah mamaria interna b. Arteri thoracoacromial

c. Pembuluh darah otot serratus anterior d.

  Arteri thoracica lateral e. Cabang terminal dari pembuluh darah intercosta ke tiga sampai ke delapan

Gambar 2.5 Penampang Payudara Potongan Sagital

  Sumber : American Cancer Society, 2012 Persarafan sensorik payudara yang utama bersumber dari cabang anterolateral dan anteromedial saraf thoracic intercostal T3-T5. Saraf supraclavicular dari serabut pleksus servikalis bawah juga menginervasi bagian atas dan lateral payudara. Sedangkan sensasi puting payudara merupakan hasil dari persarafan cabang saraf kutaneous lateralis T4 (Gabriel, 2013).

  Payudara terletak di atas otot-otot yang membangun dinding dada. Otot- otot tersebut adalah pectoralis major, serratus anterior, obliquus eksternus, dan fascia rectus abdominis. Suplai darah untuk otot-otot ini `menembus hingga ke parenkim payudara. Dengan tetap melekat dengan otot-otot ini, jaringan payudara terjamin perdarahannya (Gabriel, 2013).

  Payudara juga memiliki sistem limfatik. Sebagian besar kelenjar limfa payudara akan bermuara di nodus limfatikus aksila (axillary nodes). Jika sel kanker sampai ke nodus tersebut dan terus bertumbuh, maka kelenjar tersebut akan menjadi bengkak (Gabriel, 2013).

Gambar 2.6 Pembuluh Darah Limfatik Payudara

  Sumber : American Cancer Society, 2012

2.1.2 Histologi Payudara

  Setiap kelenjar payudara terdiri atas 15-25 lobus dari jenis tubuloaveolar kompleks, yang berfungsi menyekresi air susu bagi neonatus. Setiap lobus, yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat padat dan banyak jaringan lemak, sesungguhnya merupakan suatu kelenjar tersendiri dengan duktus ekskretorius aktiferusnya sendiri. Duktus itu, dengan panjang 2-4,5 cm, bermuara pada papila mammae, yang memiliki 15-25 muara, masing-masing berdiameter 0,5 mm. Struktur histologi kelenjar payudara bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan status fisiologis (Junqueira, 2007)

2.1.3 Jenis-jenis kelainan pada payudara

1. Perubahan fibrokistik

  Nama ini digunakan untuk berbagai perubahan di payudara perempuan yang berkisar dari kelainan tidak berbahaya hingga yang berkaitan dengan peningkatan risiko karsinoma payudara.Telah diterima secara luas bahwa kelainan ini adalah akibat dari peningkatan dan distorsi perubahan siklik payudara yang terjadi secara normal selama daur haid. Kelainan ini dibagi menjadi pola nonproliferatif dan proliferatif. Semua cenderung timbul selama usia subur dan mungkin menetap setelah menopause (Kumar,2009).

  a. Perubahan Nonproliferatif a.1 Kista dan Fibrosis

  Perubahan nonproliferatif merupakan kelainan tipe tersering, ditandai dengan peningkatan stroma fibrosa disertai oleh dilatasi duktus dan bentuk kista biasanya terdiri atas jaringan fibrosa yangkehilangan gambaran miksomatosa. Infiltrat limfosit stroma sering ditemukan pada lesi ini dan varian lain perubahan fibrokistik (Kumar,2009).

  b. Perubahan Proliferatif b.1 Hiperplasia Epitel

  Istilah hiperplasia epitel dan perubahan fibrokistik proliferatif mencakup serangkaian lesi proliferatif di dalam duktulus, duktus terminalis, dan kadang-kadang lobulus payudara. Sebagian hiperplasia epitel ini bersifat ringan dan tidak membawa risiko karsinoma, sebagian lagi memiliki risiko signifikan. Gambaran makroskopis hiperplasia epitel tidak khas dan sering didominasi oleh perubahan fibrosa atau kistik (Kumar,2009).

  b.2 Adenosis Sklerotikans

  Varian ini lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan kista dan hiperplasia, tetapi signifikan karena gambaran klinis dan morfologiknya mungkin mirip dengan karsinoma. Di lesi ini tampak mencolok fibrosis intralobularis serta proliferasi duktulus kecil dan asinus. Walaupun secara klinis dan histologis kadang-kadang sulit dibedakan dengan karsinoma, adenosis sklerotikans dilaporkan hanya sedikit memperlihatkan risiko berubah menjadi kanker. Secara makroskopis, lesi memiliki konsistensi keras seperti karet, serupa dengan yang ditemukan pada kanker payudara (Kumar,2009).

2. Peradangan

  Jarang ditemukan dan selama stadium akut biasanya menimbulkan nyeri tekan di bagian yang terkena. Beberapa bentuk mastitis dan nekrosis lemak traumatik masuk dalam kategori ini dan tidak berisiko menjadi kanker (Kumar,2009).

  Mastitis akut terjadi jika bakteri memperoleh akses ke jaringan payudara melalui duktus, jika terjadi perembesan sekresi, melalui fisura di puting, yang biasanya terjadi pada minggu-minggu awal menyusui atau dari berbagai bentuk

  Ektasia duktus mamaria (mastitis periduktus atau sel plasma) adalah peradangan nonbakterial payudara yang berkaitan dengan penyumbatan duktus ekskretorius utama oleh sekresi payudara. Dilatasi dan ruptur duktus menimbulkan perubahan reaktif pada jaringan payudara di sekitarnya. Kelainan ini jarang terjadi, biasanya ditemukan pada perempuan usia 40-50-an yang melahirkan. Ektasia duktus mamaria sangat penting karena menyebabkan indurasi jaringan payudara dan retraksi kulit atau puting payudara, mirip dengan kelainan yang disebabkan oleh beberapa karsinoma (Kumar,2009).

