MENGAMATI LINGKUNGAN SEKITAR TERHADAP HU

MENGAMATI LINGKUNGAN SEKITAR TERHADAP HUKUM
LINGKUNGAN DI INDONESIA
Evan Ferdiyan Rachmanto
[email protected]
DATA BUKU
Nama/Judul Buku
Penulis/Pengarang
Penerbit
Tahun Terbit
Kota Penerbit
Bahasa Buku
Jumlah Halaman
ISSN Buku

:
:
:
:
:
:


Hukum Lingkungan di Indonesia
Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM.
Rajawali Pers
2014
Jakarta Utara
Bahasa Indonesia
: 291
: 978-979-769-360-2

Buku Hukum Lingkungan yang ditulis oleh Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H.,
LLM yang berisikan tentang hukum lingkungan yang ada di Indonesia dan juga
mengenai perkembangan hukum lingkugan sendiri, seperti latar belakang
pengembangan, pengaturan asas-asas, hak dan kewajiban kewenangan dalam
pengelolaan lingkugan hidup, dan pengaturan-pengaturan lainnya berkenaan
dengan lingkungan hidup di Indonesia. Buku ini cocok untuk mengantarkan
para mahasiswa ataupun lapisan masyarakat yang hendak mengamati
lingkungan sekitar dengan hukum lingkungan. Teori-teori mendasar yang vital
dalam pembahasan hukum lingkungan dijelaskan secara matang dalam buku
ini.
Hukum Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan

lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya
merupakan suatu birdang hukum yang terutama sekali dikuasai oleh kaidahkaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan. Penulis buku ini
bukan hanya seorang akademisi melainkan juga praktisi dalam bidang hukum
selama beberapa tahun, sehingga diharapkan buku ini dapat memberikan
pembahasan yang komprehensif, menyangkut tidak saja mengenai pengaturan
hukum tentang masalah-masalah pencemaran lingkungan hidup, atau yang biasa
disebut brown issues, tetapi juga mencakup pengaturan masalah-masalah
pemanfaatan sumber daya alam yang lazim disebut green issue.

Ada lima bab dan setiap babnya tentu memiliki sub-bab masing masing.
Bab pertama membahas tentang latar belakang pengembangan hukum
lingkungan, bab kedua membahas tentang pengaturan asas, hak dan
kewajiban, kewenangan, kelembagaan, dan instrument dalam pengelolaan
lingkungan hidup, bab ketiga membahas tentang pengaturan pengendalian
pencemaran lingkungan hidup, bab keempat membahas tentang pengaturan
pemanfaatan sumber daya alam dan pengendalian perusakan lingkungan
hidup, dan bab kelima atau yang terakhir membahas tentang penegakan
hukum lingkungan dan penyelesaian sengketa lingkungan.
Bab Pertama yang membahas tentang latar belakang pengembangan
hukum lingkungan yang di dalamnya membahas masalah-masalah serta

penyebab terjadinya masalah-masalah lingkungan, dari masalah-masalah
tersebut melahrikan kesadaran lingkungan dan kebijakan pembangunan
berwawasan lingkungan. Lingkungan merupakan instrumen yuridis bagi

pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada
hakikatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali memuat
kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan.
Penggundulan hutan, lahan kritis, menipisnya lapisan ozon, pemanasan global,
dan punahnya spesies tertentu adalah beberapa contoh dari masalah-masalah
lingkungan hidup. Akan tetapi, jika dilihat dari perspektif hukum yang berlaku
di Indonesia, masalah-masalah lingkungan hanya dikelompokkan ke dalam dua
bentuk, yakni pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan hidup.
Kelangkaan sumber daya alam menjadi sumber permasalahan dalam
kehidupan manusia. Manusia mengandalkan sumber daya alam untuk dapat
memenuhi keinginannya. Masalahnya adalah bahwa sumber daya alam tidak
mungkin memenuhi semua keinginan manusia. Pengurasan sumber daya alam
diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bijaksana
sehingga sumber daya alam itu baik kulaitasnya maupun kuantitasnya menjadi
berkurang atau menurun dan pada akhirnya akan habis sama sekali. Ada
banyak kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran lingkungan. Setidaknya

