sejarah perkembangan islam pasca kemerde

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila diperhatikan dengan seksama diketahui bahwa kekuatan yang
mendorong lahirnya kemerdekaan Indonesia itu mempunyai aspek rohaniah dan
aspek jasmaniah. Keduanya berhubungan sangat erat sehingga merupakan
perpaduan kekuatan yang mewujudkan eksistensi. Secara ideologis kekuatan
rohani ini adalah gabungan dari berbagai ide baik merupakan asas keyakinan yang
tertuang pada keimana terdahap alam semesta yang rahmanya secara merata pada
setiap bangsa. Di samping itu, bertolak belakang atas kesadaran terhadap nilainilai kemanusiaan yang mampu menyelaraskan dirinya terhadap sesama dan alam
semesta yang diyakini memberikan unsur-unsur kehidupan.1
Butir-butir Pancasila terdapat pada setiap individu dan golongan dari
masyarakat Indonesia terutama kamun Muslim yang melandaskan keyakinan pada
tauhid. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, memerintahkan agar menggalang
persatuan, memberikan pengarahan agar setiap persoalan hidup harus diselesaikan
dengan asas pemusyawaratan dan hidup tolong menolong di antara sesama
manusia agar nikmat yang dilimpahkan kepada Allah SWT dapat dirasakan secara
merata.2
Pengalaman di masa lampau jelas menggambarkan bahwa suatu pemikiran
akan berkembang secara fleksibel apabila ia berakar dan mampu menjawab
persoalan nyata yang dihadapi masyarakat. Apa yang kita saksikan sekarang ini

merupakan perkembangan wajar dari langkah-langkah yang sudah ditempuh di
masa lalu.3
B. Rumusan Masalah
1 M. Abdul Karim, MA., Islam dan Kemerdekaan Indonesia, (Yogyakarta: Sumbangsih
Press, 2005), hlm. 46-47.
2 Ibid, hlm. 48.
3 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hlm.
275.

1

1. Bagaimana perkembangan Islam di Indonesia pada masa pasca kemerdekaan?
2. Apa saja dampak perkembangan Islam di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan Islam di Indonesia pada masa pasca kemerdekaan.
2. Mengetahui dampak perkembangan Islam di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
Setelah kemerdekaan, dalam berbagai lembaga politik, seperti Badan

Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemedekaan (BPUPKI), umat Islam hanya
mewakili 25%, sedangkan dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) hanya 12%. Hanya dalam Panitia Sembilan umat Islam lebih dominan. 4 Di
masa sebelumnya telah dilahirkan beberapa organisasi massa Islam, seperti
Muhammadiyah 1908, Serekat Dagang Islam 1911 (kemudian Sarekat Islam
1912), Nahdatul Ulama 1926, dan lain-lain.
Sebenarnya dalam konsep “Piagam Jakarta” yang dihasilkan oleh Panitia
Sembilan pada 22 Juni 1945 terdapat jaminan untuk menjalankan syari’at Islam
bagi pemeluk-pemeluk Islam tetapi satu hari setelah kemerdekaan (tanggal 18
Agustus 1945) konsep tersebut dicoret dan diganti hanya dengan kalimat
Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu kalimat yang sangat netral, punya banyak
makna, menguntungkan bagi non muslim dan kelompok nasionalis, tetapi cukup
merugikan dalam politik bagi umat Islam. Oleh karena alasan bahwa Indonesia
sedang berjuang untuk menegakkan kemerdekaannya, umat Islam tidak keberatan
dengan adanya pencoretan tersebut tetapi akan berjuang untuk mengembalikannya
pada wakttu dan kondisi sudah lebih baik.5
Yang sedikit agak melegakan hati umat Islam adalah keputusan KNIP
(Komite Nasional Indoesia Pusat) yang bersidang pada 25-27 November 1945
4 Taufik Abdullah, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam jilid 5: Asia Tenggara, (Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 432-434.

5 Ibid, hlm. 432-434.

2

yang dipimpin oleh Sultan Syahrir antara lain, membahas usul agar dalam soalsoal keagamaan Indonesia digarap oleh satu kementerian tersendiri dan tidak lagi
diperlakukan sebagai tanggungjawab Kementerian Pendidikan.6 Sebagai bukti
bahwa Indonesia memang bukan negara sekuler maka pada 3 Januari 1946
dibentuk Kementerian Agama. Kementerian ini mengakomodir kepentingan umat
Islam. Hal ini tampak jelas dari kenyataan bahwa Kementerian Agama mengelola
beberapa aspek kehidupan beragama, seperti:7
1.
2.
3.
4.