  Nekrosis lemak traumatik merupakan lesi yang jarang dan tidak berbahaya yang signifikan hanya karena menyebabkan pembentukan massa. Sebagian besar pasien menyatakan adanya trauma pada payudara sebelumnya (Kumar,2009).

3. Tumor Payudara

  Tumor merupakan lesi terpenting pada payudara perempuan. Tumor dapat berasal dari jaringan ikat atau epitel. Tumor yang berasal dari epitel yang sering menyebabkan neoplasma payudara. Berikut adalah beberapa jenis tumor payudara:

  a. Fibroadenoma Sejauh ini adalah tumor jinak tersering pada perempuan.

  Peningkatan aktivitas estrogen mutlak dianggap sebagai penyebabnya. Tumor ini biasaya muncul pada perempuan muda, dengan insidensi puncak adalah pada usia 30-an. Secara klinis, fibroadenoma biasanya bermanifestasi sebagai massa soliter, diskret, dan mudah digerakkan. Secara makroskopis, semua fibroadenoma teraba padat dengan warna seragam cokelat-putih pada irisan, dengan bercak-bercak kuning-merah muda yang mencerminkan kelenjar (Kumar,2009).

  b. Tumor Filoides

  Tumor ini jauh lebih jarang ditemukan daripada fibroadenoma dan diperkirakan berasal dari stroma intralobulus. Tumor ini mungkin kecil besar, mungkin masif sehingga payudara membesar. Sebagian mengalami lobulasi dan menjadi kistik, karena pada potongan memperlihatkan celah mirip daun, tumor ini disebut tumor filoides (kata Yunani untuk “seperti daun”). Perubahan yang paling merugikan adalah peningkatans elularitas stroma disertai anaplasia dan aktivitas mitotik yang tinggi, disertai dengan peningkatan pesat ukuran, biasanya dengan invasi jaringan payudara di sekitarnya oleh stroma maligna (Kumar,2009).

c. Papiloma Intraduktus Adalah pertumbuhan tumor neoplastik dalam suatu duktus.

  Sebagian besar lesi bersifat soliter dengan diameter < 1cm, ditemukan di dalam sinus atau duktus laktiferosa utama. Lesi ini menimbulkan gejala klinis berupa : c.1 Keluarnya discharge serosa atau berdarah dari puting payudara, c.2 Adanya tumor subareola kecil dengan garis tengah beberapa milimeter, c.3 Retraksi puting payudara (jarang)

  Secara histologis, tumor terdiri atas papila-papila, masing-masing memiliki aksis jaringan ikat yang dibungkus oleh sel epitel silindris atau kuboid yang sering terdiri atas dua lapis, dengan lapisan epitel luar terletak di atas lapisan mioepitel (Kumar,2009).

d. Karsinoma

  Kanker payudara merupakan kanker yang mengancam jiwa perempuan dan merupakan penyebab kematian utama perempuan. Kebanyakan kanker payudara dapat asimptomatik; nyeri,atau ketidaknyamanan bukan merupakan gejala yang biasanya timbul pada kanker payudara.kanker payudara biasanya terdeteksi pada mammogram sebelum dirasakan oleh pasien atau pun dokter. Pendekatan evaluasi dini dapat dilakukan dengan tiga cara: pemeriksaan klinis, pencitraan (radiologi; mammography dan atau ultrasonography), dan biopsi jarum (Stopeck,2013).

2.2 Kanker Payudara

2.2.1 Etiologi dan Patogenesis malignansi payudara Seperti kanker lainnya, penyebab kanker payudara masih belum diketahui.

  Namun tiga faktor tampaknya penting:

1. Perubahan genetik

  Seperti pada sebagian besar kanker lain, mutasi yang mempengaruhi protoonkogen dan gen penekan tumor di epitel payudara ikut serta dalam proses transformasi onkogenik. Di antara berbagai mutasi tersebut, yang paling banyak dipelajari adalah ekspresi berlebihan protoonkogen ERBB2 (HER2/NEU), yang diketahui mengalami amplifikasi pada hampir 30% kanker payudara. Gen ini adalah anggotadan famili reseptor faktor pertumbuhan epidermis, dan ekspresi berlebihannya berkaitan dengan prognosis yang buruk. Secara analog, amplifikasi gen

  RAS dan MYC juga dilaporkan terjadi pada sebagian kanker payudara manusia. Mutasi gen penekan tumor RB1 dan TP53 juga ditemukan.

  Dalam transformasi berangkai sel epitel normal menjadi sel kanker, kemungkinan besar terjadi banyak mutasi didapat (Kumar, 2009).

  Kanker adalah hasil dari serangkaian proses molekuler yang mengubah sel secara mendasar. Hal ini disebabkan karena mutasi yang terjadi pada gen yang mengatur siklus pembelahan sel. Dengan hilangnya kontrol tersebut, maka sel-sel ini membelah dan bertumbuh secara tidak terkontrol.Sel-sel ini kemudian bertumbuh dan mengembangkan sifat baru seperti perubahan pada struktur sel, menurunnya adhesi sel, dan produksi enzim-enzim baru yang memungkinkan mereka untuk menginvasi jaringan lain. Karena sel kanker secara mendasar mengganggu kontrol siklus sel, maka kecepatan pertumbuhannya tergantung dari jenis sel yang di serang. Semakin cepat siklus sel tersebut, maka semakin cepat pula pertumbuhan kanker yang berasal darinya. Sel yang sering menjadi sumber pertumbuhan kanker adalah sel epitel. Sel epitel memiliki siklus hidup Berdasarkan sifat tersebut, maka sel ini harus terus bereplikasi dan meregenerasi diri untuk dapat memenuhi fungsinya sebagai pelindung. Kecepatan replikasi sel epitel ini menyebabkan banyak jenis kanker yang berasal darinya. Sel jenis lain seperti sel yang berasal dari kelenjar tidak bereplikasi secepat sel epitel sehingga frekuensi insidensi kanker lumrahnya banyak berasal dari kanker yang bersumber dari sel epitel. (National Cancer Institute, 2012).