ada empat aspek. Yaitu kesehatan, estetika, kerugian ekonomi, dan yang
terakhir adalah terganggunya ekosistem alami.
Di dalam bab yang kedua buku ini ini secara substansial membahas
pengaturan asas, hak dan kewajiban, kewenangan, kelembagaan, dan
instrument dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam bab ini, akan dibahas
menganai sejarah singkat peraturan perundang-undangan lingkungan dari
peraturan perundang-undangan klasik hingga peraturan perundang-undangan
yang sekarang.
Konvensi-konvensi
internasional,
putusan-putusan
pengadilan
Internasional sebelum Deklarasi Stockholm 1972 dipandang sebagai rezim
hukum lingkungan internasional klasik, sedangkan konvensi-konvensi
internasional dan putusan-putusan Pengadilan Internasional setelah Deklarasi
Stockholm dipandang sebagai rezim hukum lingkungan modern. Perbedaan
pokok antara rezim hukum lingkungan klasik dengan rezim hukum lingkungan
modern adalah terletak pada ruang lingkup dan pendekatannya. Rezim hukum
lingkungan klasik berisikan ketentuan-ketentuan yang melindungi kepentingan
sektoral, sedangkan ketentuan-ketentuan hukum lingkungan modern

berdasarkan lintas sektoral atau komprehensive integral.
Salah satu perundang-undangan yang mengatur lingkungan hidup adalah
Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN Tahun
2009 No.140) yang menggantikan UULH 1997. UU ini secara normatif dan
politik merupakan produk dari hak inisiatif DPR RI. Tetapi secara empiris peran
Eksekutif, khususnya Kementrian Lingkungan Hidup sangat penting
mempersiapkan RUUPPLH. Berbeda dengan Undang-Undang pnedahulunya
yang hanya menggunakan istilah Pengelolaahn Lingkungan Hidup pada
penamaannya, UU No.32 Tahun 2009 diberi nama Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dibandingkan dengan UULH 1982 dan UULH
1997, UPPLH memuat bab dan pasal lebih banyak. UUPPLH terdiri atas XVII bab
dan 127 pasal. UUPPLH memuat rumusan pengertian tentang konsep-konsep
yang digunakan dalam batang tubuh undang-undang tersebut sebanyak 39
sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1. Beberapa konsep atau istilah baru
yang dirumuskan dalam UUPLH dan tidak ditemukan dalam UULH 1997
maupun UULH 1982 adalah kajian lingkungan hidup strategis, disingkat KLHS,
kerusakan lingkungan hidup, perubahan iklim, bahan berbahaya dan beracun,
pengelolaan limbah B3, dumping, audit lingkungan hidup, ekorefion, kearifan


lokal, masyarakat hukum adat, instrumen ekonomi, ancaman serius, izin
lingkungan.
Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) adalah “ rangkaian analisis
sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.”
Pengertian lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan Pasal 1 butir 1
UUPLH adalah : “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam
itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.”
UUPPLH mempunyai Asas dan Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Asas UUPPLH merupakan sebagai dasar sekaligus arah
seperti apa arah lingkungan di Indonesia. Asas UUPPLH didasarkan pada 14
asas, yaitu: 1. Tanggung jawab negara, 2. Kelestarian dan keberlanjutan, 3.
Keserasian dan keseimbangan, 4. Keterpaduan, 5. Manfaat, 6. Kehati-hatian, 7.
Keadilan, 8. Ekoregion, 9. Keanekaragaman hayati, 10. Pencemar membayar,
11. Partisipatif, 12. Kearifan lokal, 13. Tata kelola pemerintahan yang baik,
14.Otonomi daerah.
UUPPLH memuat lebih banyak asas dibandingkan UULH 1997 yang hanya

memuat 3 asas pengelolaan lingungan hidup, yaitu asas tanggung jawab
negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat. Pengertian atau makna dari
ketiga asas ini tidak ditemukan dalam UULH. Dalam UULH 1982 pengelolaan
lingkungan hidup “berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi
dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi
peningkatan kesejahteraan manusia.
Pasal 3 UUPLH yang memuat tujuan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu : 1. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, 2. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia, 3.
menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem,
4. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, 5. mencapai keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup, 6. menjamin terpenuhinya
keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan, 7. menjamin
pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai dari hak
asasi manusia, 8. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana, 9. mewujudkan pembangunan berkelanjutan, 10. mengantisipasi isu
lingkungan global.
Dalam UUPPLH tidak lagi menggunakan konsep kewenangan negara, tapi
kewenangan pemerintah yang dibedakan atas pemerintah, pemerintah
propinsi, pemerintah kabupaten/kota. Perubahan konsep ini tampaknya

didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep negara lebih luas karena
mencakup pemerintah, teritorial dan warga negara. Negara dijalankan oleh
pemerintah sebagai sebuah organisasi kekuasaan negara.
Buku ini juga membahas tentang pengaturan pengendalian pencemaran
lingkungan hidup yang ada di dalam bab tiga. Maraknya kasus pencemaran
yang ada dimana-mana dan yang dimaksud dengan pencamaran dapat
disamakan seperti pencemaran sungai dan danau, pencemaran udara. Hal-hal
yang menimbulkan efek negatif bagi lingkungan, pencemaran lingkungan
terjadi karena ulah manusia bukan dari proses alamiah. Oleh karena itu dapat
dikenal berbagai rezim yang mengatur mengenai pencemaran masing-masing
tersebut. Dalam bab yang ketiga ini menjelaskan juga tentang apa itu baku