Pendidikan Agama (Madrasah dan Perguruan Tinggi)
Pengadilan Agama
Perjalanan Haji
Urusan Agama (pencatatan nikah, talak, rujuk, pembinaan masjid, zakat,
waqaf, infak, shadaqah)

Perjuangan melalui Pemilihan Umum pada 15 Desember 1955 yang

melahirkan Lembaga Konstiuante yang dilantik pada 10 November 1956.
Ternyata perolehan kursi umat Islam hanya 230 kursi sedangkan partai-partai
lainnya 286 kursi.8 Usaha-usaha partai Islam untuk menegakkan Islam sebagai
ideologi negara dalam konstituane mengalami jalan buntu. Demikian juga
Pancasila yang oleh umat Islam dipandang sebagai milik kaum non-muslim. 9 Jika
pada awal kemerdekaan Soekarno berjanji memberikan kesempatan kepada umat
Islam untuk memperjuangkan ideologi Islam, Soekarno justru menegaskan bahwa
Indonesia adalah negara nasional dan bukan negara Islam. 10 Akhirnya pada 10
Okober 1956, ketika sidang Majelis Konstituante dibuka di Bandung, Demokrasi
Parlementer diganti dengan Demokrasi Terpimpin.11

6 Endang Saifudin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Bandung: Pustaka, 1983),
hlm. 60.
7 Saifullah, SA., Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Teanggara, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 35.
8 Taufik Abdullah, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam jilid 5: Asia Tenggara, (Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 439-441.
9 Endang Saifudin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Bandung: Pustaka, 1983),

hlm. 60.
10 Saifullah, SA., Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Teanggara, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 34.
11 Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: MUI, 1991), hlm. 392.

3

Dari aspek politik, partai Masyumi (Madjlis Sjura Muslim Indonesia) yang
dilahirkan pada Kongres Umat Islam di Yogyakarta pada 7 November 1945,
pernah menjadi partai politik yang sangat kuat dengan 49 kursi di Parlemen dari
236 orang anggota parlemen bahkan memenangkan perolehan suara hampir di
seluruh provinsi di Indonesia. Masyumi pernah masuk dalam kabinet, seperti
Kabinet Natsir (1950-1951), Kabinet Sukiman (1951-1952) dan Kabinet
Burhanuddin Harahap (1955-1956). Karena ada konflik internal, partai ini
kehilangan sebagian sebagian kekuatannya yaitu dengan keluarnya NU (April
1952 Muktamar NU di Palembang) dan PSII (Partai Sarikat Islam Indoneisa). 12
Perpecahan ini adalah dampak dari Masyumi berdiri dengan kepengurusan partai
yang terdiri dari dua bilik, Majelis Syuro (Dewan Partai) dan Dewan Eksekutif
Partai. Dewan Partai berfungsi sebagai penasehat partai, beranggotakan para
ulama atau kiai dari pesantren. Dewan Eksklusif berfungsi menangani masalah

politik praktis, anggotanya terdiri dari cendikiawan berpendidikan Barat. Dewan
Partai menganggap orang berpendidikan Barat dalam Dewan Esekutif kurang
mengerti agama sementara Dewan Eksekutif menganggap kaum ulama tidak
paham tentang masalah politik. Dalam praktik, kaum ulama jabatannya hanya
Menteri Agama sedangkan kelompok intelektual dapat menjadi Perdana Menteri,
Menteri Luar Negeri, Menteri Penerangan dan lain-lain. Kondisi ini melahirkan
kecemburuan.13 Masyumi mengalami keruntuhan setelah dibubarkan oleh
Soekarno dengan dikeluarkannya Penpres No. 200 tahun 1960 dan tanggal 13
September 1960 pemimpin Pusat Masyumi menyatakan pembubaran partai. 14
Kekuatan politik Islam jatuh, sekalipun NU dan PSII serta PERTI (Persatuan
Tarbiyah Islamiyah) tampil mewakili kepentingan politik Muslim. 15 Wakil-wakil
dari partai Muslim itu ikut duduk dalam DPRGR maupun dalam kabinet. NU
mengikuti semua gagasan Soekarno. PNI yang diharapkan Soekarno dapat
12 M. Abdul Karim, MA., Islam dan Kemerdekaan Indonesia, (Yogyakarta: Sumbangsih
Press, 2005), hlm. 77-78.
13 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 63-64.
14 M. Abdul Karim, MA., Islam dan Kemerdekaan Indonesia, (Yogyakarta: Sumbangsih
Press, 2005), hlm. 77-78.
15 Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: Grafiti Press,

1987), hlm. 151-196.