2. Pengaruh Hormon

  Kelebihan estrogen endogen, atau yang lebih tepat, ketidakseimbangan hormon, jelas berperan penting. Banyak faktor risiko yang telah disebutkan-usia subur yang lama, nuliparitas, dan usia lanjut saat memiliki anak pertama-mengisyaratkan peningkatan pajanan ke kadar estrogen yang tinggi saat siklus haid. Estrogen merangsang pembentukan faktor pembentukan oleh sel epitel payudara normal dan oleh sel kanker. Dihipotesiskan bahwa reseptor estrogen dan progesteron yang secara normal terdapat di epitel payudara, mungkin berinteraksi dengan promotor pertumbuhan, seperti

  transforming growth factor α (berkaitan dengan

  faktor pertumbuhan epitel), platelet–derived-growth-factor, dan faktor pertumbuhan fibroblas yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara, untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin perkembangan tumor (Kumar, 2009).

3. Faktor Lingkungan

  Pengaruh lingkungan diisyaratkan oleh insidensi kanker payudara yang berbeda-beda dalam kelompok yang secara genetis homogen dan perbedaan geografik dalam prevalensi, seperti telah dibicarakan. Faktor lingkungan lain yang penting adalah iradasi dan estrogen eksogen (Kumar, 2009)

2.2.2 Faktor Risiko

  1. Variasi geografik

  Terdapat perbedaan yang mengejutkan di antara berbagai negara untuk neoplasia ini secara bermakna lebih tinggi di Amerika Utara dan Eropa Barat dibandingkan di Asia dan Afrika. Sebagai contoh, insidensi dan angka kematian lima kali lebih tinggi di Amerika Serikat daripada di Jepang. Perbedaan ini tampaknya lebih disebabkan oleh faktor lingkungan daripada faktor geografik karena kelompok migran dari daerah dengan insidensi rendah ke daerah dengan insidensi tinggi cenderung mencapai angka negara tujuan, dan demikian sebaliknya. Makanan, pola reproduksi, dan kebiasaan menyusui diperkirakan berperan (Kumar, 2009).

  2. Usia

  Kanker payudara jarang terjadi pada perempuan berusia kurang dari 30 tahun. Setelah itu, risiko meningkat secara tetap sepanjang usia, tetapi setelah menopause bagian menanjak dari kurva hampir mendatar (Kumar, 2009). Bertambahnya usia merupakan salah satu faktor risiko paling kuat untuk kanker payudara. Meskipun kanker payudara dapat terjadi pada wanita muda,secara umum merupakan penyakit penuaan. Seorang wanita berusia 30-an risikonya kira-kira 1 dalam 250, sedangkan untuk wanita pada usia 70-an nya,adalah sekitar 1 dari 30. Sebagian besar kanker payudara yang didiagnosis adalah setelah menopause dan sekitar 75% dari kasus kanker payudara terjadi setelah 50 tahun (National breast

  and ovarian cancer center , 2009)

  3. Genetika dan Riwayat Keluarga

  Sekitar 5%-10% kanker payudara berkaitan dengan mutasi herediter spesifik. Perempuan lebih besar kemungkinannya membawa gen kerentanan kanker payudara jika mereka mengidap kanker payudara sebelum menopause, mengidap kanker payudara bilateral, mengidap kanker terkait lain (misal, kanker ovarium), memiliki riwayat keluarga yang signifikan (yaitu banyak anggota keluarga terjangkit sebelum menopause), atau berasal dari kelompok etnik tertentu. Sekitar separuh perempuan dengan kanker payudara herediter memperlihatkan mutasi di gen BRCA1 (pada kromosom 17q21.3) dan sepertiga lainnya mengalami kompleks serta tidak memperlihatkan homologi yang erat di antara keduanya, juga dengan gen lain yang diketahui. Meskipun peran pasti karsinogenesis dan spesifisitas relatifnya terhadap kanker payudara masih diteliti, kedua gen ini diperkirakan berperan penting dalam perbaikan DNA. Keduanya bekerja sebagai gen penekan tumor, karena kanker muncul jika kedua alel inaktif atau cacat-pertama disebabkan oleh mutasi sel germinativum dan kedua oleh mutasi somatik berikutnya (Kumar, 2009).

  4. Pajanan lama ke estrogen eksogen

  Pajanan lama ke estrogen eksogenyang dikenal sebagai terapi sulih estrogen (ERT, estrogen replacement therapy), diakui dapat mencegah atau paling tidak menunda onset osteoporosis dan melindungi pemakai dari penyakit jantung dan stroke. Namun, terapi ini jga menyebabkan peningkatan moderat insidensi kanker payudara. Insidensi sedikit lebih tinggi pada perempuan yang menggunakan kombinasi estrogen dan progestagen. Namun para perempuan ini umumnya datang dengan kanker yang stadium klinisnya belum terlalu lanjut dan memperlihatkan angka mortalitas lebih rendah dibandingkan dengan kanker yang timbul pada perempuan yang belum pernah mendapat terapi sulih hormon. Jika semua pro dan kontra dipertimbangkan, manfaat TSE jauh lebih besar daripada kemungkinan efek sampingnya dalam kaitannya dengan peningkatan keseluruhan usia harapan hidup bagi sebagian besar perempuan (Kumar, 2009).