mutu dan hubungannya dengan instrumen pengendalian perncemaran
terhadap lingkungan hidup, perizinan pengendalian pencemaran lingkungan
sebelum berlakunya UUPPLH seperti izin usaha, izin lokasi serta izin-izin lainnya
berkenaan dengan pengendalian perncemaran terhadap lingkungan, kemudian
juga izin pengendalian pencemaran lingkungan berdasarkan UUPPLH.
Membahas tentang pengaturan pengendalian pencemaran lingkungan
hidup, di jelaskan tentang baku mutu lingkungan hidup. Pengertian baku mutu
lingkungan hidup (BMLH) dirumuskan dalam pasal 1 angka 13 UUPPLH yaitu :

ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada
atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam
suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Konsep BMLH
dapat dibedakan atas Baku Mutu Air dan Baku Mutu Udara Ambien di satu
pihak dan Baku Mutu Limbah atau Baku Mutu Emisi di pihak lain.
Baku Mutu Air dan Baku Mutu Udara Ambien mewakili keadaan atau
kondisi komponen lingkungan hidup, misalkan air atau udara yang ingin
dipertahankan atau ditingkatkan, sedangkan Baku Mutu Air Limbah atau Baku
Mutu Emisi adalah kuantitas dan kualitas limbah atau buangan yang diizinkan
keluar dari saluran-saluran pembuangan atau pelepasan sebuah kegiatan
usaha.
Mengenai pengendalian pencemaan udara yang berisikan pencegahan ,
penanggulangan dan pemulihan berdasarkan PP No. 41 tahun 1999,
pengendalian pencemaran udara berdasarkan PP Nomer 4 tahun 2001,
pengendalian pencemaran laut, pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
dan limbah bahan berbahaya dan beracun, perizinan berdasarkan pendekatan
ekonomi. Dengan adanya pengaturan pengendalian pencemaran lingkungan
hidup diharapkan yang membaca juga mengetahuinya agar tidak terjadinya
pencemaran lingkungan hidup.
Pada bab yang keempat membahas tentang pengaturan pemanfaatan

sumber daya alam dan pengendalian perusakan lingkungan hidup. Negara
Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, sumber
daya alam memberikan banayak manfaat bagi kehidupan manusia wajib
menjaga dan melestarikan sumber daya alam , serta berkewajiban untuk
menggunakan seminimal atau seefisien mugkin.
Dalam bab ini di jelaskan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
alam tersebut seperti pengelolaan terhadap hutan yang didalamnya pengertian
asas dan tujuan pengelolaan hutan, hutan kawasan produksi, rehabilitasi dan
pihak yang berwenang mengelola dan melakukan pengawasan terhadap hutan.
Pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi dapat terjadi antara lain
dalam bentuk kegiatan-kegiatan berikut : pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu, dan pemungutan hasil hutan bukan
kayu, kegiatan-kegiatan ini memerlukan izin.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1990 adalah mengusahakan
terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Sedangkan aturan sumber daya alam hayati di laut terdapat dalam UU

No. 5 Tahun 1983 tentang zona ekonomi eksklusif indonesia dan PP No. 15
Tahun 1984 tentang pengelolaan sumber daya alam hayati di ZEE Indonesia.
Konservasi mengandung arti adanya usaha pemanfaatan terhadap sumber