4

mengikuti kemauannya, ternyata tidak maka Soekarno lebih beralih mencari
dukungan PKI. Akhinya PKI dapat memanfaatkan Soekarno untuk mencapai
tujuan Partai Komunis. PKI menggunakan taktik mengiring konflik yang sasaran
utamanya adalah para pemilik tanah dari kalangan Islam dan PNI. PKI
melancarkan landreform. Gerakan ini menimbulkan tekanan kepada pemilik tanah
yang mayoritas kaum agama dan priyayi. Tahun 1964, PKI melancarkan aksi
merebut tanah perkebunan, tanah wakaf, melakukan penggrebegan dan
penganiayaan. Tahun 1965, terjadi pemberontakan anatara orang PKI dengan
kaum santri sehingga menimbulkan kekacauan. Di tingkat nasional, terjadi inflasi
besar-besaran sehingga terjadi kebangkrutan. Konfrontasi dengan Malaysia
membuat Indonesia dikucilkan oleh negara kapitalis. Indonesia keluar dari PBB.
Akhibatnya terputuslan bantuan dari organisasi yang bernaung di bawah PBB,
seperti IMF, World Bank, dan lain-lain.16
Partai-partai ini sebagaimana partai lain mulai menyesuaikan diri dengan
keinginan Soekarno yang mendapat dukungan dari dua pihak yang bermusuhan
yaitu ABRI dan PKI. Langkah akomodatif NU dan partai Islam lain selalu

disandarkan pada agama, seperti Al-Qur’an yang digunakan sebagai rujukan. NU
memberi gelar kepada Soekarno, Waliy al-Amr al-Dharuri bi al-Syaukah. Untuk
menyenangkan hati Soekarno, IAIN memberi gelar doktor kehormatan dalam
ilmu ushuluddin dengan promotor KH. Saifuddin Zuhri, pimpinan NU yang telah
diberi peran oleh Soekarno dalam pemerintahan Demokrasi Terpimpin. Langkah
akomodatif partai-partai Islam ini bertujuan agar nasibnya berbeda dengan
Masyumi yang tokoh-tokohnya diintimidasi oleh golongan pro-Soekarno.17
Betapapun NU mengikuti kehendak Soekarno tetapi NU dapat menandingi PKI.
Kalau PKI membuat Lerka, NU membuat Lembaga Seni Budaya Muslim
(Lesbumi). PKI mempunyai Barisan Tani di desa-desa, NU mempunyai Persatuan
Tani NU (Pertanu). Dalam perburuhan, PKI mempunyai Sobsi, NU punya Serikat
Buruh Muslimin Indonesia (Serbumusi). Barisan Ansor Serbaguna (Banser)
16 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 72-74.
17 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),
hlm. 268-269.

5

dibentuk untuk mengimbangi aktivitas Pemuda Rakyat PKI yang tidak segansegan melakukan kekerasan terhadap umat Islam. Sejumalh organisasi khusus,

organisasi pelajar dan mahasiswa seperti IPNU, PMII juga untuk mengimbangi
kekuatan PKI. NU, PSII dan Perti mendirikan organisasi Islam seperti HMI, PII,
Pemuda Muhammadiyah serta IMM, sementara Gabungan Serikat Buruh
Indonesia (Gasbindo) mendapat tekanan dari Soekarno dan dituntut untuk
dibubarkan.18
Walaupun partai-partai Islam itu melakukan penyesuaian terhadap
kebijaksanaan Soekarno, tetapi secara keseluruhan peranan partai Islam
mengalami kemerosotan. Tidak ada jabatan menteri penting yang diserahkan
kepada Islam. Satu-satunya kepentingan Islam yang diluluskan adalah keputusan
MPRS 1960 yang memberlakukan pengajaran agama di universitas.19
Untuk memperjuangkan Islam dan melawan hegemoni kekuatan Soekarno,
terjadi beberapa perlawanan, mulai dari yang inkonstitusional (seperti
pemberontakan DI/ TII di Jawa Barat di bawah pimpinan Kartosuwirjo, DI di
Aceh pmpinan Daud Beureueh, DI/ TII Sulawesi Selatan di bawah pimpinan
Kahar Muzakkar, PRRI di Sumatera Tengah, PERMESTA di Sulawesi Selatan.20
Dalam kondisi politik dan ekonomi tidak menentu, tersiar kabar Soekarno
sakit. D.N. Aidit telah menyusun suatu rencana melakukan tindakan kekerasan.
Sasarannya adalah para pemimpin pusat Angkatan Darat dengan menciptakan
desas-desus bahwa di kalangan AD telah dibentuk Dewan Jendral yang akan
melakukan kudeta terhadap Soekarno. PKI harus bergerak cepat. Pada tanggal 30

September 1965 malam, dibawah komando Syam, Ketua Biro Khusu CC PKI,
Kolonel Untung dan pasukannya melakukan penculikan dan pembunuhan

18 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 73.
19 Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: MUI, 1991), hlm. 405.
20 Saifullah, SA., Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Teanggara, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 36.