  5. Kontrasepsi oral

  Kontrasepsi oral juga dicurigai meningkatkan risiko kanker payudara. Walaupun buktinya juga saling bertentangan, formulasi yang baru berupa dosis rendah seimbang estrogen dan progestin hanya sedikit meningkatkan risiko, yang lenyap 10 tahun setelah penghentian pemakaiannya (Kumar, 2009).

  6. Radiasi pengion Besar risiko bergantung pada dosis radiasi, waktu sejak pajanan, dan usia.

  Hanya perempuan yang diradiasi sebelum usia 30 tahun, saat perkembangan payudara, yang tampaknya terkena. Sebagai contoh, 20%- 30% perempuan yang diradiasi saat remaja dan usia 20 tahun akan terjangkit kanker payudara, tetapi risiko untuk perempuan yang diterapi pada usia setelah itu meningkat. Dosis radiasi yang rendah pada penapisan mamografi hampir tidak berefek pada insidensi kanker payudara (Kumar, 2009).

2.2.3 Klasifikasi Kanker Payudara

  Kanker payudara dibagi menjadi kanker yang belum menembus membran basal (noninvasif) dan kanker yang sudah menembus membran basal (invasif). Bentuk utama karsinoma payudara dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Noninvasif a.1 Karsinoma Duktus In Situ (DCIS; Karsinoma Intraduktus)

  Memperlihatkan gambaran histologik yang beragam. Pola arsitekturnya, antara lain tipe solid, kribriformis, papilaris, mikropapilaris, dan clinging. Di setiap tipe mungkin ditemukan nekrosis. Gambaran nukleus bervariasi dari derajat rendah dan monomorfik hingga derajat tinggi dan heterogen. Subtipe komedo ditandai dengan sel dengan nukleus derajat tinggi dan nekrosis sentral yang luas. Nama berasal dari jaringan nekrotik mirip pasta gigi yang dapat dikeluarkan dari duktus yang terpotong dengan tekanan lembut. DCIS sering disertai kalsifikasi karena bahan sekretorik atau debris nekrotik yang mengalami kalsifikasi.

  Penyakit Paget pada puting payudara disebabkan oleh perluasan DCIS ke duktus laktiferosa dan ke dalam kulit puting susu di dekatnya. Sel ganas merusak sawar epidermis normal, sehingga carian ekstrasel dapat dikeluarkan ke permukaan. Gambaran klinis biasanya berupa eksudat berkopeng unilateral di atas puting di bawah areola.

  Tidak seperti DCIS, memperlihatkan gambaran uniform. Sel bersifat monomorf dengan nukleus polos budar dan terdapat dalam kelompok kohesif di duktus dan lobulus. Vakuol musin intrasel sering ditemukan. LCIS hampir selalu ditemukan secara tidak sengaja dan tidak seperti DCIS, tumor ini jarang membentuk metastasis serta, tidak seperti DCIS, jarang membentuk massa sehingga jarang mengalami kalfikasi. Oleh karena itu, insidensi LCIS hampir tidak berubah pada populasi yang menjalani pemeriksaan penyaring mamografi. Sekitar sepertiga perempuan dengan LCIS akhirnya menderita karsinoma invasif. Tidak seperti DCIS, karsinoma invasif sama seringnya muncul di kedua payudara.

b. Invasif (Infiltratif)

  

b.1 Karsinoma Duktus Invasif (“not otherwise specified”; NOS; tidak

dirinci lebih lanjut)

  Adalah istilah yang digunakan untuk semua karsinoma yang tidak dapat disubklasifikasikan ke dalam salah satu tipe khusus dan tidak menunjukan bahwa tumor ini secara spesifik berasal dari sistem duktus.

  b.2 Karsinoma Lobulus Invasif

  Terdiri atas sel yang secara morfologis identik dengan sel pada LCIS. Pada dua pertiga kasus ditemukan LCIS di sekitar tumor. Sel-sel secara sendiri-sendiri menginvasi stroma dan sering tersususn membentuk rangkaian. Kadang-kadang sel tersebut mengelilingi asinus atau duktus yang tampak normal atau karinomatosa, menciptakan apa yang disebut sebagai mata sapi (bull’s eye). Meskipun sebagian besar tumor bermanifestasi sebagai massa yang dapat diraba atau densitas pada desmoplastik serta secara klinis tersamar. Karsinoma lobulus lebih sering bermetastasis ke cairan serebrospinal, permukaan serosa, ovarium dan uterus, serta sumsum tulang dibandingkan dengan karsinoma duktus.

  b.3 Karsinoma Medularis

  Merupakan subtipe karsinoma yang jarang. Kanker ini terdiri atas lembaran sel besar anaplastik dengan tepi berbatas tegas. Secara klinis tumor ini mungkin disangka fibroadenoma. Selalu terdapat infiltrat limfoplasmasitik yang mencolok. Karsinoma ini tidak memiliki reseptor hormon dan tidak mengekspresikan ERBB2 secara berlebihan.

  b.4 Karsinoma Koloid (Karsinoma Musinosa)

  Juga merupakan subtipe yang jarang. Sel tumor menghasilkan banyak musin ekstrasel yang merembes ke dalam stroma di sekitarnya. Seperti karsinoma medularis, tumor ini sering bermanifestasi sebagai massa sirkumskripta dan mungkin disangka fibroadenoma. Secara makroskopis, tumor biasanya lunak dan gelatinosa. Sebagian besar mengekspresikan reseptor hormon, dan beberapa mungkin mengekspresikan ERBB2 secara berlebihan.

  b.5 Karsinoma Tubulus

  Jarang bermanifestasi sebagai massa yang dapat diraba tetapi merupakan penyebab 10% karsinoma invasif yang berukuran kurang dari 1 cm yang ditemukan pada pemeriksaan mamografik. Pada mamografi, tumor biasanya tampak sebagai densitas iregular. Secara mikroskopis, karsinoma terdiri atas tubulus yang berdiferensiasi baik dengan nukleus derajat-rendah. Jarang terjadi metastasis ke kelenjar getah bening dan prognosis baik. Hampir semua karsinoma tubulus mengekspresikan reseptor hormon, dan sangat jarang mengekspresikan ERBB2 secara berlebihan.