daya alam hayati laut, tetapi juga adanya usaha untuk mencegah terjadinya
pengirasan sumber daya alam sehingga sumber daya alam tetap tersedia.
Tentang perizinan penangkapan ikan di ZEE Indonesia diatur dalam Bab IV PP
No. 15 Tahun 1984.
Kemudian berkaitan dengan konservasi sumber daya alam hayati di laut
yang terdapat UU No. 9 Tahun 1985 tentang perikanan. UU ini berisikan
tentang ketentuan-ketentaun tentang pengelolaan, pemanfaatan, pembinaan
dan pengembangan sumber daya ikan di dalam wilayah perikanan Indonesia,
penyerahan urusan dan tugas pembantuan di bidang perikanan.
Hal ini dilakukan untuk melindungi sumber daya alam yang masih ada dan
pemnafaatannya.
Pengelolaan yang terakhir adalah pengelolaan sumber daya air. Air tawar yang
dapat dikonsumsi oleh manusia merupakan sumber daya alam yang langka.
faktor penyebab terancamnya sumber-sumber air tawar, pertama pencemaran
atmosfer bumi mengakibatkan terjadinya pemanasan permukaan bumi. kedua,
pembabatan hutan, terutama di kawasan hutan lindung yang mengakibatkan
tidak adanya resapan air. uu no. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air
Pada bab yang terakhir , bab kelima buku Hukum Lingkungan di
Indonesia tentang penegakan hukum lingkugan dan penyelesainnya. Di dalam
bab ini menjelaskan tentang penegakan hukum lingkungan dan penyelesaian
sengketa lingkungan hidup dan penyelesaian lingkungan hidup berdasarkan UU
Nomor 32 Tahun 2009. Ruang lingkup hukum lingkungan adalah sebuah bidang
atau cabang hukum yang memiliki kekhasan yang oleh Drupsteen disebut
sebagai bidang hukum fungsional , seperti yang sudah dijelaskan terdapat segisegi dari hukum perdata, pidana dan administrasi negara. Oleh karena itu
dalam penegakannya terdapat sanksi-sanksi baik dari hukum administrasi
negara serta sanksi-sanksi hukum pidana, pertanggung jawaban pidana badan
usaha.
Penegakan hukum lingkungan juga bisa dilakukan melalui gugatan
perdata serta penyelesaian sengketa lingkungan hidup baik diluar undangundang 32 tahun 2009 maupun penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang
berdasarkan pada undang-undang 32 tahun 2009. Penyelesaian sengketa
berdasarkan undang-undang 32 tahun 2009 seperti penyelesaian sengketa
melalui pengadilan, gugtan perwakilan, peran saksi ahli dalam pembuktian
perkara lingkungan hidup, dan pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup.
Kelebihan Buku Ini : di tulis secara sistematis dan terperinci, yang mana
diawal membahas buku ini merinci tentang latar belakang pengembangan
hukum lingkungan hingga penegakan hukum lingkungan dan penyelesaian
sengketa lingkungan, sehingga memudahkan para pembaca untuk memahami
isi buku tersebut. Kelebihan yang lainnya bahwa buku ini nganalisis dan
membandingkan undang-undang yang mengenai hukum lingkungan sehingga
memberi pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada
undang-undang hukum lingkungan yang telah ada. Undang-undang tersebut
adalah dari udang-undang nomor 4 tahun 1982 ke undang-undang nomor 23
tahun 1997 dan dari undang-undang nomor 23 tahun 1997 ke undang-undang
nomor 32 tahun 2009.
Selain itu buku ini juga memberikan contoh-contoh kerusakan lingkungan
yang ada disekitar kita secara kongkrit, sehingga tika dapat mengetahui secara
langsung mengenai penyebab-penyebab kerusakan lingkungan dan dampakdampak yang terjadi dari kerusakan lingkungan tersebut. Buku ini juga

membahas prinsip-prisip hukum lingkungan yang diadopsi dalam instrumeninstrumen hukum internasional, yang utama Deklarasi Rio 1992.
Kekurangan Buku Ini : desain buku ini kurang menarik karena hanya
menampilkan daun-daun yang berwarna hijau dalam pengertian bahwa
lingkungan yang sehat dan tidak tercemar, padahal isi dari buku tersebut tidak
hanya membahas tentang lingkungan yang sehat tetapi lingkungan yang
tercemarpun dibahas. Bagi yang belum membacanya kemungkinan akan
muncul pemikiran bahwa buku ini membosankan/kurang update karena
halaman sampul atau cover yang terlihat biasa saja dan terkesan sederhana.
Ada banyak sub-sub bab didalamnya sehingga membuat pembaca
binggung untuk memahami buku ini dari daftar isi yang ada, dan juga pembaca
yang hendak merangkum buku ini dirasa cukup kesulitan untuk menemukan
titik penting dari masing-masing sub-sub bab.
Adapun masih banyak hal yang belum dibahas dalam buku ini yang
berkaitan dengan hukum lingkungan, yang notabene setlah dibacanya buku ini
lebih fokus kepada pengelolaan sumber daya yang ada di lingkungan, bukan
hukumnya. Penelitian yang lebih sesuai dengan buku ini adalah penelitian
terkait tata cara/pengelolaan sumber daya alam yang ada di lingkungan
mencakup wilayah nasional tertentu.
Secara keseluruhan buku ini sangat bermanfaat dan sangat berguna
sekali bagi mahasiswa maupun akademisi yang ingin menjadikannya referensi
dalam perkuliahan hukum lingkungan dan buku ini cocok dibaca siapa saja,
pemula, ataupun para pakar. Di setiap bab dari buku ini diberi pembahasan
secara komprehensif. Sehingga seseorang tidak hanya tahu apa itu hukum
lingkungan, tapi juga mampu memahami secara mendalam apa itu hukum
lingkungan. Sehingga pembaca mampu mengkontekstualisasikan isi buku
dengan keadaan apa yang terjadi di lingkugan sekitar.