6

sejumlah Jendral AD di Jakara, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Peristiwa ini kidenal
dengan G30S PKI. Namun peristiwa dengan cepat dapat dilumpuhkan.21
Peristiwa ini telah mengembangkan kerjasama yang baik antara kelompok
tentara dan kelompok Islam melawan PKI. Sejak awal diketahui adanya
pemberontakan G30S PKI, Pemuda Muhammadiyah yang sedang mengikuti
kursus kader di Jakarta, membentuk Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda
Muhammadiyah (Kokam). Tanggal 1 Oktober 1965 diadakan pertemuan antara
HMI, Pemuda Muhammadiyah, PKI, PII dan PMKRI. Dalam pertemuan berhasil
disepakati untuk mengadakan kerjasama mengahdapi kemungkinan perebutan

kekuasaan yang terjadi akibat perebutan kekuasaan G30S. Muhammadiyah
mendorong umat Islam untuk melakukan jihad melawan PKI. Tanggal 9-11
November 1965, Muhammadiyah mengadakan sidang kilat dan mengeluarkan
fatwa penumpasan G30S PKI adalah ibadah yang hukumnya wajib ‘ain. Di
daerah-daerah, pemuda Ansor merupakan kekuatan yang besar dalam menumpas
PKI. Terjadinya peristiwa G30S merupakan titik klimaks dari pertentangan
ideologi yang sangat tajam di zaman Demokrasi Terpimpin. 22 Soekarno menulis
Surat Perintah Sebelas Maret kepada pimpinan AD, Soeharto. Dengan berbekal
surat itu Soeharto mengambil tindakan yaitu mebubarkan PKI pada tanggal 12
Maret 1966, menangkap sejumlah menteri yang diduga berindikasi PKI, dan
pendukung-pendukung PKI disingkirkan.23
Setelah kejatuhan Soekarno, muncul Orde Baru di bawah pimpinan
Soeharto. Tumbangnya Orde Lama memberikan harapan baru kepada kaum
Muslimin. Namun, umat Islam merasa meskipun musuh bebuyutannya komunis
telah tumbang, kenyataan berkembang tidak seperti yang diharapkan. Pada 1966
umat Islam melahirkan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) setelah gagal
memperjuangkan rehabilitasi Masyumi. Era ini ditandai dengan gencarnya
gerakan pembaruan pemikiran Islam yang dipelopori oleh angkatan muda Islam,
21 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 74.
22 Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: MUI, 1991), hlm. 423.
23 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 76.

7

seperti HMI, PII dan GPII. Gerakan ini muncul sebagai reaksi mulai kerasnya
tekanan terhadap politik Islam dan karena kesadaran bahwa arena perjuangan
Islam tidak hanya sebatas arena politik tetapi diperluas hingga ranah sosial
budaya. Pada masa ini juga muncul Majelis Ulama Indonesia (MUI) mulai dari
tingkat Pusat hingga Kabupaten/ Kota juga Ikatan Muslim se-Indonesia (ICMI)
yang dibidani oleh BJ Habibie yang menyebar sampai daerah-daerah.24
Pada masa ini terjadi penyederhanaan partai yang dikelompokkan menjadi:
1. Kelompok nasionalis (PNI, IPKI, Murba)
2. Kelompok spiritual (NU, Parmusi, PSII, Perti, Parkindo dan Katholik)
3. Golongan Karya
Kelompok spiritual menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan
kelompok nasionalis Partai Demokrasi Indonesia (PDI).25
Walaupun mendapat tekanan dalam Orde Baru, politik Islam muncul
dalam bentuk Partai Persatuan Pembangunan (yang merupakan fusi dari partaipartai: Permusi, NU, PSII, PERTI) dan di Era Reforamasi berkembang dan
bertambah dengan Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Amanat Nasional (PAN),
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan beberapa
partai kecil lainnya.26
Orde Baru memang sejak semula mencanangkan pembaharuan sistem
politik. Pada tanggal 26 November 1996, dengan sebuah amanat dari presiden
disampaikan kepada DPRGR: RUU Kepertaian, RUU Pemilu dan RUU Susunan
MPR, DPR dan DPRD. Yang kedua dan yang ketiga ditetapkan 22 November
1969. Sedang yang pertama berhenti. Pada 9 Maret 1970, fraksi-fraksi parpol di
dalam PPP dan PDI (5 Februari 1973). Pada 14 Agustus 1975 RUU Kepartaian
disahkan. Penataan kehidupan kepartaian berikutnya adalah penetapan asas
24 Saifullah, SA., MA., Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Teanggara, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 37.
25 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 78.
26 Saifullah, SA., MA., Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Teanggara, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 38.