  Dari tumor-tumor tersebut, karsinoma duktus invasif merupakan jenis tersering. Karena biasanya memiliki banyak stroma, karsinoma ini

2.2.4 Derajat dan Stadium

  Maksud dari derajat kanker adalah bagaimana sel kanker tersebut terlihat di bawah mikroskop dibandingkan dengan sel payudara yang normal. Atau dapat disebut juga sebagai derajat anaplasinya (Derajat I sampai III), yaitu (Macmillan, 2011) : a.

  Derajat 1 (Derajat rendah) – sel kanker terlihat mirip dengan sel normal dan tumbuh dengan sangat lambat

  

b. Derajat 2 (Derajat sedang) – sel kanker terlihat lebih abnormal dan tumbuh

  sedikit lebih cepat c. Derajat 3 (Derajat tinggi) – sel kanker terlihat sangat berbeda dari sel normal dan tumbuh sangat cepat Selain itu, derajat juga dibagi berdasarkan agresivitas biologiknya sebagai berikut:

  

a. Tidak bermetastasis, contohnya karsinoma intraduktus tanpa invasi stroma

  dan karsinoma lobular in situ b.

  Jarang bermetastasis, contohnya karsinoma koloid, karsinoma medular dengan infiltrasi limfositik, dan infiltrasi papiler.

  c. Metastasis sedang sampai hebat untuk semua bentuk lain

  Selain derajat dan stadium, ada juga istilah lain yang biasa digunakan untuk menjelaskan tingkat penyebaran kanker payudara, yaitu :

  

a. Kanker payudara tahap awal (early breast cancer) adalah istilah yang

  sering digunakan untuk menjelaskan kanker payudara stadium I dan stadium II

  

b. Locally-advanced breast cancer adalah istilah yang terkadang digunakan

  untuk menjelaskan kanker payudara stadium III c.

  Local recurrence berarti kanker tersebut kembali menyerang payudara

  setelah terapi diakukan telah menyebar ke daerah yang lebih luas (macmillan, 2011). Stadium digunakan untuk merencanakan penatalaksanaan dan untuk memprediksikan prognosis dari pasien tersebut. Penatalaksanaan untuk kanker payudara tahap awal dapat dilakukan dengan operasi dan radioterapi sedangkan untuk kanker payudara dengan stadium lebih lanjut perlu dilakukan kemoterapi (American Cancer

  Society , 2012).

  Saat menentukan stadium yang harus diperhatikan adalah ukuran, jumlah, dan lokasi dari kanker-kanker tersebut untuk melihat apakah ada penyebaran kanker yang terjadi baik ke daerah sekitarnya maupun ke kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening adalah organ yang merupakan bagian dari jaringan sistem imun yang terdapat di sepanjang pembuluh darah limfatik. Kelenjar ini membersihkan kotoran-kotoran sel, bakteri-bakteri, dan substansi merugikan lain. Mereka membantuk memerangi infeksi dan juga berperan dalam melawan kanker, namun kanker tetap dapat menyebar melalui kelenjar tersebut(American Cancer

  Society , 2012).

  Untuk menentukan stadium, dikumpulkan berbagai macam informasi tentang kanker. Pemeriksaan radiologi seperti x-rays, CT scans, MRIs, ultrasound, dan scan PET dapat memberikan informasi tentang kanker tersebut . Biopsi seringkali dibutuhkan untuk mengkonfirmasi diagnosis kanker. Biopsi dilakukan dengan cara mengambil sebagian jaringan tumor dan memeriksanya di bawah mikroskop. Cara pengambilan spesimen biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan jarum kecil sampai pelaksanaan operasi (American Cancer Society, 2012).

  Pemberian stadium dilakukan saat penentuan dianosis sebelum pemberian terapi. Secara umum terdapat 2 tipe utama dalam stadium.

  1. Stadium berdasarkan klinis

  Estimasi ini berdasarkan pemeriksaan klinis, pencitraan (x-rays, CT scans, dll.), dan biopsi tumor. Untuk beberapa kanker, digunakan juga pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah. Stadium klinis merupakan kunci sebagai perbandingan saat melihat respon pengobatan(American Cancer

  Society , 2012).

  2. Stadium berdasarkan keadaan patologis

  Stadium patologis ditentukan berdasarkan temuan di meja operasi. Operasi yang dimaksud dapat berupa operasi pengangkatan tumor ataupun operasi yang dilakukan hanya untuk melihat penyebaran kanker. Pada beberapa kasus, stadium kinis dapat berbeda dengan stadium patologis. Stadium patologis memberikan informasi yang lebih tepat untuk memprediksi respon pengobatan dan prognosis (American Cancer Society, 2012).

  Secara garis besar, terdapat dua cara penentuan stadium :

  1. Sistem stadium dengan angka

  Stadium kanker payudara dapat dibagi ke dalam 4 stadium yang ditentukan berdasarkan ukuran kanker dan apakah kanker tersebut telah menyebar ke kelenjar getah bening atau bagian tubuh lain (Macmillan, 2011).