8

tunggal, Pancasila, untuk semua parpol yaitu Golkar dan organisasi lainnya, tidak
ada asas ciri, tidak ada ideologi Islam oleh karena itu tidak ada lagi partai Islam.27
Menjelang Pancasila diputuskan pada Sidang Umum MPR 1983 sebagai
satu-satunya asas bagi kekuatan politik, banyak kalangan yang melontarkan suarasuara kontra. Suara itu semakin tajam ketika Pancasila bukan saja diputuskan
sebagai satu-satunya asas bagi kekuatan politik tetapi juga terhadap organisasi
kemasyarakatan termasuk organisasi keagamaan di Indonesia. Sangat wajar kalau
suara kontra iu banyak yang berasal dari umat Islam mengingat laar belakang
sejarah yang pernah dilaluinya. Hanya PPP, fusi dari empat partai Islam Permusi,
NU,

PSII,

Perti

yang

masih

mempunyai

ideologi

Islam.

Dengan

pengasastunggalan, sebagian umat Islam menganggap penyalur aspirasi politik
Islam hilang.28
Untuk

merumuskan

situasi

baru

sekaligus

memasyarakatkan

kebijaksanaan tersebut, beberapa kalangan menyelenggarakan forum-forum
berkenaan dengan aspirasi politik Islam. Kesimpulan dari kegiatan-kegiatan itu
menyatakan bahwa aspirasi keagamaan dalam kehidupan politik di Indonesia tetap
akan tersalurkan. 29
Pada masa Orde Baru, umat Islam berhasil menggalang persatuan,
sehingga pada Pemilu 1971 perolehan kursi partai mendapat 94 kursi. Pemilu
tahun 1977, PPP meraih 99 kursi. Namun, ketika menghadapi pembagian kursi di
DPR/ MPR, sikap politik yang berbeda, pembagian unsur pmpinan komisi di
DPR, masalah daftar calon anggota DPR dalam pemilu, menimbulkan
ketegangan. Akibatnya pada pemulu ketiga tahun 1982 perolehan kursi PPP
menurun. Pembagian kursi 1982 NU merasa dirugikan, maka dalam Muktamar
ke-24 di Situbondo tahun 1984 NU menyatakan kembali ke Khattitahnya yaitu
NU merarik diri dari gelanggang politik kembali ke organisasi sosial. Keluarnya

27 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),
hlm. 270.
28 Ibid, hlm. 271.
29 Ibid, hlm. 272.

9

NU dan PPP merupakan pukulan berat sehingga tahun 1987 PPP mengalami
kemerosotan yang luar biasa.30
Menjelang diberlakukannya asas tunggal, semula umat Islam banyak yang
cemas karena UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
mewajibkan semua ormas mencantumkan asas tunggal yang berarti dilarang
mencantumkan asas lain sebagai ciri khas atau identitas sendiri. Dengan demikian,
PPP harus menghapus asas Islamnya dan menjadi partai nasionalis tanpa ciri
Islam. Sementara, sikap NU sejak dini menerima Pancasila sebagai asas tunggal.
Kalangan Muhammadiyah lebih berhati-hati. Berdasarkan pertimbangan dari
golongan umat Islam yang ikut merumuskan Mukkadimah UUD 1945 maka umat
Islam menerima Pancasila sambil berusaha mengisinya dengan nilai-nilai Islam.31
Sesudah asas tunggal diterima oleh umat Islam, pada awal Orde Baru
pemerintah mengumumkan monopoli pengelolaan perjalanan haji Indonesia.
Menganai pelaksanaan hukum Islam. Misalnya, RUU Perkawinan, ketika
diajukan pada 7 September 1968 ke DPR mendapat tanggapan keras dan akhirnya
dibekukan sempai pemilu tahun 1971. Para penganut agama Hindu dan Budha
melaksanakan perkawinan dengan caranya sendiri. Kawin dengan cara Islam di
KUA adalah keterpaksaan. Pada tahun 1973, Pemerintah melalui Menteri
Kehakiman menyampaikan RUU tetapi masih mendapat tanggapan keras terutama
masalah poligami, kedudukan wanita, perceraian, kawin campur, dan perjanjian
perkawinan. Pembahasan di DPR mengalami kemacetan lantaran fraksi ABRI di
DPR ingin mempertahankan RUU yang dinilai oleh kalangan Islam tidak cocok
untuk masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Wakil-wakil Islam berusaha
agar syariat Islam ditegakkan dalam UU Perkawinan, baik melalui usaha legislatif
atau melalui kerjasama PPP sampai dengan kekuatan sosial politik Islam serta
pendekatan langsung dengan presiden. Pendekatan ini menghasilkan RUU baru
yang disepakati oleh fraksi PPP dan ABRI.32 Pada tahun 1969, Soeharto
30 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 78-79.
31 Ibid, hlm. 80-81.
32 Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: MUI, 1991), hlm. 454.

10

membenuk Lembaga Pusat dakwah Islam Indonesia (LDII) untuk memberi wadah
kegiatan dan guna menekan kelompok militan dan reformis Islam.33
Di samping itu, sejak dekade 1970-an banyak bermunculan intelektual
muda Muslim yang meskipun sering kontroversial, melontarkan ide-ide segar
untuk masa depan umat. Kebanyakan mereka adalah intelektual Muslim
berpendidikan umum. Ini adalah buah dari kegiatan organisasi-organisasi
mahasiswa Islam seperti HMI, PMII, IMM dan lain-lain.34
Demikian juga dengan kebijaksanaan pemerintah mendirikan Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1975. Bahkan, MUI bisa dikatakan sebagai
suatu forum pemersatu umat Islam Indonesia. Aspirasi-aspirasi umat termasuk
aspirasi politik mungkin bisa tersalurkan dengan lembaga ini.35 Demikian juga
dengan kebijaksanaan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
pada tahun 1975. Bahkan, MUI bisa dikatakan sebagai suatu forum pemersatu
umat Islam Indonesia. Aspirasi-aspirasi umat termasuk aspirasi politik mungkin
bisa tersalurkan dengan lembaga ini.36
Pada tahun 1973 di Saudi Arabia berdiri Islamic Develpement Bank (IDB).
Indonesia termasuk salah satu negara yang ikut mendatangani kesepakatan
pendiriannya. Upaya merealisasikan Bank Islam ternyata juga mendapat
tanggapan dai Majlis Ulama Indonesia (MUI), sehingga pada akhirnya dapat
mendirikan Bank Muamalah Indonesia (BMI). Berdirinya BMI mendapat respon
yang baik dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (IMCI) sehingga menjalin
kerjasama dengan mendirikan PT. Manajemen Musyarakah Indonesia (MMI), dari
kerjasama ini berhasil mendirikan Bank Perkreditan Syari’ah.37

33 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 84-85.
34 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),
hlm. 274.
35 Ibid, hlm. 274.
36 Ibid, hlm. 274.
37 Mundzirin Yusuf,dkk, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka,
2006), hlm. 177.

11

Partai politik pemerintah, Golkar merekayasa Pemilu 1971 dan meraih
63% suara. Golkar menarik pendukung dari mantan pendukung komunis, PNI,
Masyumi dan NU. Pada Pemilu 1977 Golkar semakin kokoh dominasinya.
Sepanjang periode ini, Soeharto memberikan pengawasan ketat terhadap
pergerakan dan partai politik Muslim. Pihak militer yang diberi hak istimewa
dalam bidang kekuasaan menentang rehabilitasi Masyumi, penerapan kembali
Piagam

Jakarta,

dan

pemberlakuan

hukum

Islam.

Soeharto

kemudian

mengizinkan pembentukan Parmusi dengan syarat seluruh mantan pimpinan
Masyumi tidak dilibatkan dalam pimpinan eksekutif partai. NU lebih memusatkan
perhatian pada praktik keagamaan daripada oposisi politik, selalu bekerjasama
dengan pemerintah melalui Departemen Agama dan MUI.38
Dalam masalah ekonomi, pemerintah membuat Bazis (Badan Amil Zakat
Infak dan Sodaqah) dengan harapan pemanfaatannya dapat dikoordinasi menjadi
berskala besar dan produktif, dapat pula menjadi modal bagi pengembangan
ekonomi umat. NU mendirikan Bank Nusuma dan Muhammadiyah mendirikan
Bank Matahari. Beridiri juga bank tanpa bunga seperti Bank Muamalah.
Kehidupan dan syiar Islam semakin semarak. Masjid-masjid didirikan. Pengajian
dan diskusi agama diadakan di hotel-hotel berbintang. Yayasan Islam di bawah
Soeharto mendirikan Masjid Pancasila sejak tahun 1982-1991 sebanyak 449 unit.
Jamaah haji semakin semarak. Ulama kampus yang dahulu berpusat di IAIN, kini
mucul di universitas lain. Berdiri ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia)
tahun 1990 yang anggota-anggotanya dari semua unsur dan tingkat komitmen
terhadap Islam serta memiliki pusat straegis. Muncul pula keputusan-keputusan
politik: UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Peradilan Agama 1989, KHI tahun
1991 dan tahun yang sama dengan instruksi presiden mengenai kewajiban setiap
produk makanan untuk mencantumkan labeb halal atau tidak untuk melindungi
masyarakat Muslim. Dengan pemberian fasilias, umat Islam semakin berkembang

38 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 84-85.