Tabel 2.1 Sistem stadium dengan angka

  Stadium Keterangan

  1 Tumor dengan diameter yang kurang dari atau sama dengan 2 cm

dan tanpa penyebaran ke kelenjar getah bening di ketiak

Tumor dengan diameter lebih kecil dari 2 cm dan telah menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak atau tumor dengan diameter lebih

  2a besar dari 2 cm (namun kebih kecil dari 5 cm) dan belum menyebar ke kelenjar getah bening atau tumor tidak dapat ditemukan di payudara namun terdapat di kelenjar getah bening di ketiak Tumor dengan diameter lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke 2b kelenjar getah bening di ketiak atau lebih besar dari 5 cm namun belum menyebar kelenjar getah bening di ketiak Tumor tidak ditemukan di payudara atau berukuran kurang dari 5 cm dan tumor terdapat di kelenjar getah bening di ketiak, terfiksasi 3a atau tumor berukuran lebih dari 5 cm dan telah menyebar ke kelenjar getah bening Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar payudara, kulit, dan otot. 3b Biasanya ada sel kanker di kelenjar getah bening di ketiak 3c Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak, supraklavikular, dan intraklavikular

  Tumor untuk setiap ukuran dengan atau tanpa penyebaran

  4 regional tetapi dengan tanda-tanda metastasis jauh

2. Sistem stadium TNM

  The American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan the

International Union for Cancer Control (UICC) menggunakan sistem

  klasifikasi TNM sebagai standar klasifikasi stadium.Sistem ini dievaluasi setiap 6-8 tahun.Pada sistem TNM, setiap kanker diberi angka dan huruf untuk menjelaskan tumor, kelenjar getah bening(node), dan metastasis (penyebaran) (American Cancer Society, 2012, Haryono 2010).

1. T (tumor)

  Berdasarkan ukuran dari tumor primer dan apakah tumor telah menyebar ke jaringan sekitar. Ukuran tumor biasanya dinyatakan dalam sentimeter (cm) atau milimeter (mm).

Tabel 2.2 Pembagian aspek Tumor pada stadium dengan sistem TNM

  T (Tumor) Keterangan Tx Tumor tidak dapat diukur T0 Tidak ada tumor (tidak dapat ditemukan) Sel kanker hanya tumbuh di lapisan jaringan yang paling atas tanpa

  Tis tumbuh lebih dalam ke dalam jaringan. Dapat disebut juga kanker in situ atau pra-kanker T1 Tumor ≤ 20 mm

  T1mi Tumor ≤ 1 mm T1a Tumor > 1 mm tapi ≤ 5 mm T1b Tumor > 5 mm tapi ≤ 10 mm T1c Tumor > 10 mm tapi ≤ 20 mm

  T2 Tumor > 20 mm tapi ≤ 50 mm T3 Tumor > 50 mm Tumor dengan ukuran apapun dengan penyebaran ke dinding dada T4 dan atau kulit (ulserasi atau nodul di kulit). Penyebaran yang hanya ke dermis tidak memenuhi kriteria

  Penyebaran ke dinding dada tidak hanya ke otot pektoralis T4a T4b Ulserasi dan atau nodul satelit ipsilateral (termasuk peau d’orange) pada kulit, yang tidak memenuhi kriteris karsinoma inflamatorik T4c T4a dan T4b Karsinoma Inflamatori T4d 2.

  N (node) Apakah kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening sekitar 3.

  M (metastasis) Apakah kanker telah menyebar ke bagian tubuh lain yang jauh dari tumor asal berada.

Tabel 2.3 Pembagian aspek Metastasis pada stadium dengan sistem

  

TNM

  M(Metastasis) Keterangan Mx Penyebaran tidak dapat dievaluasi M0 Tidak ditemukan penyebaran baik secara klinis maupun patologis

  Kanker telah menyebar ke organ atau jaringan yang jauh berdasarkan bukti M1 klinis dan radiologis

Tabel 2.4 Pembagian aspek Nodus Limfatikus pada stadium dengan

  

sistem TNM

N (Nodus Limfatikus) Keterangan Nx Kelenjar getah bening sekitar tidak dapat diukur

  N0 Tidak ada penyebaran ke kelenjar getah bening N1

  Metastasis ke nodus limfatikus aksila ipsilateral, mobil level I, II Metastasis ke nodus limfatikus aksila ipsilateral yang dapat tidak N2 dapat digerakan atau berkonglumerasi, atau metastasis ke nodus limfatikus mamaria interna ipsilateral tanpa penyebaran ke aksila Metastasis ke nodus limfatikus aksila ipsilateral level I, II N2a berkonglumerasi atau melekat pada struktur lain Metastasis ke nodus limfatikus mamaria interna dan tanpa

  N2b metastasis ke ke nodus limfatikus aksila level I, II.

  Metastasis pada nodus limfatikus infraclavicular ipsilateral (aksila level III) dengan atau tanpa keterlibatan nodus limfatik aksila level I, II; atau secara klinis telah terdeteksi keterlibatan nodus limfatikus N3 mammaria internal ipsilateral dengan bukti klinis level I, II nodus limfatikus aksila; atau metastasis nodus limfatikus supraclavicular ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan nodus limfatikus aksila atau mammaria interna. N3a Metastasis pada nodus limfatikus infraclavicular ipsilateral

  Metastasis pada nodus limfatik aksila dan mamaria internal N3b ipsilateral N3c Metastasis pada nodus limfatikus supraclavicular ipsilateral

  Penyeba ran langsung

Gambar 2.7 Stadium Kanker Payudara

  Sumber : American Joint Committee on Cancer, 2009

Gambar 2.8 Stadium Kanker Payudara Sistem TNM

  Sumber : American Joint Committee on Cancer, 2009

2.2.5. Pemeriksaan Payudara

  

American cancer society merekomendasikan pemeriksaan-pemeriksaan

  berikut untuk mendeteksi kanker payudara pada wanita tanpa gejala :

  a. Mammogram

  Wanita usia 40 tahun atau lebih sebaiknya melakukan screening mammogram setiap tahun dan terus melakukannya selama sehat.