12

dan asyik dalam bidang sosial keagamaan saja, tetapi tidak diberi kesempatan
pada bidang politik.39
Departemen Agama yang dibentuk sebagai konsesi bagi umat Islam
banyak berjasa dalam membentuk dan mendorong kebangkitan Islam. Empat
belas IAIN induk dengan sekian banyak cabangnya sangat berjasa menyiapkan
guru-guru agama, pendakwah dan mubalig dalam kuantitas besar. Bahkan,
Departemen Agama secara terus-menerus mengembangkan dan meningkatkan
mutu IAIN. Ditambah lagi peranan departemen ini dalam membina madrasah dan
pesantren yang ada di seluruh Indonesia.40 Malalui Departemen Agama, kiai
mempunyai pengaruh besar dalam unsur keluarga berbagai urusan desa, urusan
keagamaan, dan pemerintahan. 41
Indikasi kebangkitan Islam juga terlihat di perguruan tinggi. Sebagian
besar perguruan tinggi mempunyai masjid atau mushola. Selama Ramadhan,
organisasi kemahasiswaan di kampus menyelenggarakan kegiatan pesantren kilat
dan kegiatan-kegiatan ramadhan lainnya, seperti aktivitas sosial keagamaan,
puitisasi Al-Qur’an, drama dan pagelaran seni islami lainnya, disamping terawih,
tadarus dan kuliah-kuliah keagamaan. Kegiatan yang sama juga berlangsung di
masjid yang diselenggarakan oleh remaja-remaja suatu organisasi pemuda oleh
kalangan muda. Bahkan karang taruna juga ada yang melakukan kegiatan yang
sama. Sebagai indikasi kebangkitan pelajar dan mahasiswa banyak yang memakai
busana muslim baik di sekolah dan perguruan tinggi maupun di tempat umum
lainnya.42
Pada Pemilu 1992 banyak pesantren dan kyai NU menyatakan dukungan
dan sedia dicalonkan oleh Partai Golkar (partai penguasa). Tradisi, pikiran, ajaran
dari ulama-ulama klasik (abad ke-8 M sampai abad ke-13 M) tetap dipelihara,
39 Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: MUI, 1991), hlm. 466.
40 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),
hlm. 274.
41 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Bagian Ketiga, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1999), hlm. 348.
42 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),
hlm. 273.

13

bahkan dijadikanrujukan utama setelah Al- Qur’an. Mereka tidak mempersoalkan
apakah bentuk negara Islam atau bukan, bagi mereka pemerintah yang zalim lebih
baik ketimbang tidak ada pemerintahan. Mereka berupaya menjaga harmonitas
stabilitas sambil melakukan perbaikan sesuai dengan kaidah fiqh “menghindari
kerusakan lebih baik daripada menciptakan kebaikan”.43
Setelah pernyataan mundur 11 menteri serta penolakan sejumlah tokoh
menjadi anggota Komite Reformasi yang akan dibentuk Soeharto maka pada
tanggal 21 Mei 1998 Soeharto resmi mengundurkan diri dan melantik BJ Habibie
menjadi Presiden RI.44
Jatuhnya pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan korup membawa
harapan munculnya pemerintahan pasca Orde Baru yang demokratis. Hal ini
tercermin dari kebebasan mendirikan parai politik. Tercatat ada 48 partai baru
yang mengikuti Pemilu 1999, termasuk partai-partai Islam. Kampanye tahun 1999
diwarnai dengan menghamburnya para kiai untuk membela partai politiknya
masing-masing sesuai dengan basis keulamaan mereka. Ulama NU terdapat pada
partai PKB yang merupakan partai yang direstui PBNU. Ulama Muhammadiyah
ada yang bergabung dengan PAN. Sedangkan PBB ingin membangkitkan kembali
perjuangan Masyumi. Para mahasiswa dan halaqah-halaqah kampus turut
mendirikan partai Islam, yaiu PKS yang menarik sebagian ulama yang merupakan
alumnus Timur Tengah. Belakangan, PKB dan PAN menyatakan diri sebagai
partai yang berasaskan Pancasila dan bersifat nasionalis tetapi basisnya adalah
massa Islam. Memang Pemilu 1999 telah membawa ulama ikut berperan kembali
dalam pemerintahan, sehingga beberapa ulama menjadi anggota legislatif. Pemilu
ini telah membawa K.H Abdurrahman Wahid menjadi Presiden. Peran ulama
berpolitik sangat menonjol karen Gus Dur selalu mengikutsertakan ulama dalam
mengambil keputusan. Sayangnya kedudukan yang terhormat harus berakhir

43 Idris Thaha (Ed.), Pergulatan Partai Politik di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2004), hlm. 30.
44 M. Zaenal Muttaqin, Mengapa Kita Harus Memilih Amien Rais sebagai Presiden,
(Jakarta: Hanif Press, 20014), hlm. 18.

14

dengan singkat oleh MPR yang waktu itu ketuanya adalah Amien Rais dan jabatan
presiden diserahkan kepada Megawati. 45
Sampai pada Pamilu pada 5 Juli 2004, peran ulama dalam politik terus
berlanjut. Namun, dalam tubuh partai PKB timbul kegoncangan ketika dua orang
elit ulama partai itu (K.H Hasyim Muzadi dan Gus Solahuddin adik kandung Gus
Dur) sama-sama dicalonkan oleh dua partai nasionalis PDIP dan Golkar untuk
menjadi Calon Wakin Presiden Megawati dan Wiranto. Maka, timbul ketegangan
antara PKB dan PBNU. Hal ini memperlemah persatuan Islam.46

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdebatan kaum abangan dengan kaum santri

telah banyak menyita

banyak energi yang mengebabkan hubungan tidak harmonis dan terus berlangsung
sampai masa kepemimpinan Soekarno, sehingga harus membubarkan sebagian
partai-partai. Setelah Rezim Soekarno jatuh, tiga partai yakni NU, PSI, Perti terus
bertahan sampai masa Orde Baru berdiri, namun umur mereka tidak panjang,
karena watak Negara Orba yang anti demokrasi. Sehingga partai Islam
digabungkan menjadi satu yang bertambahdengan Parmusi yaitu menjadi PPP.
Tetapi setelah Reformasi banyak partai-partai Islam bermunculan.
Pada masa Soeharto, Ia mengharapkan berdirinya Majelis Ulama
Indonesia. Dalam tahun 1975 usaha-usaha dimulai untuk mendirikan majelis
ulama yang baru. Majelis-majelis ulama di tiap ibukota profinsi dibentuk.
Setelah Indonesia ikut menandatangani Islamic Develpement Bank (IDB)
di Saudi Arabia, mendapat tanggapan dari MUI sehingga MUI juga mendirikan
lembaga perbankan yang di namai Bank Muamalah Indonesia (BMI). Pemerintah
45 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2012), hlm. 89-91.
46 Ibid.

15

membuat Bazis (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqah) dengan harapan
pemanfaatannya dapat dikoordinasi menjadi berskala besar dan produktif, dapat
pula menjadi modal bagi pengembangan ekonomi umat.
Wewenang untuk melakukan pembinaan terhadap Pesanteren dan
Madrasah oleh pemerintah kemudian diserahkan kepada Departemen Agama.
Departemen Agama mengelola beberapa aspek kehidupan beragama, seperti
pendidikan Agama (Madrasah dan Perguruan Tinggi), Pengadilan Agama,
perjalanan haji, Urusan Agama (pencatatan nikah, talak, rujuk, pembinaan masjid,
zakat, waqaf, infak, shadaqah). Setelah kemerdekaan, pendidikan mengalami
kemajuan dalan bidang pendidikan. Tetapi pada dasarnya Madrasah masih
bertumpu pada pesantren dalam sistem pengajarannya. pada awal Orde Baru
pemerintah mengumumkan monopoli pengelolaan perjalanan haji Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, 2002, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam jilid 5: Asia Tenggara,
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Anshari, Endang Saifudin, 1983, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Bandung:
Pustaka.
Lapidus, Ira M., 1999, Sejarah Sosial Umat Islam, Bagian Ketiga, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
MA., M. Abdul Karim, 2005, Islam dan Kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta:
Sumbangsih Press.

16

Muttaqin, M. Zaenal, 2014, Mengapa Kita Harus Memilih Amien Rais sebagai
Presiden, Jakarta: Hanif Press.
Noer, Deliar, 1987, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta: Grafiti
Press.
SA., Saifullah, 2010, Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Teanggara,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sunanto, Musyrifah, 2012, Sejarah Peradaban Islam Nusantara, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Thaha, Idris (Ed.), 2004, Pergulatan Partai Politik di Indonesia, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Yatim, Badri, 2011, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Yusuf, Mundzirin, dkk, 2006, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, Yogyakarta:
Pustaka.

17