  b. Pemeriksaan klinis payudara

  Wanita usia 20-30an sebaiknya melakukan pemeriksaan klinis payudara sebagai pemeriksaan rutin oleh petugas kesehatan paling tidak sekali dalam 3 tahun. Setelah usia 40 tahun, sebaiknya diperiksa setiap tahun sekali. Pemeriksaan klinis payudara ini juga dianjurkan dilakukan sebelum mammogram.

  c. Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)

  Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan bagi wanita yang baru memasuki usia 20 tahun. Wanita tersebut harus langsung melaporkan kelainan yang ia temukan kepada petugas kesehatan.

  d. Magnetic resonance imaging (MRI)

  Wanita dengan risiko tinggi sebaiknya melakukan MRI dan mammogram setiap tahun (wanita dengan risiko tinggi memiliki risiko paling tidak 25% terkena kanker).

2.2.6. Terapi

  Tata laksana kanker payudara meliputi tindakan operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi hormon, targeting therapy, terapi rehabilitasi medik, serta terapi paliatif (Haryono, 2010).

  Keputusan pengobatan dibuat berdasarkan pasien dan dokter terhadap itu sendiri.Kemoterapi, terapi sistemik,dan targeting theraphy merupakan terapi sistemik (American Cancer Society, 2012).

a. Operasi

  Target utama operasi kanker payudara adalah untuk mengangkat kanker dari payudara dan untuk menentukan stadium kanker(American Cancer Society, 2012).

  Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan yaitu tumor stage Tis, N0, dan M0. Jenis pembedahan kuratif yang dapat dilakukan adalah breast conserving treatment (BCT), mastektomi radikal klasik, mastektomi radikal dimodifikasi,

  arreola-skin-sparing-mastectomy, mastektomi radikal extended,

  mastektomi simpel atau lumpektomi. Pembedahan kanker payudara kini makin lama makin minimal dan peran kombinasi/adjuvan makin meningkat (Haryono, 2010).

  Mastektomi radikal klasik. Pembedahan radikal klasik menurut Halsted* ini meliputi pengangkatan seluruh kelenjar payudara dengan sebagian besar kulitnya, otot pektoralis mayor dan minor, dan seluruh kelenjar limf level I, II, dan III. Pembedahan ini merupakan prosedur baku hingga tahun lima puluhan (Haryono, 2010).

  Mastektomi radikal dimodifikasi. Sejak tahun enam puluhan, mastektomi radikal mulai dimodifikasi oleh Patey* dan Madden, yaitu dengan mempertahankan otot pektoralis mayor dan minor seandainya jelas otot-otot tersebut bebas dari tumor, sehingga hanya kelenjar limf level I dan II yang terangkat (Haryono, 2010).

  Mastektomi simpel. Seluruh kelenjar payudara diangkat termasuk puting, namun tidak menyertakan kelenjar limf aksila dan otot pektoralis. Mastektomi simpel atau mastektomi total hanya dilakukan bila dipastikan tidak ada penyebaran ke kelenjar aksila

  Breast Conserving Treatment bertujuan untuk membuang

  massa dan aringan payudara yang mungkin terkena tumor namun dengan semaksimal mungkin menjaga tampilan kosmetik payudara. BCT paling sering dilakukan pada tumor stage Tis, T1, dan T2 yang penampangnya

  ≤3cm (Haryono, 2010) b.

   Radiation therapy

  Radiasi berguna untuk menghancurkan sel kanker yang masih tertinggal di payudara, dinding dada, dan area aksila setelah operasi pengangkatan jaringan payudara. Radiasi juga diperlukan setelah mastektomi pada pasien dengan kanker yang berukuran lebih dari 5 cm atau yang telah ditemukan penyebaran sel kanker ke nodus limfatikusnya (American Cancer Society, 2012).

  Ada 2 tipe terapi radiasi. External beam radiation merupakan tipe radiasi umum untuk kanker payudara wanita. Radiasi bersumber dari mesin di luar tubuh pada area yang terkena kanker. External beam radiation therapy dilakukan dalam 5-6 minggu. Internal radiation

  

therapy , dikenal sebagai brachytherapy, menggunakan substansi

  kimia dalam jarum dan alat lainnya untuk kemudian dimasukan ke dalam jaringan kanker(American Cancer Society, 2012).

c. Terapi Sistemik

  Terapi sistemik menggunakan obat anti kanker yang diinjeksikan lewat vena atau lewat mulut. Terapi sistemik meliputi

  

targeted therapy , chemotherapy, dan hormone therapy, yang

  semuanya bekerja melalui mekanisme yang berbeda. Contohnya, obat kemoterapi bekerja dengan menyerang sel yang bertumbuh dengan cepat. Obat target yang lebih baru menyerang sel kanker yang lebih spesifik. Terapi hormon bekerja dengan memblok hormon alami yang kadang kala dapat mempercepat pertumbuhan sel kanker itu sendiri (American Cancer Society, 2012).

  Regimen kemoterapi yang paling sering digunakan yaitu CMF (siklofosfamid, metroteksat, dan 5-fluorourasil), FAC (siklofosfamid, adriamisin, 5-fluorourasil), AC (Adriamisin dan siklofosfamid), CEF (siklofosfamid, epirubisin, dan 5-fluorourasil) (Haryono, 2010).

  Siklofosfamid bersifat paliatif terhadap karsinoma mama, ovarium, dan paru, serta meghasilkan remisi pada mieloma multipel. Siklofosfamid merupakan pro drug yang dalam tubuh mengalami konversi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi 4-hidroksisiklofosfamid dan aldofosfamid yang merupakan obat aktif (Nafrialdi, 2009).

  Metroteksat bekerja dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukan hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya hambatan sintesis DNA. Obat ini bekerja spesifik pada siklus sel (Nafrialdi, 2009).

  Pada saat ini, fluorourasil dan derivat deoksiribosanya yaitu floksuridin banyak digunakan sebagai terapi paliatif untuk karsinoma kolorektal diseminata dan karsinoma mama (Nafrialdi, 2009). Fluorourasil (5-fluorourasil, 5-fluorourasil, Efudex, Adrucil) adalah analogpirimidin terhalogenisasi yang harus diaktifkan secara metabolisme. Metabolit aktif yang menginhibisi sintesis DNA adalah deoxyribonucleotide5-fluoro-2_deoxyuridine-S_-phosphate (FdUMP). 5- Fluorourasil bersifat toksik secara selektif terhadap sel-sel yang berproliferasi dibandingkan dengan sel yang tidak berproliferasi dan aktif pada fase G1 dan S. Enzim target yang diinhibisi 5-fluorourasil adalah thymidylate synthetase, yang mengkaltalisasi proses-proses proliferasi (Craig, 2010)

  Terapi sistemik yang dilakukan setelah operasi disebut terapi adjuvan. Hal ini dilakukan untuk membunuh sel-sel kanker yang mungkin tertinggal setelah pengangkatan jaringan kanker dalam operasi.Terapi sistemik merupakan pilihan utama bagi wanita yang tidak dapat dioperasi karena penyebaran yang sudah sangat luas (American Cancer Society, 2012).

2.2.7. Pencegahan

  Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah kanker payudara. Namun ada beberapa hal yang dapat dilakukan wanita untuk menurunkan risikonya dan kalaupun kanker tersebut tetap muncul, dapat dideteksi dengan cepat pada stadium awal. Risiko dapat diturunkan dengan memodifikasi faktor risiko yang dapat anda kontrol seperti berat badan, aktifitas fisik, pilihan makanan(American Cancer Society, 2012).

  Faktor-faktor risiko tersebut terkait dengan kanker payudara, maka risiko terkena kanker payudara dapat diturunkan melalui memodifikasi faktor-faktor ini.Saat ini, saran terbaik untuk memodifikasi aktifitas fisik dapan pilihan makanan adalah berolahraga dengan teratur, menurunkan berat badan dengan memilih makanan rendah kalori, dan hindari atau batasi alkohol(American Cancer Society, 2012).

  Wanita yang menyusui paling tidak beberapa bulan dapat menurunkan risiko kanker. Dengan tidak menggunakan terapi hormon setelah menopause juga dapat menurunkan risiko. Deteksi dini kanker payudara juga dapat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan penunjang yang telah dibahas sebelumnya (American Cancer Society, 2012).

2.3 Umur

  Birren and Jenner (1997) membedakan umur menjadi tiga yaitu : a.

  Umur Biologis : Yang menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup dan mati.

  b.

  Umur Psikologis : Yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

  c.

  Umur Sosial : Yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya. perkembangan manusia sebagai berikut :

  a. Masa bayi : 0 sampai 1 tahun b.

  Masa Pra sekolah : 1 sampai 6 tahun c. Masa sekolah : 6 sampai 10 tahun

  d. Masa Puberitas : 10 sampai 20 tahun e.

  Masa setengah umur (prasenium) : 40 sampai 60 tahun f. Masa lanjut usia (senium) : 65 tahun ke atas

  Pembagian umur menurut Hurlock (2001) yaitu : a. Dewasa awal : dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun.

  b. Dewasa madya : dimulai pada umur 41 tahun sampai umur 60 tahun

  c. Dewasa lanjut : dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian Batasan Usia menurut WHO (lanjut usia): a.

  Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun c.

  Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun d.

  Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun Menurut Prof.Dr.Koesmanto Setyonegoro pengelompokan lanjut usia sebagai berikut:

  a.

  Usia dewasa muda ( elderly adulhood ), yaitu usia 18 sampai 25 tahun b. Usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas, yaitu usia 25 sampai 60 atau 65 tahun

  c.

  Lanjut usia ( geriatric age), lebih dari 65 atau 75 tahun yang dapat dibagi menjadi: c.1Young Old : usia 70 sampai 75 tahun. c.2Old : usia 75 sampai 80 tahun. c.3Very Old : usia lebih dari 80 tahun.

Dokumen yang terkait

Gambaran Histopatologi Tumor Payudara di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2010

5 52 81

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Pengertian Kanker Payudara - Aplikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif untuk Mengatasi Masalah Nutrisi dalam Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Rindu B2A RSUP Haji Adam M

0 0 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SADARI sebagai Alat Deteksi Dini Kanker Payudara 2.1.1 Deteksi Dini - Efektifitas Metode Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI di SMA Negeri 1 dan SMA Citra

0 1 34

6 BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Defenisi Kanker Payudara

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Definisi Kanker Payudara - Efektivitas Latihan Range Of Motion (ROM) Bahu terhadap Peningkatan ROM pada Pasien Post Mastektomi di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker Payudara - Perbedaan Intensitas dan Perilaku Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Kronik Berdasarkan Tipe Kepribadian di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kanker Payudara - Karakteristik Penderita Kanker Payudara Yang Dirawat Inap Di Rsu Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011-2013

0 0 34

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kanker Payudara 2.1.1. Definisi Kanker Payudara - Hubungan Dukungan Suami dengan Tingkat Depresi Pasien Kanker Payudara Paska Mastektomi di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisologi payudara 2.1.1 Anatomi Payudara - Karakteristik Klinis Penderita Kanker Payudara dengan Tampilan Imunohistokimia Triple Negative (TNBC) di RSUP Haji Adam Malik dan Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan p

0 1 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Pengertian Kanker Payudara - Mekanisme Koping Pasien Kanker Payudara di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 1 18